Heti Purnamasari Nim. A31600895 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST BPH DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN: NYERI DI RUANG EDELWES RUMAH SAKIT Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO



KARYA ILMIAH AKHIR NERS



Disusun Oleh: HETI PURNAMASARI, S. Kep A31600895



PEMINATAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2017



i



ii



iii



iv



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada kehadirat Allah



SWT atas segala rahmat dan ridhoNya



sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST BPH DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN: NYERI DI RUANG EDELWES RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO” Pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan doa semua pihak yang telah ikhlas memberikannya. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada: 1.



Dr. Hayadi Ibnu Junaedi, Sp. B selaku direktur RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang telah mengijinkan untuk melakukan penelitian karya ilmih akhir ners.



2.



Herniyatun, M. Kep, Sp. Mat selaku Ketua STIKES Muhammadiyah Gombong atas segala fasilitas, sarana dan prasarana yang diberikan kepada peneliti sehingga mampu menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.



3.



Isma Yuniar, M. Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah gombong.



4.



M. Samkhan, S. Kep, Ns selaku pembimbing di Rumah Sakit sekaligus pembimbing karya ilmiah akhir ners.



5.



Barkah Waladani, M. Kep selaku pembimbing karya ilmiah akhir ners.



6.



Orang tuaku tercinta Bapak Sudarsono dan Ibu Riyani, kakakku Indri Hastuti yang telah memberikan dukungan dan doa serta menjadi penyemangat dan inspirasi kepada peneliti supaya diberi kemudahan dalam menyelesaikan studi di program ilmu keperawatan STIKES muhammadiyah gombong.



7.



Rekan – rekan satu perjuangan profesi ners yang bersama – sama telah saling mengingatkan dan membantu serta memotivasi dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini.



8.



Semua pihak yang tidak memungkinkan untuk penulis sebut satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.



v



Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tullis ini membawa manfaat bagi pengembang ilmu keperawatan Kebumen, Agustus 2017



Penulis



vi



vii



Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTAN, Agustus 2017 Heti Purnamasari1), Barkah Waladani2)



ABSTRAK ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST BPH DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN: NYERI DI RUANG EDELWES RUMAH SAKIT PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO



Latar Belakang: Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker yang menjadi kasus urutan kedua di Indonesia yang penanganannya dilakukan dengan operasi TURP. Gangguan kebutuhan dasar rasa aman dan nyaman pada pasien post op akan menimbulkan masalah keperawatan, salah satunya adalah nyeri. Tujuan Umum: Menguraikan hasil analisis asuhan keperawatan pada pasien post Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dengan masalah keperawatan nyeri akut di Ruang Edelwes RS Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto. Hasil asuhan keperawatan: Pengkajian dilakukan kepada tiga pasien BPH dengan post TURP secara alloanamnesa dan autoanamnesa, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Dari analisa data yang diperoleh penulis menarik kesimpulan masalah keperawatan prioritas adalah gangguan rasa aman dan nyaman: Nyeri. Setelah dilakukan tindakan relaksasi guided imagery selama 5-10 menit didapatkan hasil nyeri berkurang dan pasien tampak lebih rileks. Relaksasi guided imagery bisa dilakukan setiap pasien merasakan nyeri. Rekomendasi: perawat hendaknya dapat mengaplikasikan teknik relaksasi guided imagery dalam penanganan nyeri disamping penggunaan terapi farmakologis.



Kata Kunci: Benigna Prostate Hyperplasia, guided imagery, Nyeri akut



viii



Profesional Nurses Program Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Nursing Care Report, August 2017 Heti Purnamasari1), Barkah Waladani2)



ABSTRACT



ANALYSIS OF NURSING ASSURANCE IN POST BENEFICIAL POST WITH COMFORTABLE DISORDERS: PAIN IN EDELWES ROOM HOSPITAL PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Background: Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) is an enlarged non-cancerous prostate gland which is the second case in Indonesia where treatment is done with TURP surgery. Impaired basic needs of safe and comfortable feeling in post op patients will cause nursing problems, one of which is pain. General Objectives: Describe the results of analysis of nursing care in post benigna prostate hyperplasia (BPH) patients with acute pain nursing problems in Edelwes Room Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Results of nursing care: The assessment was carried out for three BPH patients with TURP post alloanamnesa and autoanamnesa, then physical examination. From the analysis of data obtained by the authors draw conclusions of priority nursing problems is a disturbance of sense of security and comfort: Pain. After a guided imagery relaxation for 5-10 minutes, the pain result is reduced and Patients seem more relaxed. Relaxation guided imagery can be done every patient feel the pain. Recommendation: nurses should be able to apply guided imagery relaxation techniques in the treatment of pain in addition to pharmacological therapy.



Keywords: Acute pain, Benigna Prostate Hyperplasia, guided imagery



ix



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERYATAAN........................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................................ vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Tujuan penelitian .................................................................................. 7 C. Manfaat Penelitian................................................................................ 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Nyeri………………………….……………………………… 9 B. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori…….……………………… 20 BAB III LAPORAN MANAJEMEN KASUS KELOLAAN A. Profil Rumah Sakit…………………………………………………… 33 B. Upaya Pelayanan dan Penanganan…………………………………..



36



C. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan…………………………….. 36 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik klien ……………………………….................60 B. Analisis Masalah Keperawatan ……………………………............. 61 C. Analisis intervensi …………………………………………...............62



x



D. Inovasi Keperawatan ……………………………………................. 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan …………………………………………………………… 67 B. Saran ………………………………………………………………… 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



xi



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1



Skala Intensitas Nyeri Deskripsi Sederhana…………………… 14



Gambar 2.2



Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10………………………….. 15



Gambar 2.3



Skala Analos Visual……………………………………………..15



xii



DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Indikator Nyeri Akut ………………………………………………… 38 Tabel 3.2 Indikator Resiko Perdarahan ………………………………………… 41



xiii



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1.



Asuhan Keperawatan



Lampiran 2.



Jurnal



Lampiran 3.



Lembar Konsul



xiv



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah satu organ genetalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram (Purnomo, 2011). Bila mengalami pembesaran atau hiperplasy organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatikadan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli atau lebih dikenal Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) (Burgio, 2010). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker. BPH dijumpai pada lebih dari pria berusia diatas 60 tahun. BPH dapat menyebabkan penekanan pada uretra ditempat uretra menembus prostat sehingga berkemih menjadi sulit, mengurangi kekuatan aliran urine, atau menyebabkan urine menetes (Corwin, 2009). Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semuakomponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus tersebut menyebabkan perubaha struktur dari buli-buli yang oleh



pasien



dirasakan



sebagai keluhan pada saluran kencing sebelah bawah atau lower urinary tract symtomp (LUTS) yang dulu dikenal dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2011). Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter 1



2



ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidriureter, hidronefrosis,



bahkan



akhirnya



dapat jatuh ke gagal ginjal2



(Purnomo, 2011) Sebagian besar pria yang berusia lebih dari 50 tahun memang mengalami pembesaran prostatik, tetapi jika terjadi hiperplaisa prostatik jinak (benign prostatic hyperplasia-BPH), kelenjar prostat cukup membesar sehingga menekan uretra dan menyebabkan obstruksi kencing berat. Benigna Prostat Hiperplasia ditangani secara simtomatik atau dengan pembedahan tergantung ukuran pembesaranprostat, usia dan kesehatan pasien serta tingkat obstruksi (Williams & Wilkins, 2008). Menurut kejadiannya pembesaran prostat disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses penuaan sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi.Adanya obstruksi ini akan menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan dapat menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan peritonitis atau radang perut akibat terjadinya infeksi pada kandung kemih (Andre, Terrence & Eugene, 2011). Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umum diperkirakan hampir 50 % pria Indonesia yang berusia diatas 50 tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit pembesaran prostat jinak (PPJ) atau Benigna Prostat Hiperplasy (BPH). Selanjutnya, 5 % pria di Indonesia sudah masuk dalam lingkungan usia diatas 60 tahun. Jika dilihat dari 200 juta lebih bilangan rakyat Indonesia maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria yang berusia 60 tahun. Secara umumnya dinyatakan bahwa 2,5 juta pria



3



Indonesia menderita penyakit Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) atau pembesaran prostat jinak (PPJ) ini. Kasus Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) yang terjadi di Jawa Tengah, kasus tertinggi gangguan prostat berdasarkan laporan rumah sakit terjadi di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar 4.794 kasus (66,33 %) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan kasus gangguan prostat di kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Bila dibandingkan kasus keseluruhan penyakit tidak menular lain di Kota Grobogan sebesar 46,81 %. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah kota Surakarta 488 kasus (6,75 %) dan dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penyakit tidak menular lain di kota Surakarta maka proporsi kasus ini adalah 3,52 %. Rata-rata kasus gangguan prostat di Jawa Tengah adalah 206,48 (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Penatalaksanaan jangka panjang yang terbaik pada pasien BPH adalah dengan pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan waktu sangat lama untuk melihat keberhasilannya. Salah satu tindakan pembedahan yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan BPH adalah pembedahan Transurethral Resection of The Prostate (TUR Prostat) (Purnomo, 2011). TURP Prostat merupakan prosesdur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra untuk mengeksisi dan mengkauterisasi atau mereseksi kelenjar prostat yang obstruksi. Prosedur pembedahan TUR Prostat menimbulkan luka bedah yang akan mengeluarkan mediator nyeri dan menimbulkan nyeri pasca bedah. Dalam operasi ini tidak ada insisi dan masa penyembuhan selama 8-12 minggu. Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan obstruksi di area central prostat dengan menggunakan panas diatemi dan insersi kateter sementara menuju kandung kemih untuk irigasi sisa jaringan yang tereseksi (Purnomo, 2011; CUP, 2011). Prosedur pembedahan seringkali mempunyai efek samping yang tidak bisa dihindari oleh setiap pasien yang menjalani operasi, diantara lain adalah



4



nyeri. Nyeri pasca operasi itu sendiri merupakan efek klinis yang biasa dijumpai pada pasien yang menjalani operas. Nyeri pasca operasi bisa saja menetap dan penyebabnya tidak teridentifikasi. Kondisi seperti ini dapat menjadi nyeri jangka panjang. (Tamsuri, 2007) Prevalensi nyeri paska operasi TURP dengan sampel 1490 klien rawat inap bedah, didapatkan hasil nyeri sedang dan berat. Angka ini mencapai 41% klien pada hari pertama, 30% pada hari kedua, 19% pada hari ketiga, 16% pada hari keempat dan 14% pada hari kelima (Istikomah, 2010). Intervensi keperawatan yang dilakukan perawat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri



pasca



bedah



dilakukan



dengan



pendekatam



farmakologis



dan



nonfarmakologis. Intervensi nonfarmakologis merupakan terapi pelengkap untuk mengurangi nyeri pasca bedah dan bukan sebagai pengganti utama terapi analgesik yang telah diberikan. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007). Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaannya harus diatasi, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia. Seseorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan istirahatnya (Potter dan Perry, 2009). Kebutuhan dasar manusia salah satunya adalah kenyamanan, dimana saat kenyamanannya merasa terganggu pasca operasi maka diperlukan penanganan yang lebih efektif. Penanganan



nyeri paska operasi adalah pengelolaan



menyeluruh untuk mengatasi nyeri paska operasi. Selain penanganan secara farmakologi, cara lain adalah dengan manajemen nyeri non farmakologi dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam, masase, meditasi dan perilaku. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan



5



keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru danmeningkatkan oksigenisasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas dalam akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan beberapa teknik lainnya, seperti guided imagery. Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer, Bare, Hinkle & Chee ver,2010). Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya dan fokus pada nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010). Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium) setelah terjadinya gangguan. Tujuan teknik relaksasi adalah mencapai



keadaan



relaksasi



menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif, dan secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai 24 kali per menit), penurunan tekanan darah, penurunan frekuensi nafas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan kete gangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada extermitas (Rahmayati, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Kristianto, dkk (2013), tentang Efektifitas teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi sectio caesare di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R D. Kandou Manado, menunjukkan bahwa intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi mengalami peningkatan penurunan nyeri pada pasien post operasi sectio caesarea di



6



Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (nilai p=0,000; α 0,05) yang berarti hipotesis diterima. Pada penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Made, dkk (2012), tentang Pengaruh pemberian guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi fraktur di rsud panembahan senopati Bantul, menunjukkan bahwa Hasil uji t sebelum dan sesudah pemberian guided imagery pada kelompok eksperimen didapat nilai t hitung sebesar 7,828 dengan nilai p value sebesar 0,000 (p