Hal-Hal Yang Mengganggu Kekhusyukan Shalat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hal- hal yang Mengganggu Kekhusyukan Sholat Sesungguhnya ibadah shalat merupakan sebaik-baiknya amal, sholat mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT, ibadah inilah yang membedakan antara orang mukmin dan kafir. Shalat merupakan ibadah yang mampu melebur dosa seseorang. Ketika seorang mukmin mengetahui betapa pentingnya shalat dan begitu mulianya kedudukannya di sisi Allah SWT, maka tentu sebagai seorang muslim kita harus melaksanakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh aturan syariat kita, yaitu Islam. Shalat khusyu' merupakan dambaan setiap mukmin, bahkan berbagai macam cara yang dilakukan seseorang untuk menggapai shalat khusyu', diantara mereka ada yang mematikan lampu ketika shalat, ada yang memejamkan matanya, ada yang mengosongkan semua fikirannya, ada yang merasakan terbangnya rohnya ketika shalat, bahkan untuk menggapai kekhusyukan mereka membuat pelatihan-pelatihan shalat khusyu'. Tentunya semua hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, hal-hal apa saja yang dapat menganggu ke khusyu’an shalat.  Pentingnya Khusyu' dalam Shalat Khusyu' merupakan perkara agung, cepat sirnanya dan jarang keberadaanya ditemukan, khususnya di akhir zaman ini yang penuh dengan berbagai macam fitnah dan godaan, baik godaan dari manusia maupun godaan dari syetan yang berupaya memalingkan manusia dari kekhusyukan. Jauhnya manusia dari kekhusyukan dalam melaksanakan shalat, hal ini adalah benar adanya, bahkan seorang sahabat besar yang bernama Huzaifah ibnu Yaman radhiyallahu 'anhu telah menggambarkan: "Yang pertama kali yang akan hilang dari agamamu adalah khusyuk', dan hal yang terakhir yang akan hilang dari agamamu adalah shalat. Betapa banyak orang shalat tetapi tiada kebaikan padanya, hampir saja engkau memasuki masjid, sementara tidak ditemukan diantara mereka orang yang khusyuk." (Madarijussalikin, Imam Ibnul Qayyim 1/521). Bila kita tanyakan dan kita pantau shalat yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, maka jawabannya adalah mereka jauh dari kekhusyukan. Fikiran mereka menerawang entah kemana, hati mereka lalai, bahkan was-was dari syetanpun muncul tatkala mereka melaksanakan shalat, Oleh karena itu pembahasan seputar tentang shalat khusyuk ini merupakan pembahasan yang sangat penting sekali, dan dibutuhkan oleh kaum muslimin yang ingin meningkatkan kualitas ibadah shalatnya. Dimana hal ini akan membawa mereka



kepada kebahagian dan kemenangan, sebagaimana yang telah disebutkan Allah SWT di dalam al-Qurân: "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusyu' dalam shalatnya." (QS. al-Mu'minuun: 1-2)  Makna Khusyu' Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan bahwa Khusyu' adalah: "Ketenangan, tuma'ninah, pelan-pelan, ketetapan hati, tawadhu', serta merasa takut dan selalu merasa diawasi oleh Allah ‘Azza wa Jalla." Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa Khusyu' adalah: "Menghadapnya hati di hadapan Robb ‘Azza wa Jalla dengan sikap tunduk dan rendah diri." (Madarijusslikin 1/520 ). Definisi lain dari khusyu' dalam shalat adalah: "Hadirnya hati di hadapan Allah SWT, sambil mengkonsertasikan hati agar dekat kepada Allah SWT, dengan demikian akan membuat hati tenang, tenangnya gerakan-gerakannya, beradab di hadapan Robbnya, konsentrasi terhadap apa yang dia katakan dan yang dilakukan dalam shalat dari awal sampai akhir, jauh dari was-was syaithan dan pemikiran yang jelek, dan ia merupakan ruh shalat. Shalat yang tidak ada kekhusyukan adalah shalat yang tidak ada ruhnya." (Tafsir Taisir Karimirrahman, oleh Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa'di)  Letak Khusyu' Tempat khusyu' adalah di hati, sedangkan buahnya akan tampak pada anggota badan. Anggota badan hanya akan mengikuti hati, jika kekhusyukan rusak akibat kelalaian dan kelengahan, serta was-was, maka rusaklah ‘ubudiyah anggota badan yang lain. Sebab hati adalah ibarat raja, sedangkan anggota badan yang lainnya sebagai pasukan dan bala tentaranya. Kepada-Nya lah mereka ta'at dan darinya-lah sumber segala perintah, jika sang raja dipecat dengan bentuk hilangnya penghambaan hati, maka hilanglah rakyat yaitu anggota-anggota badan. Dengan demikian, menampakkan kekhusyukkan dengan anggota badan, atau melalui gerakan-gerakan, supaya orang menyangka bahwa si fulan khusyu', maka hal itu adalah sikap yang tercela, sebab diantara tanda-tanda keikhlasan adalah menyembunyikan kekhusyukan. Suatu ketika Huzaifah bin Yaman radhiyallahu 'anhu berkata: "Jauhilah oleh kalian kekhusyukan munafik, lalu ditanyakan kepadanya: Apa yang dimaksud kekhusyukan munafik? Ia menjawab: "Engkau melihat jasadnya khusyu' sementara hatinya tidak". Imam



Ibnul Qayyim rahimahullah membagi khusyu' kepada dua macam, yaitu khusyu' nifaq dan khusyuk iman. Khusyu' nifaq adalah: "Khusyu' yang tampak pada permukaan anggota badan saja dalam sifatnya,



yang



dipaksakan



dan



dibuat-buat,



sementara



hatinya



tidak



khusyuk."



Khusyuk iman adalah: "Khusyuknya hati kepada Allah SWT dengan sikap mengagungkan, memuliakan, sikap tenang, takut dan malu. Hatinya terbuka untuk Allah SWT, dengan keterbukaan yang diliputi kehinaan karena khawatir, malu bercampur cinta menyaksikan nikmat-nikmat Allah ‘Azza wa Jalla dan kejahatan dirinya sendiri. Dengan demikian secara otomatis hati menjadi khusyu' yang kemudian diikuti khusyu'nya anggota badan." Hukum Khusyu' dalam Shalat. Menurut pendapat yang kuat, bahwa khusyu' dalam shalat hukumnya wajib. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala: "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu lebih berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. al-Baqarah: 45) Rasulullah SAW mengomentari ayat tersebut dengan mengatakan: "Ayat tersebut mengandung celaan atas orang-orang yang tidak khusyu' dalam shalat, celaan tidak akan terjadi kecuali karena meninggalkan perkara-perkara penting atau wajib, atau karena keharaman yang dilakukan". Kemudian bila kita lihat dalam al-Qurân Allah SWT menjelaskan sifat-sifat calon penghuni surga firdaus: "Sungguh beruntunglah orang yang beriman, yaitu mereka yang khusyu' dalam shalatnya." (QS. al-Mu'minuun: 1-2), pada ayat ke 11 Allah Subhânahu wa Ta'âla memberikan isyarat, (bagi orang yang khusyu'), dengan mengatakan: "Mereka itulah, orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus, mereka kekal di dalamnya." (QS. al-Mu'minuun: 11). Melalui ayat tersebut Allah SWT mengabarkan bahwa mereka (orang yang khusyu') adalah calon pewaris Jannatul Firdaus. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa selain mereka tidak layak mewarisinya. Meraih surga bagi seorang muslim hukumnya adalah wajib, maka jalan atau wasilah untuk mencapai surga tersebut hukumnya juga wajib, dan shalat yang khusyu' hukumnya ikut menjadi wajib karena merupakan salah satu sarana untuk meraih surga firdaus. Hal-hal yang menganggu kekhusyu’kan shalat: BAU 1. Bau wangi-wangian (parfum)



Di luar dari kandungan alkoholnya, sesungguhnya penggunaan parfum adalah merupakan anjuran Rasulullah SAW, sehingga hukumnya sunnah. Dan memang sebenarnya parfum itu adalah sunnah para rasul, sebagaimana sabda beliau: “Empat perkara yang merupakan sunnah para rasul: (1) Memakai hinna’, (2) memakai parfum, (3) bersiwak dan (4) menikah”. Rasulullah SAW sendiri secara pribadi memang menyukai parfum, sebab beliau menyukai wewangian secara fitrah. Telah dijadikan aku menyukai bagian dari dunia, yaitu menyukai wanita dan parfum. Dan dijadikan sebagai qurroatu a’yun di dalam shalat. Bahkan di dalam beribadah, umat Islam dianjurkan untuk memakai wewangian, agar suasana ibadah bisa semakin khusyu’ dan menyenangkan. Dari Ibni Abbas ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hari ini adalah hari besar yang dijadikan Allah untuk muslimin. Siapa di antara kamu yang datang shalat Jumat hendaklah mandi dan bila punya parfum hendaklah dipakainya. Dan hendaklah kalian bersiwak.” Namun di sisi lain, ada juga dampak negatif dari pemakaian parfum ini, terutama bila dipakai oleh wanita. Sehingga bila dipakai secara berlebihan, hasilnya justru akan menimbulkan fitnah tersendiri. Karena penggunaan parfum buat wanita agak sedikit dibatasi, demi menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, terutama masalah fitnah hubungan laki-laki dan wanita. Karena itulah Rasulullah SAW menetapkan bahwa bila wanita memakai parfum, hendaknya menggunakan yang aromanya lembut, bukan yang menyengat dan menarik minat laki-laki. Dari Abi Hurairah Ra, “Parfum laki-laki adalah yang aromanya kuat tapi warnanya tersembunyi. Parfum wanita adalah yang aromanya lembut tapi warnanya kelihatan jelas.” Bila sampai demikian, maka Rasulullah SAW sangat melarangnya, bahkan sampai beliau mengatakan bahwa wanita yang berparfum seperti itu seperti seorang pezina. “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An-Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad. Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ , no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Akan tetapi yang dimaksud hadits tersebut adalah parfum untuk keluar rumah dan laki-laki bisa mencium wanginya dan bisa membangkitkan syahwat laki-laki. Al-Munawi rahimahullah berkata,“Wanita jika memakai parfum kemudian melewati majelis (sekumpulan) laki-laki maka ia bisa membangkitkan syahwat laki-laki dan mendorong mereka untuk melihat kepadanya. Setiap yang melihat kepadanya maka matanya telah berzina. Wanita tersebut mendapat dosa karena memancing pandangan



kepadanya dan membuat hati laki-laki tidak tenang. Jadi, ia adalah penyebab zina mata dan ia termasuk pezina.” (Faidhul Qadir, 5:27, Makatabah At-Tijariyah, cet. 1, 1356 H, Al-Maktabah Asy-Syamilah). Islam memang tegas dalam hal ini, mengingat sangat besarnya fitnah wanita terhadap laki-laki. Bahkan jika sudah terlanjur memakai parfum kemudian hendak ke masjid, sang wanita diperintahkan mandi agar tidak tercium bau semerbaknya. Padahal tujuan ke masjid adalah untuk beribadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi.” (Hadits riwayat Ahmad, 2:444. Syaikh Al-Albani menilainya shahih dalam Shahihul Jami’, no.2703). Larangan diatas bukan berarti perempuan tidak boleh memakai wewangian sama sekali atau dibiarkan berbau tak sedap. Perhatikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi tampak bau harumnya. Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak.” (HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no.7564; hadits hasan. Lihat: Fiqh Sunnah lin Nisa’, hlm. 387). Oleh karena itu, jika parfum dengan wangi sedikit/samar atau untuk sekadar menetralkan bau, (misalnya: deodoran, bedak), maka boleh. Selain itu, jika untuk suami, silakan berwangi seharum mungkin. Perlu diperhatikan bahwa parfum wanita warnanya jelas. Al-Munawi rahimahullah berkata, “Maksud dari ‘wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak’. Ulama berkata, ‘Ini bagi perempuan yang hendak keluar dari rumahnya. Jika tidak, ia bisa memakai parfum sekehendak hatinya.’” (Syarh Asy-Syama’il, 2:5). Oleh karena itu, bagi para wanita sebaiknya mereka agak mengurangi volume penggunaannya. Kalau pun harus menggunakannya, maka pilihlah yang soft dan tidak terkesan terlalu keras. Juga harus diperhatikan agar jangan sampai terlalu dekat dengan laki-laki dalam pergaulan, agar jangan sampai jatuh pada ancaman dari Rasulullah SAW. 2. Bau pakaian, bau kaos kaki, bau karpet masjid dan bau alat shalat (mukena, sajadah) Shalat berjama’ah merupakan media berkumpul kaum muslimin yang dilaksanakan secara berulang dalam sehari semalam. Di sana mereka bersama-sama melaksanakan kewajiban pokok Islam, yaitu shalat lima waktu. Melaluinya umat muslim saling menjalin hubungan persaudaraan dan kasih sayang sesama mereka, juga dalam rangka



membersihkan hati sekaligus dakwah ke jalan Allah, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Dalam keadaan ini hendaknya setiap muslim menjaga penampilan dan kebersihan supaya mereka nyaman dan khusyuk dalam melaksanakan kewajiban besar Islam ini. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar memakai pakaian yang indah ketika mendatangi masjid. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid. . . ” (QS. Al-A’raaf: 31) Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Berdasarkan ayat ini dan juga pengertian (yang menunjukkan) hal itu di dalam sunnah, bahwa dianjurkan untuk berhias diri ketika hendak melaksanakan shalat, lebih-lebih pada waktu shalat Jum’at dan hari raya. Serta disunnahkan memakai wewangian karena dia termasuk (perhiasan), siwak (juga termasuk) karena termasuk sebagai penyempurna. Dan di antara pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih.” Seorang muslim harus memerhatikan pakaian yang dikenakannya dari sisi kebersihan, kerapian, keserasian, dan kesesuaiannya. Oleh karena itu, sangat disayangkan ada sebagian orang yang tidak peduli dengan kebersihan pakaian mereka sehingga tercium dari pakaian mereka bau yang tidak sedap dan aroma keringat yang tidak enak. Padahal dalam masalah kebersihan pakaian, Islam memberikan perhatian khusus. Kita mengetahui bahwa Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an kepada ahlul masajid (kaum lelaki yang diwajibkan shalat berjamaah di masjid) untuk mengenakan perhiasan mereka, yaitu pakaian yang bersih, saat datang ke masjid menghadiri shalat berjamaah. “Wahai orang-orang yang beriman, pakailah perhiasan (pakaian) kalian setiap kalian menuju ke masjid.” (al-A’raf: 31) Rasulullah juga memerintahkan agar kita tidak meninggalkan mandi, paling tidak setiap hari Jum’at, terkhusus bagi yang menghadiri shalat Jum’at. Beliau bersabda: “Mandi pada hari Jum’at wajib bagi setiap orang yang telah baligh.” (HR. al-Bukhari no. 857 & 895 dan Muslim no. 1954). Semuanya ini dimaksudkan agar seorang muslim berada dalam sebaik-baik penampilan.



Adalah Rasulullah n memberikan perhatian kepada pakaian yang beliau kenakan sebagaimana kabar yang banyak kita dapatkan dalam as-Sunnah.



3. Bau asap rokok Suatu ketika ada yang bertanya, “Apabila saya berdiri dalam sholat berjamaah, dan orang yang di sebelahku keluar darinya bau rokok, apakah boleh bagiku merubah posisiku (pindah tempat) setelah takbirotul ihrom lalu saya berdiri di tempat yang lain apabila saya sangat terganggu dengan bau rokok ini?” Apabila seseorang berdiri di shof samping dan keluar dari mulutnya bau yang tidak sedap, bau rokok, bawang merah, bawang putih, atau bau keringat atau lainnya ,dan ia merasa susah untuk menunaikan sholat secara sempurna, maka boleh baginya untuk keluar dari sholatnya dan pindah ke tempat yang lain. Akan tetapi setelah penjelasan hukum ini kita katakan kepada setiap orang yang memiliki bau yang tidak sedap: “sesungguhnya tidak halal baginya untuk mendatangi masjid.” Karena Nabi melarang hal tersebut, beliau melarang orang yang memakan bawang merah bawang putih atau selainnya dari apa saja yang berbau tidak sedap untuk datang ke masjid. Bahkan beliau bersabda :”Janganlah sekali kali mendatangi masjid masjid kami.” Dan beliau khabarkan bahwa hal tersebut mengganggu para malaikat. Dan mereka (para shohabat) apabila ada seseorang yang telah memakan bawang putih atau merah datang ke masjid RasulullAh SAW, mereka mengeluarkannya dan mengusirnya sampai ke (wilayah) baqi’. Hal ini menunjukan tidak bolehnya seseorang mendatangi masjid bila terdapat bau yang mengganggu orang orang yang sholat atau para malaikat ,dan orang orang yang di masjid memiliki hak untuk mengeluarkannya dari masjid itu. 4. Bau Mulut  Pergi ke masjid untuk sholat jamaah setelah makan makanan yang menyebabkan aroma kurang sedap Kelalaian yang dilakukan oleh orang yang pergi ke masjid untuk shalat jamaah adalah pergi dengan mulut yang bau karena makan makanan yang berbau tak sedap, seperti petai, jengkol, bawang putih, dan bawang merah. Aroma mulut seseorang yang baunya tidak sedap akan mengganggu kekhusyukan orang lain ketika shalat. Apabila seseorang pergi ke masjid setelah makan makanan tersebut, hendaknya ia menggosok gigi terlebih dahulu dan memastikan mulutnya tidak bau lagi.



Diriwayatkan dari Ibnu Umar radliyallahu 'anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada waktu perang Khaibar: "Barangsiapa yang memakan tanaman ini, yakni bawang putih, maka janganlah sekali-kali ia mendekati masjid kami." Dalam riwayat Muslim, "Jangan sekali-kali mendatangi masjid kami." (HR. Bukhari dan Muslim) Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radliyallah 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami; dan silahkan dia berada di rumahnya saja." (HR. Bukhari dan Muslim) "Barangsiapa makan dari tanaman yang berbau tidak sedap ini, maka hendaklah ia tidak mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat merasa terganggu dengan apa yang mengganggu manusia." (HR. Muslim) Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang makan dari tanaman ini, maka hendaknya dia tidak mendekati masjid kami dan tidak menggangu kami dengan bau bawang putih." (HR. Muslim) Dan Thabarani meriwayatkan dengan lafadz, “Hendaklah kalian menjauhi dua jenis sayuran ini untuk dimakan, kemudian memasuki masjid kami. Jika kalian terpaksa memakannya, hendaklah kalian membakar keduanya terlebih dahulu.” Umar bin Khathab radliyallahu 'anhu ketika berkhutbah pada hari Jum’at berkata, “. . . . kemudian kalian, wahai umat manusia, makan dua tanaman yang menurutku buruk, yaitu bawang merah dan bawang putih. Aku pernah melihat jika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mencium bau keduanya dari sessorang di masjid, beliau menyuruh untuk dikeluarkan ke Baqi’. Dan, barangsiapa ingin sekali memakannya hendaklah memasaknya terlebih dahulu.” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai). Hadits-hadits di atas menunjukkan makruhnya makan bawang merah dan bawang putih tanpa dimasak terlebih dahulu sebelum berangkat ke masjid. Alasannya, karena bau tidak sedapnya dapat mengganggu kekhusyuan para jama’ah. Bahkan, bukan hanya manusia saja yang terganggu oleh bau tidak sedap itu, malaikat juga ikut terganggu dan tersiksa. Larangan ini bukan hanya pada hari Jum’at saja, sebagaimana yang sering disebutkan oleh Fuqaha’, tapi juga berlaku pada setiap kali shalat



berjama’ah. Bahkan larangan ini juga berlaku pada tempat-tempat shalat selain masjid seperti tempat shalat Ied, tempat shalat janazah dan tempat-tempat ibadah lainnya. Kita memakan beragam makanan. Semuanya melewati mulut kita: lidah, gigi, dan gusi. Ada sisa makanan yang tertinggal dalam mulut sehingga apabila mengabaikan kebersihannya, niscaya makanan yang tertinggal/menempel tersebut akan menjadi lahan subur bakteri. Akibatnya, keluarlah dari mulut, aroma yang membuat orang lain memalingkan wajahnya untuk menjauh. Aroma itu biasanya tidak tercium oleh si empunya, namun orang-orang di sekitarnya terganggu dengannya. Belum lagi kerusakan gigi dan terganggunya gusi akibat sisa makanan yang membusuk. Kebersihan mulut ini tidak boleh diabaikan seorang wanita yang masih ‘sendiri’, apalagi yang telah bersuami. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan mulut kita. a. Membersihkan gigi-geligi dengan siwak setiap waktu, lebih-lebih lagi di waktuwaktu berikut ini:     



sebelum mengerjakan shalat ketika hendak berwudhu saat hendak membaca Al-Qur’an bangun dari tidur ketika bau mulut berubah, bisa jadi karena tidak makan dan minum, mengonsumsi makanan yang beraroma tidak sedap, diam dalam waktu lama, atau banyak berbicara. Demikian yang diterangkan oleh al-Imam an-Nawawi, semoga Allah



merahmati beliau. (al-Minhaj, 3/135) Siwak digosokkan dari depan, dari belakang, dan di atas gigi. Jika tidak ada siwak, bisa menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi. b. Memberikan perhatian kepada lidah secara khusus dan membersihkannya karena lidah dipakai untuk merasakan makanan. Rasulullah tidak lupa memerhatikan kebersihan lidah beliau, sebagaimana yang digambarkan oleh Abu Musa al-Asy’ariz dengan ucapannya: “Aku mendatangi Nabi n yang ternyata sedang bersiwak dengan siwak yang ada di tangannya. Keluar dari mulut beliau suara, “Ugh… ugh…”, sementara siwak ada dalam mulut beliau, seakan-akan beliau mau muntah.” (HR. al-Bukhari no. 244) Dalam riwayat Muslim:



“Aku masuk menemui Nabi n, dalam keadaan ujung siwak di atas lidahnya.” (HR. Muslim no. 591) Perhatikanlah kesungguh-sungguhan Rasulullah dalam menggunakan siwak. Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata dalam Fathul Bari (1/463), “Diambil faedah dari hadits ini tentang disyariatkannya bersiwak di atas lisan (menggosok lidah dengan siwak).” Oleh karena itu, hendaklah seorang muslim memerhatikan sunnah bersiwak ini dan bersungguh-sungguh ketika menggunakannya. c. Tidak merokok karena bau yang ditimbulkan dari mulut si perokok busuk dan membuat orang ‘lari’, merusak kesehatan pelakunya dan orang di sekitar, serta yang paling penting tentunya merokok adalah perkara yang diharamkan. Seorang muslim harusnya menjauhi perkara yang haram. d. Kalau ada kelapangan bisa mendatangi dokter gigi untuk memeriksakan kondisi kesehatan mulut, gigi, dan gusi.  Pergi ke masjid tidak menggosok gigi setelah bangun tidur atau berhari-hari belum menggosok gigi Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga kebersihan, seperti selalu sikat gigi setiap hari minimal dua kali sehari. Kalau seandainya semua orang islam mengamalkan perintah Rasulullah SAW dalam gosok gigi bisa dipastikan tidak ada yang mendatangi masjid dalam kedaan bau mulut. Beliau pernah menyampaikan kepada para sahabat, jika seandainya tidak memberatkan umatnya, pasti akan dibawibkan gosok gigi kepada meraka setiap kali akan mengerjakan shalat. 5. Bau badan dan bau rambut Perkara yang telah kita maklumi bersama bahwa dari seseorang yang tidak menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya akan keluar bau yang tidak sedap dari dirinya. Apabila seseorang tidak pernah lupa menjaga kebersihan sebagian anggota tubuhnya, namun meluputkan anggota yang lain, niscaya ia tidak akan selamat dari bau yang tak sedap, lebih-lebih seseorang yang sama sekali tidak memerhatikan kebersihan seluruh tubuhnya. Tubuh yang banyak bergerak dan bersentuhan dengan hawa panas niscaya akan mengalir keringat dari seluruh bagiannya. Mungkin sedikit dan bisa pula banyak, tergantung masing-masing individu. Baunya pun beragam, ada yang menyengat, ada yang tidak. Bau keringat yang keluar dari beberapa bagian tubuh ada yang lebih tajam daripada keringat yang keluar di bagian lain. Oleh karena itu, bagian yang menyengat tadi harus beroleh perhatian yang khusus.



Ketiak adalah agian tubuh ini termasuk paling banyak mengeluarkan keringat sehingga harus diberi perhatian ekstra. Rambut yang tumbuh di daerah ketiak tidak boleh dibiarkan, tetapi harus dihilangkan demi berpegang dengan aturan Rasulullah. Beliau memberikan tuntunan kepada umatnya untuk menjalankan perkara-perkara fitrah. Di antaranya adalah mencabut rambut yang tumbuh di daerah ketiak. Beliau n bersabda: “Lima hal termasuk perkara fitrah: khitan, mencukur rambut kemaluan, menggunting kuku, mencabut rambut ketiak, dan memotong kumis.” (HR. al-Bukhari no. 5889 dan Muslim no. 596) Orang yang tidak memerhatikan bagian tubuh yang satu ini, Anda akan dapati darinya bau tak sedap yang menyengat hidung. Tentu hal ini akan mengganggu orang lain, padahal agama mengajarkan agar kita tidak menyakiti dan mengganggu orang lain. Wajah selalu dikedepankan saat berbincang dengan orang lain padahal wajah tidak tertutup dari udara dan debu serta apa yang ada di udara sehingga berpotensi menjadi tempat penumpukan kotoran dan minyak. Karena itu, semestinya wajah beroleh perhatian lebih. Seorang muslim tentunya kurang lebih lima kali sehari membasuh wajahnya saat berwudhu untuk shalat fardhu. Penumpukan minyak dan keringat, ditambah kulit kepala yang telah mati/mengelupas berpotensi menimbulkan bau yang tidak sedap. Anda bisa mendapati bau ini pada orang yang tidak memberikan perhatian kepada kulit kepala dan rambutnya. Yang semestinya, kepala dan rambut rutin dicuci menggunakan pembersih yang khusus (sampo). Selain dicuci/dikeramas, juga ditata dengan baik/rapi, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi kita. Beliau menyisir rambutnya dan meminyakinya. Sungguh, beliau adalah seorang yang sangat tampan dan sangat memerhatikan kebersihan, kerapian, dan keindahan.



6. Bau kaki Bau kaki memang bukan masalah besar bagi beberapa orang. Tapi bagi orang-orang tertentu akan sangat mengganggu, terutama saat sedang shalat berjamaah. Berikut beberapa tips untuk menghilangkan bau kaki:  Istirahatkan Kaki dan Beri Udara



Sering-seringlah mengistirahatkan kaki, copotlah sepatu pada saat-saat tertentu. Alternatifnya gunakan sandal agar kaki tidak terus tertutup dan mendapatkan cukup 



 



udara. Rendam dalam Air Garam Seminggu sekali rendam kaki dengan air hangat yang sudah diberi garam. Lakukan hal ini selama 10-15 menit agar kuman penyebab kaki bau menjadi hilang. Gunakan Kaos Kaki Katun Jangan menggunakan kaos kaki lebih dari satu hari, rajin-rajinlah mencuci kaos kaki. Jangan lupa pilihlah kaos kaki dengan bahan kain katun atau bahan yang tidak







 



menyerap keringat. Buang Lapisan Kulit Mati Kulit mati bisa jadi penyebab kaki lembab dan berbau. Gunting kuku secara teratur agar tidak menjadi sarang kuman dan buanglah sel kulit mati tersebut. Menjaga Pola Makan Berhati-hati mengonsumsi makanan karena bisa saja makanan tersebut menimbulkan bau pada kaki. Salah satu makanan yang bisa menyebabkan kaki bau adalah bawang bombay.



7. Bau kentut Hadats di dalam masjid dengan mengeluarkan kentut yang berbau busuk juga dapat mengganggu orang yang shalat di masjid dan merusak suasana. Karenanya bau semacam ini makruh ada di dalam masjid. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah megabarkan kepada kita bahwa para malaikat membacakan shalawat untuk orang yang datang ke masjid guna melaksanakan shalat. Para malaikat berkata, "Ya Allah limpahkan ampunan untuknya, Ya Allah rahmatilah dia, selama tidak berhadats di dalamnya dan tidak mengganggu (pihak lain) di dalamnya." (HR. Bukhari no. 1976) Ibnul Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan tentang kandungan makna hadits di atas, "Dan di dalamnya (hadits di atas) terdapat dalil bahwa berhadats di dalam masjid lebih buruk daripada berdahak dikarenakan berdahak memiliki kafarah, sedangkan untuk hadats tidak memiliki kafarah. Bahkan pelakunya diharamkan mendapat istighfar malaikat. Sedangkan doa malaikat sangat-sangat dikabulkan berdasarkan firman Allah Ta'ala, artinya: "Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah." (QS. Al-Anbiya': 28)" Sesungguhnya Islam adalah agama yang indah, sangat memperhatikan dan menjaga perasaan orang lain. Karenanya Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk memiliki



tenggang rasa dan budi pekerti yang luhur. Islam sangat menganjurkan agar memberikan kebaikan kepada sesamanya, jika tidak bisa, maka dianjurkan untuk tidak menimpakan keburukan dan sesuatu yang tidak disukai.



SUARA 1. Suara gaduh dan bising Suara televisi atau radio, obrolan orang-orang, atau suara-suara gaduh lainnya seperti kendaraan bermotor dapat membuyarkan konsentrasi saat shalat. Oleh karena itu, agar shalat bisa khusyuk, sebaiknya seseorang menyingkarkan atau menjauhi gangguan tersebut. Nabi bersabda, “Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat (memohon) kepada Rabbnya, maka hendaklah ia memperhatikan apa yang ia munajatkan, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan Al-Qur’an atas sebagian yang lain” (HR Malik). Suasana yang bisa menghalangi khusyu' adalah melaksanakan shalat di tempat lalu lalang manusia, di tempat-tempat yang ramai dan gaduh serta suara-suara yang berisik, di dekat orang-orang yang sedang bercakap-cakap, dan bersendau-gurau. Orang yang sedang menjalankan ibadah di dalam masjid membutuhkan ketenangan sehingga dilarang mengganggu kekhusyukan mereka, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Di antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang. Demikian pula mengganggu dengan obrolan yang keras. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Rabbnya. Maka dari itu, janganlah sebagian kalian menyakiti yang lain dan janganlah mengeraskan bacaan atas yang lain”( HR Ahmad, Abu Dawud, dan alHakim dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihal-Jami’). Apabila mengeraskan bacaan Alquran saja dilarang jika memang mengganggu orang lain yang sedang melakukan ibadah, lantas bagaimana kiranya jika mengganggu dengan suara-suara gaduh yang tidak bermanfaat. Sungguh, di antara fenomena yang menyedihkan, sebagian orang terutama anak-anak muda tidak merasa salah membuat kegaduhan di masjid saat shalat berjamaah sedang berlangsung. Mereka asyik dengan



obrolan yang tiada manfaatnya. Terkadang mereka sengaja menunggu imam rukuk, lalu lari tergopoh-gopoh dengan suara gaduh untuk mendapatkan rukuk bersama imam. Untuk yang seperti ini kita masih meragukan sahnya rakaat shalat tersebut karena mereka tidak membaca Al-Fatihah dalam keadaan sebenarnya mereka mampu. Tetapi, mereka meninggalkannya dan justru mengganggu saudarasaudaranya yang sedang shalat. Hal ini berbeda dengan kondisi sahabat Abu Bakrah radhiallahu’anhu yang ketika datang untuk shalat bersama



Nabi Shallallahu’alaihi



Wasallam didapatkannya



beliau Shallallahu’alaihi Wasallam sedang rukuk lalu ia ikut rukuk bersamanya dan itu dianggap rakaat shalat yang sah. Hal ini termasuk pula suara batuk yang sangat mengganggu jamaah lainnya. Sehingga sebaiknya apabila seseorang sedang dalam keadaan sakit, tidak ikut berjamaah di masjid. Selain untuk menghindari agar jamaah



lainnya



tidak



terganggu,



orang



yang



sakit



juga



dapat



berisirahat di rumah agar cepat sembuh dari sakitnya.



2. Suara tangisan dan gaduh anak kecil Anas radhiallahu ‘anhu mengatakan: Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam– pernah mendengar tangisan seorang anak kecil bersama ibunya, sedang beliau dalam keadaan sholat, karena itu beliau membaca surat yang ringan, atau surat yang pendek. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu mengatakan: Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam– bersabda: “Sungguh aku pernah memulai sholat yang ingin ku panjangkan, lalu karena kudengar tangisan seorang anak kecil, maka kuringankan (sholat tersebut), karena (aku sadar) kegusaran ibunya terhadapnya”. Dari



Abu



Qotadah radhiallahu’anhu dia



berkata,



“Suatu



ketika



Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar (untuk shalat-pent) dengan menggendong



Umamah Binti Abil ‘Ash, kemudian beliau shalat. Apabila rukuk beliau menurunkannya, dan apabila bangkit beliau menggendongnya kembali”( HR Bukhari no 5996 dan Muslim no.543).



Imam Al-’Aini rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bolehnya membawa anak kecil kedalam masjid”( ‘Umdatul Qori jilid 2 halaman 501 dan Ats-Tsamar alMustathob jilid 2 halaman 761)



Adapun hadits yang berbunyi, “Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid,” adalah hadits yang dhaif (lemah), didaifkan oleh Ibnu Hajar, Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, AIMundziri, dan lainnya (Ats-Tsamar al-Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab karya Syeikh Al-Albani jilid 2 halaman 585). Dalam hadits-hadits ini terdapat dalil bolehnya memasukkan anak ke masjid-masjid, walaupun mereka masih kecil dan masih tertatih saat berjalan, walaupun ada kemungkinan mereka akan menangis keras, karena Rasulullah menyetujui hal itu, dan tidak mengingkarinya, bahkan beliau menyariatkan untuk para imam agar meringankan bacaan suratnya bila ada jeritan bayi, karena dikhawatirkan akan memberatkan ibunya. Mungkin saja hikmah dari hal ini adalah untuk membiasakan mereka dalam ketaatan dan menghadiri sholat jamaah, mulai sejak kecil, karena sesungguhnya pemandanganpemandangan yang mereka lihat dan dengar saat di masjid -seperti: dzikir, bacaan qur’an, takbir, tahmid, dan tasbih- itu memiliki pengaruh yang kuat dalam jiwa mereka, tanpa mereka sadar. Pengaruh tersebut, tidak akan atau sangat sulit hilang saat mereka dewasa dan memasuki perjuangan hidup dan gemerlap dunia. Walaupun demikian, perlu juga diperhatikan keadaan si anak. Hendaklah seorang yang membawa anak masuk ke masjid, memberikan pengertian kepada anaknya agar dia menghormati rumah-rumah Allah, dengan begitu insyaAllah anak akan tenang dan tidak mengganggu para jama’ah yang lain. Bila si anak tetap tidak bisa tenang, dan membuat para jamaah yang lain terganggu, maka lebih baik tidak diajak ke masjid karena maslahat untuk orang banyak harus didahulukan ketimbang maslahat pribadi.



PIKIRAN 1. Faktor tingkat keimanan kita memiliki pengaruh yang sangat vital dan menentukan dalam upaya menggapai kekhusyukan di dalam setiap shalat



Tingkat keimanan menjadikan dasar bagaimana kita dalam menjalankan sholat. Sebagai mana semakin tinggi tingkat keimanan seseorang akan semakin baik juga orang tersebut menjaga sholatnya dan begitu juga sebaliknya. Manusia dalam shalat terbagi menjadi beberapa tingkatan: Pertama, Tingkatan orang yang zalim terhadap dirinya sendiri dan lalai dengan shalatnya. Dialah orang yang shalat dengan wudhu’ yang tidak sempurna, shalat tidak pada waktunya, batas-batasnya dan tidak menyempurnakan rukun-rukunnya. Kedua, Orang yang semata-mata menjaga waktu, batas-batas shalat dan rukunrukunnya yang lahiriyah dan menjaga waudhu’. Namun dia tidak berusaha melawan bisikan-bisikan maka dia terhanyut dalam bisikanbisikan dan pikiran-pikirannya di dalam shalat. Ketiga, Barangsiapa yang menjaga batas-batas shalat dan rukun-rukunnya, dan bersungguh-sungguh mengarahkannya jiwanya dalam melawan bisikan-bisikan dan fikiran-fikiran yang menggoda di dalam shalatnya, maka dengan hal tersebut sesungguhnya dia telah menyibukkan dirinya dalam menghadapi musuhnya agar musuhnya itu tidak mencuri shalatnya, maka dengan seperti ini dia berada dalam sholat dan jihad. Keempat, Orang yang apabila bangkit menunaikan shalat maka dia menyempurnakan hak-hak, rukun-rukun dan aturan-atauran shalat, hatinya dikerahkan untuk menjaga tuntutan-tuntutan shalat, agar dia tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari ibadah shalatnya. Bahkan, seluruh potensi dan semangatanya tercurah untuk menyempurnakan penegakan shalat sebagaimana mestinya, maka dengan ini sungguh hatinya telah terarah pada perkara shalat dan ubudiyahnya kepada Allah swt. Kelima, Orang yang bangkit menegakkan shalat dengan cara seperti di atas, bersamaan dengan itu dia hatinya tertumpah di hadapan Allah Azza Wa Jalla, dia melihat Allah dan menyadari akan pengawasan Allah, hatinya cinta kepadaNya dan mengagungkanNya sekan dia melihat Allah. Semua bisikan dan lintasan-lintasan pikiran telah terhapus, telah terangkat dinding antara dirinya dan TuhanNya, maka orang yang seperti ini di dalam perkara shalat lebih utama dan lebih agung dari pada jarak yang memisahkan langit dan bumi, orang yang seperti ini sedang sibuk dengan bermunajat kepada Tuhannya swt di dalam shalatnya 2. Faktor tingkat pemahaman kita karena belum faham bacaan, makna, hikmah, keutamaan, syarat dan rukun sholat sangat berpengaruh, khususnya pemahaman dan penghayatan



terhadap setiap bacaan yang kita ucapkan di dalam shalat kita, seperti ayat-ayat Al-Qur'an, dzikir-dzikir dan do’a-do’a. Maka jadilah "sukaaro" shalat mabuk alias sholat tanpa rasa, tanpa pemahaman, tanpa penghayatan, tanpa keyakinan, kosong, hampa, seakan robot jasad tanpa ruh. "Alkusaala" malah terasa beban, buru-buru pengen cepat selesai, senangnya menunda-nunda waktunya, gerak sholatnya cepat . Lihat orang mabuk berkata berbuat tetapi tidak sadar apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat, lihat orang shalat berdiri, bertakbir, baca ayat, rukuk, sujud, tahiyyat dan salam, tetapi tidak sadar bahwa ia sedang berdiri, rukuk, sujud menghadap pencipta langit dan bumi, tidak sadar bahwa ia sedang berdialog dengan pencipta dirinya, yang maha menentukan segala-galanya. Qs.4 An-Nisaa':43. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sampai kalian benar-benar paham apa-apa yang kalian baca dalam shalat kalian” Jelas sekali ayat ini menekankan pada arti bacaan shalat, kita dapat melatihnya secara berlahan. mabuk dalam ayat ini boleh diartikan sebagai mabuk khamr, tapi juga mabuk dunia, mabuk harta, mabuk tahta, mabuk cinta pun termasuk pulak dalam hal yang mengganggu shalat sehingga kita lupa/silap/tak sadar bacaan shalat apa yang telah kita baca, bahkan selalu-nya kita lupa rakaat ke berapa. Lebih baik membaca surat pendek yang kita tahu arti bacaan setiap kata-kata daripada membaca surat panjang yang kita tak tahu apa artinya. Ingat, untuk mencapai shalat khusyu dalam ayat diatas ialah faham apa yang kita ucapkan. Garis besarnya, dalam ayat ini terdapat 2 hal: a. Jangan melamun, jangan mabuk, jangan mabuk harta, jangan mabuk cinta, jangan mabuk tahta, jangan mabuk dunia yang membuat kita tidak sadar & tidak tahu apa yang kita ucapkan b. Arti bacaan shalat yang harus kita fahami untuk mencapai shalat khusyu faham arti bacaan shalat itu penting sangat hingga kita tidak hanya dituntut hafal bacaan shalat tapi juga faham artinya agar lebih khusyuk & menghayati shalat.



3. Memikirkan dunia dimana hati kita sibuk dengan memikirkan urusan selain shalat saat mengerjakan shalat. "Hubbub dunya" sangat mencintai dunia, "the money is the first and the final of life, no money no happy" sehingga hati pikirannya selalu dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat duniawi, duit, dolar, makan minum, keluarga, target-target bisnis, masalahmasalah, berkhayal dan sebagainya. Dan itulah yang di ingat-ingat dalam shalat, sampai apa yang disebut oleh Rasulullah, "hatta yansa kam rok atan laka" sampai ia lupa sudah berapa rakaat ia sudah shalat", maka tidak heran saat sholat yang semestinya hati pikirannya fokus dalam sholat malah ingat dunia. Sahabatku, simaklah Kalam Allah surah Al Maa'uun ayat 4 dan 5, "Celakalah orangorang yang mengerjakan shalat yang hati pikirannya lalai kepada Allah". Lalai hatinya karena dunia "ball tu'tsiruunal hayaatad dunya" (QS Al A’laa 16). Karena itu sadarilah hidup kita tidak lama di dunia yang fana ini, shalatlah seakan shalat terakhir hidup, simaklah sabda Rasulullah, "Bila engkau melakukan shalat maka shalatlah kamu, seperti orang yang akan meninggalkan alam fana" (HR Ibnu Majah & Imam Ahmad). 4. Selain itu secara tidak langsung ada beberapa hal yang mengganngu kekhusyukan dalam sholat, seperti perilaku tidak baik, shalat tapi berbuat zalim, shalat tapi berbuat maksiat, serta makan dan minum dari yang haram secara tidak langsung juga dapat menyebabkan kita untuk tidak khusyuk dalam sholat. Shalat disertai "al munkar", berbuat zalim, menganiaya, menipu, menggunjing, memfitnah, merendahkan orang lain secara terang-terangan atau secara diam diam, dalam hatinya merendahkan orang lain, menghina, memukul apalagi sampai membunuh orang lain. Ini pun menjadi hijab besar, karena Allah hanya menerima ibadah yang membuat hamba itu menghinakan diri dihadapanNya dan yang membuat dirinya rendah hati kepada mahlukNya. Cukup shalat itu akan dianggap dusta kalau tidak memperhatikan yatim piatu dan fakir miskin (QS Al Maun 1-3). "Cuek, masa bodoh, pelit, emangnya gue pikiran" dan sebagainya sudah cukup dianggap pendusta shalat, pendusta agama apalagi sampai berbuat aniaya. Dan ini semua bukan akhlak hamba Allah yang sholat, orang shalat itu belas kasih, santun, pemaaf, murah senyum, dermawan dan rendah hati, sahabatku



Shalat masih disertai "Al fahsyau" berbuat maksiat seperti berdusta, mabuk, buka aurat, berjudi, berzina, dari zina mata melihat yang porno, tangan meraba, pikiran berkhayal sampai zina kemaluan, "adzdzunuubu kaafilatul quluubi" dosa-dosa maksiat itu menjadi "cover" penutup hati. Alwaqi, guru Imam Syafii' berkata, "nurullahi la yuhda lil a'shi", sungguh cahaya nur hidayah Allah tidak akan masuk pada hati yang tertutup gelap karena maksiat. Inilah kebanyakan yang terjadi pada "tukang shalat" bukan "penegak shalat", STMJ sholat rajin maksiat tekun, ritual rutinitas tanpa disertai amal yang berkualitas, hasilnya lagi lagi kosong, tidak ada "atsar" pengaruh, ini sekaligus menjadi jawaban mengapa ada orang shalat tetapi sulit khusyu'. Ya bagaimana khusyu' maksiat terus sich!. Imam Ghazali berkata, "Sungguh, sekali dusta sudah cukup membuat sholatnya terhijab kepada Rabbnya". Makan minum yang haram, baik secara zat "lizaatihi" seperti anjing, babi, alkohol, narkoba dan sebagainya. Atau cara mencarinya dengan cara haram, "linailihi", walaupun halal zatnya seperti makan tempe tahu halal tetapi karena cara mencarinya dengan berdusta, menipu, sumpah palsu, terima sogokan, korupsi dan sebagainya, maka tetap haram, seakan ia makan tempe tahu tetapi sebenarnya ia makan anjing dan babi, itulah yang disebut "rijsun min amalisy syaithon". Najis karena amalnya atau "roddudzdzakaat" karena menolak zakat, maka hartanya bercampur dengan hak faqir miskin, kotorlah hartanya. Semuanya menjadi hijab hati dan hijab hubungan kepada Allah, walhasil shalatnyapun tidak diterima, Allah "subbuuhun" Maha Suci hanya menerima yang suci. Ingat komentar Rasul pada orang yang menangis tatkala berdoa, "hampir saja aku mengira doanya diijabah Allah, namun Jibril memberitahuku bahwa orang itu suka menipu, lantas bagaimana Allah menjawab si penipu, pakaian dan makanannya dari hasil menzalimi orang lain?" Oleh karena itu untuk dapat sholat secara baik dan khusyuk sebaiknya semua harus kita persiapan karena sadarilah saat shalat kita berhadapan zat Yang Maha Suci. Tentunya kita harus memperhatikan hal-hal tersebut agar bisa menghindarinya. Dengan menghindarinya kita akan bisa lebih mudah untuk menjadikan rasa khusyu' lebih merasuk. Dengan rasa khusyu' yang merasuk maka shalat akan terasa lebih berbekas dalam jiwa. Tujuan shalat pun akan lebih bisa dijaga. Kita pun akan merasakan sebagai orang yang butuh dengan shalat.



LAIN-LAIN 1. Menahan buang angin, kencing atau berak Menahan buang angin (kentut) jugan merupakan hal menghalangi kekhusyukan shalat, ketika kita shalat apabila ingin kencing atau berak, alangkah baiknya kita menghetikan shalat kita meskipun kita kehilangan shalat jama’ah. Hajat tersebut misalnya mengeluarkan angin, kotoran, dan air seni saat sudah terasa. Tidak diragukan lagi bahwa, di antara hal yang merusak kekhusyu'an adalah jika seseorang shalat dalam kondisi menahan buang air kecil atau¬pun besar. Barangsiapa yang mengalami hal itu, hendaknya ia pergi ke kamar kecil untuk menunaikan hajatnya, meski ia akan ketinggalan beberapa gerakan rekaat dalam shalat berjama'ah. Sebab Rasulullah Shollallahu 'alahi wa Sallam bersabda, ‫صدلة دفألديأبدأأ بالخلء‬ ‫إِتدذا أددرادد أددحةدةكةم األدخدلدء دوأةِتقيدمِتت ال ص‬ ”Jika salah seorang di antara kalian hendak pergi ke kamar kecil sementara shalat sedang ditegakkan (iqamah telah dikumandangkan ), hendaknya ia mendahulukan pergi ke kamar kecil..” (Abu Dawud 88, Ibnu Majah 616, Muwaththa' 159, dan Ibnu Khuzaimah 1652. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' no : 299) Bahkan seandainya hal tersebut terjadi di tengah shalat, hendaknya ia memutuskan shalatnya untuk menunaikan hajatnya, lalu bersuci dan mengulangi shalatnya. Sebab Rasulullah Shollallahu 'alahi wa Sallam bersabda, ‫ل دوةهدو ةيدداِتفةعةه ا د‬ ‫ضدرِتة الصطدعاِتم دو د‬ ‫صد‬ ‫د‬ ‫لدة ِتبدح أ‬ ‫لأخدبدثاِتن‬ ‫ل د‬ “Tidak layak shalat di dekat makanan, tidak pula seseorang yang sedang menahan dua bentuk hadats.” (Shahih Muslim no. 560) Tidak diragukan lagi bahwa menahan dua hadats akan menghilangkan kekhusyu'an. Termasuk dalam kategori ini pula menahan keluarnya angin dari dubur. 2. Kantuk Al-Qur’an dan hadis menerangkan larangan shalat dalam keadaan ngantuk dan mabuk, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,



sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapakan”. (An-Nisa’: 43) Dan demikan juga dari hadis sahih Nabi , yang melarang seseorang shalat dalam keadaan ngantuk. Anas Bin Malik berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ‫صد‬ ‫لِتة دفألديأرةقأد دحصتي ى ديأذدهدب دعأنةه الصنأوةم‬ ‫إِتدذا دندعدس أددحةدةكأم ِتفي ى ال ص‬ “Jika salah seorang dari kalian merasa mengantuk dalam shalat, hendaklah ia tidur terlebih dahulu, sehingga ia betul-betul mengetahui apa yang diucapkannya.” (Shahih Muslim no. 1871) Hadits berlaku umum baik shalat sunah atau wajib siang maupun malam inilah madzhab Syafi'i dan mayoritas ulama hanya saja pada shalat wajib tidak boleh menyebabkan terlewat dari waktunya. (Syarh Nawawi atas Shahih Muslim Juz 6 hal. 74) 3. Kondisi cuaca yang sangat panas atau dingin Sesungguhnya Rasulullah melarang kita shalat pada waktu cuaca yang sangat panas, karena itu semua bisa menjadi penghalang kekhusyukan dalam shalat. Begitu juga, hendaknya tidak menunda shalat di saat suasana yang sangat dingin atau sangat panas, jika memungkinkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam sendiri memerintahkan untuk menunda shalat Zhuhur saat panas terasa sangat terik hingga panas matahari tidak terlalu menyengat. Tujuannya tentu agar panas tersebut tidak mengganggu. ‫صد‬ ‫لِتة‬ ‫ دفِتإدذا اأشدتصد األدحرر دفدأأبِترةدوا ِتبال ص‬، ‫إِتصن ِتشصددة األدحرر ِتمأن دفأيِتح دجدهصندم‬ “Sesungguhnya udara yang panas menyengat merupakan bagian dari uap neraka Jahanam, jika panas menyengat hendaklah tunggu untuk melaksanakan shalat hingga mereda.” (Shahih al-Bukhari no. 514) Imam Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya menunaikan shalat di saat kondisi sangat panas bisa menghalangi orang yang shalat dari khusyu' serta hadirnya hati di dalamnya. Ia akan menunaikannya dengan perasaan kurang suka dan keluh kesah. Maka termasuk salah satu kebijaksanaan Sang Pembuat syari'at adalah memerintahkan mereka untuk mengakhirkan pelaksanaan shalat Zhuhur hingga panas mulai reda. Sehingga hamba bisa shalat dengan hati yang hadir dan dengan itu pula akan bisa



dicapai tujuan shalat yaitu khusyu' dan menghadap dengan penuh kepasrahan kepada Allah.” (Al-Wabilus Shayyib cet. Darul Bayan hal. 22) 4. Kelelahan dan keletihan yang sangat akibat dari kerja keras Kelelahan pada saat kerja keras atau dalam perjalanan jauh itu semua bisa menghalangi kekhusyukan dalam menjalankan shalat, sebaiknya istirahat dulu sebelum mengerjakan shalat. Nabi juga memberikan keringanan pada orang yang musafir supaya untuk shalat sunnah di atas kendaraannya, dimaksudkan suapaya dipenuhi jasmaninya sehingga orang yang shalat tidak kehilangan kekhusyukannya. 5. Suasana yang tidak nyaman Shalat membutuhkan kondisi yang ideal sehingga nyaman dan tidak mudah terusik yang bisa berakibat khusyu' tak bisa muncul. Di antara hal yang menunjukkan hal ini adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menyingkirkan gambar yang mengganggu. Hal ini dikisahkan oleh pembantunya, Anas Bin Malik, ‫ دفِتإصنةه ل دتدزاةل‬، ‫ ) أدِتميِتطي ى دعرني ى‬: ( ‫ دفدقادل لددها الصنِتبي ى ) صلي ى ال عليه وسلم‬، ‫دكادن ِتقدرام ِتلدعاِتئدشدة دسدتدرأت ِتبِته دجاِتندب دبأيِتتدها‬ ‫صاِتويةرةه دتأعِتر ة‬ ( ‫صلِتتي ى‬ ‫ض ِتلي ى ِتفي ى د‬ ‫دت د‬ “Adalah Aisyah memiliki selembar kain yang berwarna-warni, digunakan untuk menutup bagian samping rumahnya. Melihat itu Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda padanya , "Hilangkan itu dari pandanganku, sebab gambar-gambarnya selalu terbayang dan menggoda pandanganku di waktu shalat.” (Shahih Al-Bukhari no. 5614, lihat Fathul Bari 10/391) Begitu pula ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam memasuki Ka'bah untuk melaksanakan shalat, beliau melihat dua tanduk kambing kibas. Ketika selesai shalat beliau bersabda kepada Utsman bin al-Hujbi, ‫صلردي ى‬ ‫إِترني ى دنِتسيةت أدأن آةمدردك أدأن ةتدخرمدر األدقأردنأيِتن دفِتإصنةه لدأيدس ديأندبِتغي ى أدأن ديةكودن ِتفي ى األدبأيِتت دشأي ىمء ديأشدغةل األةم د‬ “Sesungguhnya aku lupa tidak menyuruhmu menutupi dua tanduk tersebut, sebab tidak sepantasnya di dalam rumah ini terdapat sesuatu yang mengganggu orang yang sedang shalat..” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 2032 tersebut dalam Shahihul Jami' no. 2504) 6. Mengarahkan pandangan ke atas.



Selain menghalangi kekhusyu'an, perbuatan tersebut juga dilarang dengan ancaman. Rasululullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ‫لِتة أدأو د‬ ‫صد‬ ‫ل دتأرِتجةع إِتلدأيِتهأم‬ ‫صادرةهأم إِتدلي ى الصسدماِتء ِتفي ى ال ص‬ ‫لدديأندتِتهديصن أدأقدوام ديأردفةعودن أدأب د‬ “Hendaknya suatu kaum benar-benar menghentikan kebiasaan mendongakkan pandangan ke arah langit saat melaksanakan shalat atau pandangannya tidak kembali.” (Shahih Muslim no. 994) Para ulama sepakat bahwa orang yang tengah shalat terlarang mendongakkan pandangannya. Didasarkan pada riwayat Ahmad dari Muhammad bin Sirin bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam waktu itu mendongakkan pandangannya ke langit ketika sedang shalat. Hingga turunlah ayat… [1-2 dalam surat Al-Mukminun]. Sejak saat itu beliau tidak mengalihkan pandangan dari tempat sujud. Inilah pangkal dari ditetapkannya syariat yang selaras dengan fitrah bahwa orang yang tengah meminta yang diperintah untuk bersikap khusyu' merendah dan tenang. Kondisi ini tidak akan tercapai jika pandangannya diarahkan kepada yang dimintai, hendaknya menundukkan pandangan di hadapannya. (Majmu' Fatawa Jilid 22 hal. 559) 7. Buru-buru dalam rukuk dan sujud. Berlaku khusyu' dalam shalat adalah wajib, hal ini berarti mengandung tuntutan untuk berlaku tenang dan tunduk. Karena itu barangsiapa yang sujud dengan terburu-buru seperti burung tidak akan mereguk khusyu' dalam sujudnya. Demikian pula barangsiapa yang mengangkat kepalanya sebelum sempurna melakukan rukuk tidak akan bisa berlaku tenang. Ketenangan hanya bisa dirasakan dengan thumakninah. Dengan begitu orang yang tidak thumakninah tidak akan tenang, orang yang tidak tenang tidak akan khusyu' dalam rukuk dan sujudnya. Orang yang tidak khusyu bisa jadi akan berdosa. (Majmu'ul Fatawa Juz 22 hal. 558) Oleh karen itu, hendaknya berjalan menuju shalat dengan khusyuk, tenang, dan tentram. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa walaupun shalat sudah didirikan. Abu Qatadah radhiallahu’anhu berkata, “Saat



kami



sedang



shalat



bersama



Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang. Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan,



‫صد‬ ‫ دف د‬:‫ دفدقادل‬.‫لِتة‬ ‫صد‬ ‫لِتة دفدعدلأيةكأم ِتباالصسِتكأيدنِتة دفدما دأأددرأكةتأم‬ ‫ إِتدذا أددتأيةتأم إِتدلي ى ال ص‬,‫ل دتأفدعلةأوا‬ ‫ اِتأسدتأعدجألدنا ِتإلدي ى ال ص‬:‫دما دشأأةنةكم؟ دقالةأوا‬ ‫صلرأوا دودما دفادتةكأم دفدأِتترمأوا‬ ‫دف د‬ “Apa yang terjadi pada kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesagesa menuju shalat.” Rasulullah menegur mereka, “Janganlah kalian lakukan hal itu. Apabila kalian mendatangi shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rakaat yang kalian dapatkan shalatlah dan rakaat yang terlewat sempurnakanlah”.( HR Bukhari no 635 dan Muslim no 437) 8. Tersibukkan dengan keadaan dirinya atau pakaian Kadang tanpa disadari atau karena menjadi kebiasaan, ketika tengah menjalankan shalat, orang tersibukkan memperhatikan atau membenahi keadaan dirinya. Ada yang sibuk dengan kopiahnya. Ada yang merapi-rapikan pakaiannya. Ada juga yang mengeluselus janggutnya. Atau pikirannya berkelana dengan pikiran yang buruk Semua itu menghalangi hadirnya rasa khusyu' (Al-Iqna' karya Marwadi Juz 1 hal. 45-46)