Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Sosiologi, Psikologi, Hukum [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu akhlak Tersusun atas dua perkataan yang bisa di artikan dari segi idhafy. Secara idhafy, ilmu akhlak, adalah segala macam ilmu yang ada kaitannya dengan akhlak”. Dalam pengertian seperti itu, maka daya jangkauannya menjadi luas sekali, termasuklah kedalamnya antara lain ilmu jiwa ( psychology ), ilmu logika ( ilmu manthiq ), ilmu sosiologi, ilmu aestetika ( terminologo ), maka ada pula beberapa devinisi. Menurut Al-Mas’udi dalam bukunya “Taisirul khallaq fieilmiah” dirumuskan, bahwa ilmu akhlak:” qaidah-qaiadah yang dipergunakan untuk mengetahui kebaikan hati dan panca indra. Sedang Al-Bustamy merumuskan



sebagai:”



ilmu



mengenai



keutamaan



dan



cara



memperolehnya serta mencelupkannya kedalam pribadi, kenistaan dan acara-cara menghindarinya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosiologi? 2. Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi? 3. Apa hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum? C. TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosiologi. 2. Mengetahui hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi. 3. Mengetahui hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum.



4



BAB II PEMBAHASAN



 HUBUNGAN AKHLAK DENGAN ILMU-ILMU LAIN Seluruh umat Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan. Dari Anas bin Malik RA, Ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw: "Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap Muslim." Hadis ini jelas memberitahukan kepada kita begitu pedulinya agama Islam terhadap ilmu pengetahuan. Islam adalah agama yang bersandar pada ilmu pengetahuan, baik dunia maupun akhirat, karena agama Islam adalah agama yang bersandar pada ilmu pengetahuan dan amal yang sempurna. Selain itu, umat Islam juga sudah terkenal sejak zaman dahulu sebagai umat yang terkemuka di seluruh dunia dalam bidang pengetahuannya. Hal ini disebabkan akhlakul karimah yang selalu dipegang dan diamalkan. Dengannya seseorang menjadi sabar dan tekun dalam menggali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga akhlak memiliki kaitan yang sangat erat dengan berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Hubungan akhlak dengan ilmu-ilmu lain diantaranya adalah sebgai berikut : 1. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Sosiologi Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula



5



kepercayaannya, kkeyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.1 Masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan daripada semua perhubungan didalam hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu,



misalnya:



masyarakat



mahasiswa,



masyarakat



pedagang,



masyarakat tani dan lain-lain. Sementara itu, Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjukpetunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat belum cukup



untuk memperoleh gambaran yang nyata



mengenai kehidupaan bersama dari manusia. 2 Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk) ,artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak ,dimana tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian Ilmu sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Memang



manusia



adalah



makhluk



bersyarikat



dan



bermasyarakat,saling membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan firman Allah surat Al-Hujurat ayat : 13 :



1 Hassan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), cet. IX, hlm.1 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1982), cet. I, hlm. 18 dan 53.



6























































          Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. 2. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Psikologi Sebagaimana dengan sosiologi, ilmu akhlak berhubungan pula dengan Ilmu Jiwa (psikologi). Psikologi menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal, dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu akhlak. Psikologi menpelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyaraakat sebagai manifestasi dan aktivitas rohaniyah, terutama yang ada hubungannya dengan tingkah laku, baik di dalam maupun diluar kelompoknya, juga interaksi (saling mempengaruhi) antara satu dan lainnya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang pekerjaan yang baik dan pekerjaan yang buruk; pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram. Dilihat dari segi bidang garapannya, ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologis yang dimiliki seseorang. Jiwa yang bersih dari noda dan maksiat serta dekat dengan Tuhan misanya, akan melahirkan perbuatan dan sikap yang tenang pula, dan sebaliknya jiwa yang kotor, banyak melakukan kesalahan dan jauh dari Tuhan akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.



7



Dengan demikian, ilmu jiwa mengarahkan pembahasanya pada aspek batin manusia dengan cara menginterpretasikan perilakunya yang tampak. Didalam Al-quran, aspek batin yang dimiliki manusia ini diungkapkan dalam istilah al-insan. Hasil studi Musa asy’arie terhadap ayat-ayat al-quran menginformasikan, bahwa kata insan dipakai al quran dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan manusia, antara lain untuk kegiatan belajar (QS al-alaq :15; al-rahman :1-3), tentang musuhnya (QS yusuf : 5; al isra : 53). Hasil studi tersebut menggambarkan adanya hubungan yang erat antara potensi psikologis manusia dengan ilmu akhlak. Dengan kata lain melalui bantuan informasi yang diberikan ilmu jiwa, atau potensi kejiwaan yang diberikan al quran, maka secara teoritis ilmu akhlak dapat dibangun dengan kokoh. Hal ini lebih lanjut dapat kita jumpai dalam uraian mengenai akhlak yang diberikan Quraish Shihab, dalam bukunya, Wawasan Al quran. Disitu ia antara lain mengatakan : “Kita dapat berkata bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita akui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik, dan juga sebaliknya. Ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut”. Ia lebih lanjut mengutip ayat yang berbunyi: “maka kami telah memberi petunjuk (kepada)nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan buruk). (QS Al-Balad : 10) Namun



demikian



dalam



kesimpulannya,



Quraish



Shihab



berpendapat bahwa walaupun kedua potensi ini (baik dan buruk) terdapat dalam diri manusia, namun ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Quran bahwa kebajikan lebih dahulu menghias dari manusia daripada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan. Kecenderungan manusia dalam kebajikan ini terbukti dari adanya persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perdedaan terletak pada bentuk, penerapan atau pengartian yang tidak sempuna terhadap konsep-konsep moral yang disebut ma’ruf dalam bahasan al quran. Tidak ada peradaban yang menganggap baik



8



kebohongan, penipuan dan keangkuhan. Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orang tua adalah buruk. Tetapi bagaimana seharusnya bentuk penghormatan itu? Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaanperbedaan itu selama dinilai baik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik (ma’ruf). Uraian tersebut memberi kesan bahwa manusia dengan sendirinya dapat menjadi baik atau buruk, atau mengetahui yang baik dan buruk. Kesan ini ada benarnya dan adapula tidak benarnya. Benarnya adalah memang ada sejumlah perbuatan moral yang dapat diketahui manusia bahwa itu baik, dan bahwa itu buruk. Namun, pengetahuan manusia terhadap perbuatan moral yang baik dan buruk itu terbatas. Manusia masih memerlukan informasi perbuatan moral yang baik dan yang buruk dari yang Maha Tak Terbatas, yaitu dari wahyu Tuhan. Ini menunjukkan bahwa sumber moral dalam ajaran Akhlak Islami berasan dari akal pikiran dan potensi yang dimiliki manusia, yang selanjutnya disempurnakan oleh petunjuk wahyu. Bukti bahwa akal dan potensi rohaniah yang dimiliki manusia dapat mengetahui sebagian perbuatan baik dan buruk dapat dijumpai dalam pemikiran teologi Muktazilah. Menurut aliran teologi ini, tanpa wahyu manusia sudah dapat mengatakan bahwa mencuri itu perbuatan buruk, karena merugikan orang lain, dan perbuatan baik kepada ibu bapak adalah baik, karena kedua orang tua itulah yang paling besar jasanya dalam kelangsungan seorang anak, namun Muktazilah pun menunjukan sejumlah perbuatan baik dan buruk yang tidak diketahui dengan sendirinya oleh manusia. Manusia misalnya tidak tahu bahwa perbuatan zina itu buruk, dan tidak pula tahu bahwa mengimani adanya kehidupan akhirat sebagai perbuatan baik. Untuk masalah yang demikian itu datanglah wahyu. Bahkan Muktazilah mengatakan Tuhan wajib menurunkan wahyu-Nya untuk melengkapi pengetahuan manusia yang seba terbatas. Dan jika Tuhan tetap membiarkannya berarti Tuhan tidak



9



berbuat baik, dan Tuhan yang tidak berbuat baik, bukanlah Tuhan yang baik. Berdasarkan uraian diatas, maka Quraish Shihab lebih lanjut mengatakan bahwa tolak kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang dinilai baik oleh Allah, apsti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk. Uraian tersebut memberikan informasi bahwa dalam diri manusia terdapat potensi rohaniah yang cenderung kepada kebaikan dan keburukan. Potensi rohaniah ini secara lebih mendalam dikaji alam ilmu jiwa. Untuk mengembangkan ilmu akhlak, kita dapat memanfaatkan informasi yang diberikan oleh Ilmu jiwa. Selain itu didalam ilmu jiwa juga terdapat informasi tentang perbedaan psikologis yang dialami anak usia dibawah lima tahun (Balita), Kanak-kanak, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, lanjut usia ternyata berlain-lainan. Pada usia balita misalnya anak cenderung emosional dan manja. Sedangkan pada usia kanak-kanak anak cenderung meniru orang tuanya dan bersikap rekreatif. Gejala psikologis seperti ini akan memberikan informasi tentang perlunya penyampaian ajaran akhlak sesuai dengan perkembangan jiwanya. Dalam kaitan ini dapat dirumuskan sejumlah metode dalam menanamkan akhlak yang mulia. Dengan demikian Ilmu Jiwa juga dapat memberikan masukan dalam rangka merumuskan tentang metode dan pendekatan dalam pembinaan akhlak. Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan yang telah dilakukan para ahli dengan mempergunakan jasa yang diberikan Ilmu Jiwa, seperti yang dilakukan para Psikolog terhadap perbaikan anak-anak nakal, berperilaku menyimpang dan lain sebagainya. Kasus lain kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lainya dengan melalui Ilmu Jiwa. Dengan mengetahui ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama. Itulah sebabnya ilmu jiwa



10



ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang. Dari uraian tersebut kita melihat bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang reolog, sosiolog, antropolog, sejarawan, ahli ilmu jiwa, dan budayawan akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Disini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama. 3. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Hukum Pokok pembicaraan ilmu ini adalah perbuatan manusia. Tujuannya pun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, seselarasan, keselamatan,dan kebahagiaan. Cara kita bertindak terdapat pada kaidah-kaidah hukum dan akhlak. Akan tetapi, ruang lingkup ilmu akhlak lebih luas. Ilmu akhlak memerintahkan perbuatan yang bermanfaat dan melarang perbuatan yang membahayakan, sedangkan ilmu hukum tidak demikian karena banyak perbuatan yang jelas-jelas bermanfaat, tetapi tidak diperintahkan oleh ilmu hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami dan istri demikian pula, terdapat beberapa perbuatan yang jelas-jelas tidak baik, tetapi tidak dicegahnya, seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri hal-hal seperti ini karena ilmu hukum tidak mempunyai kapasitas untuk memerintah atau melarang. Sekalipun demikian, hukum islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu akhlak. Sebab, semua perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh akhlak ternyata mendapatkan pula kepastian hukum tertentu. Contoh, menyingkirkan duri dari jalan raya. Untuk perbuatan baik ini, akhlak menilainya sebagai perbuatan yang baik, hukum positif



11



menilainya tidak berarti apa-apa, sedangkan hukum islam menilainya dianjurkan (mandub). Disamping itu, ilmu hukum hanya mempelajari atau melihat tingkah laku dari segi luar saja, sedangkan ilmu akhlak disamping melihat dari sisi luar, juga melihat dari sisi batin.  Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Hukum Islam Pengertian hukum islam atau hukum syara' menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orangorang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah. Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dan di dalamnya termuat Ilmu Akhlak. Pokok pembicaraan mengenai hubungan akhlak dengan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannya mengatur hubungan manusia untuk kebahagiannya. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan



Hukum



Islam



adalah



akhlak



dapat



mendorong



manusia untuk tidak berfikir dalam keburukan, tidak mengkhayal yang tidak berguna, sedangkan hukum dapat menjaga hak milik manusia dan mencegah orang untuk melanggar apa yang tidak boleh dikerjakan. Selain itu, di dalam hukum terdapat sanksi-sanksi yang dapat memberi hukuman bagi seorang yang memiliki akhlak buruk. Misalnya saja suatu ketika ada seseorang yang berakhlak kurang baik melakukan suatu tindakan buruk contohnya mencuri, dia akan mendapatkan sanksi, karena secara hukum dia telah melakukan pelanggaran. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara Ilmu Akhlak dengan hukum disini adalah dalam hukum terdapat perintah dan larangan, jika melaksanakan yang diperintahkan berarti dapat dikatakan



12



berakhlak baik, namun jika melanggar apa yang diperintahkan maka dapat dikatakan akhlaknya buruk, dan hukum memberi balasan atas baik buruknya akhlak. Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian hhhukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang diputuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang baik buruknya. Ini adalah manivestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilai setiap perbuatan.



13



BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan 



Ilmu akhlak berhubungan erat dengan Sosiologi karena mempelajari perbuatan manusia yang juga menjadi objek kajian ilmu akhlak. Ilmu akhlak mendorong mempelajari kehidupan masarakat yang menjadi pokok persoalan sosiologi. Manusia mahluk sosial karena bermasyarakat, terlihatlah sisi tingkat rendah atau tingginya keadaan suatu masyarakat, terbaik pendidikan, ekonomi, seni, ataupun agamanya. Begitupula, ilmu akhlak memberikan gambaran kepada kita tentang bentuk masyarakat yang ideal mengenai perilaku manusia dalam maasyarakat. Sosiologi mempelajari tingkah laku, bahasa, agama, dan keluarga, bahkan pemerintahan dalam masyarakat. Kesemuanya itu mengenai tingkah laku yang timbul dari kehendak jiwa (akhlak). Dengan demikian, sosiologi menolong ilmu akhlak mendapatkan pengertian tinhgkah laku manusia







dalam kehidupannya. Psikologi menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal, ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal, dan rasa kasih yang kesemuanya dibutuhkan oleh ilmu akhlak. Psikologi menpelajari tingkah laku manusia selaku anggota masyarakat sebagai manifestasi dan aktivitas rohaniyah, terutama yang ada hubungannya dengan tingkah laku, baik di dalam maupun diluar kelompoknya, juga interaksi (saling mempengaruhi) antara satu dan lainnya dalam masyarakat. Adapun ilmu akhlak memberikan gambaran kepada manusia tentang pekerjaan yang baik dan







pekerjaan yang buruk; pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram. Pokok pembicaraan ilmu hukum adalah perbuatan manusia. Tujuannyapun hampir sama, yaitu mengatur perbuatan manusia demi terwujudnya keserasian, seselarasan, keselamatan,dan kebahagiaan. hukum islam memiliki lingkup pembahasan lebih lengkap dengan ilmu akhlak. Sebab, semua perbuatan yang dinilai baik atau buruk oleh akhlak ternyata



14



mendapatkan pula kepastian hukum tertentu. Dengan demikian, pertalian antara hukum islam dan akhlak lebih erat dibandingkan dengan hukum positif atau etika filsafat. Setiap perbuatan yang dinilai oleh akhlak pasti mendapatkan kepastian hukum islam berupa salah satu dari lima kategori, yaitu wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sebaliknya, untuk segala perbuatan yang diputuskan hukumnya oleh hukum islam, akhlak selalu memberikan penilaian tentang baik buruknya. Ini adalah manivestasi dari luasnya ruang lingkup hukum islam yang menilai setiap perbuatan. 2. Saran Dari uraian tersebut kita melihat bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Sebaiknya kita sebagai mahluk yang tengah mencari kebenaran perlu sangat hati-hati dalam menyelidiki atau mendalami sudut pandang agama dari sudut pandang keilmuan, karena pada hakikatnya ilmu yang diciptakan manusia akan sangat terbatas dalam mengartikan wahyu Allah yang sangat sempurna. Karenanya dalam proses menela’ah ilmu Allah harus di imbangi pula dengan keimanan (meyakini ilmu Allah lebih benar) agar mendapatkan kepuasan dari agama karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.



DAFTAR PUSTAKA



15







Yatimin, Abdullah. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an.



 



Jakarta. Atkinson, Rita L. dkk. Pengantar Psikologi. Batam: Interaksa Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak. Yogyakarta: CV. Bina Usaha. Nata, Abuddin.2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo







Persada.



16