Hiperbilirubinemia Neonatus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT HIPERBILIRUBINEMIA NEONATUS



Disusun oleh : Rami Pratama Putra 1102016178



Pembimbing : DR.dr. S. W. Herlinawati, Sp.A



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PERIODE 15 JUNI 2020 – 8 AGUSTUS 2020 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI RSUD KABUPATEN BEKASI



BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia pada neonates kasus umum yang ditemukan pada 60% bayi lahir cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan pada 1 minggu pertama. Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total ≥5 mg/dL (86 μmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Neonatus adalah bayi yang berusia sampai dengan 4 minggu setelah dilahirkan. Hiperbilirubinemia neonates adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin di darah pada bayi baru lahir tinggi. 1 Hiperbilirubinemia pada neonatus biasanya akumulasi bilirubin berlebih adalah bilirubin tak terkonjugasi hal ini umum ditemukan pada neonatus yang merupakan hal yang fisiologis. Perubahan metabolism bilirubin sistem fetal yaiut plasenta sistem yang mengeliminasi bilirubin tak konjugasi menjadi sistem dewasa yaitu sel hepar, system bilier, dan saluran gastrointestinal, perubahan metabolisme tersebut menjadikan hiperbilirunemia pada neonatus suatu hal fisiologis. Namun kondisi fisiologis tersebut dapat berubah menjadi non-fisiologis sehingga terkadang memberikan kecemasan tersendiri kepada orang tua atau bahkan dokter dalam menangani kasus hiperbilirubinemia pada neonatus. Oleh karena itu pemahaman yang baik mengenai tata laksana kondisi ini dapat meminimalisir terjadinya overtreatment ataupun underdiagnosis sehingga kecemasan, pengenghentian ASI, terapi yang tidak perlu dan biaya yang berlebih dapat ditekan. 1-2



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 



Definisi Hiperbilirubinemia neonatus didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total ≥5 mg/dL (86 μmol/L) pada bayi dengan usia kurang dari 28 hari. Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Hiperbilirubin fisiologis pada neonates biasanya oleh karena metabolisme bilirubin yang belum sempurna sehingga membuat penumpukkan bilirubin tak tekonjugasi pada darah akan bermanifestasi ikterik bayi. Hal ini sifatnya fisiologis. Namun bisa menjadi non fisiologis karena beberapa kondisi.1-2







Epidemiologi Hiperbilirubinemia pada bayi lahir adalah kasus umum yang timbul pada 60% bayi dengan lahir cukup bulan dan 80% dengan bayi lahir kurang bulan. Sumber lain menyebutkan prevalensi penyakit kuning neonatal adalah 12% dan penyakit kuning pada 24 jam pertama kelahiran adalah 8,8%. Insidensi ini oleh karena inkompabilitas ABO adalah 14,3%. Data yang didapatkan dari RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017 didapatkan bayi yang mengalami icterus sebanyak 32 bayi (45,1%) dan yang tidak ikterus sebanyak 39 bayi (54,9%). Penelitian yang dilakukan oleh Saadat et al, menunjukkan bahwa ikterik pada 24 jam pertama kelahiran terjadi karena abnormalitas dari tipe darah ABO. Selain itu banyak ditemukan pada bayi laki-laki, lahir cukup bulan, berat badan lahir normal, dan persalinan pervaginam. 1-4







Etiologi dan Klasifikasi Hiperbilirubinemia pada neonatus disebabkan oleh karena perubahan metabolisme bilirubin yang sebelum terjadi pada tubuh ibu menjadi kepada tubuh anak. Hal ini umum terjadi pada bayi baru lahir, biasanya akan terlihat pada 2-3 hari dan akan menjadi kadar dalam serum 5 mg/dL pada hari ke 4-5 dan akan turun < 2 mg/dL pada hari ke 5-7. Terkait dengan hyperbilirubinemia pada neonatus ada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti usia gestasi, berat lahir, faktor risiko, status gizi, dan etnis. Hiperbiirubinemia terbagi atas 2 yaitu fisiologis dan nonfisiologis. Kondisi hyperbilirubinemia tidak selalu menjadi fisiologis apabila penumpukkan yang terjadi bukan dari bilirubin tak terkonjugasi atau keadaan fisiologis bisa menjadi keadaan hyperbilirubinemia yang berat. 1-2 a. Hiperbilirubinemua Fisiologis Kadar bilirubin tak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur turun. Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar 2



bilirubin naik perlahan tetapi dengan kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi >15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan mencapai 12 mg/dL pada bayi cukup bulan, 4) ikterik bertahan setelah 10-14 hari pasca dilahirkan, atau 5) fraksi bilirubin direk > 2 mg/dL tiap waktu.1 5



Keadaan di bawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia nonfisiologis dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut: 2 a) Awitan ikterus sebelum usia 24 jam (> 5mg/dL) b) Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi c) Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam d) Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL e) Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan, apne, takipnu, instablilitas suhu) f) Ikterus yang menetap >2 minggu. 



Diagnosis a. Anamnesis 1) Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD) 2) Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan galaktosemia, deifisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis, hipermetioninemia, penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik 3) Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinaninkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice 4) Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau toksoplasma 5) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi menggeser ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria) 6) Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang disebabkan ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial. Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin. 7) Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk berkepanjangan. 8) Pemberian air susu ibu (ASI). Harus dibedakan antara breast-milk jaundice dan breastfeeding jaundice.2 i. Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi ASI belum banyak. ii. Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. 2



6



b. Pemeriksaan fisik Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan cahaya matahari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal. Walaupun demikian inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi kadar bilirubin serum.2 Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisik:2 1) Prematuritas 2) Kurang masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia. 3) Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kurang masa kehamilan 4) Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom 5) Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular 6) Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis 7) Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau penyakit hati 8) Tanda hipotiroid c. Pemeriksaan penunjang 1) Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila ikterus menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis. 2) Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit. 3) Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test dari ibu dan bayi untuk mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs’ test segera setelah lahir. 4) Kadar enzim G6PD pada eritrosit, karena enzim G6PD adalah antioksidan untuk mencegah sel mengalami stress oksidatif dan akan mengalami kehancuran.6



7



5) Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin untuk mencari infeksi saluran kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital, sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid. 2



Gambar 2.3 Pendekatan untuk diagnosis hyperbilirubinemia neonatus. 1 



Tatalaksana Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, agar tidak terjadi neurotoksisitas, yaitu:1-2 1) Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi 2) Breastfeeding jaundice, tata laksana meliputi: a. Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah mencukupi atau belum. b. Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari. c. Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak diperlukan. d. Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan buang air besar. e. Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara. 8



f. Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap >6 hari, kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada anak sebelumnya. 3) Breastmilk jaundice, terdapat dua pendapat mengenai tata laksana breastmilk jaundice. Kedua pilihan ini beserta untung-ruginya harus dijelaskan secara lengkap kepada orangtua dan orangtua dilibatkan dalam mengambil keputusan. a. American Academy of Pediatrics, tidak menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan agar ASI terus diberikan. b. Gartner dan Aurbach menyarankan penghentian ASI sementara untuk memberi kesempatan hati mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin tiap 6 jam. Bila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. Air susu ibu kembali diberikan sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis. 4) Fototerapi, kuning dan indirek hyperbilirubinemia dapat dikurangi dengan pancaran intesitas tinggi dengan spectrum biru (420-470 nm). Cahaya biru paling efektif mengurangi kadar bilirubin, karena bilirubin di kulit akan menyerap energy cahaya yang dikeluarkan sehingga akan terjadi reaksi fotokimia yang akan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi isomernya dan akan dieksresikan melalu empedu tanpa melalui konjugasi. Panduan untuk penggunaan foto terapi dapat dilihat pada diagram untuk bayi dengan gestasi > 35 minggu Gambar 2.4 Panduan terapi sinar untuk bayi dengan usia gestasi ≥35



minggu.1 Keterangan : 9







Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total. Jangan menggunakan nilai bilirubin tak terkonjugasi ataupun bilirubin terkonjugasi.  Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, atau albumin