Hukum Lingkungan (05-12-21) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUKUM LINGKUNGAN Tugas.3 1. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara resmi menggugat Izin Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 & 10. Gugatan tersebut dilayangkan karena pembangunan PLTU Jawa 9 & 10 akan memperburuk kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat di sekitar PLTU Jawa 9 & 10 dan gagal mematuhi standar emisi terbaru yang telah berlaku sejak 2019. a. analisalah apakah WALHI memiliki legal standing untuk melakukan gugatan terhadap izin lingkungan yang telah dikeluarkan! Berikan dasar hukumnya b.



Apa syarat hak gugat organisasi lingkungan hidup?



Jawaban a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) terdapat dasar hukum pihak yang mengajukan legal standing untuk melakukan gugatan terhadap izin lingkungan yang telah dikeluarkan diantaranya sebagai berikut : 1) Hak gugat individual, dalam Pasal 84 ayat (1) 2) Hak gugat masyarakat berbentuk class action, dalam Pasal 91 3) Hak gugat pemerintah, dalam Pasal 90 4) Hak gugat organisasi lingkungan, dalam Pasal 92 5) Hak gugat administrasi, dalam Pasal 93 Berdasarkan hal tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang merupakan sebuah organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar di Indonesia



memiliki dasar hukum untuk melakukan gugatan terkait lingkungah hidup yang dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UU PPLH yang menegaskan ‘Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup b. Terkai syarat hak gugat organisasi lingkungan hidup tersebut diatur dalam Pasal 92 ayat (3) UU PPLH yang memuat Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan: 1) berbentuk badan hukum; 2) menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan 3) telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun.



2. Bacalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lalu carilah ketentuan tentang tanggung jawab mutlak . Tugas anda: Bandingkanlah ketentuan mengenai tanggung jawab mutlak dalam UU No 32 Tahun 2009 dengan tanggung jawab mutlak dalam UU No 11 Tahun 2020! Berikan analisis saudara!



Jawaban Terkait tanggung jawab atas perusakan lingkungan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) memberlakukan prinsip strict liability atau tanggung jawab mutlak, sebagaimana diatur dalam Pasal 88 UU PPLH yang memuat : “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.” Penggunaan Frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” sebagaimana tertuang dalam Pasal 88 UU PPLH di atas berarti bahwa pihak yang memenuhi unsur-unsur pasal di atas dapat diminta pertanggungjawabannya tanpa perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Yang perlu ditunjukkan dalam hal ini hanya bahwa kerugian yang dialami oleh penggugat memiliki korelasi langsung bahwa hal itu disebabkan oleh perbuatan tergugat. Namun saat ini dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), telah dilakukan revisi terhadap sejumlah pasal dalam UU PPLH, salah satunya termasuk Pasal 88 terkait prinsip strict liability ini. Rumusan Pasal 88 UU PPLH yang baru memuat: “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.” Penggunaan Frasa “tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” yang sebelumnya tertuang dalam Pasal 88 UU PPLH dihapuskan. Dengan dihapuskannya frasa tersebut, yang dimaksud



dengan “bertanggung jawab mutlak” tidak jauh berbeda dengan pertanggungjawaban kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUHPerdata, yaitu: 1) Pasal 1365 yang memuat “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” 2) Pasal 1366 yang memuat “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.” Jika ditelaah berdasarkan perubahan pasal tesebut pihak yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian itu memang mutlak bertanggung jawab, namun tetap diperlukan adanya pembuktian atas adanya unsur kesalahan dari tindakan yang dilakukan tergugat. Sehingga dirasa perubahan dalam Pasal 88 tersebut telah melemahkan akses masyarakat kepada keadilan dimana masyarakat yang sebelumnya terlindungi dari tindakan pelaku usaha yang merusak lingkungan hidup dan menyebabkan kerugian, serta terlindungi dari akibat akses informasi yang tidak simetris, kini dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan tersebut dan dibebankan dengan kewajiban pembuktian.