Hiperbilirubinemia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HIPERBILIRUBINEMIA



A. Konsep Dasar 1. Pengertian Hiperbilirubinemia adalah tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan jaundise atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan kuku. (Donna L.Wong, 2009) Ikterus (masalah yang sering muncul pada neonatus) terjadi akibat akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah dan jaringan. Pada bayi cukup bulan kadar puncak bilirubin terjadi pada hari ketiga. Ikterus dapat diakibatkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan, imaturitas sistem konjugasi di hati, atau kelainan biliaris pada ekskresi bilirubin terkonjugasi. (Schwartz, 2004) Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan olehkelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002) Bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitubilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dankomponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisamelewati sawar darah otak. b. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubinlarut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Macam – macam ikterus menurut schwartz (2005) adalah ikterus yang memiki karakteristik : a. Ikterus Fisiologis 1) Timbul pada hari kedua – ketiga 2) Kadar bilirubin indirek 2 x 24 jam tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. 3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. 4) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. 5) Tidak terbukti hubungan adanya dengan keadaan patologik. 1



6) Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%. b. Ikterus Patologis 1) Ikterus pada pertama kehidupan. 2) Kadar bilirubin meningkat lebih cepat dari 5 mg/ hari. 3) Kadar bilirubin direk lebih dari 1,5 mg/dl atau lebih dari 10 % bilirubin total. 4) Kadar bilirubin pada bayi cukup bulan lebih dari 13 mg/dl atau 15 mg/dl pada bayi prematur. 5) Pada bayi cukup bulan, ikterus memanjang hingga melebihi minggu pertama kehidupan atau lebih dari 2 minggu pada bayi prematur. 2. Etiologi a. Peningkatan produksi 1) Hemolisis, misalnya pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah. 2) Perdarahan tertutup misalnya trauma kehamilan. 3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis. 4) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase) 5) Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangan pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid) yang menghambat konjugasi atau menurunkan ekskresi bilirubin. 6) Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga kadar bilirubin indirek meningkat. 7) Kelainan kongenital. b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misanya hipoalbuminemia



atau karena



pengaruh



obat-obatan



tertentu



misalnya



sulfadiazine. c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksinnya yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmosis, siphilis, dll. d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau extra hepatik. e. Peningkatan sirkulasi enterohepatil, misalnya pada ileus obstruktif.



2



3. Patofisiologi Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi darihem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulaidengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilahyang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulitdiekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran selhepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaanligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulumendoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzimglukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin inidapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besarbilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaandan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus,sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. Karena adanya berbagai macam gangguan (etiologi) yang menyebabkan bilirubin tidak terkonjugasi meningkat sehingga masuk kembali ke dalam peredaran darah yang dapat menimbulkan hiperbilirubinemia dan timbullah tanda dan gejala tersebut.



3



4. Tanda dan gejala a. Letargi b. Kejang c. Tidak mau menghisap d. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental e. Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot. f. Perut membesar. g. Pembesaran pada hati. h. Feses berwarna seperti dempul. i. Ikterus j. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap. 5. Komplikasi a. Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterua gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain;



4



bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang tonus, leher kaku akhirnya opistotonus. b. Bilirubin encephalopathy menunjukkan adanya depresi atau eksitasi sistem syaraf. c. Kerusakan hati akibat bilirubin yang menumpuk di hati akan merusak sel-sel hati yang dapat menimbulkan kerusakan hati. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan bilirubin serum. Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, maka tidak fisiologis. Pada bayi prematur kadar bilirubin mencapai puncaknya 10 – 12 mg/dl antara 5 – 7 hari kehidupan. Apabila nilainya lebih dari 14 mg/dl, maka tidak fisiologis. b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu. c. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia biliary. d. Golongan darah dan ‘Coombs test’. e. Darah lengkap dan hapusan darah. f. Hitung retikulosit, skrining G6PD. 7. Penatalaksanaan Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : a. Menghilangkan dari hiperbilirubinemia. b. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit tersensitisasi. c. Meningkatkan badan serum albumin. d. Menurunkan serum bilirubin. Terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, tranfusi pengganti, infus albumin dan terapi obat. a. Fototerapi Fototerapi dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan tranfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya 5



dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkojugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan diekskresikan ke dalam duodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urin. Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis yang dapat menyebabkan anemia. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4 – 5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat kurang dari 1000 gr harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah. b. Tranfusi pengganti Diindikasikan karena adanya faktor – faktor : 1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2) Penyakit hemolisis berat pada BBL 3) Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4) Kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama. 5) Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama. 6) Hemoglobin kurang dari 12 mg/dl. 7) Bayi pada resiko terjadi kern ikterus. Transfusi pengganti digunakan untuk : 1) Mengatasi anemia sel darah merah yang rentan terhadap antibody maternal. 2) Menghilangkan sel darah merah yang tersensitasi. 3 ) Menghilangkan serum bilirubin. 4) Menin gk atka n al bu min beb as



biliru b in dan



m eni n gk at



kan ket erik at an d an ga n bilirubin. 6



Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan tranusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Dar ah ya n g d ipilih tidak men gand un g anti ge n A d an anti ge n B. S e t i a p 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. c. Terapi obat Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearence hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin. Ini tidak selalu dianjurkan. Pemberian albumin bertujuan untuk memperbaiki transportasi bilirubin. Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa



hipoalbuminemia. Albumin



mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin yang akan ditransportasi ke hepar. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB. B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pemeriksaan fisik. Reflek menghisap lemah atau kurang, peka rangsang, tremor, kejang, letargi, ditemukan adanya pembesaran hati dan limpa, dan tangisan melengking. Inspeksi ; warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa, mulut, kulit, urin dan tinja. b. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan. Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan. Apakah bayi ada demam atau tidak. c. Bagaimana kebutuhan pola minum bayi. d. Riwayat keluarga. e. Riwayat imunisasi bayi. 2. Diagnosa Keperawatan a. Risiko injury internal berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan ganguan ekskresi bilirubin 7



b. Risiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan IWL tanpa disadarai sekunder dari fototerapi. c. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi. d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bounding attachment. e. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengalaman. 3. Intervensi a. Risiko injury internal berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan ganguan ekskresi bilirubin Tujuan: Bayi terbebas dari injury tyang ditandai : 1) Serum bilirubin turun 2) Tidak ada jaundice 3) Refleks moro normal 4) Tidak ada sepsis 5) Reflek hisap dan menelan baik Intervensi: 1) Kaji hiperbilirubin tiap 4 -8 jam dan catat hasilnya atau sesuai program 2) Berikan fototerapi sesuai program 3) Gunakan pelindung mata saat foto terapi 4) Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang erlebihan karena dapat menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau kornea. 5) Antisipasi kebutuhan transfuse tukar 6) Monitor Hb dan Ht b. Risiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan IWL tanpa disadarai sekunder dari fototerapi. Tujuan: Bayi tidak dehidrasi yang ditandai: 1) Membran mukosa lembab 2) Ubun-ubun tidak cekung (datar) 3) Suhu 36.5-37.5°C 4) Pengeluaran urine 0.5 – 1.0 ml/kg BB/jam 8



Intervensi: 1) Pertahankan intake cairan 2) Berikan minum sesuai jadwal 3) Monitor intake dan output 4) Berikan terapi intra vena sesuai program bila diindikasikan (meningkatnya temperature, konsentrasi urine, dan hilangnya cairan tubuh yang berlebihan) 5) Kaji dehedrasi, membrane mukosa, ubun-ubun, turgor kulit dan mata 6) Monitor temperature tiap 2 jam c. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi. Tujuan: Kulit bayi utuh (tidak terjadi gangguan integritas kulit) yang ditandai degan: 1) Tidak ada iritasi pada kulit 2) Tidak ada rash dan ruam macular eritematosa Intervensi: 1) Inspeksi kulit tiap 4 – 6 jam 2) Sering ubah posisi bayi 3) Gunakan pelindung daerah genitalia 4) Gunakan pengalas yang lembut d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bounding attachment. Tujuan: Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan: 1) Mampu mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi 2) Aktif dalam partisipasi perawatan bayi Intervensi: 1) Pertahankan kontak orangtua dengan bayi 2) Jelaskan kondisi bayi, perawatam dan peengobatannya 3) Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan, dengarkan rasa takut dan perhatian orang tua



9



e. Kurang



pengetahuan



orang



tua



berhubungan



dengan



kurangnya



pengalaman Intervensi: 1) Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiologis, alasan perawatan, dan pengobatan 2) Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi 3) Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; letargi, kekakuan otot, menangis terus, kejang dan tidak mau minum, meningkatnya temperature, dan tangisan yang melengking. 4. Implementasi Menurut Smeltzer & Bare (2002) pelaksanaan keperawatan adalah aktualisasi dari rencana keperawatan melalui intervensi keperawatan, sedangkan Perry & Potter (2005) pelaksanaan merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. a. Independen Tindakan keperawatan



yang dilakukan mandiri oleh perawat tanpa



berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, dilakukan dengan keputusan sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia. b. Dependen Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau perawat kepala kepada pelaksana berdasarkan pelimpahan tugas atau instruksi. c. Interdependen Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, bukan hanya perawat dan dokter saja, tetapi dengan seluruh tenaga kesehatan yang ada.



10



5. Evaluasi Menurut Perry & Potter (2005) evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa jauh tujuan keperawatan telah dicapai. a. Evaluasi formatif atau proses Dilakukan segera setelah melakukan tindakan keperawatan untuk mengetahui hasil kualitas pelaksanaan yang diberikan. b. Evaluasi sumatif atau hasil Dilakukan untuk mengetahui perubahan kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan.



11



Daftar Pustaka



Arif Mansjoer. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi 3. Jakarta; Media Aesculapius FKUI. Agnes, Fitria., (et al). 2007. Hiperbilirubinemia. Diunduh tanggal 17 November 2013. http://www.scribd.com/doc/8114333/Hiperbilirubinemia Hockenberry & Wilson M.J. 2007. Nursing Care of infant and Children, Eight edition. St Louis; mosby Elsevier. Maryunani Anik dan Nurhayati, 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus, Jakarta; Trans Info Media Riyanti Yanti. 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Ketrampilan Ibu Serta Kejadian Hiperbilirubin Pada Bayi Baru Lahir di RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis. tidak dipublikasikan. Surasmi, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta;EGC Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan keperawatan Pada Anak edisi 2. Jakarta;EGC Smeltzer, S. C dan Brenda, G. B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (edisi 8 volume 2). (alih bahasa: Agung Waluyo, dkk). Jakarta: EGC.



12



Pathways Hiperbilirubin



13