Genetika Pada Ptosis Kongenital [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ptosis kongenital merupakan kelemahan yang abnormal pada kelopak mata atas dan merupakan gejala dari berbagai kondisi. Hal ini dapat berupa gejala yang berdiri sendiri (primer) atau merupakan bentuk dari suatu sindroma,yang bersifat bilateral atau unilateral, serta kongenital atau didapat. Sebelumnya telah dilakukan pedigree pada keluarga dengan kelainan PK bilateral dominan, dan menemukan kondisi yang dikaitkan dengan kelainan pada kromosom Xq24-Xq27.1 (Bunyan et all, 2014). Ptosis kongenital disebabkan oleh kegagalan perkembangan (underdevelopment) dari otot levator palpebra superior yang berfungsi sebagai pengangkat kelopak mata. Penyebab dari kerusakan yang mendasari tidak diketahui dengan pasti, dan mungkin bersifat myogenik atau neurogenik. Kondisi ini dapat bersifat familial. Sebelumnya telah dilakukan pedigree pada silsilah di Inggris dengan PK bilateral primer yang diwariskan secara dominan, yang menunjukkan bahwa lokus penyebabnya adalah pada area kritis di Xq24-27.1 (McMullan, Collins, Tyers, Robinson, 2000). Telah



diidentifikasi



duplikasi



insersional



yang



tidak



seimbang



dari



gen



dihydropyrimidine dehydrogenase pada kromosom 1p21.3 ke Xq27.1, dalam sebuah keluarga dengan kongenital ptosis bilateral terisolasi X-linked dominan. Insersi dihubungkan dengan penataan ulang urutan kromosom X dekat dengan area insersi, yang meliputi duplikasi dari 427 basa serta duplikasi dari 7 basa (McMullan, Collins, Tyers, Robinson, 2000). Pada penelitian lain dengan menggunakan analisis aCGH (array competitive genome hybridization) dan FISH (fluorescence in situ hybridization), diikuti analisis in silico telah berhasil mengidentifikasi area yang memungkinkan untuk terjadinya insersi pada kromosom X. Pencarian untuk area AT-rich mengidentifikasi lokus terdekat untuk titik breakpoint kromosom X. Hal ini mengarahkan target analisis PCR dan karakterisasi lanjutan dari urutan breakpoint basa DNA (Bunyan et all, 2014).



Gambar ???. Identifikasi dan lokasi fragmen yang diduplikasi. (a) Analisis susunan CGH dari 6 anggota keluarga dengn ptosis yang terdapat kelainan(affected) dari silsilah (Panel 1-6) dan 2 anggota yang tidak terdapat kelainan(unaffected) (panel 7 dan 8). Setiap titik merepresentasikan susunan probe CGH di area kromosom 1p21 antara basa 97618814 dan 97802323. Titik hitam menunjukkan jumlah copy normal, titik-titik merah menunjukkan salinan tambahan. (B) Analisis FISH dari anggota yang mengalami kelainan(affected) dari silsilah ptosis. Sinyal hijau mewakili Probe D1Z5 yang spesifik untuk kromosom 1 sentromer. Sinyal merah merepresentasikan probe RP11-359C24 spesifik untuk kromosom yang terdupliksasi. Fragmen 1p21.3. Salinan tambahan diinsersikan kedalam kromosom Xq27 (tanda panah). (Bunyan et all, 2014).



Tidak terdapat bukti langsung bahwa penataan ulang menyebabkan X-linked bilateral ptosis kongenital. Penataan ulang tersebut disegregasi dengan kromosom Xq di semua anggota keluarga yang affected, sehingga terdapat kemungkinan bahwa mutasi di tempat lain di fragmen Xq ini menyebabkan fenotipe, meskipun tidak ada bukti mutasi penyebab yang terdeteksi (Bowl et all, 2005). Ada sejumlah mekanisme yang mungkin terjadi dimana penataan ulang dapat menyebabkan fenotip ptosis. Hal tersebut dapat disebabkan oleh 1) gangguan gen pada kromosom X 2) trisomi untuk menginsersikan fragmen DPYD (dihydropyrimidine dehydrogenase) 3) efek posisi, yaitu gangguan urutan regulasi dari gen terdekat dengan insersi DYPD atau urutan penataan ulang X atau 4) efek posisi yang dapat mempengaruhi ekspresi gen SOX3 (sex determining region Y-Box 3) tetapi belum diketahui dengan jelas mekanisme nya (Bunyan et all, 2014).



Gambar ????. Urutan Breakpoint. Urutan breakpoints DNA distal (a) dan proksimal (b) dari insersi fragmen kromosom 1 ke kromosom Xq27.1 (Bunyan et all, 2014).



Meskipun demikian terdapat bukti bahwa efek posisi dapat mempengaruhi ekspresi SOX3, tidak terdapat bukti langsung yang dapat menyebabkan ptosis. Fenotipe lainnya berhubungan dengan mutasi atau gangguan ekspresi SOX3 termasuk retardasi mental dengan panhipoputuitarisme, perubahan seks pria dengan defisiensi hormon pertumbuhan. Ptosis bukan merupakan gambaran klinis fenotipe tersebut dan sebaliknya gambaran klinis fenotipe ini tidak diekspresikan dalam ptosis yang menurun. Namun demikian, kemungkinan perubahan ekspresi SOX3 sebagai mekanisme penyebab untuk fenotipe ptosis dalam keluarga tidak dapat dikecualikan. SOX3 dapat mempengaruhi persarafan dari otot levator palpabrae superioris (LPS) yang berfungsi mengangkat kelopak mata keatas. Gen milik subfamili SOXB1 yang diekspresikan di seluruh sistem saraf pusat dan memiliki homologi luas dengan faktor transkripsi lain yang menunjukkan keterlibatannya dalam fenotipe oculu lainnya, misalnya Sox2 dan FOXL2 yang terlibat dalam perkembangan mata dan otot ekstraokular (Bunyan et all, 2014). Sifat dari setiap penataan kromosom 1p21.3 adalah rekombinasi murni tidak dapat dipastikan karena semua anggota saat ini berasal dari silsilah memiliki jumlah salinan DPYD normal pada kromosom 1p21.3. Sehubungan dengan asal penataan ulang tersebut, urutan DNA dari kromosom X di dan dekat lokasi insersi menunjukkan beberapa gambaran yang mungkin memberikan ketidakstabilan di area tersebut dan merupakan gambaran umum dari fragile area, komponen struktur kromosom yang normal yang rentan terhadap kerusakan. Juga area yang diduplikasi dari gen DPYD mengandung AT-rich fragile site. Ketidakstabilan di area ini kemudian akan dihasilkan oleh pasangan basa rantai-intra dan kerusakan rantai. Pengulangan rentan mengalami pergeseran replikasi dan karena itu mungkin juga berkontribusi pada ketidakstabilan pada area tersebut (Bunyan et all, 2014).



Daftar pustakanya Bunyan et all. 2014. X-Linked Dominant Congenital Ptosis Cosegregating with an Interstitial Insertion of a Chromosome 1p21.3 Fragment into a Quasipalindromic Sequence in q27.1. United Kingdom : Open Journal of Genetics. p.415-425 McMullan TFW, Collins A, Tyers, AG, Robinson DO. 2000. A Novel X Linked Truly Dominant Condition:X Linked Congenital Isolated Ptosis. American Journal of Human Genetics. p.1455-1460 Bowl et all. 2005. An Interstitial Deletion-Insertion Involving Chromosomes 2p25.3 and Xq27.1, near SOX3, Causes X-Linked Recessive Hypoparathyroidism. Journal of Clinical Investigations. p.2822-2831