Hukum Kesehatan (Aborsi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak seksual yang terjadi ketika seorang manusia memaksa manusia lain untuk melakukan hubungan seksual dalam bentuk penetrasi vagina atau anus dengan penis, anggota tubuh lainnya seperti tangan, atau dengan benda-benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kondisi, dampak, dan tantangan yang dihadapi tiap korban pemerkosaan berbeda satu sama lain. Merasa takut, cemas, panik, shock, atau bersalah adalah hal yang wajar. Luka yang mereka rasakan dapat menetap dan berdampak hingga seumur hidup. Banyak korban yang merasa kehilangan kepercayaan diri dan kendali atas hidup mereka sendiri. Hal ini juga dapat membuat mereka kesulitan mengungkapkan yang terjadi pada diri mereka, meski cerita mereka sangat dibutuhkan untuk menindak pelaku. Berbagai perasaan yang campur aduk dan situasi rumit tersebut akan membawa dampak bagi kesehatan dan psikologis mereka. Kehamilan adalah salah satu kondisi dan konsekuensi terberat yang mungkin terjadi pada korban pemerkosaan. Belum berhasil menyembuhkan diri sendiri, mereka harus dihadapkan pada kenyataan adanya kehidupan lain di dalam tubuhnya yang sebenarnya tidak mereka harapkan. Kondisi psikologis wanita yang buruk dapat membuat bayi berisiko tinggi mengalami kondisi kelainan atau lahir prematur. Karna kehamilan tersebut merupakan suatu insiden yang disebabkan oleh perbuatan tindak pidana, perlu di pertanyakan apakah tindakan Aborsi merupakan suatu perbuatan yang ilegal ataupun legal. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas Legalitas tindakan Aborsi terhadap janin korban pemerkosaan.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pandangan Kontra terhadap tindakan Aborsi yang di lakukan oleh korban Pemerkosaan?



BAB II PEMBAHASAN Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Aborsi adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah. Aborsi memiliki risiko kesehatan fisik dan gangguan psikologis. Resiko kehesatan fisik yang paling besar adalah kematian yang disebabkan oleh pendarahan dan infeksi. Sedangkan gangguan psikologis pascaaborsi seperti kehilangan harga diri, keinginan melakukan bunuh diri, mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi dan perasaan bersalah telah melakukan aborsi. Aborsi Di Tinjau dari Hukum Positif Indonesia Pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi, demikian yang disebut dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ("UU Kesehatan"). Namun, larangan tersebut dikecualikan berdasarkan Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Sebagai pelaksana dari UU Kesehatan, kini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP 61/2014”). Ketentuan legalitas aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan ini diperkuat dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) PP 61/2014 yang antara lain mengatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan kehamilan akibat perkosaan dan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Ketentuan Legalisasi Aborsi diatas bertentangan dengan Pasal 38A UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk hidup dan Pasal 299 dan Pasal 346 – 350 KUHP dimana ditegaskan bawasannya aborsi dilarang untuk di lakukan dengan alasan apapun tanpa terkecuali. Selain itu, Legalisasi Aborsi tersebut bertentangan dengan Pasal 53 UU No. 39



tahun 1999 Tentang HAM dinyatakan Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Undang - undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memberikan perlindungan terhadap anak terutama hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan anak, asas ini telah menunjukkan bahwa Indonesia melindungi hak atas hidupnya bahkan sejak dalam kandungannya, hal ini memiliki arti JANIN pun di lindungi oleh UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Disisi lain, Legalisasi Aborsi terhadap korban pemerkosaan juga dapat di selewengkan oleh pihak – pihak yang mengclaim bahwa kandungannya adalah hasil dari korban Pemerkosaan, yang pada kenyataannya bahwa kandungannya tersebut adalah hasil hubungan seksual diluar perkawinan dan demi untuk menutupi rasa malunya dan menjaga kehormatan dan harga diri. Serta dengan adanya Leegalisasi Aborsi ini dapat timbul praktek gelap aborsi yang suatu ketika terbongkar baik pelaku dan tenaga medisnya oleh pihak-pihak berwajib mereka berdalih bahwa melakukan tindakan aborsi karena pemerkosaan. Aborsi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika Kedokteran Kontra terhadap Legalalisasi Aborsi juga disampaikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menganggap aborsi tanpa disertai alasan medis merupakan tindakan menghilangkan hak hidup seorang anak. Berdasarkan kode etik dokter, praktik aborsi dilarang keras. Jika dokter melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan maka sanksinya adalah pidana sehingga IDI tidak menginginkan keterlibatan dokter dalam tindakan aborsi yang dilakukan selain dikarenakan adanya indikasi medis. Dalam Deklarasi Oslo (1970) disebutkan bahwa moral dasar yang harus dijiwai oleh seorang dokter adalah butir lafal sumpah: “Saya akan menghormati hidup insani sejak saat pembuahan”. Karena itu Aborsi hanya dilakukan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (a) Aborsi. hanya dilakukan berdasar indikasi medis; (b) Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka; (c) Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instalasi yang diakui oleh suatu otoritas yang sah; (d) Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan abortus tersebut, maka ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medis itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten.



Menurut UU No. 36 tahun 2009 indikasi medis akan diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tetapi pembentuk UU sudah menentukan bahwa indikasi medis tersebut adalah jika nyawa sang ibu dan atau janinnya terancam bahaya maut. Sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya, dalam prakteknya indikasi medis itu juga mengenai anak yang akan dilahirkan nanti. Pandangan Islam Mengenai Aborsi Fatwa MUI No. 4 Tahun 2005 memang memperbolehkan aborsi bagi wanita korban perkosaan dilandasi munculnya kekhawatiran terhadap masa depan anak hasil perkosaan. Namin, pedapat berbeda disampaikan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) karena tidak ada yang dapat mengawasi, mengontrol dan memastikan seorang perempuan yang hamil karena diperkosa sehingga peraturan akan dengan mudah disalahgunakan. Menurut Muslimat NU, tanpa adanya peraturan tersebut praktik aborsi sudah marak termasuk yang dilakukan oleh dukun-dukun kandungan dan dikhawatirkan akan memicu pergaulan bebas. Selain itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah juga dengan tegas menyatakan penolakan terhadap peraturan tersebut karena dalam sumpah dokter tertera pernyataan menghargai hak hidup insani sejak dari proses pembuahan. Madzhab Hanafi memperbolehkan aborsi sebelum peniupan roh jika kedua orangtuanya sebagai pemilik janin itu mengizinkan. Argumen yang diberikan adalah sebelum peniupan roh belum terjadi penciptaan apa pun pada janin. Mereka menetapkan waktu setelah seratus dua puluh hari (empat bulan) sebagai waktu terbentuknya janin. Pendapat ini memunculkan permasalahan karena dalam kitab Al Bahr dijelaskan bahwa janin sudah terbentuk pada usia dua kali empat puluh hari (80 hari) Aborsi yang dibolehkan berdasarkan ijtihad para ulama hanyalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya berdasarkan indikasi medis untuk menyelamatkan jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilan dipertahankan. Dalam kasus ini para ulama me-milih yang paling sedikit resikonya dari dua hal yang mendatangkan mudharat (irtikab akhaffi adh-dharain), sedangkan aborsi yang dilakukan bukan atas dasar indikasi medis seperti karena kondisi ekonomi, itu yang disebut dengan aborsi kriminalis dan haram hukumnya menurut ijtihad para ulama karena menghentikan proses kehidupan seorang insan.



Dampak Buruk Tindakan Aborsi Aborsi memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang wanita. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis berikut merupakan resiko kesehatan dan resiko gangguan psikologis pada wanita yang melakukan aborsi, dampak dari tindakan aborsi antara lain: -



timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ



-



di dekatnya seperti kandung kencing atau usus. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya dengan kekerasan



-



maka otot tersebut akan menjadi robek. Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim. Terjadi pendarahan. Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa hari kemudian/ beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal lagi selama sisa produk kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat berubah Proses aborsi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental



seorang wanita, pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami halhal seperti berikut ini: 1.



Kehilangan harga diri (82%)



2.



Berteriak-teriak histeris (51%)



3.



Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)



4.



Ingin melakukan bunuh diri (28%)



5.



Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)



6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%) Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.



BAB III



PENUTUP KUHP melarang aborsi, dan bagi ibu serta pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dengan diundangkannya UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang juga mengatur tindak pidana aborsi, maka pasal-pasal tentang aborsi dalam KUHP ini tidak berlaku lagi atas dasar Lex Specialis Derogant Lex Generalis. Berbeda dengan KUHP, UU Kesehatan memberikan pengecualian (legalisasi) terhadap tindakan aborsi tertentu, yaitu aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya. Pandangan Syariat Islam secara umum mengharamkan praktek aborsi. Hal itu tidak diperbolehkan karena beberapa sebab, yaitu syariat islam datang dalam rangka menjaga adhdharuriyyaat al-khams, aborsi sangat bertentangan sekali dengan tujuan utama pernikahan dan tindakan aborsi merupakan sikap buruk sangka terhadap Allah.



DAFTAR PUSTAKA JURNAL o Winahyu, Ratna L.D. (2011). Aborsi Bagi Korban Pemerkosaan dalam Perpektif Etika Profesi Kedokteran, Hukum Islam dan Peraturan Perundang – Undangan. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. o Yuningsih, Rahmi. (2009). Legalisasi Aborsi Korban Pemerkosaan. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. UNDANG – UNDANG o o o o o o



Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang - undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Undang - Undang No. 39 tahun 1999 Tentang HAM Undang – Undang Dasar 1945 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.



WEBSITE o



Hukumonline. (2014, 13 Agustus). “Legalitas Aborsi dan Hak Korban Pemerkosaan ”. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53e83426ce020/legalitasaborsi-dan-hak-korban-pemerkosaan Diakses pada 12 Oktober 2016



Mitrawacana. (2014, 19 September). “Pro-Kontra Legalisasi Aborsi”. http://mitrawacana.or.id/publikasi/opini/pro-kontra-legalisasi-aborsi/ Diakses pada 12 Oktober 2016. o Aborsi.org, (2014, 10 September) “Hukum Aborsi”. o



o



http://www.aborsi.org/hukum-aborsi.html Diakses pada 12 Oktober 2016. Hibut-Tahrir. (2016, 17 Maret) “Aborsi Dalam Padangan Islam”. https://hizbut-tahrir.or.id/2016/03/17/aborsi-dalam-pandangan-islam/ Diakses pada 12 Oktober 2016.



http://aulinnuha7.blogspot.co.id/2013/03/makalah-etika-dan-hukum-profesi-aborsi.html https://keperawatanreligionagniauliya12.wordpress.com/2013/05/20/efek-dampak-danresiko-aborsi/