GB 59 Hantu Penunggu Sekolah [PDF]

  • Author / Uploaded
  • rrm
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

R.L. Stine "Kupikir merpati-merpati mati itu lucu!" Ben The Haunted School (Hantu Penunggu Sekolah) bersikeras. (Goosebumps # 59) Thalia memutar matanya lagi. Lalu ia meraih tanganku dan menarik kakiku. Ebook Inggris by Undead Aku merasa sangat malu. Aku ingin pergi Penerjemah Farid ZE bersembunyi di bawah bangku. Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu Kenapa aku selalu seperti orang yang benar-benar tolol? Tak ada tangan yang tak terlihat yang menarikku dari tangga. Aku hanya terjatuh. Itulah yang 1 biasanya kulakukan jika aku mendapati diriku berada di tangga. Aku jatuh. Tangan tak terlihat itu meraihku dan menarikku dari Beberapa orang adalah pendaki. Aku tukang jatuh. tangga. Tapi aku benar-benar tak ingin terlihat seperti orang Aku mendarat di punggungku di lantai gedung aneh di depanThalia dan Ben. Apalagi, aku baru saja olahraga dengan suatu "Ooooh!" bertemu mereka. Dan aku benar-benar ingin Kepalaku bergedebuk keras saat membentur lantai. membuat mereka terkesan. Aku bangkit perlahan-lahan, berkedip keras, Itulah mengapa aku mendaftar di Panitia Dekorasi mencoba untuk mengusir rasa kaget. Lalu aku Dansa. Aku ingin bertemu anak-anak. Sulit untuk menarik diriku di siku dan melihat Ben Jackson mendapat teman baru saat kau memulai sekolah tertawa. baru di kelas enam. Thalia Halpert-Rodis menjatuhkan lipstiknya ke Mungkin aku lebih baik mulai di awal. tasnya dan berlari padaku. Namaku Tommy Frazer dan aku dua belas tahun. "Tommy - kamu tak apa-apa? "tanyanya. Persis sebelum sekolah dimulai di musim gugur ini, "Ya. Baik, "gumamku. "Aku hanya menguji ayahku menikah lagi. Dan tepat setelah pernikahan, lantai ini. Kau tahu. Melihat sebetapa kerasnya. " kami pindah ke BellValley. "Tak sekeras kepalamu!" Ben bercanda. "Kau akan Kami harus pindah sebegitu cepat, aku hampir tak harus membayar karena memecahkan lantai gedung punya kesempatan untuk mengucapkan selamat olahraga! "Dia tertawa lagi. tinggal kepada teman-temanku. Dan sebelum aku "Ha-ha." Thalia memutar matanya, lalu membuat bisa menarik napasku, di sinilah aku - anak baru di wajah jijik padanya. Dia berbalik padaku. "Jangan Sekolah Menengah BellValley. mendorongnya, Tommy. Dia hampir selucu burung Aku tak tahu siapa pun di sini. Aku bahkan hampir merpati yang mati. " tak tahu ibu baruku!



Bisakah kau bayangkan bagaimana rasanya tiba-tiba merah pada bibirnya,meskipun sudah merah. punya sekolah baru, rumah baru, dan ibu baru? Kemudian dia menyikatkan semacam bedak oranye Beberapa hari pertama hari di Sekolah Menengah di pipinya. BellValley itu susah. Anak-anak itu tidak bersahabat. Ben menggelengkan kepalanya tapi tak berkata apaTapi mereka sudah tahu siapa teman-teman mereka apa. itu. Kemarin, aku mendengar anak-anak yang lain Aku tidak pemalu. Tapi itu benar-benar tak mungkin menggoda Thalia tentang riasan dan lipstiknya. untuk maju begitu saja dengan seseorang dan Mereka mengatakan dia satu-satunya gadis di kelas berkata, "Hai. Maukah jadi temanku? " enam yang menggunakan benda-benda itu setiap Aku cukup kesepian di minggu pertama. Kemudian di hari. akhir senin pagi, Mrs Borden, kepala sekolah, datang Mereka cukup bersikap buruk padanya. ke ruangan kami. Dia bertanya apakah ada yang Seorang gadis berkata, "Thalia pikir dia pakar ingin jadi sukarelawan Panitia Dekorasi Pesta Dansa. lukisan." Dia butuh anak-anak untuk menghiasi gedung Gadis lainnya berkata, "Thalia tak bisa pergi ke kelas olahraga. olahraga karena dia harus menunggu wajahnya Tanganku yang pertama kali mengacung. Aku tahu kering. " itu akan menjadi cara yang bagus untuk Seorang anak laki-laki berkata, "Wajahnya pasti mendapatkan teman baru. Jadi di sinilah aku setelah rusak. Itulah sebabnya dia selalu memperbaikinya! " sekolah di gedung olahraga dua hari berikutnya. Semua orang tertawa sangat keras. Mendapatkan teman-teman baru dengan jatuh di Tampaknya Thalia tak memikirkan semua lelucon atas kepalaku seperti orang aneh. dan godaan itu. Kukira dia sudah terbiasa. "Apa kaupikir kau harus menemui perawat?" tanya Sebelum sekolah pagi ini, aku mendengar beberapa Thalia, mengamatiku. anak-anak berkata bahwa Thalia sombong. Pikirnya "Tidak. Mataku selalu berputar-putar seperti ini, dia begitu cantik, dan itulah sebabnya dia selalu "Jawabku lemah. Setidaknya aku masih punya rasa membayar begitu banyak perhatian untuk humor. penampilannya. "Lagipula perawat itu sudah pergi," kata Ben, Dia tampaknya tidak sombong padaku. Dia kelihatan memeriksa jamnya. "Sudah malam. Kita mungkin benar-benar baik. Penampilannya cukup satu-satunya yang ada di bangunan ini." mengagumkan juga. Aku bertanya-tanya mengapa Thalia menggoyang-goyangkan rambutnya dia berpikir dia perlu memakai semua riasan itu. pirangnya. "Ayo kita kembali kerja," sarannya. Thalia dan Ben terlihat punya banyak kesamaan. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan lipstiknya. Mereka bisa jadi adik kakak, tapi mereka bukan. Aku menyaksikannya memakaikan lapisan tebal Mereka berdua tinggi dan kurus. Dan mereka berdua



memiliki mata biru dan rambut pirang keriting. huruf. Hitam dan merah adalah warna sekolah, kau Aku pendek dan agak gemuk. Dan aku punya rambut tahu itu. " hitam terpancang lurus keluar seperti jerami. "Duh," Ben bergumam. "Yah, aku tak akan ke atas Rambut ini benar-benar menyulitkan. Aku bisa untuk itu, Thalia. Ruang seni ada di lantai tiga. " menyikatnya berjam-jam, tapi masih saja bergerak "Aku yang akan pergi!" Aku mengajukan diri, agak semaunya. terlalu bersemangat. Ibu baruku mengatakan aku akan benar-benar Mereka berdua menatapku. tampan begitu aku kehilangan lemak bayiku. Aku tak "Maksudku, aku tak keberatan," aku menambahkan. berpikir itu adalah pujian yang sangat baik. "Aku dapat menggunakannya untuk berolahraga. " Lagi pula, Thalia, Ben, dan aku melukis beberapa "Kepalamu benar-benar terbentur keras - bukan spanduk besar untuk dipasang di dinding gedung begitu!" Ben bercanda. olahraga. Thalia dan aku "Apa kau ingat di mana ruang seni itu?" Tanya bekerja sama pada spanduk yang terbaca BELL Thalia. VALLEY ROCKS! Aku meletakkan kuas. "Ya. Kurasa begitu. Kau naik Ben mulai melukis poster yang terbaca DAN SALAH tangga di belakang - yang kanan? " SAMPAI KAU MUNTAH! Tapi Mrs Borden menyodok Thalia mengangguk. Rambut pirang keritingnya kepalanya dan memintanya untuk memikirkan mental saat ia menggerakkan kepalanya. "Benar. slogan yang lebih baik.Dia mengerang dan Kau naik tiga tingkat ke lantai atas. Lalu kau menggerutu dan mulai lagi. Sekarang posternya langsung menyusuri lorong ke belakang. Belok terbaca SELAMAT DATANG SEMUANYA! kanan. Lalu belok kanan lagi. Dan ruangan itu di "Hei - mana cat merahnya?" Thalia memanggil Ben. belakang. " "Hah?" Dia merangkak turun, menggunakan kuas "Tak masalah," kataku. Aku mulai berlari ke pintu tebal untuk melukis S di SELAMAT. ganda ruang olahraga. Thalia dan aku juga di lantai, melukis garis hitam "Bawalah setidaknya dua kaleng!" Serunya untuk poster kami. Dia bangkit dan menatap Ben. dibelakangku. "Dan beberapa kuas bersih." "Bukankah kau membawa cat merah ke gedung "Dan bawakan Coke untukku!" teriak Ben. Dia olahraga? Aku hanya melihat yang hitam. " tertawa. "Kupikir kau membawanya," jawabnya. Dia menunjuk Pelawak payah. tumpukan kaleng di bawah keranjang basket. "Apa Aku mulai berlari dengan kecepatan penuh ke pintu itu?" keluar. Aku tak yakin mengapa aku mulai berlari. "Semua hitam," katanya. "Aku memintamu untuk Kurasa aku sedang berusaha menbuat Thalia membawa turun beberapa yang merah - ingat? Aku terkesan. ingin menempatkan yang merah di tengah-tengah Aku menurunkan bahuku. Dan menerobos pintu



ganda itu. Dan meluncur dengan kecepatan penuh pada 2 seorang gadis yang berdiri di lorong. "Hei-" Dia menjerit kaget saat kami berdua terguling Aku menekan punggungku merapat erat di tembok. ke lantai. "Apa yang akan kau lakukan? " ulangku. Aku mendarat di atasnya dengan mengerang. "Aku mau pulang - jika kau membiarkan aku!" Kepalanya bersuara keras saat membentur lantai geramnya. Dia berputar pergi, tangannya meremas beton. jadi tinju yang besar. Tertegun, kami berdua berbaring di sana untuk "Aku bilang aku minta maaf!" teriakku setelahnya. sedetik. Lalu aku berguling darinya dan buru-buru Dia menghilang menaiki tangga tanpa berpaling berdiri. kembali. "Maaf," Aku berhasil bicara. Aku mengulurkan tangan Mata abu-abu aneh itu tertinggal dalam pikiranku. untuk membantunya berdiri. Aku memberinya waktu untuk meninggalkan gedung. Tapi dengan marah dia mendorong tanganku Lalu aku mulai menaiki tangga. Itu pendakian yang menjauh dan berdiri tanpa bantuanku. lama ke lantai atas. Kakiku masih terasa sedikit Saat dia berdiri, aku melihat bahwa dia setidaknya goyah karena lari menuju gadis aneh itu. satu kaki lebih tinggi dariku. Tinggi, berdada bidang Dan ini agak menakutkan, menjadi satu-satunya dan tampak kuat, dia mengingatkanku pada pegulat orang yang berada di atas sini. wanita di TV. Sepatuku berdebam di tangga keras, dan suaranya Dia memiliki rambut pirang putih, yang terurai di bergemuruh di tangga kosong itu. Lorong-lorong depan wajahnya. Dia berpakaian serba hitam. Dan membentang keluar seperti terowongan-terowongan dia menatapku marah dengan mata baja abugelap yang panjang. abunya. Aku kehabisan napas ketika aku akhirnya mencapai Mata yang mengerikan. pertengahan tangga di lantai tiga. Aku mulai "Aku benar-benar menyesal," ulangku, melangkah menyusuri lorong, bersenandung sendiri. Suaraku mundur saat aku menatap ke arahnya. terdengar bergaung di ruang kosong itu. Suara itu Dia mengambil langkah berat ke arahku. Lalu bergema dari deretan panjang loker abu-abu. melangkah lagi. Mata abu-abu yang dingin itu Aku berhenti bersenandung saat aku membuat membuatku membeku di dinding. belokan kanan pertamaku. Aku melewati ruang guru Dia merengut. Dan mendekat. yang kosong. Lab komputer. Kemudian beberapa "A-apa yang akan kau lakukan?" Aku tergagap. kamar yang tampak kosong. Belokan kanan lainnya membawaku ke lorong sempit dengan lantai kayu yang berderit dan mengerang di



bawah sepatu. mendengarnya. Aku berhenti di luar ruangan di ujung lorong. Apa Thalia dan Ben memainkan lelucon kecil Sebuah tanda tulisan tangan berhuruf kecil di padaku? Aku bertanya-tanya. Apakah mereka samping pintu terbaca RUANG SENI. bersembunyi di sini? Aku meraih gagang pintu dan mulai menarik Aku berjalan cepat ke lemari besar persediaan dan pintunya terbuka. menarik pintunya terbuka. Tapi aku berhenti saat aku mendengar suara-suara di "Kalian tertangkap !" Teriakku. dalam ruangan itu. Tak ada seorang pun di sana. Kaget, aku mencengkeram gagang pintu dan Aku menatap ke lemari gelap itu. Apakah aku mulai mendengarkan. Aku mendengar anak laki-laki dan mendengar suara-suara itu? Aku bertanya-tanya. perempuan. Mereka berbicara dengan pelan. Aku tak Mungkin jatuhku dari tangga lebih buruk daripada bisa mengerti pembicaraan mereka. Tapi anak-anak yang kurasa! itu terdengar seperti Thalia dan Ben. Aku mengulurkan tangan dan menarik rantai untuk Apa yang mereka lakukan di sini? Aku bertanyamenghidupkan lampu lemari. Di kedua sisiku, rak-rak tanya. dari persediaan seni mencapai langit-langit. Aku Mengapa mereka mengikutiku? Bagaimana mereka melihat cat merah yang kami butuhkan dan mulai bisa di sini sebelum aku? menggeser minggir beberapa kaleng dari rak. Aku mendorong pintu itu terbuka dan melangkah Tapi aku berhenti saat aku mendengar seorang gadis masuk. tertawa. "Hei, teman-teman-" panggilku. "Apa yang terjadi?" Kemudian seorang anak laki-laki mengatakan Mulutku ternganga. Ruangan itu kosong. sesuatu. Dia terdengar gembira. "Hei-" panggilku. "Apakah kalian di sini?" Dia berbicara dengan cepat. Tapi aku tak bisa Tak ada balasan. mengerti kata-katanya. Mataku bergerak cepat mengitari ruangan besar itu. Aku berputar kembali ke ruang seni. Tak ada seorang Sinar matahari sore yang keemasan tertuang ke pun di sana. dalam melalui jendela. "Hei - di mana kalian?" panggilku. Tabel seni yang lama berdiri, bersih dan kosong. Sekarang sunyi. Beberapa pot tanah liat yang mengering di atas Aku menarik kaleng cat dari rak dan menyelipkannya langkan jendela. Sebuah mobil yang terbuat dari di bawah lenganku. Lalu aku meraih kaleng lainnya kawat hanger (gantungan baju) dan kaleng sup dengan tanganku yang bebas. tergantung di lampu langit-langit. "Hei-!" Seruku ketika aku mendengar suara-suara Aneh, pikirku, menggeleng-gelengkan kepala. Aku lagi. mendengar suara-suara di sini. Aku tahu aku "Ini tak lucu!" Teriakku. "Di mana kalian



bersembunyi?" ke ruang seni. Aku benar-benar akan mengabaikan Tak ada jawaban. mereka, aku memutuskan. Mereka pasti berada di kamar sebelah, aku Aku mengangkat dua kaleng cat itu dan berjalan memutuskan. Aku membawa kaleng cat keluar ke kembali ke lorong. Aku melirik cepat ke kedua jalan ruang seni dan mengaturnya di atas meja guru. Lalu itu, berpikir mungkin aku bisa melihat Thalia dan bergerak pelan-pelan ke Ben. lorong. Suatu bayangan melongok dari pintu yang terbuka. Aku berhenti di pintu berikutnya dan menjulurkan Aku membeku dan menatap. kepalaku ke dalam ruangan. Itu semacam ruangan "Siapa - siapa di sana?" teriakku. penyimpanan. Kotak-kotak bertanda mudah pecah ditumpuk di satu dinding. Tak ada seorang pun di sana. 3 Aku memeriksa ruangan di seberang lorong. Di sana juga tak ada orang di sana. Seorang pria mundur dari pintu, menarik vacuum Saat aku berjalan kembali ke ruang seni, aku cleaner (alat penyedot debu dan kotoran) besar. Dia mendengar suara-suara lagi. mengenakan seragam abu-abu dan ada potongan Sekarang gadis itu berteriak. Dan kemudian anak rokok yang belum dinyalakan terjepit di giginya. laki-laki itu berteriak juga. Petugas kebersihan. Kedengarannya seolah-olah mereka meminta tolong. Aku mendesah dan berjalan ke tangga. Aku tak Tapi karena suatu sebab suara mereka tampaknya berpikir dia melihatku. teredam, semacam menjauh. Tangga melengkung setengah turun. Aku mulai Jantungku mulai berdetak sedikit lebih cepat. menyusuri anak-anak tangga, tapi aku berhenti di Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. depan sebuah papan pengumuman besar di dinding. Siapa yang memainkan lelucon ini padaku? Aku Aku melirik pemberitahuan acara-acara sekolah, bertanya-tanya. kalender, dan daftar (barang-barang yang) hilangSemua orang sudah pulang. Seluruh bangunan dan ditemukan. kosong. Jadi siapa di sini? Dan kenapa aku tak bisa Oh, wow. Aku sedang dalam kesulitan. Aku tak ingat menemukan mereka? melihat ini dalam perjalanan naik tadi, aku berkata "Ben? Thalia? "Aku berteriak. Suaraku bergema di pada diriku sendiri. dinding panjang loker abu-abu. "Apa kalian di sini?" Aku menatap kembali ke puncak tangga. Apa aku Sunyi. memilih tangga yang salah? Akankah tangga ini Aku menarik napas panjang dan melangkah kembali membawaku kembali ke gedung olahraga?



Hanya satu cara untuk mengetahuinya, aku Ben dan Thalia pasti bertanya-tanya apa terjadi memutuskan. padaku, pikirku. Mereka pasti berpikir aku tersesat. Mencengkeram erat-erat kaleng cat itu, aku berbalik Yah ... aku tersesat. dan terus ke bawah. Aku melewati etalase tempat piala-piala olahraga Aku terkejut, tangga berakhir di lantai kedua. yang mengkilap. Aku menatap ke bawah lorong panjang itu, mencari Sebuah umbul-umbul merah-hitam yang dihias anak-anak tangga untuk membawaku ke gedung menyatakan, AYO, BISONS. olahraga di ruang bawah tanah. Tapi aku hanya Itu nama tim kami. BellValley Bisons. melihat pintu-pintu ruangan kelas yang tertutup dan Bukankah bison (sejenis banteng Amerika) itu besar barisan panjang loker-loker logam. dan sangat lambat? Dan bukankah mereka hampir Kaleng-kaleng cat itu mulai terasa berat. Bahuku punah? sakit. Aku menaruh kaleng-kaleng itu di lantai Nama tim yang payah! mengambil waktu sejenak untuk meregangkan Aku terus menyusuri lorong, berpikir keras. lenganku. Memikirkan nama tim yang lebih baik. The BellValley Lalu aku mengambil kaleng-kaleng itu dan mulai Hippos ... berjalan lagi, langkah kakiku berdentang di lorong BellValley Warthogs ... yang kosong. Aku BellValley Water Buffalos... melirik ke ruangan-ruangan yang aku lewati. (Hippo: kuda nil, Warthog: semacam babi tapi Waa... wajahnya seperti kuda dan di bagian mulutnya Satu kerangka tersenyum padaku dari ambang pintu. keluar taring panjang seperti gading gajah, Buffalo: Mulutku ternganga. Tapi aku cepat-cepat kerbau) menenangkan diriku. "Mungkin semacam laboratorium IPA," gumamku. Yang terakhir itu membuatku tertawa. Kurasa aku melihat seekor kucing hitam kecil Tapi aku berhenti tertawa ketika aku sadar aku bersembunyi di akhir deretan loker. Aku berhenti dan mencapai ujung lorong. Ujung yang buntu. menyipitkan mata ke bawah itu. Bukan kucing. Topi "Hei-!" Seruku, mataku mencari pintu tertutup. ski hitam dari wol seseorang. Bukankah seharusnya di sini ada tangga? Semacam "Tommy - apa masalahmu?" Kataku keras-keras. jalan keluar? Aku tak pernah menyadari betapa gedung sekolah Tampaknya ada sebuah pintu yang sempit. Tapi bisa menyeramkan setelah semua orang pergi. pintu itu ditutupi papan-papan kayu. Papan-papan Terutama sekali bangunan sekolah yang tak dikenal. tua yang membusuk dipakukan ke atas lubang itu. Aku berbalik ke sudut lorong panjang kosong lainnya. Aku seharusnya tak jadi sukarelawan untuk Tetap tak ada tangga yang terlihat. mengambil cat, kataku pada diriku sendiri. Gedung



sekolah ini terlalu besar, dan aku tak tahu jalan di mengambil beberapa langkah hati-hati ke dalam sekitarku. ruangan. Thalia dan Ben mungkin jengkel sekarang. Patung-patung itu tampak begitu nyata, begitu Aku menatap ke bawah lorong yang panjang. Dua hidup. pintu tak bertanda berdiri berdampingan di salah Lebih mirip boneka pajangan (manekin) toko serba satu dinding. Pintu-pintu tampaknya bukan pintu ada daripada patung. Mata-mata kaca mereka kelas. berkilau. Mulut-mulut merah mereka dibuat kasar, Aku memutuskan untuk mencoba satu. tak tersenyum. Aku membungkuk ke depan dan mendorong pintu Aku melangkah ke patung anak laki-laki yang dengan bahuku. Dan tersandung ke ruangan besar sebayaku dan meraih lengan jaketnya. Kain asli. yang remang-remang. Bukan ukiran batu atau plester. "Aduh - di mana aku?" Suaraku terdengar kecil dan Ruangan ini begitu gelap. Sulit untuk melihat dengan melengking. Menyipitkan mata ke dalam cahaya abu- jelas. abu itu, aku melihat sekumpulan anak-anak menatap Aku merogoh saku celana khaki-ku dan menarik ke arahku! korek plastik merahku. Aku tahu, aku tahu. Aku tak seharusnya punya korek. Tak ada alasan mengapa aku punya satu korek kecuali kakekku memberikan korek itu padaku beberapa minggu sebelum ia meninggal. Dan aku membawanya kemanapun bersamaku sebagai jimat 4 keberuntungan sejak saat itu. Aku menjentikkan korek itu dan mengangkat apinya Anak-anak itu menatap ke arahku dengan begitu ke wajah anak itu. Kulitnya begitu nyata. Bahkan ia kaku, begitu tenang ... setenang patung. punya jerawat kecil di salah satu pipi dan bekas luka Dan lalu aku menyadari mereka itu patung! di bawah dagunya. Patung anak-anak. Setidaknya dua lusin. Aku menutup korek dan memasukkannya kembali ke Mereka memakai pakaian model kuno. Pakaiandalam sakuku. Lalu aku menyentuh wajah anak itu. pakaian mereka lucu, seperti dari sebuah film lama. Halus dan dingin, dipahat atau dibentuk dari Anak-anak lelaki memakai jaket olahraga dan dasi semacam plester. yang sangat lebar. Gadis-gadis semuanya memakai Aku mengusapkan jariku di atas salah satu matanya. jaket yang punya bantalan bahu yang lebar. Rok-rok Semacam kaca atau plastik. mereka sampai ke pergelangan kaki. Aku menarik-narik bagian belakang rambut cokelat Aku menurunkan kaleng cat ke lantai. Lalu aku gelapnya. Rambut itu mulai meluncur turun.



Rambut palsu (wig). pintu yang terbuka itu. Di sampingnya berdiri sebuah patung gadis tinggi "Kau - kau bukan patung!" semburku. langsing bersweater hitam, dan, rok hitam panjang Dia bergerak cepat ke ruangan, memegang lurus ke bawah sampai pergelangan kakinya. Aku clipboard di depan sweaternya. "Bukan, aku bukan menatap ke mata hitam mengkilapnya. patung, "jawabnya tanpa tersenyum. Dia tampaknya menatap kembali ke arahku. Dia melirik ke kedua kaleng cat di lantai. Lalu ia Begitu sedih. Ekspresinya tampak begitu melangkah di sampingku, matanya mempelajariku. menyedihkan bagiku. Mrs Borden sangat pendek. Dia hanya satu atau dua Mengapa tak ada satu pun patung-patung ini yang inci lebih dariku. Dan dia agak gemuk. Dia berambut tersenyum? hitam keriting dan berwajah bulat merah muda. Dia Aku meremas tangannya. Plester dingin. selalu tampak tersipu-sipu. Mengapa patung-patung ini ada di sini? Aku Beberapa anak-anak mengatakan kepadaku bahwa bertanya-tanya. Siapa yang menempatkan mereka di dia benar-benar baik. Aku bertemu dengannya dalam sini, di ruangan tersembunyi ini? Apakah ini waktu singkat saat aku muncul di BellValley pagi semacam proyek seni? pertamaku. Aku melangkah mundur dan melihat tanda yang Pagi itu, dia benar-benar kesal pada sekawan anjing terukir di atas pintu. Mataku bergerak cepat huruf- yang berkerumun di lapangan bermain dan menakuthuruf balok besar itu: nakuti anak-anak kecil. Dia tak punya waktu untuk KELAS 1947 berbicara padaku. Aku menatap tanda itu. Membacanya lagi. Lalu aku Sekarang dia berdiri begitu dekat denganku, aku bisa berbalik kembali ke ruangan penuh patung itu. Dan mencium bau permen pada nafasnya. "Tommy, salah satu patung berseru: "Apa yang kamu lakukan kurasa kau pasti tersesat, "katanya lembut. di sini?" Aku mengangguk. "Ya. Saya rasa, " gumamku. "Kau seharusnya dimana?" Tanyanya, masih mencengkeram clipboard di dadanya. 5 "Gedung olahraga," jawabku. Dia akhirnya tersenyum. "Kau jauh dari gedung "Hah?" Aku terkesiap keras. olahraga. Ini adalah pintu masuk ke bangunan tua. "Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" Ulang Gedung olahraga di bangunan yang baru, di sisi lain suara itu. jalan. " Berkedip dengan susah payah, aku berbalik. Dia menunjuk dengan clipboard. Dan melihat Mrs Borden, kepala sekolah, berdiri di "Saya salah mengambil tangga," aku menjelaskan.



"Saya datang dari ruang seni, dan-" menit mereka berada di sini di sekolah. Menit "Oh, benar. Kau Panitia Dekorasi Pesta Dansa," berikutnya, mereka lenyap ... selamanya. Tak pernah selanya. "Yah, kutunjukkan bagaimana caranya kelihatan lagi. " untuk turun. " "Tapi - tapi -" aku tergagap. Aku tak tahu harus Aku berbalik ke patung-patung itu. Mereka semua berkata apa. Bagaimana mungkin dua puluh lima berdiri begitu tenang, begitu diam. Mereka anak lenyap? tampaknya mendengarkan diam-diam (pembicaraan) Mrs Borden mendesah. "Itu adalah tragedi yang Mrs Borden dan aku. mengerikan," katanya pelan. "Sebuah misteri yang "Ruangan apa ini?" Tanyaku. mengerikan. Para orang tua ... para orang tua yang Dia menaruh tangannya di bahuku mulai malang ..." menggerakkanku ke pintu. "Ini adalah ruang pribadi," Suaranya tercekat di tenggorokannya. Dia katanya dengan pelan. mengambil napas dalam-dalam. "Mereka begitu "Tapi apa itu?" ulangku. "Maksud saya - patungpatah hati. Para orang tua itu memalang kayu patung itu. Siapakah anak-anak itu? Apakah mereka sekolah itu. Menutupnya selamanya. Kota anak asli atau sesuatu yang lain? " mendirikan sebuah sekolah baru di sekitarnya. Dia tak menjawab. Tangannya menjadi lebih erat Bangunan tua masih tetap berdiri kosong sejak hari pada bahuku saat ia menuntunku ke pintu. mengerikan itu. " Aku berhenti untuk mengambil kaleng-kaleng cat. "Dan patung-patung ini?" Tanyaku. Saat aku melirik Mrs Borden, ekspresinya berubah. "Seorang seniman lokal membuat mereka," jawab "Ini adalah ruang yang sangat menyedihkan, Mrs Borden. "Dia memakai foto kelas. Foto dari Tommy," katanya, suaranya persis di atas bisikan. semua orang. Seniman itu menggunakan foto untuk "Anak-anak itu kelas pertama kali di sekolah membuat patung-patung ini. Penghargaan untuk tersebut. " anak-anak yang hilang. " "Kelas 1947?" Tanyaku melirik tanda itu. Aku menatap ruangan penuh patung itu. Anak-anak. Kepala sekolah mengangguk. "Ya. Persis sekitar lima Anak-anak yang lenyap. puluh tahun lalu. Ada dua puluh lima anak-anak di "Aneh," gumamku. sekolah. Dan suatu hari ... suatu hari, mereka semua Aku mengambil kaleng-kaleng cat. Mrs Borden menghilang. " membukakan pintu. "Hah?" Kaget oleh kata-katanya, aku menjatuhkan "Saya - saya tak bermaksud untuk datang ke sini," kaleng-kaleng cat ke lantai. Aku minta maaf. "Saya tidak tahu ... " "Mereka menghilang, Tommy," Mrs Borden "Tidak masalah," jawabnya. "Bangunan ini sangat melanjutkan, mengubah tatapannya ke patungbesar dan sangat membingungkan. " patung itu. "Lenyap dalam udara yang tipis. Satu Aku memimpin berjalan keluar ke lorong. Dia



menutup pintu di belakang kami dengan hati-hati. "Ikuti aku," katanya. Tumit sepatunya berbunyi keras di lantai saat dia berjalan, mengayunkan clipboard di pinggangnya. Dia berjalan sangat cepat bagi orang yang kecil. Memegang kaleng cat di masing-masing tangan, aku harus berjuang untuk tetap bersamanya. "Bagaimana keadaanmu, Tommy?" Tanyanya. "Selain tersesat, maksudku." "Baik," kataku. "Semua orang sudah benar-benar baik." Kami berbelok. Aku harus berlari-lari kecil untuk mengejarnya. Kami berbalik ke sudut yang lain. Ke jalan lorong yang terang. Ubin-ubin dinding yang kuning cerah. Lantai linoleum yang berkilauan. "Inilah (tempat) di mana kau seharusnya pergi," Mrs Borden mengumumkan. "Dan itu ada tangga ke gedung olahraga. " Dia menunjukkan jalan, lalu tersenyum padaku. Aku berterima kasih padanya dan bergegas pergi. Aku tak sabar untuk kembali ke gedung olahraga. Aku berharapThalia dan Ben tak marah tentang betapa lama waktu yang kuperlukan. Aku benarbenar tak sabar untuk bertanya pada mereka tentang kelas 1947. Aku ingin mendengar apa yang mereka tahu tentang semua anak yang hilang itu. Memegang kaleng-kaleng cat merah, aku berjalan menuruni tangga tingkat dua ke ruang bawah tanah. Semuanya tampak akrab sekarang. Aku berlari melewati ruang makan ke pintu ganda gedung olahraga di ujung lorong. Mendorong pintu itu terbuka dengan bahuku. Dan mendadak masuk ke dalam gedung olahraga.



"Hei - aku kembali!" kataku. "Aku-" Kata-kata tercekat di tenggorokanku. Thalia dan Ben tergeletak tertelungkup di lantai gedung olahraga.



6 "Oh, Tidaaaaak!" Aku mengeluarkan raungan ngeri. Kaleng-kaleng cat jatuh dari tanganku dan terjatuh keras ke lantai gedung olahraga. Salah satu kaleng menggelinding di jalanku, dan aku tersandung padanya saat aku meluncur ke arah teman-teman baruku. "Thalia! Ben! " teriakku. Mereka berdua tertawa. Dan mengangkat kepala dari lantai, nyengir. Ben membuka mulutnya, menguap lebar yang palsu. "Kami begitu lelah menunggumu, kami tertidur!" Thalia mengumumkan. Mereka berdua tertawa lagi. Ben ber-tos dengan Thalia tinggi-tinggi. Mereka berdua berdiri. Thalia buru-buru ke tasnya. Dia mengeluarkan sebuah tabung lipstik dan mulai mengoleskan lapisan merah lainnya untuk bibirnya. Sambil nyengir, Ben menyipitkan matanya ke arahku. "Kau tersesat kan? " Aku mengangguk sedih. "Ya. Jadi? Masalah besar, " gumamku. "Aku menang taruhan!" Teriak Ben gembira. Dia mengulurkan tangannya pada Thalia. "Bayar." "Waah! Aku tak percaya kalian berdua! " Seruku. "Kalian bertaruh apakah aku tersesat atau tidak? "



"Kami cukup bosan," Thalia mengaku. Dia "Aku tak tahu namnya," jawabku. "Dia besar - jauh menyerahkan satu dolar pada Ben. lebih tinggi daripada aku. Dan benar-benar tampak Ben memasukkannya ke dalam saku celana jinsnya. keras. Dan dia punya mata abu-abu aneh, dan-" Kemudian dia melirik jam papan skor yang besar. "Greta?" Tanya Thalia. "Kau jatuh di atas Greta?" "Oh, wow!" teriaknya. "Aku terlambat! Aku berjanji "Apa itu namanya?" Jawabku. pada saudaraku bahwa aku pulang ke rumah jam "Berpakaian hitam?" Tanya Thalia. "Greta selalu lima. " berpakaian hitam. " Dia berlari ke bangku dan mulai mengumpulkan "Ya. Itu dia, "kataku. "Aku menabraknya. Lalu aku ransel dan jaketnya. jatuh di atas tubuhnya. Gerakan halus, ya? " "Hei, tunggu-" panggilku. "Aku ingin memberitahumu "Hati-hati dengannya, Tommy," Thalia apa yang kulihat di lantai atas! Maksudku, itu sangat memperingatkan. "Greta benar-benar aneh." aneh. Aku-" Dia mulai menggulung spanduknya. "Jadi apa yang "Nanti saja," katanya, menarik jaketnya saat dia terjadi padamu di lantai atas? " berlari menuju pintu ganda. "Aku mendengar sesuatu," kataku. "Ketika aku "Tapi bagaimana dengan cat merah?" Teriakku. sampai ke ruang seni. Aku mendengar suara-suara. "Aku akan meminumnya besok!" Teriaknya. Lalu dia Suara anak-anak. Tapi ketika aku masuk ke dalam menghilang keluar pintu. ruangan, tak ada seorang pun di sana. " Aku melihat pintu-pintu itu tertutup dengan suara "Hah?" Mulut Thalia ternganga. "Kau - kau yang keras. Lalu aku berpaling pada Thalia. mendengar mereka? "katanya terbata-bata. "Dia kadang-kadang cukup lucu," katanya. Aku mengangguk. "Maksudku, terkadang dia membuatku tertawa. " "Kau benar-benar mendengar mereka?" "Ha-ha," gumamku. "Ya. Siapa mereka? "tuntutku. "Aku terus mencari Aku mengambil kaleng-kaleng cat merah itu dan mereka. Semuanya lantai tiga. Aku mendengar membawanya ke atas spanduk kami di lantai. "Maaf, mereka, tapi aku tak bisa melihat mereka. Dan aku butuh waktu begitu lama, "kataku. "Tapi-" kemudian Mrs Borden - " Dia menyikatkan semacam riasan ke pelupuk Aku berhenti berbicara saat aku melihat ada air mata matanya. "Kau melihat sesuatu yang aneh di atas? di mata Thalia. "tanyanya, melirikku di atas cermin kecil yang "Hei-apa?" Tanyaku. dipegangnya dengan tangannya yang bebas. Dia tak menjawabku. Dia berputar dan berlari "Yah, pertama aku berlari ke lorong depan dan jatuh menjauh dari gedung olahraga. (bertabrakan) dengan gadis yang aneh, "kataku. Thalia menyipitkan matanya padaku. "Gadis aneh apa? "



7



Devine akan datang kembali sehingga semuanya bisa kembali normal. Beberapa hari kemudian, Thalia berselisih dengan Aku menatap ke luar jendela sejenak. Saat itu hari Greta. Dan hampir berubah menjadi kekerasan. musim gugur yang berawan. Sangat berangin. Saat itu adalah Kamis sore. Mr Devine, guru kami, Hembusan keras pusaran angin membuat daun-daun menerima pesan dari kantor. merah dan kuning melayang dan berputar-putar di Dia membaca pesan tersebut beberapa kali, atas lapangan bermain. menggerakkan bibirnya saat ia membaca. Lalu, Aku menatapnya sejenak. Lalu aku berpaling kembali bergumam sendiri, ia meninggalkan ruangan. ke dalam ruangan, dan mataku mendarat di Thalia di Saat itu hampir akhir dari hari sekolah. Kurasa barisan depan. semua orang bosan duduk di bangku sekolah. Kami Dia tak memperhatikan semua tarian, canda dan semua siap untuk keluar dari sana. tawa liar itu. Dia mengangkat cermin kecilnya di Jadi, segera setelah Mr Devine menghilang, wajahnya dan mengoleskan lapisan lipstik ke semuanya semacam lepas kendali. Maksudku, anak- bibirnya. anak melompat dan mulai berlari di sekitar ruangan. Aku melambai dan mencoba untuk memperoleh Melakukan gerakan tarian yang lucu dan bermainperhatiannya. Aku ingin tahu apakah dia dan aku main. akan mengerjakan dekorasi setelah sekolah di Seorang anak menghidupkan kotak peralatan musik gedung olahraga. yang ia sembunyikan di bawah mejanya dan Aku mencoba memanggilnya. Tapi dia tak bisa memutar musiknya keras-keras. Beberapa gadis mendengarku di atas semua suara gaduh itu. Dia tertawa liar tentang sesuatu dalam ruangan menatap cermin kecilnya dan tak berbalik. belakang, menggoyang-goyangkan kepala mereka Aku mulai berdiri dan berjalan padanya saat aku dan memukulkan tangan mereka di meja. melihat Greta bersandar di atas meja Thalia dan Aku duduk di barisan belakang karena aku anak mengambil tabung lipstik dari tangan Thalia. Greta baru. Ben tak masuk. Kurasa dia punya janji dengan tertawa dan mengatakan sesuatu pada Thalia. Dia dokter gigi atau semacamya. menahan tabung lipstik itu keluar dari jangkauan Jadi karena aku belum benar-benar kenal orang yang Thalia. lain, aku semacam ketinggalan dari semua Thalia menjerit marah. Dia mengayunkan kesenangan itu. (tangannya) ke lipstik itu. Tapi ia tak cukup cepat Aku mengetuk-ngetukkan tanganku untuk musik dan untuk meraihnya kembali. pura-pura sedang mengalami waktu yang baik. Tapi Mata abu-abu Greta berkilat senang. Dia tertawa dan sebenarnya, aku merasa agak canggung dan melemparnya ke seorang lelaki di seberang ruangan. kesepian. Dan aku diam-diam berharap bahwa Mr "Kembalikan!" Jerit Thalia.



Dia melompat. Matanya liar, dan wajahnya pucat. keranjingan tentang hal itu. Tapi aku memutuskan "Kembalikan! Kembalikan! Kembalikan!" aku harus melakukan sesuatu. Dengan geraman marah, Thalia terjun melewati Waktunya jadi pahlawan bagi Tommy Frazer. barisan meja dan mencoba untuk menangkap anak "Hei - kembalikan itu padanya!" Aku menggelegar. itu. Aku menarik napas panjang dan melangkah maju Sambil tertawa, anak itu menghindar menjauhkan untuk memberi Greta pelajaran. dirinya dari Thalia dan melemparkan tabung lipstik 8 itu kembali ke Greta. Tabung logam itu membentur meja dan terpental ke Greta memegang tabung lipstik itu tinggi-tinggi di lantai. atas kepalanya, mendorong Thalia pergi dengan Thalia meluncurkan dirinya dengan cepat ke lantai, tangannya yang lain. meraihnya dengan liar dengan kedua tangannya. "Berikan kembali padanya!" Aku bersikeras, Aku sudah setengah ke depan ruangan. Saat ia dan berusaha terdengar tangguh. "Ini tak lucu, Greta. Greta bergulat di atas lantai untuk lipstik, aku Berikan Thalia lipstik itu. " ternganga kaget pada Thalia. Aku melompat dan meraih tangan dengan lipstik di Apa masalahnya? Aku bertanya-tanya. Kenapa dia dalamnya. begitu mati-matian untuk mendapatkan tabung itu Aku mendengar beberapa anak bersorak dan kembali? Itu hanya lipstik saja. bertepuk tangan. Aku tak tahu mereka menyoraki Anak-anak lain menonton perebutan itu. Aku melihat siapa. gadis-gadis di ruangan belakang menertawakan Menggunakan kedua tangan, aku mulai bergerak Thalia. Mereka orang-orang yang telah menggodanyamengambil tabung dari tangan besar Greta. Dan saat karena memakai riasan. itulah Mr Devine kembali ke ruangan. Beberapa anak-anak bersorak saat Greta bergerak "Apa yang terjadi?" tuntutnya. maju dengan lipstik itu. Dia mengangkatnya dalam Aku berbalik untuk melihatnya menatapku melalui tinju besarnya. kacamata hitamnya yang berbingkai bulat. Thalia menjerit dan meraihnya. Aku menurunkan tanganku dari tangan Greta. Dan lalu Greta mengangkat tabung lipstik itu lebih Tabung lipstik itu jatuh ke lantai. Tabung itu tinggi dari wajah Thalia. berguling di bawah meja Thalia. Dan menggambar suatu wajah merah tersenyum di Dengan jeritan kecil, ia terjun untuk mengambilnya. dahi Thalia. "Apa yang terjadi di sini?" Mr Devine bergerak cepat Mata Thalia meneteskan air mata sekarang. Aku ke depan ruangan. melihat bahwa ia benar-benar kehilangan itu. "Tommy, mengapa kau di sini?" tuntut guru itu. Di Aku tak benar-benar mengerti mengapa dia begitu balik kacamatanya yang tebal, matanya tampak



sebesar bola tenis! "Kenapa kau pergi dari tempat ditarik dan berbunyi gedebuk saat kami semua dudukmu? " mengeluarkan buku bacaan kami. Beberapa detik "Aku hanya ... eh ... mengambil sesuatu," aku kemudian, ruangan itu terasa sunyi. tercekat. Aku sedang membaca sebuah buku cerita pendek "Dia membantuku," Thalia menimpali. oleh Ray Bradbury dari buku laporanku. Aku Aku menatap ke arahnya. Dia tampak lebih tenang bukanlah penggemar sains-fiksi. Tapi cerita-cerita ini sekarang begitu dia mendapatkan lipstiknya kembali. benar-benar bagus. Kebanyakan darinya punya akhir Sementara itu, hatiku berdebar seperti gila. mengejutkan, yang benar-benar kusukai. "Kembalilah ke bangku kalian , semua orang," Aku mencoba untuk berkonsentrasi pada cerita yang perintah Mr Devine. "Aku harusnya bisa kubaca. Ini tentang anak-anak yang tinggal di planet meninggalkan ruang ini untuk dua menit tanpa di mana hujan tak pernah berhenti. Suatu cerita yang semua orang akan mengamuk." Dia berbalik sangat menyedihkan. Mereka tak pernah melihat menatap Greta. sinar matahari. Dan mereka tak pernah bisa keluar "Cuma main-main," gumamnya. Dia melemparkan untuk bermain. rambut putih pirangnya ke belakang dan jatuh Aku membaca beberapa halaman. Dan lalu aku dengan keras ke bangkunya. hampir menjatuhkan buku ketika aku mendengar Aku merosot kembali ke mejaku dan mengambil suara. Suara seorang gadis. Sangat pelan tapi sangat dalam napas. Aku ingin bertanya Thalia sebesar apa dekat. masalahnya tentang lipstiknya. Tapi dia tak berbalik. "Tolong bantu aku, "Serunya. "Bantu aku...." Butuh beberapa detik bagi Mr Devine untuk Kaget, aku segera menutup buku dan melirik membuat semua orang tenang. Kemudian ia melirik sekeliling. ke arah jam di atas papan tulis. Siapa yang berkata? "Kita punya dua puluh menit lagi sampai bel Mataku mendarat ke Thalia. Apa dia memanggilku? berdering, "katanya. "Aku harus mengurus beberapa Tidak. Wajahnya terbenam dalam sebuah buku. dokumen di mejaku. Jadi aku ingin kalian untuk "Tolong aku. Tolong! "Aku mendengar gadis itu menggunakan waktu membaca dengan tenang. " memohon lagi. Dia melepas kacamatanya dan meniup setitik noda Aku berbalik. Tak ada seorang pun di sana. dari salah satu lensa. Matanya tampak seperti "Apa ada yang mendengar itu?" Tanyaku, lebih keras kelereng kecil saat ia melepas kacamata. dari kurencanakan. "Buku laporan kalian semua dijadwalkan pada hari Mr Devine mengangkat matanya dari kertas. Senin," katanya mengingatkan kita. "Jadi, ini akan "Tommy? Apa katamu? " menjadi saat yang bagus untuk beberapa bacaan. " "Apa ada seseorang yang mendengar gadis itu?" Ada banyak suara gesekan kursi, kantong buku yang Tanyaku. "Yang meminta pertolongan?"



Beberapa anak tertawa. Thalia berbalik dan mengernyit padaku. "Aku tidak mendengar apa pun," jawab Mr Devine. "Tidak. Sungguh, "aku bersikeras. "Aku mendengarnya. Dia mengatakan, "Tolong bantu aku. '" Mr Devine berdecak-decak. "Kau terlalu muda untuk memulai mendengar suara-suara. " Lebih banyak anak-anak yang tertawa. Aku tak berpikir itu sangat lucu. Aku mendesah dan mengambil bukuku. Aku tak bisa menunggu bel berdering. Aku benar-benar ingin keluar dari kelas ini. Aku membolak-balik buku itu, berusaha mencari halamanku. Tapi sebelum aku menemukannya, aku mendengar suara gadis itu lagi. Begitu pelan dan dekat. Dan begitu sedih. "Tolong aku. Tolong. Tolong. Siapa pun tolong aku." 9



memiliki kain sutra merah dan hitam - pita-pita kertas di dinding dan di atas bangku-bangku penonton. Thalia dan aku telah menghabiskan waktu berharihari melukis satu poster besar bison memberi tanda jempol. Di bawah bison itu terbaca PERATURAN Bisons! Dalam huruf-huruf merah dan hitam. Thalia dan aku bukanlah seniman yang sangat bagus. Bison itu tak benar-benar terlihat seperti fotofoto bison yang akan kita ditemukan dalam bukubuku. Ben berkata itu tampak lebih seperti sapi yang telah lama sakit. Tapi kita menggantungkan poster itu, bagaimanapun juga. Sekarang, kami bertiga mengatur kain sutra merahhitam - kertas lap di atas meja makanan dan minuman. Aku melirik jam papan skor. Tujuh tiga puluh. Pesta dansa dijadwalkan untuk mulai pukul delapan. "Kita masih punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan," kataku. Pada malam pesta dansa sekolah, Ben, Thalia, dan Ben menarik ujung kertas lap begitu keras. Aku aku sampai ke gedung olahraga lebih dulu. Dengan mendengar suara robekan pelan. hanya waktu satu jam, kami sedang sibuk "Uups," katanya. "Ada yang membawa plester?" memberikan sentuhan akhir pada dekorasi. "Itu tak masalah," kata Thalia kepadanya. "Kita Kurasa itu semua tampak cukup bagus. cukup menutupi bagian yang robek dengan botol Spanduk kami telah membentang di lorong luar soda atau sesuatu. " gedung olahraga. Dan dua spanduk besar di gedung Aku melirik jam lagi. "Kapan band (grup musik) itu olahraga, menyatakan BELL VALLEY ROCKS! dan seharusnya tiba? " SELAMAT DATANG, SEMUA ORANG! "Sebentar lagi," jawab Thalia. "Mereka harusnya Kami mengikat karangan bunga yang sangat besar di berada di sini lebih awal untuk mengatur. " balon helium ke dua keranjang bola basket. BalonBeberapa anak telah membentuk band bernama balon merah dan hitam, tentu saja. Dan kami Grunt. Itu adalah semacam band aneh - lima pemain



gitar dan seorang penabuh drum. Dan aku Mrs Borden tertawa. "Kau agak tegang!" mendengar beberapa anak mengatakan bahwa tiga Thalia dan Ben tertawa juga. Aku bisa merasakan dari pemain gitar itu benar-benar tak tahu caranya wajahku berubah panas. Aku tahu aku tersipu-sipu. bermain. Tapi Mrs Borden meminta mereka untuk "Tenang saja, Tommy," kata Mrs Borden, menepuk menunjukkan beberapa lagu di pesta dansa. bahuku menenangkan. "Atau kau tak akan bertahan Kami memerlukan beberapa waktu untuk sampai pesta dansa. " meluruskan taplak meja. Itu sungguh-sungguh bukan Aku memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku baikmeja cukup besar. baik saja," kataku. "Apa selanjutnya?" Tanya Ben. "Apa kita punya Sedikit pun aku menyadari bahwa setelah kerja dekorasi untuk pintu gedung olahraga? " kerasku aku tak akan pernah melihat pesta dansa Sebelum aku bisa menjawab, pintu ganda itu itu. berayun terbuka, dan Mrs Borden datang menyerbu masuk. Pada awalnya, aku tak mengenalinya. Dia mengenakan gaun pesta merah terang mengkilap. Dan rambut keriting hitamnya ditumpuk naik tinggi 10 di kepalanya di balik perhiasan perak. Bahkan dengan rambut ditumpuk ke atas, dia masih tak banyak lebih tinggi kami! "Yo! Awas! " Matanya bergerak cepat ke seliling gedung olahraga "Pindahkan pengeras suara itu! Hei, Greta-pindahkan sambil bergegas kepada kami. "Ini tampak hebat! pengeras suara itu! " Benar-benar menakjubkan, anak-anak! " semburnya. "Pindahkan sendiri!" "Oh, kalian bekerja sangat keras! kalian melakukan "Di mana wa-wa-ku? Apa ada yang melihat wa-wa pekerjaan yang indah! " pedalku? " Kami berterima kasih padanya. (wa-wa pedal: semacam gitar yang merubah sinyalDia memberikan kamera Polaroid ke tanganku. sinyal suara untuk menghasilkan efek yang nyata) "Ambil gambar, Tommy," ia memerintahkanku. "Foto dari dekorasi. Cepat. Ambil seluruhnya sebelum "Aku memakannya untuk sarapan!" sekelompok orang mulai datang. " "Kau tak lucu. Pindahkan pengeras suara itu!" Aku memeriksa kamera. "Yah ... oke," aku setuju. Para anggota band tiba saat aku sedang mengambil "Tapi Thalia, Ben, dan saya masih ada beberapa hal (foto dengan) kamera Polaroid itu. Dan mereka yang harus dikerjakan. Kami memiliki poster pintu- langsung mengambil alih, membuat keributan besar pintu. Dan kami membutuhkan lebih banyak balon di saat mereka mengatur bangku-bangku penonton. sana. Dan - dan - " Para gitaris semuanya laki-laki. Greta penabuh



drumnya. Melihatnya membawa drum-nya di gedung membuatku berbalik memutar. olahraga mengingatkanku perkelahian lipstik di kelas Aku melihat Greta dan salah satu pemain gitar purapada hari Kamis. pura berduel dengan gitar. Para anggota band Setelah sekolah, aku bertanya Thalia apa masalah lainnya tertawa dan menyemangati mereka. besarnya. Greta mengambil salah satu gitar. Dia dan pria "Mengapa kamu jadi gila?" Tanyaku. lainnya mengangkat gitar tinggi-tinggi di atas kepala "Aku tak gila!" Desak Thalia. "Greta yang gila. Dia mereka dan datang menyerbu satu sama lain. pikir karena dia begitu besar dan kuat dia benar"Jangan - berhenti!" teriakku. banar bisa mengambil apa saja yang dia inginkan. " Terlambat. "Dia benar-benar aneh," aku setuju. "Tapi kau begitu Gitar Greta menyobek tepat melalui spanduk BELL marah-" VALLEY ROCKS!. Merobeknya jadi dua! "Aku suka lipstik itu. Itu saja, " jawab Thalia. "Ini Aku mengeluarkan erangan keras saat dua bagian lipstik terbaikku. Mengapa aku harus membiarkan ia dari spanduk itu jatuh ke lantai. Aku berbalik dan mengambilnya dariku? " melihat wajah sedih dari Thalia dan Ben. Sekarang Greta, berpakaian hitam-hitam seperti "Hei - maaf tentang itu!" kata Greta. Lalu dia biasa, menyiapkan dengan sisa anggota band. tertawa. Mereka semua tertawa dan mendorong satu sama Aku bergegas ke spanduk yang rusak itu dan lain, melemparkan kabel bolak-balik, mengaitkan di mengangkat salah satu ujungnya. Thalia dan Ben atas kotak-kotak gitar mereka. Bertindak seperti berada tepat di belakangku. orang penting karena mereka punya Band. "Apa yang akan kita lakukan?" Teriakku. "Ini hancur." Beberapa anak lain mulai berdatangan. Aku "Kita tak bisa meninggalkannya di sini tergantung di mengenali dua gadis pengambil tiket. Dan beberapa atas lantai, "kata Thalia, menggoyangkan kepalanya. anak-anak dari panitia makan dan minuman, yang "Kita membutuhkannya!" aku menyatakan. mulai mengeluh bahwa seseorang hanya memesan "Ya. Ini spanduk terbaik kita, "Thalia setuju. Mountain Dew dan tak ada Coca Cola. "Mungkin kita bisa merekatkan kembali bersama(Mountain Dew produk minuman rasa lemon dari sama," saranku. Pepsi yang cukup pupuler di negeri asalnya Amerika "Tak ada masalah. Kita akan merekatkannya serta di tempat lain di dunia ini. Namun tidak beredarbersama-sama, "kata Ben. "Ayolah, Tommy." di Indonesia) Dia meraih lenganku dan mulai untuk menarikku. Aku hampir menjatuhkan kamera Mrs Borden. Aku buru-buru berkeliling, mengambil foto dari "Kita mau kemana?" tuntutku. spanduk dan balon. Aku sedang siap-siap untuk "Ke atas, ke ruang seni, tentu saja," jawab Ben. Dia memotret poster bison kami saat teriakan keras mulai berlari ke pintu ganda gedung olahraga, dan



aku mengikutinya. masalahmu? Tangganya di belakang sana. " Ini tak akan butuh waktu lama untuk merekatkan "Oke. Aku salah, "kataku. "Aku ingin terburu-buru, itu bersama-sama, pikirku. saja. " Lalu aku akan mengambil tangga dari lemari petugas "Tapi kau tak tahu di mana kau akan pergi!" Katanya kebersihan, dan kami akan menggantungnya marah. "Ingat, Tommy? Kau butuh peta jalan untuk kembali. menemukan jari kakimu! " Kami melangkah keluar ke lorong-dan aku berhenti. "Sangat lucu," gumamku. Aku menatap berkeliling. Anak-anak yang datang untuk dansa, bergegas ke "Dimana kita? " gedung olahraga. "Aku tak tahu! Aku tak percaya aku mengikutimu! "Kita tak punya waktu untuk memperbaiki spanduk!" "Ben kesal. Dia memukul kedua tangannya pada Kataku pada Ben. dinding berpalang kayu itu. "Kita akan cepat-cepat," katanya. "Tak ada masalah.""Hei-!" "Tapi - tapi ruang seni jalannya naik sampai di lantai Kami berdua memekik saat papan tua membusuk itu tiga! "Aku tergagap. "Pada saat kita jalan turun jadi pecah. kembali ke gedung olahraga ... " Kaget, Ben tersandung ke depan dan jatuh tepat "Tenang," kata Ben. "Ini tak akan perlu waktu lama - melalui papan itu. Papan-papan itu pecah dan jatuh jika kau berhenti mengeluh. Ayolah. Ayo kita pergi! " ke lantai. Dan Ben jatuh di atasnya. Ben benar. Aku mulai berlari menyusuri lorong. "Oh, wow." Aku membungkuk untuk membantunya Anak-anak mengalir ke gedung olahraga. Aku tahu berdiri. "Lihat ini!" kami harus buru-buru. Aku berkata, mengintip menyusuri suatu lorong "Hei - bukan ke arah situ!" Aku mendengarnya gelap. "Ini harusnya gedung sekolah lama. Bangunan memanggil. "Kau salah jalan, Tommy! " yang mereka tutup. " "Aku tahu di mana aku akan pergi!" Aku "Menggetarkan dan mengerikan," gumam Ben. Dia memanggilnya kembali. "Aku pergi ke jalan ini mengerangdan mengusap lututnya. "Lututku terakhir kali! " tergores pada papan-papan ini. Kurasa berdarah. " Aku berlari ke ujung lorong dan berbelok. Aku mengambil beberapa langkah ke dalam ruang "Tommy - berhenti!" panggil Ben. gelap. "Sekolah ini telah ditutup selama lima puluh "Naiklah ke jalan ini!" Aku memanggilnya kembali tahun, "kataku. "Kita mungkin anak-anak yang kepadanya. "Jalan ini lebih cepat. Aku tahu itu. " pertama di sini sejak itu! " Tapi aku salah. Aku seharusnya mendengarkan Ben. "Ingatkan aku untuk menulisnya dalam buku Beberapa detik kemudian, lorong berakhir pada harianku," geram Ben, masih menggosok lututnya. dinding berpalang kayu. "Apakah kita akan ke seni ruang atau apa? " "Lihat?" Teriak Ben terengah-engah. "Apa Aku tak menjawabnya. Sesuatu di dinding di



seberang kami tertangkap mataku. Aku berjalan "Apa kita bergerak?" Tanya Ben. Matanya naik ke padanya. langit-langit lift. "Hei, Ben. Lihatlah. Lift. " "Tentu saja tidak," jawabku. "Kita belum lagi "Hah?" Dia berjalan tertatih-tatih di seberang lorong menekan tombol. " padaku. Aku mengulurkan tangan dan menekan tombol "Apa kau percaya?" Tanyaku. "Mereka punya lift dengan (tulisan) besar hitam 3 di atasnya. "Apa dalam sekolah tua. " masalahmu, sih?" tuntutku. "Kenapa kau begitu "Anak-anak yang beruntung," jawab Ben. gelisah? Kita tak merampok bank atau apa pun. Kita Aku menekan tombol di dinding. Mengejutkanku, hanya menggunakan lift karena kita sedang terburupintu itu bergeser terbuka. buru. " "Wah-!" "Lift berumur lima puluh tahun," jawab Ben. Aku mengintip ke dalam. Satu lampu langit-langit "Jadi?" tuntutku. berdebu menyala, mengirimkan cahaya putih pucat "Jadi ... kita tak bergerak," kata Ben pelan. ke bawah melalui logam lift. Aku menekan tombol lagi. Dan mendengarkan untuk "Ini menyala!" Teriak Ben. "Ini berfungsi!" dengungan yang berarti kami akan naik. "Ayo kita bawa ke lantai tiga," aku mendesak. Sunyi. "Ayolah. Mengapa kita harus berjalan naik tangga? " "Ayo kita keluar dari sini," kata Ben. "Ini tak bekerja. "Tapi- tapi-" Ben tertahan mundur. Tapi aku meraih Aku bilang kita tak harus mencobanya. " bahunya dan mendorongnya ke dalam lift. Dan Aku menekan tombol lagi. Tidak ada apa-apa. mengikutinya masuk. Aku menekan tombol bertanda 2. "Ini bagus!" Seruku. "Aku sudah bilang aku tahu "Kita membuang-buang waktu," kata Ben. "Jika kita bagaimana untuk sampai ke sana." berlari menaiki tangga, kita akan sudah berada di Mata Ben melesat gugup di sekeliling lift sempit abu- atas sana. Pesta dansa akan mulai, dan sisa spanduk abu itu. "Kita seharusnya tak melakukan hal ini," bodoh itu di atas lantai. " gumamnya. Aku menekan tombol 3 lagi. Dan tombol 2. "Apa yang bisa terjadi?" Jawabku. Tak ada. Tak ada suara. Kami tidak bergerak. Pintu tertutup dengan pelan. Aku menekan tombol bertanda B. "Kita tak ingin pergi ke ruang bawah tanah!" teriak Ben. Aku mendengar sedikit kepanikan mulai merayap ke dalam suaranya. "Tommy, mengapa kau menekan B?" 11 "Hanya mencoba untuk membuatnya bergerak," kataku. Tenggorokanku tiba-tiba terasa sedikit



kering. Perutku melilit. Tidak ada. Kenapa kami tak bergerak? "Bagaimana kita akan keluar dari sini?" teriak Ben. Aku menekan semua tombol lagi. Lalu aku "Jangan panik," kataku. "Kita akan membuat pintu itu menghantamnya dengan tinjuku. terbuka. " Ben menarik tanganku. "Percobaan bagus, jagoan," "Mengapa aku tak perlu panik?" Tanyanya nyaring. katanya sinis. Ayo kita keluar dari sini, oke? Aku tak "Karena aku ingin menjadi orang yang panik dulu!" ingin melewatkan seluruh pesta dansa. " Aku mengumumkan. Kupikir lelucon kecilku akan "Thalia mungkin agak marah sekarang," kataku, membuatnya tertawa dan menenangkannya. menggelengkan kepala. Aku menekan tombol 3 Lagipula, dia selalu membuat lelucon. beberapa kali. Tapi dia bahkan tak tersenyum. Dan dia tak Tapi kami tak bergerak. mengalihkan matanya dari pintu lift yang gelap itu. "Buka saja pintunya," Ben bersikeras. Aku mendorong tombol sekali lagi. Aku "Oke. Baik, "aku setuju dengan sedih. Mataku menahannya tertekan dengan ibu jariku. Pintu itu menyapu di atas panel kontrol. tidak membuka. "Ada yang salah?" Tanya Ben tak sabar. Aku menekan tombol 3 dan 2. Aku mendorong "Aku - aku tak dapat menemukan tombol membuka tombol 1. pintu," aku tergagap. Tidak ada apa-apa. Sunyi. Tombol itu bahkan tak Dia mendorongku keluar dari jalan. "Di sini," berbunyi. katanya, menatap di atas tombol keperakan . "Uh ..." Ben mata melotot. Dia menangkupkan tangannya di Kami berdua mempelajari panel kontrol. sekitar mulutnya. "Tolong kami!" Teriaknya. "Bisakah "Harusnya ada yang menjadi tombol pembuka siapa saja mendengarku? Tolong kami! " pintu," gumam Ben. Sunyi. "Mungkin itu salah satu ini dengan panah," kataku. Lalu aku melihat tombol merah di bagian atas panel Aku menurunkan tanganku ke tombol di bagian kontrol. bawah panel logam. Itu dua panah di atasnya yang "Ben - lihat," kataku. Aku menunjuk ke tombol runcing seperti ini: . merah. "Ya. Dorong, "kata Ben. Dia tak menungguku untuk "Tombol darurat!" Serunya gembira. melakukannya. Dia meraih melewatiku dan menekan "Tolong, Tommy. Tolong! Mungkin alarm. Seseorang tombol keras dengan tangan terbuka. akan mendengarnya dan menyelamatkan kita! " Aku menatap pintu, menunggu pintu untuk meluncur Aku menekan tombol merah itu. Aku tak mendengar membuka. alarm. Pintu itu tak bergerak. Tapi lift itu mulai menderum. Aku menampari tombol lagi. Dan lagi. Aku mendengar dentingan roda gigi. Lantai dibawah



kaki kami bergetar. "Hei - kita bergerak!" Teriak Ben gembira. Aku bersorak. Lalu aku mengangkat tangan untuk ber-tos dengannya. Tapi lift itu tersentak keras, dan aku terjatuh ke dinding. "Uh-oh," gumamku, menarik diriku tegak. Aku berpaling kepada Ben. Kami saling menatap dengan mata terbelalak diam, tak percaya dengan apa yang terjadi. Lift itu tak bergerak naik. Atau turun. Lift itu bergerak ke samping. 12



Pintu-pintu bergeser terbuka. Kami mengintip keluar. Ke gelap gulita. "Apa kita di ruang bawah tanah?" Tanya Ben, menjulurkan kepalanya keluar pintu. "Kita tak turun," jawabku. Bagian bawah belakang leherku gemetaran. "Kita tidak naik atau turun. Jadi ... " "Kami masih di lantai pertama." Ben menyelesaikan kalimatku. "Tapi kenapa begitu gelap di sini? Aku tak bisa percaya ini terjadi! " Kami melangkah keluar dari lift. Aku menunggu mataku untuk menyesuaikan diri dengan kegelapan. Tapi mataku tak bisa menyesuaikan. Ruangan itu Lift itu bergemuruh dan berguncang. Aku meraih terlalu gelap. pagar kayu di sampingnya. Roda-roda giginya "Harusnya ada saklar lampu," kataku. Aku berdentang ribut. mengerakkan tanganku di sepanjang dinding. Aku Lantai di bawah sepatuku bergetar. bisa merasakan garis ubin. Kami saling menatap, menyadari apa yang terjadi. Tapi tak ada saklar lampu. Tak ada dari kami berbicara. Aku menyapukan kedua tangan ke atas dan bawah Ben akhirnya memecah kesunyian. "Ini tak mungkin, dinding. Tak ada saklar lampu. "gumamnya. Kata-katanya keluar dalam bisikan "Ayo kita keluar dari sini," desak Ben. "Kita tak ingin tercekat. terjebak di sini. Kita tak bisa melihat apa-apa. " "Kemana lift ini membawa kita?" tanyaku pelan, Aku masih mencari lampu. "Oke," aku setuju. mencengkeram pagar begitu keras hingga tanganku Aku menurunkan tanganku dan mulai kembali ke lift. sakit. Aku mendengar pintu geser tertutup. "Tak mungkin!" Ben diulang. "Hal ini tak bisa terjadi. "Tidak!" Aku menjerit tajam. Lift hanya naik dan-" Ben dan aku menggedor pintu lift. Lalu aku meraba Lift itu terguncang keras saat kami mendadak sangat di sepanjang dinding untuk mencari tombol pembuka berhenti. pintu. "Aaaaa!" Aku menjerit saat bahuku terbentur ke Panik, tanganku gemetar. Aku menyapukan telapak dinding lift. tanganku yang terbuka di sepanjang dinding di "Lain kali, kita gunakan tangga," geram Ben. kedua sisi pintu yang tertutup itu.



Tak ada tombol. Tak ada tombol lift. harapan. Aku berbalik dan bersandar ke dinding. Aku tiba-tiba "Tetaplah dekat di belakangku," perintahku padanya. terengah-engah. Hatiku berdebar-debar. Dia menabrakku. "Aku tak bisa percaya ini terjadi," gumam Ben. "Jangan sedekat itu!" Kataku. "Tolong bisakah kau berhenti mengatakan itu!" "Aku tak bisa menahannya. Aku tak bisa melihat! tuntutku. "Ini terjadi. Kita di sini. Kita tak tahu di "Teriaknya. mana. Tapi kita di sini." Bergerak perlahan - sangat lambat - kami mulai "Tapi jika kita tak bisa ke lift, bagaimana kita bisa berjalan. keluar dari sini? "rengek Ben. Aku menjaga tangan kananku di dinding, "Kita akan menemukan jalan," kataku. Aku meluncurkannya di sepanjang ubin saat kami mengambil napas dalam-dalam dan menahannya. berjalan. Aku memutuskan aku harus menjadi orang tenang Kami baru saja mengambil beberapa langkah saat karena ia begitu cengeng dan takut. aku mendengar suara di belakangku. Batuk. Aku mendengarkan baik-baik. "Aku tak bisa Aku berhenti dan berbalik. "Ben - kaukah itu?" mendengar musik atau suara atau apa pun. Kita "Hah?" Dia menabarakku lagi. pasti jauh dari gedung olahraga. " "Apa kau batuk?" tanyaku pelan. "Yah ... apa yang kita lakukan?" Teriak Ben. "Kita tak "Tidak," jawabnya. bisa hanya berdiri di sini! " Aku mendengar batuk lagi. Lalu bisikan keras. Pikiranku mendesir. Aku memicingkan mata ke "Uh ... Ben ..." kataku, meraih bahunya. dalam kegelapan, berharap untuk menemukan "Coba tebak? Kita tidak sendirian. " sebentuk jendela atau pintu. Apapun! Tapi kegelapan yang mengelilingi kami lebih gelap daripada langit pada malam tak berbintang. Aku menekan punggungku dinding ubin dingin. "Aku tahu, "kataku. "Kita akan tetap di dinding." "Dan?" Bisik Ben. "Dan kita akan melakukan apa?" "Kita akan bergerak sepanjang dinding," aku 13 melanjutkan. "Kami akan bergerak sepanjang dinding hingga kita sampai ke suatu pintu. Suatu pintu ke Kami berdua tersentak saat lampu menyala. Redup sebuah ruangan dengan lampu. Maka mungkin kita dan abu-abu pada awalnya. akan dapat mencari tahu di mana kita berada. " Aku mengerjap beberapa kali dan menunggu lampu "Mungkin," jawab Ben. Dia tak terdengar penuh menjadi terang.



Tapi lampu itu tidak terang. matanya abu-abu. Dan bibirnya abu-abu. Aku menatap keluar. Kami berada di sebuah Dia seperti ruangan itu. Dia hitam-putih juga! ruangan! Suatu kelas abu-abu. Mataku bergerak dari Ben dan aku saling bertukar pandang bingung. Lalu papan tulis hitam itu ke meja guru berwarna arang aku berbalik kembali ke gadis itu. Dia menempel ke itu. sisi lemari, menatap curiga Ben dan aku. Ke meja-meja siswa abu-abu yang gelap. Ke ubin "Apa kau bersembunyi di belakang sana?" semburku. dinding yang abu-abu. Lalu turun ke lantai kelas Dia mengangguk. "Kami mendengar kalian datang. yang berpola hitam dan abu-abu. Tapi kami tak tahu siapa kau. " "Aneh," gumam Ben. "Mataku-" "Kami?" Tanyaku. "Bukan matamu," aku meyakinkannya. "Lampunya Sebelum dia bisa menjawab, lebih banyak anak-anak sangat redup di ruangan ini, itu yang membuat lagi, dua anak laki-laki dan dua perempuan segalanya tampak abu-abu dan hitam. " -melompat keluar dari balik lemari yang tinggi. "Ini seperti berada di sebuah film tua hitam-putih," Semuanya abu-abu! Semuanya dalam nuansa abuBen menyatakan. abu! Menyipitkan mata ke dalam cahaya redup, kami "Lihatlah mereka!" Teriak salah satu anak laki-laki mulai berjalan menuju pintu kelas. itu. Matanya menonjol saat ia menatap kami. "Ayo kita keluar dari sini," saranku. "Sebelum "Aku tak percaya ini!" Teriak anak laki-laki lainnya. lampunya mati lagi." Sebelum Ben dan aku bisa bergerak, mereka Kami berada setengah jalan di seluruh ruangan bergegas maju. ketika aku mendengar batuk lainnya. Dan lalu Semua berteriak dan menangis sekaligus, mereka terdengar suara cewek terdengar. "Hei -! " lari berebutan melewati ruangan. Ben dan aku sama-sama berhenti. Kami berbalik saat Mengelilingi kami. seorang gadis sebaya kami melangkah keluar dari Meraih kami. balik lemari buku. Menarik-narik pakaian kami . Dia menatap kami. Menarik kami. Menjerit. Tertawa. Memekik. Kami balas menatapnya. Mencopot bajuku. Merobek lengan bajuku. Dia agak manis, dengan rambus hitam lurus dan "Ben-!" Aku berteriak. "Mereka-mereka akan berponi di belakang kepala. Dia memakai sweter mengoyak-ngoyak kita." yang tampaknya model kuno berleher V, rok berlipat panjang, dan sepatu sadel hitam-putih. Aku membuka mulut untuk mengatakan hai. Tapi tak ada suara yang keluar saat aku memperhatikan 14 kulitnya. Kulitnya seabu-abu sweaternya. Dan



"Lihat! Lihat ini! "Teriak seorang gadis. Dia merah cerah. mengangkat lengan bajuku. "Tommy," bisiknya. "Apa yang terjadi? Ini gila! " Dua anak laki-laki menarik-narik sisa bajuku. Aku menatap lima anak yang berbaris di depan kami. Aku jatuh ke lantai. Mencoba menggeliat pergi. Tapi "Tak ada warna ..." gumamku. mereka telah mengelilingi kami. Seorang gadis Mereka semua hitam dan putih. Baju mereka, kulit mencopot salah satu sepatuku. mereka, mata mereka, rambut mereka -tak ada Ben mengayunkan tinjunya yang keras, mencoba warna sama sekali. Hanya warna abu-abu dan hitam. untuk melawan menjauhkan mereka. Tangannya Saat aku berjuang untuk menarik napas, aku memukul papan tulis, dan ia berteriak kesakitan. mempelajari mereka. "Berhenti!" aku mendengar seorang anak berteriak Dan menyadari mereka tak terlihat seperti anak-anak di atas teriakan-teriakan lainnya. "Hentikan! Jauhi modern, seperti anak-anak dari sekolah kami. mereka! " Gadis-gadis semua memakai rok, rok panjang ke Aku menendang dengan kedua kaki. Aku melihat Ben pergelangan kaki mereka. Anak-anak memakai kaos mengayunkan tinjunya lagi. olahraga besar-berkerah, terselip ke dalam celana "Hentikan!"jerit anak itu. "Pergi! Ayolah - hentikan! " longgar yang berlipat. Anak-anak itu mundur. Gadis itu menjatuhkan Seperti dalam film tua ... pikirku. sepatuku. Aku meraihnya dari lantai. Dan semuanya hitam dan abu-abu. Mereka mundur beberapa langkah, bergerak dalam Kami semua saling menatap satu lama lain untuk barisan, menatap kami. waktu yang lama. "Warna!" Seru seorang gadis. "Begitu banyak Kemudian anak laki-laki yang tampaknya pemimpin warna!" mereka berkata. "Kami semua menyesal," katanya. "Sungguh menyakiti mataku!" Teriak seorang anak "Kalian lihat, kami-" laki-laki. "Kami tak bermaksud menyakiti kalian," sela gadis di "Tapi begitu indah!" Sembur seorang gadis. "Itu - itu sampingnya. "Hanya saja ... kami sudah begitu lama seperti mimpi! " tak melihat warna." "Apa kau masih mimpi berwarna?" tanya anak laki- "Aku hanya ingin menyentuhnya," gadis dengan laki itu padanya. "Mimpiku serba hitam dan putih." hitam poni di dahinya menambahkan, Menarik-narik sepatuku, aku naik berdiri dengan menggelengkan kepalanya sedih. "Aku ingin gemetar. menyentuh warna. Sudah begitu lama. Begitu Aku berjuang untuk meluruskan celana khaki-ku dan lama ... " menyelipkannya ke bajuku yang robek. "Apakah kalian datang untuk membantu kami?" Ben mengusap tangan yang dia gunakan memukul. tanya anak laki-laki pertama itu dengan lembut. Rambut pirangnya kusut dengan keringat. Wajahnya Mata abu-abunya terkunci padaku. Mata yang



memohon. "Membantu kalian?" Jawabku. "Tidak. Tidak, kami tidak. Kalian lihat - " "Itu terlalu buruk," kata gadis berponi hitam, mengerutkan kening. "Hah? Terlalu buruk? " Aku tak mengerti. "Kenapa?" tanyaku. "Karena," jawab gadis itu, "sekarang kalian tak akan pernah bisa pergi."



pipinya. "Aku benar-benar berpikir mereka datang untuk membantu kita," katanya dengan suara bergetar. "Aku benar-benar berpikir bahwa akhirnya ... " suaranya melemah. Gadis lainnya meletakkan tangannya ke dekat Mary. Aku menutup mataku saat sejenak. Menyipitkan mata ke dalam (cahaya) abu-abu itu membuatku sakit kepala. "Bisakah seseorang memberitahu kami apa yang terjadi?" aku mendengar permintaan Ben. Aku membuka mataku untuk melihat kelima anak abu-abu itu bergerak melintasi ruangan ke arah 15 kami. Pemimpinnya sedikit lebih tinggi dariku. Dia memiliki "Hei - kita sudah membuat mereka ketakutan. rambut hitam bergelombang, dan mata hitam besar Mereka pikir kita sekelompok orang liar yang gila. yang berkerut di sisi-sisinya. Aku melihat bekas luka Jangan mencoba untuk lebih menakut-nakuti kecil abu-abu di atas salah satu alisnya. Dia punya mereka, Mary! " omel anak itu. bahu lebar di bawah kaos abu-abu. Dia tampak "Aku tidak!" Dia bersikeras, menyilangkan tangannya sangat atletis. di depan sweater abu-abunya. "Aku hanya berpikir Gadis di sampingnya tinggi dan sangat langsing. Dia mereka harus mengetahui kebenaran. Kurasa-" punya rambut panjang abu-abu yang jatuh lurus ke "Kebenaran?" selaku. "Apa yang terjadi di sini? Ini bawah di punggungnya. Dia punya mata abu-abu adalah lelucon-kan? " sedih. "Ya. Ayolah. Sekalah bedak abu-abu di wajah kalian "Aku Seth," kata anak itu. "Ini adalah Maria dan ini dan beritahu kami kalau ini lelucon, " timpal Ben. adalah Eloise. "Dia menunjuk. "Eddie dan Mona." Gadis yang bernama Maria itu menggigit bibir Ben dan aku memperkenalkan diri. bawahnya. Aku melihat airmata di mata sebelah "Kami tak bermaksud untuk menakut-nakuti kalian," kirinya. Meluap ke atas dan bergerak turun ke pipi ulang Mary. abu-abunya. "Ini bukan lelucon," dia tercekat. "Tapi bolehkah kami menyentuh warna-warna "Yang benar saja!" Ben mengerang. "Buatlah lampu kalian? Kami sudah lama sekali tak melihat warna. lebih terang, dan-" Kami hanya-" suaranya retak. Dia berpaling. "Itu tak akan membantu!" Teriak anak itu marah. "Uh ... Ben dan aku harus kembali ke pesta dansa," Mary berpaling kepadanya. Dia mengusap airmata kataku kepada mereka, melirik pintu. "Kalian lihat,



kami adalah Panitia Dekorasi. Dan papan spanduk. Dan-" "Kalian tak bisa kembali," kata Seth. Matanya yang gelap menyempit padaku. "Maria mengatakan yang sebenarnya. Kalian tidak bisa kembali. " "Ini bodoh," jawab Ben sambil menggelengkan kepalanya. "Kita berada di bangunan tua-kan? Kami akan mengikuti lorong sampai mengarah ke gedung baru. Gedung olahraga tepat di bawah tangga. " Eloise terbatuk. Aku menyadari bahwa dia adalah orang yang kudengar saat lampu masih padam. Dia menyeka hidungnya dengan tisu abu-abu. Dia tampak kedinginan. "Kau tak berada di bangunan tua," katanya dengan suara serak. "Lalu di mana kita?" tuntut Ben. "ruang bawah tanah? " Anak-anak abu-abu itu menggelengkan kepala mereka. "Ini agak sulit untuk dijelaskan," kata Seth. "Yah, kami akan menemukan jalan kembali," kataku pada mereka, bergerak ke pintu. "Maksudku, sekolah ini tak terlalu besar. Kita tak akan lama tersesat. " "Kalian tidak benar-benar di sekolah," kata Eloise, menyeka hidungnya lagi. "Permisi?" Teriak Ben. "Ini terlihat mirip seperti kelas bagiku. Lihat? Meja? Kursi? Kapur papan tulis? " "Ayo kita pergi," kataku. Aku sedikit mendorongnya ke pintu. "Duduklah," perintah Seth tajam. Ben dan aku hampir ke pintu kelas. "Aku bilang duduk," ulang Seth.



"Kalian sebaiknya mendengarkannya," gadis bernama Mona itu memperingatkan. Seth memberi isyarat dengan tak sabar pada dua meja. "Duduklah." Aku menelan ludah. Aku merasakan dinginnya ketakutan di seluruh tubuhku. Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi di sini. Dan aku tak benar-benar ingin memahaminya. Aku hanya ingin pergi menjauh dari ruangan abu-abu ini dan anak-anak hitam-putih itu. Mereka bergerak melintasi ruangan ke arah kami. Ekspresi mereka tegang. Seth mengangkat tangannya kaku di sisi tubuhnya, seolah siap untuk berkelahi. "Duduklah, teman-teman," tegasnya. "Maaf. Lain kali saja, "jawab Ben. Dia dan aku, (kami) berdua punya ide yang sama di kepala kami. Kami berdua berbalik dan berlari pada saat yang sama. Kami berlari dengan gila ke pintu kelas. Aku yang pertama sampai di sana. Aku meraih gagang pintu. Memutarnya. Dan menariknya. "Ayo! Ayo! "Teriak Ben panik. "Ini -ini tak mau terbuka!" Jeritku. Pintu itu terkunci....



16 Dalam kepanikan yang sangat Ben meraih kenop pintu dan menabrakku keluar dari jalan. Dia menarik



dengan kedua tangan. Lalu ia menurunkan bahunya "Terutama karena kalian akan tinggal di sini dengan ke pintu dan mencoba mendorongnya terbuka. kami, "tambah Eloise. Tapi pintu itu tak bergeming. Getaran dingin lainnya bergerak di punggungku. "Pintu itu tak akan terbuka," kata Seth tenang. "Mengapa kau selalu mengatakan itu? "tanyaku. Aku berbalik. Seth masih menahan tangannya Mereka tak menjawab. tegang di pinggangnya. Keempat anak-anak abu-abu Ben dan aku merosot ke meja kursi. Ketiga lainnya berdiri di salah satu sisinya, mata mereka gadis mengambil kursi di seberang kami. Eddie menyempit pada kami, menyipitkan mata kita menyilangkan lengan abu-abunya dan bersandar di melalui lampu abu-abu yang redup. papan tulis. "Kenapa - kenapa dikunci?" Aku tergagap terengah- Seth menarik dirinya ke meja guru. engah. "Sulit untuk mengetahui dari mana untuk memulai," "Itu bukan pintu yang dapat kami gunakan," jawab katanya, menggerakkan tangan kebelakang melalui Maria. Airmata lainnya berkilauan di pipi abu-abunya rambut hitam tebalnya. yang pucat. "Itu mengarah ke dunia warna. " "Mulailah dengan memberitahu kita di mana kita "Hah? Permisi? "Teriakku. berada," tuntutku. "Lelucon kecil ini ide siapa?" tuntut Ben tak sabar. "Dan lalu memberitahu kami bagaimana untuk "Ini tak lucu, teman-teman! Tidak lucu!" sampai ke gedung olahraga," Ben Aku bisa melihat bahwa Ben akan kehilangan kontrol. bersikeras. "Buatlah singkat saja - oke?" Aku meletakkan tangan di lengannya, tanda untuk "Kalian telah datang ke sisi lain," kata Seth. tenang. Ben memutar matanya. "Sisi lain apa?" Katanya Aku punya perasaan bahwa anak-anak tak bercanda. bertanya tak sabar. "Bagaimana kita bisa keluar dari sini?" tuntut Ben. "Sisi lain dinding," jawab Seth. Dia menggedorkan satu tinjunya ke pintu. "Kalian tak Eloise bersin. Dia menarik segulung tisu dari tas di bisa menahan kita dalam ruangan abu-abu yang pinggangnya. "Aku tak bisa menyingkirkan dingin aneh ini. Tidak mungkin! " ini," dia mendesah. "Kurasa pikir itu karena tak ada Seth menunjuk ke meja lagi. "Duduklah, temansinar matahari." teman, " pintanya lagi. "Kami tak mencoba untuk "Tak ada sinar matahari?" teriakku. "Sisi lain menahan kalian di sini. Dan kami tak berencana dinding? "Aku mengerang keras. "Tolong, maukah untuk menyakiti kalian atau apa pun. " kalian semua berhenti berbicara misteri? " Ben melirik jam tangannya. "Tapi-tapi-" Mona berpaling ke Seth. "Mulai saja dari awal," "Kami akan mencoba untuk menjelaskan," Mary katanya. "Mungkin itu akan membantu mereka." menawarkan. "Kalian benar-benar harus mencoba Eloise meraba-raba di dalam tas abu-abunya. untuk memahami apa yang telah terjadi. " Akhirnya, dia mengeluarkan sebungkus tisu dan



menempatkannya di meja di depannya. Ben. "Yah, baiklah," Seth setuju. "Dari awal." "Biarkan mereka menyelesaikan ceritanya," kataku. Ben dan aku bertukar pandang. Kemudian kami "Lalu kita pergi. " bersandar maju untuk mendengarkan. Seth berdiri dan mulai mondar-mandir. "Kami berlima berada di kelas pertama di sekolah "Kelas pertama di sekolah BellValley cukup kecil, BellValley, "Seth memulai. "Sekolah yang dibuka "katanya kepada kami. "Hanya ada dua puluh lima sekitar lima puluh tahun yang lalu, dan-" anak dari kami. Ini adalah sekolah baru, dan kami "Waaa! Tunggu dulu! "Ben melompat berdiri. agak senang menjadi yang pertama di dalamnya. " "Tommy dan aku tidak bodoh!" Katanya. "Jika kalian Eloise bersin. pergi ke sekolah lima puluh tahun yang lalu, kalian Mona berkata, "Tuhan memberkatimu." setidaknya akan berumur enam puluh tahun! " "Suatu hari, kepala sekolah kami mengumumkan Seth mengangguk. "Kiranya kau pandai matematika, hari itu adalah kelas Hari Foto, "lanjut Seth. "Seorang ya?" juru foto datang untuk mengambil foto kelompok Itu adalah lelucon, tapi terdengar tak enak. kelas kami." "Kami belum tua," Mary menjelaskan, meluruskan "Apa itu foto berwarna?" sela Ben tiba-tiba. Dia poni hitamnya dengan satu tangan. "Kami telah tertawa. Tapi tak ada orang lain yang tertawa. tinggal persis di usia yang sama selama empat puluh "Foto sekolah tak berwarna di tahun sembilan belas tahun! " empat puluhan, "kata Mary pada Ben. "Semua Ben memutar matanya. "Kurasa lift itu membawa berwarna hitam dan putih. " kita ke Mars! "bisiknya padaku. "Kami semua berkumpul di perpustakaan untuk "Ini semua benar," kata Eddie, menggeser berat mengambil foto," Seth melanjutkan. "Semua dua badannya. "Kami membeku di sini. Membeku dalam puluh lima dari kami. Juru photo itu membariskan waktu. " kami." "Lift itu pasti bergerak di antara duniamu dan dunia "Aku segera mengenalinya segera," Eddie tiba-tiba kami, "kata Mona, menatap ke belakang. "Tak ada menyela, "Dia seorang pria pemarah. Seorang pria orang lain yang pernah sini dengan lift. Itu bukan jahat. Dia membenci anak-anak. " cara kami tiba. " "Kami semua dalam suasana hati yang gila," tambah "Aku tak mengerti," aku mengakui. "Semua ini tak Mona. "Kami banyak tertawa, bercanda dan berpuramasuk akal bagiku. Lift itu sudah dipalang kayu. pura bergulat. Dan juru foto itu jadi marah karena Tersembunyi. Mengapa ia membawa kami di sini? " kami tak mau berdiri tetap untuknya. " "Itu pasti menjadi satu-satunya penghubung di "Kami semua membenci dia," seru Eddie. "Seluruh antara dunia kita," kata Mona misterius. kota tahu ia jahat. Tapi dia adalah satu-satunya juru "Ini semua gila. Kita kehilangan pesta dansa," bisik foto di sekitar sini. "



"Aku tak akan pernah lupa namanya," kata Eloise saat kami bisa membuka mata kami, saat kami bisa sedih. "Mr. Chameleon (Mr Bunglon). Aku tak akan melihat lagi ... kami di sini. " pernah lupa itu. Karena ... karena bunglon berubah Ben melongo. Mungkin untuk membuat lelucon warna - dan kita tak bisa." bodoh lainnya. Tapi kurasa dia berubah pikiran. "Mr Chameleon (Mr. Bunglon)? "Ben tertawa Dia menutup mulutnya tanpa berkata apa-apa. terkekeh-kekeh. "Apa dia tak biasanya nongkrong "Kami berada di sini," ulang Seth, suaranya gemetar dengan Mr Lizard (Mr Kadal)? " dengan emosi. Dia membanting meja dengan "Ben, hentikan-" aku memohon. tinjunya. "Kita tak berada di perpustakaan lagi. Kami Aku bisa melihat bahwa Ben tak percaya satu kata tak di sekolah lagi nyata. Kami berada di sini. Di sini, pun cerita Seth. Dia terus membuat lelucon. Tapi di dunia hitam-putih ini. " Seth dan yang lain tampak begitu serius, begitu "Seolah-olah kami terjebak di dalam sebuah foto," pahit. Sela Mona tiba-tiba, "Terjebak selamanya dalam foto Menatap baju tua-model kuno mereka dan potongan hitam-dan-putih. " rambut, di wajah abu-abu sedih mereka, aku "Terjebak dalam Dunia Abu-abu (Greyworld)," kata mempercayai mereka. Eddie pahit. "Itulah sebutan kami. Dunia Abu-abu." Mereka adalah anak-anak lenyap, aku menyadari. "Kami telah mencoba segalanya," tambah Eloise. Kelas 1947 yang hilang. "Kami sudah mencoba segala cara untuk bisa "Juru foto itu membariskan kami dalam tiga barisan," kembali. Kami masih meminta bantuan. Kami masih Seth melanjutkan, mondar-mandir, tanganberpikir mungkin seseorang akan datang .... " tangannya masuk di saku celana panjang abu"Aku mendengarmu," gumamku. "Aku berada di abunya. "Dia berdiri di belakang kamera kotak yang kelas. Dan aku mendengar panggilanmu. " besar. Yang ada kain tirainya di bagian belakang "Tapi- tapi- " Ben tergagap. "Aku tak mengerti. yang ia masukkan kepalanya di bawahnya. Lalu dia Dimana persisnya kita? " mengangkat tinggi-tinggi lampu kilat. Tak ada yang menjawab dalam cukup lama . Lalu "Dia berkata kepada kami untuk mengatakan Seth berjalan ke Ben. Menekan tangannya di atas 'senyum'. Kemudian lampu kilat pergi itu padam meja, dia menurunkan wajahnya dekat dengan Ben, dengan suara KRAK yang keras! " menatap Ben di mata. "Tapi itu bukan lampu kilat yang normal," sela Mary "Ben," katanya, "pernahkah kau melihat dinding dan tiba-tiba, " begitu terang ... begitu terang ... " bertanya-tanya apa yang berada di sisi lainnya? " suaranya melemah. Ben melirik gelisah ke arahku. "Ya. Kurasa, " "Begitu terang, kami tak bisa melihat," lanjut Seth, jawabnya. menggelengkan kepalanya. "Ruangan "Yah, kita ada di sisi lainnya!" teriak Seth. "kita -perpustakaan- itu lenyap dalam lampu kilat itu. Dan berada di sisi lain duniamu. Dan sekarang, kalian



juga." "Kalian akan segera menjadi salah satu dari kami," kata Eddie. "Tidak-" teriak Ben. Dia mengatakan lebih banyak lagi, tapi aku tak mendengarkannya. Aku melirik ke tanganku - dan membuka mulutku dengan jeritan ngeri.



"Tidak!" Aku berteriak, melompat berdiri. "Apa yang bisa kita lakukan? Kita tak bisa berubah abu-abu! Kita tidak bisa! " "Kalian tak punya pilihan," kata Eloise sedih. "Kalian di Dunia Abu-abu sekarang. Semua warna memudar begitu cepat di sini. " "Kalian salah satu dari kami sekarang," ulang Seth. "Sekali kalian berubah jadi abu-abu dengan sempurna, kalian tak akan bisa berubah kembali. " "Tidak!" Ben dan aku sama-sama memprotes. 17 "Kita harus keluar!" Teriakku. Aku menendang kursiku ke samping dan berlari kembali ke pintu "Jariku - jari-jariku!" Jeritku. kelas. Aku memutar kenopnya dan berjuang untuk Aku mengangkat kedua tangan ke atas untuk menariknya terbuka. menunjukkan kepada mereka. Jemariku telah Ben melangkah di sampingku, dan kami berdua berubah abu-abu. Warna abu-abu itu menyebar ke menarik sampai kami mengerang dan wajah kami telapak tanganku. yang memerah. Ben meraih tanganku dan menariknya dekat dengan "Itu gerendel kunci menutup dari sisi yang lain," kata memeriksanya. "Oh tidak,"gumamnya. "Tidak ..." Seth. "Kalian membuang-buang waktu kalian." "Ben - punyamu juga!" Teriakku. "Tidak-" aku bersikeras. "Kita harus keluar. Kita harus Dia melepaskan tanganku dan mengamati keluar sekarang! " tangannya. Tangan kanannya hampir seluruhnya Dengan teriakan putus asa, aku mengangkat kedua abu-abu. Jari-jari pada tangannya dan mulai menggedor dinding. tangan kirinya abu-abu, dan warna pada telapak "Tolong kami!" Aku berteriak. "Seseorang - tolong tangannya mulai memudar. kami! Bisakah kalian mendengarku? Tolong - tolong! "Tidak ... tidak ..." ulangnya sambil menggelengkan " kepala. Aku meninju sampai kepalan tanganku sakit. Lalu Aku mengangkat mataku ke kelima anak abu-abu itu. aku menurunkan tanganku sambil mendesah. "Kalian - kalian tidak bercanda, " aku tercekat. "Tidakkah kalian pikir kami sudah mencobanya?" Mereka balas menatap kami dengan ekspresi tanya Mary pahit. "Kami meninju dinding dan kosong. meminta pertolongan sepanjang waktu." Mary menatap tanganku. "Itu bergerak cepat," "Tapi tak ada yang pernah menjawab," tambah katanya akhirnya. "Kalian akan melihatnya." Eloise. "Dan tak ada yang pernah datang untuk



membantu. " Aku menunduk menatap tanganku. Tanganku benarbenar jadi abu-abu sampai ke pergelangan tangan. Aku menarik lenganku. Warna lenganku mulai memudar. "Ben-!" Aku memulai. Dia menatap kulit abu-abunya juga. Pikiranku mendesing. Aku tiba-tiba merasa pusing. "Bagaimana kita lari dari sini? Bagaimana kita bisa kembali ke dunia kita? " "Mungkin lift itu?" saran Ben. "Tak ada gunanya," Seth memperingatkan. Tapi kami mengabaikannya dan berlari melalui gang di antara meja-meja. Ke ruangan kecil di belakang kelas abu-abu yang besar itu. Ruangan kecil sempit yang menahan lift itu. "Tak ada tombol lift," teriak Mary di belakang kami. "Tak ada cara untuk memanggil lift." "Itu tak pernah berjalan," tambah Seth. "Itu belum berjalan dalam lima puluh tahun. Saat kami mendengar lift itu bergerak malam ini, kami tak bisa mempercayainya. " "Pasti ada caranya!" Seruku. Aku menggerakan tanganku dengan halus ke atas dinding di samping pintu lift. "Pasti ada tombol yang tersembunyi." Dinding itu terasa hangat dan halus. Aku memukul dengan tinjuku sampai seluruh tanganku sakit. Ben menekan tangannya di sepanjang celah antara dua pintu itu. Sambil mengerang, ia berjuang untuk membongkar pintu lift terbuka. Tidak beruntung.



"Obeng?" Panggilnya di atas bahunya. "Apa ada yang punya obeng?" "Atau mungkin pisau, tongkat, atau sesuatu?" tambahku. "Untuk membongkar pintu ini?" "Kami sudah mencobanya," Eloise mengerang dalam suara parau seraknya. "Kami telah mencoba segalanya. Segalanya!" Aku menendang keras pintu logam itu. Aku merasa begitu frustrasi, marah, dan takut-semua pada waktu yang sama. Nyeri melanda kakiku. Aku berjalan pincang mundur di dinding, terengah-engah. Lengan bajuku berwarna abu-abu. Aku menarik salah satu lengan. Warna abu-abu pada kulitku telah bergerak melewati pergelangan tanganku. "Duduklah bersama kami," panggil Mary. "Duduklah dan tunggu. Ini sebenarnya tak terlalu buruk. " "Kalian bisa terbiasa dengannya," tambah Seth pelan. "Biasa dengannya?" teriakku melengking, masih terengah-engah. "Biasa dalam sebuah dunia tanpa warna? Biasa jadi benar-benar hitam dan putih? Dan tak bisa pulang ke rumah? Atau pergi ke mana saja? " Mary menurunkan kepalanya. Yang lain menatap kembali pada Ben dan aku, wajah abu-abu mereka serius dan sedih. "Aku - aku tak akan bisa terbiasa untuk itu!" Aku tergagap. "Ben dan aku akan keluar dari sini." Aku mengangkat satu tangan dan menggosoknya dengan tangan lainnya. Kurasa kupikir mungkin aku bisa menggosok lenyap abu-abu. Kulikut terasa hangat dan lembut seperti biasa. Tak terasa ada



perbedaan. Tapi warnanya menghilang. Dan warna abu-abu itu 18 merambat naik, merayap dengan cepat. "Apa yang akan kita lakukan?" Teriak Ben. Matanya Ben jatuh ke tanah dengan gedebuk keras. Aku liar. Suaranya keluar tinggi dan melengking. mengikutinya, mendarat di kakiku di rumput yang "Jendela!" Aku berteriak, menunjuk. "Ayolah. Ke luar lembut. jendela! " Langit malam menyebar di atas kepala, hitam pekat. "Jangan!" Teriak Seth. Dia bergerak cepat untuk Tak ada bintang. Tak ada bulan. menghalangi jalan kami. "Jangan-jangan! Aku Seth dan lain-lain muncul di jendela, memperingatkanmu-" berteriak dan memberi tanda pada kami untuk "Jangan pergi ke sana!" Teriak Eddie. kembali. Tapi kami berdua pergi, berlari-lari kecil di Mengapa mereka berusaha menghentikan kami? Aku atas rerumputan yang gelap. bertanya-tanya. Mereka tak ingin kita untuk Kami menyeberangi jalan dan melihat rumah-rumah melarikan diri! Mereka ingin menahan kami di sini! rendah gelap teratur jauh di belakang di rumput abuMereka ingin kita menjadi seabu-abu mereka! abu. Tak ada lampu yang bersinar di jendela. Tak "Minggir, Seth!" teriakku. ada mobil yang datang. Tak ada seorang pun yang Ben menghindar ke salah satu jalan. Aku menghindar keluar berjalan. ke jalan lainnya. "Apakah ini Bell Valley?" tanya Ben saat kami Seth berusaha meraihku. Tapi aku meluncur jauh menyeberangi jalan lain dan terus berlari-lari kecil. darinya. "Kenapa tak terlihat akrab? " Dan menjatuhkan diri ke tepi jendela. "Ini bukan rumah-rumah yang sama di seberang Menatap keluar ke malam abu-abu, aku mendorong sekolah, "kataku. naik jendela itu. Dinginnya ketakutan membuatku berhenti berjalan. "Jauhi anak-anak itu!" Bagaimana mungkin ada kota yang sama sekali "Mereka gila! Mereka semua sudah jadi gila!" berbeda di luar di sini? Dan di mana orang-orang "Mereka akan membawa kalian ke lubang!" yang tinggal di sini? Kami mendengar jeritan mereka dan peringatan di Mengapa sepi? Rasanya seperti perangkat film? Aku belakang kami. Tapi mereka tak masuk akal bagi tiba-tiba bertanya-tanya. Bukan lingkungan yang kami. Jadi kami mengabaikan mereka. nyata sama sekali? Ben dan aku naik ke langkan jendela-dan Peringatan anak-anak itu terulang di telingaku. berhamburan keluar.... Mungkin Ben dan aku membuat kesalahan, pikirku. Mungkin kami seharusnya mendengarkan mereka. Aku berbalik kembali ke sekolah. Gumpalan kabut



datang melayang dari tanah. Sekolah bertambah Kami seperti bayangan, pikirku. Bayangan yang gelap di balik kabut abu-abu yang menyebar itu. berlari melalui bayangan. Kaget, aku menyipitkan mata keras padanya. Hentikan, Tommy! Aku memarahi diriku sendiri. "Waaah - Ben," Aku terkesiap. "Lihat sekolah itu." Jangan mulai memikirkan hal-hal yang aneh. Jagalah Dia mengamatinya juga. "Itu bukan sekolah kita!" pikiranmu lurus ke depan pada apa yang harus serunya. kaulakukan. Yaitu menemukan cara untuk lolos dari Kami menatap bangunan rendah persegi dengan tempat ini. atap datar itu. Hanya setinggi satu tingkat. Cahaya Kami berlari melewati kotak surat yang hitam, abu-abu meluap dari satu-satunya jendela yang menyeberangi jalanan kosong lainnya. Dan saat kami menghadap ke jalan. berlari, kabut itu menyapu di sekitar kita. Cahaya jatuh pada tiang bendera kecil yang kosong Kabut itu pada mulanya melayang rendah, ditanam di dekat jalan. Dan satu set ayunan menempel pada rerumputan yang gelap, keperakan kecil dalam sapuan cahaya redup abumengepul di atas jalanan. Tak ada angin. Tak ada abu. angin sama sekali. "Kita berada di dunia yang berbeda," kataku, suarakuTapi kabut itu dengan cepat mulai bertambah tinggi. gemetar dan melengking. "Kita berada di dunia yang Naik ke sekeliling kami. Menyembunyikan rumahberbeda - begitu dekat dengan kita. " rumah di belakangnya. Menyembunyikan pohon"Tapi- tapi-" Ben tergagap. pohon gundul, jalan-jalan dan jalanan masuk Gumpalan kabut mulai melayang bersama-sama, menyembunyikan semuanya di belakang tirai abumembentuk suatu gelombang dinding. Kabut itu abu tebal yang berputar-putar. bergerak cepat naik dari tanah, menyembunyikan Sambil mengerang, Ben berhenti berlari. bagian bawah bangunan dari kami sekarang. Aku berlari tepat ke arahnya. "Ayo kita terus berjalan," Aku mendesak Ben. "Hei-" teriakku terengah-engah. "Kenapa kau "Harusnya ada jalan keluar dari sini! " berhenti?" Kami mulai berlari lagi, bergerak melewati rumah"Aku tak bisa melihat apa-apa," ia tercekat. rumah dan bidang-bidang tanah yang kosong. Berlari "Kabut ..." di bawah batang-batang pohon yang gelap, Dia menurunkan tangannya di lututnya dan semuanya gundul karena musim dingin. Sepatu kami membungkuk ke depan, berusaha untuk bernapas. berderap di atas jalanan tanpa mobil atau lampu "Kita tak bisa sampai ke mana pun ?" Tanyaku pelan. jalanan. "Maksudku, kita mungkin bisa terus berlari Aku terus menatap langit, berharap untuk melihat selamanya. Dan kita tak akan pernah keluar dari bulan atau kerlipan cahaya bintang. Tapi aku tempat ini. " menatap langit-langit yang hitam pekat. "Mungkin kita harus menunggu sampai pagi," saran



Ben, masih membungkuk. "Lalu kabut mungkin akan Kabut berputar-putar tebal, membungkus kami erathilang dan kita bisa melihat ke mana kita akan pergi. erat. Aku menarik lengannya. "Ayolah. Kita akan " menemukan tempat untuk menunggu sampai pagi. "Mungkin ..." kataku ragu. Itu lebih baik daripada berdiri di sini sepanjang Aku menggigil. Aku bertanya-tanya berapa banyak malam." diriku yang berubah jadi abu-abu. Apa aku masih ada "Kurasa demikian..." dia setuju. warna yang tersisa? Kami berbalik dan mulai berjalan menaiki suatu Aku menarik bajuku dan berusaha untuk melihat. halaman depan yang miring. Kami harus bergerak Tapi terlalu gelap. Semuanya tampak hitam dan abu- perlahan karena kami hampir tak bisa melihat. abu. Aku tak tahu. Kami berjalan enam atau tujuh langkah dan "Apa yang kau ingin lakukan?" Tanyaku Ben. kemudian aku menjerit saat seseorang "Kembali ke sekolah? " menjatuhkanku ke tanah. Kabut menyapu di sekitar kita. Begitu tebal, aku hampir tak bisa melihatnya. "Aku - aku tak berpikir kita bisa menemukan sekolah dalam kabut ini," katanya terbata-bata. Aku bisa mendengar suara ketakutannya. Aku berbalik. 19 Dia benar. Aku tak bisa melihat jalanan atau pepohonan di sisi lain kabut tebal itu. "Ohhhhhh!" Erangan ketakutan keluar dari "Mungkin kita bisa menelusuri langkah kita," usulku. tenggorokanku. "Jika kita terus ke arah itu-" aku menunjuk. Aku berguling telentang. Tapi di kabut tebal yang berputar-putar, aku tak Seekor kucing hitam jatuh di sampingku. yakin itu arah yang benar. Seekor kucing? "Ini bodoh," gumam Ben. "Kita seharusnya Kucing itu melompat ke bahuku dari dahan pohon. mendengarkan anak-anak itu. Mereka mencoba Kucing itu menatapku dengan mata abu-abunya. untuk membantu kita, dan-" Bulu hitamnya berdiri. Ekornya berdiri tegak. Lalu "Sudah terlambat untuk berpikir tentang itu," kataku pergi, menghilang ke dalam kabut. tajam. "Aku punya ide. Ayo kita coba untuk Aku berdiri dengan gemetar. menemukan jalan kita, menembus kabut ke salah "Tommy, apa yang terjadi?" tuntut Ben. satu rumah dan bermalam di sana. " "Apa kau tak melihat kucing itu?" Seruku. "Ia "Maksudmu mendobrak masuk?" tuntut Ben. melompat turun padaku. Menjatuhkanku ke tanah. "Rumah-rumah itu tampaknya kosong," jawabku. Kupikir ... kupikir ... " Kata-kata tersangkut di



tenggorokanku. "Apa kau baik-baik saja? Aku tak bisa melihatnya, "jawab Ben. "Kabut ini begitu tebal. Tiba-tiba, kau menjerit. Kau membuatku ketakutan setengah mati! " Aku menggosok bagian belakang leherku. Mengapa kucing itu melompat padaku seperti itu? Aku bertanya-tanya. Mungkin ia kesepian, aku memutuskan. Dengan tak ada orang lain di sekitarnya. Dan saat aku berpikir demikian, aku mendengar suara seorang gadis. "Di atas sini!" Serunya. Dan lalu seorang anak laki-laki, yang sangat dekat, berteriak: "Jangan biarkan mereka pergi! Tangkap mereka! "



Dan kemudian, beberapa sosok muncul dalam kabut berputar-putar. Sosok-sosok abu-abu dengan bayangan. Berlari ke arah kami dan lalu berhenti persis cukup dekat untuk melihat melalui tirai abu-abu. Wajah-wajah menatap yang terkejut. Lengan-lengan mereka terulur. Badan-badan tegang. Rambut yang ribut di kabut yang berputar-putar. Aku mundur ke arah Ben. Kami berdiri mundur ke belakang, ternganga pada mereka saat mereka membentuk lingkaran ketat di sekeliling kami. "Mereka anak-anak!" Seru Ben. "Anak-anak lagi!" Apakah mereka itu sisa anak dari kelas yang hilang? Aku bertanya-tanya. "Hei-" Aku memanggil mereka. "Apa yang kalian lakukan di luar di sini? " Mereka menatap kembali pada kami dalam keheningan. Kabut mengepul dan bergeser. Aku melihat gadis 20 pendek berambut hitam berbisik pada seorang anak besar dalam jaket hitam yang tampaknya model Ben dan aku memicingkan mata ke dalam kabut. kuno. Dan kemudian kabut menutupi mereka lagi, Kami mendengar suara melengking. Dan kemudian dan mereka tampaknya lenyap di depan mataku. suara langkah kaki di atas rerumputan. Tapi kami tak Anak-anak lain muncul dan menghilang. Di sana bisa melihat siapa pun. pasti ada sekitar dua puluh orang. Kami tak tahu harus lari ke arah mana. Mereka berbicara pelan satu sama lain, memandang "Ke arah sini! Di atas sini!" ulang gadis itu terengah- pada kami, menjaga dalam lingkaran yang rapat. engah pada temannya. "Apa yang kalian lakukan di sini?" Ulangku, mencoba "Hentikan mereka!" gadis lain menimpali. tak terdengar takut seperti yang kurasakan. Ben dan aku berbalik. "Temanku dan aku - kami tersesat. Bisakah kalian "Siapa itu?" Aku mencoba untuk berteriak. Tapi membantu kami? " suaraku yang keluar lemah dan ketakutan. "Siapa "Kalian masih punya warna," gumam seorang gadis. itu?" "Warna. Warna. Warna " Kata diulang-ulang di antara



lingkaran anak-anak abu-abu itu. "Tolong - hentikan!" Ben dan aku sama-sama "Mereka pasti anak-anak lain dari kelas itu," bisik memohon. "Mengapa kalian melakukan itu? Apa Ben. "Anak-anak yang Seth dan yang lainnya kalian mencoba untuk menakut-nakuti kami? " memperingatkan pada kita. " "Berubah, berubah." Sosok-sosok gelap itu menari Peringatan Seth terlintas kembali dalam pikiranku: bergerak masuk dan keluar dari kabut yang Mereka gila. Mereka semua jadi gila. berputar-putar. "Kami tersesat!" Teriakku. "Bisakah kalian membantuKabut terangkat sejenak, dan aku melihat bahwa kami?" mereka berpegangan tangan saat mereka menari. Mereka tak menjawab. Mereka berbisik-bisik dengan Berpegangan tangan erat. Menjaga lingkaran itu bersemangat di antara mereka sendiri. tertutup. "Berubah, berubah," seorang anak laki-laki berkata Menjaga Ben dan aku di dalamnya. dengan tiba-tiba. Begitu keras, aku melompat "Berubah, berubah," mereka bernyanyi. Satu mundur. langkah, lalu satu tendangan. "Apa katamu?" tuntutku. "Bisakah kalian membantu "Berubah, berubah." kami? " "Apa yang mereka lakukan?" bisik Ben padaku. "Berubah, berubah," ulang seorang gadis. "Apakah ini permainan atau semacamnya? " "Kami tak seharusnya berada di sini!" Teriak Ben. Aku menelan ludah. "Aku tak berpikir begitu," "Kami sedang berusaha untuk pergi dari sini. Tapi jawabku. kami benar-benar tersesat. " Kabut itu bergeser lagi. Turun di atas rerumputan "Berubah, berubah," beberapa suara bergumam. lalu mengepul pergi. "Tolong - jawab kami!" Pintaku. "Bisakah kalian Aku melirik ke wajah-wajah bernyanyi itu saat membantu kami? " mereka bergerak di lingkaran. Dan kemudian mereka semua menyanyi, "Berubah, Ekspresi wajah mereka keras. berubah." Mata mereka dingin. Dan mereka mulai menari. Dingin, wajah tak bersahabat. Menjaga lingkaran ketat itu, mereka bergerak ke "Berubah, berubah. Berubah, berubah." kanan dengan irama yang cepat. Mereka "Hentikan!" teriakku. "Yang benar saja! Apa yang mengangkat satu kaki tinggi, dan melangkah ke kalian lakukan? Tolong - seseorang jelaskanlah! " kanan. Menurunkan kaki dan memberikan sedikit "Berubah, berubah." Nyanyian itu berlanjut. tendangan. Lalu langkah tinggi lainnya ke kanan. Lingkaran anak-anak itu bergerak ke kanan. Mereka Semacam tarian aneh. menatap Ben dan aku, seolah menantang kita "Berubah, berubah," teriak mereka. "Berubah, seakan-akan menantang kami untuk menghentikan berubah." mereka.



"Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu. Mereka meneruskan tarian melingkar mereka, Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu!" mengabaikan teriakannya. Lingkaran berputar di sekeliling kami. Anak-anak itu Aku berbalik ke arahnya, bersandar dekat sehingga menari berirama dalam kabut yang mengepul. Irama dia bisa mendengarku. tetap yang menakutkan. "Kita harus lari dari sini," kataku. "Mereka gila. Begitu dingin ... begitu mengancam. Mereka akan menahan kita di sini. Sampai kita Begitu gila! benar-benar abu-abu seperti mereka. " "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu. Ben mengangguk serius, matanya pada lingkaran Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu." anak-anak itu. Dan tiba-tiba, menyaksikan tarian menakutkan itu, Dia menangkupkan tangannya di sekitar mulutnya mendengarkan nyanyian mereka yang seperti mesin, untuk menjawabku. Dan aku tersentak. Tangannya aku tahu. Aku tahu apa yang mereka lakukan. Itu benar-benar abu-abu. semacam ritual aneh. Mereka sedang mengawasi Aku mengangkat kedua tanganku ke wajahku. Abukami, menahan kami di sini. abu. Abu-abu padat. Sampai sejauh mana warna Menahan kami di sini sampai kami berwarna abu-abu abu-abu berjalan? Berapa banyak waktu yang Ben seperti mereka. dan aku miliki? "Kita harus menjauh dari mereka," kataku. 21 "Ayolah, Ben. Pada hitungan ketiga. Kau lari ke arah sini. Dan aku akan lari ke arah sana. "Aku memberi "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu." isyarat pada dua arah yang berbeda. Saat anak-anak bergerak dalam lingkaran rapat, "Jika kita membuat mereka terkejut, mungkin kita nyanyian pelan, aku mempelajari wajah-wajah bisa menerobos, "kataku. mereka. Begitu keras ... begitu dingin. "Lalu apa?" jawab Ben. Mereka mencoba menakut-nakuti kami. Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu. Aku tak tahu Aku menghitung sembilan anak perempuan dan jawabannya. "Ayo kita menjauh dari mereka!" sepuluh anak laki-laki. Semua berpakaian pakaian Teriakku. "Aku tak dapat berdiri lebih lama lagi untuk kuno. Sepatu besar yang berat. Dan tiba-tiba aku nyanyian bodoh itu! " berharap ini semua film lama. Semuanya hanya film Ben mengangguk. Dia menghela napas dalamdan tidak benar-benar terjadi pada Ben dan aku. dalam. "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu." "Satu ..." Aku menghitung. "Mengapa kalian melakukan ini?" Teriak Ben di atas "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu." nyanyian mengerikan mereka. "Kenapa kalian tak Anak-anak yang menyanyi telah memperketat mau berbicara dengan kami?" lingkiran mereka. Mereka hampir-hampir



bergandengan tangan. Apa mereka membaca pikiran kami? "Dua ..." Aku menghitung. Aku menegangkan otot kakiku. Bersiap-siap untuk lari. Tirai kabut itu telah terangkat. Gumpalan kabut menempel tanah. Tapi aku bisa melihat rumahrumah gelap di luar lingkaran anak-anak itu. Jika kami bisa menembus rantai lengan mereka, mungkin kami bisa bersembunyi di salah satu rumah itu, pikirku. "Semoga berhasil," gumam Ben. "Tiga!" teriakku. Kami menurunkan kepala kami dan mulai berlari.



"Pergi! Lepaskan aku! "Teriak Ben. Seorang anak laki-laki dan perempuan menyambarku dengan kasar. Mereka memutar-mutarku berkeliling. Dan mendorongku dengan keras ke arah Ben. "Ayo kita pergi!" Teriakku. "Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalian menahan kami di sini? " Mereka menarik Ben berdiri. Dan mendorong kami bersama-sama. Mereka berkelompok di sekitar kami dengan cepat, tubuh-tubuh tegang, siap untuk menangkap kami jika kami mencoba lari lagi. "Kami tak akan pergi ke mana pun," aku menghela napas. "Bisakah seseorang menjelaskan apa yang terjadi di sini. " "Berubah, berubah," kata seorang gadis berkepang panjang abu-abu dalam sebuah suara parau. "Aku sudah mendengar itu! "teriakku marah. 22 "Berubahlah ke abu-abu," gadis itu menambahkan. "Kami menunggu kalian berubah." Aku berlari sekitar empat langkah dan tergelincir "Kenapa?" tuntutku. "Katakan saja mengapa." pada rerumputan yang basah. "Tak ada warna di bulan," jawabnya. "Tak ada warna "Auw!" Aku menjerit saat rasa sakit naik ke kaki di bintang-bintang. " kananku. Apakah ototku keseleo? "Tak ada warna dalam mimpiku," seorang anak lakiNyanyian itu berhenti. Anak-anak abu-abu itu laki menambahkan sedih. berteriak terkejut. "Tolong-masuk akallah!" Ben memohon. "Aku - aku Kakiku berdenyut-denyut dengan rasa sakit. Aku tak mengerti! " harus berhenti. Aku membungkuk untuk menggosok Aku mengusap kakiku yang sakit. Rasa sakit itu otot kaki. memudar, tetapi ototnya masih sakit. Mengangkat tatapanku, aku melihat Ben melesat "Tolong bantu kami kembali ke sekolah," aku menuju lingkaran. "Aaaiiiii!" Dia menjerit liar saat ia memohon. berlari. "Kami meninggalkan sekolah!" Teriak seorang anak Dua anak laki-laki menangkapnya: satu tinggi, satu laki-laki. "Tak ada warna di sekolah. " pendek. Ben jatuh ke rumput, dan mereka jatuh di "Tak ada warna di mana pun," teriak seorang gadis. atasnya. "Kami akan tak akan pernah kembali ke sekolah. "



"Tak ada sekolah! Tak ada sekolah! Tak ada sekolah." Beberapa anak-anak bernyanyi. "Lubang? Lubang macam apa?" teriakku. "Tapi kami harus kembali ke sana!" Aku bersikeras. Tak ada yang menjawab. "Tak ada sekolah! Tak ada sekolah! Tak ada sekolah! Kami berhenti di atas bukit. Mereka terus " Mereka bernyanyi lagi. mencengkeram erat Ben dan aku. Di atas bahu Ben, "Tak ada gunanya," bisik Ben di telingaku. "Mereka aku melihat empat anak mendekat. Saat mereka benar-benar kacau! Mereka tak masuk akal sama mendekat, aku melihat bahwa mereka membawa sekali. " empat ember besar. Aku merasa merinding. Udara berubah jadi dingin. Mereka mengatur ember turun dalam satu barisan. Gelombang ngeri melandaku. Aku berjuang untuk Mereka mendorong Ben dan aku ke arah embermelawan kembali. ember itu. Anak-anak itu meraih Ben dan aku. Mereka Uap mengalir naik dari cairan gelap yang mendorong kami dengan kasar melewati rumput. menggelegak di dalamnya. Aroma asam yang tajam Mereka menahan kami secara ketat dengan bahu bangkit dari uap itu. dan memaksa kami maju. Seorang gadis membawa tumpukan cangkir logam di "Kami mau dibawa ke mana?" teriakku. tangannya. Ia menyerahkan cangkir untuk seorang Mereka tak menjawab. anak laki-laki. Anak itu mencelupkannya ke dalam Ben dan aku berjuang untuk membebaskan diri. Tapi cairan hitam kental itu. Hal itu membuat suara mereka terlalu banyak. Dan mereka terlalu kuat. mendesis saat cangkir itu dicelupkan ke dalam Mereka mendorong kami atas bukit gelap. Gumpalan cairan. kabut berputar-putar di atas kaki kami saat kami "Ohhh!" Aku tersentak saat anak itu mengangkat naik. Rerumputan yang tinggi (terasa) basah dan cangkir mengepul itu ke bibirnya, memiringkan licin. kepalanya ke belakang, dan menuangkan cairan "Kita mau kemana?" Teriakku. "Beritahu kami! menjijikkan ke tenggorokannya. Kemana kalian akan membawa kami? " "Tak ada warna di cangkir!" Teriak anak laki-laki itu. "Lubang hitam!" Seru seorang gadis. Dia "Minum kegelapan itu!" Teriak seorang gadis. menekankan mulutnya dekat telingaku saat kami "Minum! Minum! Minum! "Anak-anak itu bersorak berjalan. "Maukah kalian melompat, atau haruskah dan bertepuk tangan. kami mendorong kalian? " Mereka berbaris penuh semangat. Dan saat Ben dan aku menatap ngeri, mereka masing-masing mencelupkan cangkir ke dalam kotoran hitam bau itu - dan lalu meminumnya. 23 "Tak warna di minuman! Tak warna di cangkir! "



"Minum! Minum kegelapan itu! " Aku menatap ke bawah ke sisi lain. Dan melihat Aku mencoba sekali lagi untuk membebaskan diri. jurang yang curam. Dan turun di bawah, di bagian Tapi tiga anak laki-laki memelukku sekarang. Aku tak dasar... bisa bergerak. Terlalu gelap. Anak-anak bersorak dan tertawa. Seorang anak laki- Aku tak bisa melihat apa-apa. Tapi aku bisa laki minum secangkir cairan hitam bau itu mendengar gelegak yang keras. Aku bisa melihat seluruhnya dan lalu memuntahkan ke udara. uap tebal melayang, gelombang Sorak-sorai keras. demi gelombang. Dan aku bisa mencium bau asam Seorang gadis meludah keras dan menyemprotkan yang tajam yang begitu kuat, aku mulai tercekik. kotoran hitam ke wajah gadis di sampingnya. "Lubang Hitam!" Teriak seseorang. "Ke Lubang Seorang anak laki-laki menyemprotkan cairan hitam Hitam!" itu naik seperti air mancur. Banyak anak-anak yang bersorak. "Kita menutupi diri dalam kegelapan!" Seorang anak Ben dan aku didorong ke tepi jurang. laki-laki berteriak dengan suara berat. "Kita "Lompat! Lompat! Lompat! "Beberapa anak mulai menutupi diri karena tak ada warna di bulan! Tak bernyanyi. ada yang warna di bintang-bintang! Tak ada warna di "Lompat ke Lubang Hitam!" atas bumi!" "Tapi - kenapa?" Jeritku. "Mengapa kalian melakukan Seorang gadis meludahkan kotoran hitam itu di atas ini?" rambut anak yang pendek berkacamata. Cairan "Menutupi diri kalian dalam kegelapan!" jerit seorang hitam itu perlahan-perlahan menggelinding turun di gadis. "Menutupi diri kalian seperti kami!" dahinya dan di atas kacamatanya. Dia membungkuk Anak-anak tertawa dan bersorak. untuk mengisi cangkirnya, minum, dan meludahkan Ben berpaling padaku, wajahnya tegang ketakutan. segumpal cairan itu di bagian depan mantel gadis "Itu - itu panas mendidih di sana, "katanya terbataitu. bata, menatap lubang menggelegak di bawah. "Dan Tertawa-tawa dan bersorak sorai, berteriak-teriak baunya seperti binatang mati! " sekuatnya, mereka saling semprot satu sama lain. "Lompat! Lompat! Lompat! "anak-anak itu mulai Meludah dan disemprot kotoran hitam panas sampai bernyanyi. mereka semua basah kuyup, semuanya menetes, Mataku menyapu mereka. Tertawa. Bersorak sorai. tertutupi dalam kegelapan berminyak. Kotoran hitam itu mengalir di wajah mereka, "Tak ada warna di cangkir! Tak ada warna dalam menuruni pakaian mereka. Anak-anak menyentakkan minuman! " kepala ke belakang dan memuntahkan gumpalan Dan kemudian tangan-tangan itu mencengkeramku cairan hitam ke udara. dengan erat. Ben dan aku ditarik ke atas bukit. "Lompat! Lompat! Lompat! "



Tiba-tiba, nyanyian dan tawa berhenti. Aku tuntutnya. mendengar jeritan-jeritan. "Bersiaplah," ulangku. "Bersiap-siaplah untuk Tangan-tangan yang kuat menyambar sekitar begerak." pinggangku dari belakang. Dan mendorongku keras ke dalam lubang mengepul itu.... 24 25 Tidak. Aku tidak jatuh. Aku tak pergi ke tepian. "Oke!" Teriakku. Tangan-tangan itu memegangku. Memutar tubuhku. Aku mengangkat korek api. Menjentikkannya satu Aku memicingkan mata ke wajah yang akrab. Seth! kali. Dua kali. "Lari!" Teriaknya. "Kami datang untuk Suatu api kuning terangkat. menyelamatkan kalian!" "Ohh!" Teriak seorang gadis. Aku berbalik dan melihat Maria dan Eloise memandu Beberapa anak yang lain berteriak-teriak. Beberapa Ben menuruni bukit. dari mereka melindungi matanya atau berbalik "Ayo kita pergi!" Seru Seth. menjauhi api. Kami mulai berlari. Tapi kami tak pergi jauh. "Terlalu terang!" Seorang gadis menjerit. Anak-anak yang lain pada awalnya kaget. Tapi "Mataku! Itu menyakiti mataku! " mereka cepat mengatasi keterkejutan mereka. Dan "Ambil itu! Ambil itu! " Seorang anak laki-laki membentuk lingkaran ketat di sekeliling kami. meratap. "Mereka menjebak kita!" Teriakku. "Bagaimana kita Tapi aku belum selesai. dapat menerobosnya? " Aku menurunkan api ke tumpukan daun pada kaki Kami berhenti dan menatap mereka saat mereka kami. Dedaunan dengan segera ketularan, dengan mulai mengelilingi kami, bergerak diam-diam, wajah suara keras WUUUUSH. Api oranye terang menderumereka tercoreng moreng cairan hitam, baju mereka deru. basah kuyup dan kotor. "Tidaaaak!" Anak-anak itu menutup mata mereka "Kupikir kita bisa berlari lebih cepat dari mereka," dan berteriak kesakitan. Seth memulai."Tapi-" "Ayo kita pergi!" Aku berteriak pada Ben dan yang Aku menurunkan pandangan ke tumpukan dedaunan lain. Tapi aku tak perlu mengatakannya. Mereka mati di tanah. Dan satu ide melintas dalam pikiranku.sudah berlari di atas rerumputan yang gelap. Aku Aku mendorong tanganku ke saku celana khaki-ku. menunduk dan berlari setelah mereka. Aku "Bersiaplah," aku memperingatkan yang lain. mendengar anak-anak menjerit dan menangis di Ben berpaling padaku. "Bersiap untuk apa?" belakang kami.



"Aku tak bisa melihat! Aku tak bisa melihat!" Aku mendengar teriakan. Dari dekat. Suara "Seseorang - lakukanlah sesuatu!" bersemangat. "Padamkan api!" "Mereka datang kembali!" Teriakku. Aku menengok ke belakang. Tumpukan daun "Kita sebaiknya cepat-cepat," kata Seth. "Ikuti kami." terbakar mengirimkan dinding cahaya merah-oranye Dia dan dua gadis berbalik dan mulai berlari ke arah yang bergerak cepat. Begitu terang di langit malam jalan. Ben dan aku mengikuti, menjaga dalam yang hitam. bayangan yang tinggi dari pagar-pagar tanaman Menutupi mata-mata mereka, anak-anak itu berebut tinggi yang berjajar di halaman. pergi, berlari ke segala arah. Tak ada seorang pun Aku mendengar teriakan lagi, dari dekat di belakang yang mengejar kami. kami. Berlari keras melalui malam yang berkabut, Seth dan "Kalian mau membawa kami ke mana?" Tanya Ben kedua gadis itu membawa kami menjauh dari bukit. dalam bisikan terengah-engah. "Kami mencoba untuk "Kembali ke sekolah," jawab Seth. memperingatkan kalian tentang orang lain," kata "Untuk membantu kami keluar dari tempat ini?" Mary terengah-engah. "Tapi kalian lari. Kalian tak Teriakku. "Untuk membantu kami kembali ke dunia mau mendengarkan. " kami? " "Mereka telah kehilangan pikiran mereka," tambah "Tidak," jawab Seth tanpa memperlambat Seth sedih. "Mereka tak bisa berpikir jernih lagi." langkahnya. "Kami bilang, Tommy. Kami tak dapat "Mereka seperti semacam geng liar sekarang," Eloise membantu kalian kembali. Tapi kalian akan aman menambahkan. "Mereka punya hukum mereka dalam sekolah bersama kami. " sendiri. Tradisi mereka yang aneh. Mereka menutupi "Lebih aman," tambah Maria. diri mereka dengan kotoran hitam setiap malam. Itu - Berlari sekerasnya, Ben dan aku mengikuti mereka itu benar-benar mengerikan. " melalui halaman-halaman gelap dan di atas jalan"Itulah sebabnya kami berlima tinggal di sekolah," jalan yang kosong. Pohon-pohon gundul berkeretak Eloise menjelaskan. "Kami juga takut pada mereka." dan mengerang di atas kepala. Satu-satunya suara "Mereka melakukan hal-hal gila yang mengerikan," lainnya adalah debuman tetap sepatu kami saat kata Mary. "Mereka sudah kehilangan semua kami berlari. harapan. Mereka tak peduli apa yang mereka Aku tak mendengar suara anak-anak lain. Tapi aku lakukan. " tahu mereka pasti berada dekat. Masih mencari-cari Aku menggigil. Bulan abu-abu itu telah menghilang kami. dibalik awan lagi, dan udara menjadi dingin. Ketiga Aku menarik napas lega ketika bangunan sekolah anak abu-abu itu tampak memudar bersama dengan kecil mulai terlihat. Ben dan aku bergegas masuk. cahaya bulan. Kami mengikuti Seth dan dua gadis kembali ke



ruangan kelas yang besar itu. Mona dan Eddie Aku menunjuk ke cermin. menunggu kami di sana. Telingaku abu-abu. Dan warna abu-abu itu telah Aku duduk di meja dan berusaha untuk bernapas. menyebar di bibir dan daguku. Tapi pipiku warnanya Ketika aku mendongak, aku menemukan kelima anak masih bertahan. Pipi dan hidungku. itu semuanya menatap dengan mata terbelalak pada Wajah Ben sama. "Cuma itu saja yang tersisa," Ben dan aku. desahnya. "Bagian depan wajahku." "Apa yang salah?" tuntutku. "Maaf," kata Mary, melangkah di belakang kami. Mereka cukup lama tak menjawab. Kemudian, "Kami benar-benar minta maaf. Dalam beberapa akhirnya, Eloise berkata, "Kalian sebaiknya menit, kalian akan jadi abu-abu memeriksa diri kalian sendiri di cermin. "Dia seperti kami. " menunjuk ke cermin tinggi di dekat ruangan kecil lift. "Tidak-" aku bersikeras, berputar menjauh dari Ben dan aku membuat bergegas ke cermin. cermin. "Pasti ada jalannya. Belum adakah yang Jantungku berdebar-debar saat aku melangkah di melarikan diri? " depannya. Perasaan berat ketakutan melandaku. Jawaban Seth mengagetkanku. Aku tahu apa yang akan kulihat. "Ya," katanya pelan. "Seorang gadis lolos dari Dunia Tapi aku berdoa aku salah. Abu-abu. Baru beberapa minggu yang lalu. " Aku menarik napas dalam-dalam dan menatap ke "Setelah lima puluh tahun, salah satu dari kami cermin. berhasil kembali ke dunia, " desah Mona. 26 "Bagaimana?" teriakku dan Ben bersamaan. "Bagaimana dia melakukannya?" tuntutku. "Tidaaaak." Ben membuka mulutnya dalam erangan Mereka semua menggelengkan kepala. sedih. "Kami tak tahu," Eloise menjawab dengan sedih. "Dia Kami menatap dua sosok abu-abu. menghilang begitu saja. Kami menunggunya Celana khaki-ku, bajuku. Sekarang abu-abu. kembali untuk kami. " Rambutku. Mataku. "Ketika lift terbuka malam itu, kami pikir itu adalah Semuanya dari diriku. Semuanya dalam nuansa abu- dia, "kata Eddie. "Kami pikir dia datang kembali abu. untuk menyelamatkan kami. " "Kita hampir jadi salah satu dari mereka," gumam Greta. Ben. Dia mengerang lagi. "Apa warna sekolah di sini? Wajahnya melintas dalam pikiranku. Abu-abu dan abu-abu? "Dia mencoba tertawa. Tapi Tentu saja! Greta, bahwa gadis aneh dengan mata aku melihat seluruh tubuhnya gemetar. abu-abunya, rambut pirang-putihnya, pakaian serba "Tidak - tunggu!" Teriakku. "Ben, lihat. Kita masih hitam. punya sedikit waktu! " Greta melarikan diri dari Dunia Abu-abu. Greta



sedang kembali ke dunia warna. Tak heran dia begitu abu-abu. ingin merampas lipstik cerah Thalia! Tapi api ... Greta ... Tiba-tiba, aku punya ide. Mengapa dia tak kembali untuk menyelamatkan Aku berdiri dan berbalik ke orang lain. Aku teman-temannya? mengangkat korek api itu. "Bagaimana kalau ..." Aku Bagaimana caranya lolos? memulai, berpikir keras. Gembira dengan harapan Mataku ke lift di belakang ruangan. sekilasku. Terbukalah! Aku memerintahkan diam-diam. "Bagaimana jika aku menerangi ruangan dengan Terbukalah-sekarang! Tolong terbukalah. cahaya kuning dari dunia lain? Apa kalian pikir warna Tapi, tentu saja, pintu abu-abu tetap tertutup. lampu kuning itu akan membasuh warna abu-abu Aku mendorong tanganku ke saku celana khaki-ku. itu? " Berpikir keras, mencoba untuk melawan "Kau sudah mencobanya - diluar," Ben kepanikanku, aku mulai berjalan ke depan ruangan. mengingatkanku. Ben merosot ke kursi, sambil menggeleng sedih. "Ini "Tapi itu di luar," jawabku. "Bagaimana jika aku tak mungkin terjadi," gumamnya. Dia meninju bagian menyalakannya di dekat dinding? Apakah kalian pikir atas meja dengan marah. "Ini tak mungkin terjadi!" warna yang cerah akan membuat dinding abu-abu "Berpikirlah, Tommy. Berpikirlah." Aku memudar sehingga kita dapat melarikan diri ke sisi memerintahkan diriku keras-keras. "Pasti ada cara lain, sisi warna? " untuk menghentikan warna abu-abu ini. Pasti ada Mereka menatap ke arahku, mata mereka terpaku menjadi cara untuk mengembalikan warna-warna itu. pada korek api di tanganku. Berpikirlah! " Aku tak menunggu jawaban mereka. Pikiranku berpacu. Aku terlalu takut untuk berpikir "Aku akan mencobanya," aku mengumumkan. jernih. Setiap otot di tubuhku menegang. Aku mengangkat tinggi-tinggi korek api plastik itu. Berpikir keras, aku menarik keluar korek api plastik Mata mereka mengikuti korek api itu saat aku itu dari saku. Dengan gugup, aku memutar-mutarnya mengangkat tinggi-tinggi. di antara jari-jariku. "Semoga berhasil," bisik Ben. "Semoga berhasil Melemparkannya dari tangan ke tangan. untuk kita semua. " Berpikirlah! Berpikirlah. Aku menjentikkan korek api itu. Aku meleset menangkap korek api. Korek itu jatuh Menjentikkan lagi. dari tanganku dan terjatuh ke lantai. Menjetikkan korek itu. Aku menatapnya saat aku membungkuk untuk Menjentikkan dengan keras. mengambilnya. Korek api itu tadinya bermerah Korek itu tak mau menyala. terang. Tapi sekarang plastik itu telah memudar jadi



Ben mengangguk sambil menelan ludah. Aku terkesiap. "Ben- wajahmu! pipimu! " 27 "Abu-abu?" Tanyanya pelan. Aku mengangguk. "Hanya hidungmu yang tersisa," Aku membanting korek itu ke atas meja. kataku. "Hidungmu satu-satunya yang berwarna." "Korek ini habis!" Keluhku. "Aku telah "Kau juga," lapornya. menggunakannya. Gasnya habis. " Kelima anak abu-abu itu berdiri diam di seberang "Tidak-" teriak Ben. "Coba lagi, Tommy. Tolonglah - ruangan. Seth menggeleng sedih. tolong coba sekali lagi. " Apa yang bisa mereka katakan? Aku mengerang dan mengambil korek itu. Tanganku Ini telah terjadi pada mereka. Mereka telah tinggal gemetar. Tenggorokanku tiba-tiba terasa begitu selama lima puluh tahun di dunia hitam-putih. kering. Dan sekarang Ben dan aku ditakdirkan untuk Sepertinya ide yang bagus. Kalau saja aku bisa menjadi bagian dari dunia suram yang dingin ini. mendapatkan apinya. Aku mengusap hidungku. Berapa lama waktunya ia "Ini dia," gumamku, mengangkat lagi korek api itu. tetap berwarna? Aku bertanya-tanya. "Percobaan sekali lagi." Berapa lama sampai aku menjadi salah satu dari Telapak tanganku licin dari keringat, aku hampir mereka? menjatuhkan korek api itu lagi. Aku mempererat Mataku mengembara ke lift. Kalau saja Ben peganganku padanya. Menaikkan jempolku. dan aku mengambil tangga ke ruang seni. Kalau saja Menjentikkan korek itu. ... Menjentikkannya lagi, lebih keras. Terlambat untuk berpikir tentang itu sekarang. Dan api pun naik. Aku menatap tajam pada pintu lift. Sekali lagi, Aku "Yaaaa!" Teriak Ben. diam-diam memerintahkannya untuk membuka. Tapi teriakan bahagia itu memudar dengan cepat. Aku menjerit kaget ketika aku mendengar gemuruh Api yang keluar dari korek itu berwarna abu-abu. suara keras. Semua orang mengerang. Semua orang melompat. Waspada. Mendengarkan. Aku menatap api abu-abu itu, menari di atas Suara gemuruh jadi raungan. korek abu-abu. Menahan erat kepalan tangan abu"Apa yang terjadi?"Teriak Ben. abuku. "Lift!" Eloise terkesiap, menunjuk. "Tak ada gunanya," Aku tercekik. Kami semua bergegas melintasi ruangan. Kami Aku mematikan api dan mendorong korek api hanya beberapa meter jauhnya ketika pintu lift itu kembali ke dalam sakuku. Aku berbalik untuk Ben. bergeser terbuka. "Maaf," gumamku muram. "Aku sudah mencoba." Kita semua melangkah untuk melihat siapa yang ada



di dalamnya. "Greta!" Teriakku.



Aku berbalik untuk menghadapi Thalia. Dia tersentak dan mengangkat tangan ke bibirnya. "Oh - Aku sangat menyesal! " Serunya. Mata birunya terbelalak. "Aku - aku sangat senang melihat teman-temanku, aku lupa!" 28 "Tapi - tapi - " aku tergagap. Gemetar, aku merosot ke dinding. Satu-satunya Bukan. Bukan Greta. kesempatan kami untuk melarikan diri. Terlambat ... Mengejutkanku, Thalia berdiri di pintu lift itu. terlambat ... Dia mengintip tegang. Rambut pirangnya berkilauan Kelima anak abu-abu mengelilingi Thalia, dalam lampu lift. Gaun birunya bersinar cerah. memeluknya, tertawa, menanyainya ribuan Warna itu hampir menyakiti mataku. pertanyaan. Senyum berbibir merah menyebar di wajahnya. "Aku "Kami sangat merindukanmu!" Teriak Eloise. "Kami menemukan kalian! Aku menemukan kalian! menunggumu kembali dan menyelamatkan kita. " "Serunya dengan senang. "Aku rindu kalian juga," kata Thalia mereka. "Aku Dia berlari keluar dari lift. Dengan teriakan mencoba untuk datang kembali. Tapi aku tak bisa menangis, dia mengulurkan tangan pada Mary dan menemukan jalan. Aku tak tahu bagaimana untuk memeluknya erat-erat. Lalu ia memeluk Eloise dan kembali ke sini - sampai malam ini. " Seth, Mona dan Eddie Dia berpaling kepada Ben dan aku. "Aku lolos Teriakan senang terdengar dari semua orang. beberapa minggu lalu, " jelasnya. "Tepat sebelum "Thalia - kau kembali!" sekolah dimulai. Aku pergi ke duniamu, dunia nyata. "Apa kau baik-baik saja?" Tapi aku harus menyamar. " "Kami sudah menunggumu!" "Maksudmu-" Aku mulai. "Waa - tunggu - Liftnya!" Teriakku. "Jangan biarkan "Tata rias," lanjut Thalia. "Tata rias dan lipstik. Aku pergi! " harus selalu membubuhkan benda-benda itu setiap Aku menukik dengan panik. waktu. Untuk menutupi kulit abu-abuku. Aku-" Terlambat. "Tapi matamu-" selaku. "Matamu biru." Pintu-pintu itu bergeser menutup. "Lensa kontak," jelasnya. Dia mendesah panjang. "Itu Aku menabraknya dan terpantul. sangat sulit, begitu banyak pekerjaan. Aku harus "Tidaaaak!" Aku mengeluarkan ratapan panik yang sangat berhati-hati. Aku harus mengunakan lapisan panjang. "Tidaaak! Liftnya! Liftnya! " demi lapisan riasan dan lipstik. Aku tak dapat Aku menggedor pintu itu dengan kedua tangannya. membiarkan ada yang tahu.



"Anak-anak mengolok-olokku," desah Thalia. "Tapi ituAku memohon. "Apakah kau tak akan membantu itu bukan bagian terburuk. Aku ingin tinggal di dunia kami pulang?" berwarna dan cerah. Tapi aku palsu. Orang palsu, Thalia menggeleng sedih. "Maafkan aku, temantertutup riasan. Aku tak semestinya lama sana. Aku teman." semestinya berada di sini di Dunia Abu-abu. " Thalia mendesah lagi. "Tapi aku tak bisa menemukan jalan kembali. Lalu malam ini, kau dan Ben tak kembali ke gedung olahraga. Aku pergi mencari 29 kalian. Aku menemukan lubang di dinding berpalang kayu. Dan aku menemukan lift. Dan ia membawaku Aku menelan ludah, berpikir tentang rumah. Ayahku. di sini, ke teman-temanku. " Ibu baruku. Anjingku. "Selamat datang kembali," kata Mary, menempatkan Aku tak akan pernah melihat mereka lagi, aku tangan abu-abunya ke bahu dari gaun Thalia. Warna menyadari. dari gaun itu sudah mulai memudar. Aku tak akan melihat warna lagi. Tak akan pernah "Kau benar. Ini adalah tempat semestinya kau melihat gelombang lautan biru atau matahari berada, "kata Seth padanya. berlatar belakang merah . "Ketika kau lolos, kami memikirkanmu sepanjang "Maafkan aku, teman-teman," ulang Thalia. "Maaf waktu, "tambah Mona. "Kami bertanya-tanya aku tak segera menjelaskan hal ini kepada kalian. " bagaimana kau melakukannya. Dan kami bertanya- "Menjelaskan apa?" Teriakku. tanya apakah kau akan kembali pada kami. " "Kurasa aku bisa membuat kalian kembali ke sisi "Kalian tak akan ingin pergi ke sana," jawab Thalia. lainnya," katanya. "Dan aku tak ingin kembali. Kita tak semestinya Dia mengambil tabung lipstiknya. "Inilah caranya aku berada di sana. Kita tak bisa tinggal di sana. Aku tak lolos beberapa minggu lalu," katanya. "Tabung lipstik ingin berpura-pura lagi. Aku hanya ingin tinggal di ini berada di tasku lima puluh tahun. Aku lupa benda sini dengan kalian dan menjadi diriku sendiri. " ini sama sekali. " Dia menarik peralatan tata rias dan tabung lipstik Dia memutar tutupnya, dan menunjukkan kepada dari tasnya dan melemparkannya ke atas meja. kami lipstik merah yang cerah. "Aku menemukannya "Tidak ada lagi tata rias. Tak ada lagi lipstik. Tak ada beberapa minggu yang lalu. Ketika aku lagi berpura-pura. " membukanya, lipstik itu masih merah!" seru Thalia. "Tapi bagaimana dengan kami?" Teriak Ben. "Tommy "Ini ajaib. Mungkin karena tertutup. Lipstik ini masih dan aku hanya punya satu atau dua menit lagi berwarna. " sebelum kami benar-benar jadi abu-abu! " Thalia bergerak ke dinding. "Aku sangat "Apa kau tak akan membantu kita lolos dari sini?" bersemangat untuk melihat warna merah setelah



lima puluh tahun, "jelasnya. "Aku mulai menggambar Apakah itu bekerja? di dinding dengan itu. Dan aku kaget, tempat di mana aku mengoleskan lipstik itu membuat lubang di dinding! " "Itu menakjubkan!" Teriak Eddie. 30 Yang lain penuh dengan semangat setuju. "Lipstik itu terbakar tepat menembus dinding," Thalia Begitu dia menyelesaikan jendela itu, aku meneruskan. "Aku - aku sangat terkejut, aku tak tahu menyambar Ben. Aku mendorongnya melalui lubang apa harus kulakukan. Aku menggambar jendela di itu. dinding. Dan aku naik melaluinya. Aku meloloskan "Ayo!" teriakku. "Kita bisa melakukannya!" diri. Itulah caranya aku melakukannya. " "Selamat tinggal, Ben. Selamat tinggal, Tommy, " Dia mengangkat tabung lipstik itu ke dinding abupanggil yang lain. abu. "Aku akan mencoba untuk memulangkan kalian Setengah jalan melalui dinding, aku berpaling teman-teman, "dia berkata pada teman-temannya. kembali kepada mereka. "Tapi lubang itu tertutup segera setelah aku pergi "Ikutlah dengan kami!" Teriakku. "Cepat! Kalian bisa melewatinya. " ikut dengan kami! " Dia mengerutkan kening. "Aku menggambar jendela "Tidak, kami tidak bisa," kata Seth sedih. lipstik di dinding di sisi yang lain. Tapi di dunia nyata, "Thalia benar. Kami akan membencinya. Kami sudah lipstik itu hanyalah lipstik. Itu tak bekerja. Aku tak semestinya berada di sini sekarang, " kata Mary. bisa kembali kepada kalian. Aku tak punya cara "Jangan lupakan aku!" panggil Thalia. Suara pecah untuk mencari kalian, tak punya cara untuk kembali dengan kesedihan. Dia berbalik. ke sini." Aku berbalik juga. Berbalik ke dunia lain, dunia kami. Aku melirik Ben. Dengan ngeri, ia benar-benar jadi Ben dan aku melangkah melalui dinding. Dan abu-abu. Kecuali ... kecuali ujung hidungnya. menemukan diri kembali di sekolah. "Thalia - cepatlah!" Pintaku. "Gambarlah jendela Aku mendengar musik menggelegar menuruni untuk Ben dan aku! Tolong - kami tak punya waktu lorong. Anak-anak berteriak dan tertawa. lagi! " Pesta dansa! Tanpa berkata lagi, ia berbalik ke dinding.Tangannya Kami berada kembali di pesta dansa. bergerak cepat, menggambar jendela merah. Dengan teriakan gembira, aku mendorong pintu Mengisinya. kamar anak laki-laki terbuka. Ben dan aku terjun ke "Cepat! Tolong, cepatlah! "Aku memohon, dalam. Berlari ke cermin. menatapnya saat dia dengan panik menggosok Kami ternganga. lipstik merah itu di dinding. Diri kami penuh warna.



Merah, biru, pink (merah muda) dan kuning. Semua warna! Begitu banyak warna! Kami saling ber-tos. Dan menyentakkan mundur kepala kami dan berteriak bahagia. Menjerit dan berteriak. Kami kembali. Kembali normal. Kembali di dunia. Kembali di pesta dansa. Kami membanting terbuka pintu kamar anak lakilaki. Masuk mendadak ke lorong. Dan berlari ke Mrs Borden. "Kalian di sini! "serunya. "Aku sudah mencari kalian ke mana-mana! " Dia meraih kami masing-masing dengan tangannya dan mulai menarik-narik kami menyusuri lorong. "Mrs Borden - kami harus memberitahu Anda-"Aku memulai. "Nanti," selanya. Dia mendorong kami ke dalam gedung olahraga. "Kami semua sudah menunggu kalian. Kalian telah menahan semua orang. " "Tapi-Anda tidak mengerti!" Aku tergagap. "Kalian ingin difoto - bukan?" tuntut Mrs Borden. Anak-anak berbaris di depan penonton. Dia mendorong Ben dan aku ke depan baris. "Kami ingin semua orang yang bekerja pada pesta dansa ini difoto, "kata Mrs Borden. Dia berpaling ke juru foto dibelakang kameranya . "Oke, Mr Chameleon," serunya. "Kau dapat mengambil gambar sekarang! " "Mr siapa? "teriakku. "Tidak! Tunggu! Tunggu! CEKREK!!



End Ebook Inggris by Undead. Penerjemah Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu