Gangguan Depresif Mayor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gangguan depresif mayor adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 % dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif mayor berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia.5 Gangguan depresif mayor merupakan gangguan yang dapat menganggu kehidupan dan dapat diderita tanpa memandang usia, status sosial, latar belakang maupun jenis kelamin. Gangguan depresif dapat terjadi tanpa disadari sehingga penderita terkadang terlambat ditangani sehingga dapat menimbulkan penderitaan yang berat seperti bunuh diri.5 1.2. Tujuan Makalah Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Mengetahui defenisi, etiologi, epidemiologi, gambaran klinis, diagnosa, diagnosa banding, prognosis penyakit, dan terapi gangguan gangguan depresi mayor. 2. Sebagai tugas makalah yang diberikan selama menjalankan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Psikiatri. 1.3. Manfaat Pembuatan Makalah Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan mengenai gangguan depresi mayor. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.



Defenisi



2



Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yangberkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,konsentrasi, kelelahan, dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasanbunuh diri.1 2.2. Epidemiologi Terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki – laki. Usia onset untuk g a n g g u a n depresi berat kira –kira usia 40 tahun. 50 % dari semua p a s i e n , mempunyai onset antara usia 20 – 50 tahun.1 Beberapa data epidemilogi baru – baru ini menyatakan bahwa insidensigangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang – orang yang berusiakurang dari 20 tahun, jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungandengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat – zat lain pada kelompok usia tersebut.1 Angka gangguan depresif berat pada anak – anak pre sekolah diperkirakana d a l a h s e k i t a r 0 , 3 % d a l a m m a s y a r a k a t , d i b a n d i n g k a n d e n g a n 0 , 9 % d a l a m lingkungan klinis. Diantara anak – anak usia sekolah dalam masyarakat, kira –kira 2% memiliki gangguan depresif berat. Depresi adalah lebih sering pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah.1



2.3. Etiologi Penyebab depresi secara pasti belum diketahui. Ada empat faktor risiko yang diduga berperan dalam terjadinya depresi. Keempat faktor risiko tersebut yaitu psikologik, lingkungan, biologik, dan genetik. 4



3



1.Stresor Kehidupan dan Interaksi Gen-Lingkungan Kejadian-kejadian berbentuk stresor yang terjadi selama kehidupan manusia (stressful life events) dapat mempengaruhi awitan (onset) atau perjalanan GDM. Hubungan antara stresor kehidupan yang bersifat dependen (peristiwa kehidupan akibat perilaku yang bersangkutan) atau stresor kehidupan yang bersifat independen (peristiwa kehidupan akibat ketidakberuntungan, misalnya gempa bumi) telah banyak diteliti, baik pada kembar monozigot maupun dizigot. Baik stresor kehidupan yang bersifat dependen maupun independen berhubungan dengan episode depresi. Hubungan yang sangat kuat terlihat pada peristiwa kehidupan yang bersifat dependen. Stresor kehidupan yang berbentuk kehilangan (loss) berhubungan erat dengan depresi, yang berbentuk ancaman atau bahaya berhubungan dengan ansietas, sedangkan gabungan kedua stresor tersebut (kehilangan dan bahaya) berhubungan dengan komorbiditas antara depresi dengan ansietas. Selain itu, derajat gejala pada komorbiditas lebih berat dan lebih menetap.4 Dampak stresor kehidupan lebih berat terhadap perempuan. Perbedaan dampak ini menyebabkan adanya perbedaan prevalensi depresi antara laki-laki dengan perempuan.4 Gangguan depresi mayor dapat terjadi tanpa stresor kehidupan sebelumnya. Sebaliknya, tidak semua individu yang terpajan dengan stresor kehidupan mengalami depresi. Stresor kehidupan dapat menyebabkan depresi hanya pada orang-orang tertentu. Ada dugaan bahwa depresi terjadi akibat interaksi antara gen dengan lingkungan. Penelitian yang dilakukan terhadap 1.037 anak yang dinilai secara komprehensif pada usia 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21 tahun menunjukkan bahwa polimorfisme fungsional pada gen transporter serotonin (5-HT) berperan dalam terjadinya depresi. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa:4 1. Stresor kehidupan yang terjadi setelah usia 21 tahun, secara bermakna menyebabkan terjadinya depresi pada usia 26 tahun. Depresi hanya terjadi pada karier



4



dengan S-alel yang tidak mempunyai riwayat depresi sebelumnya. Depresi tidak terjadi pada l/l homozigot. 2. Ide bunuh diri - biasanya mempunyai dasar genetik – juga terjadi pada individu dengan S-alel bukan pada l/l homozigot. 3. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah (maltreatment) selama dekade pertama kehidupannya dan kemudian mengalami depresi setelah dewasa adalah anak-anak dengan S-alel bukan yang dengan l/l homozigot.6 2. Hipotesis Defisiensi Monoamin Hipotesis defisiensi monoamin tetap penting. Antidepresan bekerja setidaknya pada salah satu monoamin (dopamin, serotonin, norepinefrin). Triptofan merupakan sumber serotonin. Rendahnya kadar triptofan dapat menimbulkan depresi pada pasien yang berhasil diobati dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Pada orang normal, defisiensi -methyl paratyrosine tidak menimbulkan depresi, kecuali pada pasien yang berhasil dengan pengobatan norepinephrin reuptake inhibitor (NRI).4 3. Hypothalamic-Pituitary-Adrenal-Axis (HPA) Hubungan antara stresor kehidupan dengan depresi diduga melalui aksis HPA. Peningkatan kadar kortisol plasma dan corticotrophin releasing hormone (CRH) di cairan serebrospinal (CSS) sering terlihat pada pasien depresi.8 Pada sebagian besar penderita depresi, terdapat respons tes supresi kortisol, atau dexamethasone suppression test (DST), yang abnormal. Antidepresan yang menyebabkan perbaikan depresi dikaitkan dengan kemampuannya menormalkan kembali hasil pemeriksaan DST. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara depresi dengan aktivitas HPA. Beberapa obat antidepresan terbaru bekerja dengan menghambat reseptor glukokortikoid.4 Tingginya kadar glukokortikoid dikaitkan dengan berkurangnya neurogenesis dan mengecilnya ukuran hipokampus pada pasien dengan depresi. Selain itu, brain-



5



derived neurotrophic factor (BDNF)—yang berperan penting dalam neurogenesis, plastisitas neuron, pertumbuhan sinaps, dan kehidupan sel—secara bermakna berkurang pada individu yang melakukan bunuh diri. Terapi antidepresan, aktivitas fisik teratur, dan electroconvulsive therapy (ECT) dapat meningkatkan BDNF secara bermakna.4 Irama Sirkadian Gangguan irama sirkadian dapat terjadi pada depresi. Gangguan tersebut tidak saja menganggu parameter fisiologik (misalnya, temperatur tubuh) atau parameter biologik (misalnya, sekresi kortisol), tetapi juga mengganggu siklus tidur-bangun dan mood. Terapi yang bertujuan menormalkan kembali ritme sirkadian, secara bermakna, dapat menghilangkan gejala depresi.4 2.4. Gambaran Klinis Orang dengan gangguan depresi tidak selalu memiliki gejala yang sama satu dengan yang lain. Frekuensi, durasi dan beratnya gejala akanbervariasi tergantung pada masing-masing orang. Gejala-gejala depresi antara lain: a Perasaan sedih yang menetap, khawatir atau perasaan kosong b Perasaan putus asa dan atau pesimisme c Perasaan bersalah, perasaan tidak berharga dan atau putus asa d Cepat marah, tidak dapat istirahat e Insomnia, terjaga dipagi buta, atau tidur yang berlebihan f Pikiran untuk bunuh diri, usaha bunuh diri g Perasaan sakit yang menetap, sakit kepala, kram atau gangguan pencernaan yang tidak mudah disembuhkan walaupun dengan perawatan.4



2.5. Diagnosis Kriteria diagnostik gangguan depresi mayor menurut PPDGJI-III dan DSM-IV2,3



6



PPDGJ  Gejala utama: 1. Afek depresif 2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan 3. Berkurangnya energi yang menuju



ditandai dengan munculnya 5 atau lebih gejala di bawah ini, dalam waktu periode 2 minggu. Salah satu



meningkatnya keadaan mudah



gejala yang timbul harus termasuk



lelah (rasa lelah yang nyata



poin pertama (depresi mood) atau



sesudah kerja sedikit saja) dan



poin kedua (penurunan minat).



menurunnya aktivitas  Gejala lainnya : 1. Konsentrasi dan perhatian



Kriteria ini termasuklah : 1. Depresi mood dialami hampir sepanjang hari, dan hampir setiap



berkurang 2. Harga diri dan kepercayaan



hari - Pada anak-anak dan remaja,



berkurang 3. Gagasan tentang rasa bersalah dan



iritabilitas bisa terlihat 2. Penurunan minat secara drastis



tidak berguna 4. Pandangan masa depan yang suram



dalam semua atau hampir semua



dan pesimistis 5. Gagasan atau perbuatan membahayakn diri atau bunuh diri 6. Tidur terganggu 7. Nafsu makan berkurang  Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan







DSM-IV Suatu episode depresi mayor



aktivitas, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari 3. Terjadi kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (contoh : perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau pertambahan selera makan hampir



tetapi periode lebih pendek dapat



setiap hari - Pada anak-anak, pertimbangkan



dibenarkan jika gejala luar biasa



kegagalan untuk mencapai berat



beratnya dan berlangsung cepat. Kategori diagnosis episode depresif



badan yang sesuai untuk usianya 4. Setiap hari (atau hampir setiap



ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan



hari) mengalami insomnia atau



berat (F32.2) hanya digunakan untuk



hipersomnia (tidur berlebihan)



7



episode depresi tunggal (yang



5. Agitasi yang berlebihan atau



pertama). Episode depresif berikutnya



melambat respon gerakan hampir



harus diklasifikasikan di bawah salah



setiap hari



satu diagnosis gangguan depresif 



berulang (F33.) Pedoman Diagnostik 1. Semua 3 gejala utama depresi



hampir setiap hari 7. Rasa diri tidak berharga atau salah



harus ada. 2. Ditambah sekurang-kurangnya 4



berlebihan atau tidak tepat hampir



dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. 3. Bila ada gejala penting (misalnya



setiap hari 8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau membuat keputusan hampir



yang mencolok, maka pasien



setiap hari 9. Pikiran yang muncul berulang kali



mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang 



tempat atau rasa bersalah yang



agitasi atau retardasi psikomotor) mungkin tidak mau atau tidak







6. Rasa lelah atau kehilangan energi



dari 2 minggu Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,



tentang kematian atau bunuh diri tanpa suatu rencana yang spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri, atau mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri



8



kecuali pada taraf yang sangat terbatas



1.6. Terapi 1. Farmakodinamika Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif :5 1. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala 2. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps 3. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren



9



1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Selective Serotonin Reuptake Inhibitor adalah obat antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan serotonin yang telah disekresikan dalam sinap (gap antar neuron), sehingga kadar serotonin dalam otak meningkat. Peningkatan kadar serotonin dalam sinap diyakini bermanfaat sebagai antidepresan. SSRI memiliki efikasi yang setara dengan antidepresan trisiklik pada penderita depresi mayor. Pada pasien depresi yang tidak merespon antidepresan trisiklik (TCA) dapat diberikan SSRI.5 Untuk gangguan depresi mayor yang berat dengan melankolis antidepresan trisiklik memiki efikasi yang lebih besar daripada SSRI, namun untuk gangguan depresi bipolar SSRI lebih efektif dibandingkan antidepresan trisiklik , hal ini dikarenakan antidepresan trisiklik dapat memicu timbulnya mania dan hipomania.5 Obat antidepresan yang termasuk dalam golongan SSRI seperti Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, Paroxetine, dan Sertraline. Fluoxetine merupakan antidepresan golongan SSRI yang memiliki waktu paro yang lebih panjang dibandingkan dengan anidepresan golongan SSRI yang lain, sehingga fluoxetine dapat digunakan satu kali sehari. Efek samping yang ditimbulkan Antidepresan SSRI yaitu gejala gastrointestinal ( mual, muntah, dan diare), disfungsi sexsual pada pria dan wanita, pusing, dan gangguan tidur. Efek samping ini hanya bersifat sementara.5 2. Antidepresan Trisiklik (TCA) Antidepresan trisiklik (TCA) merupakan antidepresan yang mekanisme kerjanya menghambat pengambilan kembali amin biogenik seperti norepinerin (NE), Serotonin



10



( 5 – HT) dan dopamin didalam otak, karena menghambat ambilan kembali neurotransmitter yang tidak selektif,sehingga menyebabkan efek samping yang besar. Antidperesan trisiklik efektif dalam mengobati depresi tetapi tidak lagi digunakan sebagai obat lini pertama, karena efek sampingnya dan efek kardiotoksik pada pasien yang overdosis TCA. Efek samping yang sering ditimbulkan TCA yaitu efek kolinergik seperti mulut kering, sembelit, penglihatan kabur,pusing, takikardi, ingatan menurun, dan retensi urin. Obat – obat yang termasuk golongan TCA antara lain Amitripilin, Clomipramine, Doxepin, Imipramine, Desipiramine, Nortriptyline.5



3. Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) Antidepresan golongan Serotonin /Norepinephrin Reuptake Inhibitor (SNRI) mekanisme kerjanya mengeblok monoamin dengan lebih selektif daripada antidepresan trisiklik, serta tidakmenimbulkan efek yang tidak ditimbulkan antidepresan trisiklik. Antidepresan golongan SNRI memiliki aksi ganda dan efikasi yang lebih baik dibandingkandengan SSRI dan TCA dalam mengatasi remisi pada depresi parah. Obat yang termasuk golongan SNRI yaitu Venlafaxine dan Duloxetine. Efek samping yang biasa muncul pada obat Venlafaxine yaitu mual, disfungsi sexual. Efek samping yang muncul dari Duloxetine yaitu mual, mulut kering, konstipasi, dan insomnia.5 4. Antidepresan Aminoketon Antidepresan golongan aminoketon adalah antidepresan yang memiliki efek yang tidak begitu besar dalam reuptakenorepinefrin dan serotonin. Bupropion merupakan satu – satunya obatgolongan aminoketon. Bupropion bereaksi secara tidak langsung pada sistem serotonin, dan efikasi Bupropion mirip dengan antidepresan trisiklik dan



11



SSRI. Bupropion digunakan sebagai terapi apabila pasien tidak berespon terhadap antidepresan SSRI. Efek samping yang ditimbulkan Bupropion yaitu mual, muntah, tremor, insomnia, mulut kering, dan reaksi kulit.5 2.



Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku A. ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT ) ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.5 Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.5 Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan :5 A. Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun ) B. Masih sekolah atau kuliah C. Mempunyai riwayat kejang D. Psikosis kronik E. Kondisi fisik kurang baik F. Wanita hamil dan menyusui Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung. Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil.



12



Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.5 B. Psikoterapi Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita.5 Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.5



13



BAB 3 KESIMPULAN Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitandengan alam perasaan yang sedih, dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asadan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Depresi hampir dapat selalu disebabkan oleh beberapa pengalaman luar,antara lain: kekecewaan, kurangnya rasa harga diri, perbandingan yang tidak adil,dua perasaan yang bertentangan, penyakit, aktivitas mental yang berlebihan, penolakan dan tujuan yang tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosa PPDGJ III mensyarati harus ada 3 gejalautama gangguan depresi dan minimal 4 gejala lainnya dan beberapa diantaranyaharus berintensitas berat.



14



REFERENSI 1. Sadock B., Sadock V. Gangguan Depresif Berat. In: Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2nd ed. Jakarta: EGC, 2012, p.195-217. 2. DSM IV-TR. 2002. American Psychiatric Assosiation: Washinton DC. 3. PPDGJ III. 1993. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. 4. Amir,N. Luaran (Outcome) Terapi padaGangguan Depresi Mayor. CDK-190, vol 39 no 2, 2012.



5. Direktorat Bina Farmasi. Pharmautical Care Untuk Penderita Gangguan



Depresif.2007.Departemen Kesehatan RI: Jakarta.