Hukum Perdata Tugas 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 3



PAESAL : ………………………………………………………………………………………..



Nama Mahasiswa



030753358 Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : ………………………………………………………………………………………..



Kode/Nama Mata Kuliah



HKUM4202/HUKUM PERDATA : ………………………………………………………………………………………..



Kode/Nama UPBJJ



79/KUPANG : ………………………………………………………………………………………..



Masa Ujian



: 2019/20.2 (2020.1)



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



1. Berdasarkan contoh kasus tersebut, perjanjian lisan kerjasama antar ismet dan rahmad dapat dikatakan perjanjian keperdataan. Karena ada perjanjian antara kedua belah pihak. Hal ini diatur dalam KUHPerdata tentang wanprestasi (ingkar janji). Dalam kasus ini, rahmad telah memgingkari janjinya untuk bekerjasama dengan ismet dalam pendistribusian telur. Yang dimana perjanjiannya rahmad hanya menyalurkan ke pasar dan ismet adalah agennya.



2. Menurut saya kasus tersebut merupakan Wanprestasi. Ingkar janji (sebagian memberikan istilah cidera janji/wanprestasi) merupakan persoalan yang serius dan sering terjadi di tengah masyarakat. Ingkar janji berangkat dari salah satu pihak tidak dapat lagi memenuhi janji yang telah disepakati kedua belah pihak Ingkar janji/cidera janji/wanprestasi) terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti : a. tidak dipenuhinya prestasi sama sekali, b. tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi, c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjikan; Terhadap pihak yang melakukan ingkar janji (wanprestasi) maka dapat ditagih untuk memenuhi janji/prestasi yang telah disepakati, diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti Pernyataan lalai (inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana dimaksud pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai tanpa memerlukan somasi (summon) atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata, “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya”. Secara prinsip, ada perbedaan prinsiip antara ingkar janji dengna penipuan. Ingkar janji tunduk kepada ketentuan yang berkaitan dengna hukum perdata dan proses hukum acara perdata. Sedangkan penipuan adalah perbuatan melawan hukum yang tunduk kepada KUHP dan hukum acara pidana. Secara prinsip, membedakan antara ingkar janji dengan penipuan dilihat daripada kehendak (niat) dari salah satu pihak. Apabila ingkar janji dilihat dari keadaan debitur yang tidak mampu memenuhi janjinya (ingkar janji). Sedangkan penipuan didasari kepada salah satu pihak yang sudah berniat untuk mengelabui dari perjanjian yang disepakati.



Dengan melihat prinsip dari kehendak salah satu pihak untuk mengkualifikasikan antara ingkar janji dengna penipuan, maka terhadap ingkar janji tidak dapat diproses secara pidana. Karena sebagaimana didalam hak asasi manusia dan putusan MK, terhadap pembebanan hutang tidak dapat diterapkan hukuman badan (penjara) 3. Kesepakatan ismet dan rahmad dapat dibatalkan. Perjanjian yang dapat dibatalkan adalah perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak karena tidak memenuhi syarat subjektif di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Syarat-syarat tersebut adalah "kesepakatan para pihak dalam perjanjian" dan "kecakapan para pihak dalam perjanjian". Untuk syarat "kesepakatan", Pasal 1321 KUH Perdata menyatakan bahwa "tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan".Sementara itu, untuk syarat "kecakapan", golongan yang dianggap tidak cakap untuk membuat persetujuan berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata adalah "anak yang belum dewasa", "orang yang ditaruh di bawah pengampuan" dan "perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu". Perjanjian yang dapat dibatalkan tidak sama dengan perjanjian yang "batal demi hukum", karena perjanjian yang batal demi hukum merupakan perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif dan dari awal sudah dianggap tidak ada perjanjian, sementara untuk perjanjian yang dapat dibatalkan pembatalannya harus diajukan oleh salah satu pihak yang terlibat.