Pendidikan Dan Hubungan Antar Kelompok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIKAN DAN HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK



Dosen Pengampu: Ketut Susiani, S.Pd., M.Pd. Oleh : Putu Ayu Pramita NIM 1411031264 Pratiwi



NIM 1411031271 E/V



Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha 2016 1



PRAKATA Segala puja dan puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugrah-Nya, penulis telah dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok” . Penulisan makalah ini dibuat guna melengkapi salah satu nilai dari mata kuliah Sosiologi Pendidikan, dan hasil penulisan makalah ini semoga dapat berguna bagi para pembacanya dalam membantu menciptakan kesempatan yang luas bagi siswa untuk melihat dan membangun konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mendapat bantuan moril dan material dari berbagai pihak, baik itu dalam bentuk bimbingan maupun fasilitasfasilitas yang penulis butuhkan. Oleh karena itu penulis tidak lupa pada kesempatan kali ini ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Ketut Susiani, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Pembelajaran Terpadu. 2. Orang tua yang selalu memberikan doa, dorongan, dan telah memberikan fasilitas yang nyaman dalam pengerjaan makalah ini. 3. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Dalam penulisan ini terdapat banyak keuntungan ataupun ketidaksempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan, demi perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi harapan bagi penulis maupun rekan-rekan mahasiswa/ mahasiswi lainnya. Singaraja, 26 September 2016 Penulis,



2



DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar.....................................................................................................



ii



Daftar Isi................................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN......................................................................................



1



1.1. Latar Belakang................................................................................................. 1.2. Rumusan Masalah............................................................................................ 1.3. Tujuan.............................................................................................................. 1.4. Manfaat............................................................................................................



1 2 2 2



BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................



3



2.1. Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok.................................................



3



2.2. Pendidikan Umum dan Hubungan Antar Kelompok.......................................



6



2.3. Sruktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah..............................................



7



2.4. Efektivitas Pendidikan Antar Golongan...........................................................



9



2.5. Efektivitas Pendidikan.....................................................................................



9



2.6. Dasar-Dasar Bagi Pendidikan Antar Golongan...............................................



10



BAB III PENUTUP...............................................................................................



12



3.1. Simpulan.......................................................................................................... 3.2. Saran................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA



12 13



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang sistematis dalam upaya



memanusiakan manusia. Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh



aspek



pendidikan,



baik



itu



struktur,



dinamika,



masalah-masalah



pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis. Salah satu pokok pembahasan sosiologi pendidikan adalah hubungan antar manusia dalam sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi murid dan guru dalam proses belajar mengajar, melainkan juga oleh interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi yang dihadapinya di dalam maupun di luar sekolah. Siswa berbeda-beda bukan hanya karena berbeda bakat akan tetapi kepribadiannya karena pengaruh lingkungan sosial yang berlain-lainan. Siswa datang ke sekolah dengan membawa kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai corak tertentu, bergantung pada golongan atau status sosial, kesukuan, agama, nilai-nilai, dan aspirasi orang tua. Dalam berinteraksi manusia juga cenderung akan membentuk kelompokkelompok. Kelompok-kelompok yang terbentuk di dalam masyarakat merupakan bentuk kehidupan yang nyata, karena peran kelompok dalam kehidupan sangatlah penting, individu dapat menghabiskan waktunya dengan berkegiatan, berinteraksi dan melakukan berbagai hal dengan menjadi bagian dalam kelompok. Dengan banyaknya sejumlah kelompok yang terbentuk di masyarakat, maka sangat besar kemungkinan untuk terjadinya interaksi antar kelompok satu dengan yang lainnya. Dalam makalah ini penulis akan menguraikan bagaimana pendidikan dan hubungan antar kelompok itu sebenarnya. Menyangkut tentang prasangka dalam hubungan antar kelompok, pendidikan umum dan hubungan antar kelompok, struktur hubungan antar kelompok di sekolah, efektivitas pendidikan antar golongan, efektivitas pendidikan, dan dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan. 1



1.2.



Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai



berikut : 1) Bagaimana prasangka dalam hubungan antar kelompok? 2) Bagaimana pendidikan umum dan hubungan antar kelompok? 3) Bagaimana struktur hubungan antar kelompok di sekolah? 4) Apa saja efektivitas pendidikan antar golongan? 5) Apa efektivitas pendidikan? 6) Apa dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan? 1.3. 1) 2) 3) 4) 5) 6)



Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain : Agar mampu mengidentifikasi prasangka dalam hubungan antar kelompok. Agar mampu memahami pendidikan umum dan hubungan antar kelompok. Agar mampu menguraikan struktur hubungan antar kelompok di sekolah. Agar mampu mendeskripsikan efektivitas pendidikan antar golongan. Agar mampu menjabarkan efektivitas pendidikan. Agar mampu menyebutkan dasar-dasar bagi pendidikan antar golongan. 1.4.



Manfaat Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Bagi penulis, menambah wawasan mengenai pendidikan dan hubungan antar kelompok. Selain itu, juga dapat meningkatkan kreativitas dalam menuangkan ide ke dalam tulisan juga sebagai perbandingan untuk penulisan makalah berikutnya. 2) Bagi peserta didik, untuk memberikan motivasi atau dorongan dalam proses pengembangan diri. 3) Bagi lembaga pendidikan, sebagai acuan dalam membimbing peserta didik.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1.



Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok Joseph S. Roucek mengatakan bahwa suatu kelompok meliputi dua atau lebih



manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan. Mayor Polak mengatakan bahwa kelompok sosial adalah suatu group, yaitu sejumlah orang yang ada hubungan antara satu dengan yang lain dan hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur. Jadi, dapat diungkapkan bahwa kelompok (group) menurut pesrpektif sosiologi adalah sekumpulan dua orang atu lebih yang saling berinteraksi dan terjadi hubungan timbal balik di mana mereka merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Prasangka merupakan suatu istilah yang mempunyai berbagai makna. Namun dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok istilah ini mengacu pada sikap bermusuhan yang ditunjukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan. Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. John E. Farley mengklarifikasi prasangka terbagi menjadi tiga kategori : 1. Prasangka Kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar. 2. Prasangka Afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai. 3. Prasangka Konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak. Bermacam-macam teori telah dikemukakan untuk menjelaskan gejala prasangka. Penjelasan yang paling dahulu ialah memandang prasangka sebagai sesuatu yang wajar yang dengan sendirinya timbul bila terjadi hubungan antar dua kelompok yang berlainan. Manusia sadar akan kesamaan dalam kalangannya sendiri dan merasa solider dengan kelompok itu. Sebaliknya timbul rasa tak suka terhadap orang yang berbeda jika ada “dislike of the unlike”. Perasaan itulah menimbulkan etnosentrisme, yaitu perasaan loyalitas terhadap kelompok sendiri dan rasa bermusuhan terhadap semua yang mengancam rasa kekelompokan itu. Apa dimaksud dengan “kesamaan” dalam kelompok tidak selalu sama. Sering yang dijadikan ciri kesamaan atau ketidaksamaan hal-hal yang secara visual sangat menonjol. Perbedaan kebudayaan juga tidak memberi penjelasan yang memuaskan 3



tentang prasangka. Manusia tidak selalu menginginkan kesamaan. Akan tetapi justru senantiasa mencari yang baru yang lain. Dalam kelompok yang “sama” dapat terdapat perbedaan-perbedaan individu. Sebaliknya antara dua orang dari kelompok yang berbeda sekali dapat tumbuh rasa persahabatan



yang



mendalam.



Ada



pula



kelompok-kelompok



yang



tidak



menunjukkan rasa prasangka terhadap bangsa lain, seperti halnya di kalangan sukusuku primitif. Jika mereka bermusuhan dengan kelompok lain, dasarnya bukanlah rasial, bukan “dislike of the unlike” melainkan mungkin karena takut akan orang lain. Teori lain yang mencoba menjelaskan sebagai hakikat manusia, yakni sebagai instink ialah antara lain Dollard. Ia mengemukakan adanya instink agresi pada manusia. Freud menggunakan istilah “instink mati” yaitu rasa benci yang universal terhadap seseorang. Menurut Dollard setiap anak dalam tiap kebudayaan mengalami frustrasi karena tidak diizikan melakukan sesuka hatinya. Frustrasi ini menimbulkan kecenderungan agresi dalam hidup selanjutnya. Maka karena itu setiap orang dewasa memiliki sikap agresif dalam dirinya terhadap lingkungannya, yang biasanya laten atau terpendam akan tetapi dapat bangkit setiap waktu bila mendapat obyek tertentu. a. Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari Teori ini memandang prasangka sebagai hasil proses belajar seperti halnya dengan sikap-sikap lain yang terdapat pada manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain adalah hasil pengalaman pribadi yang berlangsung lama atau berdasarkan pengalaman yang traumatis. Seorang dapat dikondisikan oleh sikap-sikap yang telah ada dalam masyarakat. Jika prasangka tidak selalu timbul berkat pengalaman pribadi akan tetapi sering atas pengaruh sikap yang pada umumnya terdapat dalam lingkungan, khususnya di rumah dan sekolah. Guru dan orang tua sangat besar pengaruhnya, karena mudah mempengaruhi anak pada usia muda yang memandang orang dewasa sebagai orang serba tahu. Juga media masa seperti surat kabar, radio, film, televisi besar besar pengaruhnya. Bila bangsa tertentu sering dilukiskan sebagai inferior, licik, kejam, dan sebagainya maka stereotip itu akan diterima oleh para pembaca, pendengar, atau penonton termasuk anak-anak. b. Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis



4



Golongan yang dominan ingin menyingkirkan golongan minoritas dari dunia persaingan. Nazi Jerman membunuh orang Yahudi untuk mendapatkan kedudukan dan kekayaan mereka. Atau seperti halnya dengan Negro pada masa yang lalu di Amerika Serikat mereka dipandang dan diperlakukan sebagai inferior yang tidak layak menempati kedudukan tinggi. Sikap itu terdapat dikalangan penjajah terhadap bangsa yang dijajah agar dapat dieksploitasi. Untuk membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan jalan rasionalisasi. Perubahan yang radikal ini tidak disebabkan oleh pengaruh struktur penduduk, tidak disebabkan oleh pengalaman pribadi yang baru, tidak timbulnya sifat agresif pada orang kulit putih, tidak pula disebabkan kesadaran instingtif atas kesamaan kelompok sendiri. Pada umumnya orang tidak mau terang-terangan mengaku bahwa ia berprasangka dan biasanya mencari perlindungan di belakang alasan-alasan yang mulia. c. Prasangka sebagai aspek pribadi Menurut penelitian Murphy dan Likert, ada orang yang mempunyai pribadi yang berprasangka. Orang yang berprasangka terhadap orang asing akan memperluasnya kepada kelompok-kelompok lain. Jadi ada kemungkinan bahwa prasangka tidak semata-mata ditimbulkan oleh kelakuan kelompok lain, akan tetapi berdasarkan pribadi seseorang. Orang yang pribadinya berprasangka menaruh prasangka terhadap berbagai-bagi hal. Dalam penelitian terhadap kolerasi yang tinggi antara etnosentrisme, konservatisme, otoritarisme, super-patriotisme, fasisme. Orang yang berprasangka tampaknya harmonis, penuh kepercayaan akan diri sendiri, akan tetapi pada hakikatnya merasa diri tak aman, menaruh perasaan bermusuhan yang tak terpendam terhadap dunia luar, sangat terikat pada pola-pola hidup yang diterimanya dari orang tua, mudah mempersalahkan orang lain atas kegagalannya, sadar akan statusnya, memandang rendah terhadap orang bawahan. Maka kepribadian merupakan suatu faktor penting bila kita ingin memahami hakikat dan perkembangan prasangka. d. Pendekatan multi dimensional Dari berbagai faktor yang dapat menimbulkan prasangka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memahami prasangka harus kita gunakan pendekatan multi dimensional. Prasangka dapat memenuhi kebutuhan, dapat dipelajari dengan berbagai 5



cara. Prasangka dapat merupakan pernyataan dari sikap lingkungan individu, prasangka itu dapat ditimbulkan oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor itu sendiri sering bertalian. Misalnya seorang akan menaruh lebih banyak prasangka terhadap golongan lain, bila ia mengalami kemunduran ekonomi dan prasangkanya akan berkurang pada saat ia mencapai kemajuan. Jadi faktor ekonomi dan psikologi saling berhubungan. Dalam membicarakan prasangka dalam hubungan antar kelompok perlu kita ketahui bahwa prasangka bukanlah suatu instink yang dibawa lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Karena prasangka itu prasangka itu dipelajari, maka dapat diubah atau dikurangi dan dapat pula dicegah timbulnya. Oleh prasangka dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, maka tak akan dapat ditemukan satu cara tertentu untuk mengatasinya. Bila prasangka itu multi dimensional maka cara mengatasinya harus melalui berbagai pendekatan. Teknik yang digunakan sedapat mungkin harus bertalian dengan pengertian kita tentang sebab-sebabnya. Dan karena sebab-sebab itu saling berhubungan harus berbagai teknik digunakan serempak 2.2.



Pendidikan Umum dan Hubungan Antar Kelompok Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang



prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata menunjukkan sikap yang paling toleran. Jika hasil penelitian itu benar maka pendidikan harus ditingkatkan sampai taraf yang setingginya untuk menghilangkan prasangka itu. Namun ada beberapa alasan cita-cita itu tidak akan tercapai. Tak dapat kita harapkan bahwa setiap orang akan dapat memperoleh pendidikan tinggi. Ada tidaknya prasangka tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan. Banyak prasangka diperoleh dari sikap dan pendapat orang tua dan dari pengalaman dalam lingkungannya. Ini tak berarti bahwa pendidikan di sekolah sama sekali tak ada pengaruhnya. Pendidikan dapat merupakan faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri, rasa ketentraman hidup yang turut menentukan prasangka. Ada kemungkinan



6



mengurangi, tetapi dapat pula memperkuat prasangka. Akan tetapi meningkatkan taraf pendidikan itu sendiri tidak memecahkan masalah prasangka ini. 2.3.



Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah Salah satu aspek yang biasa terlupakan oleh sekolah adalah memupuk hubungan



sosial di kalangan murid-murid. Biasanya sekolah terlalu fokus pada peningkatan kualitas akademik saja. Program pendidikan antar murid, antar golongan ini bergantung pada struktur sosial murid-murid. Ada tidaknya golongan minoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan kelompok-kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk yang multi rasial, menganut agama yang berbeda-beda, dan mengikuti adat kebiasaan yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan kedudukan sosial dan ekonomi. Murid-murid di sekolah sering menunjukkan perbedaan asal kesukuan, agama, adat istiadat, dan kedudukn sosial. Berdasarkan perbedaan-perbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid, yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata. Kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan berdasarkan: a. Status sosial orang tua murid Status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat terjadi di dalam hingga di luar pergaulan di sekolah. Anak pejabat enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumlahnyapun sangat sedikit. b. Hobi/minat/kegemaran Kesamaan hobi mendorong timbulnya rasa kebersamaan di antara mereka. Anakanak yang suka olahraga sepak bola cenderung intensif bergaul dengan teman se-klub mereka. Biasanya di sekolah terdapat beberapa jenis kegiatan ekstrakulikuler seperti KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), Rohis, kelompok seni, pramuka, PMR, dan keolahragaan. Masing-masing membentuk ikatan emosional di antara anggotanya. c. Intelektualitas Ada juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan intelektualitas mereka, meskipun ini tidak dominan. Orang pintar karena biasanya



7



suka membaca lebih sering berada di perpustakaan daripada di kantin. Kehidupan mereka di sekolah benar-benar padat dengan kegiatan akademis. d. Jenjang kelas Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering terjadi di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering berbuat sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena takut dengan seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu tingkatnya. Hal ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak dan kurang harmonis. e. Agama Ada peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama. Kegiatan perayaan dan peribadatan agama yang mereka anut sering mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun demikian ini bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolah. f. Asal daerah Kesamaan asal daerah juga memberikan peluang bagi terbentuknya kelompok di sekolah, namun bukan juga merupakan faktor dominan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa di sekolah tersebut berasal dari daerah yang sama. Berbeda dengan kehidupan kampus yang nuansa kedaerahannya sangat kental, di sekolah murid biasanya cenderung lebih menaruh minat pada mood dan hobi ketimbang regionalitas. 2.4.



Efektivitas Pendidikan Antar Golongan Usaha-usaha perbaikan hubungan antar kelompok didasarkan atas anggapa atau



asumsi tertentu, antara lain: Pertama ialah bahwa prasangka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Oleh karena itu seseorang dapat dibebaskan dari prasangka dengan memberikan informasi yang cukup baginya. Kedua ialah bahwa penglaman disekolah dapat mengubah kelakuannya di luar sekolah dan situasi-situasi lain. Prasangka erat kaitannya dengan struktur kepribadian seseorang, jadi menunjukkan bentuk kelakuan yang mempunyai corak yang sama. Untuk menghilangkan prasangka harus diubah struktur kepribadiannya. Sebaliknya, bila kita pandang prasangka sebagai fungsi situasional, timbul dalam situasi sosial tertentu, maka hasil pendidikan disekolah dapat disangsikan.



8



Ketiga ialah bahwa hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain akan mengurangi prasangka. Bila hubungan itu memberikan pengalaman yang menyenangkan ada kemungkinan menghasilkan sikap persahabatan. Adanya hubungan itu sendiri tidak menjamin timbulnya sikap yang baik. Misalnya anak yang mempunyai sekolah yang dikunjungi oleh berbagai golongan belum tentu semuanya akan mendapat sikap yang lebih toleran terhadap golongan itu. Oleh sebab itu, bila hubungan itu tidak disertai oleh pengalaman yang menyenangkan maka prasangka yang ada tidak akan berkurang. 2.5.



Efektivitas Pendidikan Sekolah merupakan lembaga yang efektif untuk mengurangi prasangka tidak



dapat didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Efektivitas program khusus tentang hubungan antar kelompok tidak mudah dinilai. Kebanyakan program itu bercorak pemberian informasi yang kemudian diuji dengan tes tertulis. Perlu kita sadari bahwa sekolah hanya salah satu dari sejumlah daya-daya sosial yang mempengaruhi hubngan antar golongan. Pendidikan dn pengaruh yang diperoleh oleh anak dalam rumah tangga, pergaulan dengan teman-teman sepermainan dan lapangan interaksi sosial lainnya sering lebih kuat dan membuat sekolah hampir tak berdaya. Sekolah tak mampu mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan lain, seluruh masyarakat harus turut serta, termasuk pemerintah yang harus berusaha meniadakan segala macam bentuk diskriminasi, kalaupun masih ada. Juga guru-guru harus menjadi model pribadi yang toleran dalam ucapan maupun perbuatan. 2.6.



Dasar-Dasar Bagi Pendidikan Antar Golongan Program-program tentang hubungan antar golongan dapat dilakukan menurut pola



pelajaran lainnya, yakni dengan menyampaikan informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lain-lain. Namun kita dapat bertanya apakah pendidikan itu tidak sebaiknya dikaitkan dengan berbagai teori tentang prasangka. Bila kita anggap bahwa prasangka disebabkan oleh rasa frustrasiagres, seperti terdapat dalam pribadi otoriter, maka perlu diperhatikan pendidikan anak dalam rumah tangga sejak kecil. Bila kepribadian yang serupa itu dibiarkan terus



9



berkembang, ada kemungkinan ia hanya dapat kesembuhan dengan pertolongan ahli psikiatri. Bila kita anggap bahwa prasangka disebabkan oleh persaingan dalam mencari keuntungan, status, kekuasaan yng terdapat dalam sistem politik ekonomi, maka di sekolah dapat diajarkan bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh usaha dan kemampuannya, yang bagi setia orang mempunyai batas-batas tertentu. Sejauh kesanggupannya sebaiknya setiap orang harus berusaha sekeras mungkin dan jangan mempermasalahkan orang lain atau merasa cemburu atas keberhasilan orang lain. Harus diakui bahwa prasangka yang ditimbulkan oleh persaingan ekonomi di dalam masyarakat dapat melumuhkan usaha sekolah. Prasangka dapat pula menjadi aspek kebudayaan yang diperoleh melalui proses sosialisasi, melalui situasi-situasi yang dihadapi anak dalam hidupnya. Bila lingkungan itu menunjukkan rasa prasangka terhadap golongan lain, maka dapat diharapkan anak itu akan berbuat sesuai dengan lingkungannya. Sekolah dapat memberikan pelajaran agar anak tidak berprasangka, namun apakah akan terjadi transfer ke dalam situasi-situasi lain di luar sekolah menjadi pertanyaan, karena kelakuan akan bertentangan dengan yang lazim dilihatnya di dalam masyarakat. Hanya dengan penuh keyakinan dan keberanian seorang dapat bertindak menurut cara yang berlawanan dengan kelakuan umum. Di sekolah dapat dibentuk perkumoulan siswa yang dapat dijadikan model hubungan antar kelompok. Tentu saja sekolah mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang mengemukakan kesamaan hak bagi seluruh umat manusia.



10



BAB III PENUTUP 2.1.



Simpulan Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa: a. Dalam kaitannya dengan hubungan antar kelompok prasangka mengacu pada sikap bermusuhan yang ditunjukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan. b. Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata menunjukkan sikap yang paling toleran. Jika penelitian itu benar, maka pendidikan harus ditingkatkan sampai taraf yang setingginya untuk menghilangkan prasangka itu. c. Struktur hubungan antar kelompok di sekolah dipengaruhi oleh homogenitas individu-individu yang ada di dalamnya. Semakin banyak kesamaan yang ada semakin sederhana pula struktruk yang akan terbentuk. d. Usaha-usaha perbaikan hubungan antar kelompok didasarkan atas anggapa atau asumsi tertentu, antara lain: prasangka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, penglaman disekolah dapat mengubah kelakuannya di luar sekolah dan situasisituasi lain, dan hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain akan mengurangi prasangka. e. Sekolah hanya salah satu dari sejumlah daya-daya sosial yang mempengaruhi hubungan antar golongan. Sekolah tak mampu mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan lain, seluruh masyarakat harus turut serta, termasuk pemerintah yang harus berusaha meniadakan segala macam bentuk diskriminasi. Juga guru-guru harus menjadi model pribadi yang toleran dalam ucapan maupun perbuatannya. f. Program-program tentang hubungan antar golongan dapat dilakukan menurut pola pelajaran lainnya, yakni dengan menyampaikan informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lain-lain. 2.2.



Saran Manfaatkanlah hubungan antar kelompok untuk hal-hal yang positif. Terapkanlah



hal-hal positif dari hubungan antar kelompok ke dalam kehidupan sehari-hari. 11



Bersikaplah toleran kepada kelompok lain. Hindarilah etnosentrisme dan hal-hal lainnya yang mengacu pada perpecahan di antara kelompok



12



DAFTAR PUSTAKA Bimantara, Rizki Satriya dan Suryanto. Agustus 2015. Hubungan Antara Identitas Sosial dengan Prasangka pada Anggota Perguruan PSHW dengan PSHT di Ranting Jiwan Madiun. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. Volume 04, No. 2. 73-80. Tersedia pada http://journal.unair.ac.id/download-fullpapersjpksec52f3da102full.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2016. Hartoto. 2008. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok. Tersedia pada https://fatamorghana.files.wordpress.com/2008/11/hartoto_tugas4_lengkap.pdf. Diakses pada tanggal 26 September 2016. Idi, Abdullah. 2016. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Nasution. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Santhoso, Fauzan Heru dan Moh. Abdul Hakim. Juni 2012. Desprivasi Relatif dan Prasangka Antar Kelompok. Jurnal Psikologi. Volume 39, No. 1. 121-128. Tersedia pada https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/6971/5432. Diakses pada tanggal 26 September 2016. Soerya, Thiara. 2016. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok. Tersedia pada http://thiarasoerya.blogspot.co.id/2016/05/pendidikan-dan-hubungan-antarkelompok.html. Diakses pada tanggal 26 September 2016.