HALUSINASI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI I.



KASUS (MASALAH UTAMA) KONSEP DASAR HALUSINASI 1. Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep,2010). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Keliat Budi Anna, 2012). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar. (Stuart and Laraia, 2005). Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan). (Trimelia, 2012) 2. Rentang Respon Neurobiologis Respon Adaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Hubungan sosial a. Respon Adaptif



Respon Maladaptif Distorsi pikiran Ilusi Reaksi emosi berlebihan atau kurang Perilaku aneh atau tidak biasa Menarik diri



Gangguan proses pikir Waham Perilaku disorganisasi Isolasi sosial



a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika



menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif: 1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan 2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan 3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli 4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran. 5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan. b. Respon psikososial 1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan 2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera. 3) Emosi berlebihan atau berkurang 4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran 5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. c. Respon maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi: 1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. 2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. 3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati 4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. 5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam. 3. Etiologi Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu : 1) Faktor predisposisi



a. Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor sosiokultural Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor biokimia Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan



terakitvasinya



neurotrasmitter



otak.



Misalnya



tejadi



ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin. d. Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang  tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. e. Faktor genetik dan pola asuh Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2) Faktor presipitasi a. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama. b. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi  dari  halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. c. Dimensi intelektual



Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien d. Dimensi sosial Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. e. Dimensi spiritual Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk. 4. Tanda dan Gejala Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut: 1) Bicara sendiri. 2) Senyum sendiri. 3) Ketawa sendiri. 4) Menggerakkan bibir tanpa suara. 5) Pergerakan mata yang cepat 6) Respon verbal yang lambat. 7) Menarik diri dari orang lain. 8) Berusaha untuk menghindari orang lain. 9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata. 10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah. 11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik. 12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori. 13) Sulit berhubungan dengan orang lain. 14) Ekspresi muka tegang. 15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah. 16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.



17) Tampak tremor dan berkeringat. 18) Perilaku panik. 19) Agitasi dan kataton. 20) Curiga dan bermusuhan. 21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan. 22) Ketakutan. 23) Tidak dapat mengurus diri. 24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. 5. Fase-fase Halusinasi Menurut Yosep (2010) tahap halusinasi ada lima fase yaitu: Tahap halusinasi Stage I: Slep disorder Fase



awal



Karakteristik Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari



seeprang



sebelum lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya



muncul halusinasi



banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, minsalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah kekampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena teraakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit idur berlngsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah. Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti



Stage II: Comforting



Halusinasi secara umum dia terima adanya perasaaan yang cemas, kesepian, perasaan sebagai sesuatu yang alami



berdosa,



ketakutan



pemikiran beranggapan



pada bahwa



dan



mencoba



timbulnya



memusatkan



kecemasan.



pengalaman



pikiran



Ia dan



sensorinya dapat dia control bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien Stage III: Condemning Secara



umum



mendatanngi klien



merasa nyaman dengan halusinasinya. Pengalaman sensori klien menjadi sering adatang halusinasi dan mengalami biasa. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya gengan objek yng dipersepsikan klien mulai menarik diri dari oang lain, dengn intensitas waktu yang lama.



Stage IV: Controling Severa Level Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori Of Anxiety



abnormalyang



datang.



Klien



dapat



merasakan



Fugsi sensori menjadi tidak releven kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dengan kenyataan mulai fase gangguan pisikotik. Stage V: Conquering Panic Level Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai Of Anxiety



terasa



terancamengan



datangnya



suara-suara



Klien mengalami gangguan dalam terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman menilai lingkungannya



atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.



6. Jenis-jenis Halusinasi Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut: 1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik) Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut. 2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)  Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan 3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral. 4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. 5) Halusinasi Perabaan (Taktil)



Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit. 6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ. 7) Halusinasi kinesthetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). 8) Halusinasi visceral Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya. a.



Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.



b.



Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti impian.



7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu : 1) Penatalaksanaan Medis a. Psikofarmakoterapi Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain : -



Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.



-



Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).



b. Psikoterapi Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode



yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. c. Rehabilitasi Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005). 2) Penatalaksanaan Keperawatan Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010): a.



Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus



dan



persepsi.



Stimulus



yang



disediakan



:



baca



artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus. b.



Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.



II.



PROSES TERJADINYA MASALAH Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap, yaitu :



a. Tahap I (Comforting) Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. b. Tahap II (Condeming) Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control, menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas. c. Tahap III (Controlling) Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat. d. Tahap IV (Conquering) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai, agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.



III.



A. POHON MASALAH



Sumber : Dermawan dan Rusdi (2013) B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI Analisa data halusinasi pendengaran menurut (Yosep, 2016) meliputi sebagai berikut : Masalah Keperawatan



Data Yang Perlu Dikaji



Gangguan Persepsi



Subjektif



Sensori : Halusinasi



1. Klien mengatakan mendengar



Pendengaran



suara



atau



kegaduhan 2. Klien



mengatakan



mendengar



suara



yang



suara



yang



mengajaknya untuk bercakap-cakap 3. Klien



mengatakan



mendengar



menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang berbahaya 4. Klien mengatakan mendengar suara



yang



mengancam dirinya atau orang lain Objektif



1. Klien tampak bicara sendiri 2. Klien tampak tertawa sendiri 3. Klien tampak marah-marah tanpa sebab 4. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu



5. Klien tampak menutup telinga 6. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu 7. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri IV.



DIAGNOSA KEPERAWATAN



Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) dari individual atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan. Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan gangguan Persepsi sensori: halusinasi sebagai berikut: 1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal). V.



RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perawat dapat memberikan alasan ilmiah terbaru dari tindakan yang diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang berdasarkan pada literatur, hasil penelitian atau pengalaman praktik. Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa Indonesia. 1. SP 1 Pasien a. Bina hubungan saling percaya. b. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien. c. Mengidentifikasi isi halusinasi klien. d. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien. e. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien. f. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi g. Mengidentifikasi respons klien terhadap halusinasi h. Mengajarkan klien menghardik halusinasi. i. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian Kriteria Hasil: Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa sayang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam, mau menyebutkan nama, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi a. Klien menyebutkan: waktu, isi, dan frekuensi situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, serta respon dari halusinasi b. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik



c. Klien dapat memasukkan cara menghardik kedalam jadwal kegiatan harian 2. SP 2 pasien : a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien b. Melatih mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. c. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan bercakap-cakap dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian. Kriteria hasil: Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. 3. SP 3 pasien : a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien). c. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan kebiasaan dirumah kedalam Jadwal kegiatan harian Kriteria hasil : Klien dapa tmengontrol halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan terjadwal. 4. SP 4 pasien : a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien b. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai penggunaan obat secara teratur c. Menganjurkan klien memasukkan penggunaan obat secara teratur kedalam jadwal kegiatan harian. Kriteria hasil: Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara minum obat dan klien dapat menyebutkan nama/ jenis obat, warna obat, waktu obat diminum, fungsi obat dan efek samping obat yang diminum. 5. SP 1 keluarga : a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya halusinasi c. Menjelaskan cara merawat klien dengan keluarga Kriteria Hasil : Keluarga mengetahui mengetahui penyakit yang diderita oleh klien dan keluarga mengerti tentang pengertian, jenis, tanda dan gejala, serta proses terjadinya



halusinasi dan keluarga juga mengerti tentang bagaimana cara merawat klien dengan halusinasi 6. SP 2 keluarga : a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasi b. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat klien halusinasi secara langsung dihadapan klien Kriteria Hasil: Keluarga mampu merawat lansung klien dengan halusinasi 7. SP 3 Keluarga a. Membantu keluarga membentuk jadwal aktiftas di rumah termasuk minum obat b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang Kriteria Hasil:



Keluarga mampu melanjutkan jadwal aktifitas klien selama di



rumah sakit jika sudah pulang kerumah.