11 0 463 KB
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan gizi institusi, salah satunya adalah pelayanan Gizi Institusi Asrama. Pelayanan gizi institusi asrama adalah pelayanan gizi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat golongan tertentu yang tinggal di asrama pelajar, mahasiswa, ABRI (TNI dan POLRI), kursus, dan sebagainya (Mukrie, 1990). Sejak kelahirannya, TNI menghadapi berbagai tugas dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara (Mabes TNI AD, 2005). Oleh karena itu TNI harus memiliki fisik yang sehat dan kuat untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk mencapai kesehatan fisik salah satu faktornya adalah dengan mengkonsumsi makanan yang dapat memenuhi kebutuhan. Mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan dalam jumlah yang sesuai akan memenuhi kebutuhan gizi seseorang sehingga pada akhirnya dalam proses kehidupan, tubuh akan terpelihara dan akan ada perbaikan sel-sel
tubuh
serta
mengoptimalkan
perkembangan (Almatsier, 2004).
proses
pertumbuhan
dan
2
Tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien, dengan manfaat yang setinggi-tingginya merupakan tujuan dari serangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan makanan. Untuk dapat memenuhi hal tersebut maka diperlukan perencanaan menu yang baik. Dalam menyusun menu yang baik banyak sekali faktor – faktor yang perlu diperhatikan seperti faktor klien dan faktor manajemen, agar menu yang dihasilkan memiliki cita rasa yang tinggi dan sesuai dengan kebutuhan klien (Mukrie, 1990). Cita rasa makanan, berpengaruh terhadap terpenuhinya kebutuhan seseorang, oleh karena itu diperlukan cita rasa yang dapat memuaskan konsumen baik dari segi penampilan dan rasa. Cita rasa adalah bentuk kerja sama dari kelima macam indera manusia, yakni perasa, penciuman, perabaan, penglihatan, dan pendengaran (Drummond KE & Brefere LM, 2010). Penampilan makanan dan rasa makanan merupakan bagian dari cita rasa. Penampilan makanan adalah penampakan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan. Penampilan ini meliputi warna, bentuk makanan, besar porsi, dan cara penyajian. Sedangkan rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan. Rasa sendiri merupakan hasil kerja
pengecap
rasa
(taste
buds)
yang
terletak
di
lidah,
pipi,
kerongkongan, atap mulut, yang merupakan bagian dari cita rasa. Rasa ini meliputi aroma makanan, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur makanan (Drummond KE & Brefere LM, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan Christiana Handayani pada tahun 2003 di asrama Wing Dik Tekkal TNI-AU mengenai persepsi siswa terhadap penampilan makanan yang disajikan didapatkan bahwa dari 63 sampel yang diteliti sebanyak 31 siswa menyatakan penilaiannya kurang baik terhadap penampilan makanan yang disajikan (49,2%). Hasil tersebut menyatakan hampir sebagian siswa kurang menyukai makanan tersebut
3
dari segi penampilannya. Hal ini mungkin dapat disebabkan dari proses pengolahan hidangan tersebut atau pemilihan bahan makanan yang digunakan. Sedangkan mengenai persepsi siswa terhadap rasa makanan yang disajikan didapatkan sebanyak 33 siswa menyatakan rasa makanan yang disajikan kurang baik (52,4%) (Handayani, 2003) Cita rasa makanan akan mempengaruhi daya terima konsumen. Daya
terima
adalah
penerimaan
klien
terhadap
makanan
yang
dihidangkan di suatu penyelenggaraan makanan. Daya terima merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menilai kepuasan konsumen dalam suatu penilaian jasa boga (Suklan, 1993). Daya terima makanan didapatkan dari persentase makanan yang dapat dihabiskan oleh siswa. Dari hasil penelitian Siti Fathonah pada tahun 2003 di asrama Wing Dik Tekkal mengenai daya terima, dari 63 siswa didapatkan sebanyak 9 siswa (14,29%) memiliki daya terima yang kurang baik (Fathonah, 2003). Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdik Armed) adalah salah satu institusi asrama milik TNI. Asrama ini menampung siswa TNI khususnya TNI
Angkatan
Darat
yang
sedang
menjalani
pendidikan
Bintara/Tamtama/Perwira di Pusdik Armed. Jumlah siswa yang mengikuti pendidikan adalah sebanyak 267 siswa yang tinggal di asrama dan mendapatkan makan 3 kali sehari yang diselenggarakan oleh Pusdik Armed. Dalam penyelenggaraan makanan di Pusdik Armed, institusi menyediakan dana untuk makan satu orang siswa perhari sebesar Rp24.000,00. Aktifitas yang dilakukan oleh siswa antara lain belajar di kelas dan lapangan, kerja bakti, dan olahraga yang mereka lakukan rutin setiap hari. Salah satu cara agar mendapatkan kondisi fisik yang sehat adalah melalui asupan yang baik. Dengan diberikan makanan yang sehat diharapkan dapat menunjang kelancaran pendidikan para siswa. Dalam hal ini penulis
4
akan meneliti daya terima makan siswa pada saat makan siang, karena pada saat itu siswa mendapat makan dengan menu yang lengkap. Sampai saat ini belum pernah ada penelitian yang dilakukan mengenai daya terima makan siswa di Pusdik Armed. Memperhatikan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara penampilan, rasa, dan cita rasa makanan terhadap daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan, Cimahi.
1.2 Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara penampilan, rasa, dan cita rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdik Armed) Cimahi?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan
umum
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
hubungan antara penampilan, rasa, dan cita rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdik Armed) Cimahi. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran umum institusi meliputi nama institusi, alamat institusi, dan jenis institusi di Pusdik Armed Cimahi.
5
b. Mengetahui
gambaran
umum
penyelenggaraan
makanan
meliputi tujuan penyelenggaraan makanan, perencanaan menu, biaya makan, standar kecukupan gizi, standar porsi, dan sistem distribusi makanan di Pusdik Armed Cimahi. c. Mengetahui karakteristik siswa meliputi umur siswa yang menjalani pendidikan di Pusdik Armed Cimahi. d. Mengetahui penilaian siswa terhadap penampilan makanan (warna, besar porsi, bentuk makanan, dan cara penyajian) makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi e. Mengetahui penilaian siswa tehadap rasa makanan (aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur) makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi. f. Mengetahui penilaian siswa terhadap cita rasa (penampilan dan rasa) makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi. g. Mengetahui daya terima siswa terhadap makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi. h. Mengetahui hubungan penampilan makanan dengan daya terima makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi. i. Mengetahui hubungan rasa makanan dengan daya terima makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi j. Mengetahui hubungan cita rasa makanan dengan daya terima makan siang yang disajikan di Pusdik Armed Cimahi.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk pada sistem penyelenggaraan makanan institusi khususnya di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi dan di batasi hanya pada penilaian penampilan (warna, bentuk, besar porsi,
6
dan cara penyajian), rasa (aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur), cita rasa makanan dan daya terima makan siang siswa.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengalaman dalam hal penyelenggaraan makanan institusi serta dapat menerapkan ilmu manajemen sistem penyelenggaraan makanan institusi. 1.5.2 Bagi Institusi Dengan adanya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi mengenai daya terima siswa sehingga dapat dijadikan masukan untuk dapat menyediakan makanan yang memiliki cita rasa tinggi untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa. 1.5.3 Bagi Siswa Memberikan informasi pada siswa bahwa makanan yang tidak dihabiskan akan berdampak pada kebutuhan gizi yang tidak terpenuhi. Pada akhirnya keadaan ini akan memberikan informasi kepada siswa untuk dapat memperbaiki asupannya. 1.5.4 Bagi Jurusan Poltekkes Kemenkes Bandung Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi institusi sebagai referensi atau kepustakaan bidang gizi institusi.
7
1.6 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini ada kemungkinan keterbatasan penelitian yang terjadi selama proses penelitian yang tidak dapat dihindari, yaitu pada penelitian ini daya terima yang di ukur hanya satu kali pada saat makan siang saja. Sehingga akan memepengaruhi terhadap daya terima secara keseluruhan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyelenggaraan Makanan Institusi Penyelenggaraan makanan banyak / institusi adalah suatu pelayanan gizi atau penyelenggaraan makanan yang diberikan kepada sekelompok masyarakat di bawah satu unit institusi dalam jumlah banyak atau lebih dari 50 porsi. Pada pelaksanaannya, penyelenggaraan makanan
ini
menggunakan
memanfaatkan
unsur-unsur
prinsip-prinsip manajemen
manajemen agar
dengan
pelaksanaan
penyelenggaraan makanan menjadi lebih efektif dan efisien serta mencapai hasil yang baik dan cita rasa yang optimal (Mukrie, 1990) Menurut Soegeng, penyelenggaraan makanan institusi merupakan kegiatan penyediaan makanan bagi konsumen dalam jumlah banyak, yang berada dalam suatu kelompok masyarakat yang terorganisir di suatu institusi seperti sekolah, perkantoran, perusahaan, pabrik, industri, asrama, rumah sakit, panti sosial, lembaga pemasyarakatan, pusat transito, pesantren, dll (Soegeng, 2004). Tujuan
dari
serangkaian
kegiatan
dalam
penyelenggaraan
makanan adalah menghasilkan makanan dengan cita rasa yang sebaikbaiknya sesuai dengan keinginan konsumen atau pelanggan dengan menggunakan dana, material, dan tenaga kerja sekecil mungkin (Moehyi, 1992). Selain itu agar tersedianya makanan yang memuaskan bagi klien (Mukrie, 1990).
9
Adapun beberapa tujuan khusus dari penyelenggaraan makanan intitusi, yaitu : 1. Menghasilkan
makanan
yang
berkualitas
baik,
yang
dipersiapkan dan diolah secara layak 2. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan 3. Menu yang seimbang dan bervariasi 4. Harga tepat dan layak sesuai dengan pelayanan yang diberikan 5. Standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi ( Mukrie,1990 ) Berdasarkan klasifikasinya macam pelayanan gizi institusi dapat dibagi menjadi : 1. Pelayanan gizi institusi industri (tenaga kerja) 2. Pelayanan gizi institusi sosial (panti sosial) 3. Pelayanan gizi institusi asrama 4. Pelayanan gizi institusi sekolah 5. Pelayanan gizi institusi rumah sakit 6. Pelayanan gizi institusi komersial 7. Pelayanan gizi institusi khusus 8. Pelayanan gizi institusi untuk keadaan darurat
2.2 Penyelenggaraan Makanan Institusi Asrama Asrama merupakan tempat atau wadah yang diorganisir oleh sekelompok masyarakat tertentu, yang mendapat pelayanan makanan secara kontinyu. Tujuan dari penyelenggaraan makanan institusi asrama ini adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat golongan tertentu yang tinggal di asrama baik pelajar, mahasiswa, ABRI (TNI dan POLRI), dan sebagainya. (Mukrie, 1990)
10
Menurut Nursiah A. Mukrie, makanan untuk asrama memiliki ciri khusus seperti : 1. Dikelola oleh pemerintah ataupun peran serta masyarakat. 2. Standar gizi disesuaikan menurut kebutuhan golongan yang di asramakan serta di sesuaikan dengan sumber daya yang ada. 3. Melayani berbagai golongan umur ataupun kelompok usia tertentu. 4. Dapat bersifat komersial, memperhitungkan laba rugi institusi, bila dipandang perlu, dan terletak di tengah kota. 5. Frekuensi makan 2-3 kali sehari, dengan atau tanpa makanan selingan. 6. Jumlah yang dilayani tetap. 7. Macam pelayanan makanan tergantung peraturan asrama. 8. Tujuan penyediaan makanan lebih di arahkan untuk pencapaian status kesehatan penghuni. Adanya
kontinyuitas
dalam
pelaksanaan
penyelenggaraan
makanan asrama, merupakan faktor yang paling penting. Penentuan standar makanan tergantung dari kebutuhan dari kelompok yang berada dalam asrama tersebut. Khusus untuk asrama atlit ataupun angkatan bersenjata (TNI dan POLRI) dibutuhkan pengaturan menu yang tepat karena kegiatan mereka dikategorikan sebagai pekerjaan yang berat sehingga dapat menghasilkan makanan dalam volume kecil tetapi dapat memenuhi kecukupan gizi mereka. (Mukrie, 1990) Dalam sistem penyelenggaraan makanan institusi atau penyediaan makanan terdapat beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Perencanaan anggaran belanja. 2. Perencanaan menu 3. Perhitungan kebutuhan makanan 4. Pembelian bahan makanan 5. Penerimaan bahan makanan
11
6. Penyimpanan bahan makanan 7. Persiapan bahan makanan 8. Pemasakan / pengolahan bahan makanan 9. Pelayanan / distribusi makanan (Mukrie, 1990)
2.3 Cita Rasa Makanan Cita
rasa
makanan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi daya terima terhadap makanan yang disajikan (Asih, 2009). Cita rasa makanan menimbulkan terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang
tinggi
adalah
makanan
yang
disajikan
dengan
menarik,
menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. (Soegeng, 2004) Cita rasa makanan mecakup dua aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan sewaktu dimakan. Kedua aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan (Soegeng, 2004)
2.3.1 Penampilan Makanan Penampilan makanan adalah penampakan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan, beberapa komponen yang mempengaruhi penampilan meliputi : a. Warna Warna
seringkali
digunakan
dalam
suatu
penilaian,
tetapi
sebenarnya sulit untuk ditetapkan. Secara fisik dan psikologis berkaitan
12
dalam mengevaluasi suatu warna karena melibatkan penilaian visual, oleh karena itu selezat apapun makanan bila tidak menarik saat disajikan akan membuat selera makan menurun. Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan dapat membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang selera makan. (Khan, 1998) Warna yang menarik dan bentuk yang bervariasi akan membuat seseorang tertarik untuk mencicipi dan menghabiskannya. Untuk meningkatkan warna pada makanan yang kurang berwarna, sebaiknya dibuat kombinasi warna dengan hidangan yang berwarna lebih terang atau diberi garnish. (Mahaffey, 1981) b. Bentuk Makanan Rupa makanan yang disajikan disebut dengan bentuk makanan. Bentuk makanan akan menambah daya tarik dari makanan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah makanan yang disajikan harus beraneka ragam bentuknya serta serasi dalam penyajiannya. Misalnya mengenai potongan bahan makanan, apakah makanan dipotong memanjang, berbentuk dadu, atau dipotong parut. Selain itu ukuran potongan menjadi daya tarik bagi konsumen. (Khan, 1998) Ada beberapa bentuk penyajian makanan sewaktu disajikan yaitu bentuk makanan yang disajikan sesuai dengan aslinya, bentuk makanan yang harus dipotong dengan teknik tertentu, bentuk makanan dengan saji khusus (Khan, 1998) c. Besar Porsi Porsi adalah banyaknya makanan yang disajikan. Porsi makanan akan mempengaruhi daya tarik dari konsumen karena tiap-tiap konsumen memiliki besar porsi makanan yang berbeda dalam setiap aktivitas makannya. Besar porsi akan mempengaruhi penampilan
13
makanan. Jika terlalu besar atau terlalu kecil penampilan makanan jadi tidak terlalu menarik. (Gatchalian, 1989) Besar porsi untuk setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makan. Pentingnya besar porsi makanan bukan saja berkenaan dengan penampilan makanan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan makanan. (Muchatab, 1991) d) Cara Penyajian Cara penyajian makanan adalah penyajian makanan yang berhubungan dengan alat makan, cara penyusunan hidangan pada alat makan dan garnish/hiasan makanan. Penyajian makanan yang baik bila alat makan yang digunakan lengkap, bersih, dan sesuai dengan hidangan, serta disusun dengan menarik, dan dilengkapi dengan hiasan yang serasi. (Puckett, 2004) Cara penyajian makanan ini akan menentukan penampilan makanan, sehingga bila tidak dilakukan dengan baik, maka upaya yang telah dilakukan untuk menyediakan makanan dengan cita rasa tinggi tidak akan berhasil. (Puckett, 2004) 2.3.2 Rasa Makanan Rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Kesukaan terhadap makanan merupakan suatu proses yang berulang terhadap rasa makanan kemudian akan tersimpan secara permanen sesuai dengan keinginan yang diharapkan (Winnick, 1988). Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh saraf-saraf pengecapan yang terletak pada
14
papila pada lidah (Winarno, 1992). Adapun faktor yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu : a. Aroma Aroma makanan adalah bau yang disebarkan oleh makanan dengan daya tarik yang kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera makan. Aroma yang yang dikeluarkan oleh setiap makanan berbeda - beda dan melalui pemasakan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula. (Mahaffey, 1981) Untuk mendapatkan bau yang cukup baik untuk sel sensori, beberapa panelis terlatih menganjurkan untuk menghirup dengan singkat dan kuat ke bagian atas hidung. Karena respon terhadap bau ini terekam sangat cepat dan singkat. Untuk mendapatkan penilaian yang sensitif, sebaiknya menghirup udara yang bersih beberapa detik sebelum melakukan penilaian. (Gatchalian, 1989) b. Bumbu Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dalam proses pengolahan dengan tujuan untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan khas dalam setiap kali pemasakan, sehingga dapat merangsang kerja enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan nafsu makan (Soeparman, 1997). Secara garis besar dikenal 2 macam bumbu yaitu tanaman yang dipakai sebagai bumbu (herbs) dan rempah (spices). (Sihite, 2000) Menurut Taylor (2004), rasa dasar yang dikenal ada 5, yaitu manis yang timbul saat dilewati oleh sukrosa dan pemanis; asin yang timbul saat dilewati oleh ion natrium (Na+), asam yang timbul saat dilewati oleh
15
ion hidrogen (H+), pahit, dan umami atau gurih yang timbul saat dilewati oleh asam amino glutamat. (Taylor, 2004) c. Tingkat Kematangan Tingkat
kematangan adalah
mentah
atau
matangnya
hasil
pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yang dimasak dan makanan akan mempunyai tingkat kematangan sendiri – sendiri. Tingkat kematangan suatu makanan itu tentu saja akan mempengaruhi cita rasa makanan. (Muchatab, 1991) Setiap hidangan memiliki tingkat kematangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat diketahui dengan mencicipinya. Tingkat kematangan berkaitan dengan cara dan waktu pemasakan. Untuk bahan makanan daging memiliki waktu pemasakan yang lebih lama dibandingkan dengan bahan makanan nabati dan sayuran. (West dan Wood, 1988) d. Suhu Suhu makanan adalah tingkat panas atau dingin dari hidangan yang disajikan. Pada penyajian makanan perlu diperhatikan kesesuaian suhu dari setiap jenis hidangan, karena suhu makanan akan berpengaruh terhadap cita rasa makanan dan selera makan seseorang. (Puckett, 2004) Suhu makanan memegang peranan
sangat
penting dalam
penentuan cita rasa makanan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanan sehingga dapat mengurangi
selera
untuk
makan.
Suhu
juga
mempengaruhi
kemampuan saraf-saraf pengecapan yang terletak pada papila pada lidah untuk menangkap rangsangan rasa. Makanan yang panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan saraf-saraf pengecapan,
16
sedangkan
makanan
yang
dingin
dapat
membius
saraf-saraf
pengecapan sehingga tidak peka lagi. (Winarno, 1992) e. Tekstur Tekstur makanan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dapat dideteksi dengan baik, yaitu dengan merasakan makanan di dalam mulut. Sifat yang digambarkan dari tekstur makanan antara lain renyah, lembut, kasar, halus, berserat, empuk, keras, dan kenyal. Bermacam-macam tekstur makanan dalam suatu hidangan lebih menyenangkan dari pada satu macam tekstur. (Puckett, 2004) Menurut Khan (1998), tekstur dapat dirasakan ketika di mulut, seperti lunak/lembek, keras/kering, kenyal, krispi, berserat, halus. Hal tersebut adalah beberapa sifat yang digunakan untuk menggambarkan tekstur. (Khan, 1998)
2.4 Daya Terima Makanan Daya terima makanan adalah penerimaan klien terhadap makanan yang dihidangkan di suatu penyelenggaraan makanan. Ada beberapa cara untuk menilai hal tersebut, salah satunya dengan melihat sisa makanan. Pengamatan sisa makanan merupakan cara sederhana dan sangat penting untuk dievaluasi, tetapi cara ini banyak kelemahannya yaitu tidak diketahuinya besar porsi makanan awal sehingga perlu cara lain. Cara lain yang digunakan yaitu dengan menimbang berat awal dari makanan tersebut. (Mukrie, 1990) Menurut Supariasa (2002), daya terima makanan seseorang dapat dilihat
dari
berapa
banyak
orang
tersebut
dapat
menghabiskan
makanannya dengan menimbang dan mempersentasikannya dengan berat makanan yang disajikan. Selisih antara berat makanan yang
17
disajikan dengan berat makanan sisa merupakan berat makanan yang dihabiskan. (Supariasa, 2002) Bila makanan yang direncanakan dengan baik dapat dihabiskan oleh konsumen, berarti pelayanan gizi tercapai. Sisa makanan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam atau faktor intrinsik dan faktor yang berasal dari luar yaitu faktor ekstrinsik. (Puckett, 2004) Faktor intrinsik meliputi: a. Selera makan Selera makan seseorang atau sekelompok masyarakat berbeda satu dengan yang lainnya. Selera ini terbentuk sejak lahir dan terus berkembang sepanjang umur seseorang, tetapi selera yang terbentuk sejak kecil akan tetap bertahan sampai tua, sulit untuk merubahnya. Selera terbentuk berdasarkan asupan melalui panca indera yaitu pengelihatan, pengecap, pendengaran, dan perabaan.
Semakin
banyak
jenis
panca
indera
mendapat
rangsangan yang memberi kesan menyenangkan, semakin menarik makanan tersebut untuk dikonsumsi dan disukai. (Sediaoetama, 1999) b. Jenis kelamin Jenis kelamin dapat menjadi faktor yang mempengaruhi daya terima makanan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat-zat gizi berbeda antara pria dan wanita. Perbedaan ini disebabkan oleh umur, tinggi badan yang sama mempunyai komposisi tubuh yang berbeda. Untuk zat-zat gizi tertentu wanita memerlukan lebih banyak dari pria. (Almatsier, 2004)
18
c. Kebiasaan makan Kebiasaan makan
konsumen
seringkali berbeda-beda,
terlebih jika konsumen itu berasal dari daerah yang berbeda pula. Oleh karena itu masakan yang disajikan harus bersifat netral dan dapat diterima oleh semua konsumen. (Moehyi, 1992) Pada penyelenggaraan makanan, menu yang direncanakan harus sesuai dengan kebiasaan makan individu atau golongan. Kebiasaan makan seseorang ini ditentukan oleh faktor kejiwaan, faktor sosial budaya, agama atau kepercayaan, latar belakang pendidikan atau pengalaman, lingkungan hidup sehari-hari, tempat asal dan demografi. (Mukrie, 1990) d. Pola makan Pola makan atau konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat
yang
mengalami
perubahan
terus-menerus,
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dengan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut. (Sediaoetama, 1996) Faktor ekstrinsik meliputi: 1. Rasa makanan a. Bumbu b. Suhu makanan c. Tingkat kematangan d. Aroma e. Tekstur 2. Penampilan a. Warna b. Cara penyajian c. Bentuk makanan d. Besar porsi e. Konsistensi (Khan, 1998)
19
2.5 Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing) Metode ini merupakan salah satu metode kuantitatif dari survei makanan pada metode penimbangan ini responden atau petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama satu hari. (Supariasa, 2002) Langkah – langkah dalam pelaksanaan penimbangan makanan : 1. Makanan yang akan dihidangkan ditimbang dahulu setiap jenis bahan makanannya. Berat yang didapat merupakan berat awal. 2. Setelah dihidangkan dan dikonsumsi oleh sampel, makanan yang tersisa akan dimasukan dalam plastik yang telah diberi label. 3. Makanan sisa yang telah dimasukan dalam plastik akan ditimbang dan didapatkan berat akhir. Kelebihan dari metode penimbangan ini adalah data yang diperoleh lebih akurat dan teliti. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah : 1. Memerlukan waktu yang lama dan cukup mahal karena perlu peralatan. 2. Bila dilakukan penimbangan dengan periode yang cukup lama maka responden dapat merubah kebiasaan mereka. 3. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden. (Supariasa, 2002)
20
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Daya terima makanan dipengaruhi oleh penilaian cita rasa makanan dari klien. Cita rasa makanan meliputi dua aspek utama yaitu penampilan makanan dan rasa makanan. Penampilan makanan meliputi warna makanan, bentuk makanan, besar porsi, dan cara penyajian makanan. Sedangkan rasa makanan meliputi aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur makanan. Adapun mengenai hubungan penampilan, rasa, dan cita rasa makanan dengan daya terima dapat dilihat pada kerangka konsep berikut: PENAMPILAN MAKANAN (warna, bentuk, besar porsi, cara penyajian)
RASA MAKANAN
DAYA TERIMA MAKANAN
(aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, tekstur)
CITA RASA MAKANAN (penampilan dan rasa)
GAMBAR 3.1 HUBUNGAN ANTARA PENAMPILAN, RASA, DAN CITA RASA MAKANAN DENGAN DAYA TERIMA MAKAN SIANG SISWA DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI
21
Variabel Independen
: Penampilan, Rasa, Cita Rasa
Variabel Dependen
: Daya Terima
3.2 Hipotesis 1. Ada hubungan antara penampilan makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi 2. Ada hubungan antara rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi 3. Ada hubungan antara cita rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi
3.3 Definisi Operasional 3.3.1 Penampilan Makanan Definisi
: Penampilan makanan adalah penilaian sampel terhadap hidangan meliputi warna makanan, bentuk, besar porsi, dan cara penyajian makan siang yang disajikan selama 2 hari tidak berturut-turut. Penilaian ini mencakup nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data penampilan makanan didapatkan dari hasil pengisian kuesioner oleh sampel.
Cara ukur : Angket Alat Ukur : Kuesioner Hasil Ukur : Penilaian penampilan makanan menggunakan skoring kemudian dijumlahkan dan dihitung meannya.
22
Kategori
: -
Skala
Baik
: bila skor > mean skor sampel (2,81)
Kurang : bila skor < mean skor sampel (2,81)
: Ordinal
3.3.2 Rasa Makanan Definisi
: Rasa makanan adalah penilaian sampel terhadap hidangan makan
siang
meliputi
aspek
aroma,
bumbu,
tingkat
kematangan, suhu, dan tekstur makanan pada makan siang. Penilaian dilakukan selama 2 hari tidak berturut-turut mencakup nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Data penampilan makanan didapatkan dari hasil pengisian kuesioner oleh sampel. Cara ukur : Angket Alat ukur : Kuesioner Hasil Ukur : Penilaian rasa makanan menggunakan skoring kemudian dijumlahkan dan dihitung meannya. Kategori
: - Baik - Kurang
Skala
: bila skor > mean skor sampel (2,76) : bila skor < mean skor sampel (2,76)
: Ordinal
3.3.3 Cita Rasa Makanan Definisi
: Cita rasa adalah total penilaian sampel terhadap makanan yang disajikan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi yang terdiri dari penampilan dan rasa yang dilihat pada waktu makan siang selama 2 hari tidak berturut-turut dan dikelompokkan menurut jenis hidangan,
23
kemudian
nilainya
dikomposit
dan
dikategorikan
berdasarkan nilai mean. Cara ukur
: Angket
Alat ukur
: Kuesioner
Hasil ukur
: Penilaian cita rasa makanan merupakan jumlah dari penilaian siswa terhadap penampilan dan rasa makanan kemudian dihitung nilai meannya.
Kategori
: - Baik
: bila skor > mean skor sampel (2,78)
- Kurang : bila skor < mean skor sampel (2,78) Skala
: Ordinal
3.3.4 Daya Terima Makanan Definisi : Daya terima makanan adalah persentase makan siang selama dua hari tidak berturut-turut yang dihabiskan dari hidangan yang disajikan meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah. Daya terima makanan diperoleh dari penimbangan berat awal makanan yang dikurangi berat sisa makanan dibagi berat awal makanan dikalikan 100% Cara ukur : Food Weighing Alat ukur : Timbangan Skala Kategori
: Ordinal : - Daya terima makanan baik jika rata-rata persentase asupan makanan > 80% hidangan yang disajikan pada makan siang - Daya terima makan kurang baik jika rata-rata persentase asupan makanan < 80% hidangan yang disajikan pada makan siang.
24
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu rancangan
penelitian
dimana
pengukuran
variabel
independen
(penampilan, rasa, dan cita rasa) dan variabel dependen (daya terima) dilakukan pada waktu bersamaan. (Budiarto, 2004)
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April tahun 2011 di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi, Jalan Baros G 151 Kota Cimahi.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa yang mengikuti kegiatan pendidikan Bintara (Diktukba) di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi yang berjumlah 245 siswa. 4.3.2 Sampel Pengambilan sampel ditentukan secara purposive dengan kriteria sebagai berikut : a. Usia antara 30 – 40 tahun b. Bersedia menjadi responden
25
Untuk mengetahui jumlah sampel yang akan di ambil maka jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : n
: besar sampel
N
: total populasi
d
: tingkat ketepatan absolute 90% = 1 – 0,90 = 0,10 (Sabri, 2006)
Dari hasil perhitungan, sampel yang dibutuhkan di dapat hasil sebagai berikut:
sampel Maka sampel yang dibutuhkan minimal 71 sampel.
26
4.3 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.4.1 Jenis data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. a. Data primer meliputi: (1) Data karakteristik siswa meliputi umur siswa yang menjalani pendidikan. (2) Data penilaian siswa terhadap penampilan makanan yang disajikan meliputi warna, bentuk, besar porsi, dan cara penyajian. (3) Data penilaian siswa terhadap rasa makanan yang disajikan meliputi aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur. (4) Data penilaian siswa terhadap cita rasa makanan yang disajikan meliputi penampilan makanan dan rasa makanan. (5) Data daya terima siswa terhadap makanan yang disajikan.
b. Data Sekunder (1) Data gambaran umum institusi pendidikan yang meliputi nama institusi, alamat institusi, dan jenis institusi (2) Data gambaran umum penyelenggaraan makanan meliputi tujuan penyelenggaraan makanan, perencanaan menu, biaya makan, standar kecukupan gizi, standar porsi dan sistem distribusi makanan.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data a. Data karakteristik siswa diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang diberikan pada sampel.
27
b. Data penilaian siswa terhadap penampilan dan rasa makanan
yang
disajikan
diperoleh
melalui
pengisian
kuesioner yang diberikan kepada siswa terhadap masingmasing golongan hidangan untuk makan siang. c. Data daya terima diperoleh dari hasil penimbangan berat awal pada setiap jenis makanan yang telah matang dikurangi berat makanan yang tersisa dan dibagi dengan berat awal kemudian
dipersentasikan.
Penimbangan
ini
dilakukan
dengan cara menimbang setiap jenis makanan sebelum dibagikan,
kemudian
setelah
makan,
sisa
makanan
dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi nomor yang sesuai dengan nomor sampel lalu sisa makanan ditimbang sesuai dengan jenis makanan. d. Data gambaran umum institusi diperoleh melalui wawancara dan melihat dokumen yang ada di institusi tersebut. e. Data gambaran umum penyelenggaraan makanan meliputi tujuan penyelenggaraan makanan, perencanaan menu, biaya makan, standar kecukupan gizi, standar porsi, dan sistem distribusi makanan diperoleh dari hasil wawancara.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1 Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 13.0 for Windows. Pengolahan data meliputi : a. Data karakteristik sampel meliputi umur siswa Data umur sampel dikelompokkan menjadi dua yaitu : (1) < 35 tahun (2) > 35 tahun
28
b. Data penilaian penampilan dan rasa makanan, dilakukan skoring sebagai berikut: (1) Skor penampilan : a. untuk jawaban sangat baik diberi skor 4 b. untuk jawaban baik diberi skor 3 c. untuk jawaban cukup diberi skor 2 d. untuk jawaban kurang diberi skor 1 (2) Skor rasa : a. untuk jawaban sangat baik diberi skor 4 b. untuk jawaban baik diberi skor 3 c. untuk jawaban cukup diberi skor 2 d. untuk jawaban kurang diberi skor 1 c. Penilaian cita rasa makanan Penilaian cita rasa adalah gabungan dari skor penampilan dan rasa lalu dijumlahkan dan dikategorikan menjadi: Baik
: bila skor > mean skor sampel (2,78)
Kurang
: bila skor < mean skor sampel (2,78)
d. Data daya terima makanan Untuk setiap golongan makanan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Hasil : (1) Daya terima makanan baik jika rata-rata persentase asupan makanan > 80% hidangan yang disajikan pada makan siang.
29
(2) Daya terima makan kurang baik jika rata-rata persentase asupan makanan < 80% hidangan yang disajikan pada makan siang. 4.5.2 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer dan diolah dengan program SPSS versi 13.0 for Windows. Analisa meliputi : a. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran dari tiaptiap variabel yang diukur dalam penelitian dengan menggunakan skala nominal dan ordinal. (1) Gambaran karakteristik sampel meliputi umur dan pendidikan yang dijalani disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. (2) Penampilan dan rasa makanan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. (3) Cita rasa disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif. (4) Daya terima disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dianalisa secara deskriptif. b. Analisis Bivariat Analisis Bivariat adalah analisis untuk melihat hubungan antara penilaian siswa terhadap penampilan, rasa dan cita rasa makanan dengan daya terima makan siang di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi. Dianalisis dengan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 90% (α = 0,10).
30
Rumus Chi-Square :
Keterangan: X2
= Nilai uji Chi-Square
Oij
= Frekuensi teramati pada sel ke-ij
Eij
= Frekuensi pada sel ke-ij
α
= (0,10)
Kriteria uji: Dengan kriteria uji Ho diterima bila p > α, dan Ho ditolak bila p < α, dengan α = tingkat kemaknaan (0,10)
Syarat menggunakan uji Chi-Square : (1) Nilai harapan masing-masing sel tidak boleh kurang dari 5 (2) Digunakan pada kasus dengan tabel 2x2 (3) Jika frekuensi yang diharapakan yang terkecil kurang dari 5, digunakan test Fisher exact (4) Bila n < 20 analisis digunakan test Fisher exact.
Bila pada uji Chi-Square, nilai frekuensi harapan lebih kecil dari 5 dan lebih dari 20%, maka digunakan uji Fisher Exact pada titik kepercayaan 90% dengan α = tingkat kemaknaan (0,10).
31
Rumus Statistik Fisher Exact :
Keterangan : n
= Jumlah sampel
P
= Populasi yang diharapkan
A, B, C, D
= Nilai pada setiap sampel
α
= 0,10
Ho ditolak jika P < α, dengan signifikan (α = 0,10) (Notoatmodjo, 2002)
32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi (Pusdik Armed) merupakan institusi milik pemerintah yg bersifat militer. Pusdik Armed berada di Jalan Baros G 151 Cimahi. Institusi ini memiliki tugas pokok yaitu menyelenggarakan pendidikan kemiliteran serta persenjataan setiap tahunnya. Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi dipimpin oleh seorang komandan yang berpangkat Kolonel. Pendidikan yang diselenggarakan meliputi pendidikan untuk Tamtama, Bintara dan Perwira yang diadakan setiap tahunnya. Aktivitas pendididikan yang dilakukan oleh siswa terbagi menjadi dua yaitu pendidikan di dalam kelas dan pendididkan di luar kelas.
5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Pusdik Armed merupakan suatu lembaga pendidikan bagi militer, khususnya TNI-AD yang menyelenggarakan makan bagi para siswanya. Kegiatan penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan di Pusdik Armed berada di bawah tanggung jawab Komandan Datasemen Markas (Dandenma) yang berpangkat Mayor. Tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di institusi ini ialah agar dapat memenuhi kebutuhan gizi para siswanya. Jumlah konsumen yang dilayani tidak tetap, hal ini bergantung pada jumlah
33
siswa yang sedang melaksanakan pendidikan pada saat itu. Penyelenggaraan makanan dilaksanakan oleh unit bagian dapur umum yang dikepalai oleh Kepala Bagian Dapur yang berpangkat Sersan Kepala. Kepala Bagian Dapur bertugas mengawasi jalannya proses pengolahan dan penyelenggaraan makanan asrama. Kebutuhan bahan makanan dan perencanaan menu di Pusdik Armed dihitung berdasarkan jumlah siswa yang dilayani dan disesuaikan dengan menu. Pengadaan bahan makanan dilaksanakan oleh petugas dengan cara menunjuk rekanan melalui Koperasi Pusdik Armed. Dalam hal pengadaan bahan makanan, pihak institusi telah menetapkan jumlah bahan secara tertulis untuk pembelian bahan makanan. Rekanan yang menyediakan bahan makanan telah memiliki siklus menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan untuk setiap menu tersebut, sehingga pihak Pusdik Armed tidak melakukan pemesanan lagi. Pihak Pusdik Armed hanya akan memberikan data jumlah siswa yang mendapatkan makan di Pusdik Armed, saat ada perubahan jumlah siswa saja. Selanjutnya, pihak rekanan yang akan menentukan berapa banyak bahan makanan yang akan dikirim untuk selanjutnya diolah. Bahan makanan basah dan kering yang telah dipesan, didatangkan setiap hari oleh rekanan pada pagi hari. Bahan makanan yang datang digunakan untuk makan siang dan makan malam pada hari tersebut serta untuk makan pagi pada keesokan harinya. Proses persiapan bahan makanan dilakukan sebelum proses pengolahan. Proses persiapan ini meliputi penyortiran, pencucian, pemotongan, dan peracikan bumbu. Belum ada standar resep dan standar bumbu yang ditetapkan secara tertulis di institusi ini. Oleh karena itu pada saat proses pengolahan, resep dan jumlah bumbu
34
yang digunakan hanya berdasarkan perkiraan dan pengalaman dari tenaga pemasak saja. Jumlah tenaga yang bekerja di bagian dapur Pusdik Armed sebanyak 15 orang. Jumlah ketenagaan ini terdiri dari 8 orang yang berasal dari militer, 4 orang yang berasal dari PNS yang memiliki pendidikan terakhir SMA, dan 3 orang merupakan tenaga honorer yang memeiliki pendidikan terkahir rata-rata SMP. Dari seluruh tenaga pemasak, tidak ada tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan gizi ataupun boga. Namun ada satu tenaga yang pernah mengikuti pelatihan juru masak di Pusdik Bekang (Pusat Pendidikan Perbekalan dan Angkutan). Sebaiknya dalam suatu penyelenggaraan makanan, tenaga kerjanya memiliki kemampuan ataupun pengetahuan tentang gizi dan boga, agar dapat menghasilkan makanan yang memiliki cita rasa yang baik. Untuk mendukung terlaksananya proses penyelenggaraan makanan maka Dandenma bekerjasama dengan bagian kesehatan dan Kepala Penyelenggaraan Makanan telah menetapkan beberapa ketentuan
dalam
proses
penyelenggaraan
makanan
seperti
kecukupan gizi, pola makan, dana, dan siklus menu (lampiran 7). Kecukupan
gizi
para
prajurit
didapat
dari
Pedoman
Pengelolaan Gizi Prajurit TNI AD tahun 2004 yaitu sebesar 3000 kkal. Pola makan yang ada di Pusdik Armed ialah 3 kali makan utama, yaitu makan pagi pada pukul 06.00 WIB, makan siang pukul 12.00 WIB, dan makan malam pada pukul 18.00 WIB. Sedangkan dana yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan untuk penyelenggaraan makanan
berasal
dari
uang
lauk
pauk
prajurit
sebesar
Rp24.000/orang/hari. Siklus menu yang digunakan di Pusdik Armed adalah siklus menu 7 hari, yaitu hari Senin sampai dengan hari Minggu. Siswa yang
35
berada dalam masa karantina hanya mendapat makan 3 kali sehari yang disediakan oleh pihak Pusdik Armed. Siswa yang telah lepas dari masa karantina diperbolehkan untuk membeli makanan di kantin yang berada di dalam lingkungan Pusdik Armed dan setiap minggunya dapat bepergian atau disebut pesiar. Sehingga siswa bisa saja mendapat asupan makanan dari luar institusi. Distribusi makanan yang ada di Pusdik Armed ialah dengan cara desentralisasi dan sistem pelayanannya dengan sistem table service, dimana pada saat makanan telah matang, makanan tersebut langsung dibawa ke ruang makan dan akan diporsi sebanyak 10 porsi untuk setiap meja untuk masing masing hidangan, lalu makanan tersebut diletakkan di setiap meja. Pada saat makan siswa duduk berhadapan di setiap meja dan mengambil sendiri makanan sesuai dengan porsinya masing-masing. Untuk makanan pokok (nasi), dan sayuran siswa diperbolehkan mengambilnya sesuai dengan porsi masing-masing. Namun untuk lauk hewani, lauk nabati, dan buah telah diporsi sebelumnya.
5.3 Gambaran Umum Sampel di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Jumlah siswa yang mendapat pelayanan makan di institusi pada saat penelitian ialah sebanyak 267 siswa, yang mengikuti pendidikan Diktukba (Bintara) dan Perwira. Peneliti mengambil sampel dari populasi siswa Bintara yang berjumlah 245 siswa. Sehingga jumlah sampel yang didapat dari perhitungan sebanyak 71 siswa. Penggolongan umur siswa didapat dari rata-rata umur siswa yang mengikuti pendidikan yaitu 35 tahun. Sehingga umur siswa dikategorikan umur kurang dari sama dengan 35 tahun dan umur lebih
36
dari 35 tahun. Adapun untuk gambaran sampel menurut umur dapat dilihat pada tabel berikut ini. TABEL 5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL MENURUT UMUR DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Umur
n
%
< 35 tahun
52
73,2
> 35 tahun
19
26,8
Jumlah
71
100
Dilihat pada tabel 5.1, sampel terbanyak berada pada usia dibawah 35 tahun yaitu sebanyak 52 sampel (73,2%). Sedangkan sampel yang berusia di atas 35 tahun hanya 19 sampel (26,8%). Faktor
umur
sangat
mempengaruhi
kebutuhan
gizi
seseorang, penambahan umur menyebabkan penurunan angka metabolisme
basal.
Menurut
Almatsier
(2004),
kebutuhan
metabolisme lebih tinggi pada usia muda daripada usia tua. Pada usia muda tubuh lebih banyak mengandung jaringan tanpa-lemak atau otot. (Almatsier, 2004)
5.4 Penilaian Sampel Terhadap Penampilan Makanan yang Disajikan Penyelenggaraan makanan di Pusdik Armed termasuk dalam penyelenggaraan institusi asrama. Tujuan dari penyelenggaraan makanan institusi asrama ini adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat golongan tertentu yang tinggal di asrama baik pelajar, mahasiswa, ABRI (TNI dan POLRI). Penilaian sampel terhadap penampilan makanan yang disajikan adalah pendapat sampel mengenai penampilan hidangan yang
37
disajikan
dengan memberikan
nilai.
Penilaian
dilakukan
terhadap
hidangan meliputi warna makanan, bentuk makanan, besar porsi, dan cara penyajian.
Pemberian nilai ini dilakukan pada saat makan siang
yang disajikan selama 2 hari tidak berturut-turut mencakup nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Penilaian penampilan makanan dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu baik apabila skor penilaian lebih dari sama dengan nilai rata-rata skor sampel dan kurang apabila kurang dari nilai rata-rata skor sampel. Hasil penilaian sampel terhadap penampilan makan siang yang disajikan di Pusdik Armed dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut. TABEL 5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP PENAMPILAN MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Data
Penampilan
n
%
Baik
32
45,07
Kurang
39
54,93
Total
71
100,00
berikut
menggambarkan
rata-rata
penilaian
siswa
terhadap penampilan makanan yang terdiri dari 5 macam hidangan. Pada hari pertama penelitian hidangan yang disajikan adalah nasi, rendang daging, sayur nangka, tahu goreng, buah pisang, dan diberi tambahan kerupuk dan sambal. Hidangan yang disajikan pada penelitian hari ke 2 antara lain, nasi, ayam goreng, sop makaroni, tempe goreng, buah pisang dengan tambahan kerupuk dan sambal. Berdasarkan data pada tabel 5.2 yang didapat melalui pengisian kuesioner cita rasa makan siang dapat disimpulkan bahwa dari
38
71 sampel sebanyak 32 sampel (45,07%) menyatakan penampilan makanan yang disajikan sudah baik yaitu pada warna, besar porsi, cara penyajian, aroma, dan tingkat kematangan nasi, pada warna dan besar porsi rendang daging, pada cara penyajian sayuran, dan pada warna, besar porsi, tingkat kematangan dan tekstur buah. Sedangkan sebanyak 39 sampel (54,93%) menyatakan penampilan makanan yang disajikan masih kurang. Kurangnya penilaian sampel terhadap penampilan makan siang disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya warna makanan yang kurang pada hidangan rendang daging dan tempe goreng, bentuk makanan yang kurang bervariasi pada tahu goreng dan tempe goreng, dan besar porsi yang tidak sama rata pada hidangan ayam goreng. Hasil ini berbeda dengan hasil dari penelitian Siti Fathonah (2003) tentang hubungan persepsi sampel terhadap cita rasa dengan daya terima makan siang yang disajikan di Asrama Wing Dik Tekkal TNIAU Lanud Husein. Hasil yang di dapat oleh Siti, sebanyak 53,97% sampel menyatakan penampilan makanan yang disajikan baik dan 46,03% sampel menyatakan penampilan makanan yang disajikan masih kurang baik. Penampilan
makanan
yang
kurang
menarik
akan
mempengaruhi selera makan makan seseorang dan daya terimanya. Penampilan makanan ini dimulai sejak memilih bahan makanan yang akan digunakan dan kemudian menyiapkan bahan makanan tersebut untuk dimasak dengan berbagai cara seperti memotong, mengiris, menggiling, mengaduk, serta membuat bentuk-bentuk tertentu agar menarik (Moehyi, 1992). Penilaian sampel yang menyatakan penampilan makanan yang disajikan baik ataupun kurang diantaranya dapat dilihat dari penilaian mereka terhadap warna, bentuk, besar porsi, dan cara penyajian. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian sampel terhadap beberapa aspek yang
39
memepengaruhi penampilan makanan dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi berikut.
5.4.1 Penilaian Sampel Terhadap Warna Makanan yang Disajikan Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan dapat membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang selera makan (Khan, 1998). Hasil ratarata penilaian sampel terhadap warna makanan yang disajikan, dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL 5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP WARNA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Warna
n
%
Baik
34
47,89
Kurang
37
52,11
Total
71
100,00
Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh sampel, diketahui dari total 71 siswa yang menjadi sampel, sebanyak 34 sampel (47,89%) menyatakan warna makanan yang disajikan baik pada hidangan nasi, rendang daging, sayur, dan buah. Sedangkan 37 sampel (52,11%) menyatakan warna makanan kurang baik yaitu pada hidangan ayam goreng, tahu goreng dan tempe goreng. Hal ini disebabkan menu tersebut rata-rata memiliki warna yang sama yaitu coklat dan cara pengolahannya pun hanya digoreng. Dapat dilihat
40
pada siklus menu (lampiran 7), setiap hari pengolahan tempe, tahu, dan ayam hanya digoreng saja. Sehingga lebih dari setengah sampel menilai warna makanan yang disajikan kurang baik. Namun untuk hidangan sayur sop makaroni sudah memiliki warna yang baik, yaitu terdiri dari beberapa warna, sehingga penilaian sampel pada hidangan sayur sop makaroni ini sudah cukup baik. Menurut West dan Wood (1988) kombinasi warna makanan akan lebih menarik jika terdiri lebih dari 3 warna, selain itu warna hidangan yang disajikan juga harus kontras sehingga menimbulkan keinginan seseorang untuk mencobanya (Fathonah, 2003). Sebaiknya dalam kegiatan penyelenggaraan makanan, agar warna makanan terlihat menarik menu yang disajikan dibuat lebih bervariasi. Seperti misalnya pada menu ayam goreng dibuat ayam goreng bumbu balado hijau, untuk menu tahu dapat dibuat tumis tahu sayuran dengan tambahan tauge dan irisan cabai, tempe dibuat kering tempe bumbu balado merah. Sehingga warna hidangan yang dihasilkan dapat lebih bervariasi dan lebih menarik.
5.4.2 Penilaian Sampel Terhadap Bentuk Makanan yang Disajikan Bentuk makanan akan menambah daya tarik dari makanan tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah makanan yang disajikan harus beraneka ragam bentuknya serta serasi dalam penyajiannya misalnya mengenai potongan bahan makanan (Khan, 1987). Penilaian sampel terhadap bentuk makanan yang disajikan, dikategorikan menjadi penilaian baik apabila nilai lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari nilai rata-rata sampel. Hasil penilaian sampel terhadap bentuk makanan yang disajikan dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
41
TABEL 5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP BENTUK MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Bentuk
n
%
Baik
36
50,70
Kurang
35
49,30
Total
71
100,00
Dari hasil tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel yang menilai bentuk makan siang yang disajikan sudah baik dengan yang kurang baik hampir sama. Dari 71 siswa yang dijadikan sampel, yang menilai bentuk makanan baik sebanyak 36 orang sampel (50,70%) pada hidangan sayur dan buah, dan sampel yang menilai bentuk makanan kurang baik sebanyak 35 orang sampel (49,30%) pada hidangan lauk nabati. Masih adanya sampel yang menilai bentuk makanan kurang menarik dapat dilihat pada menu yang disajikan. Seperti pada hidangan lauk nabati yaitu tahu goreng dan tempe goreng, bentuk potongan hanya kotak saja. Begitu pula pada hidangan rendang daging. Sehingga setengah dari sampel menilai bentuk makanan yang disajikan kurang baik. Menurut Khan (1987), salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian makanan adalah keanekaragaman bentuk makanan serta keserasian dalam penyajian. Bentuk makanan didapatkan dari bagaimana
teknik
pemotongan
bahan
makanannya.
Misalnya
dipotong memanjang, atau bentuk dadu, atau diparut. Selain itu
42
ukuran potongan menjadi daya tarik bagi konsumen serta sangat penting dalam hal pemenuhan kecukupan gizi siswa. Dalam kegiatan penyelenggaraan makanan di Pusdik Armed, pada proses persiapan bahan makanan dilakukan proses pemotongan bahan makanan, namun bentuk yang dibuat masih seragam. Untuk tahu yang berbentuk kotak dapat dipotong secara diagonal sehingga menjadi bentuk segitiga, pada pengolahan tempe, tempe dapat dibuat bentuk dadu agar bentuk makanan dalam suatu hidangan menjadi lebih bervariasi.
5.4.3 Penilaian Sampel Terhadap Besar Porsi Makanan yang Disajikan Besar porsi adalah banyaknya makanan yang disajikan. Besar porsi makanan akan mempengaruhi daya tarik dari konsumen karena tiap-tiap konsumen memiliki besar porsi makanan yang berbeda dalam setiap aktivitas makannya. Besar porsi akan mempengaruhi penampilan makanan. Jika terlalu besar atau terlalu kecil penampilan makanan jadi tidak terlalu menarik (Gatchalian, 1989). Penilaian sampel terhadap besar porsi makanan yang disajikan dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apabila kurang dari nilai rata-rata sampel. Hasil penilaian sampel terhadap besar porsi makan siang yang disajikan dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut.
43
TABEL 5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP BESAR PORSI MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Besar Porsi
n
%
Baik
40
56,34
Kurang
31
43,66
Total
71
100,00
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, dapat dilihat bahwa dari 71 sampel, sebanyak 40 sampel (56,34%) menyatakan besar porsi makanan yang disajikan sudah baik yaitu pada hidangan nasi, rendang daging, tahu goreng, tempe goreng, sayur, dan buah. Sebanyak 31 sampel lainnya (43,66%) menyatakan besar porsi yang disajikan kurang baik. Hasil ini tidak jauh berbeda antara nilai yang baik dan kurang. Masih adanya beberapa sampel yang menyatakan kurang baik dikarenakan ada hidangan yang memiliki porsi yang tidak sama rata yaitu pada hidangan ayam goreng. Hal ini disebabkan bagian ayam yang digunakan tidak sama dan pada saat pemotongan, ayam tidak dibagi sama besar. Sehingga ada sampel yang mendapat potongan yang besar dan ada pula sampel yang mendapat potongan kecil. Pentingnya besar porsi makanan tidak hanya berpengaruh terhadap perencanaan dan perhitungan bahan makanan tetapi juga berkaitan dengan penampilan makanan (Muchatab, 1991). Selain itu akan mempengaruhi terhadap pemenuhan asupan gizi sampel. Apabila besar porsi tidak sesuai dengan ketentuan makan kecukupan gizi siswa tidak akan terpenuhi.
44
Agar siswa mendapat besar porsi yang sama dan asupan yang sesuai dengan perencanaan sebaiknya untuk menu ayam goreng gunakan bagian yang sama, seperti bagian paha saja atau bagian dada saja. Selain itu gunakan standar porsi pada hidangan lain agar jumlah zat gizi yang terkandung di dalamnya sama dan para siswa pun mendapatkan asupan yang sesuai dengan kecukupannya.
5.4.4 Penilaian Sampel Terhadap Cara Penyajian Makanan yang Disajikan Cara penyajian makanan akan menentukan penampilan makanan, sehingga bila tidak dilakukan dengan baik, maka upaya yang telah dilakukan untuk menyediakan makanan dengan cita rasa tinggi tidak akan berhasil (Puckett, 2004). Penilaian sampel terhadap cara penyajian makanan yang disajikan dikategorikan baik dan kurang. Baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari rata-rata nilai sampel. Hasil penilaian sampel terhadap cara penyajian makanan dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini. TABEL 5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP CARA PENYAJIAN MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Cara Penyajian
n
%
Baik
45
63,38
Kurang
26
36,62
Total
71
100,00
45
Dapat dilihat pada tabel 5.6 bahwa sebagian besar sampel menilai cara penyajian makan siang di Pusdik Armed sudah baik. Terlihat dari 71 siswa yang menjadi sampel, jumlah sampel yang menyatakan cara penyajian makan siang sudah baik sebanyak 45 sampel
(63,38%).
Sedangkan
yang
menyatakan
bahwa
cara
penyajian makan siang masih kurang baik sebanyak 26 orang (36,62%). Pada penyelenggaraan makanan di Pusdik Armed, alat saji yang digunakan sudah sesuai dengan kegunaannya. Seperti untuk nasi disajikan di mangkuk besar berlubang khusus nasi, untuk lauk hewani dan nabati disajikan di atas piring lodor berbahan melamin. Hidangan sayur disajikan dalam mangkuk besar berbahan stainless steel. Namun bila dilihat dari kemampuannya menjaga kualitas makanan yang disajikan, alat yang digunakan masih kurang baik. Makanan yang disajikan dengan alat tersebut akan mudah mengalami perubahan suhu dan akan menurunkan cita rasa makanan itu sendiri. Untuk menjaga agar suhu makanan tetap terjaga terutama untuk hidangan nasi dan sayur, dapat digunakan termos nasi pada saat penghidangan nasi dan untuk hidangan sayur dapat disajikan menggunakan panci yang terdapat pemanas di bawahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Pucket (2004) bahwa penyajian makanan yang baik apabila makanan alat makan yang digunakan lengkap, bersih, dan sesuai dengan hidangan. Karena penyajian makanan sangat erat kaitannya dengan alat makan, dan cara penyusunan hidangan pada alat makan (Pucket, 2004). Masih terdapat beberapa sampel yang menilai cara penyajian makanan masih kurang dikarenakan ada beberapa alat saji yang kondisinya sudah mulai rusak. Sebaiknya alat saji yang mulai rusak tidak dipergunakan lagi agar penilaian sampel terhadap cara
46
penyajian makanan menjadi lebih baik dan meningkatkan citarasa makanan.
5.5 Penilaian Sampel Terhadap Rasa Makanan yang Disajikan Rasa makanan merupakan salah satu komponen yang terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan pada cita rasa. Untuk
mengetahui
cita
rasa
lebih
banyak
menggunakan
indera
pengecapan. (Winarno, 1997). Penilaian sampel terhadap rasa makanan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aroma makanan, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur pada makanan. Penilaian ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari nilai rata-rata sampel. Hasil penilaian sampel terhadap rasa makanan yang disajikan di Pusdik Armed dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini. TABEL 5.7 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP RASA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Rasa
n
%
Baik
34
47,89
Kurang
37
52,11
Total
71
100,00
47
Tabel 5.7 menggambarkan tentang penilaian sampel mengenai rasa makanan yang disajikan. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner cita rasa makan siang oleh 71 sampel, dapat dilihat bahwa sebanyak 34 sampel (47,89%) menyatakan rasa makanan yang disajikan sudah baik yaitu pada hidangan rendang daging, dan buah. Sebanyak 37 sampel (52,11%) menyatakan rasa makanan yang disajikan masih kurang baik. Pada penelitian ini, kurangnya penilaian sampel terhadap rasa makanan yang disajikan disebabkan aroma makanan dan bumbu masakan yang kurang dikarenakan belum adanya standar bumbu serta suhu makanan yang kurang terutama pada hidangan sayur dan nasi. Untuk meningkatkan penilaian siswa terhadap rasa makanan sebaiknya hidangan yang disajikan memiliki suhu, aroma, dan bumbu yang baik, yaitu dengan menggunakan standar bumbu pada proses pengolahan dan menjaga suhu makanan agar tetap hangat sampai saat siswa akan makan. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Christiana Handayani (2003). Pada penelitian Christiana yang dilakukan di Wing Dik Tekkal TNI-AU Lanud Husein Bandung didapatkan sebanyak 47,6% sampel menyatakan rasa makanan yang disajikan baik, dan 52,4% lainnya menyatakan rasa makanan yang disajikan masih kurang baik. Hal ini disebabkan suhu makanan yang kurang, tingkat kerenyahan makanan yang kurang, serta belum adanya standar bumbu.
5.5.1 Penilaian Sampel Terhadap Aroma Makanan yang Disajikan Penilaian sampel terhadap aroma makanan yang disajikan dikategorikan baik dan kurang. Baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari
48
rata-rata nilai sampel. Penilaian sampel terhadap aroma makanan yang disajikan dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut. TABEL 5.8 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP AROMA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Aroma
n
%
Baik
35
49,30
Kurang
36
50,70
Total
71
100,00
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, dari 71 sampel yang mengisi kuesioner, sebanyak 35 orang sampel menyatakan aroma makanan yang disajikan sudah baik (49,30%) yaitu pada hidangan nasi, rendang daging, ayam goreng, dan buah. Sedangkan 36 orang sampel lainnya menyatakan aroma makanan masih kurang baik (50,70%). Menurut sampel sebagian besar hidangan yang disajikan suhunya sudah mulai dingin terutama sayuran sehingga makanan yang disajikan tidak menimbulkan aroma. Pada hidangan tempe goreng dan tahu goreng pun tidak menimbulkan aroma yang meranagsang
dikarenakan
pada
saat
pengolahannya
tidak
menggunakan bumbu. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi penilaian sampel terhadap aroma makanan ialah, ketika waktu makan ruangan penuh sesak dan pada saat sebelum makan para siswa melakukan latihan fisik terlebih dahulu. Sehingga saat makan aroma makanan bercampur dengan aroma ruangan dan membuat ruangan menjadi pengap serta beraroma kurang sedap.
49
Menurut Mahaffey (1981) aroma makanan adalah bau yang disebarkan oleh makanan dengan daya tarik yang kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera makan. Agar aroma makanan dapat tercium dan membangkitkan selera makan maka hidangan harus dalam keadaan masih hangat pada
saat
akan
dimakan
serta
bahan
makanan
dimasak
menggunakan bumbu yang beragam agar dapat mengeluarkan aroma sedap dan meningkatkan selera makan konsumen.
5.5.2 Penilaian
Sampel
Terhadap
Bumbu
Makanan
yang
Disajikan Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dalam proses pengolahan dengan tujuan untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan khas dalam setiap kali pemasakan, sehingga dapat merangsang kerja enzim-enzim pencernaan. (Soeparman, 1997) Penilaian sampel terhadap bumbu makanan yang disajikan dikategorikan baik apabila nilainya lebih dari nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari rata-rata sampel. Tabel 5.9 menggambarkan tentang penilaian sampel terhadap bumbu makanan yang disajikan.
50
TABEL 5.9 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP BUMBU MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Bumbu
n
%
Baik
29
40,85
Kurang
42
59,15
Total
71
100,00
Dari data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh 71 sampel, sebanyak 29 sampel (40,85%) menyatakan bahwa bumbu makanan yang disajikan sudah baik yaitu pada hidangan rendang daging dan sayur, dan sebanyak 42 sampel lainnya (59,15%) menyatakan bumbu makanan yang disajikan masih kurang baik. Sampel yang menilai kurang pada bumbu ialah pada hidangan tahu goreng dan tempe goreng. Hidangan ini tidak menggunakan bumbu sama sekali dalam proses pengolahannya. Selain itu banyaknya
sampel
yang
menilai
bumbu
masih
kurang
baik
dikarenakan Pusdik Armed belum memiliki standar bumbu yang tetap. Dalam
proses
pemasakannya
tenaga
pemasak
cenderung
menambahkan bumbu berdasarkan pengalaman saja. Pada akhirnya rasa makanan yang dihasilkan berbeda-beda. Peranan bumbu dalam makanan sangat penting karena bumbu dapat
menambah
cita
rasa
pada
makanan
sehingga
dapat
meningkatkan nafsu makan (Taylor, 2004). Untuk meningkatkan nafsu makan, sebaiknya pihak Pusdik Armed menggunakan standar bumbu dalam proses pengolahan makanan, agar hidangan yang disajikan
51
memiliki rasa yang pas dan pada akhirnya akan meningkatkan cita rasa makanan.
5.5.3 Penilaian Sampel Terhadap Tingkat Kematangan Makanan yang Disajikan Penilaian sampel terhadap tingkat kematangan makanan yang disajikan dikategorikan baik apabila nilainya lebih dari nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari rata-rata sampel. Tabel 5.10 menggambarkan tentang penilaian sampel terhadap tingkat kematangan makanan yang disajikan. TABEL 5.10 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP TINGKAT KEMATANGAN MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Tingkat Kematangan
n
%
Baik
35
49,30
Kurang
36
50,70
Total
71
100,00
Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh 71 sampel, sampel yang menyatakan tingkat kematangan makanan yang disajikan sudah baik sebanyak 35 sampel (49,30%) pada hidangan nasi, ayam goreng, tahu goreng, tempe goreng dan buah. Sedangkan sampel yang menyatakan tingkat kematangan makanan masih kurang sebanyak 36 sampel (50,70%) pada hidangan sayur. Hampir
52
berimbang antara yang menilai tingkat kematangan yang baik dengan yang kurang. Menurut pendapat Muchatab (1991), tingkat kematangan adalah mentah atau matangnya hasil pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yang dimasak dan makanan akan mempunyai tingkat kematangan sendiri – sendiri. Tingkat kematangan suatu makanan itu tentu saja akan mempengaruhi cita rasa makanan (Muchatob, 1991). Dalam hal ini sampel yang menilai tingkat kematangan kurang yaitu pada hidangan sayur. Dilihat dari penampilannya sayur yang disajikan terlalu matang sehingga warna yang dihasilkan tidak segar dan teksturnya menjadi lembek. Sebaiknya pengolahan sayur tidak terlalu lama, agar cita rasa yang dihasilkan menjadi baik. Selain itu menjaga agar nilai gizi yang terkandung di dalamnya tidak banyak berkurang akibat pemasakan yang terlalu matang.
5.5.4 Penilaian Sampel Terhadap Suhu Makanan yang Disajikan Penilaian sampel terhadap suhu makanan yang disajikan dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu dikategorikan baik apabila nilainya lebih dari nilai rata-rata sampel dan kurang apabila nilainya kurang dari rata-rata sampel. Penilaian sampel terhadap suhu makanan yang disajikan dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut.
53
TABEL 5.11 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP SUHU MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Suhu
n
%
Baik
40
56,34
Kurang
31
43,66
Total
71
100,00
Dapat dilihat pada tabel 5.11, dari total 71 sampel, sebanyak 40 sampel (56,34%) menyatakan suhu makanan yang disajikan sudah baik, dan sebanyak 31 sampel (43,66%) menyatakan suhu makanan yang disajikan masih kurang. Hidangan yang suhunya sudah kurang antara lain pada menu sayur dan nasi. Hal ini disebabkan pada saat penyelenggaraan makanan, jarak antara proses pendistribusian makanan dengan waktu makan cukup lama, kurang lebih sekitar 60 90 menit. Sehingga suhu makanan yang disajikan menjadi berkurang dan mempengaruhi terhadap penilaian sampel. Pucket (2004) berpendapat bahwa suhu makanan adalah tingkat panas atau dingin dari hidangan yang disajikan. Pada penyajian makanan perlu diperhatikan kesesuaian suhu dari setiap jenis hidangan, karena suhu makanan akan berpengaruh terhadap cita rasa makanan dan selera makan seseorang (Puckett, 2004). Untuk menjaga agar suhu hidangan tetap terjaga misalnya untuk hidangan sayur sebaiknya diporsi sayurnya dulu saja. Lalu kuahnya dihangatkan kembali. Pada saat siswa akan makan, kuah sayur baru dituangkan ke dalam mangkuk sayur sehingga pada saat makan sayur masih dalam keadaan hangat dan akan menimbulkan
54
aroma masakannya. Atau gunakan alat saji yang dapat menjaga suhu makanan tetap terjaga seperti termos untuk nasi dan panci pemanas untuk hidangan sayur.
5.5.5 Penilaian
Sampel
Terhadap
Tekstur
Makanan
yang
Disajikan Tekstur makanan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dapat dideteksi dengan baik, yaitu dengan merasakan makanan di dalam mulut. Sifat yang digambarkan dari tekstur makanan antara lain renyah/krispi, lembut, kasar, halus, berserat, empuk, keras, dan kenyal. Bermacam-macam tekstur makanan dalam suatu hidangan lebih menyenangkan dari pada satu macam tekstur. (Puckett, 2004) Penilaian sampel terhadap tekstur makanan yang disajikan dikategorikan baik dan kurang. Baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan kurang apbila nilainya kurang dari nilai rata-rata sampel. Penilaian sampel terhadap tekstur makanan yang disajikan dapat dilihat pada tabel 5.12 di bawah ini. TABEL 5.12 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP TEKSTUR MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Tekstur
n
%
Baik
38
53,52
Kurang
33
46,48
Total
71
100,00
55
Dari tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 71 sampel, 38 sampel (53,52%) memberi penilaian baik terhadap tekstur makanan untuk hidangan nasi, tahu goreng, dan tempe goreng. Sedangkan 33 sampel (46,48%) memberi penilaian kurang baik terhadap tekstur makanan yang disajikan. Beberapa sampel yang menyatakan tekstur makanan yang disajikan masih kurang pada menu rendang daging yang terasa keras dan
alot,
sehingga
memakannya
dan
sampel
mengalami
mengakibatkan
kesulitan
beberapa
pada
sampel
saat tidak
menghabiskan dagingnya. Sebaiknya pada saat pengolahan, daging direbus sampai matang agar lebih lembut dan pilih daging bagian has dalam yang memiliki tekstur lembut. Selebihnya untuk hidangan nasi, tahu goreng, sayur, dan buah teksturnya sudah baik.
5.6 Penilaian Sampel Terhadap Cita Rasa Makanan yang Disajikan Cita rasa makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima terhadap makanan yang disajikan (Asih, 2009). Cita rasa makanan menimbulkan terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang
tinggi
adalah
makanan
yang
disajikan
dengan
menarik,
menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat. (Soegeng, 2004) Penilaian sampel terhadap cita rasa makanan yang disajikan dikategorikan baik apabila nilainya lebih dari sama dengan nilai rata-rata sampel dan dikategorikan kurang apabila nilainya kurang dari nilai ratarata sampel. Tabel 5.13 berikut menggambarkan penilaian sampel terhadap cita rasa makanan yang disajikan.
56
TABEL 5.13 DISTRIBUSI FREKUENSI PENILAIAN SAMPEL TERHADAP CITA RASA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Cita rasa
n
%
Baik
33
46,48
Kurang
38
53,52
Total
71
100,00
Berdasarkan tabel di atas dari 71 sampel yang memberikan penilaian terhadap cita rasa makanan yang disajikan, sebanyak 33 sampel (46,48%) menyatakan cita rasa makanan sudah baik, namun sebanyak 38 sampel (53,52%) menyatakan bahwa cita rasa makanan yang disajikan masih kurang baik. Dari hasil penelitian yang dilakukan Siti Fathonah (2003) mengenai Hubungan Persepsi Siswa terhadap Cita Rasa dengan Daya Terima Makan Siang yang Disajikan di Asrama Wing Dik Tekkal TNI-AU Lanud Husein Sastranegara Bandung didapatkan hasil sebanyak 53,97% sampel menyatakan cita rasa makanan baik dan 46,03% sampel menyatakan cita rasa makanan yang disajikan masih kurang. Sampel yang menyatakan kurang dikarenakan kurang bumbu, variasi masakan kurang, besar porsi yang belum sesuai, suhu yang sudah dingin, dan menu yang tetap. Bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Tahun 2011 lebih banyak sampel menilai makanan di Pusdik Armed memiliki cita rasa yang kurang. Faktor yang menyebabkannya antara lain karena penampilan makanan yang kurang dari segi warna makanan (52,11%) pada menu ayam goreng dan
57
tempe goreng, dan bentuk makanan yang kurang bervariasi (49,30%) pada menu rendang daging dan tahu goreng. Sedangkan dari segi rasa yang kurang dipengaruhi oleh aroma (50,70%) pada menu tahu goreng dan bumbu masakan yang tidak merangsang (59,15%) pada menu tempe goreng, tingkat kematangan yang kurang (50,70%) pada menu sayur, serta suhu makanan yang sudah dingin (43,66%) pada menu sayur dan nasi.
5.7 Daya Terima Sampel Terhadap Makanan yang Disajikan Daya terima makanan adalah penerimaan klien terhadap makanan yang dihidangkan di suatu penyelenggaraan makanan. Ada beberapa cara untuk menilai hal tersebut, salah satunya dengan melihat sisa makanan. Pengamatan sisa makanan merupakan cara sederhana dan sangat penting untuk di evaluasi, tetapi cara ini banyak kelemahannya yaitu tidak diketahuinya besar porsi makanan awal sehingga perlu cara lain. Cara lain yang digunakan yaitu dengan menimbang berat awal dari makanan tersebut (Mukrie, 1990). Daya terima makan siang sampel dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu daya terima baik apabila sampel dapat menghabiskan 80% makanan atau lebih dari makanan yang disajikan. Sedangkan daya terima dikategorikan kurang apabila sampel menghabiskan makanan kurang dari 80% dari makanan yang disajikan. Untuk mengetahui daya terima makan siang siswa di Pusdik Armed dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut.
58
TABEL 5.14 DISTRIBUSI FREKUENSI DAYA TERIMA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Daya Terima
n
%
Baik
56
78,9
Kurang
15
21,1
Total
71
100,0
Berdasarkan tabel 5.14 di atas dapat diketahui dari 71 sampel, sebanyak 56 sampel (78,9%) memiliki daya terima baik dan sebanyak 15
sampel
(21,1%)
memiliki
daya
terima
kurang.
Hasil
ini
menunjukkan lebih dari setengah sampel memiliki daya terima baik, walaupun banyak sampel yang menilai kurang pada penampilan, rasa, dan cita rasa makanan. Hal ini disebabkan pada saat sebelum makan siang, sampel terlebih dahulu melakukan kegiatan fisik selama kurang lebih 20 menit. Keadaan ini mempengaruhi terhadap daya terima makan siang sampel. Disamping itu masih ada beberapa sampel yang daya terimanya masih kurang disebabkan sampel tidak terbiasa dengan waktu makan yang singkat. Sehingga ada beberapa sampel yang tidak dapat menghabiskan makanannya. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Siti Fathonah (2003). Dari hasil penelitian Fathonah menunjukkan daya terima sampel yang baik sebanyak 85,71% dan daya terima sampel yang kurang sebanyak 14,29%. Pada penelitian Fathonah ada beberapa sampel yang memiliki daya terima kurang disebabkan para sampel merasa bosan dengan hidangan yang disajikan.
59
5.8 Hubungan Antara Penilaian Penampilan Makanan dengan Daya Terima Makan Siang Siswa di Pusdik Armed Penampilan makanan merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan. Hubungan antara penilaian siswa terhadap penampilan makanan dengan daya terima makan siang di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut. TABEL 5.15 HUBUNGAN ANTARA PENILAIAN PENAMPILAN MAKANAN DENGAN DAYA TERIMA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011 Daya Terima Jumlah Penampilan
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
8
20,5
31
79,5
39
100
Baik
7
21,9
25
78,1
32
100
Jumlah
15
21,1
56
78,9
71
100
Secara teori, penampilan makanan sangat mempengaruhi daya terima makanan. Namun hasil pada penelitian ini sebaliknya. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa daya terima makan siswa tidak dipengaruhi oleh penampilan makanan. Dapat dilihat dari daya terima kurang baik dengan penilaian penampilan kurang baik sebanyak 8 sampel (20,5%) dan daya terima sampel baik dengan penilaian penampilan makanan baik sebanyak 25 sampel (78,1%). Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji analisis statistik dengan menggunakan uji statistik Chi Square yang menunjukkan tidak ada hubungan antara penampilan makanan dengan daya terima makan siang pada tingkat kepercayaan 90% (p = 1,000 > α = 0,10)
60
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Siti Fathonah (2003), yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara persepsi siswa terhadap penampilan makanan dengan daya terima makan siang siswa pada tingkat kepercayaan 95% dengan nilai p = 0,280 > α = 0,05 Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi tahun 2011 menunjukkan bahwa daya terima siswa tidak dipengaruhi oleh penilaian terhadap penampilan makanan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain, seperti faktor lingkungan dimana siswa hanya mendapatkan makanan yang disediakan institusi saja karena berada dalam masa karantina. Sehingga daya terimanya pun baik. Disamping itu juga dari faktor aktifitas fisik yang dilakukan oleh siswa pada saat
sebelum
makan
membuat
para
siswa
merasa
lapar
dan
meningkatkan nafsu makannya. Sehingga daya terimanya pun menjadi baik.
5.9 Hubungan Antara Penilaian Rasa Makanan dengan Daya Terima Makan Siang Siswa Di Pusdik Armed Selain penampilan, rasa juga merupakan faktor yang penting dan
harus
diperhatikan
dalam
penyajian
makanan.
Tabel
5.16
menggambarkan hubungan antara penilaian siswa terhadap rasa makanan dengan daya terima makan siang yang disajikan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi Tahun 2011.
61
TABEL 5.16 HUBUNGAN ANTARA PENILAIAN RASA MAKANAN DENGAN DAYA TERIMA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Daya Terima Jumlah Rasa
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
8
21,6
29
78,4
37
100
Baik
7
20,6
27
79,4
34
100
Jumlah
15
21,1
56
78,9
71
100
Dari tabel hubungan antara penilaian rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusdik Armed, dapat dilihat dari 34 sampel yang memberikan penilaian baik pada rasa makanan yang disajikan, terdapat 27 sampel (79,4%) yang memiliki daya terima baik, dan dari 37 sampel yang memberikan penilaian kurang pada rasa makanan, sebanyak 29 sampel (78,4%) memiliki daya terima yang baik pula. Dari hasil tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian siswa terhadap rasa makanan tidak mempengaruhi daya terima makanan. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji analisis statistik dengan uji statistik Chi Square, yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa pada tingkat kepercayaan 90% (p = 1,000 > α = 0,10). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fathonah (2003) di Asrama Wing Dik Tekkal TNI-AU Lanud Husein Bandung, juga didapatkan hasil yang tidak berhubungan antara persepsi siswa terhadap rasa makanan dengan daya terima siswa. Pada penelitian tersebut dijelaskan
62
bahwa walaupun para siswa memiliki persepsi yang kurang baik terhadap rasa makanan, tetapi mereka tidak punya pilihan lain karena para siswa diwajibkan untuk makan di asrama dan tidak memiliki kesempatan untuk jajan di kantin. Pada
hasil
penelitian
mengenai hubungan
antara
rasa
makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi, sebanyak 37 sampel (52,11%) menyatakan rasa makanan yang disajikan masih kurang baik, namun sampel yang memiliki daya terima baik sebanyak 56 sampel (78,9%). Hasil ini menunjukkan bahwa rasa makanan yang kurang tidak mempengaruhi daya terima siswa. Karena siswa hanya mendapat makanan dari institusi saja selama berada dalam masa karantina dan tidak diperbolehkan untuk jajan diluar.
5.10 Hubungan Antara Cita Rasa Makanan dengan Daya Terima Makan Siang Di Pusdik Armed Cita rasa merupakan gabungan dari penampilan makanan dan rasa makanan. Kedua aspek ini sama pentingnya untuk diperhatikan agar dapat menghasilkan makanan yang dapat memuaskan konsumen (Moehyi, 1992). Dari data-data yang telah diperoleh dapat dianalisa mengenai hubungan antara cita rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan (Pusdik Armed) Cimahi. Hubungan ini dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut ini.
63
TABEL 5.17 HUBUNGAN ANTARA CITA RASA MAKANAN DENGAN DAYA TERIMA MAKAN SIANG YANG DISAJIKAN DI PUSAT PENDIDIKAN ARTILERI MEDAN CIMAHI TAHUN 2011
Daya Terima Jumlah Cita rasa
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
8
21,1
30
78,9
38
100
Baik
7
21,2
26
78,8
33
100
Jumlah
15
21,1
56
78,9
71
100
Berdasarkan tabel 5.17 di atas, mengenai hubungan antara cita rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi dapat dilihat bahwa sebanyak 33 sampel menyatakan cita rasa makanan yang disajikan sudah baik, dan 38 sampel menyatakan cita rasa makanan yang disajikan masih kurang. Namun jika dilihat daya terimanya, sebanyak 56 sampel (78,9%) memiliki daya terima yang baik. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa cita rasa tidak mempengaruhi daya terima makanan. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil uji analisis statistik dengan uji statistik Chi Square, yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara rasa makanan dengan daya terima makan siang siswa pada tingkat kepercayaan 90% (p = 1,000 > α = 0,10). Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fathonah (2003) juga menunjukkan
hasil yang tidak berhubungan antara persepsi siswa
terhadap cita rasa makanan dengan daya terima siswa. Keadaan ini
64
disebabkan karena siswa tidak diperbolehkan makan di luar. Sehingga siswa hanya bisa makan makanan yang disajikan oleh institusi. Penilaian siswa mengenai cita rasa masih banyak yang menilai kurang dikarenakan kurangnya variasi pada menu. Dari hasil analisa terhadap menu 7 hari di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi, ternyata untuk makan siang lauk hewani yang disajikan hanya ayam goreng dan rendang daging. Untuk ayam goreng disajikan 5 hari dalam seminggu dan rendang daging hanya 2 kali dalam seminggu. Hidangan lauk nabati pun hanya diberikan tahu goreng dan tempe goreng saja yang disajikan bergantian setiap harinya. Buah yang diberikan hanya pisang dan semangka kecuali pada hari ke dua diberikan jeruk (lampiran 7). Sehingga meskipun saat penyajiannya baik, namun para siswa merasa jenuh dengan hidangan yang disajikan sehingga penilaiannya pun menjadi kurang baik.
65
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai
hubungan
antara
penampilan, rasa, dan cita rasa dengan daya terima makan siang siswa di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi, dapat disimpulkan : 1. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi, Jalan Baros G 151 Kota Cimahi. 2. Dari hasil wawancara mengenai gambaran umum penyelenggaraan makanan. Pusat Pendidikan Artileri Medan Cimahi memiliki siklus menu 7 hari, pola makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), pola menu meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, danm buah; biaya makan sehari sebesar Rp 24.000/hari, dan distribusi makan secara desentralisasi. 3. Jumlah siswa yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 71 siswa yang mengambil pendidikan Bintara dengan usia antara 30 – 38 tahun. 4. Penilaian siswa terhadap penampilan makan siang yang disajikan baik (45,07%) dan kurang baik (54,93%). 5. Penilaian siswa terhadap rasa makan siang yang disajikan baik (47,89%) dan kurang baik (52,11%). 6. Penilaian siswa terhadap cita rasa makan siang yang disajikan baik (46,48%) dan kurang baik (53,52%). 7. Daya terima makan siang siswa baik (78,9%) dan kurang (21,1%) 8. Dari hasil analisis secara statistik menggunakan uji statistik Chi Square menunjukkan : a. Tidak ada hubungan yang bermakna antara penampilan dengan daya terima (p = 1,000; α = 0,10).
66
b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara rasa dengan daya terima (p = 1,000; α = 0,10). c. Tidak ada hubungan hubungan yang bermakna antara cita rasa dengan daya terima (p = 1,000; α = 0,10).
6.2 Saran Untuk meningkatkan cita rasa makanan dan daya terima makan siswa maka perlu dilakukan suatu upaya agar penilaian terhadap makanan yang disajikan menjadi lebih baik. Peneliti memberikan saran agar proses penyelenggaraan makanan berjalan lebih baik, diantaranya : 1. Perlunya membuat menu yang lebih bervariasi serta dibuatnya standar bumbu agar warna, aroma, dan bumbu makanan yang disajikan menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan meningkatkan cita rasa makanan yang disajikan 2. Institusi dapat bekerjasama dengan tenaga ahli gizi yang dimiliki oleh
institusi
ataupun
dari
institusi
lain
untuk
mengatur
penyelenggaraan makanan dan menghitung kebutuhan siswa, ataupun
memberikan
pelatihan
mengenai
penyelenggaraan
makanan pada tenaga pengolah agar dapat membuat hidangan yang memiliki cita rasa baik. 3. Disarankan untuk melakukan penilaian cita rasa makanan secara berkala dengan tujuan meningkatkan cita rasa makanan yang dihidangkan. Misalnya pada setiap akhir pendidikan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Asih, Nofitry. 2009. Hubungan Penilaian Cita Rasa Makanan Dan Reaksi Obat
Dengan
Daya
Terima
Makanan
Lunak
Pada
Pasien
Tuberkulosis Paru Di RSUP. Dr Hasan Sadikin Bandung. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Bandung. Budiarto, Eko. 2004. Metodologi Penelitian Kesehatan Sebuah Pengantar. Jakarta : EGC. Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Drummond, KE & Brefere, LM. 2010. Nutrition for Foodservice and Culinary Professional’s, Seventh Edition. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. Page 3-4. Fathonah, Siti. 2003. Hubungan Persepsi Siswa terhadap Cita Rasa dengan Daya Terima Makan Siang yang Disajikan di Asrama Wing Pendidikan Teknik dan Pembekalan (Wing Dik Tekkal) TNI-AU Lanud Husein Sastranegara Bandung. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Jurusan Gizi. Depkes RI. Bandung. Gatchalian, MM. 1989. Sensory Evaluation Method for Quality Assesment and Development. University of Philippines.
68
Handayani, Chirstiana. 2003. Hubungan Antara Kualitas Makanan dengan Asupan Energi dan Protein Siswa Wing Pendidikan Teknik dan Pembekalan (Wing Dik Tekkal) TNI-AU Lanud Husein Sastranegara Bandung Tahun 2003. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Jurusan Gizi. Depkes RI. Bandung. Khan, Mahmood. 1998. Foodservice Manual Operation. New York : Publishing by Van Nostand Reinhold Company. Mabes TNI AD. 2005. Sejarah Perjuangan dan Kepemimpinan TNI AD. Jakarta. Mahaffey, MJ. 1981. Foodservice Manual For Health Care Institutions. American Hospital Publishing. Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi Jasa Boga. Jakarta: Bhatara. Muchatab, Elmiar dkk. 1991. Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi Makanan berkelompok. Jakarta : DepKes RI. Mukrie, NA dkk. 1990. Manajemen Penyelenggaraan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Jakarta. Mukrie, NA dkk. 1990. Manajemen Penyelenggaraan Gizi Institusi Lanjut. Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Jakarta. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Jakarta. Puckett, RP. 2004. Food Service Manual For Health Care Institution. Third Edition. San Fransisco : American Hospital Association.
69
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1996. Ilmu Gizi Dasar Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 1999. Ilmu Gizi Dasar Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid II. Jakarta : Dian Rakyat. Sihite, Richard. 2000. Food Product (Dasar – Dasar Tata Boga Edisi ke 5). Jakarta : SIC. Soegeng, Santoso. 2004. Kesehatan & Gizi. Jakarta : PT. Bumi Aksara Soeparman, Harry. 1997. Pengetahuan Menu. Bandung : Departemen Pariwisata POS dan Telekomunikasi. Suklan. 1993. Kesehatan Jasa Boga. Jakarta : Miswar Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Taylor, AJ. 2004. Flavor Perception. United Kingdom : Blackwell Publishing. West B, Bassie and Levelle Wood. 1986. Food Service In Institution Fifth Edition. New York : John Willey and Sons Inc. West B, Bassie and Levelle Wood. 1988. Food Service In Institution Sixth Edition. New York : Mac Milan Publishing Company. Winarno, FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Winnick, M. 1988. Control Of Appetite. John Wiley and Sons, Inc : New York.