Gangguan Depresi Mayor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA “GANGGUAN DEPRESI MAYOR”



Penguji: dr.



Disusun oleh : Zulvina Ramadhani Faozanudin



G4A018019



SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2020 1



LEMBAR PENGESAHAN REFERAT BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA “GANGGUAN DEPRESI MAYOR” Disusun untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD Prof Margono Soekarjo



Oleh: Zulvina Ramadhani Faozanudin



G4A018019



Disetujui Pada tanggal, Maret 2020 Penguji



dr. Wiharto, Sp.KJ NIP.



2



BAB I PENDAHULUAN



Gangguan suasana perasaan (mood/affek disorder) merupakan hal yang umum dan lazim. Gangguan ini terbanyak ditemukan baik di pelayanan kesehatan mental maupun dalam praktek dokter medis umum. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 512% pria pernah mengalami depresi yang gawat didalam kehidupan mereka. Gangguan suasana perasaan didefinisikan sebagai perubahan suasana perasaan (mood) atau afek biasanya kearah depresi dengan atau tanpa ansietas yang menyertainya atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Adapun menurut Departemen Kesehatan RI dalam PPDGJ III, Gangguan suasana perasaan (gangguan afektif atau mood) merupakan sekelompok gambaran klinis yang ditandai dengan berkurang atau hilangnya kontrol emosi dan pengendalian diri. Perubahan afek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas kehidupan dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Berdasarkan penelitian komunitas yang dilakukan di New Haven, Baltimore, dan St. Louis pada tahun 1980 sampai 1982 didapatkan angka prevalensi enam bulan terbanyak dengan nomor urut satu sampai empat pada usia 65 tahun ke atas sebagai berikut : perempuan usia lanjut lebih banyak mengalami fobia, gangguan kognitif berat, distimia, dan depresi berat tanpa berkabung, sedangkan pada laki-laki usia lanjut lebih banyak mengalami gangguan kognitif berat, fobia, penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol dan distimia. Perempuan usia 45-64 tahun lebih banyak mengalami fobia, distimia, depresi berat dan obsesif kompulsif, sedangkan laki-laki berumur 45-64 tahun lebih banyak mengalami penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol, fobia, distimia, depresi berat (Myers dan kawan-kawan 1984).



3



Distimia dikenal dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R). Pada DSM-V, disebutkan istilah distimia telah digabung bersama gangguan depresi mayor kronik menjadi, gangguan depresi menetap. Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja yang perlu diperhatikan manifestasinya dapat dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien selalu mengeluh keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah marah ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun. Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gannguan suasana perasaan antara lain faktor biologi termasuk didalamnya faktor genetik. Menurut penelitian, anak dari pasien bipolar kemungkin 18 kali lebih besar terkena gangguan suasana perasaan. Selain itu faktor biologis lainnya yang menjadi penyebab adalah neurotransmitter, endokrin, ritme tidur, dan aktifitas otak. Faktor psikologis dan faktor sosial juga dapat mempengaruhi angka kejadian terjadinya gangguan suasana perasaan seseorang. Gangguan mood (yaitu gangguan depresi mayor (MDD)) dan gangguan bipolar (BD)) adalah sindrom yang sangat lazim. Prevalensi global MDD diperkirakan sekitar 4-5%, sedangkan BD mempengaruhi sekitar 1,5% populasi. Kedua kondisi ini seringkali mengarah pada perjalanan yang kronis dan tak hentihentinya, yang menggarisbawahi dampak utama pada morbiditas. Gangguan mood adalah penyebab utama tahun-tahun yang hidup dengan disabilitas dan tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan , menyoroti MDD dan BD sebagai prioritas kesehatan masyarakat.Gangguan afektif, gangguan mental yang ditandai dengan perubahan dramatis atau suasana hati yang ekstrim. Gangguan afektif mungkin termasuk suasana hati yang meninggi (tinggi, luas, atau mudah marah dengan hiperaktif, tekanan bicara, dan harga diri yang meningkat) atau depresi (mood sedih dengan ketidaktertarikan hidup, gangguan tidur, agitasi, dan perasaan tidak berharga atau rasa bersalah), dan sering kombinasi dari keduanya. Orang dengan gangguan afektif mungkin atau mungkin tidak memiliki gejala psikotik seperti delusi, halusinasi, atau kehilangan kontak dengan realitas.Gangguan afektif, juga sering disebut sebagai gangguan mood adalah sekelompok penyakit psikiatri di mana gangguan suasana hati dianggap fitur 4



utama yang mendasarinya. Gangguan mood dapat berupa suasana hati yang tinggi, seperti yang terjadi pada mania atau hipomania, atau suasana hati yang berkurang (depresi) seperti yang terjadi pada episode depresi mayor.(Ellenbroek, 2016)(Mansur, 2015) Secara umum, dua jenis gangguan afektif utama dapat dibedakan: (1) Depresi besar gangguan (MDD), terutama ditandai oleh suasana hati rendah (perasaan sedih dan putus asa); (2) gangguan bipolar (BP), ditandai dengan episode depresif dan periode mania atau hypomania. Selain itu, gangguan kecemasan, ditandai dengan perasaan gugup, kecemasan, dan rasa takut biasanya juga termasuk dalam kategori gangguan afektif. Gangguan kecemasan adalah kategori gangguan yang sangat luas yang mencakup sejumlah subtipe yang berbeda, termasuk fobia sosial, gangguan panik, gangguan kompulsif obsesif, dan stres pasca trauma gangguan (PTSD). Mengingat ini sejumlah besar berbagai jenis gangguan afektif dan banyak tumpang tindih dalam gejala dan patologi di antara mereka, kami memutuskan untuk membatasi diskusi kami dalam bab ini untuk gangguan depresi mayor (MDD). Depresi adalah gejala yang lebih umum, dan banyak pasien tidak pernah mengembangkan fase manik yang sejati, meskipun mereka mungkin mengalami periode singkat optimisme yang berlebihan dan euforia ringan saat pulih dari depresi. Manifestasi mania yang paling ekstrim adalah kekerasan terhadap orang lain, sedangkan depresi adalah bunuh diri.(Ellenbroek, 2016) Gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri merupakan suatu keadaan gangguan depresi berat yang perlu cepat ditangani agar pasien tidak mengulanginya dan terjadi tindakan bunuh diri (complete suicide) sehingga bisa mengurangi mortalitas.Orang yang mengalami gangguan depresi dengan percobaan bunuh diri, adalah orang yang mengalami suatu keadaan stres didalam diri yang tidak mampu menerima kondisi lingkungan eksterna mereka dan memiliki mekanisme pembelaan ego yang tidak matang sehingga mereka melakukan hal tersebut.



5



Gangguan depresi mayor adalah salah satu gangguan depresi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada individu di semua usia dan ras. Global Burden of Disease (GBD) of theWorld Health Organitation (WHO) telah menunjukkan terjadinya masalah yang sama di seluruh dunia bahwa gangguan depresi mayor, meningkatkan risiko terjadinyapercobaan bunuh diri yang jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan tindakan bunuh diri (complete suicide) yang memakan banyak korban jiwa yang sia-sia. Orang yang sudah melakukan percobaan bunuh diri, akan berisiko 100 kali lipat lebih besar untuk terjadinya tindakan bunuh diri jika dibandingkan dengan pupolasi normal (Marwick, 2013). Sekitar setengah hingga dua pertiga dari semua kasus bunuh diri adalah oleh orang-orang yang menderitagangguan mood; mencegah bunuh diri di antara mereka yang menderita karenanya menjadi hal yang pentingpencegahan bunuh diri. Memahami faktorfaktor yang mendasari risiko bunuh diri diperlukan untuk rasionalkeputusan pencegahan.(Isometsa, 2014)(Marwick & al, 2013)



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gangguan mood atau gangguan afektif adalah istilah yang sekarang banyak diterapkan pada berbagai kondisi umum di mana gejala yang paling menonjol adalah peningkatan atau depresi suasana hati. Gangguan mood sering disebut gangguan afektif, karena afek adalah tampilan eksternal dari suasana hati, emosi yang dirasakan secara internal. Kondisi afektif utama termasuk gangguan depresi mayor (MDD) dan gangguan bipolar (BD) berhubungan dengan kecacatan yang signifikan dan gangguan psikososial selama perjalanan hidup. Mereka sering tidak cukup dikenal atau didiagnosis karena



kompleksitas



dan



heterogenitas



presentasi



klinis



mereka.



Heterogenitas ini kemungkinan terkait dengan keberadaan kerentanan genetik bersama serta interaksi faktor fisik dan psikososial di seluruh rentang kehidupan (Johnstone, 2010; Stahl, 2013; Friedman, 2014). Gangguan mood yang paling umum dan mudah diakui adalah gangguan depresi mayor, dengan episode tunggal atau berulang. Distimia adalah bentuk depresi yang kurang berat tetapi bertahan lama. Gangguan depresi terdiri dari sekelompok penyakit heterogen yang dicirikan oleh berbagai tingkat labilitas afektif dan terkait perubahan kognitif, neurovegetatif, dan psikomotor. Depresi saat ini merupakan kondisi medis yang paling mematikan keempat di dunia dan diprediksi menjadi yang kedua setelah penyakit jantung iskemik berkaitan dengan kecacatan pada tahun 2020 (Stahl, 2013; Friedman, 2014; Serafini, 2017). Gangguan depresi dalam spektrum luas yang ditandai dengan adanya suasana hati yang sedih, kosong, atau mudah tersinggung dan berbagai perubahan somatik dan kognitif lainnya. Menurut American Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke- 5 (DSM-5), gangguan suasana hati adalah fitur utama gangguan mood. Mereka lebih lanjut dibagi menjadi gangguan depresi mayor (MDD), gangguan disregulasi suasana hati mengganggu (untuk anak-anak berusia hingga 18 tahun), gangguan depresi 7



persisten (dysthymia; DD), gangguan dysphoric pramenstruasi, gangguan depresi yang diinduksi oleh zat, gangguan depresif karena lain kondisi medis, serta kategori gangguan depresi lainnya dan tidak spesifik untuk kasus subsindromal yang tidak memenuhi kriteria untuk MDD atau DD. MDD ditandai dengan satu atau lebih episode depresi mayor (MDE) - periode terpisah di mana seorang individu mengalami perubahan yang jelas dalam mempengaruhi, kognisi, dan fungsi neurovegetatif ke tingkat moderat selama 2 minggu atau lebih dengan penurunan dari level fungsi mereka sebelumnya (Friedman, 2014). Gangguan depresi mayor adalah salah satu gangguan depresi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada individu di semua usia dan ras. Global Burden of Disease (GBD) of theWorld Health Organitation (WHO) telah menunjukkan terjadinya masalah yang sama di seluruh dunia bahwa gangguan depresi mayor, meningkatkan risiko terjadinyapercobaan bunuh diri yang jika tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan tindakan bunuh diri (complete suicide) yang memakan banyak korban jiwa yang sia-sia. Orang yang sudah melakukan percobaan bunuh diri, akan berisiko 100 kali lipat lebih besar untuk terjadinya tindakan bunuh diri jika dibandingkan dengan pupolasi normal (Marwick, 2013). 2.2 Epidemiologi Survei World Mental Health (WMH) juga memberikan kumpulan data tentang prevalensi gangguan depresi mayor. Tingkat prevalensi seumur hidup dan 12 bulan diperkirakan di 18 negara, dibagi menurut pendapatan tinggi dan menengah ke bawah. Prevalensi seumur hidup memperkirakan rata-rata 11,1 (kisaran 8,0 hingga 18,4) di negara- negara berpenghasilan rendah dan 14,6 (kisaran 6,6 hingga 21,0) di negara-negara berpenghasilan tinggi, sedangkan tingkat prevalensi 12 bulan rata-rata 5,5 tinggi (kisaran 2,2 hingga 8,3) dan 5,9 (kisaran 3,8). ke 10.4) di negara-negara berpenghasilan rendah. Perkiraan prevalensi yang lebih baru dari studi The National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions (NESARC) adalah 13,2 untuk seumur hidup dan 5,3 untuk depresi mayor 12 bulan. Kumpulan temuan ini 8



menunjukkan bahwa epidemiologi deskriptif gangguan mood meskipun ada berbagai perkiraan, tingkat rata-rata baik depresi seumur hidup dan 12 bulan cukup konsisten di seluruh penelitian yang menggunakan metodologi yang sebanding (Sadock, 2017). Beberapa penelitian cross-sectional dan prospektif juga melaporkan tingkat gangguan depresi mayor pada remaja. Tingkat seumur hidup gangguan depresi utama dalam rentang masa kanak-kanak dari sekitar 0,6 hingga 4,8 persen dengan median 2,2 persen. Hasil penelitian The National Comorbidity Survey-Adolescent supplement (NCS-A) pada remaja di Amerika Serikat menghasilkan prevalensi depresi mayor seumur hidup dan 12 bulan masing- masing sebesar 11,0 dan 7,5 persen. Keduanya The Tracking Adolescents’ Individual Lives Survey(TRAILS) di Belanda juga menandai gangguan depresi utama dengan tingkat keparahan berdasarkan kerusakan. Seperti yang diharapkan tingkat seumur hidup dalam penelitian ini secara substansial lebih rendah daripada gangguan depresi mayor tidak berat dengan masing-masing seumur hidup dan tingkat 12 bulan 3,0 dan 2,3 persen. Dalam NCS- A, prevalensi gangguan depresi mayor meningkat secara signifikan di seluruh remaja, dengan peningkatan yang sangat mencolok di antara wanita daripada di antara pria. Sebagian besar kasus gangguan depresi utama dikaitkan dengan komorbiditas psikiatri dan gangguan peran berat, dan minoritas substansial melaporkan bunuh diri. Perawatan dalam beberapa bentuk diterima oleh mayoritas remaja dengan depresi mayor sesuai DSM-IV periode 12 bulan (60,4 persen), tetapi hanya sebagian kecil yang menerima perawatan yang khusus gangguan mental (Sadock, 2017). Demikian juga, banyak individu di masyarakat mungkin menunjukkan beberapa (beberapa atau lebih) gejala depresi yang tidak mencapai tingkat keparahan atau ambang durasi untuk gangguan suasana perasaan tertentu dalam sistem DSM-5 tetapi, bagaimanapun juga memiliki morbiditas dan disfungsi yang besar. Meskipun ambang gangguan ini mungkin bentuk yang kurang parah dari gangguan depresi mayor atau bipolar, mereka juga dapat menyebabkan penderitaan dan disabilitas yang besar (Sadock, 2017).



9



2.3 Etiologi Depresi adalah gangguan multifaktorial, dengan berbagai faktor risiko berinteraksi dari berbagai aspek raut wajah pasien. Genetika, pola asuh awal dan kepribadian dapat meningkatkan kerentanan terhadap depresi, dengan episode yang timbul tergantung pada tingkat stres akut dan kronis yang dialami (Marwick K, 2013) Gambar 2. Model sederhana etiologi gangguan mood. (Marwick K. , 2013) Teori dualistik yang memisahkan pikiran dan otak digantikan dengan model yang lebih terintegrasi yang mempertimbangkan pengaruh biologis, psikologis, dan sosial yang menghasilkan depresi. Pemahaman Kandel tentang interaksi pikiran-otak menyediakan model untuk memahami sifat dan kemungkinan penyebab depresi, khususnya (Friedman, 2014): a. semua proses mental berasal dari otak; b. gen dan produk proteinnya menentukan koneksi dan fungsi neuronal; c. pengalaman



hidup



memengaruhi



ekspresi



gen



dan



faktor



psikososialumpan balik ke otak; d. mengubah



ekspresi



gen



yang



menghasilkan



perubahan



neuronalkoneksi berkontribusi untuk menjaga kelainan perilaku; e. psikoterapi menghasilkan perubahan perilaku jangka panjang dengan mengubahekspresi gen. Oleh karena itu, baik faktor genetik dan lingkungan terlibat dalam etiologi dan pengobatan depresi. Kemajuan terbaru dalam studi tentang dasar genetik



depresi



telah



menghasilkan



temuan



yang



menarik,



seperti



polimorfisme fungsional dari gen transporter serotonin, yang dapat digunakan untuk memprediksi respon serotonin reuptake inhibitor (SSRI) selektif dalam konteks stres kehidupan. Dengan demikian, depresi dapat dipahami sebagai konsekuensi dari stres kehidupan yang berinteraksi dengan kerentanan genetik dan kepribadian yang diwariskan yang menghasilkan disfungsi psikologis (Friedman, 2014).



10



2.5 Patofisiologi 2.6 Diagnosis Depresi ditandai dengan gejala yang umumnya terbagi dalam dua kategori: psikologis, dan somatik (atau fisik). Yang pertama dicirikan oleh kesedihan yang terus-menerus, yang disebut "dysphoria," dan keadaan yang terusmenerus kekurangan kenikmatan atau kesenangan biasa dalam kegiatan yang sebelumnya menyenangkan, disebut "anhedonia." Awalnya dikembangkan di Inggris dan sedang diselidiki di Universitas Columbia di New York City, depresi atipikal mengacu pada kelelahan yang ditumpangkan pada sejarah kecemasan dan fobia somatik, bersama dengan tanda vegetatif terbalik (suasana yang lebih buruk di malam hari, insomnia, kecenderungan untuk tidur nyenyak dan makan berlebihan). Pengalaman menunjukkan bahwa tanda vegetatif terbalik lainnya meningkatkan minat dan / atau hasrat seksual, meskipun tetap tidak terdeskripsikan dalam literatur ini. Tidur terganggu pada paruh pertama malam pada banyak orang dengan gangguan depresi atipikal, dan iritabilitas, hipersomnolen, dan kelelahan siang hari. Temperamen pasien-pasien ini dicirikan oleh sifat-sifat yang sensitif. MAOI dan antidepresan serotonergik tampaknya menunjukkan beberapa spesifisitas untuk pasien seperti itu, yang merupakan alasan utama bahwa depresi atipikal dianggap serius.(Sadock, 2017)(Friedman, 2014)



Gambar 3. Dimensi Gejala Episode Depresi mayor(Stahl, 2013)(APA, 2013)



ICD-10 telah menetapkan pedoman diagnostik tertentu untuk mendiagnosis episode depresif. Durasi minimum episode adalah 2 minggu dan setidaknya dua dari tiga gejala depresi, kehilangan minat atau kesenangan dan peningkatan kelelahan harus ada. Episode depresif dapatdinilai ringan, sedang atau berat tergantung pada jumlah dan keparahan gejala. Episode depresi yang terjadi dengan halusinasi, delusi, atau pingsan depresif selalu 11



dikodekan sebagai 'parah dengan fitur psikotik.Episode biasanya mulai selama periode prodromal berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Pada DSM-5 diagnosis gangguan depresi utama membutuhkan salah satu dari berikut: (1) suasana hati disforik atau (2) penurunan minat dalam kegiatan biasa. Gejala seperti itu harus dipertahankan setidaknya selama 2 minggu, dan tidak dapat dijelaskan dengan proses lain yang diketahui menyebabkan gejala depresi, seperti berkabung normal, kondisi fisik tertentu yang umumnya terkait dengan depresi, atau gangguan mental lainnya. Ini bisa menjadi satu episode atau, umumnya, berulang, atau keduanya. Berdasarkan DSM-5, Gangguan depresi meliputi disruptive mood dysregulation, gangguan depresi mayor, gangguan depresi persisten (distimia), premenstual dysphoric disorder, substance/ medication-induce depressive disorder, gangguan depresi yang berhubungan dengan kondisi medis lainnya, gangguan depresi yang tidak spesifik, dan gangguan depresi yang tidak tergolongkan. Tidak seperti DSMIV, pada DSM-5, gangguan depresi sudah dipisahkan dengan gangguan afektif bipolar. Gangguan utama pada penyakit ini adalah penampakan sedih saat ini, kosong, atau mood yang iritabel, diikuti dengan perubahan somatik dan kognitif secara signifikan mempengaruhi fungsi sehari-hari seseorang. Macam-macam gangguan depresi pada DSM-5 ini kemudian dibedakan berdasarkan durasinya, waktu atau etiologinyaKriteria Depresi menurut Diagnostic And Statistical Manual OfMental Disorder, Fifth Edition(DSM5),yang menggunakan istilah Major Depressive Disorder (MDD) atau selanjutnya disebut Gangguan Depresi Mayor (GDM) yaitu harus memenuhi kriteria : A.



Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-



sama selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi dari sebelumnya; minimal terdapat 1 gejala dari (1)



mood yang depresi atau (2) hilangnya minat.



12



Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari gangguan kondisi medis lainnya. 1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan oleh baik laporan subyektif (misalnya perasaan sedih, kosong, tidak ada harapan) atau observasi orang lain (misalnya terlihat menangis). (Catatan : pada anakanak dan remaja, bisa mood yang iritabel). 2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa senang, aktifitas harian, hampir setiap hari (yang ditandai oleh perasaan subyektif atau objektif). 3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa usaha khusus (contoh : perubahan 5% atau lebih berat badan dalam 1 bulan terakhir), atau penurunan dan peningkatan nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari. (catatan : Pada anak-anak, perhatikan kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan). 4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari. 5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati oleh orang lain, bukan semata-mata perasaan gelisah atau perlambatan yang subyektif). 6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari. 7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok (bisa bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata menyalahkan diri atau rasa bersalah karena menderita sakit). 8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau penuh keragu-raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal yang dirasakan secara subyektif atau teramati oleh orang lain). 9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati), pikiran berulang tentang ide bunuh diri dengan atau tanpa rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau rencana bunuh diri yang jelas. B.Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting kehidupannya. 13



C.Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi medis lainnya. Catatan : Kriteria A-C menggambarkan episode depresi. Respon kehilangan yang bermakna (misalnya berduka, masalah financial, lolos dari bencana, penyakit berat atau disabilitas) termasuk perasaan sedih yang berat, pemikiran tentang kehilangan, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan seperti yang terdapat di kriteri A, mungkin menyerupai depresi. Walaupun gejala-gejala tersebut mungkin dapat dipahami atau dipertimbangkan sebagai respon normal terhadap kehilangan yang bermakna, harus secara hati-hati tetap dipertimbangkan. Keputusan ini tidak dapat dipungkiri membutuhkan pelatihan keterampilan klinis berdasarkan riwayat hidup individu dan norma budaya dalam menentukan distress akibat kehilangan. D.



Keberadaan episode depresi tidak dapat dijelaskan pada gangguan



skizoafektif, skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau spektrum skizofrenia lainnya yang tidak spesifik. E.Tidak pernah dijumpai episode manik atau hipomanik. (APA, 2013) (Sadock, 2017)(Marwick K. , 2013)(Friedman, 2014)



Tabel 2. Karakterisasi Gangguan Depresi Mayor menurut ICD-10 dan DSM5 (Friedman, 2014)(Friedman, 2014)(APA, 2013)



Gejala depresi sering dijumpai pada orang yang sakit secara medis. Namun, hanya sejumlah pasien yang menderita gangguan depresi mayor menurut



14



kriteria DSM, yaitu, perasaan depresi yang terkait dengan kehilangan minat atau kesenangan, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, retardasi psikomotor atau agitasi, kelelahan, perasaan tidak berharga dan rasa bersalah. , dan pikiran untuk bunuh diri. Penyakit fisik dapat memainkan peran penyebab dengan menginduksi kerusakan otak struktural (misalnya stroke) atau mengubah mekanisme neurotransmiter (misalnya sindrom Cushing). Dalam beberapa kasus, peristiwa kehidupan yang penuh stres dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya penyakit yang bermanifestasi dengan depresi (misalnya hipertiroidisme).(Cosci, Fiammetta;, 2015) Tabel 3. Manifestasi awal dari penyakit medis. (Cosci, Fiammetta;, 2015) 2.7 Diagnosis Banding 2.8 Penatalaksanaan



2.9 Prognosis



BAB III KESIMPULAN



15



16



DAFTAR PUSTAKA



17