Kampung Adat Cipta Gelar [PDF]

  • Author / Uploaded
  • silvi
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Ciptagelar, Kampung Adat di Sukabumi yang Teguh Memegang Tradisi



Kampung Kasepuhan Ciptagelar Foto: Shutter Stock Sebuah kampung adat bernama Ciptagelar di Sukabumi, Jawa Barat masih memegang erat tradisinya hingga saat ini. Masyarakat hukum adat ini tinggal di sebuah desa yang berada di kawasan pedalaman Gunung Halimun-Salak yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Gunung Salak yang bernama Kampung Gede Kasepuhan Cipta Gelar dan dikelilingi oleh gunung lainnya seperti Gunung Surandil, Gunung Karancang, dan Gunung Kendeng. Kampung Ciptagelar berada di wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Wilayahnya meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Berdiri sejak tahun 1368, kampung yang berada di ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut ini memiliki suhu berkisar 20 - 26 derajat celcius, ini masih memegang kuat adat dan ajaran leluhur seperti ciri khas lokasi, bentuk rumah, serta tradisi yang masih dijalankan oleh penduduknya.



Seren Taun Ciptagelar (Foto: Jhony Hutapea) Disebut kasepuhan karena desa ini memiliki model kepemimpinan yang berasal dari adat dan kebiasaan orang tua atau sesepuh. Kata kasepuhan sendiri berasal dari kata sepuh dengan awalan 'ka-' dan akhiran '-an' yang dalam bahasa Sunda berarti 'kolot' atau 'tua'. Secara harafiah, kasepuhan dapat diartikan sebagai tempat tinggal sesepuh atau mereka yang dituakan.



Ciptagelar (Foto: Flickr/Frino Barus) Kasepuhan Ciptagelar tersebar di tiga kabupaten yang berada di sekitar wilayah perbatasan Provinsi Banten dan Jawa Barat. Kasepuhan ini telah mengalami beberapa kali perpindahan desa pusat pemerintahan yang disebut Kampung Gede karena masih menjalankan tradisi berpindah tempat berdasarkan perintah leluhur (wangsit) yang diterima para leluhur (karuhun).



Ciptagelar (Foto: Flickr/Erwin Gumilar) Wangsit tersebut akan diperoleh pemimpin desa Ciptagelar setelah melalui proses ritual dan hasilnya harus dilakukan. Itu sebabnya rumah warga di Ciptagelar merupakan bangunan tidak permanen. Rumah di masyarakat terbuat dari kayu dilapisi bilik bambu dan beratapkan pelepah aren yang dikeringkan. Warga di kampung ini mayoritas bekerja sebagai petani, khususnya yang tinggal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Sebagian kecilnya berprofesi sebagai pedagang, peternak, buruh, dan pegawai.



Tradisi Ciptagelar Geopark (Foto: Flickr @Frino Barus) Dalam mengolah tanah, warga Kasepuhan Ciptagelar melakukan cara dan sistem pertanian secara tradisional. Menanam padi setahun sekali secara serentak dengan melihat tanda-tanda astronomi, tidak menggunakan pupuk kimia, traktor, gilingan padi, hingga dilarang menjual beras atau padi. Hal ini membuat Kasepuhan Ciptagelar mampu berswasembada pangan hingga beberapa tahun kedepan. Meski masyarakat di kasepuhan ini memegang teguh dan menjaga adat istiadat para leluhur, mereka tetap menikmati kemajuan teknologi. Teknologi dianggap sebagai tatanan di lingkungan masyarakat.



Ciptagelar (Foto: Flickr/Adrian Crapciu) Masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar percaya manusia bertugas untuk menjaga dan memelihara keseimbangan alam, karena keteraturan dan keseimbangan alam semesta merupakan sesuatu yang mutlak. Adanya malapetaka atau bencana adalah akibat keseimbangan dan keteraturan alam yang terganggu. Eksistensi desa adat Kesepuhan Ciptagelar, Sukabumi telah dikenal secara luas oleh masyarakat Jawa Barat. Terutama karena tradisi bertani seperti ngaseuk, mipit, nutu, nganyaran, dan ponggokan yang diakhiri serentaun. Serentaun menjadi puncak acara kegiatan ritual penanaman padi di setiap tahunnya. Lebih lanjut, pada rangkaian acara ini dihadirkan pula kesenian seperti seni Jipeng, Topeng, Angklung Buhun, Wayang Golek, Ujungan, Debus, dan Pantun Buhun.



5 Keistimewaan Kampung Adat Ciptagelar di Sukabumi Menjalankan adat istiadat leluhur selama 650 tahun IDN Times/Toni Kamajaya



Sukabumi, Di Kabupaten Sukabumi terdapat tiga kampung adat yakni Kasepuhan Ciptagelar, Kasepuhan Sinarresmi dan Kasepuhan Ciptamulya. Satu hal yang menjadi ciri khas dari seluruh kampung adat tersebut adalah masyarakatnya yang masih memegang teguh adat istiadat yang diturunkan oleh para leluhurnya sejak lebih dari 650 tahun silam. Ketiga kampung adat ini merupakan bagian dari kesatuan adat Banten Kidul, dimana Kasepuhan Ciptagelar menjadi pusat dari kesatuan tersebut. Secara administratif Kasepuhan Ciptagelar ini masuk dalam wilayah Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok atau sekitar kurang lebih 27 Km dari pusat ibukota Palabuhanratu. Untuk mengenal lebih jauh mengenai Kasepuhan Ciptagelar, IDN Times merangkum lima keunikan yang menjadi keistimewaan dari kampung adat Ciptagelar di Sukabumi tersebut.



1. Dipimpin seorang Abah



twitter/@sobatbudaya



Kasepuhan Ciptagelar memiliki sistem pemerintahan yang saat ini dipimpin oleh Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Meski usianya masih terbilang muda yakni dibawah 40 tahunan, namun sebutan Abah ini seperti menjadi sebuah gelar yang diperuntukan bagi pemimpin masyarakat kampung adat. Ia menggantikan ayahnya yakni Abah Encup Sucipta atau lebih dikenal dengan panggilan Abah Anom yang meninggal pada tahun 2007.



2. Sistem Pemerintahan



IDN Times/Toni Kamajaya



Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Abah Ugi dibantu oleh perangkat kampung adat seperti diantaranya Perangkat Rakyat yang menangani urusan administrasi kampung. Paninggaran yang menjalankan tugasnya secara gaib dalam menjaga sektor pertanian. Juru Sawer yang bertugas menjaga wilayah perkampungan pada malam hari, serta beberapa perangkat lainnya yang secara khusus bertugas di bidang kesenian untuk kebutuhan ritual pada momen tertentu.



3. Pola Pertanian



IDN Times/Toni Kamajaya



Kasepuhan Ciptagelar memiliki jumlah penduduk sekitar 30 ribu jiwa yang bermukim di 580 kampung yang tersebar di sekitar kawasan Gunung Halimun. Masyarat kampung adat ini



umumnya berprofesi sebagai petani dengan pola pertanian yang dijalankan secara tradisional dengan ketentuan adat istiadat leluhurunya yakni melarang menjual padi dari hasil cocok tanam. "Padi adalah simbol kehidupan bagi masyarakat di kampung adat ini karena itu tidak boleh diperjual belikan," ungkap praktisi pariwisata Sukabumi Rizky Gustana. Selain itu pola pertanian mereka hanya mengalami satu kali panen untuk setiap tahunnya. Sebagian besar padi hasil panen tersebut disimpan di dalam 8.000 lumbung miliki kasepuhan yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan puluhan ribu masyarakat kampung adat.



4. Sistem pendidikan



IDN Times/Toni Kamajaya



Di lingkungan kampung adat pimpinan Abah Ugi ini terdapat dua sarana pendidikan yakni sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Kedua ini memberlakukan sistem pendidikan yang sedikit berbeda, yakni memberlakukan pengetahuan tentang kearifan lokal pada kampung adat tersebut. Artinya setiap murid SD maupun SMP yang ada di lingkungan Kasepuhan Ciptagelar harus mengenal atau mengetahui tentang kebudayaan leluhurnya.



5. Upacara adat



IDN Times/Toni Kamajaya



Setiap tahunnya, Kasepuhan Ciptagelar men ggelar lebih dari 30 upacara adat. Mulai dari Haraka Huma atau sedekah bumi untuk setiap hasil pertanian yang tidak termasuk jenis padi. Tutup Nyambut, ritual untuk berakhirnya musim tanam padi, termasuk tradisi yang selama ini telah dikenal luas masyarakat yakni Seren Taun, sebuah tradisi memasukan padi ke dalam lumbung bernama Leuit Si Jimat.