Hubungan Masalah Gizi Ganda Dan Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MATA KULIAH IPTEK GIZI MUTAKHIR HUBUNGAN MASALAH GIZI GANDA DAN PENDIDIKAN



DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 : Lutfia Puspaningtyas Islamiati



101711233052



Ratu Dien Prima Fermeza



101711233053



Khuriatun Nabillah



101711233054



Anni Syntya



101711233064



Sabitha Wina Octarine



101711233067



Hikmiyah Harisma Dewi



101711233070



KELAS 7B



UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PRODI S1 GIZI 2020



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun, bangsa Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan negara lain yang sudah lebih maju. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan, khususnya terkait gizi. Salah satunya terkait masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkan. Beban Ganda atau DBM (double burden of malnutrition) adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih dengan berbagai risiko penyakit yang ditimbulkan. Menurut WHO 2017, masalah gizi ganda ditandai dengan kekurangan gizi bersamaan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, atau penyakit tidak menular terkait pola makan, dalam individu, rumah tangga dan populasi, dan diseluruh jalur kehidupan. Pada masa perkembangannya, anak usia sekolah sering mengalami berbagai masalah gizi. Di Indonesia, khususnya pada anak-anak, masih mengalami masalah gizi ganda (double burden), yaitu pada waktu yang sama sebagian anak mengalami kekurangan gizi dan sebagian lainnya mengalami kelebihan gizi. 5 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menjelaskan persentase status gizi di Indonesia dengan indikator IMT/U untuk kategori sangat kurus sebesar 2,4%, kurus 6,8%, gemuk 10,8%, dan obesitas 9,2%. 6 Persentase status gizi untuk provinsi Sulawesi Utara menunjukkan status gizi dengan indikator IMT/U kategori kurus sebesar 6,8%, sedangkan persentase status gizi obesitas menunjukkan angka sebesar 9,7%y ang mana melewati persentase nasional (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019). Masalah ganda dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti memiliki anak lebih dari dua orang, memiliki jumlah anggtota rumah tangga sebesar 5-7 orang, faktor pendapatan atau ekonomi, lingkungan dan sanitasi, tidak memiliki asuransi kesehatan, serta tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu. Pengetahuan yang baik akan menciptakan sikap yang baik, yang selanjutnya apabila sikap tersebut dinilai sesuai, maka akan muncul perilaku yang baik pula. Tingkat pendidikan memengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Orang dengan tingkat pendidikan yang lebih baik akan lebih mudah dalam menerima informasi daripada orang dengan tingkat pendidikan yang kurang. Informasi tersebut dijadikan sebagai bekal ibu untuk mengasuh anak-anaknya dalam kehidupan sehari- hari. Sebuah keluarga dengan ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi memiliki peluang lebih rendah untuk



mengalami masalah beban gizi ganda. Hal ini dikarenakan ibu dengan edukasi tinggi



memiliki



tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan



dalam mengambil keputusan dalam keluarga. Selain itu, pendidikan ibu juga berperan pada pemilihan makanan dengan komposisi nilai gizi yang baik dan meningkatkan asupan protein, vitamin, dan asupan gizi lainnya (Leroy, J dkk. 2014). Pola asuh makan anak yang kurang tepat akan menyebabkan permasalahan gizi pada anak. Anak usia sekolah yang mengalami kekurangan gizi akan memiliki kemampuan kognitif yang rendah, yang akan berdampak kinerja anak tersebut lebih rendah (Arlianti dan Rosso 2009). Gizi sebagai pengaruh intrauterine paling penting yang mempengaruhi pengembangan dan yang kurang gizi permanen bisa mengubah fisiologi dan perkembangan anak. Seperti pada masalah kurang gizi, terutama malnutrisi protein dapat menyebabkan pertumbuhan badan tergangu dan diikuti ukuran otak yang juga terganggu. Berkurangnya jumlah sel otak dan terjadi ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak sehingga dapat menyebabkan terganguanya fungsi otak secara permanen (Nickyta, 2010). Pada anak yang menderita kurang gizi berat dimasa pertumbuhan otak ini akan mengalami berkurangnya jumlah sel otak sebanyak 15-20 % dari anak yang memiliki status gizi normal. Gizi lebih dan obesitas pada anak diduga dapat memengaruhi prestasi akademik. Obesitas dikaitkan dengan kerusakan kognitif dan menyebabkan gangguan pada kognisi, memori, bahasa dan perhatian akibat terjadi pengurangan faktor yang disebut Brain derived neurotrophic factor (BDNF) di hipotalamus (faktor yang mengarah pada pematangan neuron di otak) (Soheilipour F, dkk. 2019). Sehingga, obesitas juga berhubungan dengan performa akademik berkaitan dengan daya ingat atau fungsi memori yang rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki status gizi normal (Wu N dkk. 2017) 1.2.



Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan masalah gizi ganda dengan tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua? 2. Bagaimana hubungan masalah gizi ganda dengan tingkat ekonomi 3. Bagaimana pengaruh masalah gizi ganda terhadap kecerdasan dan pendidikan anak



1.3.



Tujuan 1. Mengetahui hubungan masalah gizi ganda dengan tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua 2. Mengetahui hubungan masalah gizi ganda dengan tingkat ekonomi 3. Mengetahui pengaruh masalah gizi ganda terhadap kecerdasan dan pendidikan anak



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Hubungan Masalah Gizi Ganda dengan Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orang Tua Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam status gizi karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak yang baik terutama bagaimana ibu memberikan makanann kepada anak, menjaga kesehatan anak, pendidikan dan sebagainya sehingga semakin banyak pengetahuan yang dimiliki dan perilaku yang diharapkan akan muncul pola asuh yang baik (Soetjiningsih, 2014). a. Hubungan Masalah Gizi Ganda dengan Tingkat Pengetahuan dan Pendidikan Orang Tua.



Sumber: Nurmaliza, 2018 Berdasarkan penelitian dari Nurmaliza, 2018 menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi memiliki status gizi baik yaitu 73,2 persen, sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan baik memiliki status gizi balita baik yaitu 75 persen. Ada hubungan antara pengetahuan dan pendidikan ibu terhadap status gizi balita. Ibu yang memiliki pengetahuan kurang akan beresiko 4 kali mempunyai balita dengan status gizi kurang dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik terhadap status gizi balita sedangkan ibu yang berpendidikan rendah akan lebih beresiko 3 kali mempunyai balita dengan status gizi kurang dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi terhadap status gizi balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh



Oktavianis, 2016 juga menunjukkan bahwa 86,7% responden yang memiliki status gizi kurang dengan pengetahuan yang rendah sedangkan 13,3% responden yang memiliki status gizi kurang dengan pengetahuan tinggi. Survey yang dilakukan oleh Institut Geografi dan Statistik Brazil mengenai faktor yang berhubungan dengan masalah gizi ganda pada malnutrisi menunjukkan bahwa adanya peningkatan prevalensi stunting pada remaja dari keluarga yang memiliki level pengetahuan kehamilan yang rendah sedangkan terjadi peningkataan prevalensi overweight pada remaja dengan keluarga yang memiliki level pengetahuan kehamilan tinggi dengan beragam situasi ekonomi (Uzeda, 2019). b. Hubungan Masalah Gizi Ganda dengan Pola Asuh Orang Tua Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Perilaku ibu dalam mengasuh balita memiliki kaitan erat dengan kejadian wasting pada balita. Ibu dengan pola asuh yang baik cenderung memiliki anak dengan status gizi yang baik. Ibu dengan pola asuh gizi kurang cenderung memiliki anak dengan status gizi yang kurang (Virdani, 2012). Pola perilaku orang tua dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang baik sehingga perilaku orang tua baik juga. Sebagaimana orangtua merupakan role model anak sehingga perilaku anak mengikuti apa yang dilakukan orang tua sehingga apabila perilaku orang tua baik, maka perilaku anak akan baik pula. Pola asuh dapat dilihat dalam interaksi, sikap dan perilaku orang tua terhadap anak bagaimana cara orang tua menanamkan disiplin ada anak, mempengaruhi emosi dan cara orang tua mengontrol anak (Sugiyanto, 2015). Hasil penelitian (Fatimah, 2010) terdapat hubungan antara pola asuh dengan perkembangan anak, karena pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Terdapat hubungan pola asuh ibu dengan status gizi karena peranan orang tua sangat berpengaruh dalam keadaan gizi anak, pola asuh memegang peranan penting dalam terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak, asuhan orang tua terhadap anak mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui



kecukupan makanan dan keadaan kesehatan (Pratiwi, 2016). Hasil penelitian (Munawaroh, 2015) pola asuh mempengaruhi status gizi karena pertumbuhan dan perkembangan anak tidak hanya dari asupan nutrisi akan tetapi kasih sayang, perhatian, kenyamanan dan pola asuh yang baik juga membuat anak akan bisa tumbuh



dengan baik. Berdasarkan penelitian dari Manumbalang, 2017 menyatakan bahwa pola asuh tidak baik dapat 12.600 kali menyebabkan status gizi tidak baik dibandingkan pola asuh baik. Menurut Soetjiningsih, 2015, pada anak-anak dengan asuhan yang baik dan pemberian makanan yang cukup dan bergizi, pertumbuhan fisik dan sel otak berlangsung dengan baik sehingga dampak pengasuhan kurang baik adalah sulitnya anak dalam menerima makan. 2.2 Hubungan Tingkat Ekonomi dengan Pendidikan dan Masalah Gizi Ganda a. Pengertian masalah gizi ganda Beban Ganda Malnutrisi atau DBM (double burden of malnutrition) merupakan suatu ko-eksistensi kekurangan gizi dan kelebihan gizi makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan bahkan individu yang sama (World Bank Document, 2012). b. Pengertian pendidikan Berdasarkan pada Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan, spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pada Undang-undang tersebut



juga dikatakan bahwa tingkat pendidikan yang ada di Indonesia dibagi menjadi 3 kategori, yaitu kategori pendidikan dasar (SD dan SMP atau sederajat), kategori pendidikan menengah (SMA/SMK dan sederajat), dan kategori pendidikan tinggi (diploma, sarjana, magister, doktor, dan sederajat). c. Pengertian sosial ekonomi Basrowi dan Juariyah (2010) mendefinisikan kondisi sosial ekonomi sebagai posisi individu dan kelompok yang berkenaan dengan ukuran rata rata yang berlaku umum tentang pendidikan, pemilikan barang-barang, dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya, sedangkan kondisi sosial ekonomi kaitanya dengan status sosial ekonomi itu sendiri dengan kebiasaan hidup sehari-hari individu atau kelompok. Sedangkan Indrawati (2015) menyebutkan bahwa status sosial ekonomi menggambarkan tentang kondisi seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan. d. Prevalensi Kemiskinan Kemiskinan



yang



melanda



masyarakat



Indonesia



saat



ini



cukup



memprihatinkan. Hal ini dikarenakan persentase penduduk miskin yang meningkat di Indonesia. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh BPS pada 2020, persentase penduduk miskin per Maret 2020 adalah sebesar 9,78 persen. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,56 persen poin jika dibandingkan dengan angka kemiskinan pada bulan September 2019, dan meningkat 0,37 persen poin jika dibandingkan dengan angka kemiskinan Indonesia pada bulan Maret 2019. Apabila persentase tadi diubah menjadi jumlah penduduk, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang jika dibandingkan pada bulan September 2019, dan meningkat 1,28 juta orang dibandingkan bulan Maret 2019 (BPS, 2020). e. Pengaruh sosial ekonomi rendah terhadap pendidikan yang diperoleh Status sosial ekonomi yang berbeda di lapisan masyarakat menyebabkan terjadinya suatu perbedaan yang cukup mencolok di masyarakat. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari akses yang didapat, tingkat pendidikan, akses ke pendidikan, dan tingkat kekuasaan yang berbeda antar tingkat sosial ekonomi (Santrock, 2007 dalam Indrawati, 2015). Perbedaan-perbedaan ini yang nantinya dapat menghasilkan kesempatan yang tidak sama atau tidak setara antar anggota masyarakat. Dalam masalah pemenuhan kebutuhan, biasanya anak-anak cenderung untuk tetap bergantung kepada orangtua, tak terkecuali untuk masalah pembiayaan



pendidikannya. Orang tua yang memiliki kondisi ekonomi tinggi atau berkecukupan tidak akan banyak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya. Namun hal ini pasti berbeda dengan orang tua yang memiliki kondisi ekonomi yang kurang. Dalam hal ini maka kondisi ekonomi orang tua menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendidikan anak. Oleh karena itu, anak yang terlahir dari orangtua dengan kondisi ekonomi kurang biasanya akan kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan anak di masa depan. (Nurhayati, 2017) f. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap kondisi sosial ekonomi Tidak hanya faktor keadaan sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, namun hal sebaliknya juga bisa terjadi. Berdasarkan penelitian Julianto (2019), tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memberikan pendapatan yang tinggi pula. Hal ini bisa terjadi karena tingkat pendidikan yang tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi pilihan individu dalam memilih dan mendapatkan pekerjaan, sehingga pekerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat menentukan sendiri pekerjaan mana yang sesuai dan paling menguntungkan baginya (Julianto, 2019). g. Hubungan antara sosial ekonomi, pendidikan, dan masalah gizi ganda di Indonesia Kondisi sosial ekonomi pada seseorang jelas akan berdampak pada pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, maka akan semakin besar pula kesempatannya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dan layak. Orang dengan pendidikan tinggi tersebut cenderung lebih mudah menerima informasi dari berbagai sumber, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, sehingga akan berdampak pada perilaku dan kebiasaannya sehari-hari, tak terkecuali perilaku untuk hidup sehat (Herijulianti E (2002) dalam Haryani (2017)). Di sisi lainn seseorang dengan pendidikan tinggi berkemungkinan besar untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi pula. Oleh karena itu, kebutuhan hidup mereka akan tercukupi dengan baik, tak terkecuali untuk kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Masyarakat dengan kondisi ekonomi yang baik, biasanya memiliki akses kepada pelayanan kesehatan yang lebih baik pula, sehingga kondisi kesehatan mereka juga dapat dikatakan akan terjaga dengan baik.



2.3 Pengaruh Masalah Gizi Ganda terhadap Kecerdasan dan Pendidikan Anak Masalah gizi ganda adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kekurangan gizi bersamaan dengan kelebihan berat badan dan obesitas, atau penyakit tidak menular terkait diet, dalam individu, rumah tangga dan populasi, dan di seluruh jalur kehidupan (WHO, 2017). Masalah gizi ganda dapat menimbulkan dampak yang serius salah satunya terhadap tingkat kecerdasan dan pendidikan anak. Anak merupakan aset sumber daya manusia yang paling berharga bagi negara. Ukuran kualitas sumber daya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Nickty, 2010). Indikator IPM sebagai penentu kualitas sumber daya manusia terdiri dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks standar hidup layak. Indikator angka melek huruf diperoleh dari kemampuan membaca dan menulis Sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Berdasarkan data dari UNICEF, Indonesia adalah negara kelima terbesar dengan jumlah anak yang menderita hambatan pertumbuhan, yang sangat berdampak pada kemampuan mereka untuk mengembangkan potensi fisik dan mental mereka secara penuh. Hal tersebut dapat dilihat juga pada tahun 2011 terdapat 2,5 juta anak usia 7-15 tahun tidak bersekolah. Paling banyak dari mereka putus sekolah yaitu pada masa transisi dari SD ke SMP. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. (Yuliwianti, 2017). Tolak ukur keberhasilan akademik seorang anak di sekolah salah satunya adalah prestasi belajar. Prestasi belajar anak Sekolah Dasar di Indonesia dapat dikatakan masih rendah. Data dari Kementerian Pendidikan tahun ajaran 2011/2012 tentang prestasi belajar pada anak Sekolah Dasar (SD) di 33 Provinsi di Indonesia, tercatat ada 824.635 siswa yang mengulang yakni sebanyak 767.134 siswa yang berasal dari sekolah negeri dan 57.501 siswa yang berasal dari sekolah swasta. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan prestasi belajar yaitu status gizi. Status gizi dapat berhubungan dengan prestasi belajar karena status gizi dapat berhubungan dengan konsentrasi belajar anak. Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam menangkap pelajaran di sekolah. Sehingga seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi yang baik pula di sekolahnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki status gizi yang kurang akan berdampak pada kecerdasan sehingga kurang optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah sehingga prestasi belajar kurang baik. Selain itu, fase usia sekolah juga membutuhkan asupan makan yang bergizi untuk



menunjang masa pertumbuhan dan perkembangannya. Selain untuk kebutuhan energi, asupan makanan yang bergizi juga mempengaruhi perkembangan otak. Apabila makanan tidak mengandung cukup zat-zat gizi yang dibutuhkan dan keadaan tersebut berlangsung lama, maka akan menyebabkan perubahan metabolisme otak yaitu daya berpikir menjadi rendah. Pada keadaan yang lebih berat, pertumbuhan badan akan terganggu. Anak yang tergolong kurang gizi akan berbadan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil, serta jumlah sel dalam batang otak berkurang. Kemudian di sisi lain, anak yang kurang gizi cenderung mudah mengantuk dan kurang semangat. Hal tersebut dapat mengganggu proses belajar di sekolah yang akhirnya mempengaruhi prestasi belajarnya, daya pikir anak juga berkurang karena pertumbuhan otak yang tidak optimal. Maka dari itu, rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas pendidikan anak. Oleh karena itu status gizi merupakan faktor yang memberikan pengaruh cukup besar terhadap prestasi belajar seorang anak (Krisnawati, 2009).



Beban gizi ganda atau Double Burden of Malnutrition (DBM) adalah suatu keadaan koeksistensi antara kekurangan gizi dan kelebihan gizi makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan



bahkan individu yang sama (WHO, 2010) Beban gizi ganda atau Double Burden of Malnutrition (DBM) adalah suatu keadaan koeksistensi antara kekurangan gizi dan kelebihan gizi makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan bahkan individu yang sama (WHO, 2010) Beban gizi ganda atau Double Burden of Malnutrition (DBM) adalah suatu keadaan ko-



eksistensi antara kekurangan gizi dan kelebihan gizi makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan bahkan individu yang sama (WHO, 2010 MASALAH GIZI GANDA



Stunting + Obesitas



Neuron dan Fungsi Otak Menurun



Kognitif & kecerdasan menurun



Prestasi Anak Turun



Menurut World Health Organization, stunting dapat menyebabkan perkembangan kognitif atau kecerdasan, motorik, dan verbal berkembang secara tidak optimal. Anak yang pendek di Indonesia memiliki resiko 2,54 kali untuk menjadi gemuk dibandingkan dengan anak dengan tinggi badan yang normal (Nur Handayani U dan Dwi S. 2015). Pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi pada semua jaringan dan sistim tubuh akan terjadi perubahan metabolisme dalam tubuhnya (Sawaya & Roberts, 2003). Perubahan ini menyangkut penghernatan energi serta upaya mempertahankan laju metabolisme, sehingga hal ini bisa menyebabkan anak yang pendek memiliki gangguan regulasi asupan makanan dan juga memiliki kerentanan yang lebih tinggi. Energi dari makanan ini lama kelamaan dapat meningkatkan timbunan lemak terutama di bagian perut (Popkin, Richards & Montiero, 2011). Oleh karena itu besar kemungkinan anak pendek untuk menjadi gemuk dan akhirnya menghadapi beban masalah gizi ganda. Perkembangan kognitif merupakan aspek yang berfokus pada keterampilan berpikir, termasuk belajar, pemecahan masalah, rasional, dan mengingat yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa di sekolah. Pada kondisi stunting dapat terjadi gangguan



pada proses pematangan neuron otak serta perubahan struktur dan fungsi otak yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan kognitif. Kondisi ini menyebabkan kemampuan berpikir dan belajar anak terganggu dan pada akhirnya menurunkan tingkat prestasi belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh stunting terhadap perkembangan kognitif dan kecerdasan. Dampak jangka panjang dari stunting yaitu postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, peningkatan risiko obesitas dan penyakit degeneratif lainnya, menurunnya kesehatan reproduksi, tidak optimalnya kapasitas belajar dan performa saat masa sekolah, dan tidak maksimalnya produktivitas dan kapasitas kerja. Salah satu upaya untuk dapat mencerdaskan anak dari sisi kesehatan dan gizi yaitu membentuk ‘sekolah sehat’. Sekolah sehat adalah sekolah yang berhasil membantu siswa untuk berprestasi secara maksimal dengan mengedepankan aspek kesehatan. Definisi lain dari sekolah sehat adalah sekolah yang bersih, hijau, indah dan rindang, peserta didiknya sehat dan bugar serta senantiasa berperilaku hidup bersih dan sehat. Sekolah sehat selalu membangun kesehatan siswa baik jasmani maupun rohani, melalui pemahaman, kemampuan dan tingkah laku, sehingga siswa bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk kesehatan mereka secara mandiri. Sekolah sehat menyadari sangat pentingnya kesehatan siswa dalam membantu mereka mencapai prestasi maksimal dan untuk meningkatkan standar kehidupan mereka (Kemendikbud, 2017). Berdasarkan buku panduan peningkatan derajat manusia melalui pendidikan, kriteria utama dari sekolah sehat yaitu adanya program pendidikan dan pelayanan kesehatan (health education and treatment), makanan sehat (healthy eating), pendidikan olahraga (physical activity), pendidikan mental (emotional health and well being), serta program lingkungan sekolah sehat dan aman (safe and healthy environment).



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam menerima informasi yang akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Pola perilaku orang tua dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang baik sehingga perilaku orang tua baik juga. Ibu dengan pola asuh yang baik cenderung memiliki anak dengan status gizi yang baik. Ibu dengan pola asuh gizi kurang cenderung memiliki anak dengan status gizi yang kurang. 2. Kondisi sosial ekonomi pada seseorang akan berdampak pada pendidikan dan pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, maka akan semakin besar pula kesempatannya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dan layak. Orang dengan pendidikan tinggi tersebut cenderung lebih mudah menerima informasi dari berbagai sumber, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, sehingga akan berdampak pada perilaku dan kebiasaannya sehari-hari, tak terkecuali perilaku untuk hidup sehat. 3. Status gizi dapat berhubungan dengan prestasi belajar karena status gizi dapat berhubungan dengan konsentrasi belajar anak. Status gizi akan mempengaruhi tingkat kecerdasan dan kemampuan seseorang dalam menangkap pelajaran di sekolah. Sehingga seseorang yang memiliki status gizi baik akan memiliki daya tangkap yang lebih baik dan dapat memperoleh prestasi yang baik pula di sekolahnya.



DAFTAR PUSTAKA Arlianti dan Rosso. 2009. Investasi untuk Kesehatan dan Gizi Sekolah di Indonesia. Jakarta: BEC-TF. Astuti, Nur Fitri Widya, Emy Huriyati, and Susetyowati Susetyowati. "Prevalensi dan Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Beban Gizi Ganda pada Keluarga di Indonesia." Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 16.1 (2020): 100-115. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2019. Basrowi dan Juariyah, S. 2010. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Srigading, Kecamatan Labuhan Maringgal, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010. BPS. 2020. Berita Resmi Statistik : Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2020. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2020 No. 56/07/Th. XXIII, 15 Juli 2020. Fatimah. L, (2010). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Anak Di R.A Darusalam Desa Sumber Mulyo Joroto Jombang. Haryani, Wiworo; Purwati, D.E; dan Satrianingsih, S. 2017. Hubungan antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan kepatuhan perawatan gigi tiruan lepasan. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. Desember 2017; 3(3): 160 - 166 ISSN 24600164 (print) ISSN 2442-2576 (online). Indrawati, Endang Sri. 2015. Status Sosial Ekonomi dan Intensitas Komunikasi Keluarga pada Ibu Rumah Tangga di Panggung Kidul Semarang Utara. Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 52-57 52 . Julianto, Dedi dan Utari, Puti Annisa. 2019. Analisa Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Individu di Sumatera Barat. Ikraith Ekonomika Vol 2 No 2 Bulan Juli 2019. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2011/2012. Pusat Data dan Statistik Pendidikan. Kemendikbud. 2017. Peningkatan Derajat Manusia Melaluui Pendidikan. Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan. Krisnawati, 2009. Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Kelas I 56 Sekolah Dasar Negeri Trosobo 2 Sidoarjo. Jurnal keperawatan. vol.2 No.3. Leroy, J. L., Habicht, J.-P., de Cossío, T. G. & Ruel, M. T. Maternal Education Mitigates the Negative Effects of Higher Income on the Double Burden of Child Stunting and



Maternal Overweight in Rural Mexico. The Journalof Nutrition. 2014;144(5):765770. Manumbalang, S. T., Rompas, S., & Bataha, Y. B. (2017). Hubungan Pola Asuh Dengan Status Gizi Pada Anak Di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Pulutan Kabupaten Talaud. Jurnal Keperawatan, 5(2). Munawaroh, S. (2015). Pola Asuh Mempengaruhi Status Gizi Balita. Nickty, 2010. Hubungan Status Gizi Dengan TingkatKecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient – IQ) Pada Anak Usia Sekolah Dasar Ditinjau Dari Status Sosial-Ekonomi Orang Tua Dan Tingkat Pendidikan Ibu. Skripsi. Yogyakarta. Diakses pada 03 Desember 2016 dari https://eprints.uns.ac.id/2949/. Nurmaliza, N., & Herlina, S. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi Balita. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(2), 106-115. Nurhayati, Siti. 2017. Pengaruh Kondisi Ekonomi Terhadap Tingkat Pendidikan Anak di Desa Sinar Terbudak Kecamatan Tujuh Belas. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Katulistiwa Vol 6, No 7 (2017). Oktavianis. 2016. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi pada Balita di Puskesmas Lubuk Kilangan Pratiwi. (2016). Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Rawung, Meilita M., Herlina IS Wungouw, and Damajanty HC Pangemanan. "Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa SD Katolik St Fransiskus Xaverius Kakaskasen Kota Tomohon." eBiomedik 8.1 (2020). Sawaya AL, Grillo LP, Verreschi I, Silva AC & Roberts SB. 1998. Mild stunting is associated with higher susceptibility to the effects of high fat diets: Studies in a shantytown population in Sao Paulo, Brazil. Journal of Nutrition. 128:415- 420. Sebataraja, Lisbet Rimelfh; Oenzil, F; dan Asterina. 2014. Hubungan Status Gizi dengan Status Sosial Ekonomi Keluarga Murid Sekolah Dasar di Daerah Pusat dan Pinggiran Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2). Sjarif. Childhood obesity:evaluation and management. Dalam Adi S, penyunting. Naskah Lengkap Obesity Symposium Il. Surabaya 2003; 1 23-1 39 Soheilipour F, Salehiniya H, Farajpour.kh M, Pishgahroudsari M. Breakfast habits, nutritional status and their relationship with academic performance in elementary school students of Tehran, Iran. Med Pharm Reports. 2019;92(1):52-8. Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Utami, Nur Handayani, and Dwi Sisca. 2015. Resiko Terjadinya Kegemukan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Dengan Status Gizi Pendek Di Indonesia. Indonesian Journal of Health Ecology. 14.3. 273-283.



Unite for Children (UNICEF). Uzêda, J. C. O., Ribeiro-Silva, R. D. C., Silva, N. D. J., Fiaccone, R. L., Malta, D. C., Ortelan, N., & Barrato, M. L. (2019). Factors associated with the double burden of malnutrition among adolescents, National Adolescent School-Based Health Survey (PENSE 2009 and 2015). PloS one, 14(6), e0218566. Virdani, A. S., (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kalirungkut Kelurahan Kalirungkut Kota Surabaya World Bank Document. 2012. Indonesia Health Sector Review, Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi. Tersedia di: http://documents1.worldbank.org/curated/pt/278471468258284433/pdf/NonAsciiFile Name0.pdf World Health Organization. 2010. World Health Organization. 2017. Diakses tanggal 20 September 2020. https://www.who.int/nutrition/double-burden-malnutrition/en/ Wu N, Chen Y, Yang J, Li F. Childhood obesity and academic performance: The role of working memory. Front Psychol. 2017;8. Yuliwianti, Agnes Andani, Yuni Kusmiyati, and Heni Puji Wahyuni. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KECERDASAN INTELEKTUAL PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI SD KANISIUS PUGERAN TAHUN 2016. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2017.