Hukum Bekerja Di Bank Konvensional [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Allah SWT Maha Rahman, Maha Rahim dan Maha Bijaksana, manusia tidak dibiarkan begitu saja hidup di dunia tanpa mendapat bimbingan Allah SWT melalui Rasul-Nya. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah SWT kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Pola bimbingan Rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat Muslim, Allah SWT telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad SAW sifat-sifat utama yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis khususnya1 yaitu shiddiq (jujur), amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas), fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas), dan yang terakhir tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran). Sejarah membuktikan bahwa para pemikir muslim merupakan penemu, peletak dasar dan pengembang dalam berbagai bidang ilmu. Nama-nama pemikir Muslim bertebaran di sana-sini menghiasi aneka bidang ilmu pengetahuan, baik ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Mulai dari filsafat, matematika, astronomi, ilmu optik, biologi, kedokteran, sejarah, sosiologi, psikologi, pedagogi, sampai



1



Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, h. 38. 1



2



sastra misalnya seperti Ibn Sina (980 – 1037 M) ahli di bidang kedokteran yang juga ahli filsafat dan psikologi. Al Ghazali (1058 – 1111 M) ahli dalam masalah filsafat, pendidikan, psikologi, ekonomi dan pemerintahan dan masih banyak pemikir muslim lainnya.2 Ekonomi, merupakan suatu hal yang takkan pernah terpisahkan dalam kehidupan kita. Dimana ekonomi sangat mempengaruhi berbagai lapisan kehidupan dari urusan perseorangan, urusan bisnis, urusan pemerintahan hingga sampai urusan dunia secara menyeluruh. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada pola pikir setiap orang yang semakin lama semakin berusaha bagaimana ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan tak jarang gaya hidup yang terus berkembang ikut mempengaruhi makin tingginya tingkat kebutuhan yang ingin dicapainya. Berbicara memenuhi kebutuhan hidup manusia tentunya tak terlepas dari uang yang menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut, mendapatkan uang tentunya tidaklah sesuatu hal yang mudah untuk didapatkan, melainkan perlu bekerja keras pula untuk mendapatkannya. Februari



2014



Indonesia



memiliki



jumlah



pengangguran



sedikit



mengalami penurunan yaitu sebanyak 260 ribu orang jika dibanding keadaan Agustus 2013, dan berkurang sebanyak 50 ribu orang jika dibanding keadaan Februari 2013. Dalam setahun terakhir, besaran Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) relatif stagnan. Artinya, masih ada 210 ribu orang yang masih menganggur di Indonesia.3 Jumlah 210 ribu orang yang menganggur menurut penulis masih dalam kategori jumlah yang banyak. 2 3



Ibid., h. 8 – 9. Berita Resmi Statistik No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014, h. 1.



3



Berbagai cara pun akan dilakukan demi mendapatkan pekerjaan yang diinginkan yang sekiranya sesuai dengan kemampuan dan penghasilannya. Bekerja menjadi kebutuhan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menunjang keperluan hidup yang lainnya. Setelah mendapatkan pekerjaan pun seseorang harus dituntut untuk kerja keras semaksimal mungkin, jika tidak maka tidak menutup kemungkinan perusahaan pun akan memecat dan mengganti dengan orang lain yang lebih memiliki kualifikasi yang lebih bagus. Sementara itu, mau usaha sendiri tingkat kompetisinya semakin komplek dan tidak siap untuk mandiri. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa dalam bekerja haruslah memprioritaskan halal dan haram dalam semua hal yang dikerjakan. Harta yang didapatkan secara halal dengan pekerjaan yang halal tentunya akan mendapatkan berkah dibandingkan harta yang didapatkan dengan pekerjaan yang haram dan sifatnya akan menjadi harta yang menyenangkan sesaat saja. Harta haram akan sangat mudah memancing seseorang dalam berlaku maksiat dan foya-foya pada perbuatan yang buruk. Setiap pekerjaan itu pada dasarnya mubah dalam Islam, terkecuali yang ditetapkan Allah



SWT haramnya



atau



haram



oleh



sebab-sebab



lain.



Mengutamakan yang halal itu suatu keharusan. Hendaknya setiap orang menyadari bahwa sesuatu yang haram dapat menjerumuskan dirinya dalam keburukan dan yang halal akan membawa kesejahteraan buat orang itu sendiri baik dunia maupun akhirat. Salah satu rahmat Allah SWT terhadap manusia



4



adalah tidak membiarkan manusia dalam kegelapan terhadap masalah halal dan Allah SWT tidak memberi kejelasan mana yang halal dan mana yang haram. Definisi halal secara sederhana dapat dipahami sebagai sesuatu yang tidak menimbulkan kerugian dan Allah SWT memberikan kewenangan untuk melakukannya, sedangkan yang haram adalah sesuatu yang akan merugikan buat manusia sehingga oleh Allah SWT dilarang untuk mengerjakannya. Dan melaksanakannya akan diancam dengan sanksi dan hukuman secara permanen di akhirat, bahkan terkadang ditambah dengan sanksi di dunia.4 Rasulullah bersabda:



‫سو و ل‬ ‫قو و س‬ ‫شي ولرا ي ل س‬ ‫لا اللللهه‬ ‫س ه‬ ‫نا ب ل ه‬ ‫منا س‬ ‫تا لر س‬ ‫ا ل‬: ‫لا‬ ‫معو س‬ ‫الن نعو ل‬ ‫نا ب و س‬ ‫حلل س‬ ‫قللوو س‬ ‫ما ي ل س‬ ‫ها ع لل لي ولل ه‬ ‫ا ال ل‬:‫ل‬ ‫ها ول ل‬ ‫سللل ل س‬ ‫صلل ىا الللل س‬ ‫ل‬ ‫نا ول‬ ‫لا ب لي ولل ن‬ ‫م ل‬ ‫مسهناا ك لث هي وللنر‬ ‫ال و ل‬ ‫حلرا س‬ ‫للا ي لوعل س‬, ‫تا‬ ‫شب للهنا ن‬ ‫مناا س‬ ‫ا ولب لي ون لهس ل‬, ‫نا‬ ‫ما ب لي و ن‬ ‫سللت لب ولر أ‬ ‫نا ات ل ل‬ ‫مشللب للهنا ه‬ ‫ه‬ ‫تا ا و‬ ‫قلل ىا ال س‬ ‫ا فل ل‬, ‫سا‬ ‫ملل ل‬ ‫ملل ه‬ ‫نا الن لللنا ه‬ ‫عا فهلل يا ال ن‬ , ‫تا‬ ‫ها ول ه‬ ‫شللب سلهنا ه‬ ‫ضلل ه‬ ‫عور ه‬ ‫ل هللد هي ون ه ه‬ ‫نا ولقللل ل‬ ‫ا ول ل‬, ‫ها‬ ‫ملل و‬ ‫حم ىا يوشلل س ل‬ ‫حو ل‬ , ‫ها‬ ‫ك للراععا ي لور ل‬ ‫س و ه‬ ‫كا أ و‬ ‫ع ىا ل‬ ‫واقهعل س‬ ‫لا ال ه ل‬ ‫نا سيلل ل‬ ‫ا أ ل‬, ‫حملل ىا‬ ‫ أ ل‬ ‫س‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ح‬ ‫نا‬ ‫إ‬ ‫لا‬ ‫كا‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫لا‬ ‫لل‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫نا‬ ‫إ‬ ‫و‬ ‫لا‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ملل ىا اللللهه‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫له‬ ‫ل‬ ‫ا أ ل‬, ‫مها‬ ‫ةا إ ه ل‬ ‫ذا‬ ‫ضلللغل ن‬ ‫سللل ه‬ ‫م و‬ ‫نا فهللل يا ال و ل‬ ‫لا ولإ ه ل‬ ‫م ل‬ ‫ج ل‬ ‫دا س‬ ‫حلللناره س‬ ‫ل‬ ‫ا وإ ه ل‬, ‫ها‬ ‫سللد ل‬ ‫س س‬ ‫حا ال و ل‬ ‫صل ل ل‬ ‫صل ل ل‬ ‫تا فل ل‬ ‫ذاا فل ل‬ ‫ج ل‬ ‫سللد ل و‬ ‫دا ك سل ن س‬ ‫ح و‬ ‫تا ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ا أ ل‬, ‫ها‬ .‫ب‬ ‫ يا ال و ل‬ ‫قل و س‬ ‫س س‬ ‫ال و ل‬ ‫ج ل‬ ‫دا ك سل ن س‬ ‫لا وله ه ل‬ Artinya: Nu’man Basyir berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram juga jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang musyabbahat (perkara yang belum jelas), yang tidak diketahui oleh banyak orang. Barangsiapa yang menghindarkan dirinya dari musyabbahat, maka dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam hal-hal yang subhat, maka ia seperti seorang pengembala yang menggembala di sekitar tanah yang dilarang, hampirhampir ia terjerumus di dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap seorang raja 4



Yusuf Qordhowi, Halal dan Haram Dalam Islam, Alih Bahasa Achmad Sutanto, Rembang: Karya Utama Surabaya, 2005, h. 11.



5



memiliki tanah larangan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya tanah larangan Allah SWT adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, yang apabila segumpal darah itu baik, maka akan baik pula seluruh tubuhnya. Tetapi jika segumpalan darah itu rusak, maka akan rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah, dia itu adalah hati.5 Yusuf Qordhowi menegaskan “bahwa paradigma mubah tidak hanya terbatas pada benda, tapi juga profesi dan prilaku non ibadah. Inilah yang disebut tradisi atau interaksi sosial. Kaidah esensial untuk aspek ini adalah mubah, selama tidak ada larangan dari Allah SWT.”6 Dalam kehidupan sekarang ini, sangat mudah ditemukan hal-hal yang membawa seseorang kepada yang tidak baik atau yang menimbulkan keraguan dalam melakukan suatu perbuatan, misalnya seperti bermunculannya jenis-jenis akad yang menyerupai riba, ditandai dengan munculnya beraneka ragam bank yang memiliki peran begitu urgen dalam perekonomian modern. Manakala bank tersebut semakin digandrungi masyarakat maka semakin urgen pula keberadaan bank. Sebagian anggota masyarakat menyetorkan uangnnya untuk mendapatkan imbalan yang terkontaminasi dengan unsur riba. Transaksi bank tidak hanya sekedar penitipan uang saja melainkan bank memiliki jenis usaha bank seperti peminjaman (qiradh) dimana nasabah membayarnya dengan lebih dari yang ia pinjam.7 Secara sederhana dapat dikatakan riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba 5



Muhammad Nasrudin Al-Albani, Ringkasan Sahih Bukhari, Alih Bahasa Muhammad Iqbal, Jakarta: Pustaka As-Sunah, 2007, h. 113 – 114. 6 Yusuf Qordhowi, Halal dan Haram Dalam Islam, h. 18. 7 Abdul Azzim Jalal Abu Zaid, Fiqih Riba, Alih Bahasa Oleh Abdullah, Jakarta Selatan: Senayan Publising, 2011, h. 445.



6



adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. 8 Dalam transaksi simpan pinjam misalnya, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama peminjaman tersebut. Namun, yang tidak adil di sini si peminjam diwajibkan untuk selalu tidak boleh tidak, harus, mutlak dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.9 Allah SWT melaknat orang yang melakukan perbuatan riba dan Islam melarang keras adanya praktik riba. Tentang riba ini antara lain Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 278 sebagai berikut:



‫يناا أ ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ ي‬ ‫لل‬ ‫ق‬ ‫ب‬ ‫للناا‬ ‫م‬ ‫رواا‬ ‫ذ‬ ‫و‬ ‫ها‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫للواا ال‬ ‫س‬ ‫ق‬ ‫ت‬ ‫للواا ا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫نا آ‬ ‫ذي‬ ‫ل‬ ‫هناا ا‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل ل س‬ ‫ن‬ ‫مؤ و ه‬ ‫ه‬ ‫نا اللرلبناا إ ه و‬ ‫ما س‬ ‫نا ك سن وت س و‬ ‫مهني ل‬ ‫م ل‬ Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah SWT dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.10 Jelas dikatakan pada ayat tersebut bagi orang yang beriman diperintahkan untuk meninggalkan riba, orang yang beriman di sini maksudnya sudah pasti ialah orang Islam. Namun ternyata bukan hanya ajaran Islam saja yang melarang riba, praktek pengambilan riba atau bunga juga dicela oleh para ahli filsafat. Dua filsafat terkemuka Plato (427 – 347 SM) dan Aristoteles (384 – 322 SM), mengecam praktek bunga. Begitu juga dengan Cato (234 – 149 SM) dan Cicero 8



Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 88. Ibid., h. 89. 10 Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 1, h. 420. 9



7



(106 – 43 SM). Para ahli filsafat tersebut mengutuk orang-orang Romawi yang mempraktekkan pengambilan bunga.11 Konsep bunga dalam pemeluk agama Yahudi juga dilarang dalam praktek pengambilan bunga. Karena pelanggaran tersebut banyak terdapat di kitab suci mereka. 12 Sedangkan konsep bunga dalam agama Kristen, kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas, sehingga terjadi perbedaan pendapat oleh para pemuka Kristen yaitu: (i) pandangan para pendeta agama Kristen pada awal abad I – XII M yang mengharamkan bunga, (ii) pandangan para sarjana pemeluk agama Kristen pada abad XI – XVI M yang berkeinginan agar bunga diperolehkan dan (iii) pandangan para reformasi pemeluk agama Kristen pada abad XVI – XIX yang menghalalkan bunga.13 Apabila mengamati dunia perbankan saat ini, ada banyak perbankan syariah yang mulai berkembang bahkan dari bank konvensional tersebut sekarang ini telah memiliki unit tersendiri untuk melayani nasabahnya dengan sistem syariah. Hal ini didasari oleh keinginan masyarakat yang ingin menggunakan jasa bank pemerintah atau swasta, tetapi juga tidak menginginkan terlibat dalam penerapan sistem bunga. Demikian juga kegiatan-kegiatan lembaga keuangan lainnya yang ingin membebaskan masing-masing nasabahnya dari keraguan halal haram adanya riba sehingga muncul asuransi syariah, reksadana syariah, gadai syariah dan lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem bunga. Warga masyarakat Islam yang tahu dan paham tentang ajaran agamanya akan memanfaatkan produk keuangan yang sesuai dengan ajaran agama yang 11



Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 95. Ibid., h. 94. 13 Ibid., h. 97. 12



8



dianutnya, yaitu produk keuangan yang tidak menggunakan sistem riba dalam berbagai produk lembaga keuangan.14 Berikut penjelasan beberapa N. Aini menjalaskan posisi jabatan tiap bank berbeda-beda, namun secara umumnya ia menggambarkan dalam situs http://4sharedinfo.wordpress.com posisi / jabatan yang ada di bank yang terbagi menjadi dua segmen yaitu pertama segmen bisnis (bagaimana sisi bisnis perusahaan jalan terus, baik berupa layanan kredit maupun tabungannya), pertama adapun jabatan-jabatan di segmen bisnis ialah: 1. Analis Kredit: tugasnya menganalisis penerima pinjaman, apakah bankable atau tidak. 2. Account Officer: Di beberapa bank ada yang sama dengan marketing tapi di beberapa bank fungsi marketing & analis digabung. 3. Sales Officer / ….Executive = Marketing 4. Customer Service: tugasnya memberikan sosialisasi bagi nasabah / calon nasabah. Kadang ada customer service yang ditarget per bulan seperti sales. 5. Collector: tugasnya menagih pinjaman / kredit di para nasabah.15 Kedua, segmen operational



ialah tempatnya orang-orang yang



mendukung sisi bisnis bank. Menjalankan proses transaksi nasabah berjalan lancar dan sesuai aturan/sistem. Adapun jabatan-jabatan sebagai berikut: 1. Teller: melayani nasabah saat di bank. 2. Back Office: tugasnya melakukan pengecekan dan memastikan transaksi teller sudah benar dan sesuai, membuat pembukuan perusahaan dari harian sampai tahunan. 3. General Affair: Di beberapa bank ada yang dirangkap sama BO, tugasnya nya mengurus bangunan, satpam, cleaning service, kartu nama dan ada juga yang mengurus absensi karyawan cabang. 4. Admin Kredit: Tugasnya membuat surat sampai merapikan data jaminan nasabah. 5. Cleaning Service: tugasnya seperti cleaning service pada umumnya. 6. Security: petugas keamanan bank 7. Driver: sopir



14 15



Ibid. h. 6. http://4sharedinfo.wordpress.com/2013/04/14/jabatan-dan-posisi-pegawai-bank/



9



8. Ekspedisi / Messenger: bagian ini seperti kurir, pesuruh.16 Keberadaan bank konvensional di tengah masyarakat muslimin dalam era globalisasi sekarang merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam urusan bermuamalah. Di sisi lain dalam bidang aktivitas perekonomian nasional dan internasional serta era perdagangan bebas dewasa ini penggunaan jasa bank konvensional tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Berbagai pendapat para ahli hukum berbeda pendapat dalam tentang status hukum Islam berhubungan dengan kegiatan bank konvensional. Adapun status hukum Islam yang masih berbeda di kalangan umat Islam saat ini ialah: 1. Dilarang karena haram, ahli hukum yang berpendapat bahwa umat Islam dilarang mengadakan hubungan muamalah dengan bank konvensional. Bunga bank itu termasuk riba nasiah. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak diperbolehkan mengadakan hubungan muamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dengan keadaan darurat atau terpaksa. Para ahli hukum yang berpendapat demikian diwakili oleh Abu Zahrah (guru besar Fakultas Hukum Universitas Kairo), Abul A’la Al Maududi (Pakistan), Muhamad Abdullah Al-A’rabi (penasihat Hukum di Islamic Congres Cairo). 17 2. Tidak diharamkan kegiatan kaum muslimin bermuamalah dengan bank merupakan perbuatan yang tidak dilarang. Adapun ahli hukum Islam yang berpendapat demikian ialah Syekh Muhammad Syaltut dan A. Hasan, pendiri pesantren Bangli (PERSIS). Beliau mengemukakan bahwa bunga bank seperti



16 17



Ibid. Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 42.



10



di negara kita ini bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat ganda sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.18 3. Perkara mutasyabihat menurut A.R. Fachrudin (Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) mengemukakan bahwa terhadap masalah mutasyabihat ‫ ا‬sedapat mungkin dihindari kecuali ada alasan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum sesuai dengan tuntutan Islam. Bank pemerintah dipandang sebagai lembaga yang dipergunakan untuk memenuhi kepentingan umum, yang kemungkinan kecil kemungkinannya untuk rugi. Berbeda halnya dengan bank-bank swasta lainnya, dengan demikian tidaklah ada alasan untuk tidak menabung dan meminjamkan uang bank milik pemerintah jika hal itu dijadikan untuk memenuhi hajat hidup sejalan dengan ajaran Islam.19 Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat A. R Fachrudin ialah yang mutasyabihat itu hanyalah bank milik negara saja yang diperbolehkan berhubungan bermuamalah, sedangkan bank-bank milik swasta tidak ada disebutkan. Sebagaimana yang hasil pertimbangan Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo, Jawa Timur dalam poin ke 3 sebagai berikut: Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mutasyabihat”.20 Melihat dari beberapa status hukum yang diungkapkan para ahli hukum tersebut tentang bank konvensional, maka menurut penulis hal ini tentu berkaitan dengan status hukum bagi para pekerjanya di bank konvensional dalam Ulama 18



Ibid., h. 43. Ibid., h. 43 – 44. 20 Ibid. 19



11



Islam di Kota Palangka Raya. Adapun yang menjadi pertimbangan penulis hal ini penting untuk dibahas karena merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:



‫سللو س‬ ‫را رض يا اللها عنها قلللنا ل‬ ‫ل‬ ‫نا ل‬ ‫نا لر س‬ ‫ا )ا ل لعللل ل‬:‫ل‬ ‫عل و‬ ‫جناب ه ع‬ ‫ها صل ىا اللها عليها وسلما آك ه ل‬ ,‫ه‬ ‫لالل ل ه‬ ‫موك هل ل س‬ ‫ا ول س‬,‫لا لاللرلبنا‬ ‫ا ولقلللنا ل‬,‫ه‬ ‫ا ول ل‬,‫ه‬ ‫شللناه هد لي و ه‬ ‫ما ل‬ ‫وانءا (ا ا لرلواه س‬ ‫ا هسلل و‬:‫ل‬ ‫ولك لللنات هب ل س‬ ‫سلل ل‬ ) ‫ما‬ ‫م و‬ ‫سل ه ن‬ ‫س‬ Artinya: Jabir Radliyallaahu'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." (Riwayat Muslim)21 Melihat



adanya



perbedaan



pendapat



tentang



keberadaan



bank



konvensional tersebut maka menurut penulis hal ini mengikuti status para pekerjanya untuk dikaji secara hukum Islam. Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hukum Bagi Pekerja di Bank Konvensional (Menurut Ulama Kota Palangka Raya). B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dirumuskanlah masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang keberadaan bank konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? 2. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Kota Palangka Raya?



21



409.



Moh. Machfuddin Aladip, Terjemah Bulughul Maram, Semarang: Tohaputra, 1985, h.



12



C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini: 1. Untuk mengetahui seperti apa bank konvensional itu dalam pandangan 2.



hukum Islam. Untuk mengetahui hukum para pekerja pada bank konvensional menurut



ulama Kota Palangka Raya. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan atau manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini ialah: 1. Kegunaan Teoritis a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta mendorong para pembacanya untuk dapat lebih mengerti dan memahami tentang pengetahuan mengenai bagaimana hukumnya bekerja di bank konvensional dan hal-hal yang terkait dengan bank konvensional dan bagaimana keterkaitannya sebuah bank konvensional yang memperaktikkan bunga dengan riba menurut ulama Kota Palangka Raya. b. Tulisan ini dapat menjembatani permasalahan-permasalahan yang ada dan sering terjadi dalam masyarakat dan menjawab keragu-raguan terhadap permasalahan riba dalam suatu bank. c. Dengan adanya studi ini di harapkan menjadi khazanah permbelajaran dan menambah ilmu pengetahuan. 2. Kegunaan Praktis a. Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. b. Menjadi bahan informasi tentang bekerja di bank konvensional yang selama ini kita ketahui selalu dihubungkan dengan adanya praktik riba.



13



c. Sebagai kontribusi pemikiran untuk menambah khasanah literatur perpustakaan



Universitas



Muhammadiyah



Palangkaraya



khususnya



jurusan Al Ahwal Al Syakhsyiyah, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap hasil penelitian ini.



14



BAB II KAJIAN PUSTAKA



A. Penelitian Terdahulu Faktor utama yang dijadikan objek penelitian oleh calon peneliti adalah tentang hukum bagi para pekerja di bank konvensional menurut ulama Islam kota Palangka Raya. Dalam penelitian ini, penulis menyajikan beberapa garis besar hasil penelitian terdahulu yang memiliki variabel judul penelitian yang sama dengan dengan judul penelitian yang akan kami angkat kali ini, adapun kajiankajian tersebut diantaranya sebagai berikut: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nani Cahyani dan Morita selaku Dosen Akademi Manajemen Kesatuan dan STIE Kesatuan dengan judul penelitian Perbedaan Pengakuan Pendapatan Pada Bank Syariah Dan Bank Konvensional (Difference Of Revenue Recognition At Shariah Bank And Conventional Bank) dimana penelitian ini selesai pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data library research (riset kepustakaan) dan field research (riset lapangan) berupa observasi dan wawancara. Secara garis besar penelitian ini menyajikan perbandingan pendapatan keuntungan dan kerugian bank konvensional dan bank syariah. Adapun bank yang diteliti oleh Nani Cahyani dan Morita merupakan salah satu bank konvensional yaitu bank BNI (Bank Negara Indonesia). Hasil penelitian terdahulu ini, peneliti mengambil garis besar yang berkaitan dengan bank konvensionalnya saja tidak memasukkan konsep bank syariah. 14



15



Jenis pendapatan BNI Konvensional ialah: 1.



Pendapatan Operasional Utama: Pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman yang diberikan bank kepada masyarakat dalam bentuk kredit modal kerja, investasi maupun konsumtif. Dan dari nasabah yang telah mendapatkan



2.



jasa dari bank berupa pemberian pinjaman dana. Pendapatan Operasional Lainnya, terdiri atas: Pendapatan provisi, komisi, bunga, transaksi letter of credit, kartu kredit yang diterbitkan Bank, pendapatan transaksi valuta asing, pendapatan jual beli surat berharga, fee based income, seperti biaya kiriman uang dan biaya inkaso, biaya



3.



administrasi dan biaya pemeliharaan tabungan dan ATM. Pendapatan Non-Operasional: Pendapatan ini bersumber dari kredit yang sudah dianggap tak tertagih, namun akhirnya nasabah penerima pinjaman tersebut mampu melunasi pinjamannya. Sumber pendapatan lainnya berasal dari keuntungan pelepasan aktiva tetap.22 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil



kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan bunga pada BNI Konvensional pihak bank menetapkan besarnya persentase atas bunga yang akan diterima bank yang disesuaikan dengan jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah. Sehingga besarnya pendapatan bunga yang diterima pihak bank konstan dan dapat diprediksi sebelumnya. Besarnya persentase bunga atas kredit tersebut juga ditetapkan oleh pihak



22



Nani Cahyani dan Morita, perbedaan pengakuan pendapatan pada bank syariah dan bank konvensional (difference of revenue recognition at shariah bank and conventional bank, Dosen Akademi Manajemen Kesatuan dan STIE Kesatuan, Diponegoro: Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 11, Januari 2009, h. 36 – 37.



16



bank tergantung atas kemungkinan resiko ketidak tertagihan pembayaran kredit dan bunga oleh nasabah. 2. Karena pengakuan pendapatan bunga tidak berdasarkan keuntungan maupun kerugian yang dialami oleh nasabah dalam mengelola usahanya, maka apabila nasabah memperoleh keuntungan yang besar, pihak bank hanya memperoleh pendapatan bunga yang tetap sesuai kesepakatan di awal perjanjian. Namun, jika nasabah mengalami kerugian, pihak bank tidak menanggung kerugian yang dialami nasabah. 3. Pengakuan pendapatan bunga kredit yang dikategorikan performing (lancar) pada BNI Konvensional diakui secara aktual, namun sebaliknya jika kredit dikategorikan kurang lancar (nonperforming) diakui secara kas sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia dan juga Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 mengenai Akuntansi Perbankan. 4. Pengakuan pendapatan bunga dengan dasar aktual, maka pengaruhnya terhadap laporan laba rugi terlihat pada penyajian pendapatan bunga yang bersifat konstan. 23 Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Kartika Wahyu Sukarno, Muhamad Syaich, penelitian ini diselesaikan pada tahun 2006 pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomika dan Universitas Diponegoro dengan judul penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia. Metode yang digunakan Purposive Random Sampling. Beberapa istilah pendapatan bank konvensional yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu sebagai berikut: 1) Return On Asset (ROA) digunakan 23



Ibid., h. 40.



17



untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. 2) Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal



yang



mencukupi



dan



kemampuan



manajemen



bank



dalam



mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. 3) Loan Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang menunjukkan tingkat likuiditas bank (ketersediaan dana dan sumber dana saat ini dan masa mendatang seperti alat-alat likuid untuk menjadikan kewajiban memenuhi kewajiban hutang-hutangnya dan kewajiban lain serta kemampuan memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadinya penangguhan). 4) Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio keuangan yang menunjukkan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. 5) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan ukuran mendasar dalam keuangan perusahaan, yang dapat menunjukkan kekuatan keuangan perusahaan. 6) Dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO), Rasio biaya



operasional adalah



perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Penelitian yang telah dilakukan guna menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja bank umum di Indonesia dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. 2. Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. 3. Non Performing Loans (NPL) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA.



18



4. Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROA. 5. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.24 Dari kedua penelitian tersebut menggambarkan seperti apa dan bagaimana sebenarnya pendapatan dan kinerja bank konvensional di Indoneisa yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. Dalam penelitain ini yang membedakan dengan penelitian yanng terdahulu adalah hukum bekerja dalam pandangan Islam secara garis besar tentunya hal ini berkaitan dengan bagaimana cara pengambilan keuntungan yang oleh pihak bank konvensional, dimana dengan cara mengambil keuntungan bank tersebut kemudian dilihat dengan sudut pandang Islam yang bekerja di bank konvensional tersebut dengan berdasarka sistem yang ada tersebut. Oleh sebab itu judul penelitian yang akan diteliti berjudul “Hukum Bagi Pekerja di Bank Konvensional (Menurut Ulama Islam Kota Palangka Raya)”. B. Deskripsi Teoritik Sebagaimana dengan tujuan yang dipaparkan sebelumnya dalam penelitian yang berjudul “Hukum Bagi Pekerja di Bank Konvensional (Menurut Ulama Islam Kota Palangka Raya)”, oleh sebab itu peneliti akan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan judul penelitian tersebut di bawah ini: 1. Pengertian Pekerja



24



Kartika Wahyu Sukarno, Muhammad Syaichu, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia, Semarang: Universitas Diponegoro, Volume 3, Nomor 2, Juli, Tahun 2006, h. 56.



19



Pekerja ialah orang yang bekerja di pabrik dan sebagainya. 25 Pada masa zaman penjajahan Belanda yang dimaksud dengan buruh ialah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar, orangorang ini disebutnya sebagai bule collar. Sedangkan yang melakukan pekerjaan



di



kantor



pemerintah



maupun



swasta



disebut



sebagai



karyawan/pegawai (white collar). Perbedaan ini membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas dari upaya untuk memecah belah orang-orang pribumi. Setelah Indonesia merdeka tidak ada lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh kasar, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh.26 Hal ini disebutkan pada UndangUndang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah “barangsiapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah” (pasal 1 ayat 1 a).27 Perkembangan hukum perburuhan di Indonesia terus diuapayakan pergantiannya menjadi istilah pekerja sebagaimana yang usulkan pemerintah (Depnaker) pada waktu kongres BSI II tahun 1985 dengan alasan istilah buruh tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, karena kata buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan.28 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 angka 4 memberikan pengertian pekerja / buruh adalah setiap orang yang 25



Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amelia Surabaya, 2003,



h.315. 26



Lalu Husni, Pengantar Hukum Kewarganegaraan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h. 34. 27 Undang-Undang No. 22 Tahun 1957, Pasal 1 Ayat (1, a) 28 Lalu Husni, Pengantar Hukum Kewarganegaraan Indonesia, h. 34.



20



bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun. Penegasan dalam bentuk apa pun ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh / pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.29 Menurut Lalu Husni, S. H., M. Hum. mengatakan bahwa istilah buruh kurang sesuai dengan perkembangan sekarang, buruh sekarang ini tidak lagi sama dengan buruh masa lalu yang hanya bekerja pada sektor nonformal seperti kuli, tukang dan sejeninya, tetapi juga sektor formal seperti Bank, Hotel dan lain-lain, sehingga lebih tepat jika disebut dengan istilah pekerja. Istilah pekerja juga sesuai dengan penjelasan pasal 2 UUD 1945 yang menyebutkan golongan-golongan adalah badan-badan seperti Koperasi, Serikat Pekerja dan lain-lain badan kolektif.30



2. Pengertian Ulama Dalam bahasa Arab ulama ditulis



‫ملنا‬ ‫موو ل‬ ‫ع سلل ن‬, ‫نا‬ ‫علنا لل ه س‬, ‫ا‬,‫ملناسء‬ ‫ع سل ل ل‬



‫ما ا‬ ‫ا للعنال ه س‬yang artinya yang terpelajar atau sarjana.31 Kata “Ulama” sangatlah akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, antara lain berarti pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama 29



Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 4. Lalu Husni, Pengantar Hukum Kewarganegaraan Indonesia, h. 34. 31 Ahmad Warson, Munawwir Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 966. 30



21



maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam.32 Dalam Ensiklopedia Islam ulama adalah (ar: ulama; jamak dari alim = memiliki kualitas ilmu yang luas dan mendalam). Orang yang ahli atau memiliki pengetahuan ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan kealaman yang dengan pengetahuannya tersebut memiliki rasa takwa, takut dan tunduk kepada Allah SWT.33 Menurut Hasan Basri, ulama yaitu: a. Ulama adalah seorang yang berilmu. b. Ulama adalah orang yang saleh, yang diyakini patuh dan konsisten menjalankan ajaran agama Islam. c. Ulama memiliki kepemimpinan sehingga dapat mempengaruhi masyarakat untuk melakukan perbuatan sesuai dengan yang dikehendakinya. 34 Pada situs http://www.microblogasia.com dikatakan menurut bahasa, kata ulama (‫ العلماء‬al-`Ulamā`) berasal dari bahasa Arab yang menjadi bentuk kata Jama` (plural/lebih dari satu) dari kata `Alimu-(memiliki kata dasar yang sama dengan kata “ilmu”) yang berarti seseorang yang memiliki ilmu atau orang yang mengetahui tentang sesuatu. Jika diartikan secara harfiah, maka ulama adalah orang yang berilmu, baik itu ilmu tentang dunia (ilmuwan atau peneliti) maupun ilmu tentang akhirat.35



32



http://id.wikipedia.org/wiki/Ulama (on line 10 januari 2014). Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Artikel “ulama”, Jakarta: PT. Ichitiar Baru Van Hoeve, 2006, cet. 7, h. 1840. 34 Saiun, Pemahaman Perubahan Harta Wakaf (Studi Pandangan Ulama di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya), UMP: Palangka Raya, 2013, h. 12. 35 http://www.microblogasia.com/forum/topic/308 (on line: 21 Januari 2014) 33



22



Menurut penulis melihat beberapa pengertian ulama tersebut ialah orang yang berilmu atau memiliki pengetahuan yang mendalam dan memahaminya dengan sangat baik tentang agama, tidak hanya tentang urursan duniawi saja tetapi juga urusan akhirat. Selain itu ulama juga orang memiliki integritas artinya dapat dipercaya masyarakat yang dapat dijadikan panutan dalam kesehariannya. Meskipun kata ulama dalam bahasa Arab berarti terpelajar atau sarjana, tetapi untuk di Indonesia kata ulama lebih dekat pada ajaran agama Islam. 3. Pengertian Hukum Islam Hukum Islam yang dikemukakan oleh Dadang Kahmad menurut Faidulah Al Husni Al Maqdisi dalam Fath Ar Rahman adalah hukum Islam terdiri dari rangkaian kata “hukum” dan “Islam” yang secara tegas tidak terdapat di dalam Al Quran. Kata hukum baik dalam marifah maupun nakirah, disebutkan di 24 ayat dalam Al Quran, kemudian Amir Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul Pembaharuan dalam Hukum Islam menambahkan tidak satu pun dari ayat-ayat tersebut yang mengemukakan rangkaian kata “hukum Islam”, melainkan yang biasa digunakan adalah syariat Islam atau hukum syar’i. Sedang menurut Ahmad Hassan dalam bukunya The Earl of Islamic Juriprudence mengemukakah di dalam Al Quran menggunakan istilah syariat dalam arti al din (agama), dengan pengertian jalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi manusia. Dalam perkembangannya kata tersebut diartikan dengan cara atau pedoman hidup manusia berdasarkan ketentuan Allah SWT.36 36



2010, h. 19.



Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, Bandung: Pustaka Setia,



23



Muhammad Abu Zharah mendefinisikan hukum syariah dalam ushul fiqh yang mengutip pendapat Ibnu Hajib ialah:



‫خ ل‬ ‫با ال ل‬ ‫ل‬ ‫ها ه‬ ‫طنا س‬ ‫ال س‬ ‫شنارههعا المت لعلل ل س‬ ‫ما ب هنا لن ل س‬ ‫حك و س‬ ‫قا ب هلناا فولعنا ه‬ .‫ضهع‬ ‫نا هبنا و ه‬ ‫مك لل ل ه‬ ‫ضناهءا ا لهوالول و‬ ‫لا قوت ه ل‬ ‫ال و س‬ ‫في و ل‬ Artinya: Hukum (syariah) adalah tuntutan Allah SWT yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa dengan kehendak (tuntutan) atau pilihan atau adanya kejadian (al-wadh’i).37 Hukum syariah adalah hukum Allah SWT yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukallaf yang bersifat memerintahkan terwujudnya tuntutan (perintah dan larangan) atau semata-mata menerangkan pilihan (kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang terhadap suatu hukum. Ulama lain, Abdul Wahhab Khalaf, lebih mempertajam definisi hukum Islam menurut ahli ushul dan ahli fiqh sebagai berikut:



‫ما ال ل‬ ‫ن‬ ‫شناور ه‬ ‫ال س‬ ‫حك و س‬ ‫صللط هللهحا اول س س‬ ‫ع ىا هف ىا ا و‬ ‫وا ل هي لي ولل ل‬ ‫صلل و‬ ‫خ ل‬ ‫با ال ل‬ ‫ل‬ ‫وا ه‬ ‫س‬ ‫طلللنا س‬ ‫مت لعلللللل س‬ ‫شلللنارههعا ال س‬ ‫قا ب هنا لفولعلللنا ه‬ ‫هللل ل‬ ‫ا ولهللفسقلهلللناءه‬،‫ضللمعنا‬ ‫نا ط لل لمبناا ا لووت ل و‬ ‫مك لل ل ه‬ ‫خي هي ومراا ا لووول و‬ ‫ال و س‬ ‫في و ل‬ ‫خ ل‬ ‫با ال ل‬ ‫شنارههعا هفلل ى‬ ‫يا ي ل و‬ ‫ها ه‬ ‫ضي و ه‬ ‫قت ل ه‬ ‫طنا س‬ ‫واا ول لث لسرا ال لذ ه و‬ ‫فلهس ل‬ ‫لا ل‬ .‫ة‬ ‫ح ه‬ ‫م ه‬ ‫ال و ه‬ ‫ةا لوال هلبنا ل‬ ‫با لوال س‬ ‫كنال ووس س‬ ‫حور ل‬ ‫جو و ه‬ ‫فلعنا ه‬ Artinya: Hukum syar’i menurut ahli ushul adalah tuntutan syar’i (Allah SWT) yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa yang berupa perintah, pilihan atau hubungan sesuatu dengan yang lain. Adapun menurut fukaha adalah bekas atau pengaruh yang dikehendaki oleh Khitab Allah SWT dan terwujud dalam bentuk pereubahan, seperti perbuatan, seperti wajib, haram, serta boleh (ibahah). 38 Definisi hukum syariah menurut ahli ushul fiqih ialah hukum itu



sebagai titah baik yang mengandung perintah, larangan atau pilihan terhadap 37 38



Ibid., h. 20. Ibid.



24



seorang mukallaf untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan suatu pekerjaan atau sebab, syarat dan yang menghalangi suatu pekerjaan yang sah atau yang batal. Sedangkan menurut para fukaha menyebutkan segala perbuatan mukallaf baik yang mengandung perintah untuk dikerjakan maupun larangan untuk ditinggalkan atau menjelaskan suatu kebolehan atau yang menjadi penghalang suatu hukum. Dalam ensiklopedia hukum Islam yang dijelaskan secara filsafat, hukum Islam ialah kaidah, asas, prinsip atau aturan yang digunakan untuk mengendalikan masyarakat Islam, baik berupa ayat Al Quran, hadits Nabi SAW, pendapat sahabat dan tabiin, mau pun pendapat yang berkembang di suatu masa dalam kehidupan umat Islam. Kemudian dalam ensiklopedia menjelaskan hukum Islam seperti juga hukum-hukum yang lain, mempunyai asa dan tiang pokok yang memperlihatkan kekuatan dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial.39 Muhammad Syaltout menyebutkan bahwa syariah adalah seperangkat ajaran yang bersifat umum berkenaan dengan ibadah dan muamalah yang dipahami dari kandungan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Ali Syais mengemukakan syariah adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya, sebagai sesuatu yang akan membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat, baik yang berhubungan dengan masalah kaidah (yang menjadi kajian ilmu kalam), kesucian dan kebaikan jiwa (yang berhubungan dengan akhlak dan tasawuf), maupun



39



Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, Artikel “hukum Islam”, Jakarta: PT. Ichitiar Baru Van Hoeve, 2006, Cet. 7, h. 575 – 576.



25



berhubungan dengan perbuatan manusia yang bersifat praktis (yang menjadi kajian ilmu fiqh).40 Menurut Muhammad Daud Ali syariah ialah sistem norma (kaidah) Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Kaidah yang mengatur hubungn langsung manusia dengan Allah SWT disebut kaidah ibadah atau kaidah ubudiah yang disebut juga kaidah ibadah murni (mahdah), kaidah yang mengatur hubungan manusia selain dengan Allah SWT (dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan hidup) disebut kaidah muamalah. Disiplin ilmu disebut ilmu fiqih.41 Syariah ditetapkan Allah SWT menjadi patokan hidup sestiap muslim. Sebagai jalan hidup, ia merupakan the way of life umat Islam. Menurut Mohamad Idris as Syafi’i (Imam Syafi’i) dalam kitab beliau ar Risalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Daud Ali, syariat adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu dan kesimpulankesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia. Para ahli hukum Islam banyak yang mengikuti perumusan yang dibuat oleh Imam Syafi’i ini. Dalam rumusan Imam Syafi’i ada dua hal yang disatukan, bagian pertama “peraturan-peraturan yang bersumber pada wahyu” menunjuk pada syariat sedangkan bagian kedua “kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu” menunj uk pada fikih. Oleh karena itu, dalam praktek makna syariat lalu disamakan dengan fikih. Sebagai ketetapan Allah SWT baik 40



Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, h. 20 – 21. Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT RajaGrafinfo Persada, 2000, h. 134-135. 41



26



berupa larangan maupun dalam bentuk suruhan, syariat mengatur jalan hidup dan kehidupan manusia.42 Dilihat dari segi ilmu hukum, syariat adalah norma hukum dasar yang diwajibkan Allah SWT, yang wajib diikuti oleh Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah SWT maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena itu, syariat terdapat di dalam Al-Quran dan kitab-kitab hadits. Menurut sunnah nabi Nabi Muhammad, seperti telah disebut di muka, umat Islam tidak pernah akan keliru atau sesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini, selama mereka berpegang teguh kepada Al Quran dan sunnah (yang terdapat dalam kitabkitab hadits atau al hadits). Karena norma-norma dalam kitab hadits bersifat norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Al-Quran itu masih ada yang bersifat umum, perlu dirumuskan lebih lanjut setelah Nabi Muhammad wafat. Perumusan norma-norma hukum dasar ke dalam kaidah-kaidah yang lebih konkret, memerlukan cara-cara tertentu. Muncullah ilmu pengetahuan yang khusus menguraikan syariat. Dalam kepustakaan hukum Islam ilmu tersebut dinamakan ilmu fikih yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan ilmu hukum fikih Islam. Ilmu fikih adalah ilmu yang mempelajari syariat. Orang yang paham tentang fikih disebut fakih atau fukaha (jamak). Artinya ahli hukum (fikih) Islam.43 Klasifikasi hukum Islam dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ibadah dan muamalah. Yang termasuk dalam ibadah ialah shalat, puasa, zakat, 42 43



Ibid., h. 235 – 236. Ibid., h. 236-237.



27



ibadah haji, serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Sedangkan yang termasuk dalam muamalah yaitu munakahat, jual beli, segala macam transaksi keuangan, jinayat, (‘uqubat, hudud, hukum pidana), mewaris, qada’ (peradilan), khilafah dan jihad. Hukum Islam dalam kategori ibadah ditekankan pada aturan yang berhubungan antara manusia kepada Allah SWT sekalipun tetap ada dimensi-dimensi hubungan antar kemanusiaan dan sosialnya. Adapun hukum Islam dalam kategori muamalah ditekankan kepada hubungan sesama manusia atau antara sesama manusia dan alam sekitarnya, yang mana tetap ada dimensi-dimensi ketuhanannya.44 4. Pengertian Pekerja dan Konsep Bekerja Dalam Islam Pengertian pekerja ialah orang yang bekerja atau orang yang menerima upah atau hasil kerjanya atau buruh atau karyawan.45 Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari pada makhluk lainnya yang ada muka bumi ini diciptakan oleh Allah SWT. Dalam mempertahankan hidup manusia haruslah berusaha sangat keras untuk bertahan hidup, menyesuaikan keberadaannya dalam setiap perkembangan peradaban zaman yang terus maju dari masa ke masa. Bekerja adalah salah satu usaha yang tergolong hal utama untuk seseorang bertahan hidup muka bumi ini. Dalam Al Quran terdapat beberapa ayat yang membicarakan tentang kewajiban bekerja, kadang-kadang dikaitkan dengan akidah atau iman, kadang-kadang dikaitkan pula dengan ibadah, kadang-kadang dikaitkan pula dengan masalah-masalah muamalah, bahkan kadang-kadang dikaitkan pula dengan hukuman, pahala dan berbagai 44 45



Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, h. 23 – 24.



28



kebajikan, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Tentang bagaimana pentingnya bekerja, Umar Ibn Khathtab menyatakan: “Andai kata aku mati di antara kedua kakiku yang bekerja mencari anugerah Allah SWT, adalah lebih kusukai dari pada aku mati atau terbunuh sebagai mujahid fi sabilillah.” Ajaran Islam menekankan kewajiban yang keras atas setiap pemeluknya supaya giat bekerja dalam upaya meningkatkan kemampuan ekonominya. Bahkan menjadi fardhu Ain.46 Hal ini dimaksudkan agar umat Islam tetap dalam keadaan kuat dan potensial serta mandiri, terhindar dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dan tidak berstatus sebagai “tangan di bawah”. Bekerja dan berusaha merupakan salah satu bagian dalam ajaran Islam, karena Allah SWT mengaitkan pemberian rezeki-Nya dengan adanya usaha dan kerja. Allah SWT tidak akan membagi-bagikan rezeki begitu saja tanpa melalui usaha dan kerja, karena hal itu akan membuat manusia pasif dan menghilangkan nilai-nilai syariahnya yang dinamis, sehingga pada saatnya menjadikan manusia statis dan miskin. Islam menganjurkan orang yang kuat dan sehat untuk bekerja keras, bahkan kapan perlu dapat membantu membukakan lapangan pekerjaan untuk orang-orang yang belum mendapatkan pekerjaan, sehingga apa yang menjadi pekerjaannya tersebut tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga dapat membantu dan menunjang kesejahteraan ekonomi orang lain dari usaha kita sendiri. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda: 46



Abdurachman Qodir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, h. 33 – 34.



29



‫دا‬ ‫م و‬ ‫لا الل لللهه‬ ‫ما لر ه‬ ‫نا ال و ه‬ ‫ق ل‬ ‫نا لر س‬ ‫ها ع لن و س‬ ‫ض ىا الل ل س‬ ‫سو و ه‬ ‫ها ع ل و‬ ‫عل و‬ ‫ه‬ ‫ا مللناا أ لك للل ل ل‬:‫ل‬ ‫ها ع لللي ه‬ ‫حللد ن‬ ‫لا أ ل‬ ‫ها لوا ل‬ ‫سللللما قلللنا ل ل‬ ‫صلل ىا الل ل س‬ ‫ل‬ ‫مناا قل ن‬ ‫طا ل‬ ‫ يا الل لهه‬ ‫لا ي لد ه ه‬ ‫خي ومراا ه‬ ‫ا ولإ ه ل‬،‫ه‬ ‫نا ع ل ل‬ ‫ط للعنا م‬ ‫نا ن لب ه ل‬ ‫مو ه‬ ‫م و‬ ‫سللما ل‬ ‫نا ي لأك س س‬ .‫ه‬ ‫لا ليللد ه ه‬ ‫لا ه‬ ‫دا ع لللي ه‬ ‫كنا ل‬ ‫داوس ل‬ ‫ل‬ ‫ها ال ل‬ ‫نا ع ل ل‬ ‫ملل ه‬ ‫م و‬ (‫خنارى‬ ‫)روها الب ل‬ Artinya: Dari Al Miqdan RA,dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Tidaklah seorangpun makan-makanan yang lebih baik daripada memakan hasil kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah SWT Daud AS makan dari hasil kerja tangannya. (H. R. Bukhari).47 Dalam hadits tersebut jelaskan bahwa diutamakan hasil bekerja sendiri dengan tangannya sendiri lebih baik dan mendahulukan apa yang dikerjakan langsung oleh seseorang daripada apa yang dikerjakan melalui perantaraan orang lain. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Daud AS yang mengutamakan bekerja dalam mencari makan dengan tangannya sendiri.48 Al Quran memegang nilai-nilai agama secara total menyeluruh dan utuh (kaffah) yaitu melaksanakan ajaran yang berkaitan dengan kewajiban individual kepada Allah SWT dan juga berkaitan dengan kewajiban terhadap sosial dan lingkungan secara selaras dan seimbang. Al Quran juga menetapkan etos kerja untuk mewujudkan komitmen secara seimbang dan selaras, terminologi kerja (‘amal) banyak dalam bentuk kata perintah (amar) seperti terdapat dalam Al Quran surat Al An’aam (6) ayat 135 yang berbunyi49:



47 Muhammad Nashruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Alih Bahasa Oleh M.Faisal, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h . 32. 48 Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari, Alih Bahasa oleh Amiruddin, Jakarta: Putaka Azzam, 2005, Jilid 12, h. 61. 49 Abdurachman Qodir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial), h. 37.



30



‫م ل‬ ‫ملل ن‬ ‫قس و‬ ‫ل‬ ‫ما إ هن للل يا ل‬ ‫عنا ه‬ ‫كنان لت هك س و‬ ‫مسلواا ع للل ىا ل‬ ‫ما اع و ل‬ ‫لا ليناا قلوو ه‬ ‫ها ل‬ ‫عناقهب للل س‬ ‫سو و ل‬ ‫ةا اللل ل‬ ‫نا ت لك سللو س‬ ‫مو ل‬ ‫فل ل‬ ‫نا ل للل س‬ ‫نا ل‬ ‫فا ت لعول ل س‬ ‫م و‬ ‫داره‬ ‫حا ال ل‬ .‫ن‬ ‫ها لا ي س و‬ ‫مو ل‬ ‫فل ه س‬ ‫ظنال ه س‬ ‫إ هن ل س‬ Artinya: Katakanlah (Muhammad): "Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan memperoleh tempat (terbaik) di akhirat (nanti). Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan beruntung.”50 Ayat tersebut menerangkan bahwa kita umat nabi Muhammad untuk berbuat segala sesuatu hal yang sesuai dengan kemampuan diri kita sendiri. Allah SWT menjadikan dunia sebagai mencari hasil yang baik yakni kebahagiaan akhirat. Bekerja atau berusaha merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan seseorang baik sendiri atau dengan orang lain untuk memperoleh penghasilan buat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, bermuamalah dengan sesama manusia dan kewajiban beribadah kepada Allah SWT. Islam mencela orang yang pemalas dan enggan untuk bekerja, maka dari itu Islam mencela orang yang meminta belas kasihan atau meminta-minta kepada orang lain. Manusia diciptakan sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi untuk menggali, mengelola dan memakmurkan bumi-Nya untuk kepentingan semua manusia. Untuk melaksanakan tugas yang berat tersebut diperlukan sumber daya insani yang memiliki etos kerja dan beriman guna memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan kompleks serta menghadapi tantangan dalam menegakkan agama Allah SWT. Bekerja tak hanya sekedar mencari nafkah 50



Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 1, h. 241.



31



untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan lebih jauh yaitu merupakan wujud aktualisasi diri dan wahana setiap orang untuk berprestasi dan mengembangkan bakat serta kapasitasnya menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi untuk kemakmuran bersama guna mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, sehingga kehidupannya hanya mengabdi kepada Allah SWT,51 sebagaimana firman Allah SWT dalam surat QS. Adz Dzariat (51) ayat 56 yang berbunyi:



‫ن‬ ‫خل ل و‬ ‫مناا ل‬ ‫سا إ هللا ل هي لعوب س س‬ ‫تا ال و ه‬ ‫ق س‬ ‫ول ل‬ ‫نا لواول هن و ل‬ ‫دو ه‬ ‫ج ل‬ Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.52 Para ahli tafsir berpendapat bahwa maksud ayat tersebut ialah Allah SWT tidak menjadikan jin dan manusia kecuali untuk tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri. Maka setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada aturan Allah SWT dan merendahkan diri terhadap kehendakNya. Menerima apa yang ia takdirkan atas kehendak-Nya dan menerima rezeki sesuai dengan apa yang telah Dia tentukan. Tak seorang pun yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan mudarat karena secara keseluruhan itu adalah dengan kehendak Allah SWT.53 Sesungguhnya Al Quran secara imperatif menyuruh manusia untuk giat mencari ilmu dan bekerja keras dalam hidup ini, baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, keluarga, sosial ataupun kepentingan agama dan negara. Beberapa ayat secara implisit mendorong setiap orang agar bekerja dan 51



Abdurachman Qodir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial), h. 37 – 38. Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 9, h. 485. 53 Ibid,. h. 488. 52



32



mendapatkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena harta benda itu tidak sekedar nilai material tetapi sekaligus merupakan nikmat dan karunia Allah SWT yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dalam hal kebajikan,54 Allah SWT berfirman dalam surat Az-Zumar (39) ayat 39 yang berbunyi:



‫م ل‬ ‫م ن‬ ‫قس و‬ ‫ل‬ ‫ما إ هلن يا ل‬ ‫عنا ه‬ ‫كنان لت هك س و‬ ‫مسلواا ع للل ىا ل‬ ‫ما اع و ل‬ ‫لا ليناا قلوو ه‬ ‫ن‬ ‫سو و ل‬ ‫مو ل‬ ‫فل ل‬ ‫فا ت لعول ل س‬ Artinya: Katakanlah: Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui.55 Ayat tersebut menjelaskan bahwa diperintahkan untuk bekerja dengan keadaan yang sesuai dengan kemampuan diri kita masing-masing. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ghosyiyah (88) ayat 3:



‫ة‬ ‫ل‬ ‫صب ل ن‬ ‫مل ل ن‬ ‫ةا لننا ه‬ ‫عنا ه‬ Artinya: Bekerja keras lagi kepayahan.56 Ayat tersebut menggambarkan pentingnya bekerja keras meski dalam keadaan lelah dan dalam kepayahan. Kemudian juga dari firman Allah SWT kepada surah Al-Jumuah (62) ayat 10:



‫فلللإ ه ل‬ ‫ض‬ ‫صللل س‬ ‫ةا لفنان وت ل ه‬ ‫ضللي ل ه‬ ‫ذاا قس ه‬ ‫تا ال ل‬ ‫شللسرواا فهلل يا الور ه‬ ‫ها ك لث هيللمرا‬ ‫لا الل للل ه‬ ‫لواب وت لسغواا ه‬ ‫نا فل و‬ ‫ها لواذ وك سللسرواا الل للل ل‬ ‫ضلل ه‬ ‫م و‬ . ‫حونا‬ ‫ما ت س و‬ ‫فل ه س‬ ‫ل لعلل لك س و‬ 54



Abdurachman Qodir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial), h. 38. Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 8, h. 444. 56 Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 10, h. 641. 55



33



Artinya: Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi: carilah karunia Allah SWT dan ingatlah Allah SWT banyak-banyak agar kamu beruntung.57 Adapun maksud dari ayat tersebut ialah apabila shalat telah dilaksanakan maka umat Islam boleh bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan urusan duniawi dan berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat, hendaklah mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya. Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu.58 Adapun hadits yang berkaitan tentang bekerja antara lain ialah:



‫نا لاب ىا هسلري ولللر ل‬ ‫لا الل لللهه‬ ‫نا لر س‬ ‫سللو ه‬ ‫نا ث لللووعرا ع للل و‬ ‫ةا ع للل و‬ ‫عل و‬ ‫ل‬ ‫ها ع لل لي وهه‬ ‫ها ع لل لي و ه‬ ‫صلل ىا الل ل ه‬ ‫نا ل‬ ‫ا أ ل‬،‫م‬ ‫ها ول ل‬ ‫ يا الل ل س‬ ‫سل ل ل‬ ‫ل‬ ‫داوسد لن لب ه ل‬ ‫و‬ ‫سللما ل‬ ‫لا ا ه ل‬ ‫نا ل‬ ‫لا ي لأك س س‬ ‫ا )رواه‬.‫ه‬ ‫لا ي لللد ه ه‬ ‫لا ه‬ ‫كنا ل‬ ‫ال ل‬ ‫نا ع ل ل‬ ‫م ه‬ ‫م و‬ .(‫البخنارى‬ Artinya: ‫ا‬Dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW, bahwa Daud AS tidak makan melainkan dari hasil kerja tangannya. (HR. Bukhari).59 Hadits tersebut menjelaskan bahwa nabi Daud AS tidak makan selain dari hasil kerja tangannya sendiri, hal ini menjadi hal yang diutamakan oleh beliau. Adapun sabda Rasulullah SAW tentang bekerja yang lainya berbunyi:



‫ن‬ ‫نا ا لل وعل ل‬ ‫نا لالنزب لي و ه‬ ‫ما رض يا اللللها عن لللها ع لولل ه‬ ‫وا ه‬ ‫را ب و ه‬ ‫ولع ل ه‬ ‫ يا صل ىا اللها عليها وسلما لقنا ل‬ ‫خذ ل‬ ‫نا ي لأ س‬ ‫)ا لل و‬:‫ل‬ ‫لالن لب ه ل‬ 57



Ibid., h.134. Ibid., h.136. 59 Muhammad Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Alih Bahasa Oleh M.Faisal, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 32. 58



34



‫ا فليللأ و‬,‫ أ لحللدك سما حبل للله‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫لل‬ ‫ط‬ ‫ح‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫نا‬ ‫لل‬ ‫م‬ ‫ةا‬ ‫لل‬ ‫م‬ ‫ز‬ ‫ح‬ ‫ب‬ ‫ت يا‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ه س و ل‬ ‫ل س و ل و س‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫خويللنر‬ ‫ا ل‬,‫ه‬ ‫ا فلي لك س ل‬,‫ا فلي لهبيعللهنا‬,‫ه‬ ‫ع للل ىا ظ لهوره ه‬ ‫فا ب هلهناا ول و‬ ‫جلهلل س‬ ‫ل لها منا أ لنا يسأ ل‬ ‫طوها أ ل‬ ‫لا لالنناسا أ ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ها (ا‬ ‫عللو‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫وا‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫س ه و و ل و‬ ‫س‬ ‫س و ل‬ ‫ل‬ . ‫ها ا لل وب س ل‬ ‫لرلوا س‬ ‫خنارهين‬ Artinya: Dari Zubair Ibnu al-'Awwam RA bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang dengan seonggok kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya dan dengan hasil itu ia menjaga kehormatannya adalah lebih baik daripada ia meminta-minta orang yang terkadang mereka memberinya atau menolaknya. Riwayat Bukhari.60 Hadits tersebut mengutarakan bahwa Rasulullah SAW mengutarakan bahwa orang yang pergi ke gunung dengan membawa seutas tali untuk mencari kayu bakar yang kemudian ia jual, maka apa yang dihasilkan dari menjual kayu bakar itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada sesama manusia. Hadits-hadits yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa bekerja merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang amat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja. Ketika seseorang merasa kelelahan setelah pulang bekerja, maka Allah SWT mengampuni dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja, berusaha untuk mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk 60



Ibnu Hajar Atsqalani, Terjemah Hadits Bulughul Maram, Alih Bahasa Oleh Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah Press, 1994, Cet. Ke-3, h. 212 – 213.



35



membiayai kebutuhannya sendiri ataupun kebutuhan anak dan istri (jika sudah berkeluarga) dalam Islam orang seperti ini dikategorikan jihad fi sabilillah.61 Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi bagi mereka yang mau berusaha dengan sekuat tenaga dalam mencari nafkah (penghasilan). 5. Pengertian, Sejarah dan Ketentuan Umum Bank Konvensional a. Pengertian dan Sejarah Bank Konvensional Istilah bank konvensional pada dasarnya adalah



untuk



membedakan bank yang tidak menggunakan prinsip-prinsip syariah dengan bank yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Maka untuk mendefinisikan pengertian bank konvensional dikemukakan pengertian “bank” dan “bank konvensional”. Menurut Undang-Undang



No.



7



Tahun



1992



tentang



Perbankan pada BAB I Pasal 1 ayat 2, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.62 Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967, bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.63 Menurut Sigit Triandaru dan Toto Budisantoso:



“Bank



konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan



61 Abdurachman Qodir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, h. 34. 62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 ayat (1). 63 M. Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 40.



36



dana berupa bunga atau sejumlah imbalan dan presentase ini biasanya ditetapkan pertahun.”64 Di dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa Bank (perbankan) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Selain dari itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang bank atau giral. Jadi kegiatannya bergerak dalam bidang keuangan serta kredit dan meliputi dua fungsi penting, yaitu sebagai perantara pemberi kredit dan menciptakan uang.65 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso menjelaskan dalam bukunya yang berjudul “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, bahwa praktek perbankan sebenarnya sudah ada sejak zaman Babilonia, Yunani dan Romawi, praktik-praktik saat itu sangatlah membantu lalu lintas perdagangan. Awalnya praktik perbankan pada saat itu terbatas pada tukarmenukar uang. Lama-kelamaan praktik tersebut berkembang menjadi usaha tabungan, menitipkan ataupun meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman.66 Dari beberapa rumusan tersebut jelas bahwa bank, yakni bank konvensional selalu dikaitkan dengan lalu lintas uang yang didalamnya memiliki



menyimpan



uang dan meminjamkan



uang dan untuk



keuntungannya bank tersebut menerapkan sistem bunga.



64



Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat, 2006, h. 153. 65 M. Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, h.39. 66 Sigit Triandaru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, h. 4.



37



Ahamaed Kameel Mydin Meera, Associate Professor Fakultas Ilmu Ekonomi International Islamic University Malaysia (IIUM) merujuk pada sistem ekonomi kapitalis yang memang basis utamanya adalah bunga. Dari awal munculnya hingga kini kapitalisme terus menjadi sorotan karena selalu dianggap sebagai penyebab dari berbagai krisis ekonomi. Krisis yang terjadi pada September 2008 misalnya, dianggap sebagai krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah setelah The Great Depression, 1930an. Dan tragedi ini bisa saja terjadi lagi dan bahkan bisa lebih buruk.67 Jika melihat beberapa krisis keuangan global yang melanda negaranegara Eropa, Amerika dan Asia, maka kita akan sampai pada kesimpulan bahwa penyebab dari semua ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis bunga. Keadaan ini juga menjadi bukti konkret jika ideologi yang diusung kapitalisme sudah tidak mampu lagi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia, bahkan banyak ekonom yang mengkritik sistem ini.68 Salah satu ekonomi yang mengkritik adalah Umar Vadillo dari Scotlandia dan juga penulis buku, The Ends of Economics yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Menurutnya, kapitalisme justru telah melakukan “perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah riba.69 Setidaknya ada dua alasan utama kenapa kapitalisme disebut-sebut sebagai biang keladi krisis keuangan global saat ini. Pertama, kapitalisme telah memperlebar kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia 67



Herman, “Merindukan Ekonomi Berkeadilan”, Tabligh, No. 01/XI, 1434 H, h. 33. Ibid., h. 33 – 34. 69 Ibid., h. 34. 68



38



yang mengakibatkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Kedua, kapitalisme telah menjajah negara-negara berkambang dengan jebakan hutang yang menyulitkan mereka dalam pembayaran bunga. Jangankan membayar utang pokoknya, membayar bunganya saja keteteran. Hal ini mempertahankan hegemoninya terhadap negara-negara berkembang.70 b. Ketentuan Umum Bank Konvensional Ketentuan-ketentuan umum bank antara lain diatur dalam UU No. 7 tahun 1962 tentang perbankan. Dari ketentuan tersebut kita memahami karakter umum bank konvensional, antara lain dalam menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 71 Adapun sumber dana yang di himpun berupa simpanan yang dipercaya masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lainnya.72 Lembaga yang termasuk dalam sistem perbankan adalah lembaga keuangan



yang



berdasarkan



peraturan



perundangan



yang



dapat



menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.73 Dana yang berhasil dihimpun oleh bank menjadi sebuah beban bagi bank apabila dana yang dihimpun itu dibiarkan begitu saja tanpa ada 70



Ibid. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 ayat (1). 72 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 1 ayat (6). 73 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h. 69. 71



39



usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adalah dana deposan (penyimpanan uang dengan deposito) yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbalan jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan.74 Dana yang berhasil dihimpun dilaksanakan dalam berbagai macam bentuk penggunaan dana dengan tujuan dasar untuk memperoleh penerimaan. Agar penyaluran keuntungan



untuk



bank,



dana



maka



tersebut



biaya



yang



dapat menghasilkan dikeluarkan



dalam



penghimpunan dana harus lebih kecil daripada penerimaan yang diperoleh dari penyaluran dana. Hal ini menjadi landasan pemikiran mengapa tingkat bunga pinjaman lebih besar daripada bunga simpanan. Tingkat bunga simpanan ditambah



dengan berbagai unsur dijadikan dasar untuk



menentukan tingkat bunga pinjaman bank.75 Mengenai perbankan ini sudah dikenal kurang lebih 2500 sebelum masehi di Mesir Purba dan Yunani dan kemudian oleh bangsa Romawi. Perbankan modern berkembang di Italia pada abad pertengahan yang dikuasai oleh beberapa keluarga untuk membiayai kepuasan dan perdagangan wol. Selanjutnya berkembang pesat pada abad 18 dan 19. Sesuai dengan fungsinya bank-bank terbagi kepada bank primer yaitu 74



Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangann Lain Edisi 2, Jakarta: Salemba Empat, 2006, h. 102. 75 Ibid., h. 106.



40



bank sirkulasi yang menciptakan uang dan bank-bank sekunder yaitu bank-bank yang tidak menciptakan uang, juga tidak dapat memperbesar dan memperkecil arus uang, seperti bank-bank umum, tabungan, pembiayaan usaha dan pembangunan. Oleh Fuad Muhammad disebutkan keuntungan



yang



diperoleh



perusahaan



bahwa bank,



bunga karena



adalah jasanya



meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga bertambah banyak. 6. Konsep Kerja Bank dalam Pandangan Hukum Islam Keberadaan bank sebagai lembaga keuangan yang dianggap sangat membantu kehidupan masa kini dalam mengelola keuangan dan dalam bertransaksi. Menurut Umar Vadillo dalam bukunya The End od Economics: an Critique of Economics bank menjadi bisnis yang paling baik tetapi keberadaan bank merupakan kejahatan sejak dahulu yang disebut riba. Kemudian Umar Vadillo menjelaskan cara kerja sebuah bank sebagai berikut: pertama, bank bekerja berdasarkan suatu sistem tabungan (deposito). Setiap kali sebuah bank memberikan suatu pinjaman, deposito di bank pun dibuka. Misalnya jika seseorang meminjamkan uang untuk membeli sesuatu, pihak bank akan meningkatkan deposito yang dimilikinya untuk orang itu yang jumlahnya sama dengan jumlah uang yang diberikan kepada orang itu. Deposito itu merupakan tanggung jawab bank. Pemilik deposito itu pun berhak mengambil uangnya. Semua deposito berkaitan dengan pengusaha bank atas aktiva (asset) sebagai hasil dari mencari deposito itu sendiri. Jadi



41



ketika seorang pegawai menyimpan gajinya di bank, aktiva pihak bank meningkat dengan adanya simpanan sehingga kewajiban pihak bank bertambah sejumlah deposito baru dari nasabah tadi.76 Dari sisi aktiva pihak bank menguasai sebagian cadangan uang kas dalam bentuk uang kertas dan koin di brankasnya dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk rekening bank sentral. Semua bank komersial memiliki simpanan (banker’s deposits) di bank sentral yang berfungsi sebagai bank of the bank (bank-nya bank). Kedua, jenis rekening yang cepat dan mudah dicairkan (melalui bank milik Negara yang angka-angkanya dapat diubah menjadi kas. Investasi dalam istilah perbankan merupakan penanaman saham milik pemerintah yang tidak mmengenal rugi (bebas). Hal terakhir dalam kelompok aktiva adalah advances, yaitu pinjaman dan overdraft (ambil alih aset pihak lain) yang merupakan bisnis bank yang paling mendekatkan uang.77 Adapun tanggung jawab (libilitas) adalah seluruh simpanan di bank (dalam wujud angka) yang menyatakan bahwa jumlah rekening saat ini (account)



dan jumlah deposito berjangka (time deposits) yang dimiliki.



Pendistribusian aktiva itu adalah kegiatan bank dalam memaksimalkan manfaat yang dimiliki. Di satu sisi, para pemegang saham ingin adanya investasi dan penyaluran dana yang paling menguntungkan. Dengan begitu, mereka memperoleh keuntungan besar daru tabungna (berupa angka secara teoretis) dengan menarik bunga kredit daru yang sebenarnya bukan milik bank.78 76 Umar Vadillo, Bank Tetap Haram Kritik Terhadap Kapitalisme, Sosialisme dan Perbankan Syariah” alih bahasa oleh: Sigit Kurnadi dan Tri Joko S, Jakarta: Pustaka Zaman, 2005, h. 77 – 79. 77 Ibid., h. 79 – 80. 78 Ibid., h. 80.



42



Kemudian untuk memenuhi kewajiban para nasabah pihak bank harus selalu siap menyediakan dana yang ditarik para nasabahnya sehingga mereka harus selalu memiliki kas yang besar. Sistem deposito pun memicu bank memberikan pinjaman uang tanpa ditunjang uang kertas pemerintah. Uang yang disimpan nasabah di bank segera diubah menjadi deposito (simpanan) bank berupa angka-angka atas nama nasabah untuk setiap rekening yang dimiliki. Namun ketika bank meminjamkan uang, bank pun melakukan hal yang sama dalam bentuk deposito bank, yaitu berupa angka yang dicatat atas nama seseorang. Angka-angka itu dibentuk bank dari sesuatu yang tidak ada meskipun semuanya dihitung dalam satuan mata uang.79 Keberadaan bank merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan saat ini, pengaruhnya sangatlah besar mengingat hampir semua orang disuatu Negara atau di Negara lain memiliki rekening bank untuk dapat menjalankan fungsi bank. ketika sebuah bank mencetak uang (dalam jumlah tertentu), tindakan bank itu akan berdampak kepada kita semua karena inflasi (peredaran uang kertas) mempengaruhi masyarakat di Negara tersebut. Orang yang menabung uangnya di bak atau dirumahnya akan mengalami kerugian, bahkan ketika melakukan transaksi sewaktu inflasi. 80 Para banker adalah penguasa foedal abad duapuluh. Mereka adalah para penguasa riba, sedangkan para pengelola negara (politisi) hanya boneka mereka. Undang-undang/konstisusi, ada sekelompk orang yang mengurusi hidup orang banyak dengan aturan tersebut disuatu Negara, dari situ para banker ikut serta dalam melancarkan bisnisnya.81 79



Ibid., h. 80 – 81. Ibid., 83 – 84. 81 Ibid., h., 85 80



43



7. Persoalan Riba, Bunga Bank dan Konsep Kerja Di Bank dalam Pandangan Hukum Islam a. Landasan Hukum Dan Macam-Macam Riba Dalam Islam Beberapa landasan tentang riba yang terdapat dalam Al Quran, berikut salah satu ayat yang membahas tentang riba terdapat dalam surah Al Baqarah (2) ayat 275, Allah SWT berfirman:



‫اللللذينا يللأ و‬ ‫س‬ ‫نا هإلا ك لل‬ ‫س‬ ‫مللنا‬ ‫مللو‬ ‫قو‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫بللناا لا‬ ‫ر‬ ‫نا ال‬ ‫لو‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ل ل ل‬ ‫ه ل ل‬ ‫ل س‬ ‫شي و ل‬ ‫ها ال ل‬ ‫س‬ ‫يل س‬ ‫ذيا ي لت ل ل‬ ‫نا ه‬ ‫ما ال ل ه‬ ‫طنا س‬ ‫قو س‬ ‫نا ال و ل‬ ‫خب لط س س‬ ‫ملل ل‬ ‫ملل ل‬ ‫كا بأ ل‬ ‫ل‬ ‫ح ل‬ ‫مث و س‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫عا ه‬ ‫ما لقناسلواا إ هن لل‬ ‫ل‬ ‫لا اللرلبناا ول أ ل‬ ‫مناا ال وب لي و س‬ ‫ذ لل ه ل ه س و‬ ‫ع ل‬ ‫ة‬ ‫ظلل ن‬ ‫موو ه‬ ‫نا ل‬ ‫عا ول ل‬ ‫ها ال وب لي و ل‬ ‫حلر ل‬ ‫ها ل‬ ‫جنالء س‬ ‫ما اللرلبناا فل ل‬ ‫الل ل س‬ ‫م و‬ ‫فا و أ ل‬ ‫ها إ هل للل ى‬ ‫ر‬ ‫لل‬ ‫م‬ ‫نا لرب ل ه‬ ‫ه‬ ‫مناا ل‬ ‫سل ل ل ل و س س‬ ‫ها ل‬ ‫ها لفنان وت لله ىا فلل ل س‬ ‫م و‬ ‫س‬ ‫عنادا فلأول لئ هلل ل ل‬ ‫م‬ ‫الل ل ه‬ ‫حنا س‬ ‫صلل ل‬ ‫نا ل ل‬ ‫با الن لللناهرا هسلل و‬ ‫ها ول ل‬ ‫كا أ و‬ ‫م و‬ ‫ن‬ ‫هفيلهناا ل‬ ‫دو ل‬ ‫خنال ه س‬



Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orangorang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah SWT. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.82 Orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya, pikirannya tidak menentu seperti orang kemasukan syaitan. Riba berasal dari kata bahasa Arab yang artinya lebih (bertambah). Sedangkan menurut syara



82



Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid 1, h. 420.



44



ialah kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi.83 Adapun tafsir dari ayat tersebut menjelaskan tentang dua macam riba sebagai berikut: 1. Riba Nasiah Riba nasiah yaitu



tambahan:



pembayaran



utang yang



dilebihkan oleh pihak yang berutang, karena adanya permintaan penundaan oleh pihak yang berutang. Tambahan pembayar itu diminta oleh pihak yang berutang setiap kali yang berutang meminta penundaan pembayaran utangnya. Contoh: A berutang kepada B sebanyak Rp 1.000.000,- dan akan dikembalikan setelah habis masa sebulan. Setelah habis massa sebulan A belum sanggup membayar utangnya karena A meminta kepada B agar bersedia menerima dengan syarat A menambahkan pembayaran, sehingga menjadi Rp 1.300.000,tambahan pembayaran dengan penundaan waktu serupa. Tambahan pembayaran ini mungkin berkali-kali dilakukan karena pihak yang berutang selalu meminta penundaan pembayaran, sehingga akhirnya A tidak sanggup lagi membayarnya, bahkan kadang-kadang dirinya sendiri terpaksa dijual untuk membayar utangnya.84 Inilah yang dimaksud dengan dengan firman Allah SWT dalam Al Quran Surah Ali Imron (3) ayat 130 Allah SWT berfirman:



83 84



Ibid., h. 421. Ibid.



45



‫يللناا أ ل‬ ‫ل‬ ‫من سللواا لا ت لللأ وك سسلواا اللرب لللنا‬ ‫ذي‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫للناا ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫نا آ ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ةا لوات ل س‬ ‫ضناع ل ل‬ ‫ف م‬ ‫م ل‬ ‫ أ و‬ ‫ها ل لعلل لك سلل و‬ ‫قواا الل للل ل‬ ‫ضلعنامفناا س‬ .‫ن‬ ‫تس و‬ ‫حو ل‬ ‫فل ه س‬ Artinya: “Hai ‫ ا‬orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT supaya kamu mendapat keberuntungan.”85 Riba nasiah seperti yang disebutkan diatas banyak berlaku dikalangan orang Arab jahiliyah. Inilah yang dimaksud Al Quran. Bila dipelajari dan diikuti sistem riba dalam ayat ini dan yang berlaku di masa jahiliah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: a. Sistem bunga merupakan sistem yang menguntungkan bagi yang meminjamkan dan sangat merugikan si peminjam. Bahkan ada kalanya si peminjam terpaksa menjual dirinya untuk dijadikan budak agar dia dapat melunasi pinjamannya. b. Perbuatan itu pada zaman jahiliah termasuk usaha untuk mencari kekayaan dan untuk menumpuk harta bagi yang meminjamkan.86 Menurut Umar Ibnu Khattab ayat Al Quran tentang riba, termasuk ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah SAW wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti bunga yang dilakukan oleh orang Arab pada zaman jahiliah.87 2. Riba Fadhl Riba Fadhl yaitu menjual sejenis barang dengan jenis barang yang sama dengan ketentuan memberi tambahan sebagai imbalan bagi jenis



85



Ibid. Ibid. 87 Ibid. 86



46



yang baik mutunya, seperti menjual emas 20 karat dengan emas 24 karat. Riba fadhl itu diharamkan juga. Sama jenis dan kadarnya samasama tunai maksudnya ialah jangan merugikan salah satu pihak dari 2 orang yang melakukan barter.



Al Quran menyerupakan pengaruh



riba pada seseorang yang melakukannya, dengan pengaruh setan yang telah masuk ke dalam jiwa seseorang menurut kepercayaan orang Arab jahiliah. Maksud perumpamaan pada ayat ini untuk memudahkan pemahaman, bukan untuk menerangkan bahwa Al Quran menganut kepercayaan seperti kepercayaan orang Arab jahiliah.88 Allah SWT menyebut larangan tentang riba itu dengan cara mauizah (pengajaran), maksudnya larangan memakan riba adalah larangan yang bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri, agar hidup bahagia di dunia dan hidup penuh ketentraman dan kedamaian. Hingga akhirnya ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang telah melakukan riba dan orang-orang yang telah berhenti melakukan riba, kemudian mengerjakannya kembali setelah turunnya larangan ini, mereka termasuk penghuni nereka mereka kekal di dalamnya. 89 b. Bunga Bank Dalam Islam Dalam masyarakat kini dalam dunia perbankan misalnya, memiliki yang namanya bunga, di mana pengertian bunga tersebut dianggap sama halnya dengan riba. Karena hal tersebut sama-sama mendapatkan tambahan uang. Dalam praktek perbankan, bunga didapatkan dari hasil keuntungan 88 89



Ibid., h. 423 Ibid., h. 425.



pinjaman



uang



untuk



memperlancar



kegiatan



usaha



47



perusahaan atau orang yang telah meminjamkan uang tersebut, dengan begitu bank mendapatkan keuntungan seperti yang di jelaskan dalam sub bab sebelumnya. Islam memiliki doktrin tentang riba dan mengharamkannya. Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga terjadi perbedaan pendapat. Perkembangan dunia perbankan saat ini terus berkembang dalam perekonomian modern saat ini, sehingga dan hal ini hampir tidak mungkin untuk dihindari karena posisi bank saat ini merupakan salah satu kekuatan masyarakat modern. Dari satu segi ada tuntutan keberadaan bank itu dalam masyarakat untuk mengatur lalu lintas keuangan, di pihak lain, masalah ini dihadapkan dengan keyakinan yang dianut oleh umat Islam terhadap riba yang ada pada sistem perbankan di mana sejak awal kehadiran agama Islam telah didoktrinkan bahwa riba itu haram hukumnya. Hal telah berakar dalam masyarakat jahiliah yang merupakan pemerasan orang kaya terhadap orang miskin, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin tambah melarat.90 Keberadaan bank konvensional di tengah masyarakat muslimin dalam era globalisasi sekarang merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari dalam urusan bermuamalah. Di sisi lain dalam bidang aktivitas perekonomian nasional dan internasional serta era perdagangan bebas dewasa



ini



penggunaan



jasa



bank



konvensional



tidak



dapat



dikesampingkan begitu saja. Berbagai pendapat para ahli hukum berbeda



90



Muhammad Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, h. 40 – 41.



48



pendapat dalam tentang status hukum Islam berhubungan dengan kegiatan bank konvensional: 1. Dilarang Karena Haram Ahli hukum Islam yang berpendapat bahwa umat Islam dilarang mengadakan hubungan muamalah dengan bank konvensional. Bunga bank itu termasuk riba nasiah. Riba nasiah adalah kegiatan yang dilarang oleh hukum Islam. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak diperbolehkan mengadakan hubungan muamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dengan keadaan darurat atau terpaksa. Para ahli hukum yang berpendapat demikian diwakili oleh Abu Zahrah (guru besar Fakultas Hukum Universitas Kairo), Abul A’la Al Maududi (Pakistan), Muhammad Abdullah Al-A’rabi (penasihat Hukum di Islamic Congres Cairo). 91 2. Tidak Diharamkan Kegiatan kaum muslimin



bermuamalah



dengan



bank



merupakan perbuatan yang tidak dilarang. Adapun ahli hukum Islam yang berpendapat demikian ialah Syekh Muhammad Syaltut dan A. Hasan, pendiri pesantren Bangli (PERSIS). Beliau mengamukakan bahwa bunga bank seperti di negara kita ini bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat ganda sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.92 3. Perkara Mutasyabihat Menurut A. R Fachrudin (Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) mengemukakah bahwa terhadap masalah mutasyabihat ‫ ا‬sedapat mungkin dihindari kecuali ada alasan lain yang 91 92



Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 42. Ibid., h. 43.



49



berkaitan dengan kemaslahatan umum sesuai dengan tuntutan Islam. Bank pemerintah dipandang sebagi lembaga yang dipergunakan untuk memenuhi



kepentingan



umum,



yang



kemungkinan



kecil



kemungkinannya untuk rugi. Berbeda halnya dengan bank-bank swasta lainnya, dengan demikian tidaklah ada alasan untuk tidak menabung dan meminjamkan uang bank milik pemerintah jika hal itu dijadikan untuk memenuhi hajat hidup sejalan dengan ajaran Islam. 93 Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat A. R Fachrudin ialah yang mutasyabihat itu hanyalah bank milik negara saja yang diperbolehkan berhubungan bermuamalah, sedangkan bank-bank milik swasta tidak ada disebutkan. Sebagaimana yang hasil pertimbangan Majlis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo, Jawa Timur dalam poin ke 3 sebagai berikut: Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mutasyabihat”.94



93 94



Ibid., h. 43 – 44. Ibid.



50



BAB III METODE PENELITIAN



A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan mengalokasikan waktu penelitian kurang lebih selama dua bulan setelah seminar proposal atau tergantung pada data yang diperlukan oleh peneliti. Agar waktu yang digunakan tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam tahap pencarian dan pengumpulan data mengenai bagaimana hukum bagi pekerja di bank konvensional menurut para ulama di kota Palangka Raya. 2. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Palangka Raya dengan subjek para ulama-ulama yang berdomisili di kota Palangka Raya. Adapun judul penelitian tersebut ialah hukum bagi pekerja di bank konvensional (menurut ulama di Kota Palangka Raya). B. Pendekatan Objek dan Subjek Penelitian 1. Pendekatan Objek Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.



Pendekatan



kualitatif



menurut



Lexy J.



Moleong



adalah



menempatkan objek apa adanya yang disesuaikan dengan bentuk aslinya, sehingga data yang sesungguhnya dapat diperoleh.95 Bambang Waluyo menyebutkan pendekatan kualitatif deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan secara 48



sistematis faktual dan aktual mengenai suatu hal di daerah tertentu dan di saat



95



2007, h. 6.



Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosadakarya,



51



tertentu.96 Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif mempunyai beberapa ciri sebagai berikut: a. Natural Setting, yaitu data yang dikumpulkan secara langsung dari lingkungan nyata dalam situasi sebagaimana



adanya keadaan sampel



penelitian. b. Manusia sebagai instrumen atau dengan orang lain (responden) merupakan alat pengumpul data utama. Sangat tidak mungkin mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan di lapangan atau dengan cara tersebut, peneliti mendatangi sampel peneliti untuk mengumpulkan data yang di butuhkan. c. Metode kualitatif yaitu dengan pengamatan, wawancara atau penelaahan dokumen. Metode ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan: 1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila dengan 2.



kenyataan jamak. Menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan



3.



responden. Metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak



penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. d. Analisis data menggunakan metode induktif. e. Teori dari dasar (grounded teory) yaitu penelitian yang menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substansi yang berasal dari data. f. Bersifat deskriptif artinya data yang dianalisis berbentuk gambaran. g. Lebih mementingkan proses daripada hasil. h. Adanya batasan yang ditentukan atas dasar fokus yang timbul sebagi masalah dalam penelitian. i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data. j. Dasarnya bersifat sementara, artinya dapat berkembang terus selama pengumpulan data di lapangan.97 2. Pendekatan Subjek Penelitian 96 97



Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991, h.8 Lexy Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, h. 8 – 13.



52



Adapun subjek penelitian ini ialah para ulama yang ada di Kota Palangka Raya yang memiliki kriteria yang peneliti miliki. Dalam penelitian ini, peneliti untuk sementara ini telah mengantongi sejumlah nama ulama yang sekiranya dapat dimintai menjadi narasumber terkait dengan judul yang akan diteliti oleh peneliti. Adapun jumlah yang peneliti dapatkan untuk saat ini berjumlah 7 orang ulama. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu peneliti menentukan atau memilih ulama yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut: a. Subjek penelitian berdomisili di kota Palangka Raya. b. Ulama yang mengerti dan mendalami hukum tentang perbankan konvensional menurut pandangan Islam dan fiqih dengan perkembangan zaman saat ini (hukum Islam kontemporer). c. Subjek-subjek diakui ke-ulamaannya atau ke-ustadzannya oleh masyarakat luas atau secara terkenal menduduki jabatan yang membidangi masalah hukum Islam pada organisasi tertentu. d. Subjek peneliti merupakan orang-orang yang berpahamkan NU dan Muhammadiyah. e. Pernah mengisi suatu pengajian dan tanya jawab kepada jamaah. C. Metode Penelitian Penelitian hukum (legal research) ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Yaitu dengan cara memaparkan data-data yang diperoleh dalam bentuk deskriptif menurut bahasa.98 Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat perencanaan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.99 1. Jenis Penelitian 98 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian. (Palangka Raya: UMM PRESS). 2004. 99 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h.75.



53



Karena penelitian ini penelitian hukum, maka konsep dasarnya adalah penelitian kualitatif. Dalam memberi pengertian penelitian kualitatif Sabian Utsman mengemukakan: Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi, da;am hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Milller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.100 Pendekatan ini dipandang lebih relevan karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menentukan bagaimana hukum bekerja di bank konvensional menurut ulama di kota Palangka Raya dalam perspektif hukum Islam, di mana keberadaan bank dibandingkan dengan masa tasyrik hukum Islam merupakan sesuatu hal yang baru yang sangat berkembang pesat saat ini. Dalam penelitian ini, peneliti berpartisipasi aktif dengan para ulama yang ada di kota Palangka Raya dalam menentukan hukum bekerja di bank konvensional tersebut. 2. Data Penelitian Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, data sekunder dan data literatur sebagai berikut:



100



382 – 383.



Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, Yogyakarta: 2010, Cetakan ke-2, h.



54



a. Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. 101 Dalam penelitian



ini



penulis



akan



memperoleh



data



primer



melalui



interview/wawancara dari para ulama di kota Palangka Raya yang menjadi narasumber utama dari penelitian ini. b. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel atau diagram-diagram. 102 Dalam penelitian kualitatif yang menggunakan studi naskah atau studi dokumentasi, pendekatan kepustakaan merupakan media utama bagi pengumpulan data, sedangkan dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, naskah dan dokumen hanya dipandang sebagai sumber data sekunder yang memperkuat permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini, sumber data yang paling menentukan adalah gejala yang terjadi yang sifatnya aktual serta instrumentasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri.103 c. Data literatur ialah data yang di dapatkan melalui kepustakaan. Pada umumnya, penelitian yang menjadikan dokumen atau naskah sebagai sumber data, dapat digolongkan pada penelitian kualitatif dengan metode kepustakaan. Setiap penelitian dari yang paling sederhana sampai yang kompleks, akan memaparkan kegunaan studi literatur di setiap tahap penelitian, yaitu dari perencanaan, pelaksanaan, sampai penulisan 101 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. h. 42. 102 Ibid. 103 H. Afifuffin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009, h. 118.



55



penelitian hingga pembuatan laporan penelitian. Dalam penelitian kualitatif yang menjadikan peneliti sebagai instrumen utama atau sumber dara primer yang utama dan yang paling penting, literatur tetap diperlukan.104 E. Teknik Pengumpulan Data Penggalian bahan-bahan hukum diawali dengan mengambil sumber-sumber hukum akademik (academik journey) sehingga penelitian ini terfokus dengan baik, sebagaimana yang ditegaskan oleh Jawahir Thontowi sebagai berikut: Mencari jawaban komprehensif atas segala kupenasaran ilmiah terhadap fenomena sosial paradoks, termasuk dalam disiplin ilmu hukum merupakan tugas utama peneliti dalam penelusuran data lapangan. Data-data yang akan dicari tidak akan mencapai titik fokus bilamana peneliti tidak mempersiapkan pengembaraan akademik (academic journey) di perpustakaan secara lintas kultural atau di mana data-data itu tersimpan. Cukup rumit memang model penelitian kualitatif tersebut oleh karena tuntutan utamanya seorang peneliti harus memiliki kontak langsung dengan masyarakat selain mereka memiliki pengetahuan melalui bahan-bahan tersebut.”105 Dengan demikian data yang diperlukan dalam penelitian ini dilihat dari segi sumbernya ada yang berupa data primer (primary data)



yakni dengan



diperolehnya langsung dari para ulama di kota Palangka Raya. Selengkapnya teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Teknik Wawancara Wawancara adalah teknik pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informasi atau responden. Caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Kerlinger menyebutkan tiga hal yang menjadi kekuatan metode wawancara:



104 105



Ibid. Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, h. 383 – 384.



56



a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika responden tidak mengerti, peneliti dapat melakukan antisipasi dengan memberikan penjelasan; b. Fleksibel, pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tiap-tiap individu; c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan ketika teknik lain tidak dapat dilakukan.106 2. Teknik Observasi Di samping wawancara, data dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan melalui metode observasi. Menurut Nawawi dan Martini, observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsurunsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Observasi dibutuhkan untuk memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi dilakukan terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti, dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.107 3. Teknik Dokumentasi Metode atau teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti.108 Metode ini adalah metode pengumpulan data yang berasal dari non manusia. Salah satu bahan dokumenter adalah foto. Foto dapat digunakan sebagai sumber informasi karena mampu menggambarkan peristiwa yang terjadi. F. Pengabsahan Data 106



Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 131. Ibid., h. 134. 108 Ibid., h. 141. 107



57



Pengabsahan data diperlukan untuk menjamin atau menjaga kemurnian data-data hukum dari hasil penelitian dengan kenyataan yang sesungguhnya ada dan memang benar terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan untuk tetap memelihara dan menjamin kebenaran data dan informasi dari responden yang telah terkumpul. G. Analisis Data Analisis kualitatif data menurut Bogman dan Biklen yang dikemukakan oleh Lexy J. Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menyintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.109 Terhadap data yang dipaparkan yang sesuai dengan rumusan masalah, juga verifikasi dan dianalisis kembali yang mana akan disesuaikan dengan merujuk pada dasar-dasar hukum Islam yang merujuk pada Al Quran dan Hadits, Ushul Fiqh yang meliputi Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Kaidah-Kaidah Fiqhiyah terhadap hasil penelitian para ulama yang ada di Kota Palangka Raya tentang hukum bekerja di bank konvensional. Adapun analisis data kualitatif yang harus dilakukan dalam penelitian hukum ini yaitu: 1. Collection atau pengumpulan data yaitu mengumpulkan data dari sumber sebanyak mungkin mengenai bagaimana hukum bekerja di bank konvensional dalam perspektif hukum Islam menurut para ulama Kota Palangka Raya. 2. Reduction atau pengurangan data yaitu data yang didapatkan dalam penelitian tentang hukum bekerja di bank konvensional dalam perspektif hukum Islam 109



Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosadakarya, 2007, h. 248.



58



menurut para ulama Kota Palangka Raya setelah dipaparkan apa adanya, maka yang dianggap tidak kurang Valid datanya akan dihilangkan atau tidak dimasukkan dalam pembahasan. 3. Display atau penyajian data yaitu data yang didapatkan dari hasil penelitian tentang hukum bekerja di bank konvensional dalam perspektif hukum Islam menurut para ulama Kota Palangka Raya dipaparkan secara ilmiah oleh peneliti dengan tidak menutupi kekurangannya. 4. Conslusion Drawing Verifying, atau penarikan kesimpulan dan verifikasi ialah dilakukan dengan melihat kembali pada reduksi data (pengurangan data) dan display data (penyajian data), sehingga kesimpulan yang didapatkan dari hukum bekerja di bank konvensional dalam perspektif hukum Islam menurut pandangan para ulama yang ada di Kota Palangka Raya. 5. Untuk istinbath hukum penulis gunakan kaidah fiqh, ushul fiqh, antara lain:



‫ل‬ ‫ص س‬ ‫حت للل ى‬ ‫لا هف ىا ال وعس س‬ ‫ح س‬ ‫ملل ه‬ ‫ةا ل‬ ‫ص ل‬ ‫ملعنا ل‬ ‫قووهدا لوال و س‬ ‫تا ال ل‬ ‫ا لول و‬ ‫لا الد لل هي و س‬ ‫ي لد س ل‬ .‫ريم ه‬ ‫لا لوالت ل و‬ ‫لا ع للل ىا ال ولبناط ه ه‬ ‫ح ه‬ Artinya: Pokok hukum segala macam aqad dan muamalah ialah sah sampai ada dalil tertentu yang datang membatalkan atau mengharamkannya.110



‫ما ات ل ل‬ ‫ها س‬ ‫مناا س‬ ‫حره ل‬ ‫حره ل‬ ‫ما ا و‬ ‫خناذ سه س‬ ‫منال س س‬ ‫ست هعو ل‬ ‫ل‬ Artinya: Apa yang haram digunakan, haram juga didapatkan.111 H. Kerangka Berpikir Merujuk pada rumusan masalah yang telah dikemukakan oleh penulis untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif, maka penulis membuat skema sebagai gambaran dasar penelitian ini dalam dan menganalisis data yang tersedia yakni sebagai berikut:



110



Konsep Bekerja



Konsep Bank Konvensional dan



Imam Musbikin, Qawaidul Al Fiqhiyah, Jakarta: Rajawali Pers, 2001, h. 22. Hubungannya dengan Riba dalam 111 Dalam Pandangan Ibid., h. 162. Hukum Islam



Pandangan Hukum Islam Hukum Bagi Pekerja di Bank Konvensional dalam Pandangan Ulama Kota Palangka Raya



59



Tabel I. Kerangka Berpikir I. Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, adapun gambaran sistematika pembahasan penelitian ini sebagai berikut: Bab Satu tentang pendahuluan yang isinya meliputi: latar belakang adalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, Metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab Kedua tentang kajian pustaka yang terdiri dari deskripsi teoritik. Adapun deskripsi teoritik dalam penelitian ini meliputi: pengertian ulama, pengertian hukum Islam, konsep bekerja dalam Islam, serta pengertian, sejarah dan ketentuan umum bank konvensional, riba dan bunga dalam pandangan Islam. Selanjutnya kerangka berpikir yang dikemukakan penulis dalam penelitian ini. Bab Ketiga mengenai metode penelitian meliputi: waktu dan tempat penelitian, objek dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, pengabsahan data dan analisis data. Bab Keempat adalah berisi menganai Pemaparan Data yang meliputi Gambaran Umum Lokasi Penelitian, Gambaran Umum Subjek Penelitian, Laporan Hasil Penelitian dan Pembahasan dan Analisis yang meliputi Pandangan Ulama Islam Kota Palangka Raya tentang Hukum Bekerja di Bank Konvensional. Bab Kelima dalam skripsi ini meliputi tentang penutup Kesimpulan dan Saran.



60



BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kota Palangka Raya Palangka Raya merupakan Ibu kota dari Provinsi Kalimantan Tengah di Indonesia, secara geografis terletak pada 113 o30’ – 114o07’ Bujur Timur dan 1o35’ – 2o24’ Lintang Selatan. Wilayah administrasi Kota Palangka Raya terdiri atas 5 (lima) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit yang terdiri dari 30 Kelurahan dengan batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Kabupaten Gunung Mas b. Sebelah Timur : Kabupaten Gunung Mas c. Sebelah Selatan : Kabupaten Pulang Pisau d. Sebelah Barat : Kabupaten Katingan Kota Palangka Raya mempunyai luas wilayah 2.678,51 Km2 (2678.851 Ha) yang di bagi dalam 5 (lima) kecamatan yaitu kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit dengan luas masing-masing 117.25 Km2,583,50Km2, 352,56 Km2, 572 Km2 dan 10.053,14 Km2.112 2.



Jumlah Penduduk Jumlah penduduk 5Palangka Raya tahun 2012 ada 229.599 orang, 51,14 % laki-laki dan 48,86 % perempuan. Bersadarkan luas wilayah disbanding dengan jumlah penduduk Palangka Raya tergolong jarang, dimana ada hanya sekitar 86 orang per km perseginya.113



112 113



Badan Statistik Kota Palangka Raya Tahun 2013, h. 3. Badan Statistik Kota Palangka Raya Tahun 2013, h. 47.



61



Adapun jumlah penduduk yang ada di Palangka Raya berdasarkan jumlah penduduk laki-laki, perempuan dan kepala keluarga di Palangka Raya perkecamatan seperti kecamatan Pahandut, Sebangau, Jekan Raya, Bukit Batu dan Rakumpit. TABEL I INDIKATOR JUMLAH PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA Jumlah Jumlah penduduk Laki-laki Perempuan (kk) 1 Pahandut 40.977 39.347 80.324 2 Sabangau 7.714 7.169 14.883 3 Jekan Raya 60.790 58.388 119.178 4 Bukit Batu 6.337 5.858 12.195 5 Rakumpit 1.596 1.423 3.019 Jumlah 117.414 112.185 229.599 Sumber: Kantor Badan Statistik Kota Palangka Raya tahun 2013. Ketenagakerjaan Dari seluruh penduduk Palangka Raya, 69,78 % berumur 15 tahun ke No



3.



Nama kecamatan



atas yang merupakan penduduk usia produktif secara ekonomis. Sebagian besar penduduk (30,17 %) berumur 15 tahun ke atas bekerja di sector perdagangan, sedangkan sector terkecil penyerapannya adalah di sector listrik, gas dan air yakni, 0,64 %. Terjadi peningkatan jumlah pencari kerja di tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011, tetapi tingkat pendidikan pencari kerjanya terbanyak pada lulusan universitas/sarjana. Dari data ketenaga kerjaan juga terlihat tidak sebanding jumlah pangsa/permintaan tenaga kerja yang ada dengan tersediannya jumlah pencari kerja yang 4.



terdaftar.114 Jumlah Pemeluk Agama dan Aliran Kepercayaan di Kota Palangka Raya 114



Badan Statistik Kota Palangka Raya Tahun 2013, h. 47.



62



Bidang religius keagamaan menjadi salah satu unsur penting dalam pembangunanan masyarakat untuk menjadi bangsa yang beriman dan penuh takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.115 Berikut penulis sampaikan jumlah pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada di Kota Palangka Raya. TABEL II INDIKATOR JUMLAH PENDUDUK MENURUT AGAMA DAN ALIRAN KEPERCAYAAN No Agama Pemeluk Agama 1 Islam 216.884 2 Kristen 86.766 3 Katolik 5.657 4 Hindu 4.950 5 Budha 5.28 6 Konghucu 17 7 Lainnya 2.070 Sumber: Kantor Badan Statistik Kota Palangka Raya tahun 2013. 5. Banyaknya Fasilitas Tempat Ibadah di Kota Palangka Raya Berikut jumlah fasilitas Tempat Ibadah yang ada di Kota Palangka Raya berdasarkan kepercayaan masing-masing: TABEL III INDIKATOR JUMLAH FASILITAS TEMPAT IBADAH No. Kecamatan Mas -jid



Langgar / Musholla



Gereja Kato- Prolik testan



Kuil / sanggar pura / balai patahu Kuil / sanggar pura / balai patahu



1 2 3 4 5



Vihar Baa/ lai Catia



Pahandut 48 35 26 1 1 Sebangau 11 21 1 5 2 Jekan Raya 60 109 3 64 2 Bukit Batu 15 17 1 7 1 Rakumpit 4 6 4 6 Total 138 188 9 108 4 3 Sumber: Kantor Badan Statistik Kota Palangka Raya tahun 2013. B. Gambaran Umum Subjek Penelitian 115



Badan Statistik Kota Palangka Raya Tahun 2013, h. 79.



2 1 1 3 3 10



63



1. Umur dan Alamat Subjek Berikut penulis sajikan tentang gambaran umum seperti umur dan alamat subjek peneliti, sebagaimana tabel IV dibawah ini: TABEL IV INDIKATOR UMUR DAN ALAMAT SUBJEK PENELITI No 1 2 3 4 5 6



Nama Inisial SYA RM CHA MYM KHA ASP



Umur (Th) 49 Tahun 54 Tahun 50 Tahun 52 Tahun 52 Tahun 36 Tahun



Alamat Jalan Gelatik No. 14 Jalan Nyai Udang Jalan G. Obos Jalan Sejahtera Jalan Harum Manis Jalan G. Obos



64



2. Pendidikan dan Pekerjaan Subjek Penelitian Berikut penulis sajikan tentang gambaran umum pendidikan dan pekerjaan subjek peneliti, sebagaimana tabel V dibawah ini: TABEL V INDIKATOR PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN SUBJEK PENELITI No 1 2 3 4 5 6



Nama Inisial SYA RM CHA MYM KHA ASP



Pendidikan Akademik Dakwah S-2 S-1 S-2 S-3 S-2



Pekerjaan Wirasuasta dan Penceramah Dosen dan Penceramah Dosen dan Penceramah Dosen dan Penceramah Dosen dan Penceramah Dosen dan Penceramah



C. Laporan Hasil Penelitian 1. Pendapat Subjek I Nama : H. Syairi Abdullah Alamat : Jalan Gelatik No. 14 Pendidikan : Akademik Dakwah Umur : 49 Tahun a. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang keberadaan bank konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Dalam masyarakat kita ada memiliki dua pemahaman tentang bank konvensional ini: Yang pertama tidak ada menolak bank konvensional sebagian berpendapat mereka mengatakan tidak ada masalah dengan bank konvensional. Tetapi pendapat kedua mengatakan ini hanya bentuk kehatihatian bahwa mereka mengatakan bunga bank itu adalah riba karena kita membayar kelebihan dari apa yang kita pinjam dan lain sebagainya apa yang kita tabung kelebihannya disebut dengan riba. Maka dalam bentuk kehati-hatian (tidak mengatakan haram), maka dibentuklah yang namanya bank syariah, lewat bank syariah ini diupayakan tidak melalui sistem bunga tetapi dengan bagi hasil, dengan sistem bagi hasil ini terhindarlah kemungkinan-kemungkinan yang disebut dengan bunga atau riba tadi. Inilah para pemuka agama atau tokoh Islam terbagi yang seperti ini. Pendapat mana yang lebih kuat, kedua-duanya kuat, tapi dalam upaya untuk kehati-hatian dalam pengelola harta, maka kalo dibentuk bank-bank syariah itu lebih baik kita ambil disini, tetapi dengan catatan satu bahwa sistem syariah yang dijalankan oleh bank itu betul-betul sistem syariah



65



sebagaimana ajaran Islam, bukan sistem secara simbolis. Sementara ini kadang-kadang syariahnya simbolis. Karena kita umat Islam ini mempunyai padangan yang berbeda-beda, dan sepanjang itu tidak mengandung kemudhoratan bagi umat tidak masalah. Apalagi misalnya, peminjaman di bank itu baik bank konvensional maupun bank syariah tidak ada peminjaman untuk modal konsumtif tapi katanya untuk modal produktif, nah kalo modal produktif ini tidak ada masalah.”116 b. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Ada dalam Al-Quran dan sunnah itu mengatur pertama tentang kriteria orang bekerja, Allah mengatakan cita-citanya pada surah Al Jumuah ayat 910 mengatakan apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk mencari ridho Allah. Mencari ridho Allah artinya bertebaran dimuka bumi sesuai dengan profesi kamu masing-masing tapi yang dalam bekerja itu yang utama adalah mencari ridho Allah. Kemudian yang kedua, nabi mengatakan bayarlah upah buruh itu sebelum kering keringatnya, ini artinya bahwa Islam itu memerintahkan kita untuk bekerja tidak untuk menganggur, tidak untuk meminta. Menganggur dan meminta itu dikaitkan sebagai orang yang pemalas dan dihinakan dalam ajaran Islam. Sekali lagi bekerja apapun profesi kita dalam rangka mencari keridhoan Allah, karena bekerja mencari harta kekayaan, Islam menganjurkan umatnya untuk kaya karena Islam tidak ada menganjurkan kita untuk miskin. Maka terpenuhinya hukum Islam yaitu rukum Islam yang mengandung kekayaan yaitu haji dan zakat. Tidak akan bisa terpenuhinya haji jika tidak kaya, atau tidak akan bisa kita berzakat jika kita tidak kaya. Karena itu kita dianjurkan carilah kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi tetap dalam koridor keridhoan Allah dan tidak menyebabkan kemudhoratan bagi orang lain. Untuk seorang yang bekerja di bank konvensional itu tidak ada masalah bekerja di bank konvensional itu, sepanjang pertama, kita bekerja secara professional. Kedua, yang kita dapatkan itu halalan toyyiban (halal dan baik yang kita dapatkan), kadang-kadang jangan dikira lo, karena bekerja di bank syariah itu halalan toyyiban belum tentu, bekerja di bank konvensional maupun syariah, kalau memang itu niatnya lain/tidak bagus, jadi tidak masalah kita bekerja di bank konvensional sepanjang kita bekerja secara professional dan dalam rangka mencari keridhoan Allah dan yang kita dapatkan itu halalan toyyiban tidak ada masalah. Karena, jika kita ingin bekerja di bank tapi mencari bank syariah, sedikitkan dalam satu kota, sedangkan bank konvensional terbuka banyak. Apakah kita harus menutup diri, tidak. Kalo kita tidak, sementara kita menunggu yang ini belum jadijadi, berarti kita menganggur dong, jadi kita tetap mempertahankan prinsip 116



Wawancara dengan SYA, Tanggal 22 Agustus 2014, Pukul: 10.30 WIB.



66



dan nilai-nilai syariat Islam tetapi kita juga harus melihat situasi dan kondisi yang bagaimana.”117 2. Pendapat Subjek II Nama : H. Rois Mahfud, M. Pd. Alamat : Jalan Nyai Udang Pendidikan : S2 Umur : 54 Tahun a. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang keberadaan bank konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Keberadaan bank konvensional itu kan sah secara negara, karena bank itu ada yang bank konvensional dan bank syariah. Cumakan seperti bank syariah itu jelas bukan mengacu pada riba, konvensional ini memang tidak juga, karena secara umum sebagian ulama ada yang membolehkan bunga, ada juga sebagian ulama yang mengharamkan bunga di bank konvensional itu. Karena sifatnya bank itu memberikan kita keuntungan yang tidak disandari dengan sistem qirat tetapi dalam mudhorobat, kalau dalam Islam bank syariah itukan dengan mudharobah memang ada di dalam fiqih. Kita sebagaian ulama yang membolehkan sistem melakukan bank konvensional itu dengan istilah bunga itu kan berputar, karena pada prinsipnya juga merupakan bagi hasil. Ketika ia bank itu memanfaatkan simpanan para nasabah, tentunya ia juga mendapatkan keuntungan kemudian nasabah menempatkan uangnya itu merasa aman daripada disimpan dirumah, jadi sama-sama diuntungkan sebenarnya oleh sebab itu sebagian ulama membolehkan. Cuma selama sebagai nasabah ia tidak terlalu dirugikan, namun ada juga nasabah yang hanya untuk pengamanan uang mungkin yang penting aman ia tidak memikirkan bunga, malah ada orang itu bunganya tidak diambil karena khawatir semacam tambahan bunga kemudian tidak digunakan sebagai keperluan pribadi. Kekayaan itu apabila sudah sampai haul/hisabnya harus dikeluarkan zakatnya, tetapi tidak digabungkan dengan bunga. Kan simpanan di bank konvensional ada berbamacam-macam ada berbentuk giro yang itu lebih besar lagi dan selama tidak digunakan, dalam jumlah yang besar dan lebih besar juga suku bunga yang diberikan oleh bank konvensional itu. Sebenarnya memperaktekkan sistem mudharobah juga karena di situ menggunakan unsur antarodhin sifatnya, saya ga apa yang penting uangnya aman sebagai nasabah jadi perbankan diuntungkan karena dia bisa memanfaatkan untuk perekonomian, perkembangan bisnis disamping untuk keperluan institusi perbankan itu dan juga karyawannya keuntungannya untuk kita juga, memang gaya-gaya koperasi itu namanya simpan pinjam juga. Mungkin ulama-ulama yang mengharamkan bank konvensional itu mengatagorikan dengan riba. Tetapi untuk ulama yang 117



Wawancara dengan SYA, Tanggal 22 Agustus 2014, Pukul: 10.30 WIB.



67



membolehkan yang menghalalkan, itu memasukkannya kepada mudharobah juga cuma dengan bahasa lainnya rente alias bunga.”118 b. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Jadi yang namanya orang bekerja itu tidak apa-apa yang penting ia mengelola hanya sekedar memenuhi kewajibannya, kalau tidak memanfaatkan hanya untuk kepentingan pribadi saya kira kerja di bank itu tidak menyalahi. Yang menyalahi aturan kerja di bank itu dan memang memiliki keahlian di bidang perbankan, selama ia bekerja di bank sesuai dengan jerih payahnya, gajihnya itulah yang halal baginya. Sebagai bidang keahlian yang ia praktekkan sehingga itu menjadi sesuatu sumber penghasilan atau rezeki yang halal baginya. Kalau pekerja itu menunaikan tugasnya dengan menunaikan kewajibannya. Yang terpenting apa yang ia kerjakan tidak menjauhkan dirinya dari prinsip-prinsip ajaran Islam.”119 3. Pendapat Subjek III Nama : Drs. H. Chairuddin Halim Alamat : Jalan G. Obos – Samping Asrama Haji Palangka Raya Pendidikan : S-1 Umur : 50 Tahun a. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang keberadaan bank konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Menurut pendapat ulama bank konvensional itu ada yang masih bisa menerima, artinya tidak menghukumkan haram. Tetapi ada yang menghukumkan haram jika sudah ada bank syariah. Adapun yang menerima itu dengan alasan bahwa tidak termasuk dalam kategori af’ammudhoafah yaitu berlipat-lipat bunganya seperti rentenir, adapun yang tidak membolehkan itu karena sudah ada yang syariah sehingga tidak diterima lagi, tetapi keberadaannya tetap ada. Adapun yang membolehkan yaitu dikaitkan dengan biaya administrasi, jasa pegawai yang tidak berlipat ganda. Bunga yang relatife tidak terlalu besar, tapi bukan mengatakan kecil. Bunga yang relatife tidak besar seperti para rentenir, semuanya bank-bank yang terlepas dari bank itu kan (leasing) justru ini biasanya bunganya yang lebih besar daripada bank, kalo bank pemerintahkan biasanya terkendali tidak semau-maunya, kalo seperti leasing itu semau mereka. Karena dalam bank ini kan ada yang namanya jasa / fasilitas 118 119



Wawancara dengan RMF, Tanggal 28 Agustus 2014, Pukul: 18.45 WIB. Wawancara dengan RMF, Tanggal 28 Agustus 2014, Pukul: 18.45 WIB.



68



orang yang kita pakai. Sehingga penghasilannya tidak hanya dari bunga semata, tetapi dari hasil jasa-jasa bank seperti transfer, ATM, menyimpan uang dan fasilitas bank lainnya. Terkait dengan riba, sebagian ulama berpendapat selama tidak berlipat tidak menjadi masalah, artinya tidak dilarang. Tetapi untuk sebagian ulama memang ada yang memang keras melarang akan riba. Terkadang seperti pegawai dari pemerintah tidak terlepas dari bank konvensional, karena biasanya gajih seorang pegawai dibayarkan melalui bank konvensional yang memang milik pemerintah. Sehingga masyarakat sekarang masih belum bisa terlepas dari bank konvensional tersebut.”120 b. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Sesuai dengan kontrak atau kesepakatan terhadap peraturan yang sudah ditetapkan. Kriteria bekerja setiap ada pekerjaan wajib mendapatkan upah artinya kembali kepada kesepakatan yang telah disepakati. Yang biasanya itu disepakati diawal. Dalam Islam bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang didapat dari tangannya sendiri, bekerja sendiri termasuk yang afdhol dari hasil keringatnya sendiri. Bekerja di bank konvensional fiqih itu selama tidak mutlak minimal 2 pendapat dan memiliki celah-celah penafsiran yang lain salah satu. Menurut saya bekerja karena bank konvensional masih diperlukan untuk fasilitas keuangan negara, dalam Islam hal ini disebut mentolerir kepada hukum.”121 4. Pendapat Subjek IV Nama : H. M. Yamin Muchtar, M. Pd. Alamat : Jalan Sejahtera Pendidikan : S2 Umur : 52 Tahun a. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang keberadaan bank konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Bekerja di bank konvensional itu sebenarnya harus dipahami sebenarnya apa, bank konvensional itu apa. Bank konvensional itu selama tidak berbentuk kepentingan pribadi. Bank konvensional selagi itu milik pemerintah itu boleh, apapun juga yang didapatkan bank konvensional yang kadang-kadang sebagian orang mengategorikan riba, tapi karena 120 121



Wawancara dengan CRH, Tanggal 02 September 2014, Pukul: 09.12 WIB. Wawancara dengan CRH, Tanggal 02 September 2014, Pukul: 09.12 WIB.



69



kembalinya untuk pemerintah atau masyarakat itu dibolehkan, selama prosedurnya mengikuti tatacara yang umum berlaku dalam system perbankan. Artinya, bank syariah / bank konvensional itu ada ketentuan yang berlaku secara umum, misalnya dalam hal keuntungan / bahasa lainnya itu riba. Kalau memang wajar berlaku secara ketentuan umum bank konvensional milik pemerintah pasti akan mengikuti permainan perbankan yang berlaku, yang mana keuntungannya kembali kepada pemerintah mengayomi rakyatnya. Bekerja di bank itu selama bank itu sesuai dengan ketentunnya boleh-boleh saja, selama mengikuti ketentuan perbankan tersebut. Perbandingan bank konvensional dan bank syariah. Karena bank konvensional milik pemerintah dengan bank syariah dengan keadaannya itu dengan nuansa ke-Islaman, itu tidak berbeda hanya mereka sementara ingin di Indonesia mengalihkan nama, dari istilah-istilah perbankan dengan istilah ke-Islaman, prakteknya hampir sama, hanya saja dalam bank syariah itu ada pernyataan akad, dan itu hanya mengalihkan bahasa yang berlaku di bank konvensional sementara di Indonesia. Jadi orang yang bekerja disitu, selama dia mengikuti prosedur kepegawaian yang ditentuakan, itu sah dan halal. Sekarang kalo milik pribadi, itu keuntungannya tidak terfokus atau tidak terbagi untuk kesejahteraan masyarakat, berbeda dengan pemerintah. Sehingga lebih kepentingan untuk pribadi, dan kalo keuntungannya untuk masyarakat sebagian itu karena sebagai santunan / keterpaksaan. Perlombaannya kadang-kadang mencari dengan cara yang kadang-kadang tidak sesuai, kemudian yang bekerja disitu mendapatkan gajih walaupun mengikuti ketentuan perbankan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh ketentuan pribadi. Bank syariah itu bagaimana pun juga itu sedikit sama dengan perdagangan, cuma bedanya dalam bentuk mata uang, perdagangan itu tidak mungkin mau rugi, pasti akan ada untung. Untung dalam hal ini dicari oleh bank dari orang yang menaruh uang di bank, uangnya ini pasti diputar pertama kegunaannya faktor mata uang yang fluktuatif untung rugi, kedua untuk orang yang bekerja mengatur itu dari mana kalo bukan dari keuntungan itu. Jadi itu ada, selama ada ketentuan, walaupun dalam bunga itu kan sekarang bank konvensional bunga yang kalo kita bahasakan bunga itu tidak berfluktuasi artinya turun naik. Kalo dalam Islam yang namanya riba seperti rentenir, yang mematok misalnya 10 % itu yang dikategorikan riba, sama dengan orang yang menyimpan berupa deposito saya tidak membenarkan yang diperlakukan (itu haram).122 b. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Kalo aku secara pribadi membenarkan bekerja di bank konvensional itu, zaman sekarang ini orang tidak bisa melepaskan diri dari perbankan, 122



Wawancara dengan MYM, Tanggal 03 September 2014, Pukul: 10.11 WIB.



70



bagaimana pun juga karena kita mengikuti zaman ini perkembangan. Kalau dalam Islam bank syariah itu seperti memberi alternative kepada orang yang beranggapan bank konvensional itu riba. Tapi bank syariah itu hanya ditampilkan bagaimana ia merubah peng-istilahan dalam bank konvensional dalam istilah dalam Islam dan yang kedua hanya prilaku orang-orangnya saja secara pelayanan, toh di bank lain juga memberikan perlakuan yang kurang lebih sama. Jadi intinya bank konvensional milik pemerintah itu dibenarkan itu dibolehkan, selama ia mengikuti tatacara perbankan. Keuntungannya itu jelas ada, dan bukan untuk si pekerja hanya untuk mendapatkan ke pengelola, bila itu milik pemerintah maka kembalinya ke pemerintah keuntungan tersebut. Berapapun banyak orang yang pinjam di bank, si pekerja bank itu tetap akan mendapatkan gajihnya sesuai dengan yang disepakati, bukan berpatok berapa untung yang didapat kemudian disesuaikan dengan keuntungannya yang di dapat.”123 5. Pendapat Subjek V Nama : Dr. H. Khairil Anwar, M. Pd Alamat : Jalan Harum Manis Pendidikan : S3 Umur : 52 Tahun a. Bagaimana pandangan hukum Islam



tentang



keberadaan



bank



konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Sebenarnya bank yang ada sekarang itu memang beda dengan zaman nabi dulu yang memang menyekik dan itu memnag dzolim saat itu. Dzolimnya itu pertama, adanya proses riba, dia pinjam adanya riba nasiah, riba qodri, kalaunya pinjam nanti kelewatan waktunya tambah lagi trus tambah lagi. Kemuidan obyek orang yang meminjam itu adalah orang miskin, oleh sebab itu turunnya ayat latajlimuna walaa tujlamun. Sekarang kalau kita bawa pada konteks bank sekarang, apakah ada illat-nya itu dengan latajlimuna walaa tujlamun sekarang apakah ada yang menambah orang itu terdzolimi maka tidak boleh. Jadi kalau sekarang jika tidak ada latajlimuna walaa tujlamun melainkan antara suka sama suka, berarti boleh. Sekarang jika kita lihat pada zaman nabi memang betul tidak boleh, karena tangkulaknya semakin memeras, memaafkan malah membaebaskan atau menghentikan seharusnya, sekarang bank, peran bank konvensional itu kan sifatnya untuk membantu penyimpanan, membantu untuk pengembangan keuangan di masyarakat, membantu peminjaman, mentransfer uang dan jaminan-jaminan tertentu. Jika umpannya ia takut di dzolimi ya jangan pinjam, kalau di zaman sekarang lebih orang kaya yang minjam, berbeda dengan di zaman nabi yang sasarannya orang miskin. Mungkin ada juga yang menyulitkan pinjam di bank itu terkadang ada juga yang nakal tapi disetiap perjanjian ada hukum bank, ada akad. Sebenarnya 123



Wawancara dengan MYM, Tanggal 03 September 2014, Pukul: 10.11 WIB.



71



kalau ada akadnya itu kalau ia menandatangani berarti dianggap suka sama suka sudah dan untuk menerima resiko. Saya kira orang sekarang meminjam dengan perasaan suka sama suka, jika tidak itu jmerasa menyakiti dia ya jangan pinjam. Jika kita sudah mengambil pilihan disitu artinya kita sepakat dengan system tersebutkan, apakah system itu sesuai dengan syariah atau tidak, itu kan pilihan. Sekarang kalau mau benar-benar memilih memang murni betul-betul itu diaanggap sesuai dengan syariat Islam silahkan ia bekerja di bank syariah. Tapi kalo di bank konvensional itu sendiri menilai belum tentu haram juga, belum tentu itu salah, karena di situ ada unsur bagi hasilnya dan kita tidak dipaksakan disitu karena ada pilihan, artinya kalo kita ke bank konvensional berarti kita sepakat dengan sitem yang ditawarkan. Walaupun di sisi lain juga bank konvensional itu memanfaatkan situasi, jadi serba salah juga kadang-kadang, seandainya harus minjam itu terkena hukumnya darurat, sementara untuk meminjam di bank syariah itu bertele-tele juga terkadang syaratnya lebih mudah di bank konvensional dari aspek tehnik, tetapi secara legalitas hukumnya jelas yang lebih syariah adalah bank syariah, walaupun kadang-kadang nama saja yang seperti itu ujung-ujungnya ya bunga juga terkadang.”124 b. Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Sah-sah saja, karena tidak memaksa orang. Tidak semua bank itu tidak dihasilkan dengan simpan pinjam. Kalau menghukum bank itu haram maka jangan bekerja bank konvensioal itu. Kalau dalam Islam yang diminta dari sesuatu yang halal dan baik, prinsipnya dua itu saja, apakah betul itu halal dan baik. Jadi jika kedua kriteria itu terpenuhi maka apapun pekerjaannya itu halal. Ada juga hadits nabi itu mutasyabihat, apakah bank konvensional itu mustasyabihat yang remang-remang itu bisa jadi juga, namun hal itu belum tentu salah juga yang mereka praktekkan, artinya daeri sekian produk yang di jual mungkin ada yang bertentangan dengan nilai-nilai syariah tapi tidak semuanya. Selama yang dikerjakan itu baik dan melayani orang itu berarti halal saja yang kita kerjakan. Intinya selama tidak menyakiti orang dan orang senang aja di situ tidak jadi masalah karena orang bisa memilih apakah mau bank konvensional atau bank syariah.”125 6. Pendapat Subjek VI Nama : Akhmad Supriadi., M. Si. Alamat : Jalan G. Obos Pendidikan : S2 Umur : 36 Tahun



124 125



Wawancara dengan ASP, Tanggal 09 September 2014, Pukul: 09.45 WIB. Wawancara dengan ASP, Tanggal 09 September 2014, Pukul: 09.45 WIB.



72



a.



Bagaimana



pandangan



hukum



Islam



tentang



keberadaan



bank



konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? “Sebenarnya bank yang ada sekarang itu memang beda dengan zaman nabi dulu yang memang menyekik dan itu memnag dzolim saat itu. Dzolimnya itu pertama, adanya proses riba, dia pinjam adanya riba nasiah, riba qodri, kalaunya pinjam nanti kelewatan waktunya tambah lagi trus tambah lagi. Kemuidan obyek orang yang meminjam itu adalah orang miskin, oleh sebab itu turunnya ayat latajlimuna walaa tujlamun. Sekarang kalau kita bawa pada konteks bank sekarang, apakah ada illat-nya itu dengan latajlimuna walaa tujlamun sekarang apakah ada yang menambah orang itu terdzolimi maka tidak boleh. Jadi kalau sekarang jika tidak ada latajlimuna walaa tujlamun melainkan antara suka sama suka, berarti boleh. Sekarang jika kita lihat pada zaman nabi memang betul tidak boleh, karena tangkulaknya semakin memeras, memaafkan malah membaebaskan atau menghentikan seharusnya, sekarang bank, peran bank konvensional itu kan sifatnya untuk membantu penyimpanan, membantu untuk pengembangan keuangan di masyarakat, membantu peminjaman, mentransfer uang dan jaminan-jaminan tertentu. Jika umpannya ia takut di dzolimi ya jangan pinjam, kalau di zaman sekarang lebih orang kaya yang minjam, berbeda dengan di zaman nabi yang sasarannya orang miskin. Mungkin ada juga yang menyulitkan pinjam di bank itu terkadang ada juga yang nakal tapi disetiap perjanjian ada hukum bank, ada akad. Sebenarnya kalau ada akadnya itu kalau ia menandatangani berarti dianggap suka sama suka sudah dan untuk menerima resiko. Saya kira orang sekarang meminjam dengan perasaan suka sama suka, jika tidak itu jmerasa menyakiti dia ya jangan pinjam. Terkait dengan nilai uang dalam satu tahun terjadi penurunan nilai, yang penurunan nilai itu dianggap sudah menyesuaikan harga dia, kemudian disitu untuk si penabung tidak terlalu berharap dari bunga itu, memang kalau bagusnya silahkan saja bunganya itu mau kemana ia berikan kalau dia takut. Itukan penyesuaian harga seperti gajih, naik karena menyesuaika harga di masyarakat, sehingga tidak dianggap bunga itu nasiah, kalau dia merasa terganggung dengan tambahan itu silahkan jangan diambil jika hanya menyelamatkan uangnya/hartanya, berikan saja kepada orang lain, begitulah yang dilakukan oleh orang-orang yang menjaga hartanya. Tapi kalau menganggap itu syubhat, artinya hukumnya tidak jelas antara yang jelas kehalalannya atau jelas keharamannya. Kalau dia subhat uang pegawai negri itu juga syubhat, bisa saja pendapatan pajaknya dari perusahaan minuman tempat pelacuran misalnya. Jadi kalau orang-orang fiqih syubhat itu biasanya boleh saja, tapi jika orang yang wara (orang yang menjaga kesucian dirinya) ia tidak akan mengambilnya.”126 126



Wawancara dengan KHA, Tanggal 12 Oktober 2014, Pukul: 15.00 WIB.



73



b.



Bagaimanakah hukum para pekerja pada bank konvensional menurut ulama Islam Kota Palangka Raya? “Kriteria dalam bekerja ialah dia mau kemudian mampu dan amanah. Orang yang mau walaupun ia kadang tidak sesuai latar belakang pendidikannya tapi dia mau karena maunya makanya dia belajar. Oleh sebab itu untuk orang yang bekerja di bank konvensional itu tidak jadi masalah dan boleh saja. Meskipun kesimpulan larang MUI itu mengatakan mengharamkan bank konvensionalnya itu. Ada juga yang mengatakan itu boleh. jadi ada dua pandangan, jadi jika seperti orang yang wara itu tadi silahkan saja berpindah ke bank syariah. Tapi kalau saya tidak jadi masalah, karena ada dua pandangan berbeda tadi ada yang membolehkan dan tidak karena berpandangan riba.”127



D. Pembahasan dan Analisis 1. Bagaimana pandangan



hukum



Islam



tentang



keberadaan



bank



konvensional dan bagaimanakah dalam pandangan hukum Islam menyikapi adanya hal ini? Bank bagi masyarakat yang hidup di negara-negara maju, seperti negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang sudah merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bank merupakan mitra dalam rangka memenuhi semua kebutuhan keuangan mereka sehari-hari. Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan



seperti



tempat



mengamankan



uang,



melakukan



investasi,



pengiriman uang, melakukan pembayaran atau melakukan penagihan. Bagi suatu negara bank dapat dikatakan sebagai darahnya perekonomian suatu negara. Dengan kata lain, kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan suatu negara, maka semakin besar peran



127



Wawancara dengan KHA, Tanggal 12 Oktober 2014, Pukul: 15.00 WIB.



74



perbankan dalam mengendalikan negara tersebut. Artinya, keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan pemerintah dan masyarakatnya.128 Menyikapi keberadaan bank konvensional dalam pandangan hukum Islam dapat dilihat terlebih dahulu dari produk yang ditawarkan suatu bank, ketika bank tersebut mengggunakan system bunga maka perlunya pengkajian tentang



adanya



bunga



tersebut



sehingga



dalam



mengambil



sikap



keberadaannya dapat ditentukan berdasarkan kondisi dilapangan seberapa jauh pengaruh suatu bank konvensional. Melihat dari keuntungan suatu bank yang dijelaskan sebelumnya, bahwa bank konvensional mendapatkan keuntungan dengan bunga. Seperti yang telah penulis bahas sebelumnya pada deskriptik teoritik bahwa bunga bank sama dengan riba dan itu haram hukumnya. Sebagaimana dalam pembahasan tentang bunga bank dalam pandangan hukum Islam di BAB II terdapat tiga pendapat tentang seseorang yang berhubungan dengan bank konvensional: a. Orang Islam dilarang berhubungan dengan bank konvensional karena bunga bank termasuk riba, sehingga hal ini menjadi haram. Bunga bank itu termasuk riba nasiah. Riba nasiah adalah kegiatan yang dilarang oleh hukum Islam. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak diperbolehkan mengadakan hubungan muamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dengan keadaan darurat atau terpaksa.129 b. Kegiatan kaum muslimin bermuamalah dengan bank merupakan perbuatan yang tidak dilarang sehingga tidak diharamkankarena bunga bank seperti



128



Kasmir., Pemasaran Bank, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 11 –



129



Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, h. 42.



12.



75



di negara kita ini bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat ganda sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.130 c. Perkara Mutasyabihatsedapat mungkin dihindari kecuali ada alasan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum sesuai dengan tuntutan Islam. Bank pemerintah dipandang sebagi lembaga yang dipergunakan untuk memenuhi kepentingan umum, yang kemungkinan kecil kemungkinannya untuk rugi. Berbeda halnya dengan bank-bank swasta lainnya, dengan demikian tidaklah ada alasan untuk tidak menabung dan meminjamkan uang bank milik pemerintah jika hal itu dijadikan untuk memenuhi hajat hidup sejalan dengan ajaran Islam.131 Sehingga bank yang dimaksud hanyalah bank milik negara saja yang diperbolehkan berhubungan bermuamalah. Karena bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mutasyabihat”.132 Kemudian penulis menemukan pendapat dan tanggapan di kalangan para ulama dan ahli fiqih baik klasik maupun kontemporer tentang apakah bunga bank sama dengan riba atau tidak, dalam referensi lain. Tentang pengharaman bunga bank (karena bunga bank sama dengan riba) melalui berbagai fatwa yang dikemukan sebagai berikut: a. Muktamar II lembaga riset Islam Al-Azhar, yang dilaksnakan di Kairo (bulan Mei 1965) dan dihadiri utusan dari 35 negara Islam telah menyepakati beberapa hal diantaranya: Bunga dari semua pinjaman, hukumnya riba dan diharamkan. b. Rabithah Al-Alam Al Islami (keputusan no 6 sidang ke-9) di Mekkah, 1219 Rajab 1406 H, menyatakan: Bunga bank yang berlaku pada perbankan konvensional adalah riba yang diharamkan. 130



Ibid., h. 43. Ibid., h. 43 – 44. 132 Ibid. 131



76



c. Majmah fiqh Islami Organisasi Konferensi Islam/OKI (keputusan no. 10 OKI ke-2, 22 -28 Desember 1985 yang menyatakan: setiap tambahan atas utang yang telah jatuh etmpo dan orang yang berutang tidak mampu membayarnya dan sebagai imbalan atas penundaannya itu, demikian pula tambahan atas pinjaman yang ditetapkan di awal perjanjian, maka kedua bentuk itu adalah riba yang diharamkan dalam syariat. d. Bahtsaul Masail dalam Munas di Bandar Lmpung tahun 1992dhatul Ulama (PBNU) mendirikan bank Islam NU dengan system tanpa bunga. Sebenarnya dikalangan NU masih terdapat tiga pendapat tentang bunga bank, ada yang menyatakan bunga bank sama dengan riba, ada yang menyatakan tidak sma dan ada tyang menyatakan syubhat (meragukan). e. Lajhnah Tarjih (Muhammadiyah) tahun 1968 di Sidoarjo menyarankan kepada Pengurus Pusat (PP Muhammadiyah) untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam. f. Majlis Ulama Indonesia dalan lokakarya Alim Ulama di Cisarua tahun 1991 bertekad bahwa MUI harus segera mendirikan bank alternative. g. Fatwa Majelis Ulama Indonesai pada akhir tahun 2003 yang menyatakan bahwa bunga bank haram.133 Seperti yang telah dibahas dalam deskriptik teoritik, bahwa bank konvensional adalah bank yang aktivitasnya menggunakan sistem bunga dan bank konvensional hanyalah sebagai pembeda dari suatu bank antara menggunakan sistem bunga dan sistem syariah, dan untuk penjelasan bunga bank konvensional juga sudah dibahas oleh peneliti di deskriptik teoritik. Kemudian dari hasil wawancara peneliti kepada beberapa ulama di kota Palangka Raya tentang keberadaan bank konvensional menurut ulama kota Palangka Raya bahwa dikalangan masyarakat saat ini memiliki dua pemahaman pendapat menurut subjek I, II, III dan V meskipun berbeda bahasa namun hampir sama menyetujui keberadaan bank konvensional dan tidak mempermasalahkan. Masalah bank konvensional dalam pandangan hukum Islam merupakan masalah khilafiyah di kalangan ulama, ada yang



133



Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2008, hal 10.



77



membolehkannya dan ada yang mengharamkannya seperti sumber yang penulis dapatkan di atas. Subjek I mengatakan bahwa keberadaan bank konvensional tersebut selama tidak mendatangkan kemudhoratan, misalnya terkait dengan pinjaman uang di bank itu sendiri tidaklah dipinjamkan untuk modal konsumtif, melainkan modal produktif. Artinya bank tidak dengan mudah meminjamkan uang kepada calon peminjam kalau tidak memiliki usaha yang dapat dijadikan pertimbangan oleh pihak bank dan dilihat dari sisi kelayakan usaha calon peminjam apakah layak atau mampu dikemudian hari untuk membayar pinjaman tersebut disetiap angsurannya. Kaidah fiqih dalam hukum Islam yang menyinggung tentang bank sebagai berikut:



‫ل‬ ‫ص س‬ ‫حت للل ى‬ ‫لا هف ىا ال وعس س‬ ‫ح س‬ ‫ملل ه‬ ‫ةا ل‬ ‫ص ل‬ ‫ملعنا ل‬ ‫قووهدا لوال و س‬ ‫تا ال ل‬ ‫ا لول و‬ ‫لا الد لل هي و س‬ ‫ي لد س ل‬ .‫م‬ ‫لا لوالت ل و‬ ‫لا ع للل ىا ال ولبناط ه ه‬ ‫ح ه‬ ‫ري ه‬ Artinya: Pokok hukum segala macam aqad dan muamalah ialah sah sampai ada dalil tertentu yang datang membatalkan atau mengharamkannya.134 Maksud dari kaidah fiqih tersebut ialah apabila bank itu mempunyai akibat tidak membantu masyarakat, tapi menetapkan para peminjam uang dengan pembebanan bunga terlalu tinggi (berlipat ganda adh’afan mudha’afah) dan makin memberatkan jumlah hutang yang harus dibayar oleh pihak kreditur, maka hal itu tidak diperkenankan.135 Menurut subjek II bank konvensional itu memiliki yang namanya bunga dan itu merupakan bagi hasil di bank syariah, antara bunga dan bagi hasil itu sebenarnya hanyalah perubahan istilah yang pada intinya sama-sama 134 135



Imam Musbikin, Qawaidul Al Fiqhiyah, Jakarta: Rajawali Pers, 2001, h. 21. Ibid.



78



bagi hasil. Sedangkan menurut subjek III bunga itu selama tidak termasuk dalam kategori af’am mudhoaffah yang artinya berlipat-lipat bunganya seperti rentenir karena untuk menggajih para pegawai dan administrasi lainnnya menggunakan dari hasil usaha bank yang menghasilkan dari jenis usaha yang dimiliki oleh bank seperti adanya bunga tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 130:



‫و‬ ‫ل‬ ‫يناا أ ل‬ ‫ل‬ ‫ضلللعنامفنا‬ ‫ذي‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫للناا ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫من سللواا للا ت لللأك سسلواا اللرب لللناا أ و‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫نا آ ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ةا لوات ل س‬ ‫ضناع ل ل‬ ‫ف م‬ ‫حو ل‬ ‫ما ت سفول ه س‬ ‫م ل‬ ‫ها ل لعلل لك س و‬ ‫قواا الل ل ل‬ ‫س‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.136 Adapun jenis riba yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah riba yang ada pada zaman jahiliyah dengan model riba utang misalnya seseorang meminjamkan sejumlah uang kepada orang lain, kemudian pada suatu saat pemberi utang menagih utang tersebut. Akan tetapi, pihak pengutang belum bisa melunasinya, padahal telah jatuh tempo pembayaran, kemudian pemberi utang memberikan tenggang waktu lagi kepada peminjam utang dengan biaya tambahan kompensasi waktu yang berikan pada peminjam utang. Kemudian uang kompensasi tersebut digabungkan pembayarannya dengan jumlah hutang pokok.137 Adapun jenis usaha yang lain salah satunya ada berupa deposito yang menurut Subjek IV ini jelas haram karena adanya tambahan dari pokok harta 136



Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama,



1971, h. 97. 137



Abdul Azhim Jalal Abu Zaid, Fiqih Riba, Alih Bahasa oleh Abdullah, Jakarta Selatan: Senayan Publishing, 2011, h. 38.



79



yang bertambah setelah sekian bulan atau tahunnya. Hal ini jelas menginginkan keuntungannya dari bunga itu sendiri, berbeda halnya dengan orang menabung yang misalnya hanya ingin mengamankan uangnya karena khawatir disimpan dirumah. Adapun system yang dimiliki pihak bank sebenarnya menggunakan system bagi hasil baik itu bank konvensional maupun bank syariah, hanya bahasanya saja yang berbeda di sini sebagaimana yang diutarakan oleh subjek II. System yang ditawarkan oleh pihak bank bukan serta merta dalam bentuk keterpaksaan melainkan merupakan kesepakatan yang dilakukan diawal, jadi semuanya dikembalikan kepada nasabah itu sendiri, apakah mau di bank tersebut atau tidak dengan system yang dimiliki oleh sebuah bank. Menurut pendapat subjek IV bank konvensional itu selagi milik pemerintah itu boleh, apa pun yang didapatkan oleh bank konvensional itu selagi kembalinya kepada pemerintah dan masyarakat selama prosedurnya mengikuti tatacara yang umum dilakukan system perbankan. Lain halnya dengan bank milik pribadi yang tidak terfokus tujuannya pada kesejahteraaan masyarakat melainkan sebatas keuntungan pribadinya sendiri. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, pengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2 yang berbunyi bahwa: Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.138 138



Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Atas Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.



80



Melihat dari pengertian bank tersebut bahwa sebuah bank selain mengatur jalannya lalu lintas penghimpun dan penyalur peredaran keuangan juga dibebani suatu misi dalam perekonomian Indonesia, yakni meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Artinya dana yang dihimpun perlu dialokasikan kepada masyarakat dalam bentuk kredit agar daya beli dan atau modal usaha masyarakat dapat meningkat sehingga dapat meningkatkan laju dan pemerataan pembangunan ekonomi Indonesia. Tentunya bank mengemban misi tersebut tidak berarti mengabaikan kesehatan usaha bank itu sendiri, keduanya harus berjalan secara proporsional seperti tersebut pada UndangUndang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pada Bab II Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 yang berbunyinya: 139 Pasal 2: Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.140



Pasal 3: Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.141 Pasal 4: Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka menigkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.142 Maksud dari pasal 2 tersebut dengan “demokrasi ekonomi” ialah demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar



139



Faisal Afiff, dkk, Strategi dan Operasional Bank, Bandung: PT. Eresco, 1996, h. 4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 141 Ibid. 142 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. 140



81



1945.143 Pada Pasal 3 disimpulkan peranan bank dalam masyarakat adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dan kesejahteraan masyarakat yang ditegaskan kembali pada pasal 4. Pada zaman nabi Muhammad SAW tidak ada perbankan dan yang ada saat itu adalah pinjam meminjam uang, yang mana dalam jenis usaha perbankan saat ini juga memiliki salah satu produk simpan pinjam yang ditawarkan kepada masyarakat. Melihat salah satu adanya produk ini, menurut subjek V dan VI system peminjaman uang sekarang berbeda dengan yang ada di zaman nabi dulu dimana ketika meminjamkan uang bila terlambat dalam pembayarannya dikemudian hari berlipat bunganya dan juga sasaran orang meminjamkan uang di zaman dulu adalah orang miskin sehingga pada zaman dahulu itu menyekik dan mendzolimi, sehingga saat itu turun lah ayat yang membahas tentang adanya riba Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 279:



‫فعسلللواا لفللأ و‬ ‫ل‬ ‫ملل‬ ‫با‬ ‫ر‬ ‫حلل‬ ‫ب‬ ‫نواا‬ ‫ذ‬ ‫نا الللللهه‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫ل‬ ‫ما ت ل و ل‬ ‫لفللإ ه و‬ ‫نا لللل و‬ ‫ه و ع‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ما لل‬ ‫سول ه ه‬ ‫ها ولإ ه و‬ ‫وللر س‬ ‫وال هك س و‬ ‫سا أ و‬ ‫ما فلل لك سلل و‬ ‫نا ت سب وت س و‬ ‫ما سرسءو س‬ ‫ملل ل‬ ‫ن‬ ‫مو ل‬ ‫مو ل‬ ‫نا ولللا ت سظ ول ل س‬ ‫ت لظ ول ه س‬ Artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.144 Ayat ini merupakan penegasan yang terakhir kepada pemakan riba. Dimana dalam ayat ini sudah bersifat ancaman keras dan dihadapkan kepada orang yang telah mengetahui hukum riba, tetapi mereka masih terus 143



Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 Tentang



Perbankan. 144



Departemen Agama RI, Al Quran dan Tafsirnya, Jakarta: Departemen Agama, 2009, Jilid I, h. 420.



82



melakukannya. Ini berarti bahwa mereka yang tidak mengindahkan perintah Allah SWT, disamakan dengan orang yang memerangi agama Allah. Mereka akan diperangi Allah dan Rasul-nya. “Diperangi Allah”, maksudnya bahwa Allah akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di dunia dan di akhirat. “Diperangi Rasul-Nya” ialah para rasul telah memerangi pemakan riba di zamannya. Orang pemakan riba dihukumi murtad dan penentang hukum Allah, karena itu mereka boleh diperangi. Jika pemakan riba menghentikan perbuatannya, dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, mereka boleh menerima kembali pokok modal mereka, tanpa dikurangi sedikit pun juga. Sedangkan menurut Ibnu Jaarir ayat 279 ini diturunkan berhubungan dengan kesempatan Abbas bin Abdul Mutahallib dengan seseorang dari Bani Mugirah. Mereka sepakat pada zaman Arab jahiliah untuk meminjamkan uang yang disertai bunga kepada orang dari golongan Saqif dari Bani Amar yaitu Amar bin Umair. Setelah Islam datang mereka masih mempunyai sisa riba yang besar dan mereka ingin menagihnya. Maka turunlah ayat tentang riba dalam surah Ali Imran ayat 278 – 279. Menurut riwayat Ibnu Juraij: Bani Saqif telah mengadakan perjanjian damai dengan Nabi Muhammad SAW dengan dasar bahwa riba yang mereka berikan kepada orang lain dan riba yang mereka terima dihapuskan. Setelah penaklukan kota Mekah, Rasulullah SAW mengangkat Attab bin AAsid sebagai gubernur. Bani Amr bin Umair bin Auf meminjami Mugirah uang dengan jalan riba, demikian pula sebaliknya. Maka tatkala datang Islam, Bani Amr yang mempunyai harta riba yang banyak itu menemui Mugirah dan meminta harta itu kembali bersama bunganya. Mugirah enggan membayar riba itu. Setelah Islam datang, hal itu diajukan kepada gubernur Attab bin Asid. Attab mengirim surat kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah SAW. Rasulullah menyampaikan surat ini kepada Attab, yang isinya antara lain membenarkan sikap Mugirah. Jika Bani Amr mau menerima, itulah yang baik, jika mereka menolak berarti mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.145 Sedangkan pada saat ini banyak dalam hal yang meminjamkan uang di bank tersebut kebanyakan orang-orang yang kaya dan telah memiliki usaha dan pihak bank juga tidak mau memberikan pinjamannya jika tidak ada usaha yang ia kelola sebelumnya untuk meminjamkan uang tersebut sebagaimana yang diutarakan oleh subjek I pinjaman yang diberikan pihak bank bukanlah pinjaman konsumtif melainkan pinjaman yang produktif. 145



Ibid., h. 428.



83



Pendapat



kedua,



menurut



ulama



yang



mengharamkan



bank



konvensional sebagaimana yang diungkapkan subjek I ialah sebuah kehatihatian seseorang terhadap adanya riba dalam mengelola hartanya. Menurut Subjek III bank konvensional itu jika



sudah adanya bank syariah maka



diharamkan bank konvensional itu, tetapi dalam kehidupan saat ini, tidaklah bisa menghilangkan bank konvensional karena hubungannya masih milik pemerintah. Sebagaimana yang diungkapkan subjek I bahwa tentang bank konvensional ini memiliki pendapat ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan, dan keduanya sama kuatnya. Subjek V juga mengutarakan hal yang hampir sama bahwa adanya silang pendapat terhadap adanya bank konvensional di Mesir, seperti lembaga Al Azhar membolehkan adanya bank konvensional dan masih dianggap sah, sedangkan menurut Syekh Yusuf Qordhawi menilai bank konvensional itu dalam prakateknya riba atau bunga itu dianggap mutlak haram.



2. Bagaimana hukum bekerja di bank konvensional menurut ulama kota Palangka Raya? Bekerja menjadi sesuatu hal yang wajib dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dalam mencari rejeki, terlebih lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Menurut beberapa ulama kota Palangka Raya, hukum bekerja di bank konvensional dari hasil penelitian yang didapatkan menurut pendapat subjek I – VI semuanya membolehkan dan tidak ada masalah selama



84



pekerjaan tersebut dilakukan secara jujur dan professional tentunya mengharap keridhoan dari Allah SWT dan tidak membuat diri sendiri melenceng dari prinsip-prinsip ajaran Islam. Sebagaimana hadits nabi Muhammad SAW yang menganjurkan dan mengutamakan bekerja dengan hasil keringat dan tangannya sendiri:



‫دا‬ ‫م و‬ ‫لا الل لللهه‬ ‫ما لر ه‬ ‫نا ال و ه‬ ‫ق ل‬ ‫نا لر س‬ ‫ها ع لن و س‬ ‫ض ىا الل ل س‬ ‫سو و ه‬ ‫ها ع ل و‬ ‫عل و‬ ‫ه‬ ‫ا مللناا أ لك للل ل ل‬:‫ل‬ ‫ها ع لللي ه‬ ‫حللد ن‬ ‫لا أ ل‬ ‫ها لوا ل‬ ‫سللللما قلللنا ل ل‬ ‫صلل ىا الل ل س‬ ‫ل‬ ‫مناا قل ن‬ ‫طا ل‬ ‫ يا الل لهه‬ ‫لا ي لد ه ه‬ ‫خي ومراا ه‬ ‫ا ولإ ه ل‬،‫ه‬ ‫نا ع ل ل‬ ‫ط للعنا م‬ ‫نا ن لب ه ل‬ ‫مو ه‬ ‫م و‬ ‫سللما ل‬ ‫نا ي لأك س س‬ .‫ه‬ ‫لا ليللد ه ه‬ ‫لا ه‬ ‫دا ع لللي ه‬ ‫كنا ل‬ ‫داوس ل‬ ‫ل‬ ‫ها ال ل‬ ‫نا ع ل ل‬ ‫ملل ه‬ ‫م و‬ (‫)رواها البخنارى‬ Artinya: Dari Al Miqdan RA,dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Tidaklah seorangpun makan-makanan yang lebih baik daripada memakan hasil kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah SWT Daud AS makan dari hasil kerja tangannya. (H. R. Bukhari).146 Dalam hadits tersebut jelaskan bahwa diutamakan hasil bekerja sendiri dengan tangannya sendiri lebih baik dan mendahulukan apa yang dikerjakan langsung oleh seseorang daripada apa yang dikerjakan melalui perantaraan orang lain. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Daud AS yang mengutamakan bekerja dalam mencari makan dengan tangannya sendiri.147 Dalam surah Al Jumuah ayat 10 Allah SWT berfirman:



‫شللرواا فهلل يا اول ل‬ ‫صلل ل‬ ‫ل‬ ‫فلللإ ه ل‬ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫فنا‬ ‫ةا‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ضللي ل ه‬ ‫ذاا قس ه‬ ‫تا ال ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ه‬ ‫ها ك لث هيللمرا‬ ‫لا الل للل ه‬ ‫لواب وت لسغواا ه‬ ‫نا فل و‬ ‫ها لواذ وك سللسرواا الل للل ل‬ ‫ضلل ه‬ ‫م و‬ ‫ن‬ ‫ما ت س و‬ ‫حو ل‬ ‫فل ه س‬ ‫ل لعلل لك س و‬ 146 Muhammad Nashruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Alih Bahasa Oleh M.Faisal, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h . 32. 147 Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari, Alih Bahasa oleh Amiruddin, Jakarta: Putaka Azzam, 2005, Jilid 12, h. 61.



85



Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.148 Adapun maksud dari ayat tersebut ialah apabila shalat telah dilaksanakan maka umat Islam boleh bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan urusan duniawi dan berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat, hendaklah mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan dan lain-lainnya. Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu.149 Selain dari pada itu juga seperti yang diutarakan oleh subjek I bahwa perlunya untuk mencari yang halalan toyyibah, niatnya dalam bekerja itu benar atau memiliki niat yang baik maka itu lah yang halal baginya. Demikian juga yang diungkapkan oleh Subjek II selagi dari hasil jerih payahnya maka itulah yang halal bagi seorang pekerja tersebut. Subjek IV berpendapat dalam bekerja di bank konvensional itu atau yang sejenisnya dalam menerima gajih seorang pekerja tersebut tidaklah menerima gajihnya dengan mengikuti perkembangan bunga tersebut, yang mana apabila bunga naik maka gajih yang diterima oleh seorang pekerja tersebut ikut naik. Seorang pekerja di bank konvensional itu tidaklah menerima gajihnya dengan mengikuti banyaknya bunga atau keuntungan yang didapatkan, melainkan adanya kesepakatan awal yang sebelum seorang pekerja tersebut menerima pekerjaan yang diputuskan oleh calon pekerja 148



Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1971, h. 933. 149 Ibid., h.136.



86



tersebut dengan gajih sekian, artinya terletak pada kesepakatan sebelum orang tersebut bekerja. Adapun menurut ulama kontemporer Yusuf Qardhawi menanggapi tetang hukum seorang pekerja di bank konvensional dalam bukunya yang berjudul Hadyul Islam Fatawi Mu’ashirah Jilid 1 yang mencoba menjelaskan tentang hukum bekerja di bank konvensional. System ekonomi dalam Islam ditegakkan pada asas memerangi riba dan menggapnya sebagai dosa besar yang pada dasarnya dapat menghapus berkah dari individu dan masyarakat, bahkan mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat 150 sebagaimana firman Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 276 – 279 sebagai berikut:



‫ها ل‬ ‫صللد للقنا ه‬ ‫م ل‬ ‫تا لوالل للل س‬ ‫قا الل ل س‬ ‫ح س‬ ‫يل و‬ ‫ها اللرلبناا ولي سورب هلل يا ال ل‬ ‫فنارا أ ل‬ ‫ل‬ ‫با ك س ل‬ ‫مل سللوا‬ ‫ذي‬ ‫ل‬ ‫نا ا‬ ‫إ‬ ‫ما‬ ‫ثي‬ ‫ه‬ ‫يس ه‬ ‫من سللواا ولع ل ه‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ح ن‬ ‫نا آ ل‬ ‫ل‬ ‫لا ك ل ل ل ع‬ ‫ع ه‬ ‫واا اللز ل‬ ‫م‬ ‫كنا ل‬ ‫صل ل‬ ‫حنا ه‬ ‫صنال ه ل‬ ‫ةا ل لسهلل و‬ ‫تا ول ألقنا س‬ ‫مواا ال ل‬ ‫ال ل‬ ‫ةا لوآت ل س‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ما لولا ل‬ ‫خلوو ن‬ ‫ما ه‬ ‫عن و ل‬ ‫ أ و‬ ‫ما لولا هسلل و‬ ‫فا ع لل لي وههل و‬ ‫دا لرب لههلل و‬ ‫جسرهس و‬ ‫يحزنونا يناا أ ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ها ولذ لسروا‬ ‫للل‬ ‫قواا ال‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫نواا ا‬ ‫م‬ ‫نا آ‬ ‫ذي‬ ‫ل‬ ‫هناا ا‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ل و ل س ل ل‬ ‫ل‬ ‫ل ل‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ق‬ ‫مللؤ و ه‬ ‫ يا ه‬ ‫مناا ب ل ه‬ ‫نا فلللإ ه و‬ ‫نا اللرلبناا إ ه و‬ ‫نا ل للل و‬ ‫ما س‬ ‫نا ك سن وت س و‬ ‫ل‬ ‫مهني ل‬ ‫م ل‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫تل و‬ ‫سللول ه ه‬ ‫نا الل للل ه‬ ‫با ه‬ ‫ها ولإ ه و‬ ‫فعلسلواا فلأذ لسنواا ب ه ل‬ ‫ها وللر س‬ ‫حور ع‬ ‫م ل‬ ‫تبتما فلل لك سللما رسءوسا أ ل‬ ‫وال هك وس‬ ‫نا لول‬ ‫لل‬ ‫م‬ ‫ما لا ت لظ ول سه‬ ‫مللو ل‬ ‫سوس و‬ ‫س و ل‬ ‫و س‬ .‫ن‬ ‫مو ل‬ ‫ت سظ ول ل س‬ Arinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum 150



Yusuf Qordhowi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1, Alih Bahasa oleh As’ad Yasin, Jakarta: Gemaa Insan, 1995, h. 766.



87



dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.151 Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya agar memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlibat dalam kemaksiatan. Karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerjasama atas dosa dan permusuhan dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materil, perbuatan atapun perkataan.152 Rasulullah SAW bersabda:



‫سلو س‬ ‫ها قلللنا ل‬ ‫ل‬ ‫را لر ه‬ ‫نا ل‬ ‫نا لر س‬ ‫ها ع لن و س‬ ‫ يا الل س‬ ‫ا ل للعل ل‬:‫ل‬ ‫ض ل‬ ‫عل و‬ ‫جناب ه ع‬ ‫كلل ل‬ ,‫لا لاللرلبللنا‬ ‫سللللما آ ه‬ ‫ها ع لل لويلل ه‬ ‫اللللل ه‬ ‫ها ول ل‬ ‫صلللل ىا الللل س‬ ‫ها ل‬ ‫ا ول ل‬,‫ه‬ ‫ا وللقللنا ل‬,‫ه‬ ‫ا ول ل‬,‫ه‬ ‫م‬ ‫ا س‬:‫ل‬ ‫شللناه هد لي و ه‬ ‫هلل و‬ ‫كللنات هب ل س‬ ‫مللوك هل ل س‬ ‫ول س‬ ) ‫ما‬ ‫م و‬ ‫ل‬ ‫سل ه ن‬ ‫ها س‬ ‫وانء(ا لرلوا س‬ ‫س ل‬ Artinya: Jabir Radliyallaahu'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." (Riwayat Muslim) 153 Hadits serupa namun berbeda riwayatnya:



‫نا اك هلللل ل‬ ‫ها ول ل‬ ‫شللللناه هد لي وهه‬ ‫مللللؤ لك لل ل س‬ ‫لا لاللرب لللللناا ول س‬ ‫ل لعللللل ل‬ ‫ول ل‬ ‫رواها أحمللدا و أبللوداودا وابللنا مللناجه‬.(‫ه‬ ‫كللنات هب ل س‬ )‫ولترمذى‬ 151



Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, h. 69 – 70. Ibid, h. 767. Moh. Machfuddin Aladip, Terjemah Bulughul Maram, Semarang: Tohaputra, 1985,



152 153



h.409.



88



Artinya: Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya dan penulisnya. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).154 Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:



‫كلل س‬ ‫ا ا ه ل‬.‫ه‬ ‫ها لوا ل‬ ‫وا‬ ‫آ ه‬ ‫شللناه ه ل‬ ‫ذاع لل ه س‬ ‫دا س‬ ‫مللؤ لك لل ل س‬ ‫لا لاللرلبللناا لوا ل‬ ‫ملل و‬ ‫ذال ه ل‬ ‫ل‬ ‫صلللل ى‬ ‫ملل ع‬ ‫م ل‬ ‫مل وعسوون سللوو ل‬ ‫نا ع لل للل ىا ل ه ل‬ ‫ح ل‬ ‫نا س‬ ‫ا ل‬.‫ك‬ ‫دا ل‬ ‫سللنا ه‬ ‫سل ل ل ل‬ .‫ة‬ ‫م ه‬ ‫ما ال و ه‬ ‫ها ع لل لي و ه‬ ‫ها ول ل‬ ‫قلينا ل‬ ‫الل ل س‬ ‫ما ا هل ىا ي لوو ه‬ Artinya: Orang yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya, jika mereka mengetahui hal itu, maka mereka dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad SAW hingga hari kiamat. (An Nasa’i).155 Menurut Yusuf Qordhawi ketiga hadits shahih itulah yang menyiksa hati orang-orang Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah (persekutuan) yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba itu tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya dalam berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi masyarakat luas dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah SAW sebagai berikut:156



‫نا للي لب و ل‬ ‫نا ع للل ىا آللننا‬ ‫ق ىا ه‬ ‫حللد ن‬ ‫ما ا ل ل‬ ‫منا ن‬ ‫ل لليأا ت هي ل‬ ‫من وهس و‬ ‫سا لز ل‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫لا آلربللناا فلمللنا ل لللما يلل و‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ن‬ ‫لل‬ ‫م‬ ‫ها‬ ‫ب‬ ‫للنا‬ ‫ص‬ ‫ا‬ ‫ها‬ ‫لل‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫أا‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫و ل‬ ‫ا هللا ا لك ل ل ل ل‬ ‫س‬ ‫س‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ل و‬ )‫غ سلبنارههه(ا رواها أبوداودا وا ابنا مناجه‬ Artinya: Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorang pun melainkan akan makan riba; barang siapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah) 154



Yusuf Qordhowi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1, h. 768 - 769. Ibid. 156 Ibid, h. 768. 155



89



Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyakarat Islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khamar dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar. Setiap muslim yang mempunyai kepedulian akan hal ini hendak lah bekerja dengan hatinya, lisannya dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah (sarana) yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Disisi lain, apabila seorang muslim dilarang bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang nonmuslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.157 Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan dunia perbankan tergolong riba. Ada di antaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan perpialangan (makelar), penitipan dan sebagainya bahkan sedikit pekerjaan disana yang termasuk 157



Ibid., h. 770.



90



haram. Oleh karena itu, tidak mengapa seorang muslim menerima pekerjaan tersebut meskipun hatinya tidak rela dengan harapan perkekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhoi agama dan kondisinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia melaksankan tugasnya dengan baik, seperti menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Rabb-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niat yang dilakukan seseorang tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:158



‫مناا ل هك س ل‬ ‫واى‬ ‫ئا ل‬ ‫لا ا ل و‬ ‫ولا هن ل ل‬ ‫مره ع‬ ‫مناا ن ل ل‬ Artinya: Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari)159 Yusuf Qardhawi menutup fatwa tentang bekerja di bank konvensional dengan surah Al Baqarah ayat 173 tentang kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan seseorang untuk menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan rezeki sebagaimana firman Allah SWT 160 tersebut yang berbunyi:



‫ن‬ ‫ضط سلرا غ لي ولرا لبناعغا لولا ل‬ ‫ما ع لل لي و ه‬ ‫ها إ ه ل‬ ‫نا ا و‬ ‫عناعدا لفلا إ هث و ل‬ ‫فل ل‬ ‫م ه‬ ‫م‬ ‫ها غ ل س‬ ‫فونرا لر ه‬ ‫حي ن‬ ‫…الل ل ل‬ Artinya: ….Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak mengingatkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.161 158



Ibid., h. 770. Muhammad Nashiruddin Al Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Alih Bahasa Oleh M.Faisal, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007, h. 116. 160 Yusuf Qordhowi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1, h. 771. 161 Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1971, h. 42. 159



91



Berikut penulis menambahkan sedikit tentang tenaga kerja dalam Islam. Menurut Imam Syaibani: “Kerja merupakan usaha untuk mendapatkan uang atau harga dengan cara yang halal. Dalam Islam kerja sebagai unsur produksi didasari konsep istikhlaf, dimana manusia bertanggung jawab untuk memakmurkan dunia dan juga bertanggungjawab untuk menginvestasikan dan mengembangkan harta yang diamanatkan Allah untuk menutupi kebutuhan manusia.162 Sedangkan tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilaksanakan fisik atau pikiran. Tenaga kerja sebagai satu faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan.163 Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan melarang umatnya untuk bermalas-malasan bahkan menjadikannya sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allah akan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal/kerja sesuai dengan Firman Allah dalam QS. An Nahl (61) ayat 97:



 ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬  ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬ ‫ ا‬  ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.164 162



Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis Edisi Pertama, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2008, h. 227. 163 Ibid. 164 Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, h. 417.



92



Al Quran memberikan penekanan utama dalam penekanan utama terhadap pekerjaan dan menerangkan dengan jelas bahwa manusia diciptakan di bumi ini untuk bekerja keras untuk mencari penghidupan masing-masing. Kontrak kerja (Ijarah) dalam Islam adalah pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musyta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang ajir. Ijarah merupakan transaksi tehadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi. 165 Syarat sah dan tidaknya transaksi ijarah tersebut adalah adanya jasa yang dikontrak haruslah jasa yang mubah, tidak boleh memberikan jasa yang diharamkan kepada seorang ajir. Adapun kesepakatan kerja yang harus disepakati sebagai berikut: 1.



Ketentuan kerja, jenis pekerjaannya harus dijelaskan, karena transaksi ijarah yang tidak jelas hukumnya adalah fasid (rusak) dan waktunya harus ditentukan, misalnya harian, bulanan atau tahunan. Selain itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan. Dari Ibnu Masud berkata: Nabi SAW berkata: “apabila salah seorang diantara kalian mengontrakkan (tenaga) seorang ajir, maka hendaklah diberitahu tentang upahnya”



2.



Bentuk kerja, tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengontraknya juga halal.



3.



Waktu kerja, dalam transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan itu yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu.



165



Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis Edisi Pertama, h. 229.



93



4.



Gaji kerja, disyarakatkan juga harus jelas, dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Said “bahwa Nabi SAW melarang mengontrak seorang ajir hingga upahnya menjadi jelas bagi ajir tersebut.”166



166



230.



Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis Edisi Pertama, h. 229 –



94



BAB V PENUTUP B. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang peneliti dapatkan yang dituangkan pada bab sebelumnya ada beberapa kesimpulan menurut peneliti: 1. Bank konvensional merupakan sesuatu yang tidak ditemui pada zaman Rasulullah SAW, tidak ada hukum yang mencantumkan jelas tentang kehalal-haraman keberadannya dalam Al Quran dan hadits secara jelas. Hal ini membuat para ulama kontemporer memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam keberadaan bank konvensional ini secara hukum 9 Islam ada yang membolehkan dan mengharamkan dan dasar keduanya cukup kuat dalam menentukan suatu hukum. Pertama, diharamkan karena bank memakai sistem bunga. Kedua, tidak diharamkan apabila bunga bank tersebut tidak bersifat berlipat ganda sebagai mana firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 130 menurut subjek III. Ketiga, perkara mutasyabihat, hal ini dikarenakan tidak adanya hukum yang menyatakan kehalal-haramannya tidak ada dibahas secara jelas yang terdapat dalam Al Quran dan haidts karena merupakan sesuatu hal yang baru tidak ada ditemui pada masa Rasulullah. Hasil keuntungan bank-bank milik negara pada akhirnya kembali untuk kemaslahatan umat. Terhadap masalah mutasyabihat sedapat mungkin dihindari kecuali ada alasan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum sesuai dengan tuntunan Islam. Sedangkan pandangan para ulama kota Palangka Raya tentang keberadaan bank konvensional saat ini masih sah sah saja selama tidak



95



mendatangkan kemudharatan di masyarakat sebagaimana yang diutarakan subjek I, disamping itu keberadaan beberapa bank konvensional masih dibutuhkan dalam membangun perekonomian masyarakat menurut subjek V. Subjek II menyatakan perbankan konvensional pandangan para ulama kota Palangka Raya tentang system perbankan konvensional tidaklah berbeda dengan bank syariah, hanya saja bahasa penyebutannya saja yang berbeda yaitu bank konvensional disebut dengan bunga dan bank syariah disebut bagi hasil. Pada dasarnya sama saja ada kelebihan, namun pada bank syariah memiliki akad yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam yang terdapat diawal kesepakatan antara nasabah dan pihak bank. 2. Sedangkan hukum bagi pekerja di bank konvensional dalam pandangan para ulama kota Palangka Raya menyatakan tidak jadi masalah selama seorang pekerja tesebut bekerja dengan amanah dan profesional. Hal ini dikarenakan seorang pekerja tersebut tidak bergantung pada keuntungan bank yang penghasilannya naik turun mengikuti keuntungan yang didapatkan dari pihak bank, melainkan seorang pekerja tersebut mendapatkan gajihnya dengan kesepakatan diawal saat ingin bekerja. C. Saran Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana pandangan para ulama di Kota Palangka Raya tentang hukum seseorang yang bekerja di bank konvensional,



sebagaimana



usaha



sebuah



bank



dalam



menggajih



karyawannya ialah melalui dari jenis-jenis usaha yang dilakukannya misalnya seperti pinjaman uang dengan bunga yang ditetapkan oleh pihak bank kepada si peminjam. Dari hasil usaha tersebut kemudian para pekerja di bank



96



konvensional itu digajih dari hasil keuntungan pihak bank tersebut hasil usahanya. Dimana ulama menjadi panutan ditengah masyarakat dan sebagai tempat konsultasi bagaimana tentang status hukum sesuatu yang terjadi ditengah masyarakat dalam pandangan hukum Islam. Oleh sebab itu, saran atau pesan yang dapat disampaikan peneliti sebagai berikut: 1. Kepada para ulama supaya tidak hanya menyampaikan ceramah dan tausiyahnya selain berkenaan dengan ilmu-ilmu yang lain atau tentang riba hendaknya tidak membahas sebatas pengertian dan macam riba saja, tetapi saat menyampaikan ceramah tentang riba dengan permasalahan kekinian yakni tentang sesuatu hal yang baru dan berkembang dikalangkan masyarakat. 2. Segala sesuatu itu pada dasarnya boleh ketika tidak ada sesuatu dalil yang melarang dalam bermuamalah sampai datang dalil yang membatalkan atau mengharamkannya.