Indeks Komposit Perlindungan Anak [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR KAJIAN AWAL PENYUSUNAN INDIKATOR KOMPOSIT PERLINDUNGAN ANAK



LAPORAN AKHIR KAJIAN AWAL PENYUSUNAN INDIKATOR KOMPOSIT PERLINDUNGAN ANAK



Page



KEDEPUTIAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN KEBUDAYAAN BAPPENAS TAHUN 2010



1



DIREKTORAT KEPENDUDUKAN,PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, DAN PERLINDUNGAN ANAK



KATA PENGANTAR i Pembangunan perlindungan anak bertujuan untuk memenuhi hak anak Indonesia. Menurut UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak pemenuhan hak anak mencakup hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, perdagangan anak, dan diskriminasi. Walaupun telah ditetapkan di dalam undang-undang, namun kualitas hidup dan perlindungan khusus anak masih membutuhkan perhatian yang besar. Masih banyak permasalahan terkait perlindungan anak di bidang kesehatan, pendidikan pekerja anak, pencatatan kelahiran, kekerasan terhadap anak, dan lain sebagainya. Permasalahan yang paling signifikan adalah belum adanya data dan informasi yang valid mengenai per-lindungan anak sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi anak Indonesia yang sebenarnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan penyusunan indikator komposit perlindungan anak yang komprehensif dan berkesinambungan agar dapat memberikan gambaran mengenai kondisi anak baik dalam aspek kualitas maupun perlindungan khu-sus. Indikator komposit perlindungan anak digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Kajian ini merupakan sebuah upaya awal dalam menyusun indikator komposit perlindungan anak di Indonesia. Dalam kajian ini, digunakan data Susenas 2009 sebagai data dasar dalam penyusunannya. Hal tersebut karena Susenas merupakan data yang tersedia setiap tahun. Dengan indeks komposit hasil dari kajian ini diharapkan dapat terlihat tren kondisi kualitas anak, perlindungan khusus anak, dan kemiskinan pada anak di setiap tahunnya. Selain itu juga dapat dilakukan perbandingan antar provinsi.



Jakarta,



Desember 2010



Page



DR. Ir. Subandi Sardjoko, MSc



i



Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak



DAFTAR ISI DA SUSUNAN KEANGGOTAAN



Tim Kajian Awal Penyusunan Indikator Komposit Perlindungan Anak



B.



Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan Ketua : Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak



C.



:



Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan



Anggota



:



1. Ir. Ani Pudyastuti, MA 2. Ir. Destri Handayani, ME 3. Fithriyah, SE, MA, Ph.D 4. Ahmad Taufik, S.Kom, MAP 5. Dani Ramadhan S.Si 6. Renova G.M Siahaan, SE 7. Qurrota A’yun, S.Si



Tim Pendukung



:



1. Aini Harisani, SE 2. Indah Erniawati, S.Sos 3. Edy Budi Utomo 4. Salamun 5. Samta 6. Hendriyanto



ii



Penanggung Jawab



Page



A.



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………………



i



SUSUNAN KEANGGOTAAN…………………………………………………………..



ii



DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..



iii



DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………..



vi



DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………..



vii



DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………..



ix



PENDAHULUAN……………………………………………………………..



1



BAB III



Latar Belakang…………………………………………………….



1



1.2



Tujuan………………………………………………………………



5



1.3



Manfaat dan Keluaran yang Diharapkan……………………….



6



1.4



Ruang Lingkup………………………………………………........



7



LANDASAN TEORI……………………………………………………...



8



2.1



Dasar Hukum Perlindungan Anak……………………………….



8



2.2



Definisi Konsep Kajian……………………………………………



11



2.3



Pemetaan Indikator Perlindungan Anak………………………..



14



2.4



Kerangka Pikir Kajian…………………………………………….



29



METODOLOGI…………………………………………………………… 36 3.1



Sumber Data............................................................................ 36



3.2



Metode kajian........................................................................... 37



3.3



Variabel Penelitian………………………………………………..



38



3.4



Kerangka Analisis....................................................................



42



3.5



Metode Analisis Data...............................................................



44



3.5.1



Analisis Tahap-1: Pembentukan Faktor Sel................ 44



3.5.2



Analisis Tahap-2: Pembentukan Rangkuman Deskriptif...................................................................... 53



iii



BAB II



1.1



Page



BAB I



3.5.3



Analisis Tahap-3: Pembentukan Indeks Tunggal.......... 54



3.5.4



Analisis Tahap-4: Pembentukan Indeks Kesenjangan Wilayah............................................................................ 55



3.5.5



Analisis Tahap-5: Pembentukan Gender Equality Indexes............................................................................. 55



3.5.6



Analisis Tahap-6: Pembentukan Indeks Komposit.......... 56



BAB IV. PEMBAHASAN HASIL INDEKS TUNGGAL …………………………….. 57 4.1 Analisis Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak……………………… 59 4.1.1 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi dan Wilayah...................................... 59 4.1.2 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi, Wilayah, dan Jenis Kelamin............ 61 4.2 Analisis Indeks Tunggal Perlindungan Khusus Untuk Anak……... 62 4.2.1 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Wilayah..........................................



62



4.2.2 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin.................



64



4.3 Analisis Indeks Tunggal Kemiskinan Anak………………………



67



4.3.1 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan IKM1 Menurut Provinsi dan Wilayah……………………………………..



67



4.3.2 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM 1) Menurut Provinsi, 70



PEMBAHASAN HASIL INDEKS KOMPOSIT …………………………



73



5.1



Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak…………………………...



5.2



Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak…………………… 78



5.3



Indeks Komposit Kemiskinan Anak………………………………



5.4



Analisis Kesenjangan Antara Indikator Ideal Dan



73



iv



83 Page



BAB V.



Wilayah dan Jenis Kelamin………………………………..



BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………………………



87



6.1



Kesimpulan………………………………………………………..



87



6.2



Rekomendasi………………………………………………………



87



DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….



91



v



84



Page



Yang Tersedia……………………………………………………..



DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Indikator-indikator Child Well Being Index, Amerika Tabel 2.2 Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI) Tabel 2.3 Penyempurnaan Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI) Tabel 2.4 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang Digunakan oleh Berbagai Negara Tabel 2.5 Indikator dan Variabel untuk Kesejahteraan Anak Tabel 2.6 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang pernah Digunakan di Indonesia Tabel 3.1 Beberapa Indikator KOR dan MODUL SUSENAS yang Sama tetapi



Page



vi



Berbeda Periode Waktu



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Alur Implementasi Hak-Hak Anak Gambar 2.2 Kerangka Teoritis Indeks Perlindungan Khusus Untuk Anak Gambar 2.3 Kerangka Teoritis Indeks Kualitas Hidup Anak Gambar 2.4 Kerangka Teoritis Indeks Kemiskinan Anak Gambar 3.1 Kerangka Pembentukan Indeks Komposit Gambar 4.1 Indeks Tunggal Anak Balita yang Pernah diberi ASI, Di Perkotaan Gambar 4.2 Indeks Tunggal Anak Balita yang Pernah diberi ASI, Di Perdesaan Gambar 4.3 Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes dalam anak balita yang pernah diberi ASI, di Perkotaan Gambar 4.4. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes dalam anak balita yang pernah diberi ASI, di Perdesaan Gambar 4.5. Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun, Di Perkotaan Gambar 4.6. Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun, Di Perdesaan Gambar 4.7 Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun Menurut Provinsi, Di Perkotaan Gambar 4.8 Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun Menurut Provinsi, Di Perdesaan Gambar 4.9 Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan I (IKM-I) di Perkotaan Gambar 4.10 Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan I (IKM-I) di Perdesaan Gambar 4.11 Gender Equality Indexes menurut Provinsi, Di Perkotaan Gambar 4.12 Gender Equality Indexes menurut Provinsi, Di Perdesaan



Gambar 5.3 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Modul Susenas), Di Perkotaan



Page



Gambar 5.2 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor Susenas), Di Perdesaan



vii



Gambar 5.1 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor Susenas), Di Perkotaan



Gambar 5.4 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.5 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.6 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.7 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.8 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.9 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.10 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.11 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.12 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.13 Indeks Komposit Kemiskinan Anak di Perkotaan



Page



viii



Gambar 5.14 Indeks Komposit Kemiskinan Anak di Perdesaan



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 – 51 : Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak



Lampiran 1-18



: Kesehatan



Lampiran 19 – 22



: Konsumsi Pangan



Lampiran 23 – 38



: Pendidikan



Lampiran 39 – 41



: Ekonomi



Lampiran 42 – 46



: Informasi



Lampiran 47



: Kepedulian Orang Tua



Lampiran 48 – 49



: Interaksi Sosial



Lampiran 50



: Perilaku Merokok



Lampiran 51



: Persentase, Indeks Tunggal, GEI Balita Mendapatkan



ASI Lampiran 52 – 74 : Indikator Tunggal Perlindungan Khusus untuk Anak Lampiran 52 – 54



: Ketenagakerjaan



Lampiran 55 – 57



: Kecacatan



Lampiran 58 – 64



: Kejahatan



Lampiran 65 – 67



: Usia Kawin



Lampiran 68



: Identitas



Lampiran 69 – 73



: Pengasuhan



Lampiran 74



: Persentase, Indeks Tunggal, GEI Anak Usia 0-6 Tahun Memiliki Akte Kelahiran



: Rerata Indeks Kemiskinan (IKM) 1-3



Lampiran 76



: Indeks Tunggal Anak Usia 7-18 Tahun yang Tak-Tamat SD dan Tak-Sekolah lagi



Page



Lampiran 75



ix



Lampiran 75 – 77: Indikator Tunggal Perlindungan Khusus untuk Anak



Lampiran 77



: Gender Equality Index (GEI) Anak Usia 7-18 Tahun yang Tak- Tamat SD dan Tak-Sekolah lagi



: Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak



Lampiran 81 – 83



: Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak



Lampiran 84



: Indeks Komposit Kemiskinan Anak



Page



Lampiran 78 – 80



x



Lampiran 78 – 84: Indikator Komposit



ABSTRAK Kajian awal penyusunan indikator komposit perlindungan anak bertujuan untuk menyusun sebuah indeks komposit yang dapat menggambarkan kondisi anak dilihat dari aspek perlindungan khusus anak dan kualitas hidupnya. Output yang dikeluarkan dalam kajian ini adalah indeks tunggal dan indeks komposit terkait perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak, indeks kemiskinan anak, indeks kesetaraan gender atau gender equality index (GEI), dan analisa indikator ideal. Kajian ini menggunakan metode analisis data sekunder dimana sumber data yang digunakan adalah hasil perhitungan Susenas 2009 (KOR dan Modul). Selain itu, kajian ini juga dilengkapi dengan workshop, FGD, dan seminar uji publik baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mendapatkan masukan dari stakeholder terkait perlindungan anak. Hasil dari kajian ini adalah perbandingan indeks komposit setiap provinsi terhadap indeks nasional. Semakin besar nilai indeks perlindungan khusus untuk anak di provinsi tertentu, berarti semakin besar pula permasalahan dan kebutuhan perlindungan anak di wilayah tersebut, sebaliknya semakin besar indeks komposit kualitas hidup anak menandakan bahwa provinsi tersebut telah memiliki kualitas hidup anak yang baik sehingga permasalahan kualitas hidup anak di provinsi tersebut dapat dikatakan kecil. Provinsi yang memiliki permasalahan terbesar mengenai perlindungan anak di wilayah perkotaan adalah Maluku utara, sedangkan di wilayah pedesaan adalah NTB. Provinsi yang memiliki permasalahan kualitas hidup anak terbesar di daerah perkotaan adalah Gorontalo, sedangkan untuk



Page



Rekomendasi dalam kajian ini antara lain: membuat series indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak, menganalisis kesejangan ketersediaan data/informasi perlindungan anak dan merencanakan mekanisme pengumpulan datanya, memperbaiki sistem dan mekanisme pengumpulan data dan informasi terkait anak yang ada di masingmasing kementerian/lembaga, mengusulkan indikator-indikator penting perlindungan anak yang belum tersedia datanya untuk dicakup dalam survey-survey BPS.



xi



wilayah pedesaan adalah Maluku.



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak



Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak mencakup hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, serta mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi. Dengan demikian, pemenuhan hak-hak anak mencakup berbagai bidang pembangunan (lintas bidang pembangunan). Walaupun perlindungan anak telah diatur dalam undang-undang tersebut di atas, namun kualitas hidup dan perlindungan anak masih perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Di bidang pendidikan, data data Susenas menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun, 13–15 tahun, dan 16–18 tahun hanya mengalami sedikit peningkatan, dari masing-masing 97,83 persen; 84,41 persen; dan 54,70 persen pada tahun 2008, menjadi masing-masing 97,95 persen; 85,43 persen; dan 55,05 persen pada tahun 2009. Selain itu, muncul pula permasalahan terbatasnya akses pendidikan berkualitas bagi anak, terutama bagi anak keluarga miskin dan di masyarakat terpencil. Dampaknya dapat terlihat dari semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan, eksploitasi (termasuk trafficking),



Comment [K1]: Susenas : - APS 7-12 tahun (2008: 97,83  2009: 97,95 persen) - APS 13-15 tahun (2008: 84,41  2009 85,43 persen) - APS 16-18 tahun ( 2008: 54,70  2009: 55,05 persen)



dan diskriminasi terhadap anak. Upaya peningkatan pendidikan bagi anak usia dini juga masih sangat diperlukan. Anak kelompok usia 3-4 tahun dan 5-6 tahun yang mengikuti pendidikan prasekolah masing-masing hanya 12,78 persen dan 32,39 persen. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyatakan bahwa anak yang mengikuti Pendidikan Usia Dini (APK PAUD) pada tahun 2008/2009 sebesar 50, 62 persen



tahun 2003 adalah 35 anak per 1.000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita



1



Di bidang kesehatan, angka kematian bayi (AKB) berdasarkan hasil SDKI



Comment [K2]: Kemendiknas menyebutkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan usia dini (APK PAUD) pada tahun 2009/10 mencapai 53,70 persen, meningkat dari tahun 2008/2009 sebesar 50,62 persen



Page



meningkat menjadi 53,70 persen pada tahun 2009/2010.



(AKBa) mencapai 46 anak per 1.000 kelahiran hidup. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia / SDKI tahun 2007 menunjukkan sedikit penurunan, yaitu AKB menjadi 34 anak per 1.000 kelahiran hidup, dan AKBa menjadi 44 anak per 1.000 kelahiran hidup. Status gizi anak juga masih sangat rendah. Berdasarkan Susenas 2005, persentase balita yang menderita gizi buruk sebesar 8,80 persen; gizi kurang sebesar 19,24 persen; gizi normal sebesar 68,48 persen; dan gizi lebih sebesar 3,48 persen. Berdasarkan data Riskesdas 2007, terjadi penurunan yang cukup signifikan angka kekurangan gizi pada balita yaitu mencapai 18,4 persen, terdiri dari gizi buruk 5,4 persen dan gizi kurang 13 persen; sedangkan balita stunting (pendek) mencapai 36,8 persen, balita wasting (kurus) mencapai 4,3 persen dan gizi lebih mencapai 4,3 persen. Sementara itu, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, prevalensi balita kurang gizi (berat badan kurang) sebesar 18,0 persen diantaranya 4,9 persen dengan gizi buruk. Sedangkan prevalensi balita pendek (stunting) sebesar 35,6 persen, dan prevalensi balita kurus (wasting) adalah 13,3 persen. Lebih lanjut digambarkan dalam Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2010, sebanyak 40,6 persen penduduk mengkonsumsi makanan di bawah 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Keadaan ini banyak dijumpai pada anak usia sekolah (41,2%), remaja (54,5%), dan ibu hamil (44,2%). Cakupan imunisasi campak pada anak umur 12-23 bulan (74,5%) menurun dibandingkan tahun 2007 (81,6%).



Sementara proporsi penolong persalinan oleh tenaga



kesehatan (82,3%) meningkat dibandingkan pada tahun 2007 (75,4%). Dari segi pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk persalinan oleh perempuan usia reproduktif adalah 59,4 persen. Pemeriksaan kehamilan dengan tenaga kesehatan sebesar 84 persen, hanya 2,8 persen tidak melakukan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan, dan 3,2 persen pemeriksaan masih dilakukan oleh dukun. Akses Kunjungan pertama/K1 oleh ibu hamil baik (92,8%), sedangkan Kunjungan keempat/K4 hanya 61,3 persen. Di samping itu, perlindungan anak dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi masih belum optimal. Hal ini antara lain terlihat dari



merupakan masalah utama pemerintah dalam hal perlindungan anak, terutama



Page



bagian dari tradisi, dimana anak diharapkan untuk membantu orang tuanya; dan



2



jumlah pekerja anak juga relatif masih tinggi. Pekerja anak sudah menjadi



pekerja anak yang berusia di bawah 10 tahun. Masalah yang dihadapi antara lain adalah kejahatan dan eksploitasi terhadap pekerja anak, terutama pekerja anak yang berstatus sebagai buruh. Selain itu, jumlah pekerja anak yang bekerja pada sektor-sektor yang berbahaya semakin meningkat. Namun demikian, data mengenai pekerja anak masih beragam. Survey Angkatan Kerja Nasional/Sakernas tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah pekerja anak sebesar 2,9 juta anak; yang turun menjadi sekitar 960 ribu pekerja anak (Sakernas, 2005). Hasil Survei Pekerja Anak (SPA) tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4,1 juta anak usia 5-17 tahun yang bekerja atau 6,9 persen dari 58,8 juta anak usia 5-17 tahun. Dari total anak yang bekerja tersebut, sekitar 1,8 juta atau 43,3 persen tergolong pekerja anak karena mereka bekerja pada satu atau lebih kegiatan yang termasuk ke dalam salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan umurnya belum mencapai umur minimal yang diperbolehkan secara hukum untuk bekerja (>15 tahun). Sementara itu, data Program Keluarga Harapan (Jakarta Pusat dan Jakarta Barat) menunjukkan jumlah pekerja anak sebesar 4.156 anak (Depsos, 2007). Sedangkan data ILO (International Labour Organization) tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah pekerja anak sebanyak 2,6 juta. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di perdesaan dan bergerak di bidang pertanian (67 persen), di bidang jasa (17,6 persen), dan di bidang industri (15 persen). Dari 2,6 juta pembantu rumah tangga (PRT), 35 persennya adalah anakanak. Jam kerja PRT anak-anak rata-rata 25-45/minggu, sedangkan menurut peraturan hanya 15 jam/minggu. Hal tersebut akan memposisikan anak dalam kondisi eksploitasi, kondisi bahaya, penipuan, perdagangan orang, dan eksploitasi seksual. Berfluktuasinya partisipasi anak dalam pasar tenaga kerja di antaranya disebabkan oleh: tingginya persentase rumah tangga yang berpenghasilan rendah, tingginya angka putus sekolah, dan masih banyaknya rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Di samping itu, dari beragamnya data, maka permasalahan kelembagaan yang dihadapi terkait isu pekerja anak adalah kebutuhan akan data yang konsisten, reliable, dan terus terbaharui. Sementara itu, jumlah anak yang belum memiliki akta kelahiran masih cukup



memiliki akte kelahiran. Hal ini menunjukkan belum terpenuhinya hak anak terhadap



3



identitasnya. Tidak dimilikinya akta kelahiran menyebabkan ketidakjelasan identitas



Page



banyak. Berdasarkan data Susenas 2007, terdapat 56,4 persen balita yang telah



anak, yang membawa sejumlah implikasi seperti: anak berpeluang besar mengalami diskriminasi; anak tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan; menarik perhatian para pelaku perdagangan orang; mudah dijadikan pekerja anak; dapat menjadi korban kejahatan seksual, perdagangan anak, dan lainlain. Salah satu penyebab masih banyaknya anak yang belum memiliki akta kelahiran adalah belum diterapkannya peraturan bebas biaya pengurusan akta kelahiran anak pada semua kabupaten/kota (hanya 219 dari 487 kabupaten/kota yang sudah membebaskan biaya pengurusan akta kelahiran). Berkaitan dengan kondisi tersebut, untuk masa yang akan datang diperlukan indikator komposit yang dapat mencerminkan pemenuhan hak anak Indonesia, sehingga dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan lintas bidang yang terkait dengan perlindungan anak. Oleh sebab itu, indikator tersebut harus dapat menggambarkan pemenuhan hak anak dari aspek hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang (kualitas hidup) serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (perlindungan khusus). Selain itu, indikator tersebut juga harus akurat dan dapat diperbaharui secara berkala, sehingga dapat dijadikan sebagai baseline data untuk perumusan kebijakan pembangunan perlindungan anak ke depan. Hingga saat ini, indikator komposit yang memenuhi kriteria tersebut masih belum ada. Saat ini, berbagai indikator/data yang menggambarkan kualitas hidup anak memang sudah tersedia, namun masih bersifat sektoral dan tersebar di berbagai kementerian/lembaga terkait dan belum merupakan suatu indikator komposit. Pendataan untuk aspek kualitas hidup anak relatif sudah tertata baik dibandingkan dengan aspek perlindungan khusus untuk anak. Selain itu, pendataannya sudah dilaksanakan secara berkala. Sebagai contoh, data tentang kesehatan antara lain diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia / SDKI (3-4 tahun sekali) dan Riset Kesehatan Dasar /



Riskesdas (tiga tahun sekali); dan data tentang pendidikan antara lain diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional / Susenas yang dilaksanakan setiap tahun. Data Susenas hanya menyajikan beberapa indikator dari perlindungan khusus untuk anak.



Indikator/data



yang



tersedia



lebih



banyak



menggambarkan



kasus-kasus.



Page



kekerasan dan diskriminasi belum sepenuhnya tersedia sebagaimana diharapkan.



4



Sementara, indikator/data yang menggambarkan perlindungan anak dari



Seharusnya



indikator/data tersebut



dapat menggambarkan



seberapa besar



prevalensi anak yang mengalami kekerasan dan diskriminasi. Dari prevalensi yang mengalami kekerasan dan diskriminasi tersebut, berapa banyak yang mendapat perlindungan/pelayanan sesuai stan-dar. Selain itu juga dibutuhkan indikator/data tentang seberapa banyak anak-anak yang berisiko untuk mendapatkan kekerasan dan diskriminasi, serta seberapa banyak anak-anak yang dapat dicegah dari kekerasan dan diskriminasi, karena adanya pelayanan yang diberikan. Pendataan untuk perlindungan khusus ini lebih banyak dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait sesuai kepentingan sektornya, belum terintegrasi satu sama lain. Pendataan yang dilaksanakan melalui survey khusus masih bersifat proyek dan belum dilaksanakan secara berkala. Sebagai contoh, pendataan tentang kekerasan terhadap anak pernah menjadi bagian dari Susenas 2006 dan prevalensi anak bawah lima tahun/balita yang memiliki akte kelahiran menjadi bagian dari Survey Penduduk antar Sensus/Supas 2005. Namun setelah itu, isu tersebut tidak lagi tercakup dalam Susenas berikutnya dan Sensus Penduduk/SP 2010. Hanya pada Susenas tahun 2009 menyajikan anak yang mengalami tindak kejahatan, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan lainnya. Mengingat pentingnya arti indeks komposit perlindungan anak sebagaimana diuraikan di atas, maka Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak – Bappenas melaksanakan kajian untuk merumuskan indeks komposit perlindungan anak. Dengan adanya indeks komposit perlindungan anak, diharapkan



pembangunan



perlindungan



anak



akan



lebih



terintegrasi



dan



komprehensif. Selanjutnya dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.



1.2



Tujuan



Tujuan umum kajian awal ini adalah menyusun indeks komposit perlindungan anak, yang terdiri dari indeks komposit kualitas hidup anak dan indeks komposit



tujuan khusus sebagai berikut:



Page



Untuk mencapai tujuan umum tersebut di atas, maka dikemukakan beberapa



5



perlindungan khusus untuk anak.



1) Mengidentifikasi indikator-indikator sederhana yang telah tersedia dalam Susenas 2009, yang dapat dipakai untuk membentuk indeks komposit kualitas hidup anak dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. 2) Melakukan pemetaan dan analisis terhadap indikator komposit perlindungan anak yang sudah ada, termasuk indikator komposit perlindungan khusus untuk anak yang digunakan di negara lain. 3) Menghitung dan menganalisis indeks tunggal, indeks komposit, dan indeks kesetaraan gender (Gender Equality Index/GEI) kualitas hidup anak, perlindungan khusus untuk anak, dan kemiskinan anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan indikator/data terkait perlindungan anak yang ada di Susenas 2009. 4) Mengidentifikasi indikator/data terkait perlindungan anak yang seharusnya ada, sebagai dasar untuk menyusun indicator komposit perlindungan anak yang ideal. 5) Penyajian hasil penghitungan indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak di pusat dan daerah.



1.3



Manfaat dan Keluaran yang Diharapkan Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penentu



kebijakan dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan anak. Serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk membentuk indeks komposit perlindungan khusus untuk anak yang lebih komprehensif, dengan didukung oleh data yang tersedia secara komprehensif dan ber-kesinambungan.  Terbentuknya indeks tunggal kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi  Terbentuknya: o indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Kor Susenas 2009. o indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Modul Susenas 2009. o indeks komposit kulitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak



Page



2009.



6



pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Kor dan Modul Susenas



o Gender Equality Indexes (Indeks Kesataran Gender) untuk beberapa indikator perlindungan anak yang terpilih.  Rekomendasi untuk merancang ketersediaan data yang komprehensif yang mencakup indikator ideal dari indeks komposit perlindungan anak, terutama dari aspek perlindungan khusus.  Rekomendasi untuk membentuk suatu sistem pendataan agar indeks komposit perlindungan



anak



terutama dari



aspek



perlindungan khusus,



dapat



diperbaharui secara periodik. Akan tetapi, kiranya perlu diberikan catatan bahwa indeks tunggal dan indeks komposit yang akan dibentuk berdasarkan data sampel harus ditafsirkan dengan bijakasana, karena kita tak akan pernah tahu apakah sebuah sampel dapat menerangkan apa yang sebenarnya terjadi dalam populasi yang bersangkutan (Agung, 2010, 2009 dan 2004). 1.4



Ruang Lingkup



Penyusunan indeks komposit perlindungan anak dalam kajian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, sebagai berikut:  Melakukan pemetaan dan analisis terhadap indikator dan data perlindungan anak yang telah tersedia.  Menentukan indikator atau faktor demografi dan sosial ekonomi yang dapat digunakan untuk menyusun indeks komposit perlindungan anak, sesuai dengan data yang tersedia dan dapat disajikan secara berkala.  Menyusun dan menyajikan indeks tunggal, indeks komposit kualitas hidup anak, indeks perlindungan khusus untuk anak, serta Gender Equality Index (GEI).  Menyajikan hasil indeks komposit per daerah.  Menyelenggarakan Workshop, Round Table Discussion, dan Seminar baik di



Page



7



tingkat pusat maupun di daerah.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Dasar Hukum Perlindungan Anak Dasar hukum pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, mengacu kepada



per-aturan perundang-undangan nasional dan internasional. Dasar hukum nasional yang utama adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berisi antara lain tentang definisi anak, tujuan perlindungan anak, hakhak anak, kewajiban Negara, masyarakat dan keluarga. Di samping Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, terkait dengan perlindungan terhadap anak telah ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, UndangUndang



Nomor



21



Tahun



2007



Tentang



Pemberantasan



Tindak



Pidana



Perdagangan Orang, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait pemidanaan terhadap pornografi anak, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan khusus untuk anak juga tercakup dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yang merupakan tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007. Selanjutnya, RPJMN 2010-2014 menjadi pedoman bagi



kementerian/lembaga



kementerian/lembaga pemerintah



daerah



dalam



(Renstra-KL) dalam



dan



menyusun menjadi



Rencana



bahan



menyusun/menyesuaikan



Strategis



pertimbangan



rencana



bagi



pembangunan



daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan



Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).



Page



Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan



8



nasional. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMN dijabarkan ke dalam Rencana



Lebih lanjut disebutkan dalam RPJMN 2010-2014 berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan anak sebagai berikut: 1. Meningkatkan akses terhadap layanan pemenuhan hak tumbuh kembang anak, termasuk pengembangan anak usia dini yang holistik dan integratif. 2. Meningkatkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan anak. Masih lemahnya kualitas



dan



kuantitas



kelembagaan



berperan



dalam



pencapaian



pembangunan perlindungan anak yang belum optimal yang ditunjukkan dengan: (a) masih terdapatnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tidak konsisten dengan KHA dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang berpotensi merugikan dan menghambat pemenuhan hak-hak anak; dan (b) belum terbentuknya kelembagaan perlindungan anak yang komprehensif dan menjangkau semua wilayah, serta (3) masih lemahnya mekanisme pengawasan dan pendataan. Kebijakan peningkatan perlindungan anak dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk: 1. Peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak; 2. Peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan 3. Peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak. Tiga



fokus



prioritas



dalam



mencapai



arah



Kebijakan



peningkatan



perlindungan anak tersebut, yaitu: 1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan



Page



pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.



9



anak usia dini; peningkatan kualitas kesehatan anak; dan peningkatan



2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain melalui: peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak; peningkatan perlindungan bagi pekerja anak dan penghapusan pekerja terburuk anak; dan peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain, melalui penyusunan



dan



harmonisasi



peraturan



perundang-undangan



terkait



perlindungan anak; peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak; peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional, maupun internasional.



Landasan hukum internasional terkait dengan perlindungan anak yaitu Konvensi tentang Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pa-da Tanggal 20 Nopember 1989. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa: 1. Anak-anak berhak atas pengasuhannya dan bantuan khusus. 2. Meyakini bahwa keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak, harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan sedemikian rupa sehingga dapat dengan sepenuhnya memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat. 3. Mengakui bahwa anak, untuk perkembangan kepribadiannya sepenuhnya yang penuh dan serasi, harus tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarganya dalam suasana kebahagiaan, cinta dan pengertian. 4. Mempertimbangkan bahwa anak harus dipersiapkan seutuhmya untuk hidup dalam suatu kehidupan individu dan masyarakat, dan dibesarkan semangat cita-cita yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan terutama



dalam



semangat



perdamaian,



kehormatan,



tenggang



rasa,



5. Mengingat bahwa kebutuhan untuk memberikan pengasuhan khusus kepada



10



anak, telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa mengenai Hak-hak Anak



Page



kebebasan, persamaan dan solidaritas.



tahun 1924 dan dalam Deklarasi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 20 November 1959 dan diakui dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, dalam Kovenan Internasional tentang Hakhak Sipil dan Politik (terutama dalam pasal 23 dan pasal 24), dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (terutama pasal 10) dan dalam statuta-statuta dan instrumen-instrumen yang relevan dari badan-badan



khusus



dan



organisasi-organisasi



internasional



yang



memperhatikan kesejahteraan anak. 6. Mengingat bahwa seperti yang ditunjuk dalam Deklarasi mengenai Hak-hak Anak,



"anak,



karena



alasan



ketidakdewasaan



fisik



dan



jiwanya,



membutuhkan perlindungan dan pengasuhan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat, baik sebelum dan juga sesudah kelahiran". 7. Mengingat ketentuan-ketentuan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Sosial dan Hukum yang berkenaan dengan Perlindungan dan Kesejahteraan Anak, dengan Referensi Khusus untuk Meningkatkan Penempatan dan Pemakaian Secara Nasional dan Internasional; Aturan Standard Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk administrasi Peradilan Remaja (Aturan-aturan Beijing); dan Deklarasi tentang Perlindungan Wanita dan Anak-anak dalam Keadaan Darurat dan Konflik Bersenjata. 8. Mengakui



pentingnya



kerjasama



internasional



untuk



memperbaiki



penghidupan anak-anak di setiap negara, terutama di negara-negara sedang berkembang.



2.2



Definisi Konsep Kajian Berikut disajikan beberapa pengertian penting yang digunakan dalam kajian



ini: 1. Pengertian Anak: Secara Umum dan Dalam Kajian Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Namun dalam kajian ini, batasan anak khusus untuk analisis



15 tahun, dan SLTA 15-18 tahun.



Page



disesuaikan dengan kelompok usia sekolah anak, yaitu SD 7-12 tahun, SLTP 13-



11



pendidikan yaitu sampai usia 18 tahun atau kurang dari 19 tahun. Hal ini



2. Pengertian Perlindungan anak Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pengertian ini hanya untuk memberikan gambaran saja, kajian ini lebih difokuskan pada perlindungan khusus untuk anak. 3. Pengertian Perlindungan Khusus Untuk Anak Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan khusus untuk anak adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam hal situasi darurat, berhadapan dengan hukum, dari kelompok minoritas dan terisolasi, yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, yang diperdagangkan, yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang cacat, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. Dalam kajian ini, pengertian perlindungan khusus untuk anak disesuaikan dengan data yang tersedia. Sebagian besar indikator seperti anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, serta anak berhadapan dengan hukum tidak tersedia datanya secara komprehensif dan berkesinambungan. Meskipun tersedia datanya, namun tersebar di berbagai sektor dan cakupannya masih dianggap rendah. 4. Pengertian Indeks Tunggal Pengertian indeks tunggal dalam kajian ini adalah indeks yang dibentuk berdasarkan



sebuah



si/persentase pada



variabel



tingkat



sederhana



wilayah/provinsi.



dengan Variabel



ukuran



propor-



proporsi/persentase



tersebut ditranformasikan menjadi indeks tunggal sedemikian sehingga pada tingkat nasional indeksnya = 100. Indeks tunggal, rerata indikator masalah, dan rangkingnya: dibentuk berdasarkan sebuah indikator tertentu, dan dapat untuk menunjukkan perbedaan relative antar



Page



12



propinsi/wilayah yang diamati.



Rerata indicator masalah: menunjukkan data hasil analisis langsung dari data sampel. Sedangkan indeks dan rangking dibentuk berdasarkan rerata indikator masalah. 5. Pengertian Indeks Keseteraan Gender atau Gender Equality Indexes (GEI) Anak Dalam kajian ini Indeks Kesetaraan Gender terkait anak adalah suatu indeks komposit pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu, dengan memperhitungkan anak perempuan dan laki-laki. Seperti



dicantumkan



dalam



RPJMN



2010-2014



bahwa



sasaran



pengarusutamaan gender adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang ditandai dengan: (a) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik; (b) meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah. 6. Pengertian Indeks Komposit Pengertian indeks komposit dalam kajian ini adalah suatu indeks yang dibentuk berdasarkan rerata indikator seratus-nol yang dapat bentuk dan dihitung/diukur secara langsung berdasarkan data sebuah sampel. Dalam kajian data yang digunakan adalah SUSENAS 2009.



Indeks komposit disajikan pada tingkat



provinsi dan nasional yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu, dengan tahapan sebagai berikut: a. Sebuah Skor faktor atau variable latent dibentuk berdasarkan himpunan variabel yang telah ditentukan dan disepakati, kemudian b. Variabel latent tersebut di transformasikan menjadi indeks komposit sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional = 100



Page



indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, indeks komposit kualitas hidup



13



Indeks komposit dalam kajian ini terdiri dari berbagai indeks komposit, yaitu



anak, dan indeks komposit kemiskinan anak. Indeks komposit dibentuk berdasarkan suatu himpunan rerata indikator masalah. 7. Pengertian Indeks Perlindungan Khusus untuk Anak Dalam kajian ini Indeks Perlindungan Khusus untuk anak adalah suatu indeks komposit mengenai perlindungan berdasarkan gabungan dari beberapa indeks ketenagakerjaan, kecacatan, kejahatan, usia kawin pertama, identitas dan pengasuhan anak. Dalam kajian ini indeks perlindungan anak terdiri dari indeks komposit kemiskinan anak dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. 8. Pengertian Indeks Kemiskinan Anak Dalam kajian ini Indeks Kemiskinan anak adalah suatu indeks komposit mengenai kemiskinan anak berdasarkan pendidikan yang dicapai dan pekerjaan anak pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu. Indeks ini digunakan untuk melihat kemiskinan berkelanjutan yang dialami anak. 9. Pengertian Indeks Kualitas Hidup Anak Dalam kajian ini Indeks Kualitas hidup anak adalah suatu indeks komposit mengenai kualitas hidup anak pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan Kesehatan, konsumsi, pendidikan, ekonomi, informasi, kepedulian orang tua, interaksi sosial, dan perilaku merokok.



2.3



Pemetaan Indikator Perlindungan Anak Penyusunan indeks komposit sudah dilakukan baik di dalam maupun di luar



negeri. Tujuan dari penyusunan indeks komposit tersebut beragam, dan paling banyak menyangkut kualitas hidup. Beberapa contoh indeks komposit yang digunakan dalam skala internasional yaitu Human Development Index / HDI atau dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia / IPM. Indeks ini digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu Negara. Indeks lainnya yaitu Gender Development Index / GDI, yang berhubungan dengan masalah gender. Serta indeks lainnya antara lain Well being Index, The







Kebebasan menyatakan pendapat



Page



Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat hak anak yaitu:



14



Child Welfare Index dan Child Developmental Welfare Index.







Memperoleh informasi







Kemerdekaan berfikir, berhati nurani dan beribadah







Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dengan damai dilindungi kehidupan pribadi







Anak dilibatkan dalam membuat keputusan







Cinta kasih yang tulus,







Melatih disiplin, kemandirian







Pengembangan minat dan bakat melalui assesment



Sementara itu, anak juga harus terhindar dari hal-hal seperti berikut: 



Memaksa anak untuk melakukan kegiatan sesuatu yang tidak disukai oleh anak. Misalnya anak tidak menyukai kegiatan “olah bakat”, namun dipaksa untuk melakukannya.







Menghukum / mempermalukan anak di depan orang lain karena tidak menunjukkan kemajuan







Mengintervensi anak terlalu banyak dalam melakukan aktivitasnya sehingga membuat kreativitasnya menjadi terberangus







Membanding-bandingkan kemampuan anak dengan teman– temannya







Menggunakan ancaman, kekerasan dan otoritas sebagai orangtua supaya dipatuhi anak







Menuntut anak terlalu tinggi tanpa melihat kemampuan dan minat anak.



Seorang anak harus dijaga tumbuh kembangnya, dan harus dimaknai sebagai berikut: a. Terpenuhinya kesejahteraan rohani anak b. Terciptanya tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembanganya dengan wajar secara jasmani dan rohani. Sementara itu anak juga mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut: a. Menghormati orang tua, wali dan guru



d. Menunaikan ibadah sesuai dengan agamanya



Page



c. Mencintai tanah air bangsa dan negara



15



b. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman



e. Melaksanakan etika dan akhlak mulia Sehubungan dengan itu, keluarga sangat berperan terutama dalam hal: 



Memberikan pemenuhan hak – hak anak antara lain : 1.



Pendidikan Pengasuhan



2.



Kesehatan



3.



Kesejahteraan



4.



Pemanfaatan waktu luang



5.



Melakukan kegiatan budaya (satu nusa, satu bangsa)



6.



Mencegah eksploitasi



Peran keluarga tersebut akan lebih bermakna jika didukung oleh pemerintah dengan perannya sebagai berikut: 1.



Melaksanakan regulasi yang menjamin terpenuhinya hak – hak anak



2.



Memfasilitasi terpenuhinya hak-hak anak



3.



Kebijakan dan program - program



Apabila keluarga dan pemerintah sudah berperan dengan baik, maka seharusnya tidak ada lagi tindakan-tindakan seperti berikut: 1.



Diskriminasi



2.



Eksploitasi, ekonomi, seksual



3.



Penelantaran



4.



Kekejaman, kekerasan, penganiayaan dan ketidak adilan



5.



Perlakuan salah



Lebih lanjut, anak juga harus dijaga untuk mempunyai rasa aman tidak hanya pada segi fisik namun lebih bersifat psikis. Anak tidak merasa takut kepada orang tua, namun justru mengangap orang tua sebagai orang yang paling mengerti dan memahami anak.



Orang tua harus mempunyai ketulusikhlasan, sehingga dapat



memberi sejuta rasa aman bagi anak yang pada akhirnya dapat terwujud tumbuh kembang anak seperti yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat baik untuk mendukung tumbuh kembang anak, dan menurut WHO, anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik dapat dilihat dari kondisi fisik, mental, sosial dan intelektual yang baik, dan tidak sakit atau terganggu.



Fisiologis/Fisik-motorik



2.



Psiko-emosional/rasa aman dan kasih sayang



3.



Sosial budaya



Page



1.



16



Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat tumbuh kembang anak yaitu:



4.



Kognitif/pendidikan Anak yang mempunyai tumbuh kembang yang baik juga perlu didukung oleh



pola asuh yang baik. Beberapa indikator untuk pola asuh anak sebagai berikut: 1.



Orang tua yang lengkap



2.



Single parent (orang tua tunggal)



3.



Orang tua pengganti



4.



Kualitas pengasuhan tergantung pendidikan, kematangan emosi, dan pengalaman pengasuh. Jadi anak harus mendapat asuh, asih, dan asah. Asuh dilihat dari



pemenuhan:  Kebutuhan fisik-biomedik: Gizi, Sandang, dan Papan  Perawatan Kesehatan Dasar:  Pengobatan cepat dan tepat Asih dilihat dari indikator: kebutuhan emosi/kasih sayang. Kebutuhan kasih sayang, emosi, perhatian, peduli, perlindungan orang tua dan anggota keluarga yang lain. Asah dilihat dari indikator kebutuhan stimulasi mental.



Kebutuhan akan



stimulasi dan pendidikan, BKB (Bina Keluarga Balita), Kelompok bermain, PAUD, TPA, Sekolah (TK, SD, SMP,SMA). Dalam hal perlindungan anak perlu juga diperhatikan anak dengan kondisi kecacatan, baik cacat fisik, mental, tuna rungu, tuna netra, autism, gangguan emosi dan sosial, gangguan kesulitan belajar dan konsentrasi, serta cacat kombinasi. Anak dengan kecacatan ini bervariasi dari tingkat ringan, sedang dan berat.



Pemeriksaan yang tepat untuk diagnosa yang akurat







Treatment/ rehabilitasi yang intensif







Pendidikan & pelatihan lifeskills yang memadai







Pendidikan terhadap orangtua untuk memahami kebutuhan khusus anak



Page







17



Semua anak baik yang sehat maupun anak dengan kecacatan memerlukan penanganan yang baik. Kebutuhan yang diperlukan menyangkut:



A.



Lesson Learned dari Indikator Komposit Perlindungan Khusus untuk Anak di Negara Lain Gambar berikut menyajikan alur implementasi mengenai hak-hak anak yang



dilihat dari berbagai dimensi. Visi yang ditunjukkan dalam gambar tersebut adalah membentuk anak yang sehat, cerdas, ceria, berahlak mulia dan terlindungi.



Gambar 2.1 Alur Implementasi Hak-hak Anak



DIMENSI TUMBUH KEMBANG ANAK:  Intellectual/ intelektual  Interpersonal/ interaksi sosial  Intrapersonal/ emosi pribadi-budi pekerti  Linguistic/ kemampuan berbahasa  Spatial/ketrampilan  Musical/ seni music  Natural/ mencintai lingkungan alam  Body kinaesthetic/Kesehatan Jasmani



II. Women Targets



CHILDREN TARGETED ISSUES: III. Family and Neighborhood



VI. Peraturan perundang-undangan serta instrument dan komitmen nasional & Internasional



VII. Kerjasama yang Terintegrasi dan Penguatan Kelembagaan



Anak yang Sehat, Ceria, Cerdas, Berakhlak Mulia, dan Terlindungi



PRINSIP UMUM KONVENSI HAK ANAK:  Non diskriminasi  Berikan yang terbaik untuk anak  Hak anak untuk hidup dan tumbuh kembang secara optimal  Hargai pendapat dan partisipasi anak



18



V. Regency and Sub district Regional



VISI:



Page



IV. Hamlet and Village



- Akte kelahiran - Infant morbidity and mortality rate - Under 5 years old morbidity and mortality rate - Mendapatkan ASI - Mendapatkan imunisasi dasarlengkap - Tereksploitasi - Pendidikan anak - Perlakuan salah atas anak - Anak yang berhadapan dengan hukum - Anak penyandang cacat - Anak yang butuh orang tua pengganti - Anak kelompok minoritas - Anak dengan HIV/AIDS



Berikut



beberapa



contoh



indikator-indikator



yang



digunakan



dalam



membentuk indeks komposit terkait dengan anak. Namun sangat sulit untuk menemukan contoh indeks komposit perlindungan anak. Indikator ini merupakan indikator ideal, karena pada kenyataannya sangat sulit untuk memperoleh data yang sekaligus memuat semua indikator tersebut. Beberapa indikator tersebut antara lain menyangkut: 1.



Akte Kelahiran;



2.



Infant Morbidity and Mortality Rate;



3.



Under 5 Years old Morbidity and Mortality Rate;



4.



Mendapatkan ASI;



5.



Mendapatkan imunisasi dasar lengkap;



6.



Ter-eksploitasi;



7.



Pendidikan anak;



8.



Perlakuan salah atas anak;



9.



Anak yang berhadapan dengan hukum;



10.



Anak penyandang cacat;



11.



Anak butuh orangtua pengganti (Adopsi, dll);



12.



Anak kelompok minoritas;



13.



Anak dengan HIV/AIDS. Selanjutnya beberapa indikator yang digunakan dalam membentuk indeks



kesejahteraan anak dari berbagai Negara. Tapi tidak semua indikator tersebut dibuat menjadi indeks komposit.



Material well-being,







Health,







Safety/behavioral concerns,







Productive activity (educational attainments),







Place in community (participation in schooling or work institutions),







Social relationships (with family and peers), and







Emotional/spiritual well-being.



Secara rinci uraian dari masing-masing indikator disajikan pada tabel berikut.



Page







19



1. Amerika Serikat, Child Well Being Index, terdiri dari :



Tabel 2.1 Indikator-indikator Child Well Being Index, Amerika



Material being



well



1. Poverty Rate—All Families with Children 2. Secure Parental Employment Rate 3. Median Annual Income—All Families with Children 4. Rate of Children with Health Insurance



Social Relationships Domains:



1. Rate of Children in Families Headed by a Single Parent 2. Rate of Children Who Have Moved within the last year



Health domain:



1. Infant Mortality Rate 2. Low Birth Weight Rate 3. Mortality Rate, Ages 1-19 4. Rate of Children with Very Good or Excellent Heath (as reported by their parents) 5. Rate of Children with Activity Limitations (as Reported by their Parents) 6. Rate of Overweight Children and Adolescents, Ages 6-17



Safety/Behavioral Concerns Domains:



1. Teenage Birth Rate, Ages 10-17 2. Rate of Violent Crime Victimization, Ages 12-17 3. Rate of Violent Crime Offenders, Ages 12-17 4. Rate of Cigarette Smoking, Grade 12 5. Rate of Alcoholic Drinking, Grade 12 6. Rate of Illicit Drug Use, Grade 12



Productivity (Educational Attainments) Domain:



2. Mathematics Test Scores, Ages 9, 13, 17



1. Rate of Preschool Enrollment, Ages 3-4 2. Rate of Persons Who Have Received a High School Diploma, Ages 18-24 3. Rate of Youths Not Working and Not in



20



in



Page



Place Community Domain:



1. Reading Test Scores, Ages 9,13, 17



School, Ages 16-19 4. Rate of Persons Who Have Received a Bachelor’s Degree, Ages 25-29 5. Rate of Voting in Presidential Elections, Ages 18-20 Emotional/Spiritual Well-Being Domain:



Suicide Rate, Ages 10-19 2. Rate of Weekly Religious Attendance, Grade 12 3. Percent who Report Religion as Being Very Important, Grade 12



2. Child Welfare Indices, karakteristik secara umum mencakup: • Measure countries performance in promoting child welfare • Cover the age period 0 to 14 yrs old • Constructed using the 3 basic dimensions of human well-being in the HDI • Each dimension represented by one or more indicators • Dataset World Bank internal database Secara rinci uraian dari masing-masing indikator disajikan pada Tabel 2.2 berikut.



Selanjutnya pada Tabel 2.3 disajikan penyempurnaan indeks dengan



kemiskinan anak sebagai suatu indikator dari CWI. Selain itu, mengganti GDP per kapita dengan kemiskinan anak.



Tabel 2.2 Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI)



Index



A Long and Healthy Life



Knowledge



Decent Standard of Living



HDI



Life expectancy at birth



Adult illiteracy rate Gross enrolment rate



GDP per capita (PPP US$)



CWI



Under-five mortality rate



Tabel 2.3 Penyempurnaan Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI)



21



GDP per capita (PPP US$)



Page



Gross primary and secondary enrolment rate



Index



A Long and Healthy Life



Knowledge



Decent Standard of Living



HDI



Life expectancy at birth



Adult illiteracy rate Gross enrolment rate



GDP per capita (PPP US$)



CWI



Under-five mortality rate



CWI



Gross primary and secondary enrolment rate



Under-five mortality rate



Gross primary/secondary enrolment



GDP per capita (PPP US$)



Child Poverty Rate



3. The Child Development Welfare Indices, karakteristik secara umum mencakup dua sub: (1) The Early Child Welfare Index (2) The School-aged Child Welfare Index



Secara rinci indikator–indikator yang digunakan sebagai berikut: (1) The Early Child Welfare Index, terdiri dari tiga dimensi: •



Decent standard of living







Long and healthy life







Knowledge



Sementara untuk lima indikator, sebagai berikut: •



Adequate nutrition







Survival by age 5







Enrollment in ECD







GDP per capita (better: % poverty)



(2) The School-Aged Child Welfare Index, terdiri dari beberapa indikator



Decent standard of living







Long and healthy life







Knowledge



Indikator lainnya, yaitu



Page







22



Tiga indikator:







Survival by age 14







Enrollment in secondary education







GDP per capita (better: % poverty)



Secara ringkas, berbagai indikator yang telah digunakan oleh berbagai Negara lain. Selain itu disajikan juga sumber dan pengukuran yang digunakan. Tabel 2.4 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang Digunakan oleh Berbagai Negara



2 3 4 5



Neighbourhood & surrounding environment environment Surrounding Service Access Service Quality b. Indik ator Inti :



1 2 3 4



Neighbourhood Child Health Child and Adolescent Mental Health Child Injury, Morbidity, and Mortality



5 6 7 8 9 10



Education Early Childhood Development Childhood Disability Specific Difficulties of Learning Street Children Child Labour, Trafficking, And Sexual Exploitation Child Abuse and Neglect



11 12 13 14 II



AMERIKA



1 2 3 4 5



6



III IRLANDIA



Indikator/ Domain/Variabel a. Tipe Indik ator: Child Status



7 1 2 3 4



Children in Statutory Care Children in Conflict with the Law Orphan and Children Made Vulnerable by HIV/AIDS Material well being Health Safety/Behavioral concern Productive Activity (Educational Attainment) Place in Social Community (Participacing in Shooling and work institution) Social Relationship (with family and peers) Emotional/spiritual Well Being Sociodemographic Children Relationship:a) with parents; b) with Peers Children Outcomes: a) Education Outcomes; b) Helath Otucomes; c) Formal and Informal Support



Measurement/Pengukuran Tidak ada pengukuran komposit dalam artikel



Sumber Save the Children --> Monitoring Child Well Being;A South African Rights-Based Approach



Keterangan Dari masing-masing indikator terdapat isu-isu yang dijadikan dasar pengukurannya



Published By HSRC, 2007



The Index of Child Well Being (Measurement tools)



The Foundation of Child Development report, 2004



Dari Setiap Domain terdapat indikator-indikator yang menjadi dasar pengukurannya



Tidak ada pengukuran komposit Hanya kepentingan gambaran anak di negara irlandia



Department of Health and Children Ireland 2008



Setiap Domain terdapat indikatornya masing-masing



23



1



Page



NO Negara I AFRIKA SELATAN



NO Negara IV Demographic and Health Surveys; Multiple Indicator Cluster Surveys * Several Countries increasing have the data base since 2007



IV.1 Ecuador egypt Malaysia Mexico Peru Indonesia IV.2 Bulgaria Kyrgyzstan Kazakhstan Russian Federation



IV.3 Vietnam IV.4 Rwanda



IV.5 India Brazil Paraguay



B.



1 2 3 4 5



Indikator/ Domain/Variabel Birth Registration Child Labour Child Marriage Female Genital Mutilation/ Cutting Child Diciplines (within the broader issue of violence againts children)



Measurement/Pengukuran Tidak ada pengukuran dalam artikel



Material Well Being Health and Safety Educational Well Being Family and Peer relationship Behaviour and Risk Subjective Well-Being Child labour Birth Registration Food and Nutrition Shelter and Care Protection Health Psychosocial Education/Training and Performance



1 Health and Nutrition 2 Cognitive Development 3 Safety and Overall Child Environtment



Keterangan - Kumpulan indikator terkait perlindungan anak yang disusun UNICEF - Terdapat indikator perlindungan anak sesuai kebutuhan beberapa negara



6 Child Disability 7 Attitudes Towards Domestic Violence 1 child abuse Child Right Indices (CRI's) 2 Adolescent Deaths due to homicide Tidak dikompositkan and suicide 3 Child Labour



1 2 3 4 5 6 1 2 1 2 3 4 5 6



Sumber Mapping UNICEF : Child Protection Indicator Development and



UNICEF;



Dibagi kedalam 3 kelompok umur : 1. 0-5 tahun 2. 6-11 tahun 3. 12-18 tahun



Child Well Being Index (CWI) Tidak dikompositkan



UNICEF;



Terdapat 2 indikator yang terkait dengan perlindungan anak



Child Poverty Index Tidak dikompositkan Child Status Index (CSI) Tidak dikompositkan



UNICEF;



Dua Indeks termasuk dalam bagian perlindungan anak Pada Bagian Protection , outcome yang diharapkan : 1. Anak terlindungi dari kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi



UNICEF;



2. Anak terlindungi secara hukum memiliki akses terhadap hukum Child Development Index Tidak dikompositkan



UNICEF;



Indikator perlindungan anak tercermin dari : 1. Surat registrasi kelahiran 2. Pekerja Anak 3. Safety and Overall Child Development



Lesson Learned dari Indikator Komposit Perlindungan Khusus Anak yang pernah Dilaksanakan di Indonesia Indikator Kesejahteraan Anak yang pernah dilakukan di Indonesia, disajikan



dalam Laporan perkembangan kesejahteraan anak Indonesia tahun 1992/1993. Laporan tersebut berisi mengenai: – Kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan anak – Index komposit dengan komponen: •



Indikator inti







Indikator sektoral Indikator inti: 1. Angka kematian bayi 2. Angka kematian anak balita 3. Angka kelahiran total



6. Persentase anak perempuan kawin di bawah umur 7. Tingkat partisipasi anak bekerja(10-14)



Page



5. Tingkat partisipasi anak bersekolah di pendidikan dasar



24



4. Angka ketergantungan anak



8. Rata-rata konsumsi kalori per kapita sehari 9. Rata-rata konsumsi protein perkapita sehari 10. Angka melek huruf penduduk umur 15+ 11. Persentase pembagian pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah 12. Persentase anak balita dengan gizi baik Indikator sektoral : 1. % persalinan yg ditolong oleh tenaga terdidik 2. Cakupan imunisasi 3. % anak(0-2) tahun yg diberi ASI 6 bulan+ 4. Pola konsumsi rumah tangga (non makanan) 5. % rumah tangga dengan air bersih 6. % rumah tangga menggunakan jamban 7. % rumah tangga menggunakan radio 8. % penduduk yang bekerja di sektor pertanian 9. Ratio banyaknya murid per gur 10. Ratio banyaknya murid per kelas 11. Banyaknya sarana ibadah per 1000 anak 12. Angka putus sekolah 13. Angka perceraian wanita 14. % rumah tangga di bawah garis kemiskinan Usulan Indikator • Indikator Kesejahteraan Anak • Indikator Kesejateraan Anak Usia Dini Basis: HDI • Kesehatan • Pendidikan • Ekonomi



Indikator kesehatan:



Page



Indikator Kesejahteraan Anak



25



• Perlindungan



-



Angka kematian anak



-



Angka kematian AUD



Usulan Indikator kesejahteraan Anak, disajikan pada Tabel 2.5 berikut:



Tabel 2.5 Indikator dan Variabel untuk Kesejahteraan Anak



Indikator



Variabel



Kesehatan



Angka kematian bayi Angka kematian AUD BBLR Status gizi ASI Angka kematian usia 0-18 Anak dengan kecacatan



Pendidikan



Persen anak usia dini yang belajar di TK Rata-rata lamanya pendidikan Angka drop out SD APS



Ekonomi



Pendapatan(GDP/kapita) Kemiskinan Anak



Anak yang pindah domisili dalam 1 tahun terakhir Persen anak yang berada dalam keluarga dengan orang tua tunggal(single parent) Anak yang pindah domisili dalam 1 tahun



26



Persen anak yang berada dalam keluarga dengan orang tua tunggal(single parent)



Page



Perlindungan sosial



terakhir Resiko



Angka kelahiran pada perempuan =4)+1*(Umur>=7)+1*(Umur>=13)+1*(Umur>=16) (b). Kelompok umur untuk kesehatan BALITA: 1. < 13 bln, 2. 13 - 24 b, 3. 2536, dan 4. 37 – 59 bln, dibentuk memakai persamaan. KU_Balita =1+1*(Umur >=13)+1*(Umur>=25)+1*(Umur>=37) (c). Kelompok status bersekolah (KSB) berdasarkan variabel B5R13: 1.Tidak/belum bersekolah, 2. Bersekolah, dan 3. Tidak bersekolah lagi, dibentuk memakai persamaan: KSB = 1+1*(B5R13=2)+1*(B5R13=3)



3.



Pembentukan faktor-sel berdasarkan dua variabel Untuk membentuk tabel yang menyajikan persentase jumlah anak yang



mempunyai masalah tertentu, seperti anak yang tak sekolah dan anak yang memerlukan perlindungan, menurut propinsi, wilayah (Kota/Desa) dan sebuah faktor tertentu, maka pertama-tama harus dibentuk faktor-sel berdasarkan dua variabel



dan JK (Jenis Kelamin), dengan memakai persamaan:



Page



(a). Faktor-sel dengan 4-sell yang dibentuk berdasarkan wilayah (Kota/Desa), B1R5



45



atau lebih. Sebagai ilustrasi perhatikan contoh-contoh di bawah ini.



W_JK =11*(B1R5=1 and JK=1)+ 12*(B1R5=1 and JK=2) + 21*(B1R5=2 and JK=1)+ 22*(B1R5=2 and JK=2) Perhatikanlah faktor-kelompok ini diperlukan untuk membentuk Gender Equaity Index (GEI) dan juga Indeks Tunggal Perlindungan Anak (ITPA) atau Indeks Tunggal Kualitas Anak (ITKA), sesuai dengan indikator masalah yang dipakai. (b). Faktor-sel dengan 8-sell yang dibentuk berdasarkan wilayah (Kota/Desa) B1R5, dan kelompok umur untuk tingkat pendidikan, KU_Dik yang telah dibentuk di atas yang mempunyai 4 tingkatan, dengan memakai persamaan: WU_Dik=11*(B1R5=1 and KU_Dik=1)+ 12*(B1R5=1 and KU_Dik=2) +13*(B1R5=1 and KU_Dik=3)+ 14*(B1R5=1 and KU_Dik=2) +21*(B1R5=2 and KU_Dik=1)+ 22*(B1R5=2 and KU_Dik=2) + 23*(B1R5=2 and KU_Dik=3)+ 24*(B1R5=2 and KU_Dik=4)



Berikut ini beberapa indikator yang digunakan untuk membentuk indeks perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak. Indikator tersebut disajikan dalam bentuk persentase. a. KOR:



Kesehatan •



Keluhan kesehatan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir.







Terganggu akitivitas: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya pekerjaan, sekolah atau kegiatan sehari-hari.







Berobat jalan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah



Rawat inap: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah dirawat inap selama satu tahun terakhir.



Page







46



berobat jalan dalam satu bulan terakhir.







Pengobatan sendiri: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah mengobati sendiri dalam satu bulan terakhir.











Penolong persalinan: -



Persentase penolong kelahiran anak pertama,



-



Persentase penolong kelahiran anak kedua



Pemberian ASI: persentase anak usia balita (0-4 tahun) yang tidak pernah diberi ASI eksklusif.







Imunisasi: persentase anak balita (0-5 tahun) tidak pernah mendapat imunisasi (dari berbagai jenis imunisasi).



Pendidikan •



Pendidikan pra sekolah: persentase anak yang tidak pernah mengikuti pendidikan pra sekolah







Partisipasi sekolah: -



Persentase anak yang tidak/belum pernah sekolah



-



Persentase anak yang masih sekolah



-



Persentase anak yang tidak bersekolah lagi



Lebih rinci partisipasi sekolah, sebagai berikut: Persentase anak usia 7-12 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.



-



Persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.



-



Persentase anak usia 16-18 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.



-



Persentase anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah lagi.



-



Persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah lagi.



-



Persentase anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah lagi



Jenjang pendidikan: -



Persentase anak usia 7-12 tahun yang pernah/sedang menduduki jenjang pendidikan SD



-



Persentase anak usia 13-15 tahun yang pernah/sedang menduduki



-



Persentase anak usia 16-18 tahun yang pernah/sedang menduduki jenjang pendidikan SMA



47



jenjang pendidikan SMP



Page







-







Tingkat pendidikan: persentase tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun.







Ijazah yang dimiliki: persentase ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun.







Kemampuan membaca/menulis: persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bisa membaca dan menulis.







Alasan tidak bersekolah: -



Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena tidak ada biaya.



-



Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena bekerja mencari nafkah



-



Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena menikah/mengurus RT.



-



Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena malu karena ekonomi



-



Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena tidak cacat.



Ekonomi •



Pengeluaran makanan: persentase pengeluaran makanan rumah tangga Secara rinci pengeluaran makanan, sebagai berikut: -



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% terbawah.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% kedua.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% ketiga.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% keempat.



RT per kapita 20% tertinggi. •



Pengeluaran total:



48



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan



Page



-



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% terbawah.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% kedua.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% ketiga.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% keempat.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% tertinggi.







Pelayanan kesehatan gratis: persentase rumah tangga yang mendapat pelayanan kesehatan gratis.







RT membeli raskin: persentase rumah tangga yang membeli beras miskin







RT mendapat BLT: persentase rumah tangga yang mendapat BLT 2008/2009



Informasi •



Akses Internet: persentase anak yang mempunyai akses terhadap internet dalam sebulan terakhir.



Bepergian •



Berlibur/Rekreasi : persentase anak yang bepergian dengan tujuan untuk berlibur/rekreasi







Olah raga: persentase anak yang bepergian dengan tujuan untuk olah raga.



Ketenagakerjaan •



Status bekerja: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja selama seminggu terakhir







Jumlah jam kerja: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu







Jumlah hari kerja: persentase anak yang bekerja selama tujuh hari seminggu







Lapangan pekerjaan: persentase anak yang bekerja menurut lapangan



Status dalam pekerjaan: -



persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai buruh



Page







49



pekerjaan



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai pekerja bebas



-



Persenatse anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar



Kejahatan •



Persentase anak yang menjadi korban pencurian







Persentase anak yang menjadi korban pembunuhan







Persentase anak yang menjadi korban perampokan







Persentase anak yang menjadi korban penipuan







Persentase anak yang menjadi korban perkosaan







Persentase anak yang menjadi korban tidak kejahatan lainnya



Usia Kawin Pertama •



Persentase anak yang umur pada saat perkawinan pertama kurang dari 18 tahun



b. MODUL:



Ketenagakerjaan •



Membantu orang tua menambah penghasilan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan membantu menambah penghasilan orang tua selama seminggu terakhir.



Kecacatan •



Status kecacatan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang menyandang cacat.







Rehabilitasi orang cacat: persentase anak penyandang cacat usia kurang dari



Mengalami gangguan interaksi:



persentase anak penyandang cacat usia



kurang dari 18 tahun yang mengalami gangguan interaksi dengan masyarakat.



Page







50



18 tahun yang pernah mengikuti rehabilitasi orang cacat.



Identitas •



persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai akte kelahiran dari kantor catatan sipil.



Perilaku merokok •



persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang merokok selama sebulan terakhir.



Pengasuhan •



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai bapak kandung masih hidup.







Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai ibu kandung masih hidup







Penitipan anak: -



Persentase anak usia 0-6 tahun yang ibunya bertanggung jawab ketika melakukan aktivitas di luar rumah selama seminggu terakhir.



-



Persentase anak usia 0-6 tahun yang ditinggal sendiri selama seminggu terakhir.



Pendidikan •



Keaksaraan fungsional: persentase anak usia sampai 18 tahun yang pernah/sedang mengikuti keaksaraan fungsional selama setahun terakhir







Jalur pendidikan paket A dan B: -



Persentase anak usia 7-12 tahun yang mengikuti pendidikan paket A setara dengan SD



-



Persentase anak usia 13-15 tahun yang mengikuti pendidikan paket B setara dengan SMP



-



Persentase anak usia 16-18 tahun yang mengikuti pendidikan paket C



Mengikuti kursus: persentase anak usia sampai 18 tahun yang mengikuti kursus selama dua tahun terakhir



Page







51



setara dengan SMA







Memperoleh beasiswa: persentase anak usia sampai 18 tahun: persentase anak usia sampai 18 tahun yang memperoleh beasiswa/bantuan penddikan setahun terakhir



Kesehatan •



Alasan tidak berobat: -



persentase anak usia sampai 18 tahun yang tidak berobat karena tidak ada biaya



-



persentase anak usia sampai 18 tahun yang tidak berobat karena akses ke fasilitas kesehatan sulit



-



persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang tidak berobat karena alasan lainnya.



Informasi •



Menonton TV: persentase anak yang menonton TV



Bepergian •



Berlibur/rekreasi: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang berlibur/rekreasi selama tiga bulan terakhir.







Olah raga/kesenian: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang berolah raga/kesenian selama tiga bulan terakhir.



Interaksi dengan Orang Tua •



Kegiatan sosial: -



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan keagamaan selama tiga bulan terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan keterampilan selama tiga bulan terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan sosial



Bersama ortu: Menonton TV, makan, belajar, kerohanian, diskusi -



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan menonton TV bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.



Page







52



lainnya selama tiga bulan terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan makan bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan belajar bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan kerohanian bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.



-



Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan diskusi bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.







Menonton pentas seni : persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah



menonton/melakukan



pertunjukkan



kesenian/pameran



seni



rupa/kerajinan selama tiga bulan terakhir. •



Anggota sanggar seni : persentase anak usia 5 tahun sampai kurang dari 18 tahun yang menjadi anggota sanggar seni







Anggota sanggar seni/sarana kegiatan budaya.



3.5.2 Analisis Tahap-2: Pembentukan Rangkuman Deskriptif



Analisis deskriptif dilakukan untuk menyajikan rangkuman nilai-nilai statistik pada tingkat nasional dan provinsi menurut wilayah Kota/Desa, seperti rerata indikator IM untuk setiap indikator masalah seratus-nol IM. Misalnya, persentase anak yang menjadi korban kejahatan dalam satu tahun terakhir, persentase anak yang bekerja dan lain-lain pada tingkat nasional dan provinsi, menurut wilayah, dan kelompok umur. Berdasarkan setiap indikator yang telah dikemukakan dalam bagian sebelumnya, disajikan rangkuman statistik deskriptif yang memuat rerata masingmasing indikator IM. Sebagai contoh Per(IM)= P, menurut : 1. Provinsi (B1R1), Wilayah kota/desa (B1R5), dan Jenis Kelamin (JK). Indikatorindikator yang harus membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, seperti tingkat partisipasi sekolah atau pekerja anak, serta untuk membentuk Gender



tidak perlu/layak membedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi



Page



2. Provinsi (B1R1) dan Wilayah kota/desa (B1R5), untuk indikator-indikator yang



53



Equality Index (GEI) atau IKJ (Indeks Kesetaraan Jender).



indeks kesenjangan wilayah (IKW) juga dapat dibentuk, perbedaan antar wilayah (Kota dan Desa). Perhatikanlah Per(IM) harus disajikan untuk masing-masing wilayah Perkotaan dan Perdesaan, karena karakteristik penduduk dan lingkungan-nya sangat berbeda.



3.5.3 Analisis Tahap-3: Pembentukan Indeks Tunggal Berdasarkan data persentase Per(IM)



untuk setiap indikator pada tingkat



provinsi yang diperoleh pada analisis deskiptif, ditransformasikan menjadi bilangan bulat positif. Bilangan ini dinyatakan sebagi indeks tunggal perlindungan khusus untuk anak (ITPA) atau indeks tunggal kualitas hidup anak (ITKA). Dalam kajian indeks tunggal dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Jadi indeks pada 33 provinsi dibedakan dengan memakai tingkat nasional sebagai pembanding atau standar. Sebagai contoh pada Lampiran 75a disajikan hasil analisis berdasarkan rerata IKM1 untuk perkotaan dan perdesaan, yang dilakukan berdasarkan hasil analisis Tahap-2 de-ngan memakai Microsoft Excel. Lampiran ini jelas menunjukkan perbedaan rerata IKM1 yaitu persentase anak usia 7-18 tahun yang tak-tamat SD antara provinsi masing-masing untuk perkotaan dan perdesaan. Selanjutnya dapat ditentukan (i) Rankingnya dimana rank=1 untuk persentase yang terkecil, dan (ii) ITPA (indeks tunggal perlindungan anak) berdasarkan IKM1 dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Perhatikanlah bahwa baik rerata IKM1, Rank-nya maupun Indeks Tunggal Per-lindungan Anak (ITPA1) yang dibentuk berdasarkan IKM1, menunjukkan perbedaan tingkat masalah antar provinsi dan wilayah. Jadi masing-masing statistik dapat dipakai untuk mengidentifikasi wilayah perkotaan atau perdesaan mana yang paling bermasalah, menurut provinsi. Akan tetapi yang paling mudah dipakai adalah Ranking berdasarkan nilai rerata IKM1. Sebagai ilustrasi, 5 wilayah perkotaan yang paling bermasalah adalah Sumatera Selatan, Jambi, Gorontalo, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, berturut-turut dengan ranking 30 sampai dengan 34.



yang dihitung dengan menerapkan statistik Odds Ratio, dengan rumus sbb:



Page



indeks kesenjangan wilayah (Kota dan Desa), sebutlah IKW, berdasarkan IKM1



54



Sebagai analisis lanjutan atau tambahan, Lampiran 76 juga menyajikan



IKW1= IKW ( IKM 1) 



PD /(100  PD ) PK /(100  PK )



di mana PK dan PD, berturut-turut menyatakan rerata IKM1 untuk Perkotaan dan Perdesaan. Sebagai perbandingan, perhatikanlah Lampiran 75a juga menyajikan nilai statistik Ratio(D/K) = PD/PK. Rangkuman statistik yang persis sama dapat dibentuk berdasarkan IKM2 dan IKM3, berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 75b dan Lampiran 75c. Demikian juga berdasarkan semua indikator perlidungan khusus untuk anak dan indikator kualitas hidup anak yang telah ditentukan, dengan hasil analisis disajikan secara lengkap pada bagian Lampiran.



3.5.4 Analisis Tahap-4 : Pembentukan Indeks Kesenjangan Wilayah Sebagai analisis lanjutan atau tambahan, Lampiran 76 juga menyajikan indeks kesenjangan wilajah (Kota dan Desa), sebutlah IKW, berdasarkan IKM1 yang dihitung dengan menerapkan statistik Odds Ratio, dengan rumus sbb: IKW ( IKM 1) 



IKW1=



PD /(100  PD ) PK /(100  PK )



di mana PK dan PD, berturut-turut menyatakan rerata IKM1 untuk Perkotaan dan Perdesaan. Sebagai perbandingan, perhatikanlah Lampiran-2 juga menyajikan nilai statistik Ratio(D/K) = PD/PK. Rangkuman statistik yang persis sama dapat dibentuk berdasarkan IKM2 dan IKM3, berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 75b dan Lampiran 75c. Demikian juga berdasarkan semua indikator perlidungan anak dan indikator kualitas yang telah ditentukan, dengan hasil analisis disajikan dalam buku tersendiri.



3.5.5



Analisis Tahap-5: Pembentukan Gender Equality Indexes Berdasarkan variabel-variabel dengan ukuran persentase yang telah



 Pembentukan GEI adalah sebagai berikut:



Page



anak perempuan dan laki-laki dengan memakai Excel.



55



dibentuk, dapat dengan mudah menghitung Gender Equality Indexes (GEI) antara



Berdasarkan setiap indikator yang telah didefinisikan, sebutlah IY secara umum, dapat dibentuk tabel rerata (persentase) sel dari IY menurut: Propinsi, Wilayah (Kota/Desa) dan Jenis Kelamin. Selanjutnya berdasarkan skor persentase untuk laki-laki dan perempuan, sebutlah Plk dan Ppr, menurut provinsi dan wilayah, skor/nlai GEI dihitung memakai rumus:



GEI _ IY 



3.5.6



Ppr /(100  Ppr ) Plk /(100  Plk )



Analisis Tahap-6: Pembentukan Indeks Komposit Tahap selanjutnya adalah membentuk indeks komposit. Setiap indeks



komposit, terutama indeks komposit tahap pertama, harus dibentuk berdasarkan suatu himpunan indikator sederhana. Selain sederhana juga dapat diukur sampai pada tingkat wilayah dan rumah tangga. Dalam hal ini, tidak memakai indikatorindikator yang dibentuk berdasarkan hasil estimasi, terlebih-lebih berdasarkan metode estimasi tak-langsung, seperti angka harapan hidup dan angka kematian bayi. Indeks komposit tersebut dibentuk berdasarkan rerata indikator seratus-nol yang dapat bentuk dan dihitung/diukur secara langsung berdasarkan data sebuah sampel. Dalam kajian ini adalah data SUSENAS 2009. Perlu diingat bahwa data sampel hanya merupakan bagian dari populasi yang sangat kecil.



Hasil



berdasarkan sampel jelas tidak dapat mewakili seluruh populasi (2004). Selanjutnya, Agung juga menyatakan atau mendefisikan bahwa sebuah sampel adalah himpunan nilai/skor/ukuran yang terkumpulkan oleh atau tersedia untuk si peneliti. Oleh karena itu, hasil berdasarkan sebuah sampel, termasuk indeks yang disajikan dalam studi ini harus dimanfaatkan secara bijaksana. Pembentukan setiap indeks komposit dilakukan dengan menerapkan analisis faktor berdasarkan suatu himpunan indikator satu-nol terpilih berdasarkan kajian



Page



56



ilmiah atau kesepakatan ilmuwan terkait.



BAB IV PEMBAHASAN HASIL INDEKS TUNGGAL Bagian ini menyajikan hasil perhitungan indeks tunggal dari masing-masing indikator yang digunakan untuk menyusun indeks komposit kualitas hidup anak, perlindungan



khusus



untuk



anak,



dan



kemiskinan



anak.



Indeks



tunggal



diklasifikasikan menurut provinsi dan daerah tempat tinggal (kota-desa). Selain itu, beberapa indeks tunggal juga diklasifikasikan menurut jenis kelamin dan kelompok umur. Penentuan kelompok umur disesuaikan dengan jenis indikator, misalnya kelompok umur untuk indikator pendidikan disesuaikan dengan kelompok usia sekolah dan kelompok umur untuk indikator kesehatan disesuaikan dengan kelompok umur yang penting menurut kesehatan. Namun demikian, tidak semua indeks tunggal harus diklasifikasikan menurut kelompok umur, jenis kelamin, atau daerah tempat tinggal. Hal ini tergantung pada kepentingan dari pengklasifikasian tersebut. Hasil penghitungan indeks tunggal disajikan secara lengkap dalam lampiran, dan dikelompokkan menjadi indeks tunggal yang terkait dengan Kualitas Hidup Anak (Lampiran 1-51), Perlindungan Khusus Untuk Anak (Lampiran 52-74), dan Kemiskinan Anak (Lampiran 75). Pada bagian berikut disajikan contoh indeks tunggal untuk masing-masing kelompok dan cara menganalisisnya.



4.1



Analisis Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak Berikut disajikan contoh indeks tunggal dari kualitas hidup anak, khususnya



mengenai kesehatan, yaitu indeks tunggal anak balita (bawah lima tahun) yang pernah diberi ASI. Indikator anak balita yang pernah diberi ASI ini digunakan



selanjutnya.



Page



sangat berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak balita pada tahap



57



sebagai salah satu indikator yang menentukan kualitas kesehatan balita karena



4.1.1 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi dan Wilayah Gambar 4.1 menunjukkan provinsi menurut indeks tunggal anak balita yang pernah diberi ASI di perkotaan. Semakin tinggi nilai indeks tunggalnya, berarti semakin banyak anak balita yang pernah diberi ASI dan diharapkan kualitas kesehatan anak semakin baik. Provinsi yang mempunyai indeks tunggal tinggi diberi nilai rangking rendah, sedangkan provinsi yang mempunyai indeks tunggal rendah diberi nilai rangking tinggi. Di daerah perkotaan, provinsi yang mempunyai indeks tunggal paling tinggi untuk anak balita yang pernah diberi ASI adalah DI Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, dengan rangking satu sampai lima. Artinya, dikelima provinsi tersebut jumlah anak balita yang pernah diberi ASI relatif lebih banyak dibandingkan propinsi lain di Indonesia. Hasil ini bisa diterima, mengingat provinsi tersebut berada di Pulau Jawa-Bali yang akses terhadap informasi lebih tinggi dibanding provinsi lainnya sehingga pengetahuan ibu tentang pengasuhan anak juga lebih baik. Khusus Provinsi DI Yogyakarta yang menduduki rangking tertinggi dalam pemberian ASI,



dapat dipahami karena kenyataan provinsi ini juga mempunyai



Angka Harapan Hidup waktu lahir yang tinggi. Sementara itu, lima provinsi yang perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai indeks tunggal rendah atau nilai rangking tinggi tentang anak balita yang pernah diberi ASI adalah Lampung, Maluku, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, dan Riau. Penyebab dari kondisi ini perlu diteliti lebih lanjut, diantaranya mungkin terkait dengan kebiasaan atau budaya setempat dalam pemberian makan pada bayi. Catatan: pada waktu melihat dan menganalisis hasil perhitungan nilai indeks tunggal, perlu memperhatikan kondisi wilayah untuk memberikan pemaknaan yang baik terhadap nilai tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan juga berbagai hal terkait dengan cara pengambilan sampel di lapangan. Kondisi geografis, dan keamanan suatu wilayah kadang mempengaruhi cara pengambilan sampel di lapangan. Hal ini



pengambilan sampel, misalnya Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku Utara, dan daerah lain yang mengalami konflik. Ke depan sangat menarik untuk melihat



Page



provinsi yang mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam melakukan



58



dimaksudkan untuk menghindari konflik akibat hasil yang kontradiktif. Beberapa



Provinsi DI Yogyakarta, mengingat tahun 2010 ini mengalami bencana Gunung Merapi.



Gambar 4.1. Indeks Tunggal Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perkotaan



Kondisi berbeda diperlihatkan pada Gambar 4.2.



Di daerah perdesaan,



tampak bahwa Provinsi DI Yogyakarta justru mempunyai nilai indeks tunggal paling rendah untuk anak balita yang pernah diberi ASI. Selanjutnya Provinsi Bali, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Melihat kondisi seperti ini sepertinya merupakan sesuatu yang tidak mungkin karena kelima provinsi tersebut kondisinya berada di bawah Provinsi Maluku. Perlu penelaahan lebih lanjut terhadap hasil indeks ini, yang disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat. Salah satu kemungkinan, kelima provinsi ini merupakan provinsi yang mudah dijangkau sampai tingkat perdesaan, sehingga pelaksanaan sampling/pendataan lebih mudah dilakukan sampai ke pelosok-pelosok.



Dengan demikian hasilnya lebih menggambarkan kondisi



Page



yang aksesnya sulit sampai ke perdesaan.



59



sebenarnya di wilayah perdesaan tersebut. Tidak demikian halnya dengan provinsi



Gambar 4.2. Indeks Tunggal Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perdesaan



4.1.2 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin Lampiran 51 menunjukkan hasil perhitungan Gender Equality Indexes (GEI) untuk anak balita yang pernah diberi ASI. Hasil Gender Equality Indexes (GEI) tersebut disajikan pada Gambar 4.3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai GEI di perkotaan berkisar antara 0,5 sampai 2,6. Provinsi dengan nilai GEI paling tinggi di perkotaan yaitu Provinsi DI Yogyakarta.



Selanjutnya keempat tertinggi



lainnya yaitu provinsi Gorontalo, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.



Hal ini berarti di kelima provinsi tersebut resiko anak balita



perempuan pernah diberi ASI jauh lebih tinggi dibandingkan resiko anak balita lakilaki. Provinsi Di Yogyakarta mempunyai nilai GEI sama dengan 2,6. Hal ini menunjukkan bahwa resiko anak balita perempuan pernah diberi ASI 2,6 kali resiko



Page



60



anak balita laki-laki.



Gambar 4.3. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes Dalam Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perkotaan



Capaian nilai Indeks Kesetaraan Gender untuk daerah perdesaan berbeda dengan daerah perkotaan dalam hal anak balita pernah diberi ASI. Pada Gambar 4.4 tampak kisaran nilai GEI di perdesaan antara 0.6 sampai 1.6. Provinsi dengan indeks kesetaraan gender dalam hal anak balita pernah diberi ASI paling tinggi adalah Gorontalo, yaitu 1.6.



Artinya anak balita perempuan mempunyai resiko



pernah diberi ASI 1,6 kali anak balita laki-laki. Empat provinsi lain yang mempunyai indeks kesetaraan gender tinggi di perdesaan yaitu Kalimantan Tengah, Jambi, Papua Barat, dan Bengkulu. Dengan kata lain masih ada perbedaan gender dalam



Page



61



hal pemberian ASI terhadap anak balita.



Gambar 4.4. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes Dalam Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perdesaan



4.2 Analisis Indeks Tunggal Perlindungan Khusus Untuk Anak Indeks tunggal perlindungan anak dibentuk berdasarkan masing-masing indikator yang telah disepakati. Pada Lampiran 52 - 74 disajikan berbagai indeks tunggal terkait perlindungan khusus untuk anak. Sebagai contoh, berikut ini disajikan gambaran mengenai indeks tunggal mengenai kepemilikan akte kelahiran.



4.2.1 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Wilayah Pada Gambar 4.5 tampak gambaran provinsi menurut rangking indeks tunggal dalam hal kepemilikan akte kelahiran di Perkotaan.



Kepemilikan akte



kelahiran dalam perlindungan khusus untuk anak dilihat dari anak yang tidak memiliki akte kelahiran.



Arah panah menunjukkan semakin tinggi nilai indeks



tunggal kepemilikan akte kelahiran, semakin jelek. Sejalan dengan itu, rangking



Page



62



provinsi juga semakin besar.



Provinsi dengan masalah anak yang tidak memiliki akte lahir di perkotaan paling tinggi yaitu Sumatera Utara, dengan indeks tunggal tidak memiliki akte kelahiran paling tinggi. Selanjutnya Provinsi Sulawesi Barat, Nusa Tenggara barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara dengan rank 30-33. Sementara yang paling rendah rank anak yang tidak memiliki akte kelahiran yaitu DI Yogyakarta. Dengan kata lain provinsi ini merupakan provinsi yang paling baik dalam hal kepemilikan akte kelahiran oleh anak usia 0-6 tahun.



Gambar 4.5. Indeks Tunggal Anak Usia 0-6 Tahun Tidak Memiliki Akte Kelahiran di Perkotaan



250 200



Perkotaan



150 100 100 50



DI Yogyakarta DKI Jakarta Bangka-Belitung Kepulauan Riau Bengkulu Jawa Timur Jawa Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Barat Papua Jambi Nanggroe Aceh Darusalam Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Banten INDONESIA Jawa Barat Kalimantan Tengah Papua Barat Sumatera Selatan Bali Lampung Sulawesi Selatan Maluku Utara Sulawesi Tengah Gorontalo Riau Sumatera Barat Maluku Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Sumatera Utara



0



Kondisi anak yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan disajikan pada Gambar 4.6. Jika diperhatikan capain indeks kepemilikan akte lahir di perkotaan dan perdesaan menunjukkan hasil yang konsisten. Provinsi DI Yogyakarta menduduki rangking terendah dalam kepemilikan akte kelahiran baik di perkotaan maupun di perdesaan.



Dengan kata lain, provinsi ini mempunyai masalah



Dengan kata lain, provinsi ini mempunyai permasalahan kepemilikan akte kelahiran



Page



juga terjadi untuk capaian rangking tertinggi, terdapat di Provinsi Sumatera Utara.



63



kepemilikan akte kelahiran paling rendah dibanding provinsi lainnya. Hal yang sama



paling tinggi. Berbeda hanya pada urutan rank provinsi yang masuk lima terendah yaitu Papua, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.



Gambar 4.6. Indeks Tunggal Anak Usia 0-6 Tahun Tidak Memiliki Akte Kelahiran di Perdesaan



Perdesaan 100



DI Yogyakarta Bangka-Belitung Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Timur Kepulauan Riau Bengkulu Jambi Kalimantan Selatan Lampung Sumatera Selatan Sulawesi Utara Kalimantan Barat Nanggroe Aceh… Jawa Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Bali INDONESIA Riau Banten Papua Barat Gorontalo Sulawesi Barat Sumatera Barat Maluku Utara Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Barat Papua Sulawesi Tenggara Maluku Nusa Tenggara Timur Sumatera Utara



160 140 120 100 80 60 40 20 0



4.2.2 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin Berdasarkan Lampiran 74, dapat diketahui GEI khusus kepemilikan akte kelahiran. Secara grafik hasil Gender Equality Indexes (GEI) untuk kepemilikan akte kelahiran disajikan pada Gambar 4.7. Dari gambar tersebut tampak bahwa untuk provinsi Kalimantan Tengah mempunyai GEI paling rendah dalam hal kepemilikan akte kelahiran. Selanjutnya empat provinsi terendah lainnya yaitu Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Gorontalo dan Papua Barat. Berarti di kelima provinsi tersebut terdapat perbedaan yang cukup rendah antara anak usia 0-6 tahun yang perempuan dengan laki-laki dalam hal kepemilikan akte kelahiran (dilihat dari yang tidak memiliki



Nilai GEI di perkotaan antara 0.73 sampai dengan 1.35. GEI Paling tinggi



64



adalah Kepulauan Riau yaitu 1.35, artinya anak perempuan usia 0-6 tahun di



Page



kate kelahiran).



provinsi tersebut mempunyai resiko tidak memiliki akte kelahiran sebesar 1.35 kali anak laki-laki. Provinsi-provinsi yang mempunyai nilai GEI akte kelahiran = 1, menunjukkan anak laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama untuk memiliki akte kelahiran (Aceh, Jatim, Jabar, Kaltim, Sulteng).



Gambar 4.7. Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 Tahun Menurut Provinsi di Perkotaan



1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0



Kalimantan Tengah Maluku Utara Kalimantan Selatan Gorontalo Papua Barat Sulawesi Tenggara Riau DI Yogyakarta Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Sumatera Selatan Sumatera Barat Papua Banten Lampung Sumatera Utara Jawa Timur INDONESIA Jawa Barat Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Nanggroe Aceh… Bengkulu Maluku Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Barat DKI Jakarta Jambi Sulawesi Utara Bangka-Belitung Sulawesi Barat Kalimantan Barat Kepulauan Riau



Perkotaan



Capaian Indeks Kesetaraan Gender untuk daerah perdesaan dalam hal kepemilikan akte lahir diperlihatkan pada Gambar 4.8. Provinsi dengan masalah indeks kesetaraan gender dalam hal kepemilikan akte kelahiran paling rendah adalah Papua Barat.



Nilai GEI provinsi tersebut sekitar 0,87, artinya anak



perempuan mempunyai resiko tidak memiliki akte kelahiran 0,87 kali anak laki-laki. Empat provinsi lain yang mempunyai indeks kesetaraan gender rendah di perdesaan



dengan indeks kesetaraan gender paling tinggi dalam hal kepemilikan akte kelahiran



65



di perdesaan yaitu DI Yogyakarta 1,31. Artinya, anak perempuan mempunyai



Page



yaitu Sulawesi Barat, Riau, Sumatera Barat dan Gorontalo. Sementara itu, provinsi



resiko/peluang tidak memiliki akte kelahiran 1,31 kali anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua kurang memperhatikan pengurusan akte kelahiran anak perempuan mereka. Provinsi-provinsi yang mempunyai nilai GEI akte kelahiran = 1, menunjukkan anak laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk tidak memiliki akte kelahiran (Kepulauan Riau, NTB, Sumut, Sumsel, dan Kaltim). Gambar 4.8. Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 Tahun Menurut Provinsi di Perdesaan



1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00



Papua Barat Sulawesi Barat Riau Sumatera Barat Gorontalo Kalimantan Tengah Maluku Sulawesi Tenggara Bengkulu Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Nanggroe Aceh… Kepulauan Riau Sumatera Utara Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Indonesia Kalimantan Timur Jawa Barat Jambi Jawa Tengah Banten Kalimantan Barat Papua Lampung Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Maluku Utara Sulawesi Utara Jawa Timur Bali Bangka-Belitung DI Yogyakarta



Perdesaan



4.3 Analisis Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Lampiran Indeks Tunggal Kemiskinan Anak (Lampiran 75a sampai 75c), berturut-turut, menyajikan hasil analisis dengan memakai Eviews, yaitu Persentase Anak usia 7-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata Indeks Kemiskinan Anak-1/rerata IKM1), persentase Anak usia 13-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata IKM2), dan persentase Anak usia 16-18



Page



(B1R1), jenis kelamin (JK), dan wilayah Kota/Desa (B1R5).



66



tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata IKM3), menurut Provinsi



Perhatikanlah hasil analisis tersebut, khususnya untuk IKM1 dalam Lampiran 75a, menyajikan rangkuman statistik seperti di bawah ini. Begitu juga halnya untuk IKM2 dan IKM3. (1). “Table 1: Conditional table for B1R5=1” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin, khusus untuk Perkotaan (B1R5=1). Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi, yaitu untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk Perkotaan (All) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. (2). “Table 2: Conditional table for B1R5=2” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin, khusus untuk Perdesaan (B1R5=2). Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi, yaitu untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk Perdesaan (All) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. (3). “Table 3: Unconditional table” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin. Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi,



yaitu



untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk anak (all) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. Berdasarkan hasil dalam Lampiran 75, dapat disajikan rangkuman dekriptif sebagai di bawah ini.



4.3.1



Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) Menurut Provinsi dan Wilayah. Berdasarkan



hasil



analisis



dalam



Lampiran



75a



dapat



dibentuk



Rangkuman statistik deskriptif. Lampiran 76 menunjukkan rerata IKM1 dengan ukuran persentase, ranking menurut 33 provinsi dan satu pada tingkat national, dan indeks tunggal untuk masing-masing Perkotaan dan Perdesaan. Secara



menggambarkan rangking masing-masing provinsi. Arah panah menunjukkan rangking IKM 1 semakin tinggi, dengan semakin tinggi nilai IKM1. Dengan kata



Page



Pada Gambar 4.9 tampak nilai indeks tunggal untuk IKM1, yang juga



67



grafis disajikan pada Gambar 4.9.



lain, Rangking=1 untuk persentase yang terkecil, sementara untuk indeks tunggal kemiskinan anak berdasarkan IKM1 dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Dari Gambar 4.9 dapat dilihat perbedaan tingkat masalah antar provinsi dan wilayah. Hal ini ditunjukkan baik oleh nilai rank maupun Indeks Tunggal Kemiskinan Anak yang dibentuk berdasarkan IKM1. Apabila dilihat rank menurut wilayah perkotaan dari masing-masing provinsi, yang paling bermasalah dengan indeks kemiskinan anak yaitu Provinsi Sulawesi Barat yaitu rank 34. Selanjutnya Provinsi Bangka Belitung, Gorontalo, Jambi, dan Sumatera Selatan, berturut-turut dengan ranking 30 sampai dengan 33. Sementara provinsi dengan rank pertama yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan di bawah rank nasional. Dapat dikatakan bahwa provinsi tersebut mempunyai masalah kemiskinan anak di perkotaan paling rendah dibanding provinsi lain di Indonesia.



Gambar 4.9. Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) di Perkotaan 600 500 400 300 200 100



Page



68



Sulawesi Barat Bangka-Belitung Gorontalo Jambi Sumatera Selatan Sulawesi Utara Riau Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Kepulauan Riau Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Papua Barat Kalimantan Tengah Papua Kalimantan Barat DKI Jakarta Banten Maluku Indonesia Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Jawa Tengah Bengkulu Sumatera Barat Sumatera Utara Bali Jawa Timur Nanggroe Aceh Darusalam DI Yogyakarta Lampun Maluku Utara



0



Pada Gambar 4.10 dapat dilihat kondisi di daerah perdesaan, provinsi yang mempunyai masalah terkait kemiskinan anak paling banyak terdapat di Provinsi Gorontalo.



Provinsi lainnya yang termasuk tinggi dalam masalah



kemiskinan anak di perdesaan yaitu Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Keempat provinsi tersebut menduduki ranking 30-33.



Untuk capaian Provinsi Gorontalo dapat diterima, mengingat



capaian IPM juga masih termasuk rendah, juga dalam hal status gizi buruk juga masih tinggi. Bahkan untuk tahun 2005, status gizi buruk Gorontalo termasuk paling tinggi di Indonesia.



Gambar 4.10. Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) di Perdesaan



600 500 400 300 200 100 Gorontalo Bangka-Belitung Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Kepulauan Riau Papua Barat Kalimantan Barat Maluku Utara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Indonesia(*) Papua Sulawesi Tenggara Bali Jambi Kalimantan Selatan Bengkulu Maluku Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Riau Banten Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara Kalimantan Timur Lampun Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Nanggroe Aceh Darusalam DI Yogyakarta



0



Berkaitan dengan hasil analisis data, perlu dikemukakan catatan sebagai



menunjukkan persentase anak usia 7-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak



Page



1. Beberapa propinsi seperti Maluku Utara, DI Yogyakarta, dan Lampung, data



69



berikut:



sekolah lagi sama dengan 0 (nol). Hal ini harus ditafsirkan dengan bijaksana karena data sampel dapat memberikan hasil yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Demikian juga dengan hasil analisis untuk propinsi-propinsi lainnya yang ada kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan (contoh: persentase NAD yang terlalu kecil dan persentase Sulawesi Barat yang terbesar), sehingga hasil data analisis tersebut perlu dikonfirmasikan kelayakannya dengan pihakpihak terkait di masing-masing propinsi.



4.3.2 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin. Berdasarkan hasil dalam Lampiran 75a, dapat disusun rangkuman deskriptif dalam Lampiran 77 yang menyajikan statistik sebagai berikut: 1. Persentase Anak Usia 7-18 tahun, yang Tak-tamat SD dan Tak-sekolah lagi (Rerata IKM1) menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin, dalam Kolom (3), (5), (8) dan (10). 2. Kolom (4) dan (6) menyajikan indeks tunggal berdasarkan IKM1, yang dibentuk dengan memakai indeks pada tingkat national = 100 untuk anak perempuan di Perkotaan dengan memakai rumus ”=100*E41/$E$41” (Excel) untuk perempuan di perkotaan. Perhatikanlah bahwa berbagai macam indeks lain yang merupakan bilangan bulat positif, dapat dibentuk untuk perbedaan relatif antar provinsi dan wilayah. 3. Demikian pula Kolom (9) dan (11) menyajikan indeks tunggal untuk Perdesaan. 4. Akhirnya, Kolom (7) dan (12) menyajikan GEI (Gender Equaity Index) atau Indikator Kesetaraan Jender. Gambar 4.11 menyajikan hasil Gender Equality Indexes (GEI) untuk IKM1 di perkotaan. Dari gambar tersebut tampak bahwa untuk provinsi Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, DI Yogyakarta, Lampung, dan Nanggroe Aceh Darusalam tidak mempunyai nilai GEI. Hal ini terakit dengan nilai indeks tunggal dari provinsi



Utara dan Bali mempunyai nilai GEI sama dengan nol. Nilai GEI ketiga provinsi



70



tersebut merupakan yang paling kecil dengan nilai sama dengan 0 (nol). Berarti



Page



tersebut sama dengan nol. Sementara untuk provinsi Sumatera Barat, Sulawesi



menunjukkan tidak ada perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan dalam hal IKM1. Provinsi yang menunjukkan nilai GEI paling tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur, disusul oleh Papua dan Maluku. Ketiganya mempunyai nilai di atas nilai GEI nasional. Dalam hal ini terdapat perbedaan gender yang sangat besar antara lakilaki dan perempuan dalam indikator kemiskinan anak (IKM1). Gambar 4.11. Gender Equality Indexes (GEI) IKM-1 Menurut Provinsi di Perkotaan



4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 Sumatera Barat Bali Sulawesi Utara Riau Banten Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Jawa Tengah Jambi Sulawesi Barat Kalimantan Selatan Kepulauan Riau DKI Jakarta Sulawesi Selatan Indonesia Sulawesi Tenggara Bangka-Belitung Kalimantan Timur Nusa Tenggara Timur Sumatera Utara Jawa Barat Gorontalo Bengkulu Maluku Papua Jawa Timur Nanggroe Aceh Darusalam Lampun DI Yogyakarta Kalimantan Barat Maluku Utara Papua Barat



0,00



Hasil yang dicapai dari perhitungan Gender Equality Indexes (GEI) untuk indek kemiskinan di perdesaan disajikan pada Gambar 4.12. Dari gambar tersebut tampak bahwa Provinsi DI Yogyakarta tidak ada nilainya, karena indeks tunggalnya mempunyai nilai 0 (nol). Dua provinsi dengan capaian GEI terbesar yaitu Papua dan terendah adalah Kalimantan Timur. Dengan kata lain bahwa kesenjangan gender di provinsi tersebut tertinggi dalam hal indeks kemiskinan anak.



sebenarnya, mengingat hasil ini adalah hasil survey yang tidak luput dari kesalahan



71



dalam pengambilan sampel, dan sebagainya. Bagi provinsi tertentu bisa saja



Page



Namun demikian, perlu melihat secara bijaksana dengan melihat kondisi



mempunyai kecocokan dengan kondisi sebenanrya, namun untuk provinsi lain, bisa juga kurang cocok. Apalagi provinsi tersebut merupakan provinsi yang sering terjadi konflik, sehingga dapat mempengaruhi cara pengambilan atau pelaksanaan survey. Gambar 4.12. Gender Equality Indexes (GEI) IKM-1 Menurut Provinsi di Perdesaan



2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 Bangka-Belitung



Kalimantan Timur



Banten



Sumatera Barat



Nusa Tenggara Timur



Jawa Barat



Kalimantan Selatan



Sulawesi Selatan



Sulawesi Tenggara



Jambi



Sulawesi Tengah



Jawa Timur



Sumatera Selatan



Kalimantan Tengah



Kalimantan Barat



Maluku



Indonesia



Sulawesi Utara



Nusa Tenggara Barat



Gorontalo



Kepulauan Riau



Sulawesi Barat



Jawa Tengah



Nanggroe Aceh Darusalam



Riau



Papua Barat



Lampun



Bengkulu



Bali



Sumatera Utara



Papua



Maluku Utara



DI Yogyakarta



0,00



Sesuai dengan catatan tentang hasil analisis berdasarkan data sampel yang telah dikemukan sebelumnya, maka besaran GEI juga perlu dikonfirmasikan kepada



Page



72



pihak-pihak terkait di daerah untuk menilai kelayakannya.



BAB V PEMBAHASAN HASIL INDEKS KOMPOSIT BA III Bab ini menyajikan indeks komposit yang meliputi indeks komposit kualitas hidup anak, perlindungan khusus untuk anak, dan kemiskinan anak. Indeks komposit ini disajikan secara terpisah antara perkotaan dan perdesaan, mengingat karakteristik perkotaan tidak sama dengan perdesaan.



5.1 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak, maka perlu dilihat kualitas hidup anak, yang merupakan indikator yang melekat pada anak. Indeks komposit kualitas hidup anak terdiri dari berbagai aspek, seperti kesehatan, konsumsi, ekonomi, pendidikan, pengasuhan, dan sebagainya. Indeks komposit kualitas hidup anak dapat dilihat dari KOR saja, MODUL saja, dan gabungan dari KOR dan MODUL. Arah panah menunjukkan indeks kualitas hidup anak semakin tinggi, dan rangking terbaik. Nilai indeks komposit kualitas hidup anak semakin tinggi, maka kualitas hidup anak do provinsi tersebut semakin baik. Lampiran



78-80



berturut-turut



menyajikan



rangkuman



statistik



dari



perhitungan indeks komposit kualitas hidup anak dari KOR, Modul, DAN KOR+MODUL Susenas 2009. Gambaran mengenai hasil perhitungan indeks komposit kualitas hidup anak tersebut adalah sebagai berikut. Gambar 5.1 menyajikan gambaran mengenai kualitas hidup anak di wilayah perkotaan di berbagai provinsi di Indonesia. Dari gambar tersebut terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan wilayah perkotaan yang mempunyai indeks komposit kualitas hidup anak tertinggi. Hal ini dapat dipahami mengingat provinsi ini merupakan provinsi tempat ibu kota Negara berada. Berbagai fasilitas baik pendidikan dan kesehatan lebih baik disbanding provinsi lainnya. Sementara untuk provinsi dengan indeks komposit terendah adalah



Page



Timur, Maluku, dan Sulawesi Barat.



73



Provinsi Sulawesi Tengah., disusul oleh Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara



Provinsi Maluku juga merupakan provinsi dengan indeks komposit kualitas hidup terendah untuk daerah perdesaan (Gambar 5.2).



Selanjutnya empat



provinsi terendah yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku Utara, dan Papua yang semuanya berada di wilayah Indonesia Timut. Sementara untuk daerah perdesaan yang paling tinggi indeks komposit hidupnya adalah DI



Page



74



Yogyakarta.



Gambaran indeks komposit kualitas hidup anak juga dapat dilihat dari Modul Susenas, seperti yang didajikan pada gambar 5.3 dan Gambar 5.4. Provinsi Sulawesi Barat yang menduduki rangking terendah dalam hal indeks komposit kualitas hidup anak perkotaan, berdasarkan Modul Susenas, Provinsi ini juga termasuk yang perlu mendapat perhatian dalam hal indeks perlindungan khusus untuk anak. Namun demikian perlu dilihat lebih lanjut terkait dengan provinsi ini, mengingat relative baru terbentuk, apakah benar kondisi tersebut demikian, atau belum siapnya kelembagaan yang ada di provinsi tersebut. Hal yang menarik tampak pada Gambar 5.4 terkait indeks komposit kualitas hidup anak menurut Modul Susenan untuk daerah perdesaan. Dari gambar tampak bahwa provinsi DI Yogyakarta merupakan provinsi dengan indeks kualitas hidup anak paling rendah disbanding dengan provinsi lainnya. Padahal



Page



75



berdasarkan KOR Susenas, provinsi ini menduduki rangking tertinggi.



Gambaran indeks komposit kualitas hidup anak akan lebih lengkat lagi jika dilihat hasil gabungan antara KOR dan MODUl Susenas. Mengingat indikator menjadi lebih lengkap, indikator yang tidak ada di KOR akan dilengkapi dengan indikator yang ada di Modul. Hasil indeks komposit kualitas hidup anak berdasar KOR dan Modul disajikan pada Gambar 5.5 dan 5.6. Tampak dari gambar 5.5 bahwa lima provinsi di bagian timur Indonesia menduduko rangking terendah dalam hal indeks komposit kualitas hidup anak di perkotaan. Kelima provinsi tersebut berturut-turut dari yang terendah yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Sementara untuk provinsi yang paling tinggi adalah DKI Jakarta. Kondisi seperti ini dapat dimaklumi mengingat distribusi pencapaian pembangaunan di Indonesia tidak menyebar secara merata. Umumnya menumpuk di ibu Kota



Page



76



Negara, seperti DKI Jakarta.



Kondisi seperti ini tidak berbeda jauh dengan capaian indeks komposit kualitas hidup anaka di daerah perdesaan. Kelima Provinsi dengan indeks kualitas hidup anak terendah yaitu, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Bali dan Jawa Timur. Sementara untuk provinsi yang menduduki rangking tertinggi di perkotaan



Page



77



dalam hidup anak adalah DI Yogyakarta (Gambar 5.5)



5.2 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak Indeks komposit perlindungan khusus untuk anak juga disajikan dalam tiga bagian yaitu indeks komposit yang berasal dari KOR saja, Modul saja, gabungan dari KOR dan Modul. Masing masing indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dibedakan menurut perkotaan dan perdesan, arah panah menunjukkan semakin tinggi nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak makan rangking provinsi juga semakin tinggi, yang berarti provinsi tersebut memerlukan perhatian dalam perlindungan anak. Lampiran



81-83



berturut-turut



menyajikan



rangkuman



statistic



dari



perhitungan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dari KOR, Modul, dan KOR+Modul Susenas 2009. Gambaran hasil indeks komposit perlindungan khusus untuk anak adalah sebagai berikut. Gambar 5.7 menyajikan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak berdasarkan KOR Susenas 2009 untuk daerah perkotaan. Melihat arah dari nilai atau rangking, tampak bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi



tertinggi untuk daerah perkotaan.



Page



mengingat indeks komposit perlindungan khusus untuk anak menduduki nilai



78



yang perlu memperoleh perhatian dalam hal perlindungan anak. Hal ini



Sementara untuk daerah perdesaan, provinsi yang mempunyai nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Dari nilai indeks komposit perlindungan khusus yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya yang lebih baik lagi dalam hal perlindungan khusus untuk anak di provinsi tersebut. Dari Gambar 5.7 dan 5.8 tampak bahwa kedua provinsi Nusa Tenggara menduduki rangking tertinggi untuk indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hasil ini akan lebih bermakna jika dalam penggunaannya di daerah disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut dan menggali lebih jauh factor yang berpengaruh



paling



dominan



terhadap



tingginya



nilai



indeks



tunggal



perlindungan khusus untuk anak tersebut, dengan demikian dapat memudahkan para perencan program untuk membuat program terkait perlindungan khusus



Page



79



anak.



Gambar 5.9 dan Gambar 5.10 menyajikan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak menurut Modul Susenas. Tampak bahwa Provinsi Papua Barat untuk daerah perkotaan masih menduduki rangking tertinggi dalam hal indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. Sementara untuk daerah perdesaan, Provinsi Sumatera Utara



menduduki nilai indeks komposit



perlindungan khusus untuk anak paling tinggi, Kedua provinsi tersebut perlu mendapat perhatian dalam hal indeks pelindungan khussu anak, dengan melihat aspek-aspek pendukung dari perlindungan khusus untuk anak. Dari GAmbaran mengenai indeks komposit perlindugnan khusus untuk anak baik daro KOR dan Modul memperlihatkan bahwa sebagian besar provinsi



Page



80



mempunyai nilai indeks perlindungan khusus anak di bawah angka nasional.



Page



81



Gambaran yang lebih lengkap mengenai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dengan memuat indikator yang berasal dari KOR dan MODUL disajikan pada Gambar 5.11 dan Gambar 5.12. Dari hasil gabungan KOR dan Modul tampak bahwa provinsi yang menduduki rangking tertinggi dalam hal indeks perlindungan khusus untuk anak adalah Maluku Utara untuk daerah perkotaan, Sementara untuk daerah perdesaan, Nusa Tenggara Barat mempunyai nilai indeks perlindungan khusus untuk anak yang lebih tinggi. Dari gambaran ini tampak bahwa wilayah Indonesia bagian timur masih memerlukan perhatian dalam hal perlindungan khusus untuk anak, terutama di kedua provinsi



Page



82



tersebut.



5.3 Indeks Komposit Kemiskinan Anak Sebagai ilustrasi, Lampiran 84



menyajikan rangkuman statistic



berdasarkan hasil analisis faktor untuk membentuk dua faktor atau variable laten, yaitu F_IKM_K berdasarkan IKMI_K, IKM2_K dan IKM3-K, dan F_IKM_D berdasarkan IKMI_D, IKM2D, dan IKM3_D. Selanjutnya, rangking dari masing-masing variable laten dapat ditentukan dengan bantuan Microsoft Excel. Demikian pula indeks kemiskinan anak,yang dinyatakan sebagai IKKA untuk perkotaan dan perdesaan, yang merupakan salah saru komponen indeks perlindungan anak (IPA). Berdasarkan rank dari variable latennya dengan mudah dapat ditentukan lima provinsi yang paling membutuhkan perlindungan anak. Seperti tampak pada Gambar 5.13, untuk daerah Perkotaan, provinsi yang mempunyai nilai indeks kemiskinan anak tertinggi adalah Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Gorontalo, Jambi dan Sumatera Selatan. Rangking provinsi berturut-turut dari 34 sampai 30. Dengan demikian di kelima provinsi tersebut



dan Sulawesi Selatan (lihat Gambar 5.14)



Page



adalah Gorontalo, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat



83



perlu perhatian terhadap pendidikan. Sementara untuk daerah Perdesaan



5.4 Analisis Kesenjangan Antara Indikator Idel dan Yang Tersedia Pada bagian sebelumnya telah disajikan berbagai indikator yang digunakan terkait anak, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun belum ada kesepakatan



Page



perlindungan anak, begitu juga indikator-indikator perlindungan khusus untuk anak.



84



mengenai indikator-indikator yang digunakan untuk membentuk indeks komposit



Mengingat perlindungan anak sudah diatur sesuai UU nomor 23 Tahun 2002, maka perlu mengacu pada undang-undang tersebut, Seperti telah disebutkan sebelumnya, Perlindungan Anak Menyangkut berbagai kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanuasiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sesuai undangundang tersebut seharusnya indeks perlindungan anak meliputi: 



Indikator hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi







Indikator perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi



Sesuai



dengan



undang-undang



tersebut,



seharusnya



indikator



perlindungan khusus untuk anak menyangkut anak dengan kondisi berikut: 1. Situasi darurat. 2. Berhadapan dengan hukum, 3. Kelompok minoritas dan terisolasi, 4. Dieskploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, 5. Diperdagangkan, 6. Korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), 7. Korban penculikan, penjualan, perdaganganm korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, 8. Penyandang cacat, dan 9. Korban perlakuan salah dan penelantaran. Semua indikator tersebut dapat digunakan langsung untuk membentuk indeks perlindungan anak, termasuk indeks perlindungan khusus untuk anak. Namun, perlu ditunjang dengan data yang tersedia. Data yang digunakan untuk membuat indeks komposit perlindungan anak adalah data yang tersedia setiap tahun, dan berkesinambungan. Seandainya data yang digunakan dari sumber yang berbeda, amaka sumber data yang digunakan harus mempunyai tahun yang sama, dan sampling frame yang sama.



terkait, dan belum mencakup semua provinsi di Indonesia. Misalnya data anak yang



Page



jadi sudah tersedia datanya. Hanya data tersebut masih tersebar di berbagai instansi



85



Indikator-indikator perlindungan khusus seperti yang disebutkan diatas bias



mengalami tindak kekerasan dan kejahatan, bisa diperoleh dari kepolisian. Selanjutnya beberapa data anak yang berhadapan dengan hukum, tersedia di Komisi Perlindungan Anak atau institusi lain terkait dengan anak. Data ini akan sangat berarti dan dapat digunakan apabila data tersebut dikelola dengan baik, dari segi cakupan dan kesinambungannya, dengan demikian data tersebut bisa menjadi data nasional. Apabila data dari berbagai instansi terkait dengan anak dapat diintegrasikan dengan data BPS, maka dapat mengatasi masalah indikator yang tidak tercantum dalam data BPS. Mengingat penambahan satu pertanyaan atau satu inkator ke dalam data BPS bukan merupakan hal yang mudah, karena biasanya selalu terkait dengan biaya. Data sulit diperoleh melalui survey yaitu anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, anak yang mengalami diskriminasi, dan anak berhadapan dengan hukum. Umumnya keluarga dari anak yang bersangkutan tidak bersedia memberikan informasi. Hal ini bisa diakibatkan keluarga tersebut menganggap aib, sehingga malu utnuk menceritakan. Berdasarkan identidikasi indikator dan ketersediaan data, dibentuk suatu indeks komposit sesuai dengan data yang tersedia. Ke depan, setelah ada perbaikan dalam penyajian data, baik dari Kementrian Lembaga maupun BPS, dapat dibentuk suatu indeks komposit perlindungan anak yang komprehensif. Indeks komposit yang dibentuk dalam kajian awal ini hanya berdasarkan data yang tersedia dalam Susenas 2009. Data ini digunakan dengan pertimbangan, data yang tersedia saat ini, dan mencakup banyak indikator terkait dengan anak. Data lain banyak



yang mencakup anak, misalnya SDKI 2007. Namun tidak bisa



digabungkan karena waktu dan sampling frame berbeda. Sumber lain terkait anak yaitu Riskesdas 2010. Pertimbangan lain dalam penentuan indikator yaitu indikator tersebut merupakan indikator hasil perhitungan secara langsung, bukan data hipotesis atau perhitungan secara tidak langsung. Misalnya data kemarian bayi, yang dihitung secara tidak langsung. Berbagai indikator yang digunakan untuk menyusun indeks perlindugnan anak termasuk perlindungan khusus untuk anak disajikan pada bagian sebelumnya.



Misalmye pengeluaran makanan sebagai proksi dari kondisi ekonomi keluarga.



Page



Misalnya anak penyandang cacat. Ada juga yang merupakan indikarot proksi.



86



Indikator tersebut ada yang menunjukkan indikator langsung perlindungana nak.



BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI



6.1 Kesimpulan Secara umum, kendala yang dihadapi dalam penyusunan indikator komposit perlindugnan anak adalah: 



Data anak beragam, conto status anak bekerja







Data masih tersebar, belum tersedia sumber data yang komprehensif







Variable penting (perlindungan khusus untuk anak) belum tersedia datanya, seperti: kekerasan, perdagangan anak, dan anak berhadapan dengan hukum







Kesinambungan data







Belum ada benchmarking internasional. Indikator Perlindungan Khusus untuk Anak dan kualitas hidup anak belum ada



benchmarking seperti halnya indeks lain seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga belum ada acuan baku dalam penyusunannya. Beberapa indikator untuk membentuk indeks terkait dengan anak masih beragam, baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga perlu penelaahan lebih jauh terhadap indikator tersebut dan dikaitkan dengan ketersediaan data. Dalam kajian awal indeks komposit perlindungan anak ini, digunakan data Susenas tahun 2009. Pertimbangan didasarkan pada cakupan, kesinambungan dan ketersediaan data saat ini. Data Susenan memuat banyak indikator mengenai prlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak, dan dapat dilakukan setiap tahun melalui data KOR. Namun data ini juga mempunyai keterbatasan, kerena tidak semua indikator yang diperlukan untuk menyusun indeks komposit perlindungan khusus anak dan kualitas hidup anak tersedia. Selain itu, indikator yang diperlukan tidak tersedia setiap tahun, jika indikator trsebut berada dalam data MODUL/ Beberapa indikator penting seperti anak korban kejaharanm anak berhadapan



Page



tersedia di beberapa instansi terkait anak. Namun data tersebut masih belum



87



dengan hukum, perdagangan anak, dan anak korban tindak kekerasan sudah



terintegrasi



dengan



data



lain,



cakupan



belum



menyeluruh,



dan



belum



berkesinambungan dengan baik. Kajian indeks perlindungan khusus untuk anak ini merupakan kajian awal terhadap berbagai indikator dan data yang tersedia, dan belum menyusun suatu indeks komposit perlindungan anak yang ideal. Dari hasil kajian ini diusulkan beberapa indikator yang penting untuk pembentukan indeks konposit perlindugnan anak yang ideal. Tahap awal kajian ini menghasilkan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, dan indeks kemiskinan anak yang merupakan salah satu bentuk indeks komposit perlindungan khusus anak. Semakin tinggi nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak maupun indeks komposit kemiskinan anak, merupakan gambaran semakin tinggi masalah perlindungan khusus untuk anak maupun kemiskinan anak. Selain itu, dibentuk indeks kualitas hidup anak untuk melihat kualitas sumberdaya manusia. Anak adalah asset bangsa yang perlu memiliki kualitas hidup yang baik untuk kehidupan selanjutnya. Semakin rendah kualitas hidup anak, semakin tinggi masalah terkait dengan kualitas hidup anak. Indeks komposit tidak dapat digunakan untuk mengambil kebijakan, namun dapat digunakan untuk melihat perbandingan atau perbedaan relatif. Sementara kebijakan diambil dari data, didasarkan pada kesepakatan dan kondisi wilayah masing-masing.



6.2 Rekomendasi Kajian indeks perlindungan khusus untuk anak merupakan kajian awal, mengingat belum ada acuan baku. Oleh karena itu berbagai saran dan masukan perlu diperhatikan untuk menyempurnakan penyusunan dan pemanfaatan indeks komposit perlindungan anak. Beberapa saran atau rekomendasi dari hasil kajian ini adalah: 1. Untuk Bappenas: a. Mensosialisasikan hasil perhitungan indeks tunggal/komposit perlindungan anak



dan



indeks



kualitas



hidup



anak



kepada



Kementerian/Lembaga terkait sebagai masukan utnuk menyempurnakan kegiatan/program pembangunan anak.



88



untuk



Page



khusus



b. Membuat series indeks tunggal and indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak. c. Mendiskusikan dan membuat kesepakatan dengan kementerian/lembaga terkait tentand indikator ideal yang akan digunakan untuk menghitung indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks komposit kualitas hidup anak. d. Menganalisis kesenjangan ketersediaan data/informasi perlindungan anak, dan merencanakan mekanisme pengumpulan datanya. e. Mengkoordinasikan Kementerrian Lembaga untuk menyediakan data terkait anak secara berkesinambungan dengan cakupan yang cukup luas. f. Mengidentifikasi dan mengusulkan indikator-indikator penting perlindungan anak untuk dicakup dalam survey-survey BPS yang sudah ada. 2. Untuk Kementerian/Lembaga (seperti: Kemensos, Kemenkes, Kementrian Pemberdayaan



Perempuan



dan



Perlindungan



Anak,



Kepolisian,



Kemendiknas, Kementrian Agama, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, KPAI, PT). a. Mensosialisasikan indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak. b. Menindaklanjuti hasil perhitungan dan analisis indeks tunggal dan indeks komposit



perlindugnan



anak



dalam



pelaksanaan



berbagai



program/kegiatan pembangunan anak. c. Menyepakati indikator dan data yang digunakan untuk penyusunan indeks komposit perlindunngan khusus anak dan kualitas hidup anak. d. Menyediakan data dan informasi terkait dengan anak yang terintegrasi dengan instansi lainnya dan BPS. e. Memperbaiki system dan mekanisme pengumpulan data dan informasi terkait anak yang ada di masing masing kementerian/lembaga. 3. BPS: a. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyajian data terkait indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan



perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak,s ecara berkesinambungan.



Page



b. Menyediakan data perlindungan anak yang komprehensif, termasuk



89



khusus untuk anak dan kualitas hidup anak.



c. Mengkaji kembali beberapa pertanyaan atau indikator yang sudah ada di Susenas tapi penggunaannya kuran optimal. d. Melakukan pengambilan sampel/data Susenan dengan baik, untuk menghindari hasil yang kurang sesuai dengan kenyataan, khususnya untuk daerah-daerah yang susah dijangkau. Misalnya Papua mempunyai kualitas hidup anak lebih baik dibandingkan dengan di DI Yogyakarta. e. Disarankan supaya blok sensus tidak perlu dilakukan secara random, melainkan harus purposive supaya dapat mewakili kondisi wilayah. Memilih



kabupaten



sampel



sebaiknya



melibatkan



propinsi



yang



mengetahui kondisi wilayah sebenarnya. f. Mempertimbangkan indikator indikator penting perlindungan anak yang belum tersedia datanya saat ini untuk dicakup dalam survey-survey BPS yang sudah ada. Beberapa indikator perlindungan khusus untuk anak yang perlu dipertimbangkan untuk dicakup dalam survey BPS, antara lain terkait dengan: - Kekerasan terhadap anak : KDRT, Perdagangan anak, Pelecehan seksual, dll - Anak yang berhadapan dengan hukum - Anak yang mengalami tindak kejahatan - Anak dalam situasi darurat, bencana alam, dan konflik social - Penyandang masalah kesejahteraan social: anak jalanan dan anak dipanti asuhan, anak berkebutuhan khusus, dll.



Page



90



- Rasa aman pada anak.



DAFTAR PUSTAKA



Absori. 2005. Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasinya di Indonesia pada Era Otonomi Daerah. Surakarta. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah. Agung, I Gusti Ngurah. 2004. Penerapan Metode Analisis untuk Tabulasi Sempurna dan Tak Sempurna dengan SPSS. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Badan Pusat Statistik dan Organisasi Perburuhan Internasional. 2009. Pekerja anak di Indonesia 2009. Jakarta: BPS Bradshaw, Jonathan., Perta Hoelscher and Dominic Richarson.2006. “An Index of Child Well-being in the European Union”. Social Indicators Research. UK: The University of York. Bradshaw, Jonathan, Karen Bloor, Meg Huby, David Rhodes, Ian Sinclair and Ian Gibbs, Michael Noble, David McLennan and Kate Wilkinson. 2009. Local Index of Child Well-Being Summary Report. London: Communities and Local Government. Department of Justice.2006. Child Abuse Central Index Inquiry Request fot Out-ofState Foster Care and Adoption Agencies. State of California. International Development of Law Organization (IDLO). 2008. Indonesian Child Protection Commission (Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah/KPAID) of NAnggroe Aceh Darussalam (NAD). Aceh Lenggo.



Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, RI. 2009. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Jakarta.



Page



Report. 2004. “The Foundation for Child Development Index of Child Well-Being (CWI), 1975-2002, with Projection for 2003. A composite index of trends in the well-being of our Nations’s Children”. Embargoed for Release, March 15, 2004. North Carolina: Duke University, Durham.



91



National Commision for Child Protection (Komisi Nasional Perlindungan Anak). Sex Trafficking of Children in Indonesia. Jakarta.



Republik Indonesia. 2002. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta. Save the Children. 2008. The Child Developmnet Index Holding Government to Account for Children’s Wellbeing. London: The Save the Children Found. Suharto, Edu. 2007. “Social Protection For Children in Difficult Situations Lessons from Indonesia and ASEAN (Perlindungan Sosial bagi Anak dalam Situasi Sulit:Pelajaran dari Indonesia dan ASEAN)”. To be presented at the International Seminar on Asian Familities in Transition: Challenges For Social Work Intervention, Ciloto, West Java, 17 and 18 December 2007. West Java: Board of Education and Research, Ministry of Social Affairs, Republic od Indonesia. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2000. Penyusunan Indikator Kesetaran dan Keadilan Jender. Depok. Hitzemann, Andrea. 2004. “Institution Building and Mainstreaming Child Protection in Indonesia. UNICEF supported Child Protection Bodies (LPAs)”. Final Evaluation Report. Whitson, Donald and Cathy Savino. 2002. A Review of Save the Children’s Urban Street Children Empowerment and Support Program. U.S Agency for International Development of Professional Resources Group International, Inc.



Page



92



Gambar Cover ; Google Images – http://gase26.blogspot.com/



LAMPIRAN 1-51 Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak



LLaam mppiirraann 11--1188



;;



KESEHATAN



LLaam mppiirraann 1199--2222



;;



KONSUMSI PANGAN



LLaam mppiirraann 2233--3388



;;



PENDIDIKAN



LLaam mppiirraann 3399--4411



;;



EKONOMI



LLaam mppiirraann 4422--4466



;;



INFORMASI



LLaam mppiirraann 4477



;;



KEPEDULIAN ORANG TUA



LLaam mppiirraann 4488--4499



;;



INTERAKSI SOSIAL



LLaam mppiirraann 5500



;; PERILAKU MEROKOK



LLaam mppiirraann 5511



;; PERSENTASE, INDEKS TUNGGAL, GEI BALITA MENDAPATKAN ASI



LAMPIRAN 1 INDEKS TUNGGAL KELUHAN KESEHATAN ANAK 0-17 TAHUN DALAM SEBULAN TERAKHIR MENURUT WILAYAH, KELOMPOK UMUR, DAN JENIS KELAMIN INDEKS TUNGGAL KELUHAN KESEHATAN ANAK 1 BULAN TERAKHIR No



PROVINSI



PERKOTAAN



PERDESAAN



0-4 Th



5-6 Th



7-12 Th



13-15 Th



16-17 Th



L



P



L



P



L



P



L



P



L



P



0-4 Th



5-6 Th



7-12 Th



L



P



L



P



L



P



13-15 Th L



P



16-17 Th L



P



11



Nanggroe Aceh Darusalam



98



91



75



94



90



87



75



81



84



92



111



111



104



112



99



102



96



105



83



12



Sumatera Utara



89



76



77



78



79



69



73



76



71



76



82



78



79



75



79



86



95



84



104



88



13



Sumatera Barat



87



82



93



91



102



95



100



111



121



128



99



94



101



93



97



102



116



112



126



128



14



Riau



88



97



102



93



82



86



95



85



98



96



99



89



92



93



94



93



102



109



99



91



15



Jambi



66



77



66



90



64



64



77



42



43



55



87



87



81



73



74



77



64



59



74



63



16



Sumatera Selatan



112



100



97



98



89



90



104



94



96



106



86



86



81



84



78



84



84



80



84



88



17



Bengkulu



92



89



69



63



79



76



85



92



73



86



92



100



87



94



95



91



79



100



90



86



18



Lampung



97



81



95



113



108



103



103



89



97



108



106



96



109



95



106



107



95



103



98



92



19



Bangka-Belitung



117



123



132



121



120



137



123



141



134



139



113



123



115



115



116



114



130



125



119



128



21



Kepulauan Riau



100



113



98



106



102



110



121



75



124



100



31



DKI Jakarta



121



119



125



132



130



130



127



134



126



118



32



Jawa Barat



90



89



93



95



103



98



101



101



101



88



93



91



90



95



91



91



87



77



85



33



Jawa Tengah



103



110



117



109



103



97



103



95



105



102



101



94



94



112



104



95



88



87



78



82



34



DI Yogyakarta



113



122



130



122



115



121



120



122



168



129



115



113



141



128



130



115



100



139



135



125



35



Jawa Timur



108



104



113



105



103



114



98



107



100



104



91



94



101



104



96



89



97



87



86



95



36



Banten



109



112



104



94



120



116



109



121



105



111



106



109



101



106



102



106



120



103



112



99



51



Bali



100



100



111



99



101



96



106



102



106



54



104



104



97



97



111



109



109



103



125



122



52



NTB



119



116



108



122



103



96



112



96



111



110



108



105



110



97



94



97



89



89



105



129



53



NTT



120



124



124



110



127



120



127



119



134



129



127



129



125



127



141



136



144



147



147



143



61



Kalimantan Barat



97



93



83



83



85



93



77



76



56



74



101



99



100



85



89



91



95



83



98



84



62



Kalimantan Tengah



89



80



86



88



86



96



92



89



89



81



97



97



94



98



88



91



74



85



89



89



91 NA



95 NA



95 NA



102



109



125



NA



NA



NA



65 NA



121 NA



97 NA



103



104 NA 98



LAMPIRAN 2 INDEKS TUNGGAL TERGANGGUNYA AKTIVITAS SEHARI-HARI ANAK 0-17 TAHUN KARENA ADANYA KELUHAN KESEHATAN DALAM SEBULAN TERAKHIR



KODE



INDEKS TUNGGAL TERGANGGUNYA AKTIVITAS SEHARI-2 ANAK KARENA KELUHAN KESEHATAN 1 BLN TERAKHIR PERKOTAAN PEDESAAN



PROVINSI



0-4 Th



5-6 Th



7-12 Th



L



P



L



P



L



P



13-15 Th



0-4 Th



5-6 Th



7-12 Th



L



P



16-17 Th L



P



L



P



L



P



L



P



13-15 Th L



P



16-17Th L



P



11



Nanggroe Aceh Darusalam



98



100



104



100



103



99



94



104



123



115



94



98



107



108



104



96



99



114



98



106



12



Sumatera Utara



109



105



112



97



107



105



105



102



103



111



92



96



95



88



102



96



101



92



103



98



13



Sumatera Barat



88



85



74



64



95



80



74



79



86



90



93



88



91



90



93



93



93



95



90



93



14



Riau



98



91



97



72



82



95



91



101



67



109



107



98



104



103



103



109



119



106



107



105



15



Jambi



106



94



103



89



90



102



78



124



109



77



103



99



91



88



98



104



104



83



106



127



16



Sumatera Selatan



76



84



71



84



89



87



81



79



85



71



91



94



93



82



73



78



65



79



73



76



17



Bengkulu



95



100



72



126



97



96



112



103



106



83



106



99



90



95



88



93



91



82



94



88



18



Lampung



99



107



84



89



101



101



132



103



78



104



87



87



76



87



82



81



83



83



77



81



19



Bangka-Belitung



94



85



100



107



94



94



109



97



103



90



86



90



83



86



91



105



119



93



104



105



21



Kepulauan Riau



99



112



99



102



92



100



106



119



104



104



118



112



97



108



109



114



125



113



84



108



31



DKI Jakarta



92



93



94



106



99



97



96



101



94



83



NA



NA



NA



NA



NA



NA



NA



NA



NA



NA



32



Jawa Barat



97



96



100



110



106



109



110



113



103



111



97



100



98



89



95



102



91



101



94



104



33



Jawa Tengah



101



102



101



100



93



96



99



92



94



94



98



93



92



90



91



94



86



77



82



86



34



DI Yogyakarta



84



88



86



85



81



79



104



83



75



83



90



92



82



90



81



77



61



96



80



92



35



Jawa Timur



102



99



103



102



97



98



99



91



95



94



102



101



109



113



107



103



111



106



96



101



36



Banten



101



99



100



106



103



110



105



109



122



94



87



98



101



96



102



107



96



99



95



93



51



Bali



103



105



112



103



104



110



113



106



127



116



103



98



82



109



101



98



99



113



107



119



52



Nusa Tenggara Barat



84



96



93



79



91



93



78



73



87



102



93



100



85



90



91



83



95



86



89



91



53



Nusa Tenggara Timur



109



99



86



103



92



107



81



105



109



113



110



111



108



111



110



114



113



116



121



108



61



Kalimantan Barat



98



98



83



107



93



90



100



79



59



84



98



103



104



98



100



100



105



108



104



105



62 63



Kalimantan Tengah



89



97



112



94



106



91



93



102



116



100



105



102



95



101



100



99



101



111



102



83



102



63



87



82



92



84



90



72



81



84



77



80



76



80



68



81



74



102 65



Kalimantan Selatan



84



64



Kalimantan Timur



110



115



98



102



107



104



108



112



77



100



102



94



110



102



107



101



111



115



115



100



71



Sulawesi Utara



114



117



120



124



107



106



115



116



140



103



116



110



116



123



120



110



107



130



118



123



72



Sulawesi Tengah



111



106



121



125



122



125



117



124



107



132



119



114



122



121



117



125



122



120



110



125



73



Sulawesi Selatan



105



102



104



101



113



102



103



120



106



126



97



99



100



93



103



100



105



99



102



105



74



Sulawesi Tenggara



117



120



120



135



110



118



84



87



104



112



110



107



106



108



106



109



110



93



106



111



122



122



99



114



116



100



100



131



139



103



101



105



100



106



94



101



97



113



96



98



114



109



75



Gorontalo



133



76



Sulawesi Barat



100



83



86



80



86



86



87



82



109



114



101



101



103



88



103



105



106



81



Maluku



125



106



118



129



112



128



129



132



141



104



110



102



102



118



117



122



119



99



124



105



82



Maluku Utara



128



120



124



155



124



109



120



94



139



131



117



124



128



138



125



131



130



145



127



140



91



Irian Jaya Barat



106



125



94



91



106



105



130



120



114



125



105



106



126



96



106



97



85



84



92



98



94



Papua INDONESIA



99



107



121



112



123



98



87



111



102



128



83



92



88



86



78



75



78



85



89



77



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



100



LAMPIRAN 3 INDEKS TUNGGAL PENOLONG KELAHIRAN ANAK PERTAMA DAN TERAKHIR OLEH TENAGA KESEHATAN



Kode 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 31 32 33 34 35 36 51 52 53 61 62 63 64 71 72 73 74 75 76 81 82 91 94



Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka-Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua INDONESIA



Penolong Kelahiran Anak Pertama Anak Terakhir Kota Desa Kota Desa 74 80 74 75 72 80 71 79 103 176 104 183 97 125 99 109 58 80 61 83 97 95 95 92 99 101 103 101 67 90 72 99 80 138 90 134 130 110 130 136 161 NA 153 NA 83 95 82 98 100 140 103 147 196 319 201 296 112 173 116 181 88 35 87 41 203 406 196 382 63 76 72 69 82 66 88 64 65 64 64 57 45 37 43 46 80 65 89 84 119 104 118 103 178 276 181 261 118 85 94 71 92 88 81 80 66 46 62 42 94 83 121 104 32 40 31 54 58 46 71 39 86 36 101 43 53 80 64 92 171 76 141 74 100 100 100 100



LAMPIRAN 4 INDEKS TUNGGAL ANAK BALITA MENDAPAT IMUNISASI DASAR LENGKAP IMUNISASI DASAR LENGKAP KODE



11



PROVINSI



PERKOTAAN



PERDESAAN



0-1 TAHUN



2-3 TAHUN



4-