INDEGENOUS KNOWLEDGE DAN LOCAL WISDOM Kampung Adat Banceuy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INDEGENOUS KNOWLEDGE DAN LOCAL WISDOM Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tata Permukiman Lokal Semester Antara Tahun Ajaran 2020/2021



Disusun Oleh: HALIMAH NURHASANAH



10070319121



MUHAMMAD MAULANA RIZKI



10070319143



KELAS B



PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2021 M / 1443 H



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI............................................................................................................... i BAB I ....................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 1.1. Indigenous Knowledge and Local Wisdom (Pengetahuan Adat dan Kearifan Lokal) .................................................................................................... 1 1.2.



Kosmologi Ruang ..................................................................................... 4



1.3.



Posisi Geografis ....................................................................................... 7



BAB II ...................................................................................................................... 9 POLA PERMUKIMAN ADAT .................................................................................. 9 2.1



Delineasi atau Liminasi Permukiman Adat .............................................. 9



2.2



Morfologi Permukiman (Kondisi Fisik) ................................................... 10



2.3



Kondisi Sosial Ekonomi .......................................................................... 10



2.4



Obyek Kebudayaan ................................................................................ 12



2.5 Aktivitas Kebudayaan (Elemen Non Fisik – Kegiatan Pendukung Permukiman) ..................................................................................................... 12 2.6



Tempat Sakral Dan Profan ..................................................................... 13



2.7



Arsitektur Vernakular .............................................................................. 14



2.8



Genius Loci ............................................................................................. 14



DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 15



i



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Indigenous Knowledge and Local Wisdom (Pengetahuan Adat dan Kearifan Lokal) Pengetahuan adat dapat didefinisikan sebagai jaringan pengetahuan, kepercayaan,



dan



tradisi



yang



melestarikan,



mengomunikasikan,



dan



mengontekstualisasikan hubungan masyarakat adat dengan budaya dan lanskap dari waktu ke waktu. Seseorang dapat membedakan "pengetahuan" sebagai kebenaran, "keyakinan" sebagai konsep keagamaan, dan "tradisional" sebagai praktik, tetapi istilah-istilah ini sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan persepsi. Pengetahuan adat ditransmisikan secara formal dan informal di antara keluarga dan kelompok masyarakat melalui pertemuan sosial, dari mulut ke mulut, praktik ritual, dan kegiatan lainnya. Ini termasuk: sejarah lisan yang menceritakan kisah umat manusia; pengamatan alam semesta dan metode penghitungan waktu; mode komunikasi simbolis dan dekoratif; teknik penanaman dan panen; keterampilan berburu dan mengumpulkan; pemahaman khusus tentang ekologi lokal; dan pembuatan alat dan teknologi khusus (hal. Data ini mencakup bukti geografis, silsilah, biologi, dan bukti lain yang memetakan hubungan manusia dengan flora dan fauna, bumi dan air, dan kekuatan supernatural. Ilmu pengetahuan sering melalui pertunjukan



reguler dari



Masyarakat Adat, termasuk tradisi lisan, lagu, tarian, dan ritual yang menyampaikan kebenaran literal dan metaforis tentang hubungan ini. Individu dan keluarga yang memenuhi syarat bertanggung jawab untuk menegakkan tradisi ini; beberapa ahli dalam melestarikan pengetahuan esoteris. Meskipun banyak aspek pengetahuan tradisional telah diidentifikasi dan didokumentasikan melalui penelitian etnografi dan etnografi, beberapa tetap tidak diketahui oleh orang luar. Indigenous Knowledge yang ada sebelum kolonialisme dipandang belum sempurna dan tidak canggih; Bias budaya ini secara historis mengaburkan struktur dan praktik pengetahuan ini. Praktisi Barat secara serius mengancam integritas tradisi budaya dan teritorial asli, memperlakukan mereka sebagai milik ilmiah publik. Para arkeolog melakukan penyelidikan dengan cara yang destruktif dan dipertanyakan secara etis. Kerusakan tersebut meliputi: penodaan tempat pemakaman, pencurian benda budaya; pengenaan ideologi nasionalis; gangguan terhadap kegiatan tradisional; kerusakan ekosistem lokal; ditipu menjadi museum;



1



Pada tahun-tahun awal arkeologi, sebagian besar ilmuwan mengabaikan nilai pengetahuan asli, dan pertukaran kebijaksanaan antara pemegang pengetahuan asli dan Eropa sangat ideal. Masyarakat adat terutama dilihat sebagai aktor objektif daripada peserta bersama. Kepercayaan dan tradisi pribumi dianggap sebagai takhayul agama dibandingkan dengan ideologi imperialis dan gerakan keagamaan terorganisir yang lebih besar. Masyarakat adat di Amerika Utara dan Selatan, Australia dan Selandia Baru semuanya tidak berdaya secara politik dan hidup di lingkungan yang tidak bersahabat, suasana yang membuat sulit untuk menyatukan masyarakat adat. Bagi orang Māori, penjajahan secara langsung melemahkan kekuatan penguasa tradisional dan pengetahuan tradisional, melucuti kendali Māori atas tanah dan nasib mereka (Smith 2012: 175). Secara kolektif, semua pengetahuan manusia berakar pada tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi. kemudian, dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Dalam hal ini, pendekatan ilmiah terhadap arkeologi dapat dianggap sebagai seperangkat tradisi yang muncul dari hubungan sosial tertentu dan pelaksanaan kekuasaan yang telah berkembang di lingkungan modern akademi Eropa. Di dunia akademis, metode penelitian yang dirancang menurut metode ilmiah dinilai berdasarkan objektivitasnya. Namun, data yang dikumpulkan dikatalogkan dan diklasifikasikan dengan cara yang agak independen dari pengalaman aktual dan sensorik (ApffelMarglin 2011; Smith 2012). Model pemikiran dan organisasi ilmiah didasarkan pada divisi disiplin yang memisahkan dunia alami dan produk pengalaman manusia menjadi bagian-bagian terpisah yang tidak mencerminkan asal-usulnya (misalnya, penggunaan nama Latin untuk flora dan fauna). Sementara itu, kearifan lokal secara inheren holistik dan integratif, berakar pada persepsi sensorik dan pengalaman manusia tentang hubungan kompleks antara



organisme dalam



ekosistem yang berbeda (Afffel Marglin 2011; Augustine 1997; Smith 2012). Pengetahuan asli tidak sepenuhnya tidak ilmiah, dan konsep 'ilmiah' dan 'tradisional' tidak perlu saling bertentangan, karena keduanya berpotensi melengkapi cara



untuk mengatur pemahaman kita, manusia, dan interaksi



dengan alam. Untuk sebagian besar abad ke-19 dan ke-20, studi antropologis pengetahuan asli sebagian difokuskan pada data yang berguna bagi para ilmuwan Barat. Studi etnografi mendokumentasikan identitas biologis, perburuan, penamaan, dan struktur bahasa sebagai kumpulan data yang terpisah, tanpa sepenuhnya mempertimbangkan filosofi asli yang memandu hubungan hubungan kompleks



antara bentuk-bentuk pengetahuan ini. Pada awal abad ke-20,



2



penduduk asli Amerika sering bertindak sebagai informan dan asisten di situs arkeologi, tetapi hubungan antara individu-individu ini dan para pengikut pengetahuan suci memang banyak diragukan. Situs arkeologi sangat rentan terhadap perburuan ganja oleh



amatir (dan beberapa profesional) yang



membedah sisa-sisa dan menghilangkan benda-benda budaya di lapangan. Isu utama/perdebatan saat ini Hubungan komprehensif antara Masyarakat Adat dan arkeolog telah berubah secara dramatis selama beberapa dekade terakhir, sebagai akibat langsung dari peningkatan perhatian pada praktik, praktik etis, dan menyertakan masyarakat adat sebagai mitra dalam penelitian (Nicholas 2010; Nicholas & Andrews 1997; Schmidt 2009; Smith dan Wobst 2005). Arkeolog adat sering menekankan bahwa pengetahuan adat mendahului penggalian situs adat. Aktivis masyarakat adat juga menyerukan koreksi atas banyak distorsi dalam tradisi lisan dan pengetahuan lokal yang telah mempengaruhi baik pandangan masyarakat terhadap masa lalu masyarakat adat maupun pandangan masyarakat adat terhadap dirinya sendiri (Nicholas 2010; Smith 2012). Seperti yang dijelaskan Linda Tuhiwai Smith (Maori), distorsi ideologis ini disebabkan oleh pengaruh kolonial dan telah menjebak orang dalam sudut pandang "tidak terkait dengan tradisi lisan mereka atau realitas kehidupan kita" (Smith 2012: 172). Di beberapa daerah, masyarakat adat menggunakan pengaruh mereka sebagai negara berdaulat untuk menantang kontrol monopoli negara dan kepemilikan ilmiah atas warisan. Para arkeolog tidak lagi dapat mengambil alih otoritas mereka sendiri di lapangan, dan mereka harus siap menghadapi dan menegosiasikan potensi perselisihan, tidak hanya atas kepemilikan situs dan dokumen, tetapi juga atas penerapan berbagai bentuk pengetahuan. (Atalay 2012; Smith & Wobst 2005). Pengetahuan ekologi asli cenderung dilihat sebagai bukti dalam sengketa pembangunan atau penelitian arkeologi di situs sensitif. Antara penduduk asli Amerika dan Bangsa Pertama di Amerika Serikat dan Kanada, kelanjutan kegiatan tradisional (misalnya, praktik ritual, berburu, dan panen musiman) dapat menyebabkan konflik dengan departemen nasional yang bertanggung jawab atas konservasi



dan lembaga serta kebijakan nasional. Para pencinta lingkungan



sering kali lebih menyukai visi romantis tentang hutan belantara yang tidak berpenghuni daripada visi masyarakat adat tentang perburuan, penangkapan ikan, dan pemanenan yang berkelanjutan (ApffelMarglin 2011:23). Aktivis pribumi di Amerika Selatan menghadapi perjuangan serupa untuk melestarikan lanskap dan praktik tradisional. Situs-situs tradisional perlu dilindungi dan diverifikasi (yang



3



terkadang dapat diamankan dengan penyelidikan arkeologis), tetapi pameran dapat mengundang eksploitasi ekonomi dan budaya (penyelidikan biologi, biodemokrasi, pariwisata, pembangunan). Ada juga bahaya mengganggu keseimbangan kekuatan alam di planet ini (cuaca, air, iklim, jiwa) untuk menjaga masyarakat tetap aman (Apffel Marglin 2011). melakukan upaya lebih lanjut untuk memastikan partisipasi masyarakat (Atalay 2011; Menzies 2006; Sillar dan Fforde 2005). Pengetahuan tradisional telah menginformasikan studi arkeologi agama adat, seni cadas, ritual dan lanskap suci, meningkatkan presisi dan kompleksitas bidang studi (Berkes) 2012). Bukti arkeologi dari praktik kuno yang berkelanjutan tidak hanya membuktikan tempat tinggal permanen masyarakat adat; itu juga dapat memberikan informasi tentang kebijakan pengelolaan sumber daya budaya di masa depan (Nicholas & Andrew 1997). Namun, dalam beberapa kasus, stereotip (misalnya, model praktik sederhana) tetap ada, mengaburkan bukti kegiatan yang belum bermakna (Apffel Marglin 2011). Tradisi lisan mencatat rincian adegan dan ritual sakral yang rumit yang mungkin telah diabaikan oleh para ilmuwan untuk mencari bukti konstruksi manusia yang lebih dapat dikenali. Misalnya, di Andes, kanal yang dibangun untuk membawa arwah air secara seremonial dapat dilihat sebagai saluran irigasi belaka (Apffel Marglin 2012). Di Aborigin Australia, lanskap budaya yang sedikit berubah yang menyimpan semangat kuat dan menginspirasi mimpi yang tercerahkan (lihat contoh tanah Barunga dan Ngarrindjeri dalam Smith & Wobst 2005) tidak dapat dikenali sebagai sakral oleh orang luar. Beberapa pihak mempertanyakan sejauh mana masyarakat adat harus diizinkan untuk melakukan kontrol atas penelitian ilmiah (Nicholas 2010; Smith dan Wobst 2005).



1.2. Kosmologi Ruang Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta dalam skala besar. Lebih tepatnya, ilmu ini berkaitan dengan asal usul dan perkembangan suatu subjek. Kosmologi dipelajari dalam astronomi, filsafat, dan agama. Kosmologi non-astronomi membagi seluruh alam semesta menjadi galaksi, bintang, planet, dan bulan dan kemudian mempertimbangkannya satu per satu. Kosmologi menggabungkan semua cabang dan cabang pohon pengetahuan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang alam semesta. Kosmologi adalah studi tentang ruang dan waktu, studi tentang asal usul semua materi di alam, studi tentang



peristiwa



penting



kosmik, termasuk



4



asal usul kehidupan



dan



perkembangan kecerdasan Meta Riany et al., 2014). Konsep kosmologi membentuk sistem pemikiran yang akhirnya bercabang membentuk struktur dan jaringan sosial, sistem kepemimpinan (ideologi politik), sistem budaya yang diterapkan pada realitas kehidupan, salah satunya dalam bentuk arsitektur. Akhirnya, muncul simbol-simbol kosmik yang tergabung dalam kepercayaan, sistem sosial, dan sistem politik. Kedudukan, orientasi, kedudukan dan keberadaan benda-benda di alam melekat pada makna simbolik yang menunjukkan kekuatan, kekuasaan dan sejenisnya (Ema Yunita. dkk., 2017). Kosmologi kampung adat Banceuy mengikuti kosmologi Sunda lainnya, seperti model tiga atau tritangtu dalam pembagian dunia (buana). Kampung Banceuy memiliki tiga motif skala regional, yaitu Buana Nyungcung (atas, langit) mewakili air, Buana Pancatengah (tengah, orang) mewakili batu dan Buana Larang (bumi) mewakili bumi. Pembagian tiga ranah atau tiga ranah itu erat kaitannya dan sangat penting bagi Kampung Banceuy dan masyarakat itu sendiri.



Konsep Triangtu Sumber: Materi Kuliah Buku Tata Permukiman Kampung Adat, 2021



Desa Banceuy memiliki tiga wilayah daratan yang disebut juga dengan Tritangtu, yaitu: Buana Nyungcung atau langit artinya berada di tempat yang sakral dan keramat, seperti tempat pemakaman pendiri Kampung Banceuy atau tempat berlangsungnya upacara dan upacara leluhur. B. Buana Pancatengah atau manusia berarti berada di tempat kegiatan manusia seperti pemukiman atau tempat tinggal penduduk Kampung Banceuy. dibandingkan dengan Buana Larang



5



atau tanah artinya berada di tempat yang kotor atau sesuatu yang tidak kita rawat akan rusak dan tidak perlu seperti daerah sungai dan tanah/alam sekitarnya. Pembagian dunia atau dunia menjadi tiga ini saling bergantung, seperti Buana Nyungcung dan Buana Larang bahwa orang harus menikah di Buana Pancatengah agar kebutuhan hidup manusia terpenuhi dengan baik, misalnya seperti menginginkan hujan, maka bumi memiliki energi untuk kepentingan manusia. jika manusia menjaga alam di bumi agar bumi/alam menghasilkan tumbuh-tumbuhan atau air bersih yang mengalir yang dapat dikonsumsi. Sehingga masyarakat desa Banceuy percaya bahwa mereka harus selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berterima kasih kepada nenek moyang mereka karena telah melindungi wilayah desa Banceuy dan mereka percaya bahwa mereka harus menjaga alam sekitar dan tanah dari desa Banceuy hingga dapat digarap. tepat. Setelah melakukan dua hal ini dengan baik, mereka percaya bahwa mereka akan diberkati oleh desa Banceuy, dengan makanan dan perlindungan dari bencana dan bencana. Penduduk desa Banceuy bergantung pada kegiatan pertanian mereka, sehingga air dan tanah merupakan hal yang penting bagi desa Banceuy. Oleh karena itu, mereka selalu melakukan ritual untuk menunjukkan rasa syukur dan menjaga alam agar kebutuhan desa Banceuy terpenuhi dengan baik. Diagram tritunggal Sunda atau Tritangtu di rumah-rumah atau rumahrumah masyarakat desa Banceuy tidak lagi memiliki rumah dengan ciri tradisional. Namun, mereka tetap menerapkan tata letak penempatan pintu, ruangan dan tempat lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat Kampung Banceuy sudah memiliki pengetahuan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan, kebutuhan dan adat istiadat mereka sendiri. Sejalan dengan gaya hidup mereka dalam slogan Kampung Banceuy, yaitu "Ngindung ka Waktu Ngula ka Jaman". Makna semboyan Ngindung ka Time Ngula ka Jaman adalah desa ini tidak menolak perubahan seperti bentuk dan konstruksi rumah, penetrasi budaya asing bahkan teknologi modern. Namun, mereka tetap fokus untuk mempertahankan budaya dan tradisi yang telah dirunut dari nenek moyang hingga diwariskan kepada keturunannya. Meski begitu, mereka tetap menyaring perubahan atau penambahan budaya dari luar sehingga yang masuk ke Desa Banceuy hanya berisi budaya atau teknologi yang bermanfaat dan positif bagi Desa Banceuy dan masyarakatnya.



6



1.3. Posisi Geografis Desa Banceuy merupakan desa adat Sunda yang berada di bawah pemerintahan Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, selain itu Desa Banceuy terletak pada titik 6°42' 16"BT 107°42'2" LS memiliki kondisi topografis terletak di dataran tinggi, sehingga memiliki iklim yang dingin (Afifah 2017 to Afif, Saleh 2020). Jarak dari Kabupaten Subang adalah ±28 km ke desa adat Banceuy. ± 183 km. Namun dari kecamatan Ciater sendiri berjarak ± 7 km menuju desa adat Banceuy yang terletak di desa Sanca salah satu dari 7 desa yang ada di kabupaten Ciater. Desa Sanca, ± 2 km dari desa adat Banceuy, memiliki 4 desa yaitu desa Sanca, desa Pangkalan, desa Ciwirangga dan desa Banceuy atau biasa dikenal dengan desa Banceuy. PKPU 2014 di Afif, Shaleh 2020).



Peta Administrasi Kecamatan Ciater Sumber: Hasil Pengolahan Kelompok, 2020



Dilihat dari letak desa Banceuy dan kondisi eksternalnya di desa Sanca, wilayah ini lebih banyak menempati sumber daya alam daripada lahan pemukiman. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Kampung Banceuy sangat bergantung pada alam. Lahan pertanian dan lahan tanam merupakan potensi besar yang dapat mengembangkan desa



7



Sanca dan hutan dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi dan menjaga resapan air di kawasan desa Sanca, yang juga akan berdampak baik bagi desa sekitarnya. Desa Sanca memiliki luas ±642,89 Ha, berbatasan dengan beberapa desa yaitu: •



Utara



: Desa Kasomalang Kulon Kecamatan Kasomalang







Selatan



: Desa Cibitung, Kecamatan Ciater







Barat



: Desa Cimanglid, Kecamatan Kasomalang







Timur



: Desa Pasanggrahan, Kecamatan Cisalak



Karena letak geografisnya, Kampung Banceuy terletak di daerah pegunungan. Desa Banceuy terletak pada ketinggian 770 meter di atas permukaan laut, sehingga suhu minimum di desa Banceuy adalah sekitar 18oC sedangkan suhu maksimum hingga 34oC dan memiliki suhu rata-rata 26oC. Sedangkan curah hujan tahunan 2.700 mm3 (PKPU 2014 di Afif, Saleh 2020). Luas desa Banceuy mencapai 157 hektar, meliputi 47 hektar hutan, 78 hektar sawah, 20 hektar kebun dan 12 hektar lahan pemukiman (Supriatna 2011 dalam Afif, Shaleh 2020). Hutan, kebun dan persawahan merupakan kekayaan alam desa Banceuy. Hal ini menunjukkan bahwa luas pemukiman dibandingkan dengan



lebih kecil



hutan dan persawahan. Hal ini menunjukkan bahwa



kehidupan Banceuy masih sangat bergantung pada alam (Somantri 2016 dalam Afif, Shaleh 2020).



8



BAB II POLA PERMUKIMAN ADAT 2.1 Delineasi atau Liminasi Permukiman Adat Berikut adalah pola permukiman adat Banceuy seperti pada Gambar 1:



Pola Permukiman Sumber: Hasil Pengolahan Kelompok 4, 2020



Pola perkampungan Banceuy tergolong pola perkampungan yang linier. Pola seperti itu ditandai dengan adanya jalan raya atau jalan kampung, dan daerah perkampungan di sepanjang jalan tersebut. Unsur–unsur yang melengkapi pola perkampungan Banceuy terdiri atas rumah–rumah penduduk, sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana berwirausaha, dan sarana olahraga. Kampung Banceuy ini tidak memiliki kekhasan tersendiri dalam bentuk fisik bangunan, tetapi dalam kenyataannya walaupun bangunan rumah penduduk tidak ada kekhasan tersendiri, di seputar rumah ada aturan yang harus dipenuhi. Diantaranya untuk letak rumah, letak pintu, letak tempat menyimpan beras atau goah, dan posisi kamar tidur. Hal itu terjadi karena sifat dari masyarakat itu sendiri.



9



2.2 Morfologi Permukiman (Kondisi Fisik) Perumahan di Kampung Banceuy umumnya terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam, karena sesuai kepercayaan masyarakat setempat bahwa manusia sejatinya harus menyatu dengan alam. Atap rumah terbuat dari daun pohon rumbia, dinding rumah berasal dari tepas (bambu yang dianyam), tiang penyangga berasal dari kayu. Elemen-elemen ruang yang ada di rumah masyarakat kampung banceuy umunya terdiri dari Teras rumah, Ruang tamu, Ruang keluarga, Kamar tidur, Goah (tempat penyimpanan beras), Dapur Letak rumah sangat berkaitan dengan hubungan kekeluargaan, anak tidak diperbolehkan membangun rumah disebelah timur orang tuanya, seorang adik juga dilarang mendirikan rumah di sebelah timur kakanya, dalam istilah mereka, hal seperti itu sama halnya dengan ngalangkangan jika dilanggar,maka dipercaya kehidupan anak atau adik tadi akan senantiasa mengalami kesulitan. Aturan letak pintu erat kaitanya dengan rezeki yang masuk ke dalam keluarga yang bersangkutan. Pintu rumah depan dan belakang harus menghadap selatan dan utara. Kedua pintu itu tidak boleh sejajar atau langsung melainkan dihubungkan dengan pintu tengah posisinya tidak sejajar dengan kedua pintu tadi disebut nyegog. Penyimpanan goah erat kaitanya dengan hari kelahiran pemiliknya. Jika lahir hari selasa, kamis, sabtu, goah harus berada di timur utara. Jika lahir hari rabu, senin, goa harus berada disebelah selatan barat. Jika lahir hari sabtu goah harus berada di sebelah selatan barat. Selain itu goah harus sejajar dengan kamar-kamar tidur yang ada di dalam rumah tersebut. Umumnya, di depan rumah penduduk Kampung Banceuy masih tersisa lahan untuk halaman yang digunakan untuk menanam pohon atau kebutuhan lainya. Luas halaman yang terdapat di setiap rumah Kampung Banceuy berbeda, mulai yang sempit hingga yang luas antar rumah penduduk diberi batas pager besi, tanaman hidup, tembok atau bilah-bilah bambu.



2.3 Kondisi Sosial Ekonomi Perubahan kehidupan dalam masyarakat Kampung Banceuy tidak akan lepas dari proses perkembangan secara bertahap dan berkesinambungan dengan semakin majunya perkembangan hidup manusia dan peranan juga fungsi dari kampung adat tersebut. Perkembangan dan perubahan yang terjadi seiring



10



dengan adanya suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Kampung Banceuy. Selain itu masuknya teknologi modern seperti adanya listrik, sarana dan prasarana transportasi, adanya suatu pembangunan di kampung tersebut, serta dijadikanya Kampung Banceuy sebagai kampung adat dan daya tarik sebagai kampung wisata menyebabkan orang luar mudah masuk dan orang dalam mudah untuk keluar dari kampung tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fairchild (dikutip oleh Sumaatmadja, 2000, hlm. 64) sebagai berikut: Social change is variations or modifications in any aspect of social process, pattern, or form. A comprehensive tern designating the result of everyday variety of social movement. Social change may be progressive or regressive, permanent or temporary, planned or unplanned, unidirectional or multi-directional, beneficial or harmful, etc. Dari pernyataan tersebut di atas memperlihatkan bahwasanya perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat memiliki berbagi macam pandangan baik yang bersifat menguntungkan ataupun merugikan, terencana atau tidak terencana. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. Perubahan yang dikehendaki merupakan suatu teknik sosial yang oleh Thomas dan Znaniecki ditafsirkan sebagai suatu proses yang berupa perintah dan larangan artinya menetralisasikan suatu keadaan krisis dengan akomodasi untuk melegalisasikan hilangnya keadaan yang tidak dikehendaki atau berkembangnya sesuatu yang dikehendaki (Soekanto, 1990, hlm. 352). Jika kita lihat maka perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi khususnya dalam aspek sosial-budaya masyarakat Kampung Banceuy yang signifikan, yaitu ketika adanya keinginan masyarakat untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan (buttom up) atau campur tangan dari pemerintah (top down), misalnya ketika Kampung Banceuy dijadikan kampung adat atau kampung wisata yang mengakibatkan terjadinya kontak sosial masyarakat Kampung Banceuy dengan masyarakat luar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sam (1986, hlm. 3) yang menyatakan bahwa perubahan itu bisa juga disebabkan oleh lebih seringnya kontak dengan golongan-golongan sosial atau suku bangsa lainnya, atau karena masuknya teknologi modern dan sekolah, agama, serta media masa modern. Perubahan yang terjadi bukan hanya dalam aspek sosial melainkan budaya yang selalu berdampingan dengan perubahan sosial tersebut, dalam



11



perkembangan kehidupan masyarakat Kampung Banceuy yang memperlihatkan perkembangan dan perubahanya. Perubahan sosial budaya kerap kali terjadi dalam kehidupan masyarakat Kampung Banceuy. Seiring dengan adanya suatu peristiwa yang melatar belakangi perubahan sosial budaya masyarakat Kampung Banceuy, maka akan mengakibatkan perubahan dari berbagai aspek kehidupan khususnya kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Banceuy.



2.4 Obyek Kebudayaan Terdapat beberapa objek kebudayaan yang berbentuk bangunan diantaranya: •



Saung Lesung



: tempat yang digunakan untuk menumbuk padi di



lesung. Tempat ini dijadikan sejumlah upacara adat salah satunya acara tutunggulan •



Saung Celempung



: tempat untuk latihan kesenian jika ada hari adat



para pemuda •



Balai Musyawarah



: untuk berdiskusi atau bermusyawarah masyarakat



Kampung Banceuy •



Sekretariat



Karang



Taruna:



untuk



melakukan



aktivitas



terkait



permasalahan kampung dan acara adat yang akan dilaksanakan •



Penampung Air



: untuk menyimpan air tanah sebelum dialiri ke



setiap rumah •



Pendidikan



: terdapat 1 sekolah dasar dan 1 PAUD. Tempat ini



kerap digunakan untuk melaksanakan upacara tradisional seperti Ngaruat Bumi (Ruwatan Bumi) 2.5 Aktivitas Kebudayaan (Elemen Non Fisik – Kegiatan Pendukung Permukiman) Umumnya, di depan rumah penduduk Kampung Banceuy masih tersisa lahan untuk halaman yang digunakan untuk menanam pohon atau kebutuhan lainnya. Dibelakang rumah biasanya ada tempat untuk menyimpan kayu bakar dan kandang ternak ayam, kambing, domba, atau sapi. Tidak jauh dari rumah penduduk Kampung Banceuy, banyak ditemukan saung lesung. Sebagian ibu disana memang masih menumbuk padi di lesung. Tempat tersebut juga kerap dijadikan tempat pelaksanaan sejumlah upacara adat, tepatnya untuk acara tutunggulan.



12



Selain itu, dalam melakukan upacara ruwatan bumi atau memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. dan upacara ritual lainnya, masyarakat Banceuy pergi ke situs makam Aki Leutik atau yang disebut sebagai Raden Ismail Shaleh dan Makam Eyang Ito yang dianggap masyarakat Banceuy adalah leluhur mereka yang mendirikan Kampung Banceuy, serta situs Mbah Natasingadiraksa (Suta, Wawancara tanggal 13 Februari 2016).



Aktivitas Masyarakat Sumber: google.com



2.6 Tempat Sakral Dan Profan Kampung Adat Banceuy memiliki beberapa tempat yang disakralkan, diantaranya makam keramat atau yang biasa disebut Buana Nyungcung, mata air, dan hutan adat. Hal tersebut dikarenakan mereka sangat meyakini terhadap kekuatan roh leluhur yang dapat menyelamatkan mereka dari berbagai permasalahan dan malapetaka serta bencana. Masyarakat setempat juga mempercayai bahwa pohon dihuni oleh jin. Oleh sebab itu, mereka setiap tahunnya selalu memberi sesaji di sekitar hutan/pohon tersebut. Selain itu ada konsep triangtu (3 kepercayaan) yang di percayai masyarakat setempat, yakni sebagai berikut: Buana Nyungcung atau langit itu berarti berada pada tempat yang suci dan dikeramatkan seperti tempat makam keramat pendiri Kampung Banceuy atau tempat dilakukannya sesajen dan ritual leluhur.



13



Buana Pancatengah atau manusia itu berarti berada pada tempat aktivitasaktivitas manusia, seperti permukiman atau hunian masyarakat Kampung Banceuy. Buana Larang atau bumi itu berarti berada pada tempat yang kotor atau sesuatu yang tidak kita jaga maka akan rusak dan tidak bermanfaat, seperti daerah sungai dan tanah/ alam sekitarnya.



2.7 Arsitektur Vernakular Tata ruang rumah di Kampung Banceuy sedikitnya memenuhi beberapa unsur berikut: teras rumah, ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, goah, dan dapur. Ada yang menarik perhatian berkenaan dengan langit-langit rumah. Umumnya langit-langit rumah mereka ada bagian yang diberi papan agak terbuka. Keberadaan langit-langit seperti itu erat kaitanya dengan pelaksanaan hajatan. Dalam setiap hajatan, senatiasa ada acara netepkeun atau ngadiukeun, yakni dengan cara memasukan makanan, khususnya kue ke langit-langit rumah.



Aktivitas Masyarakat Sumber: https://galihsedayu.com/2010/01/21/24-jam-dusun-banceuy/



2.8 Genius Loci Kampung adat Banceuy memiliki kesan yang sangat alami dan asri. Hal tersebut dapat terlihat dari bangunan perumahan yang terbuat dari bahan-bahan yang tersedia di alam. Selain ini pada kampung adat ini juga terdapat hutan adat yang masih terjaga serta tradisi turun-temurun yang sampai saat ini masih dilestarikan.



14



DAFTAR PUSTAKA Afif, Shaleh. 2020. Kebudayaan Kampung Adat Banceuy Desa Sanca Kecamatan Ciater Kabupaten Subang. Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, Vol.17 No.1, 2020, 43-57 E-ISSN 2654-4598 APFFEL-MARGLIN, F. 2011. Subversive Spritualities: How Rituals Enact the World. New York, NY: Oxford University Press. ATALAY, S. 2012. Community-Based Archæology: Research with, by, and for Indigenous and Local Communities. Berkeley, CA: University of California Press. AUGUSTINE, S.J. 1997. Traditional Aboriginal Knowledge and Science Versus Occidental Science. Paper prepared for the Biodiversity Convention Office of



Environment



Canada.



http://www.nativemaps.org/?q=node/1399



(accessed March 7, 2013) BERKES, F. 2012. Sacred Ecology. New York, NY: Routledge Press. BRUCHAC, M.M. 2005. Earthshapers and Placemakers: Algonkian Indian Stories and the Landscape, in C. Smith & H.M. CAJETE, G. 2000. Native Science: Natural Laws of Interdependence. Santa Fe, NM: Clear Light Publishers. Castellano, M Brant. Updating Aboriginal Traditions of Knowledge. In: Sefa Dei GJ, Hall BL, Rosenberg D. (eds), Indigenous Knowledges in Global Contexts. University of Toronto Press, 2000. ELLEN, R., P. PARKER & A. BICKER. 2000. Indigenous Environmental Knowledge and its Transformations: Critrical Anthropological Perspectives. Amsterdam: Harwood Academic. GNECCO, C. & P. AYALA. 2011. Indigenous Peoples and Archaeology in Latin America. Walnut Creek, CA: Left Coast Press. JOHNSON, D.M. 2007. Reflections on Historical and Contemporary Indigenist Approaches to Environmental Ethics in a Comparative Context. Wicazo Sa Review Fall 2007:23-55. Keesing, M. Roger. 1992. Cultural Anthropology: A Contemporary Perspective Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga, 1992 MENZIES, C.R. 2006. Traditional Ecological Knowledge and Natural Resource Management. Lincoln, NB: University of Nebraska Press.



15



NICHOLAS, G.P. 2010. Being and Becoming Indigenous Archaeologists. Walnut Creek, CA: Left Coast Press. Riany, Meta.dkk. 2014. Kajian Aspek Kosmologi-Simbolisme pada Arsitektur Rumah Tinggal Vernakular di Kampung Naga. Jurnal Reka Karsa No.4 Vol.2. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Roibin. 2007. Agama dan Mitos: Dari Imajinasi Kreatif Menuju Realitas Yang Dinamis. El-Harakah Jurnal Budaya Islam, Vol. 9 No.3 SeptemberDesember 2007 Saringendyanti, Etty. 2008. Kampung Naga, Tasikmalaya Dalam Mitologi: Upaya Memaknai Warisan Budaya Sunda. Dalam http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/kampung_naga_tasikmalaya_dalam_mitologi.pdf Supriatna, Endang, 2011. Kajian Nilai Budaya Tentang Mitos dan Pelestarian Lingkungan pada Masyarakat Banceuy Kabupaten Subang. Patanjala Vol. 3 No.2, Juni 2011:278-295 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pusataka,1999), 660. Titisari, Ema Yunita.dkk. 2017. Tujuan Interdisipliner dalam Mengkaji Aspek Kosmologi dalam Arsitektur. Jurnal RUAS, Vol.15 No. 1 Juni 2017, ISSN 1693-3702 Wobst (eds.) Indigenous Archaeologies: Decolonizing Theory and Practice. 56-80. London: Routledge Press.



16