Hansel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Apa Hubungan Ameloblastoma dengan Kehilangan Gigi? Menurut Ritchie (1990), ameloblstoma tumbuh di dalam tulang rahang dan secara makroskopi, tumor menyebabkan perluasan atau ekspansi tulang rahang dengan menginfiltrasi tulang konselus. Perluasan tumor dapat mengekspansi tulang bukal, lingual, ataupun palatal. Tekanan dapat terjadi, terutama di regio sinus maksila, serta dapat menyebabkan kehilangan gigi. Tumor biasanya mengabsorbsi akar gigi. Menurut Laskin, ameloblastoma tumbuh dengan cara menginvasi jaringan lunak dan menghancurkan tulang atau menyebabkan resorpsi tulang.1 Mengapa konsistensi dari ameloblastoma keras? Karena secara histologis, terdapat banyak jaringan fibrous stroma dengan pulau-pulau berisi massa epitel yang berkembang yang menyerupai epitel organ enamel. (Greenberg, S, M., Glick, Michael., Ship, A, 2008) Mengapa berwarna kebiruan? Karena terdapat pembuluh darah yang pecah sehinnga darah keluar dari pembuluh darah. (Ii, 2000) Definisi Ameloblastoma Ameloblastoma adalah jenis tumor jinak yang berasal dari jaringan epitelium odontogenik.(Hendra et al., 2019) Istilah odontogenik dimaksudkan bahwa tumor berasal dari stuktur pembentuk gigi.(Cahyawati, 2018)Tumor ini bersifat lokal invasif dan memilki tingkat rekurensi yang tinggi setelah dilakukan pengangkatan. (Hendra et al., 2019) Berdasarkan kajian literatur dari (Hendra et al., 2019), insidensi dari ameloblastoma di seluruh dunia terbilang cukup jarang, yaitu 0.92 dari 1000.000 jiwa per tahunya, dari 6,446 pasien dengan ameloblastoma, 53% merupakan pasien pria dan 47% paien wanita. Jenis tumor ini berkisar 13%-15% dari keseluruhan tumor odontogenik. Rata rata terjadi pada umur 34 tahun dan mencapai puncaknya pada dekade ke tiga, paling sering terjadi di mandibula.



Gejala Klinis Ameloblastoma Secara klinis, ameloblastoma biasanya asimtomatik dan tidak menyebabkan perubahan fungsi nervus sensorik. Tumor ini berkembang dengan lambat, hingga dapat menampakkan pembengkakan. Sebagian besar pasien secara khas datang dengan keluhan utama bengkak dan asimetris pada wajah. Terkadang tumor yang kecil dapat teridentifikasi pada foto radiografi rutin. Seiring dengan pembesaran tumor, tumor membentuk pembengkakan yang keras dan kemudian dapat menyebabkan penipisan korteks yang menghasilkan egg shell crackling. Pertum- buhan yang lambat juga memungkinkan formasi tulang reaktif yang mengarah pada pembesaran masif dan dis- torsi rahang. Apabila tumor ini diabaikan, maka dapat menimbulkan perforasi tulang dan menyebar ke jaringan lunak yang menyulitkan tindakan eksisi. Nyeri adaka- lanya dilaporkan dan terkait dengan infeksi sekunder. Efek yang lain meliputi pergerakan dan pergeseran gigi, resorpsi akar gigi, paraestesia bila canalis alveolar in- ferior terkena, kegagalan erupsi gigi, dan sangat jarang ameloblastoma dapat mengulserasi mukosa. (Cahyawati, 2018) Secara umum ameloblastoma adalah jinak namun invasif lokal, sedangkan ameloblastoma maksilar nam- pak sebagai lesi yang lebih agresif dan persisten. Hal ini kemungkinan disebabkan tulang maxilla yang tipis dan rapuh, tidak seperti tulang mandibula yang tebal, yang memungkinkan penyebaran tumor tanpa halang- an pada struktur di sekitarnya. Suplai darah yang baik ke maxilla bila dibandingkan dengan mandibula juga berkontribusi terhadap percepatan penyebaran neoplas- ma lokal ini. Sedangkan pada pasien-pasien dengan ameloblastoma sinonasal primer pada sebuah penelitian menampakkan adanya lesi massa dan obstruksi nasal, sinusitis, epistaksis, bengkak pada wajah, dizziness, dan nyeri kepala. (Cahyawati, 2018)



Klasifikasi Ameloblastoma Menurut WHO dan international agency for research on cancer, 2003 yaitu: 1. Solid/multicystic ameloblastoma 2. Extraosseus/peripheral 3. Demoplastic ameloblastoma 4. Unicystic ameloblastoma



1. Solid/multicystic ameloblastoma Tumor odontogenic jinak pada rahang. Memiliki ertumbuhan lambat. Muncul dari sisasisa epitel odontogenic, khususnya dari sisa lamina gigi. Dapat timbul sebagai akibat dari perubahan neoplastic pada lapisan/dinding kista odontogenic, khususnya kista dentigerous atau odontogenic keratocyst. Sebagian besar didiagnosis pada dewasa muda, dengan usia rata-rata 35 tahun. 80% terdapat pada mandibula bagian posterior. Treatment: pembedahan dengan melebihkan margin 1,5-2 cm di luar batas radiologis untuk memastikan semua kista hilang



Patogenesis Ameloblastoma Sebagian besar peneliti menganggap bahwa asal muasal ameloblastoma bervariasi, tetapi pemicu terjadinya proses proliferasi neoplastik jaringan epitelialnya belum diketahui. Neoplasma ini berasal dari epithelium mandibula atau maxilla yang terlibat saat pembentukan gigi. Mereka menyatakan kemungkinan epitelium ini berasal dari: 1)



Sisa sel organ enamel



2)



Sisa sel odontogenik (sel epitel Malassez atau sel Serres) sisa dental lamina, sisa selubung Hertwig.



3)



Epitel dari kista terutama kista dentigerous



4)



Epitel heterotropik dari bagian tubuh lain terutama kelenjar hipofisis



5)



Sel basal dari permukaan epitel yang membentuk tulang.1 Mekanisme invasi dan tumbuhnya ameloblastoma pada tingkat molekular dipengaruhi oleh:



a)



Protein-protein yang mempengaruhi degradasi matrik ekstraselular diantaranya; MMPs, Extracellular matrix metalloproteinase/EMMPRIN, Heparanase



b)



Protein-protein yang terlibat dalam adhesi dan migrasi sel diantaranya Syndecan, Integrins, Cadherins, dll



c)



Protein yang mempengaruhi remodeling tulang; Interleukin-1alfa, Interleukin-6, Tumor necrosis factor alpha, Osteopontin



d)



Protein yang mempengaruhi angiogenesis yaitu Fibroblast growth factor-1/FGF-1, FGF-2



e)



Protein yang mempengaruhi proliferasi; p53, p27, Ki-67,Cyclin E, dll.2 Adanya TNF-α yang berlebih, protein antiapoptosis (Bcl-2, Bcl-X, bax), protein interface



(fibroblast



growth



factor



(FGF),



matrix



metalloproteinases



(MMPs))



meningkatkan



pertumbuhan ameloblastoma. Bagaimanapun juga, ameloblastoma memiliki tingkat proliferasi rendah. Mutasi dari gen p52 tidak terlihat memainkan peran dalam perkembangan ameloblastoma.



Gambaran Radiografi Ameloblastoma



1) Radiografi AmeloblastomaUnicyst Lokasi / site : sebagain besar ameloblasrima berkembang dalam regio-molar ramus pada mandibula,tapi mereka dapat berpindah ke daerag simfisial. Sebagian di rahang atas molar ketiga dan meluas ke sinus maksila dan lantai nasal. pada salah satu rahng tumor ini dapat bermula dalam psisis oklusal ke gigi bertumbuh. Border : Ameloblastoma biasanya berbatas jelas dan tegas ( well define) dan secara frekuentif digambarkan dengan batas kortikal. Batas sering kali curved atau bengkok atau pada lesi kecil batas dan bentuk dapat tidak dapat dibedakan. Batas pada lesi maksila biasanya lebih ill defined. Conten : Stuktur internal bervariasi dari radiolusen total sampai campuran dengan keasaan septa tulang membentuk internal compartemen. Septa ini biasanya koarse dan bengkok dan bermula dari tulang normal yang terjebak dalam tumor. Karena tumor ini secara frekuentid memiliki komponen internal cysta, sepra sering kali dimodelkan menjadi bentuk ukrian menjadi hoenycom ( beberapa kompartemen kecil dan variasi berbeda) atau bubbel soap ( kompaartemen lebih besar pada ukuran variable). Umumnya lokulasi lebih besar pada posterior mandibulaa dan anterior mandibula. Association : terdapat jelas kecenderungan untuk ameloblastomameluas resorpsi akar. Gigi berpindah tempat . karen beberapa titik awal adalah oklusal sampai gigi. beberapa gigi berbentuk secara apikal. Radiografi oklusal dapat mendemonstrasukan ekspanis seperti kista dan penipisal lempeng kortikan pada tulang berdekatan, meninggalkan sebuah tulang tipis ( cangkang telur). Perforasi aktual pada tulang kedalam jaringn lunk sekitra atau jarak anatomis adalah feature terlambat ameloblastima.



Tipe unicystc pada ameloblastima dapat menyebabkan ekspanis



ekstim pada ramus mandibular dan sering batas anterior ramus tidak lagi terlihat pada foto panoramik.



Tampilan radiografi dari ameloblastpoma bervariasi sesuai dengan tahap perkembangannya. Apakah ameloblastoma telah menembus baras kortidak dan meluas ke jaringan lunak. Ameloblastoma (80%) berkembang di sekitar regio gigi molar dan ramus mandibula, tetapi tumor ini juga dapat meluas ke area symphyseal. Kebanyakan lesi yang terjadi di rahang atas berada di area gigi molar ketiga dan diikuti oleh sinus maksilaris dan dasar hidung. Lesi ameloblastoma biasanya digambarkan dengan lesi radiolusen dengan batas irreguler, well define, dengan kerusakan pada jaringan sekitar. Pada tahap awal perkembangannya ameloblastoma dapat muncul sebagai lesi radiolusen unilokular tanpa struktur internal. Untuk kasus-kasus lanjut cenderung lebih besar dan juga berkembang ke arah kompartemen internal yang dipisahkan oleh septa.



Interpretasi gambaran radiografi ameloblastoma







Site : mandibular antara 47 & 48 dextra







Size : +/- 2 cm







Shape : multilokuler, buble shoap







Simetris : asimetris







Border : jelas & tegas







Conten : radiolusen







Asosiasi : mendesak gigi 45 & 47 serta meresopsi akar gigi 46







Suspek : Ameloblastoma di submandibular antara gigi 47 & 48



Dentinogenic Ghost Cell Tumor Dentinogenic ghost cell tumor merupakan tumor yang sangat langka ditemukan, secara teknis tumor ini adalah neoplasma jinak. Akan tetapi, seperti ameloblastoma. Tumor ini mengilfiltrasi jaringan disekitarnya dan memiliki pola pertumbuhan yang agresif. Tumor ini sering terjadi di badan mandibula dengan pembengkakan dan mixed radiolucency dengan batas yang tegas. Secara histologi tumor ini tampak seperti ameloblastoma tetapi dengan ditambah adanya ghost cells dan formasi dentinoid, atau dysplastic dentine. Dentinoid adalah bahan mirip osteoid yang dibentuk oleh jaringan ikat tetapi diinduksi oleh epitel dengan cara yang mirip dengan dentin. Ghost cell ditemukan dalam spektrum lesi dari kista odontogenic jinak yang telah



terkalsifikasi, pada ghost cell tumor yang jinak tetapi agresif dan pada sel karsinoma odontogenik ghost cell yang sangat langka. Perbedaan antara ketiganya didasarkan pada ukuran, pertumbahan dekstuktif kistik atau padat, aktivitas mitosis, dan atypia sitologis.



Benign Mesenchymal Tumours Tumor ini idak mengandung jaringan mesenkim sejati, melainkan tumor terbentuk dari fibroblast dan osteoblast dari folikel gigi, pulpa, ligamentum periodontal, dan sementum Odontogenic Fibroma Odontogenik fibroma merupakan neoplasma jinak dari jaringan fibrosa. Secara klinis, fibroma odontogenik muncul pada rentang usia yang luas, lebih sering mengenai mandibula dan membentuk massa asimptomatik yang tumbuh lambat yang dapat memperluas rahang. Tampak sebagai radiolusen berbentuk bulat pada daerah tooth-bearing. Fibroma odontogenik terdiri dari fibroblas berbentuk spindel dan bundel serat kolagen berselaput. Beberapa lesi mengandung sisa epitel odontogenic. Fibroma odontogenik bersifat jinak, mudah di enukleasi dari tulang di sekitarnya dan tidak berulang.



Myxoma odontogenic Myxoma odontogenic merupakan neoplasma jinak yang sering terjadi ketiga setelah tumor odontogenic dan ameloblastoma. Sebagian besar terjadi pada usia 10-30 tahun dan menghasilkan pembengkakan rahang yang asimptomatik, biasanya terjadi pada posterior mandibula. Myxoma menyebabkan area radiolusen dengan scalloped indistinct margins atau soap bubble atau honeycomb appearance. Tumor ini menggeser gigi setelah menghancurkan tulang pendukungnya perluasaannya lebih daripada yang terlihat pada radiografi. Biasanya perluasannya menonjol. Myxoma ini merupakan tumor yang paling pantas disebut tumor mesenkim dikarenakan penampilannya persis seperti mesenkim folikel dan papilla gigi yang sedang berkembang. Myxoma merupakan tumor jinak, tetapi tumbuh dari sekresi substansi dasar oleh fibroblast daripada proliferasi sel. Konsistensinya yang agar-agar memungkinkan jaringan tumor untuk meresap secara luas antara trabekula tulang meduler tanpa margin yang jelas, membuat pengkatan sangat sulit dilakukan. Eksisi dari margin tulang yang normal dan pencabutan gigi dibutuhkan. Namun, meskipun perawatan telah dilakukan, beberapa tumor dapat muncul kembali.



Kuretase adalah pengangkatan tumor dengan memotongnya dari jaringan normal di sekitar. Kegagalan dari kuretase disebabkan karena tertinggalnya pinggiran tumor pada jaringan. Teknik ini dapat digunakan untuk lesi kecil ameloblastoma unikistik di mandibula. Kebanyakan kasus ditangani dengan pendekatan intraoral, yaitu biasanya pendekatan bukal, labial, atau palatal. Kuretase dawali dengan pembuatan flap mukoperiosteal dengan dasar cukup lebar untuk memastikan suplai darah tidak terganggu. Flap envelope paling umum digunakan. Lalu Insisi dibuat pada sulkus gingiva (untuk pasien bergigi) dan pada alveolar crest(untuk pasien tidak bergigi), flap mukoperiosteal full thickness dibuka. Kuret digunakan untuk mengangkat lesi dari kavitas tulang. Selanjutnya margin tulang normal juga dibuang dengan pengerokan/scraping untuk memastikan seluruh tumor dibuang, dan defek tulang kecil ditutup dengan primary closure; defek tulang besar dapat sembuh dengan secondary intention. (Kawulusan et al., 1992)



Enukleasi Enukleasi adalah pengangkatan kista baik lapisan pembungkusnya hingga isinya. Indikasi enukleasi adalah lesi odontogenik keratosis yang memiliki tingkat rekurensi tinggi. Enukleasi memiliki 2 cara pendekatan, yaitu pendekatan intraoral dan ekstraoral. Prosedur pendekatan intraoral dilakukan dengan insisi dan elevasi flap, pengangkatan tulang, dan enukleasi kista. (Kawulusan et al., 1992)



Insisi dan elevasi flap Jika kista melibatkan gigi, maka insisi dibuat melingkari gigi, baik dengan atau tanpa pertimbangan untuk ekstraksi. Tujuan dari insisi tersebut adalah untuk menyediakan akses yang baik serta memudahkan dalam penyembuhan, selain itu insisi berguna dalam proses penutupan area operasi jika ternyata dibutuhkan ekstraksi 1 gigi maupun beberapa gigi. Jika kista melibatkan hingga ke periodonsium, maka sebaiknya insisi dibuat menjauhi area servikal gigi. Untuk memudahkan penyembuhan pada area edentulus, maka insisi dibuatkan di sepanjang crest. Lengan asendens dan desendens dari insisi melebar ke arah sulkus bukal dan berada di luar dari pembengkakkan. Tujuan dari insisi ini adalah agar penjahitan dapat dilakukan pada permukaan tulang yang sehat. (Kawulusan et al., 1992)



Pengangkatan tulang Jaringan tulang tipis yang masih tersisa harus dipertahankan. Jika lesi berukuran besar, setelah flap mukoperiosteal dielevasi, tulang dapat dipenetrasi menggunakan periosteal elevator yang dimasukkan diantara kantung kista dengan tulang. Jika jaringan tulang sudah tidak dapat dipertahankan, mukoperiosteum dielevasi dan jaringan tulang di bawahnya diangkat menggunakan



bur



akrilik



supaya



memberikan



akses



yang



baik



untuk



proses



enukleasi.(Kawulusan et al., 1992)



Enukleasi kista Kista harus terangkat seluruhnya tanpa merobek atau menusuknya. Lakukan diseksi menggunakan instrumen yang tumpul. Gunakan selapis gauze yang digulung, lalu masukkan di antara kantung kista dan rongga tulangnya menggunakan hemostat. Alternatif lain adalah dengan mengaspirasi kista sehingga kista mengkerut sehingga mudah untuk dikeluarkan. Setelah kista telah dienukleasi, selanjutnya dapat dilakukan



perawatan pada gigi yang terlibat, contoh:



pengisian saluran akar, apicectomy, retrogade root filling, atau ekstraksi. Periksa kembali area pasca enukleasi, lakukan irigasi, lalu dapat dilakukan penutupan dengan penjahitan. Prosedur (Kawulusan et al., 1992)



pendekatan ekstra oral



Indikasinya adalah kista dentigerous berukuran besar yang melibatkan ramus, badan, dan sudut mandibula. Prosedur diawali dengan insisi bagian submandibula, diseksi jaringan menggunkan pterygomasseteric sling, insisi periosteum dan elevasi flap periosteum untuk memperlihatkan tulang di bawahnya, jika belum terjadi perforasi, dapat dibuatkan window menggunakan bur atau chisel, enukleasi kista lalu dibiopsi, jika ada kecurigaaan adanya sisa jaringan pembungkus kista, maka dapat dilakukan kuretase pada rongga, lakukan penutupan dengan penjahitan. Direkomendasikan untuk meletakkan drainase melalui insisi. (Kawulusan et al., 1992)



Manajemen pasca operasi Jahitan dapat dibuka 10 hari pasca operasi, lalu lakukan pemeriksaan radiologi pasca operasi secara berkala sampai penyembuhan tulang selesai. (Kawulusan et al., 1992)



Enukleasi disertai kuretase atau dredging method Dredging method adalah perawatan setelah dilakukan enukleasi; kuret atau bur digunakan untuk mengangkat 1-2 mm tulang di sekitar rongga tumor. Indikasinya adalah mengangkat odontogenic keratocyst, dan tumor yang rekuren setelah pengangkatan. Keuntunganteknik ini adalah bila enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase bisa mengangkat sisa-sisa tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya rekurensi menurun. Sedangkan kerugiannya, kuretase bersifat lebih destruktif terhadap tulang sekitar dan jaringan lainnya (misalnya saraf dan pembuluh darah) sehingga harus ekstra hati-hati dalam pelaksanaannya. (Kawulusan et al., 1992)



Referensi : Lee KW. Atlas Berwarna Patologi Mulut. Kedua. Jakarta: Malang Hipokrates; 1989. Greenberg, S, M., Glick, Michael., Ship, A, J. (2008) Burket’s Oral Medicine Elevent Edition. Ii, B. A. B. (2000) ‘Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia’, pp. 3–19. Hendra, F. N., Van Cann, E. M., Helder, M. N., Ruslin, M., de Visscher, J. G., Forouzanfar, T., & de Vet, H. C. W. (2019). Global incidence and profile of ameloblastoma: A systematic review and meta-analysis. Oral Diseases, (January), 1–10. https://doi.org/10.1111/odi.13031



Cahyawati, T. D. (2018). Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Universitas Mataram. 1.



Regezi JA. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations: Sixth Edition. 2012. 388 p.



2.



Sandra F, Nakamura N, Mitsuyasu T, Shiratsuchi Y, Ohishi M. Two relatively distinct patterns of ameloblastoma: an anti-apoptotic proliferating site in the outer layer (periphery) and a pro-apoptotic differentiating site in the inner layer (centre). Histopathology [Internet]. 2001 Jul [cited 2019 Sep 18];39(1):93–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11454049



E.W.Odell - Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine-Elsevier (2017) Kawulusan N, Tajrin A, Rachmi N, Chasanah M. Penatalaksanaan Ameloblastoma dengan Menggunakan Metode Dredging. 1992;1–7.