13 0 126 KB
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Pembagian Ilmu Ilmu menurut ahli mantiq (logika) adalah hal mengetahui sesuatu yang majhul secara yaqin atau zhann (dugaan), sesuai dengan kenyataan atau tidak. Seperti : apabila kita melihat bayangan dari jauh itu manusia, dan kita yakin betul bahwa yang dilihat adalah manusia dan kenyataannya bayangan tersebut adalah manusia, maka penemuan ilmu tersebut disebut dengan ilmu yang benar atau pasti (hasil dari fikiran). Namun, apabila kita melihat bayangan dari jauh dan hanya menduga bahwa itu manusia dan kenyataannya memang demikian, maka penemuan ilmu tersebut disebut zhann yang sesuai dengan kenyataan (kebenaran). Menurut pendapat lain, ilmu memiliki pengertian ganda. Pertama, ilmu adalah apa yang diketahui (ma’rifah), yaitu dipercayai dengan pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari salah satu argumentasi yang disebut dengan dali. Kedua, ilmu adalah gambaran yang ada pada akal tentang sesuatu, seperti kuda, kambing. Dengan menyebutkan seperti itu maka akan terlintas gambaran pada akal. Lafazh yang muncul dengan sendirinya itu disebut dengan Tashawwur. Jadi, ilmu adalah suatu pengetahuan yang disusun secara sistematis dan mempersoalkan bagian tertentu dari alam semesta (makhluk). Definisi lain dari ilmu adalah penemuan sesuatu yang belum diketahui, atas dasar yakin atau dugaan, baik sesuatu itu sesuai kenyataan atau tidak. Jadi salah satu fungsi ilmu adalah untuk menelusuri sesuatu yang sesuai dengan kenyataan atau tidak. Dalil yang dipelajari untuk mengetahui sesuatu yang sesuai dengan kenyataan atau tidak itu disebut dengan mantiq. Sehingga mantiq adalah alat untuk menuju suatu ilmu yang benar atau sering disebut dengan bapak
dari segala ilmu.1 Ilmu mantik menurut al-quasini adalah ilmu yang membahas objek-objek pengetahuan tasawwur dan tashdiq untuk mencapai interaksi dari keduanya atau suatu pemahamn yang dapat mendeskripsikan tasawwur dan tashdiq. Dr. Muhammad al-Bahi menulis bahwa ilmu ditinjau dari sumbernya dibagi menjadi 2, (a) ilmu yang bersumber dari Tuhan (Ma’rifat al-Ilahiyah), (b) ilmu yang bersumber dari manusia (Ma’rifat alinsaniyah). Syekh Abdur-Rahman al-Ahdhari dan Al-Darwi berpendapat bahwa ilmu berarti penjelasan tentang sesuatu dengan cara mengetahui sesuatu tersebut; atau, sampainya jiwa kepada pemahaman makna sesuatu tersebut. Pengertian ilmu ini tentu saja dalam konteks ilmu sebagai “ilmu baru” (hadits). Sebab, ilmu itu – dilihat dari segi waktu – terbagi menjadi ‘Ilm al-Qadim (ilmu Allah SWT), dan ‘Ilm al-hadits (ilmu “baru”) yaitu ilmu yang dimiliki manusia. Al-Jurjani mengklasifikasikan ilmu menjadi dua bagian (a) ‘Ilm Al-Qadim dan (b) ‘Ilm Al-Hadist. Ilmu hadist sendiri dibagi menjadi 3 macam (a) Ilmul Hadist Badihi (ilmu yang langsung dapat dipahami) (b) ‘Ilmul- Hadist Dharuri (ilmu yang dapat dipahami melalui indra) dan (c) ‘Ilmul-Hadist Istidlali (ilmu yang dapat dipahami dengan nalar). Menurut Ubaidillah Bin Fadh Al-Khabisi objek ilmu mantiq adalah tasawwur dan tashdiq yang kan menghasilkan takrif atau definisi (hujjah). Menurut AlDarwis objek ilmu mantiq adalah pemahaman makna suatu variable objek pikir (tasawwur) dan pemahaman hubungan antara dua variable atau lebih (tashdiq) untuk menghasilkan suatu pengertian dan argumentasi. Selanjutnnya secara garis besar ilmu dibagi menjadi 2, Tasawwur Dan Tashdiq. 1. Tasawwur Tashawwur (konsepsi), yaitu memahami atau mengetahui tentang hakekat-hakekat arti dari lafazh yang mufrad (tunggal) tanpa embel-embel 1
A.Basiq Djalil., Logika (Ilmu Mantiq), (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 1.
1
apapun. Seperti pemahaman terhadap arti lafazh manusia, rumah, pohon, dan burung.
ْ ض ُ ه َُو إِ ْد َرا لَهَا اَوْ نَفِ ْيهُ َع ْنهَاIJت َش ٍْْئ ِ اإلثبَا ِ ق ال ُم ْف َردَا ِ ِك َحقَآئ ِ ُّت ِم ْن َغي ِْر تَ َعر Mengetahui
hakikat-hakikat
objek
tunggal
dengan
tidak
menyertakan penetapan sesuatu kepadanya atau meniadakan penetapan darinya. Tashawwur adalah dapat memahami dan menggambarkan arti dari sebuah kata. Contoh, apabila ada orang yang mengatakan “mangga” maka kita akan membayangkan definisi dari kata “mangga” tersebut. Tashawwur dibagi menjadi dua, yaitu : a. Tashawwur
Nadhari
tashawwur yang
(konsepsi
perhitungan),
yaitu
dihasilkan melalui proses analisa dan
pemikiran. Contohnya seperti gambaran pikiran tentang hakikat listrik, ruh, radio, televisi atau telepon. Hakikat benda-benda tersebut dapat dipahami setelah berpikir panjang dan mendalam. b. Tashawwur Dharuri (konsepsi aksiomatis), yaitu tashawwur yang dihasilkan tanpa melalui proses analisa dan pemikiran. Contohnya seperti gambaran pada arti lapar, haus, panas, atau dingin. Menurut pendapat lain, tashawwur itu ada dua macam : a. Tashawwur Asli (Sadz) adalah tashawwur yang tampak penisbatan hukum, atau bisa disebut dengan tashawwur yang berdiri sendiri (tunggal/mufrad). Ada tiga bentuk tashawwur asli, yaitu : 1) Bentuk makna mufrad, seperti : manusia, besi, kayu, dan lain-lain.
2
2) Bentuk murakkab, idhafah, seperti : kebun binatang, kembang sepatu, dan lain-lain. 3) Bentuk sifat-sifat murakkab, seperti : hewan ysng berpikir, Muhammad yang berakal, dan lain-lain. b. Tashawwur-Tashawwur yang memiliki nisbah hukum yang disebut dengan tashdiq. Seperti : manusia itu penulis, bunga itu
bagus.
Yang
dimaksud
hukum
disini
adalah
tersandarnya sesuatu kepada yang lain (bisa bentuk ijab atau mujabah, bisa bentuk sabilah). Kedua contoh trsebut disebut dengan jumlah tashdiqiyah yang terdiri dari : 1) Maudhu’i yaitu mahkum alaih atau musnad alaihi. 2) Mahmul yaitu mahkum bih atau musnah bih. Tashawwur nisbah itu tidak keduanya badihi (mudah) dan tidak keduanya nadzari (susah), karena apabila keduanya mudah maka kita menjadi bodoh atau sesat dan apabila keduanya susah maka kita akan berputar-putar (tasalsul). Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tasawwur dibagi menjadi 2 : a. Tasawwur badihi, Yang dimaksud badihi adalah sesuatu yang apabila kita akan mencapainya itu tidak perlu bersusah payah, seperti : bumi itu lebih rendah dari langit. Pendapat lain mengatakan bahwa tasawwur badihi adalah tasawwur yang tidk memerlukan penjelasan (mudah diketahui dan dipahami). ada juga yang mengatakan bahwa taswwur badihi yaiu menggambarkan atau membayangkan arti suatu kata dengan tanpa membutuhkan penelitian dan pemikiran.
Contohnya
membayangkan
menggambarkan arti kalimat haus, lapar, dingin. b. Tasawwur nadhari
3
atau
Yang dimaksud
nazhari adalah sesuatu yang
apabila kita ingin mencapainya harus bersusah payah, seperti: bagaimana bumi berputar sedangkan kita di atasnya tidak bergerak. Tasawwur nadhari adalah tasawwur yang memiliki pengertian belum jelas, atau tasawwur masih memerlukan penjelasan (tidak mudah dikethui dan dipahami) pendapat lain
mengatakan
bahwa
tasawwur
nadhari
yaitu
menggambarkan atau membayangkan arti suatu katadengan membutuhkan pembahasan dan pemikiran. Contohnya, akal, jiwa, hakikat listrik, ruh, dan radio. 2. Tashdiq (persepsi) yaitu mengetahui atau memahami kenyataan kenisbatan, ada atau tidak adanya kenyataan tersebut. Tashdiq adalah mengetahui atau memahami ada atau tidak adanya penyandaran hukum pada suatu perkara. Seperti pemahaman bahwa air laut asin, langit tidak di bawah kita.
ت َش ْي ٍء لَهَا اَوْ نَفِ ْي ِه ِ ه َُو إِ ْد َرا ُك ال ِّنسْ َب ِة التَّآ َّم ِة بَ ْينَ ُم ْف َر َدي ِْن أَ ِو ْال ُح ْك ُم َعلَى َحقِ ْيقَ ٍة بِاِثَبَا َع ْنهَا Mengerti hubungan yang sempurna antara dua objek tahu yang tunggal. Atau, menghukumi hakikat objek tahu dengan menetapkan sesuatu kepadanya atau meniadakan penetapan darinya. Tashdiq dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Tashdiq badihi, yaitu membenarkan tau menyalahkan arti suatu kata dengan tanpa membutuhkan pemikiran dan penelitian. Contohnya membenarkan bahwa sesuatu yang satu tidak mungkin berada didua tempat dalam waktu yang bersamaan. b. Tashdiq nadhari, yaitu membenarkan atau menyalahkan arti suatu
kata
dengan
4
membtuhkan
pembahasan
dan
pemikiran. Contoh membenarkan bahwa orang-orang yang mati akan dibangkitkan dari kuburnya.
Menurut pendapat lain pembagian tashdiq ada dua macam : a. Tashdiq Nazhari, contohnya adalah alam raya yang baru (makhluk) dan orang-orang yang akan mati dibangkitkan kembali dari kuburnya, hal seperti itu tidak dapat dipahami kecuali dengan kajian dan pemikiran yang mendalam. b. Tashdiq Dharuri, contohnya yaitu satu benda tidak mungkin ada dalam dua tempat dalam waktu yang bersamaan, dan satu adalah setengah dari dua. Untuk dapat sampai pada tashdiq maka harus lebih daluhu
tashawwur,
dipertemukan
sehingga
lebih
dahulu.
tashawwur Pemahaman
harus terhadap
tashawwur merupakan dasar pemahaman terhadap tashdiq jika
pemahaman
terhadap
tashawwur
benar,
maka
pemahaman terhadap tashdiq juga benar atau setidaknya mendekati benar. Kalimat
“Zaid
berdiri”
mengandung
empat
tashawwur, yaitu gambaran pikiran (tashawwur) mengenai berdiri, gambaran pikiran (tashawwur) mengenai Zaid, gambaran
pikiran
(tashawwur)
mengenai
nisbah
(hubungan) antara Zaid dan berdiri, dan gambaran pikiran (tashawwur) mengenai wujud atau terjadinya nisbah. Gambaran pikiran yang terakhir dinamakan dengan tashdiq. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tashawwur secara tabiat (natural) adalah didahulukan dari proses tashdiq. Karena tidak mungkin hati akan menghukumi suatu
5
perkara, sebelum mampu menggambarkan makna (hakikat) dari perkara tersebut.
B. Qaul Syarih dan Hujjah Qaul Syarih disebut juga dengan definisi, mu’arif dan ta’rif, menurut ulama mantiq adalah sesuatu yang menjadi pengantar hati dan mentashawwur-kan sebuah perkara. Qaul Syarih menurut para ahli mantiq adalah lafazh yang memberikan
kepemahaman
tentang
makna
lafazh
mufrad
(tashawwur/konsepsi). Contohnya seperti ibu yang menyuruh anaknya ke kedai makanan untuk membeli lumpur. Si anak bingung dan berkata pada diri sendiri. Buat apa membeli lumpur? Lumpur itu kan tanah yang mengendap, lagi pula kok ada di kedai makanan? Akhirnya Si anak tersebut bertanya kepada ibunya, “Lumpur, ya jajanan yang terbuat dari kentang, tepung, gula, dan telur yang digabungkan menjadi satu dan dibentuk bulat-bulat dan dipanasi dengan api.” Kemudian Si anak setelah mendengar penjelasan dari ibunya langsung mengerti dan paham apa itu arti lumpur. Hujjah adalah kata kias (silogisme), kias menurut istilah ahli mantiq adalah lafazh yang memberi pengertian atau kepahaman kepada tashdiq. Contohnya : ungkapan alam raya ini berubah-ubah dan setiap yang berubah-ubah adalah makhluk, ungkapan ini menunjukkan kesimpulan bahwa alam raya adalah makhluk. Hujjah secara lughawi adalah keterangan, alasan, bukti, argumen. Para pakar ilmu mantiq menggunakan hujjah dengan pengertian atau konotasi yang sama dengan pengertian lughawi tersebut. Sebagian ilmu mantiq mengakhiri pembahasannya dengan berbagai bentuk dalil-dalil istinbat. Menurut garis besarnya, hujjah dibagi menjadi dua : 1) Hujjah aqliyah, yaitu alasan atau argumen yang dibangun dengan berlandaskan akal dan pikiran.
6
Hujjah aqliyah dibedakan menjadi lima macam, yaitu : a) Hujjah Khitabah yaitu mukadimah atau kalimat-kalimat yang disusun atas dasar kepercayaan, baik karena kejujuran seseorang, atau kealiman, dll. b) Hujjah Syi’ir atau Syi’riyah yaitu hujjah yang disusun yang merupakan bujukan atau khayalan untuk mempengaruhi si pendengar. c) Hujjah Jadal yaitu hujjah yang tersusun dari mukadimah yang mengandung kemaslahatan umum, yang dapat menyentuh jiwa. d) Hujjah
Safsathiyah
yaitu
hujjah
yang
terdiri
dari
mukadimah yang kelihatannya benar padahal tidak benar. e) Hujjah Burhan yaitu hujjah yang lebih jelas hingga dapat lebih meyakinkan tentang kebenaran kesimpulan yang dihasilkannya daripada hujjah-hujjah yang sebelumnya. Mukadimah-mukadimah pada hujjah burhan terdiri dari ada enam, yaitu : 1. Muqadimah awaliyah, yaitu mukadimah yang dapat dimantiqkan dengan akal. Seperti : satu adalah setengah dari dua. 2. Muqadimah yang rasa batin, yaitu tidak perlu pada pikiran dan semuanya. Seperti : perasaan sakit hati. 3. Muqadimah yang dihasilkan dari percobaan yang berulang-ulang atau disebut dengan kebiasaan. Seperti : air kunyit dapat mengatasi mencret. 4. Muqadimah yang dihasilkan berita mutawatir. Seperti : berita tentang Muhammad sebagai Rasul. 5. Muqadimah hadisiyat, yaitu satu mukadimah yang kebenarannya didukung
berdasarkan
dengan
7
dugaan
kuat
penemuan-penemuan
dan
ilmiah.
Seperti : cahaya bulan hanya pantulan dari cahaya matahari. 6. Muqadimah al-musyahadah, yaitu mukadimah yang dihasilkan oleh indra yang nyata. Seperti : api mempunyai sifat membakar. 2) Hujjah naqliyah, yaitu alasan atau argumen yang dibangun dengan berdasar pada wahyu, yakni dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Karena wahyu adalah sesuatu yang tidak diragukan kebenarannya, maka apabila berargumen dengannya cukup dengan menukil atau mengutipnya.
8
DAFTAR PUSTAKA An-Nadwi, M. Fadlil Said. 2005 . Pengantar Ilmu Mantiq. Surabaya: Al-Hidayah Rofik, Muhammad. . 2010. Pengantar Pemahaman Ilmu Mantiq. Surabaya: AlMiftah. Djalil, A. Basiq. 2010.Logika (Ilmu Mantiq). Jakarta: Kencana. Syukriadi Sambas. 1996. Mantik : Kaidah Berpikir Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sunardji Dahri Tiam. 2016. Belajar Cepat Ilmu Mantiq. Malang: Intrans Publishing. Darul Azka dan Nailul Huda, Sulam al-Munawraq Kajian dan Penjelasan Ilmu Mantiq. Baihaqi A.K. 2012. Ilmu Mantik Teknik Dasar Berpikir Logika. Jakarta: Darul Ulul Press.
9