Hubungan Psikologi Agama Dengan Tasawuf [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN PSIKOLOGI AGAMA DENGAN TASAWUF A. Latar belakang Islam adalah sebuah ajaran abadi yang dapat hidup disebuah zaman dan semua tempat dengan sebuah dimensi baru. Dalam Islam keberagaman pemeluknya begitu luar biasa. Kultur memisahkan Mongol, Turki, Indinesia, dan Maghribi, namun demikian mereka semua terhubung oleh ajaran yang sama dan mereka mewarisinya tanpa pernah berhenti mengalami evolusi dalam semua wilayah sosio-kultural mereka masing-masing. Religi ini tergabung dalam sebuah kesinambungan ajaran kenabian yang diserukan oleh Yudhaisme dan Kristianisme. Meskipun demikian sangatlah mengherankan dan menyedihkan, bahwa ketiga agama yang berasal dari sebuah sumber spiritual yang sama ini berabad-abad lamanya saling bertikai dengan segala macam kesalahpahaman dan ketiadaan toleransi diantara mereka. Pada jantung religi ini, terdapat sebuah tradisi yang berusia ribuan tahun yaitu tasawuf (sufisme) yang merupakan aspek mistik islam. Karena menurut Dr. Jaluddin (1997:117), sufisme atau disebut juga mistisisme merupakan salah satu sisi dan pokok bahasan dalam psikologi agama. Sebutan sifisme ini tidak dikenal dalam agama-agama lain, melainkan khusus disebut mistisisme Islam. Sebagaimana halnya mistisisme , tasawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh langsung dan disadari dengan Tuhan., sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komuniksai dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan mengsingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad, bersatu dengan Tuhan. B. Pengertian Psikologi Agama dan Tasawuf Menurut DR. Jalaluddin, psikologi Agama adalah cabang spikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingklah laku keagama dan tersebut merupakan kajian empiris. Sedangkan berbicara tentang pengertian tasawuf, dalam terminologi Islam, ternyata banyak para ahli dan tokoh-tokoh Islam yang berbeda pendapat tentang apa yang sebenarnya pengertian tasawuf itu secara baik dan benar. Nampaknya disini kita perlu melihat beberapa pengertian itu antara lain:



1. Tasawuf berasal ari istilah “ahlu Shuffah” arinya sekelompok orang dizaman Rasulullah Saw yang hidupnya banyak berdiam diri diserambi-serambi mesjid dan mereka hanya mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT. 2. Tasawuf berasal dari kat “Shof” yang maksudnya adalah barisan orang yang dalam sholat yang berada di sohf yang paling depan. 3. Tasawuf berasal dari kata “Shaffa” yang artinya adalah orang-orang bersih dan suci yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhannya sesuci-sucinya. 4. Tasawuf diasrtikan sebagai sekelompok orang-orang baniShuffah 5. Tasawuf diartikan dari bahasa Grik atau Yuanani, yakni“Saufi” yang berarti hikmah atau kebijaksanaan. 6. Tasawuf berasal dari kata “Shaufanah”  yaitu sebangsa buah-buahan kecil dan berbulu banyak yang tumbuh dipadang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi adalah berbulu-bulu seperti buah itu pula. 7. Tasawuf bersal dari kata “Suff” yang berarti bulu domba atau wol, maksudnya adalah kaum sufi itu adalah kaum yang sering kali berpakaian yang berasal dari bulu domb yang menimbulkan kesederhanaan dan kefakiran. (Rosihan Anwar, 2000:9). Dari ketujuh pengertian tersebut di atas yang diaukui oleh banyak kalangan adalah yang ketujuh, yaitu makna tasawuf dengan istilah “Shuff” yakni kaum sufi adalah kaum yang menggunakan pakaian woll, walaupun kenyataannya tidak semua kaum sufi berpakaian wol. Pengertian tasawuf secara terminologipun tidak sedikit para ahli yang berbeda pendapat, hal ini nampaknya disebabkan oleh selera masing-masing dalam memaknai kata tasawuf. Akan tetapi untuk memberikan penekanan pada pemabahasan ilmu taswawuf ini, penulis coba pengutip pendapat Al-Junaidi tentang tasawuf, seperti yang dikutip oleh Mukhtar Solihin, yaitu ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang pembersihan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia serta berpegang teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah saw, dengan mendekatkan diri dan mencapai keridhoan-Nya.



C. Maqamat-maqamat dalam Pencapaian Tasawuf Pada bab sebelumnya sempat dijelaskan bahwa tasawuf juga lebih diidentikan dengan perilaku atau akhlak seseorang. Tasawuf disini dimaksudkan untuk merubah dan memperbaiki akhlak yang mulia. Dalam pemikiran tasawuf ini dibutuhkan untuk sebuah terapi yang tidak hanya



bersifat



lahiriah



tetapi



juga



bathiniahnya.



Dari



sinilah



kemudian



muncullah riyadhoh  (latihan). Tujuannya adalah menguasai hawa nafsu, untuk itulah tasawuf akhlaki menerapkan terapi pembinaan mental dan akhlak yang disusun sebagi berikut: 1. Terapi Takhalli Takhalli adalah mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela, ini adalah langkah pertama yang harus dijalani oleh seorang sufi untuk memasuki dunia tasawuf yang suci. Salah satu akhlak tercela itu adalah perangkap kenikmatan duniawi, sebagai penyebab penghalang perjalanan seorang hamba pada Tuhannya, untuk mencapai kebahagiaan spiritual yanng hakiki. Akhlak tercela yang paling berbahaya adalah sifat Riya’. Dimana setiap amal ibadah kita selalu berharap dipuji dan diagungkan oleh manusia, ini adalah simbol perasaan lebih unggul, superrioritas dan ingin menang sendiri. Imam Al-Ghazali menganggapnya penyembuhan diri yang termasuk dalam politeisme. 2. Terapi Tahalli Terapi ni dilakukan agar seseorang dihiasi oleh sikap, perilaku dan akhlakul karimah. Tahap ini dilakukan setelah tahap pertama selesai, lalu mereka akan selalu berusaha berjalan di atas ketentuan agama. Tahap ni adalah isi dari pembersihan diri dari pengosongan jiwa, karena jika sesuatu yang kosong tidak cepat dilakukan penggantinya maka akan menimbulkan prustasi. Beberapa hal yang harus diisi dalam menghiasi beberapa perilaku tadi adalah : a. Tobat Tobat adalah penyesalan sungguh-sungguh dalam hati yag disertai dengan permohonan ampun serta berusaha meninggalkan segala perbuatan yang dapat menimbulkan perbuatan dosa itu kembali. b. Cemas dan Harap Sikap mental seperti ini merupakan ajaran tasawuf yang selalu disandarkan kepada salah seoarang tokohnya yaitu Hasan Al-Basri, yaitu suatu perasaan yang timbul karena berbuat dosa dan lupa kepada Allah. c. Zuhud



Yaitu suatu sikap mental seorang sufi untuk melepaskan diri dari rasa ketergantungan kepada kenikmatan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi. d. Al-Faqr Sikap ini bermakna seorang sufi tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki sehingga tidak menuntut sesuatu yang lain. Sikap ini merupakan benteng dari pengaruh kenikmatan duniawi dan menghindari diri dari keserakahan. Pada prinsipnya sikap ini adalah rentetan dari sikap zuhud, hanya saja zuhud lebih ekstrim, sedangkan faqr adalah sekedar pendisiplinan. Sikap inipun pada gilirannya nanti akan menimbulkan sikap wara’ dalam diri seorang sufi. e. Al-Shabr Sikap ini adalah hal yang paling fundamental dalam dunia tasawuf, yaitu sabar. Sikap ini mengandung makna sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekwen dalam pendirian walaupun godaan dan tantangan begitu kuat menerpanya. Seorang sufi tetap kokoh dan stabil menghadapinya. Sikap ini dilandasi oleh suatu anggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak Tuhan dan kita harus menerimanya dengan sabar. f. Ridha Sikap ini merupakan kelanjutan dari arsa cinta yang merupakan perpaduan antara mahabbah dan sabar. Ridho dalam hal ini mengandung makna lapang dada, berjiwa besar dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah, baik dalam menerima serta melaksanakan ketentuanketntuan agama atau masalah nasib dirinya sendiri. g. Muraqqabah Sikap ini adalah mawas diri atau lebih tepat dengan mengatakannya Self Correction. Tegasnya adalah sikap kita selalu siap siaga setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri. Sikap berawal dari sebuah landasan pemikiran bahwa Allah menantiasa mengawasi dan mengamati setiap gerak dan langkah kita selama hidup di dunia. 3. Terapi tajalli Sikap ini merupakan pemantapan dari tahalli, yang bermakna terungkapnya nur ghaib, yaitu dengan menghayati rasa keber-Tuhanan lebih mendalam yang kemudian akan menimbulkan rasa rindu yang amat sangat kepada Tuhan. Karena kaum sufi berpendapat untuk mencapai kesempurnaan kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan yaitu cinta kepada Allah secara mendalam, makna jalan menuju Tuhan akan terbuka dengan lebar.



Perlu dikatahui bahwa tasawuf merupakan presfektif spiritual untuk memetakan kondisi kejiawaan manusia, dalam usahanya menuju kesempurnaan, yaitu pengetahuan terhadap atau penyatuan dengan Yang Maha Mutlak. Menurut Javad Nurbakhsi (2000 : 3), ada beberapa hal dalam memahami bahwa tasawuf merupakan bagian dari psikologi agama, yaitu: Pertama, perlu diketahui bahwa para sufi sebagaimana mistis yang lain, memiliki konsep dunia yang berbeda dengan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan modern menganggap dunia yang dikaji manusia secara valid hanyalah realitas yang obyektif, yang seringkali disebut dunia materi. Meskipun keberadaan dunia non-materi tidak sepenuhnya diingkari, namun mereka tidak memiliki ketegasan, apakah realitas spiritual itu merupakan sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri ataukah hanya sisi dalam dunia materi. Sedangkan para sufi dengan tegas menganggap bahwa hakikat realitas bersifat spiritual, karena segala sesuatu berasal dari Tuhan dan Tuhan adalah wujud spiritual. Kedua, Para sufi juga menganggap diri manusia memiliki lapisan-lapisan yang paralel dengan



realitas



alam



raya.



Kita



tidak



hanya



berjumpa



dengan



istilah mikrokosmosdan makrokosmos, yang menggambarkan bahwa diri manusia adalah miniatur alam raya; melainkan jugamikro-antropos dan makro-antropos, dari Ibnu Arabi yang berarti alam raya sebenarnya merupakan tiruan dalam struktur raksasa dalam diri manusia. Didalam diri manusia terdapat lapisan fisikal yang berada dialam materi; lapisan selanjutnya lebih



tinggi



adalah nafs yang



dengan ‘Arsy; lapisan ruh yang



setara setara



denganalam



nasut;lapisan Qalb yang



dengan Malakut;



lapisqaan



sejajar kesadaran



batin, Sirr atau kahfi, yang berada dalam tingkat alam jabarut; serta lapisan kesadaran batin terdalam (Akhfa) yang berada dalam tingkatan alam lahut. Ketiga, didalam konsep sufi juga terdapat berbagai realitas dan wujud spiritual yang berinteraksi serta memberi pengaruh kepada kondisi jiwa manusia, seperti mukjizat, bantuan malaikat, godaan setan, atau gangguan jin yang bukan hanya terdapat dalam, namun juga tidak mungkin diterima oleh psikologi modern. Keempat, dalam presfektif mistisisme secara umum, dan juga bagi para sufi, terdapat kaidah yang mengatakan: ‘hanya yang sama bisa saling mengetahui’, yang mengacu kepada kesejajaran antara aspek-espak di dalam diri manusia dengan lapisan alam raya di atas.



Kaidah di atas menjadikan sebuah naskah atau pembicaraan mistik hanya bisa di fahami oleh para mistikus, yaitu orang telah, sedang, akan, atau ingin menekuni kehidupan mistis. Dunia sufi adalah dunia spiritual, yanng tidak dapat diperbincangkan secara diskursif karena tidak memilki acuan kongkrit.  D. Hakikat Ilmu Tasawuf Dan Hakikat Ilmu Jiwa 1.         Hakikat Ilmu Tasawuf Istilah tasawuf (sufism), yang telah sangat populer digunakan selama berabad-abad, dan sering dengan bermacam-macam arti, berasal dari tiga huruf Arab, sha, wau dan fa. Banyak pendapat tentang alasan atas asalnya dari sha wa fa, diantaranya yaitu : a.     “shafa” yang berarti kesucian atau bersih. b.     “shafwe” yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam salat atau dalam perang suci. c.     “shuffah” yang berarti serambi masjid Nabawi di Madinah yang ditempati oleh para sahabat-sahabat nabi yang miskin dari golongan Muhajirin. d.    “shuf” yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang tertarik pada pengetahuan batin kurang memperdulikan penampilan lahiriahnya dan sering memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang kasar sebagai simbol kesederhanaan. Ibnu Khaldun mengemukakan tasawuf adalah semacam ilmu syari’at yang timbul kemudian didalam agama asalnya ialah bertekun beribadah dan memutuskan pertalian dengan segala selain Allah. Hanya menghadap Allah semata, menolak hiasan-hiasan duniawi yang selalu memperdaya orang banyak. Demikian juga kelezatan harta benda dan kemegahan, dan menyendiri menuju jalan Allah dalam berkhalwat dan dalam beribadah. Menurut Al-Junaid, Tasawuf ialah bahwa engkau beserta Allah dengan tanpa penghubung. Tasawuf ialah keluar dari budi pekerti tercela dan masuk kepada budi pekerti terpuji. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi.



Tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah Swt. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf. 2.      Hakikat Ilmu Jiwa Agama Ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologi yang dimiliki seseorang, jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Allah misalnya, akan melahirkan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Allah akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya. E.        Hubungan Tasawuf dengan Psikologi Pembahasan Tasawuf , terutama tasawuf amali, sangat erat kaitanya dengan pembahasan penyucian diri atau jiwa manusia. Dalam hal ini akan terlihat adanya hubungan antara jiwa dan raga manusia, dimana ketika seseorang melakukan proses penyucian jiwa melalui riyadhah, maka akan terjadi proses transformasi diri. Misalnya ketika seseorang sudah berhasil menahan diri dari sifat amarah, maka akan terpancar pada dirinya sifat penyabar. Karena orang lain akan tahu bahwa seseorang itu penyabar dari penampilan dirinya. Adanya keterkaitan antara jiwa dan raga dalam pembahasan tasawuf inilah yang menjadikan tasawuf erat hubungannya dengan psikologi yang banyak membahas tentang jiwa. Dan sekarang ini kajian tentang jiwa yang  lebih ditekankan pada personality (kepribadian) disebut dengan Transpersonal Psikologi. Kalau dulu istilahnya kesehatan mental.



Problem kepribadian (mental) meliputi semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan persaaan; yang mana semua itu akan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi masalah. Dalam hal inilah muncul dua kondisi manusia yaitu yang sehat mental dan yang kurang sehat mental. Orang yang sehat mental adalah orang yang mampu mengatasi persoalan-persoalan pribadinya. Misalnya ketika ada  masalah dia tidak mudah stress, tapi mencoba mencari solusi pemecahannya dengan cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Orang yang sehat mentalnya tentulah tercermin dalam diri orang yang baik kepribadiannya yang sangat tercermin dalam tingkah laku atau akhlaknya. Dia tidak akan sombong ketika memiliki kelebihan dari yang lain; dia tidak akan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati yang lain dsb. Pada porsi inilah ajaran-ajarn tasawuf sangat menunjang. Misalnya ketika seseorang sangat bersedih karena kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, maka ajaran tasawuf mengatakan bahwa semua ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Pada orang yang resah dan galau, maka ajaran tasawuf akan mengatakan dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Dari sisi lain Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa Agama (Psikologi Agama) Semua praktek dan amalan-amalan dalam tasawuf adalah merupakan latihan rohani dan latihan jiwa untuk melakukan pendakian spritual kerah yang lebih baik dan lebih sempurna. Dengan demikian, amalan-amalan tasawuf tersebut adalah bertujuan untuk mencari ketenangan jiwa dan keberhasilan ahli agar lebih kokoh dalam menempuh liku-liku problem hidup yang beraneka ragam serta untuk mencari hakekat kebenaran yang dapat mengatur segala-galanya dengan baik. Manusia sebagai makhluk Allah memiliki jasmani dan rohani. Salah satu unsur rohani manusia adalah hati (Qalbu) disamping hawa nafsu. Karena itu penyakit yang dapat menimpa mansia ada dua macam, yaitu penyakit jasmani dan penyakit rohani atau jiwa atau qalbu. Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa di dalam hati manusia itu ada penyakit, Antara lain penyakit jiwa manusia itu adalah iri, dengki, takabur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Dengan tasawuf manusia akan dapat menghindarkan diri dari penyakit kejiwaan (psikologis) berupa prilaku memperturutkan hawa nafsu keduniaan, seperti: iri, dengki, takabbur, resah, gelisah, khawatir, stress dan berbagai penyakit jiwa lainnya. Tasawuf berusaha untuk melakukan kontak batin dengan tuhan bahwa berusaha untuk berada dihadirat Tuhan, sudah pasti akan memberikan ketentraman batin dan kemerdekaan jiwa dari segala pengaruh penyakit jiwa. Dengan demikian antara tasawuf dengan



ilmu jiwa memiliki hubungan yang erat karena salah satu tujuan praktis dari ilmu jiwa adalah agar manusia memiliki ketenangan hati, ketentraman jiwa dan terhindar dari penyakit-penyakit psikologis seperti dengki, sombong, serakah, takabbur dan sebagainya.  Tasawuf juga selalu membicarakan persoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhansentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang kajian kejiwaan manusia itu sendiri. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauhmana hubungan perilaku yang diperaktekkan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan buruk atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang adalah perbuatan baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkan jelek ia disebut sebagai orang yang berakhlak buruk. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang tergantung pada jenis jiwa yang berkuasa pada dirinya. Jika yang berkuasa atas dirinya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, prilaku yang tampil adalah prilaku hewani dan nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang tampil adalah prilaku insani pula. Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti bahwa hakikat zat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spritual dan kejiwaannya. Ditekankannya unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidaklah berarti bahwa para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya dibumi. Dengan demikian, pada aspek lain psikologi juga kita temukan masih menggunakan teori dan metodologi psikologi modern. Dan sedangkan tasawuf lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi modern. Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam.  Namun pada sisi lain tasawuf juga memberi kontribusi besar dalam pengembangan Psikologi Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi



Islam akan banyak berasal dari tasawuf. Dan hanya sedikit berbeda antara tasawuf dengan ilmu kejiwaan adalahdari metode sistem pandangannya terhadap mempelajari kejiwaan manusia. Jika kita lihat tasawuf melihat manusia dari sisi internalnya artinya langsung mempelajari isi dan kondisi hati ataupun kejiwaan manusia bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa ataupun yang sering dikenal dengan psikologi mempelajari dan mendeskripsikan kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan mempelajari hal-hal yang tampak dari sikap dan prilaku manusia apa adanya karena menurutnya dari mempelajari prilakunya kita dapat menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaannya. Tasawuf  dapat dijadikan pijakan jiwa alternative dalam menghadapi problem kehidupan yang semakin kompleks. Setiap orang membutuhkan pijakan dalam hidupnya untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan yang berimplikasi pada psikologi pada orang tersebut. Tasawuf dijadikan pijakan karena tasawuf lebih dekat dengan disiplin ilmu psikologi. Akan tetapi sering kedua kajian tersebut seakan terpisahkan, padahal objek kajian tasawuf, psikologi agama, dan kesehatan mental berurusan dengan soal yang sama, yakni soal jiwa.             Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dikategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jelek.                   Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah ketenangan. Perilakunya juga akan menampakkan perilaku dan akhlak-akhlak yang terpuji. E.  Kesimpulan Dari uraian singkat di atas tentang dunia tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari psikologi agama tentang bagaimana kehidupan tasawuf mempunyai ciri yang khas dibanding dengan mistik-mistik agama lain. Tasawuf disini merupakan bagian dari kekayaan khazanah intelektual dan spiritual dalam dunia Islam, dimana telah cukup juga muncul tokoh-tokoh tasawuf yang cukup fenomenal dalam sejarah. Seperti Hasan Al-basri, Jalaluddin Rumi, dan juga



Rabi’ah Al-Adawiyah, juga masih hangat dalam benak kita tentang Al-Hallaj sang fenomenal dan lain-lain sebagainya. Bagi yang tertarik dalam dunia tasawuf, maka ada beberapa terapi yang harus dilalui untuk bisa mencapai maqam yang sejati, yaitu cinta dan ridhha Allah SWT. Terapi itu antara lain adalah takhalli, tahalli dan tajalli. Yang jelas tasawuf bukan hanya sebagai gejala psikologis tetapi terdapat muatan keagamaan yang sulit dibuktikan melalui pendekatan empiris. Namun demikian psikologis agama pada batas-batas tertentu telah memberikan sumbangan yang berharga terhadap pemahaman sikap keagamaan tokoh-tokoh mistik. Paling tidak dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang dijumpai kenyataan tentang adanya pengidap gangguan jiwa yang memanfaatkan agama sebagai pengabsah mereka. Bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk melihat sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu terjadi, dari sini terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan agar tercipta keserasian di antara keduanya. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah ketenangan. Perilakunya juga akan menampakkan perilaku dan akhlak-akhlak yang terpuji.



 



DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rosihan, 2000. Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia. Bandung. Jalaluddin, 1997, Psikologi Agama, Rajawali Press, Jakarta. Nurbakhsi, Javad, 2000. Psikologi Sufi (Penterjemah: Arief Rakhmat), Fajar Pustaka, Yogyakarta. Solkhin, Muhktar, 2000. Ilmu Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung. Simuh, 1997, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta