Hudzaifah Bin Yaman [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hudzaifah bin Yaman Biograf Ia dilahirkan di Madinah dari ayah yang bernama Husail bin Jabir Al 'Absi Al-Yamani (Bani Abs) yang berasal dari Makkah dan ibu yang dibesarkan di Madinah (dari Bani Abd Asyal), sehingga ia dapat dianggap sebagai kaum Muhajirin maupun kaum Anshar. Ia mengikuti bai'at Aqabah untuk menyatakan keislamannya. Hudzaifah bin al-Yaman dikenal sebagai orang yang dipercaya oleh Nabi Muhammad dalam menyimpan rahasia dan dalam menyelidiki permasalahan yang terjadi. Hampir di setiap pertempuran, ia ikuti kecuali Dalam Pertempuran Badar, karena ia bersama ayahnya ditangkap suku Quraisy. Dalam Pertempuran Khandaq ia diperintahkan oleh Nabi Muhammad untuk memeriksa keadaan penyerang kota Madinah. Ia memegang rahasia dengan sangat baik, terutama rahasia, adanya orang-orang munafik di Madinah, pengetahuan akan orang munafik membuat Umar bin Khattab hanya akan menshalatkan jenazah, apabila Hudzaifah ikut menshalatkan jenazah.



Nasihat Nabi yang Agung Hudzaifah radhiallahu ‘anhu selalu berjalan di atas sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala hal. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya biasa datang kepada Nabi untuk bertanya tentang kebaikan. Akan tetapi, Hudzaifah radhiallahu ‘anhu datang kepada Nabi untuk bertanya tentang kejahatan karena khawatir jatuh-ke-dalamnya. Hudzaifah telah diberikan kecerdasan dan kebijaksanaan yang membuatnya mengetahui bahwa kebaikan-kebaikan di dunia ini sudah sangat jelas bagi orang yang ingin mengerjakannya. Namun keburukan, masih kabur dan sering tersembunyi. Oleh karena itu, seseorang yang cerdas mestilah benar-benar mempelajari apa itu keburukan beserta tokohtkohnya dan apa itu kemunafikan beserta tokoh-tokohnya. Suatu hari Hudzaifah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita dulu berada dalam kejahiliahan dan kejahatan, lalu Allah



mendatangkan kepada kita kebaikan ini (maksudnya Islam), apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” “Lalu apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan?” tanya Hudzaifah kembali. “Ya, dan di dalamnya ada kerusakan yang tersembunyi.” “Apa kerusakan yang tersembunyi itu wahai Rasulullah?” “Orang-orang yang menunjuki tanpa petunjuk yang benar, ada hal yang engkau terima dari mereka dan ada pula yang engkau ingkari.” “Apakah setelah kebaikan itu ada lagi keburukan?” “Ya orang-orang yang berdakwah di pintu-pintu Jahannam, siapa yang menyambut seruan mereka akan mereka lemparkan ke dalamnya.” “Ya Rasulullah, terangkanlah mereka kepada kami.” “Mereka juga dari bangsa kita dan berbicara memakai bahasa kita.” “Apa yang engkau wasiatkan kepadaku andaikan aku mendapat masa itu?” “Berpegang teguh dengan jamaah muslimin dan pemimpin mereka.” “Andaikan mereka tidak punya jamaah dan pemimpin?” “Jauhi semua kelompok itu walaupun untuk itu engkau akan berpegangan pada akar pohon sampai



kematian



menjemput



dan



engkau



tetap



dalam



keadaan



demikian.”



Oleh karena itu, Hudzaifah menjalani kehidupan dengan sangat menyadari dan peka terhadap berbagai fitnah dan celah-celah keburukan sehingga ia bisa menghindarinya dan juga memperingatkan manusia agar tidak terjebak ke dalamnya. Ia pernah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling tahu tentang seluruh fitnah yang akan terjadi saat ini sampai hari Kiamat nanti.”



Orang Kepercayaan untuk Menjaga Rahasia Rasulullah Masalah yang paling besar dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin di Madinah al-Munawwarah adalah munculnya orang-orang munafik dan antek-anteknya dengan berbagai tipu daya, isu-isu bohong, dan konspirasi yang mereka lancarkan terhadap Nabi dan para sahabatnya. Pada perang Tabuk, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bersama sahabatnya ke Madinah, sekelompok kaum munafik bermaksud untuk membunuh Nabi dengan melemparkan Nabi dari atas bukit. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan rencana jahat orang-orang munafik itu kepada Nabi-Nya. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Hudzifah dari sekian sahabatnya untuk menjadi orang kepercayaan memegang rahasia karena kepercayaan Nabi kepadanya dan posisinya yang tinggi di mata Nabi. Nabi memberitahukan kepadanya namanama semura orang munafik dan berbagai konspirasi yang mereka rencanakan. Hudzaifah bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, kenapa tidak engkau perintahkan saja untuk membunuh mereka?” Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Hudzaifah bin Yaman untuk selalu mengikuti gerakan orang-orang munafik itu dan memonitor segala kegiatan mereka untuk mengantisipasi bahaya mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Di samping sifat-sifat mulia yang dimilikinya, Hudzaifah juga memiliki ingatan yang sangat kuat. Ia pernah berkata, “Aku pernah melihat sesuatu yang sebelumnya pernah aku lupakan, tapi aku segera mengenalnya sebagaimana halnya seseorang mengenal sahabatnya apabila sahabatnya itu sempat menghilang lalu ketika ia lihat ia segera mengenalnya.” Sejak hari itu Hudzaifah dijuluki sebagai orang kepercayaan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.



Ketika Umar ibnul Khaththab mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan secara rahasia nama orang-orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yamaan –suatu rahasia yang tidak diberitahukan kepada sahabat yang lain selain Hudzaifah– ia segera menemui Hudzaifah. Sambil berharap, ia berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah, mohon engkau jawab, apakah aku termasuk orang munafik?” Karena kasihan melihat Umar ibnul Khaththab, Hudzaifah menjawab, “Tidak, tapi aku tidak bisa menjamin seorang pun selainmu.” Hal itu ia katakan agar ia tidak menyebarkan rahasia yang telah diamanahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya. Ketika Umar ibnul Khaththab menjadi khalifah –setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq, wafat– ia bertanya kepada Hudzaifah, “Apakah ada di antara pejabat-pejabatku di berbagai daerah yang termasuk orang munafik?” Hudzaifah menjawab, “Ya, ada satu.” “Siapa dia?” tanya Umar. “Tidak akan aku sebutkan.” Tapi tidak berapa lama setelah itu Umar ibnul Khaththab mengetahui siapa orang yang dimaksud sehingga ia segera memecatnya dari jabatannya. Apabila ada salah seorang kaum muslimin yang wafat, Umar ibnul Khaththab segera bertanya tentang Hudzaifah. Apabila ia tahu Hudzaifah ikut menyalatkannya, maka ia juga akan menyalatkannya. Tapi apabila Hudzaifah tidak ikut menyalatkannya maka Umar juga tidak akan ikut menyalatkannya.