ILMU ILMU PENDUKUNG MUQARANAH MAZHAB, Kel. 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ILMU ILMU PENDUKUNG MUQARANAH MAZHAB DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FIQIH PERBANDINGAN MAZHAB



DOSEN PEMBIMBING : MUHAMMAD NAVIRI SYAHRIL,M.Pd.I



KELOMPOK VI 1. FITRI POPPYTA SARI 2. LUTHFI AMIRAH NASUTION 3. MUHAMMAD ZAQWAN 4.



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TAHUN AJARAN 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami haturkan kepada kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Ilmu-ilmu Pendukung Muqaranah Mazhab”.



Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan dari makalah ini.



Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir sehingga tersusunlah makalah ini dengan lancar. semoga Allah SWT. senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Tanjung Pura, 12 Oktober 2020



                                                                                                       Penulis



i



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii BAB I..........................................................................................................................................................1 PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1 A.



LATAR BELAKANG.....................................................................................................................1



B.



RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................1



C.



TUJUAN PENULISAN...................................................................................................................1



BAB II.........................................................................................................................................................2 PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2 A.



PENGERTIAN FIQH MUQARAN.................................................................................................2 iii



B.



SEJARAH FIQH DAN PERBEDAAN MAZHAB DALAM ISLAM.............................................3



C.



SEJARAH FIQH MUQARANAH (ILMU PERBANDINGAN MAZHAB)...................................7



D.



FIQH MUQARAN (PERBANDINGAN MAZHAB) SEBAGAI ILMU DAN METODE..............8



BAB III......................................................................................................................................................10 KESIMPULAN.........................................................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11



iv



BAB I PENDAHULUAN



A.



LATAR BELAKANG



Perbandingan Madzhab adalah upaya untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istinbath hukum. Setiap imam mujtahid dalam mengeluarkan pendapat-pendapatnya pada hakikatnya tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, perbedaan tersebut tidak perlu ada yang diperselisihkan, karena semua pendapat tersebut dapat dianggap benar sesuai dengan ijtihad mereka dan kita yang mengetahui alasan perbedaan tersebut sangat rasional. Oleh karena itu, perbandingan madzhab mengungkap alasan-alasan para ulama kenapa mereka berbeda pendapat, dan mereka sangat menerima perbedaan tersebut. Maka sebelum lebih jauh berbicara tentang perbandingan madzhab atau dalam term lain di sebut fiqh muqaran dalammakalah ini penulis akan memaparkan sejarah fiqh muqaran dan perkembangannya sebagai langkah awal masuk pada ranah pendalaman pemahaman terhadap seluk beluk fiqh muqaran atau perbandingan madzhab.



B.



RUMUSAN MASALAH



1. 2. 3. 4.



Apa pengertian fiqh muqaran Apa sejarah fiqh dan perbedaan mazhab dalam Islam Apa sejarah fiqh muqaranah (ilmu perbandingan mazhab) Apa fiqh muqaran (perbandingan mazhab) sebagai ilmu dan metode



1



C.



TUJUAN PENULISAN



1. 2. 3. 4.



Untuk mengetahui pengertian fiqh muqaran Untuk mengetahui sejarah fiqh dan perbedaan mazhab dalam Islam Untuk mengetahui sejarah fiqh muqaranah (ilmu perbandingan mazhab) Untuk mengetahui fiqh muqaran (perbandingan mazhab) sebagai ilmu dan metode



BAB II PEMBAHASAN



A.



PENGERTIAN FIQH MUQARAN



Terdapat beberapa definisi tentang pengertian fiqh Muqaran yang diungkapkan oleh para sarjana muslim diantaranya adalah sebagai berikut. Fiqh Muqaran adalah Suatu ilmu yang mengumpulkan pendapat-pendapat suatu masalah ikhtilafiyah dalam fiqh, mengumpulkan, meneliti dan mengkaji serta mendiskusikan dalil masing- masing pendapat secara objektif, untuk dapat mengetahui pendapat yang terkuat, yaitu pendapat yang didukung oleh dalil-dalil yang terkuat, dan paling sesuai dengan jiwa, dasar, dan prinsip umum syariat Islam. Fiqh Muqaran atau dalam istilah lain disebut Perbandingan Mazdhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (Mujtahidin) beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing, yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang 2



dikemukakan oleh mujtahidin untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya. Terdapat tujuh kata kunci terkait dengan hal ini, yaitu : Imam mujtahid, metode istinbath hukum, materi fiqh, madzhab sebagai aliran fiqh yang kemudian menjadi komunitas, kelompok pendukung atau pengikut, istilah hukum yang digunakan, dan karya fiqh Imam Madzhab.1 Definisi Fiqh Muqaran Menurut Syeikh Mahmud Syaltut adalah Mengumpulkan pendapat para imam mujtahid berikut dalil-dalil tentang suatu masalah yang diperselisihkan dan kemudian membandingkan serta mendiskusikan dalil-dalil tersebut satu sama lain untuk menemukan pendapat yang terkuat dalilnya. Dalam kajian fiqh muqaran akan sangat erat sekali dengan ikhtilaf fuqaha’, adapun sebab-sebab ikhtilaf tersebut adalh sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h.



Perbedaan pemahaman tentang lafadz nash. Perbedaan dalam masalah hadits. Perbedaan dalam pemahaman dan penggunaan kaidah-kaidah lughawiyah nash. Perbedaan dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan. Perbedaan tentang qiyas. Perbedaan dalam penggunaan dalil-dalil hukum. Perbedaan dalam masalah nash Perbedaan dalam pemahaman illat hukum.



Syaikh Muhamad al-Madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu: 1. 2. 3. 4.



1 2



Pemahaman Al-Qur’an dan sunnah rasul. Sebab-sebab khusus tentang sunnah rasul Sebab-sebab yang berkenaan dengan kaidah-kaidah ushuliyah atau fiqhiyah. Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-Qur’an dan sunnah Rasul.2



Muhammad Sa’id Ramdlan al Buthi, Muhadlarat fi al Fiqh al Muqaran, (Dar al-Fikr: Beirut, 1992), h. 12 Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah, (Dar al-Fikr: Beirut, 2004), h. 32



3



B.



SEJARAH FIQH DAN PERBEDAAN MAZHAB DALAM ISLAM



Dalam kajian fiqh muqaran merupakan sebuah keniscayaan untuk mengetahui sejarah perkembangan fiqh mulai periode awal kerasulan sampai era kontemporer sekarang ini. Terdapat perbedaan periodesasi fiqh di kalangan ulama kontemporer, diantaranya adalah menurut Muhammad Khudari Bek dan Mustafa Ahmad al-Zarqa pada masa Awal hingga periode keemasaannya dan sekarang ini. Muhammad Khudari Bek (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodesasi fiqh menjadi enam periode. Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa, periode keenam yang dikemukakan Muhammad Khudari Bek tersebut sebenarya bisa dibagi dalam dua periode, karena dalam setiap periodenya terdapat ciri tersendiri Periodisasi menurut Al-Zarqa adalah sebagai berikut : 1. Periode risalah. Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada periode ini kekuasaan penentuan hukum sepenuhnya berada di tangan Rasulullah SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian fiqh pada masa itu identik dengan syarat, karena penentuan hukum terhadap suatu masalah seluruhnya terpulang kepada Rasulullah SAW. Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah aqidah. Ayat hukum yang turun pada periode ini tidak banyak jumlahnya, dan itu pun masih dalam rangkaian mewujudkan revolusi aqidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah SWT semata. Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa ini seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah maupun muamalah. Oleh karenanya, periode Madinah ini disebut juga oleh ulama fiqh sebagai periode revolusi sosial dan politik 2. Periode al-Khulafaur Rasyidun. Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai Mu’awiyah bin Abu Sufyan memegang tampuk pemerintahan Islam pada tahun 41 H./661 M. Sumber fiqh pada 4



periode ini, disamping Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, juga ditandai dengan munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad ini dilakukan ketika persoalan yang akan ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13 H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang luas dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat. Persoalan hukum pada periode ini sudah semakin kompleks dengan semakin banyaknya pemeluk Islam dari berbagai etnis dengan budaya masing-masing. Pada periode ini, untuk pertama kali para fuqaha berbenturan dengan budaya, moral, etika dan nilai-nilai kemanusiaan dalam suatu masyarakat majemuk. Hal ini terjadi karena daerah-daerah yang ditaklukkan Islam sudah sangat luas dan masing-masing memiliki budaya, tradisi, situasi dan komdisi yang menantang para fuqaha dari kalangan sahabat untuk memberikan hukum dalam persoalan-persoalan baru tersebut. 3. Periode awal pertumbuahn fiqh. Masa ini dimulai pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2 H. Periode ketiga ini merupakan titik awal pertumbuhan fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam. Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagai daerah semenjak masa al-Khulafaur Rasyidun (terutama sejak Usman bin Affan menduduki jabatan Khalifah, 33 H./644 M.), munculnya berbagai fatwa dan ijtihad hukum yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah tersebut.3 Di irak, Ibnu Mas’ud muncul sebagai fuqaha yang menjawab berbagai persoalan hukum yang dihadapinya di sana. Dalam hal ini sistem social masyarakat Irak jauh berbeda dengan masyarakat Hedzjaz atau Hijaz (Makkah dan Madinah). Saat itu, di irak telah terjadi pembauran etnik Arab dengan etnik Persia, sementara masyarakat di Hedzjaz lebih bersifat heterogen. Dalam menghadapi berbagai masalah hukum, Ibnu Mas’ud mengikuti pola yang telah di tempuh umar bin al-Khattab, yaitu lebih berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan umat tanpa terlalu terikat dengan tektualitas makna dari nash. Sementara itu, di Madinah yang masyarakatnya lebih homogen, Zaid bin Sabit (11 SH./611 M.-45 H./ 665 M.) dan Abdullah bin Umar bin al-Khattab (Ibnu Umar) bertindak menjawab berbagai persoalan hukum yang muncul di daerah itu. Sedangkan di Makkah, yang bertindak menjawab berbagai persoalan hukum adalah Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) dan sahabat lainnya. Pola dalam menjawab persoalan hukum oleh para fuqaha Madinah dan Makkah sama, yaitu berpegang kuat pada Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Hal ini dimungkinkan karena di kedua kota inilah wahyu dan sunnah Rasulullah SAW diturunkan, sehingga para sahabat yang berada di dua kota ini memiliki banyak hadits 3



M. Ali Hasan,  Perbandingan Mazhab Fiqih, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. I, 1997), h. 56



5



Oleh karenanya, pola fuqaha Makkah dan Madinah dalam menangani berbagai persoalan hukum jauh berbeda dengan pola yang digunakan fuqaha di Irak. Cara-cara yang ditempuh para sahabat di Makkah dan Madinah menjadi cikal bakal bagi munculnya alirah ahlu al hadits. Ibnu Mas’ud mempunyai murid-murid di Irak sebagai pengembang pola dan sistem penyelesaian masalah hukum yang dihadapi di daerah itu, antara lain Ibrahim an-Nakha’i (w. 76 H.), Alqamah bin Qais an-Nakha’i (w. 62 H.), dan Syuraih bin Haris al-Kindi (w. 78 H.) di Kufah; al-Hasan al-Basri dan Amr bin Salamah di Basra; Yazid bin Abi Habib dan Bakir bin Abdillah di Mesir; dan Makhul di Suriah. Murid-murid Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar bin al-Khattab juga bermunculan di Madinah, diantaranya Sa’id bin Musayyab (15-94 H.). Sedangkan murid-murid Abdullah bin Abbas diantaranya Atha bin Abi Rabah (27-114 H.), Ikrimah bin Abi Jahal, dan Amr bin Dinar (w. 126 H.) di Makkah serta Tawus, Hisyam bin Yusuf, dan Abdul Razak bin Hammam di Yaman. Murid-murid para sahabat tersebut, yang disebut sebagai generasi thabi’in, bertindak sebagai rujukan dalam menangani berbagai persoalan hukum di zaman dan daerah masingmasing. Akibatnya terbentuk mazhab-mazhab fiqh mengikuti nama para thabi’in tersebut, diantaranya fiqh al-Auza’i, fiqh an-Nakha’i, fiqh Alqamah bin Qais, dan fiqh Sufyan as-Sauri. 4. Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H. Dalam periode sejarah peradaban Islam, periode ini termasuk dalam periode Kemajuan Islam Pertama (700-1000). Seperti periode sebelumnya, ciri khas yang menonjol pada periode ini adalah semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama, sehingga berbagai pemikiran tentang ilmu pengetahuan berkembang. Perkembangan pemikiran ini tidak saja dalam bidang ilmu agama, tetapi juga dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan umum lainnya. Dinasti Abbasiyah (132 H./750 M.-656 H./1258 M.) yang naik ke panggung pemerintahan menggantikan Dinasti Umayyah memiliki tradisi keilmuan yang kuat, sehingga perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap berbagai bidang ilmu sangat besar. Para penguasa awal Dinasti Abbasiyah sangat mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fiqh guna menghadapi persoalan sosial yang semakin kompleks. Perhatian para penguasa Abbasiyah terhadap fiqh misalnya dapat dilihat ketika Khalifah Harun ar-Rasyid (memerintah 786-809) meminta Imam Malik untuk mengajar kedua anaknya, al-Amin dan al-Ma’mun. Disamping itu, Khalifah Harun ar-Rasyid juga meminta kepada Imam Abu Yusuf untuk menyusun buku yang mengatur masalah administrasi, keuangan, ketatanegaraan dan pertanahan. Imam Abu Yusuf memenuhi permintaan khalifah ini dengan menyusun buku yang 6



berjudul al-Kharaj. Ketika Abu Ja’far al-Mansur (memerintah 754-775 ) menjadi khalifah, ia juga meminta Imam Malik untuk menulis sebuah kitab fiqh yang akan dijadikan pegangan resmi pemerintah dan lembaga peradilan. Atas dasar inilah Imam Malik menyusun bukunya yang berjudul al-Muwaththa’ (Yang Disepakati).4 Pada awal periode keemasan ini, pertentangan antara ahlulhadits dan ahlurra ‘yi sangat tajam, sehingga menimbulkan semangat berijtihad bagi masing-masing aliran. Semangat para fuqaha melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Upaya ijtihad tidak hanya dilakukan untuk keperluan praktis masa itu, tetapi juga membahas persoalan-persoalan yang mungkin akan terjadi yang dikenal dengan istilah fiqh taqdiri (fiqh hipotetis). Pertentangan kedua aliran ini baru mereda setelah murid-murid kelompok ahlu ra’yi berupaya membatasi, mensistematisasi, dan menyusun kaidah ra’yu yang dapat digunakan untuk meng-istinbat-kan hukum. Atas dasar upaya ini, maka aliran ahlu hadits dapat menerima pengertian ra’yu yang dimaksudkan ahlu ra’yi, sekaligus menerima ra’yu sebagai salah satu cara dalam meng-istinbat-kan hukum Upaya pendekatan lainnya untuk meredakan ketegangan tersebut juga dilakukan oleh ulama masing-masing mazhab. Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, murid Imam Abu Hanifah, mendatangi Imam Malik di Hedzjaz untuk mempelajari kitab al-Muwaththa’ yang merupakan salah satu kitab ahlu hadits. Sementara itu, Imam asy-Syafi’i mendatangi Imam asySyaibani di Irak. Disamping itu, Imam Abu Yusuf juga berupaya mencari hadits yang dapat mendukung fiqh ahlu ra’yi. Atas dasar ini, banyak ditemukan literatur fiqh kedua aliran yang didasarkan atas hadits dan ra’yu. Periode keemasan ini juga ditandai dengan dimulainya penyusunan kitab fiqh dan usul fiqh. Diantara kitab fiqh yang paling awal disusun pada periode ini adalah al-Muwaththa’ oleh Imam Malik, al-Umm oleh Imam asy-Syafi’i, dan Zahir ar-Riwayah dan an-Nawadir oleh Imam asy-Syaibani. Kitab usul fiqh pertama yang muncul pada periode ini adalah ar-Risalah oleh Imam asy-Syafi’i. Teori usul fiqh dalam masing-masing mazhab pun bermunculan, seperti teori kias, istihsan, dan al-maslahah al-mursalah. Namun dari sekian banyak mazhab yang pernah ada, hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada. Huzaemah Tahido Yanggo mengelompokkan mazhab-mazhab fiqih sebagai berikut : 4



Ibid, h. 57



7



1. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah a. ahl al-Ra’yi, kelompok ini dikenal pula dengan Mazhab Hanafi b. ahl al-Hadis terdiri atas Mazhab Maliki Mazhab Syafi’I Mazhab Hambali 2. Syi’ah a. Syi’ah Zaidiyah b. Syi’ah Imamiyah 3. Khawarij 4. Mazhab-mazhab yang telah musnah a. Mazhab al-Auza’i b. Mazhab al-Zhahiry c. Mazhab al-Thabary d. Mazhab al-Laitsi Pendapat lainnya juga diungkapkan oleh Thaha Jabir Fayald al-‘Ulwani. beliau menjelaskan bahwa mazhab fiqh yang muncul setelah sahabat dan kibar al-Tabi’in berjumlah 13 aliran. Ketiga belas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlu Sunnah. Namun, tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istinbat hukumnya. Adapun di antara pendiri tiga belas aliran itu adalah sebagai berikut :



1. Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w. 110 H.) 2. Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H.) 3. Al-Auza’i Abu ‘Amr ‘Abd Rahman ibn ‘Amr ibn Muhammad ( w. 157 H.) 4. Sufyan ibn Sa’id ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H.) 5. Al-Laits ibn Sa’ad (w. 175 H.) 6. Malik ibn Anas al-Bahi (w. 179 H.) 7. Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H.) 8. Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (w. 204 H.) 9. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 241 H.) 10. Daud ibn ‘Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H.) 11. Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H.) 12. Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H.) 13. Ibnu Jarir at-Thabari



C.



SEJARAH FIQH MUQARANAH (ILMU PERBANDINGAN MAZHAB)



8



Sejarah menunjukkan sebagian kaum muslimin telah menyadari bahwa kemunduran yang melanda dirinya merupakan akibat dari perpecahan umat. Oleh karena itu, mereka mulai menyerukan persatuan dan menyingkirkan sebab-sebab yang menimbulkan perpecahan. Langkah pertama yang diambil untuk mewujudkan kembali persatuan umat ialah melakukan pendekatan antar madzhab. Pendekatan inilah yang dijadikan pertimbangan oleh para ulama al-Azhar dalam pengambilan keputusan perluasan pengkajian perbandinagn fiqh. Pengkajian tidak hanya terbatas pada pengertian nama-nama firqoh yang ada, namun membahas perbedaan dalam pandangan dasar dan pemahaman dalam masalah far’iyah. Langkah untuk mendekatkan antar madzhab ini dilakukan untuk menjernihkan akidah sebagai dasar untuk kekuatan Islam. Penjernihan yang dimaksud adalah penafian ajaran Islam dari berbagai unsur penyelewengan dan pemahaman sesat yang disebabkan oleh fanatisme madzhab, suku, dan ras.5 Pola perbandingan sebetulnya sudah ada sejak jaman dahulu. Para fuqaha sudah melakukan rintisan perbandingan, diantaranya Ibnu Ruysd dengan bukunya Bidayatul Mujtahid, Ibnu Qudamah dengan bukunya Al-Mughni dan Imam Nawawi dengan kitab Al-Majmu. Walaupun telah digunakan metode perbandingn dalam karya-karya tersebut namun belum membentuk suatu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, Hanya merupakan perbandinagn sekilas saja dalam masalah-masalah fiqh. Awal abad ke-20 ini, barulah lahir ilmu perbandingan madzhab, suatu ilmu yang mempunyai corak tersendiri, karena mempunyai metode, sistematika dan tujuan tertentu sebagai suatu ilmu. Jika boleh dikatakan ilmu ini ada pada tahun 1929. Hal ini terlihat dalam undangundang kekeluargaan Mesir yang pembahasannya tidak hanya bermadzhab pada imam Hanafi tetapi mengambil pula pendapat madzhab-madzhab lainnya. Al-Maraghi adalah orang yang pertama mengusulkan adanya mata kuliah perbandingan madzhab di fakultas-fakultas di Universitas Al-Azhar. Usul ini diterima dan ditetapkan menjadi mata kuliah wajib di masingmasing fakultas. Jadi munculnya Fiqh Muqaran sudah ada sejak zaman ulama klasik, banyak karyakarya yang memaparkan tentang perbedaan pendapat antar Madzahib Fiqh dan mengkomparasikan pendapat tersebut berdasarkan kaidah istinbath hokum mereka masingmasing, namun munculnya Fiqh Muqaran sebagai kajian ilmu tersendiri, mengalami kemapanan pada era abad 20 an.



5



Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, Cet. III, 2003), h.



67



9



Adapun karya-karya ulama klasik tentang Fiqh Muqaran diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kitab ikhtilaf al ulama’, Abu Abdillah Muhammad bin Nashr Al Marwazi (202 – 294 H) 2. Ikhtilaf al Fuqaha’, Abu ja’far bin jarir al Thabari (224 – 310 H) 3. Al Isyraf ‘Ala Madzahib al Ulama’, Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Mundzir (242 – 318 H) 4. Ta’sis al Nadhar, Abu Zaid ‘Ubaidillah bin Umar Al Dabusi (430 H) (Hanafiyyah) 5. Al Hawi al Kabir, Abu al hasan Ali bin Muhammad bin Habib al Mawardi (364 – 450 H) (Syafi’iyyah) 6. Al Muhalla, Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Hazm (384 – 456 H) (Dhahiriyyah) 7. Al Ma’unah fi al Jadal, Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al Syirazi (393 – 476 H) 8. Hilyat al ‘Ulama, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin al Husain al Syasyi al Qaffal (429 – 507 H) (Syafi’iyyah) 9. Thariqat al Khilaf fi al Fiqh Baina al Aimmah al Aslaf, Muhammad bin Abdul hamid al Asmandi (488 – 552 H) (Hanafiyyah) 10. Al Ifshah An Ma’ani al Shihah, Al Wazir ‘Aun al Din Abu al Mudhaffir Yahya bin Muhammad bin Habirah al Hambali (499 – 560 H) (Hambaliyyah) 11. Bidayah al Mujtahid, Abu al Walid Muhammad bin Ahmad Ibn Rusyd (520 – 595 H) (Malikiyyah) 12. Al Mughni, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Qudamah (541 – 620 H) (Syafi’iyyah) 13. Al Majmu’, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf al Nawawi (631 – 676 H) (Syafi’iyyah) 14. Rahmat al Ummah Fikhtilaf al Aimmah, Abu Abdillah Muhammad bin Abdur Rahman al Dimsiqi al Syafi’i. (Syafi’iyyah) Dan berikut ini adalah karya ulama kontemporer tentang Fiqh Muqaran , diantaranya : 1. Muqaranat al Madzahib fi al Fiqh, al Syaikh Mahmud Syaltut wa al Syaikh Ali al Sayis. 2. Buhus Muqaranah fi al Fiqh al Islami wa Ushulihi, al Syaikh Dr. Muhammad Fathi al Darini. 3. Muhadlarat fi al Fiqh al Muqaran, Dr. Muhammad Sa’id Ramdlan al Buthi 4. Kitab al Fiqh al Islami wa Adillatihi, Dr. Wahbah al Zuhaily.



10



D.



FIQH MUQARAN (PERBANDINGAN MAZHAB) SEBAGAI ILMU DAN METODE



Istilah perbandingan madzhab merupakan terjemahan dari kata “muqaranah al madzahib”. Dalam perkembangan keilmuan, dikenal juga istilah “fiqih muqaran”. Para ahli telah berupaya untuk mendefinisikan istilah tersebut. Berikut dikemukakan pengertian muqaranah al-madzahib dan fiqh muqaran oleh para ahli: 1. Wahab Afif mengartikan bahwa perbandingan madzhab adalah “ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha beserta dalil-dalilnya mnegenai masalah-masalah, baik yang disepakati maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masingmasing pendapat yang paling kuat”.6 2. Abdurrahman mengartikan bahwa perbandingan madzhab adalah “ilmu yang memperbandingkan satu madzhab dengan madzhab lainnya. Karena di antara madzhabmadzhab tersebut terdapat perbedaan”. 3. Huzaemah Tahido Yanggo mendefinisikan perbandingan madzhab sebagai ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha (mujtahidin) beserta dalildalinya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati (ijmak), maupun yang diperselisihkan (ikhtilaf) dengan membandingkan dalil masing-masing, yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh mujtahidin untuk menemukan pendapat fuqaha yang paling kuat. 4. Syaikh Mahmoud Syaltout menjelaskan bahwa istilah perbandingan madzhab adalah identik dengan istilah fiqih muqaran, yaitu “mengumpulkan pendapat para imam mujtahid berikut dalil-dalinya tentang suatu masalah yang diperselisihkan dan membandingkan serta mendiskusikan dalil-dalil tersebut untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya”. 5. Muslim Ibrahim juga menyamakan antara muqaranah al-madzahib dengan istilah fiqh muqaran. Ia mendefinisikannya sebagai “suatu ilmu yang mengumpulkan pendapatpendapat suatu masalah ikhtilafiyyah fiqih, mengumpulkan, meneliti dan mengkaji serta mendiskusikan dalil masing-masing pendapat secara objektif, untuk dapat mengetahui pendapat yang terkuat, yaitu pendapat yang didukung oleh dalil-dalil yang terkuat, dan paling sesuai dengan jiwa, dasar dan prinsip umum syariat Islam”. Jika melihat pada definisi-definisi di atas, perbandingan madzhab diangggap sebagai suatu ilmu yang mandiri yang memiliki ontology, epistemology dan aksiologi tersendiri. Lebih jauh tentang hal ini, Muslim Ibrahim menjelaskan bahwa perbandingan madzhab adalah salah satu cabang dari fiqih muqaran. Fiqh muqaran sendiri menurutnya, memiliki empat buah cabang, 6



 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta : UI Press, 2002), h. 78 11



yaitu muqaranah al-madzahab fi al-fiqh (dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan “perbandingan madzhab”), muqaranah al-madzahbi fi ushul al-fiqh (ushul fiqih perbandingan), muqaranah asy-syara’i (perbandingan syariah) dan muqaranah fi al-qawanin al-wadh’iyyah (perbandingan hukum”) Di samping suatu ilmu yang mandiri, perbandingan madzhab juga adalah suatu metode. Metode perbandingan madzhab adalah suatu metode yang para fuqaha berusaha mencari masalah yang diperselisihkan. Langkah dari metode perbandingan madzhab adalah sebagai berikut: 1. Mengutip pendapat-pendapat para fuqaha dari berbagai madzhab yang diambil dari kitabkitab madzhab, terutama pendapat yang dianggap paling kuat; 2. Mengutip dalil-dalil yang digunakan para fuqaha, baik dari al-Quran, as-Sunnah, qiyas dengan syarat dalil-dali tersebut yang paling kuat; 3. Mengidentifikasi faktor yang menjadi pemicu dari perbedaan pendapat tersebut; 4. Mengkritisi kuat atau lemahnya pendapat dan dalil yang dikemukakan masingmasing fuqaha; 5. Menelusuri hikmah-hikmah yang terkandung di belakang perbedaan itu, untuk dimanfaatkan sebagai rahmat Allah SWT. 6. Menarik kesimpulan dan memilih pendapat yang terkuat dalilnya serta cocok untuk diterapkan.7



BAB III KESIMPULAN



Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kajian ini bermanfaat untuk menghindari ta’asub (fanatik) buta, sehingga tidak terjadi friksi dengan pihak/golongan lain. Pada prakteknya ternyata memang banyak friksi di lapangan yang seharusnya tidak mesti terjadi. Hal ini karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi yang benar tentang mazhab-madzhab yang ada. Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan, dan itu adalah merupakan rahmat bagi seluruh umat, sebagai generasi penerus, seyogyanya kita bisa memanfaatkan apa yang menjadi peninggalan berharga dari sejarah keilmuan Islam, dengan lebih focus terhadap kajian fiqh



7



Ibid, h. 79



12



muqaran maka umat islam pasti akan mampu untuk menjawab tantangan zaman di era sekarang ini.



13



DAFTAR PUSTAKA



Sa’id Ramdlan al Buthi, Muhammad. 1992. Muhadlarat fi al Fiqh al Muqaran, Dar alFikr, Beirut Al-Jaziri, Abdurrahman. 2004. al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah, Dar al-Fikr, Beirut Hasan, M. Ali. 1997.  Perbandingan Mazhab Fiqih, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. I  Mubarok, Jaih. 2003. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, Cet. III  Nasution, Harun. 2002.  Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : UI Press



14