Granuloma Omsk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Granuloma merupakan lesi inflamasi nodular. Mereka biasanya kecil dan terdiri dari fagosit makrofag yang kompak. Penyakit granulomatosa di telinga dapat melokalisir jaringan sekitarnya dan bermanifestasi dalam tubuh Granuloma timbul karena jaringan granulasi yang tumbuh besar. (Viswanatha, 2015). Jaringan granulasi adalah jaringan fibrosa yang terbentuk dari bekuan darah bagian dari proses penyembuhan luka, sampai matang menjadi jaringan parut. Jaringan granulasi terjadi saat proses inflamasi menuju pemulihan yang dibagi dalam regenerasi dan pergantian jaringan penyokong. Jaringan granulasi akan menutup luka dan mempercepat proses penyembuhan luka. Secara mikroskopis jaringan granulasi terdiri dari proliferasi fibrobalas dan endotel kapiler, sel radang, neurovaskularisasi dan proliferasi endotel (Muir, 1988). Jaringan granulasi merupakan salah satu dari macam-macam reaksi dan lokalisasi jaringan yang terjadi pada radang kronik atau proliferatif yang ditandai dengan oleh proliferasi fibroblast membentuk jaringan ikat muda dengan banyak pembuluh darah baru, yang khas mencerminkan pengaruh penyebab jejas tertentu, prosesnya disebut radang granulomatik dengan leukosit sel radang khsusnya sel-sel monomorfologinuklear (limfosit, sel plasma dan histiosit (Muir, 1988). II.



ETIOLOGI Terdapat kondisi yang mendasari terbentuknya jaringan granulasi yaitu : 1. Reaksi peradangan eksudat Terjadi reaksi peradangan akut pada luka mengeluarkan sel-sel radang seperti



makrofag,



dapat



memasuki



bekuan



darah



dan



mulai



menghancurkannya, lalu terbentuk peradangan eksudat. Terbentuklah pertumbuhan jaringan granulasi pada bekuan darah tersebut. 2. Migrasi dan proliferasi fibroblast dan tunas vaskuler (Muir, 1988)



Akibat dari kolesteatoma pada penyembuhan luka yang telah mengenai submukosa hingga periosteum, jaringan granulasi rapuh dan semakin tumbuh besar, menimbulkan terbentuknya granuloma. Kolesteatoma merupakan kista epiterial yang rusak dan berisi deskuamasi epitel atau keratin. Epitel kulit bila berada pada tempat yang tidak sesuai ditambah terdapat serumen padat dari liang telinga dalam waktu lama akan terperangkap dan membentuk kolesteatoma (Soepardi, 2008). III.



PATOFISIOLOGI Mediator dari radang akut, terutama platelet activing factor dan metabolism asam arakidonat. Enzim protease dan hidrolitik membersikan material dari jaringan rusak. Sitokin (IL-1, TNF alfa) akan mengaktifkan limfosit dan beberapa sel lain. Growth factor (PDGF, EGF, FGF) menstimulasi pertumbuhan pembuluh darah, pembelahan dan migrasi dari fibrosis. Jaringan yang rusak dengan peradangan akan membentuk jaringan granulasi (Muir, 1988) Jaringan granulasi sebagian besar terdiri dari kapiler dan fibroblast dan berbentuk granul kemerahan. Setelah luka, terjadi reaksi peradangan akut dan kemudian bekas lukadilenyapkan oleh makrofag. Migrasi dan proliferasi fibroblast serta tunas vaskuler dari sekeliling jaringan penghubung membentuk jaringan granulasi. Tunas kapiler tumbuh diluar pembuluh darah di tepi luka dengan susunan baru, migrasi dan proliferasi dari sel endotel yang ada. Tunas kapiler pada umumnya berbentuk padat, lalu mencair. Tunas yang vaskuler membentuk jerat yang mnyatu satu sama lainatau dengan kapiler yang telah membawa darah. Kapiler yang baru dibentuk lebih permeabel dibandingkan dengan yang normal dan dapat mengalirkan banyak protein ke dalam jaringan. Jaringan granulasi ini akan digantikan menjadi jaringan fibrosa (Muir, 1988). Secara



simultan



mengembangkan



kapiler



baru.



Fibroblast



mengeluarkan molekul kolagen yang dapat larut agar dikumpulkan dalam fibril. Fibroblast juga dipercaya untuk menghasilkan mucoply sakarida unsur



dari jaringan. Setelah 2 minggu produksi kolagen menurun, tetapi proses perubahan bentuk kembali berlangsung. Secara acak mengarahkan fibril kolagen kecil untuk diatur kembali ke dalam ikatan tebal yang memberikan kekuatan yang lebih besar kepada jaringan.



Namun



pada



penderita



granuloma, jaringan fibrosa ini tidak dapat diganti dengan jaringan kolagen. Karena terlalu lama tidak dapat diganti, epitel kulit telinga semakin rapuh, banyak serumen yang padat dan menumpuk sehingga terperangkap dan membentuk kolesteatom (DeSouza, 1989). IV.



MANIFESTASI KLINIS Granuloma awalnya berasal karena kolesteatoma. Gejala khas dari kolesteatoma adalah otthorea tanpa rasa nyeri, yang terus menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut susah untuk dihilangkan. Karena kolestatoma tidak memiliki supai darah, maka antibiotic sistemik tidak dapat sampai pusat infeksi kolesteatoma. Antibiotik topical biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi menuju pusatnya tetapi biasanya sudah resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otthorea akan timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan yang agresif. Gangguan pendengaran juga bisa menjadi gejala yang umum. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif. Pusing adalah gejala relatifnya, tetapi tidak akan terjadi bila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung. Pusing juga sebagai gejala yang mengarahkan langsung kepada komplikasi (Waizel S, 2007).



V.



DIAGNOSIS Studi radiologis, CT scan, atau film polos menggambarkan lesi tulang litik khas dan harus dipertimbangkan ketika ada ottorhea. Sebuah



studi retrospektif oleh Abdel-Azziz dkk menunjukkan bahwa granuloma eosinofilik dari tulang temporal dapat meniru otitis media supuratif kronis tetapi dapat didiagnosis dengan pemeriksaan histopatologi dan CT scan. Penelitian ini melibatkan 12 anak-anak dengan granuloma eosinofilik dari tulang temporal, dengan menghadirkan gejala yang termasuk massa eksternal saluran telinga (83,3% dari pasien), pembengkakan postaurikular (66,7% dari pasien), dan otorrhea persisten (33,3% dari pasien). Pemeriksaan histopatologi menunjukkan eosinofil dan sel Langerhans, dengan CD1-antigen dan immunoreactivity S-100-protein ini, sementara CT scan mengungkapkan lesi osteolitik dengan margin nonsclerotic, yang diisi dengan mastoid massa jaringan lunak tulang-terkait (Soepardi, 2008). VI.



PENATALAKSANAAN Pengobatan dari granuloma liang telinga prinsipnya adalah membersihkan kolesteatoma. Terapi medis bukan pengobatan yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak dilakukan pembedahan harus membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat mengontrol infeksi dan mengurangi pertumbuhan kolesteatoma, tetapi tidak dapat menghilangkan komplikasi. Terapi antimikrobal dan terapi sistemik dapat memberikan terapi tambahan (Waizel S. 2007). Antibiotik dapat diberikan dengan menyesuaikan penampilan secret yang keluar dari telinga pasien. Sekret hijau kebiruan menandakan Pesudomonas. Sekret kuning pekat disebabkan oleh kuman Staphylococcus dan sekret yang berbau busuk menunjukkan kuman anaerob. Kotrimoksazol, Siprofloksasin dan Ampisilin merupakan pilihan untuk antibiotik kuman Pesudomonas. Metronidazol, klindamisin atau kloramfenikol merupakan pilihan untuk antibiotic kuman anaerob. Bila sukar menemukan kuman penyebabnya, dapat diberikan campuran trimotropin-sulfametoksazol atau amoksisilin-kluvanat (Adams, 1997) Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptic seperti asam asetat 1-2%, hydrogen peroksida 3%, povidon iodine 5% atau larutan garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu



tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas (Adams, 1997). Terapi Pembedahan Terapi



pembedahan



dengan



prinsip



membersihkan



dari



kolesteatoma. Teknik pembedahan dapat berupa canal wall down sebagai pilihan karena dapat menghindari adanya kekambuhan. Khusus pada pasien granuloma liang telinga dilakukan granulomektomi dengan diambil specimen jaringan yang adekuat lalu diperiksa bagian histologinya untuk menentukan terapi selanjutnya (Nizar, 2006). VII.



KOMPLIKASI A. Komplikasi Dini - Infeksi - Perdarahan B. Komplikasi Lanjut - Keloid - Parut hipertrofik



VIII. PROGNOSIS Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun memerlukan



beberapa



kali



pembedahan.



Karena



pada



umumnya



pembedahan berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma yang jarang sekali.



KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis granuloma liang telinga aurikula dekstra. Setelah diketahui diagnosisnya kemudian pasien mendapatkan terapi yang sudah sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami pasien. Untuk selanjunya pasien diharapkan menjaga pola makan, rutin mengkonsumsi obat, tidak terkena air di liang telinganya, menjaga kebersihan, dilarang mengorek telinga dan kontrol 1 minggu



kemudian ke THT untuk mengevaluasi jaringan granulasi di liang telinga aurikula dekstra.



DAFTAR PUSTAKA 1. Adams GL, Boies LR, Higher PA. 1997. BOIES Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. DeSouza, Menesez CO, Desouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. 1989. Profile of Congenital Cholesteatomas of Petrous Apex. J POstgard Med (serial online)



3. Muir, Bernice L. 1988. Pathophysiology: an introduction of mechanism of disease second edition. Newy York (USA). A Willey-Medical Publication. 4. Nuty W, Endang Mangunkusumo. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung dan Telinga. Editor: Eliaty AS, Nurbaiti, edisi ke 5. 5. Soepardi MA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2008. Buku Ajar THT KL, Edisi Ke 6. Jakarta: Valai Penerbit FK UI 6. Viswanatha, DO, MBBS.PhD. 2015. Granulomatous Disease of Middle Ear. India: Journal of Medscape. 7. Waizel S. 2007. Temporal Bone, Aquied Cholesteatoma. Emedicine.