4 0 11 MB
LAPORAN AKHIR KAJIAN AWAL PENYUSUNAN INDIKATOR KOMPOSIT PERLINDUNGAN ANAK
LAPORAN AKHIR KAJIAN AWAL PENYUSUNAN INDIKATOR KOMPOSIT PERLINDUNGAN ANAK
Page
KEDEPUTIAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN KEBUDAYAAN BAPPENAS TAHUN 2010
1
DIREKTORAT KEPENDUDUKAN,PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, DAN PERLINDUNGAN ANAK
KATA PENGANTAR i Pembangunan perlindungan anak bertujuan untuk memenuhi hak anak Indonesia. Menurut UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak pemenuhan hak anak mencakup hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, eksploitasi, perdagangan anak, dan diskriminasi. Walaupun telah ditetapkan di dalam undang-undang, namun kualitas hidup dan perlindungan khusus anak masih membutuhkan perhatian yang besar. Masih banyak permasalahan terkait perlindungan anak di bidang kesehatan, pendidikan pekerja anak, pencatatan kelahiran, kekerasan terhadap anak, dan lain sebagainya. Permasalahan yang paling signifikan adalah belum adanya data dan informasi yang valid mengenai per-lindungan anak sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi anak Indonesia yang sebenarnya. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan penyusunan indikator komposit perlindungan anak yang komprehensif dan berkesinambungan agar dapat memberikan gambaran mengenai kondisi anak baik dalam aspek kualitas maupun perlindungan khu-sus. Indikator komposit perlindungan anak digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Kajian ini merupakan sebuah upaya awal dalam menyusun indikator komposit perlindungan anak di Indonesia. Dalam kajian ini, digunakan data Susenas 2009 sebagai data dasar dalam penyusunannya. Hal tersebut karena Susenas merupakan data yang tersedia setiap tahun. Dengan indeks komposit hasil dari kajian ini diharapkan dapat terlihat tren kondisi kualitas anak, perlindungan khusus anak, dan kemiskinan pada anak di setiap tahunnya. Selain itu juga dapat dilakukan perbandingan antar provinsi.
Jakarta,
Desember 2010
Page
DR. Ir. Subandi Sardjoko, MSc
i
Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak
DAFTAR ISI DA SUSUNAN KEANGGOTAAN
Tim Kajian Awal Penyusunan Indikator Komposit Perlindungan Anak
B.
Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan Ketua : Direktur Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak
C.
:
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan
Anggota
:
1. Ir. Ani Pudyastuti, MA 2. Ir. Destri Handayani, ME 3. Fithriyah, SE, MA, Ph.D 4. Ahmad Taufik, S.Kom, MAP 5. Dani Ramadhan S.Si 6. Renova G.M Siahaan, SE 7. Qurrota A’yun, S.Si
Tim Pendukung
:
1. Aini Harisani, SE 2. Indah Erniawati, S.Sos 3. Edy Budi Utomo 4. Salamun 5. Samta 6. Hendriyanto
ii
Penanggung Jawab
Page
A.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………………………
i
SUSUNAN KEANGGOTAAN…………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..
iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………..
vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………..
vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………..
ix
PENDAHULUAN……………………………………………………………..
1
BAB III
Latar Belakang…………………………………………………….
1
1.2
Tujuan………………………………………………………………
5
1.3
Manfaat dan Keluaran yang Diharapkan……………………….
6
1.4
Ruang Lingkup………………………………………………........
7
LANDASAN TEORI……………………………………………………...
8
2.1
Dasar Hukum Perlindungan Anak……………………………….
8
2.2
Definisi Konsep Kajian……………………………………………
11
2.3
Pemetaan Indikator Perlindungan Anak………………………..
14
2.4
Kerangka Pikir Kajian…………………………………………….
29
METODOLOGI…………………………………………………………… 36 3.1
Sumber Data............................................................................ 36
3.2
Metode kajian........................................................................... 37
3.3
Variabel Penelitian………………………………………………..
38
3.4
Kerangka Analisis....................................................................
42
3.5
Metode Analisis Data...............................................................
44
3.5.1
Analisis Tahap-1: Pembentukan Faktor Sel................ 44
3.5.2
Analisis Tahap-2: Pembentukan Rangkuman Deskriptif...................................................................... 53
iii
BAB II
1.1
Page
BAB I
3.5.3
Analisis Tahap-3: Pembentukan Indeks Tunggal.......... 54
3.5.4
Analisis Tahap-4: Pembentukan Indeks Kesenjangan Wilayah............................................................................ 55
3.5.5
Analisis Tahap-5: Pembentukan Gender Equality Indexes............................................................................. 55
3.5.6
Analisis Tahap-6: Pembentukan Indeks Komposit.......... 56
BAB IV. PEMBAHASAN HASIL INDEKS TUNGGAL …………………………….. 57 4.1 Analisis Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak……………………… 59 4.1.1 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi dan Wilayah...................................... 59 4.1.2 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi, Wilayah, dan Jenis Kelamin............ 61 4.2 Analisis Indeks Tunggal Perlindungan Khusus Untuk Anak……... 62 4.2.1 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Wilayah..........................................
62
4.2.2 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin.................
64
4.3 Analisis Indeks Tunggal Kemiskinan Anak………………………
67
4.3.1 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan IKM1 Menurut Provinsi dan Wilayah……………………………………..
67
4.3.2 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM 1) Menurut Provinsi, 70
PEMBAHASAN HASIL INDEKS KOMPOSIT …………………………
73
5.1
Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak…………………………...
5.2
Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak…………………… 78
5.3
Indeks Komposit Kemiskinan Anak………………………………
5.4
Analisis Kesenjangan Antara Indikator Ideal Dan
73
iv
83 Page
BAB V.
Wilayah dan Jenis Kelamin………………………………..
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI……………………………………
87
6.1
Kesimpulan………………………………………………………..
87
6.2
Rekomendasi………………………………………………………
87
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
91
v
84
Page
Yang Tersedia……………………………………………………..
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Indikator-indikator Child Well Being Index, Amerika Tabel 2.2 Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI) Tabel 2.3 Penyempurnaan Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI) Tabel 2.4 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang Digunakan oleh Berbagai Negara Tabel 2.5 Indikator dan Variabel untuk Kesejahteraan Anak Tabel 2.6 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang pernah Digunakan di Indonesia Tabel 3.1 Beberapa Indikator KOR dan MODUL SUSENAS yang Sama tetapi
Page
vi
Berbeda Periode Waktu
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Alur Implementasi Hak-Hak Anak Gambar 2.2 Kerangka Teoritis Indeks Perlindungan Khusus Untuk Anak Gambar 2.3 Kerangka Teoritis Indeks Kualitas Hidup Anak Gambar 2.4 Kerangka Teoritis Indeks Kemiskinan Anak Gambar 3.1 Kerangka Pembentukan Indeks Komposit Gambar 4.1 Indeks Tunggal Anak Balita yang Pernah diberi ASI, Di Perkotaan Gambar 4.2 Indeks Tunggal Anak Balita yang Pernah diberi ASI, Di Perdesaan Gambar 4.3 Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes dalam anak balita yang pernah diberi ASI, di Perkotaan Gambar 4.4. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes dalam anak balita yang pernah diberi ASI, di Perdesaan Gambar 4.5. Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun, Di Perkotaan Gambar 4.6. Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun, Di Perdesaan Gambar 4.7 Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun Menurut Provinsi, Di Perkotaan Gambar 4.8 Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 tahun Menurut Provinsi, Di Perdesaan Gambar 4.9 Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan I (IKM-I) di Perkotaan Gambar 4.10 Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan I (IKM-I) di Perdesaan Gambar 4.11 Gender Equality Indexes menurut Provinsi, Di Perkotaan Gambar 4.12 Gender Equality Indexes menurut Provinsi, Di Perdesaan
Gambar 5.3 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Modul Susenas), Di Perkotaan
Page
Gambar 5.2 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor Susenas), Di Perdesaan
vii
Gambar 5.1 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor Susenas), Di Perkotaan
Gambar 5.4 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.5 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.6 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.7 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.8 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.9 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.10 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.11 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perkotaan Gambar 5.12 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak (Kor dan Modul Susenas), Di Perdesaan Gambar 5.13 Indeks Komposit Kemiskinan Anak di Perkotaan
Page
viii
Gambar 5.14 Indeks Komposit Kemiskinan Anak di Perdesaan
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 – 51 : Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak
Lampiran 1-18
: Kesehatan
Lampiran 19 – 22
: Konsumsi Pangan
Lampiran 23 – 38
: Pendidikan
Lampiran 39 – 41
: Ekonomi
Lampiran 42 – 46
: Informasi
Lampiran 47
: Kepedulian Orang Tua
Lampiran 48 – 49
: Interaksi Sosial
Lampiran 50
: Perilaku Merokok
Lampiran 51
: Persentase, Indeks Tunggal, GEI Balita Mendapatkan
ASI Lampiran 52 – 74 : Indikator Tunggal Perlindungan Khusus untuk Anak Lampiran 52 – 54
: Ketenagakerjaan
Lampiran 55 – 57
: Kecacatan
Lampiran 58 – 64
: Kejahatan
Lampiran 65 – 67
: Usia Kawin
Lampiran 68
: Identitas
Lampiran 69 – 73
: Pengasuhan
Lampiran 74
: Persentase, Indeks Tunggal, GEI Anak Usia 0-6 Tahun Memiliki Akte Kelahiran
: Rerata Indeks Kemiskinan (IKM) 1-3
Lampiran 76
: Indeks Tunggal Anak Usia 7-18 Tahun yang Tak-Tamat SD dan Tak-Sekolah lagi
Page
Lampiran 75
ix
Lampiran 75 – 77: Indikator Tunggal Perlindungan Khusus untuk Anak
Lampiran 77
: Gender Equality Index (GEI) Anak Usia 7-18 Tahun yang Tak- Tamat SD dan Tak-Sekolah lagi
: Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak
Lampiran 81 – 83
: Indeks Komposit Perlindungan Khusus Untuk Anak
Lampiran 84
: Indeks Komposit Kemiskinan Anak
Page
Lampiran 78 – 80
x
Lampiran 78 – 84: Indikator Komposit
ABSTRAK Kajian awal penyusunan indikator komposit perlindungan anak bertujuan untuk menyusun sebuah indeks komposit yang dapat menggambarkan kondisi anak dilihat dari aspek perlindungan khusus anak dan kualitas hidupnya. Output yang dikeluarkan dalam kajian ini adalah indeks tunggal dan indeks komposit terkait perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak, indeks kemiskinan anak, indeks kesetaraan gender atau gender equality index (GEI), dan analisa indikator ideal. Kajian ini menggunakan metode analisis data sekunder dimana sumber data yang digunakan adalah hasil perhitungan Susenas 2009 (KOR dan Modul). Selain itu, kajian ini juga dilengkapi dengan workshop, FGD, dan seminar uji publik baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mendapatkan masukan dari stakeholder terkait perlindungan anak. Hasil dari kajian ini adalah perbandingan indeks komposit setiap provinsi terhadap indeks nasional. Semakin besar nilai indeks perlindungan khusus untuk anak di provinsi tertentu, berarti semakin besar pula permasalahan dan kebutuhan perlindungan anak di wilayah tersebut, sebaliknya semakin besar indeks komposit kualitas hidup anak menandakan bahwa provinsi tersebut telah memiliki kualitas hidup anak yang baik sehingga permasalahan kualitas hidup anak di provinsi tersebut dapat dikatakan kecil. Provinsi yang memiliki permasalahan terbesar mengenai perlindungan anak di wilayah perkotaan adalah Maluku utara, sedangkan di wilayah pedesaan adalah NTB. Provinsi yang memiliki permasalahan kualitas hidup anak terbesar di daerah perkotaan adalah Gorontalo, sedangkan untuk
Page
Rekomendasi dalam kajian ini antara lain: membuat series indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak, menganalisis kesejangan ketersediaan data/informasi perlindungan anak dan merencanakan mekanisme pengumpulan datanya, memperbaiki sistem dan mekanisme pengumpulan data dan informasi terkait anak yang ada di masingmasing kementerian/lembaga, mengusulkan indikator-indikator penting perlindungan anak yang belum tersedia datanya untuk dicakup dalam survey-survey BPS.
xi
wilayah pedesaan adalah Maluku.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak
Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak mencakup hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, serta mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi. Dengan demikian, pemenuhan hak-hak anak mencakup berbagai bidang pembangunan (lintas bidang pembangunan). Walaupun perlindungan anak telah diatur dalam undang-undang tersebut di atas, namun kualitas hidup dan perlindungan anak masih perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Di bidang pendidikan, data data Susenas menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun, 13–15 tahun, dan 16–18 tahun hanya mengalami sedikit peningkatan, dari masing-masing 97,83 persen; 84,41 persen; dan 54,70 persen pada tahun 2008, menjadi masing-masing 97,95 persen; 85,43 persen; dan 55,05 persen pada tahun 2009. Selain itu, muncul pula permasalahan terbatasnya akses pendidikan berkualitas bagi anak, terutama bagi anak keluarga miskin dan di masyarakat terpencil. Dampaknya dapat terlihat dari semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan, eksploitasi (termasuk trafficking),
Comment [K1]: Susenas : - APS 7-12 tahun (2008: 97,83 2009: 97,95 persen) - APS 13-15 tahun (2008: 84,41 2009 85,43 persen) - APS 16-18 tahun ( 2008: 54,70 2009: 55,05 persen)
dan diskriminasi terhadap anak. Upaya peningkatan pendidikan bagi anak usia dini juga masih sangat diperlukan. Anak kelompok usia 3-4 tahun dan 5-6 tahun yang mengikuti pendidikan prasekolah masing-masing hanya 12,78 persen dan 32,39 persen. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menyatakan bahwa anak yang mengikuti Pendidikan Usia Dini (APK PAUD) pada tahun 2008/2009 sebesar 50, 62 persen
tahun 2003 adalah 35 anak per 1.000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita
1
Di bidang kesehatan, angka kematian bayi (AKB) berdasarkan hasil SDKI
Comment [K2]: Kemendiknas menyebutkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan usia dini (APK PAUD) pada tahun 2009/10 mencapai 53,70 persen, meningkat dari tahun 2008/2009 sebesar 50,62 persen
Page
meningkat menjadi 53,70 persen pada tahun 2009/2010.
(AKBa) mencapai 46 anak per 1.000 kelahiran hidup. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia / SDKI tahun 2007 menunjukkan sedikit penurunan, yaitu AKB menjadi 34 anak per 1.000 kelahiran hidup, dan AKBa menjadi 44 anak per 1.000 kelahiran hidup. Status gizi anak juga masih sangat rendah. Berdasarkan Susenas 2005, persentase balita yang menderita gizi buruk sebesar 8,80 persen; gizi kurang sebesar 19,24 persen; gizi normal sebesar 68,48 persen; dan gizi lebih sebesar 3,48 persen. Berdasarkan data Riskesdas 2007, terjadi penurunan yang cukup signifikan angka kekurangan gizi pada balita yaitu mencapai 18,4 persen, terdiri dari gizi buruk 5,4 persen dan gizi kurang 13 persen; sedangkan balita stunting (pendek) mencapai 36,8 persen, balita wasting (kurus) mencapai 4,3 persen dan gizi lebih mencapai 4,3 persen. Sementara itu, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, prevalensi balita kurang gizi (berat badan kurang) sebesar 18,0 persen diantaranya 4,9 persen dengan gizi buruk. Sedangkan prevalensi balita pendek (stunting) sebesar 35,6 persen, dan prevalensi balita kurus (wasting) adalah 13,3 persen. Lebih lanjut digambarkan dalam Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2010, sebanyak 40,6 persen penduduk mengkonsumsi makanan di bawah 70% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Keadaan ini banyak dijumpai pada anak usia sekolah (41,2%), remaja (54,5%), dan ibu hamil (44,2%). Cakupan imunisasi campak pada anak umur 12-23 bulan (74,5%) menurun dibandingkan tahun 2007 (81,6%).
Sementara proporsi penolong persalinan oleh tenaga
kesehatan (82,3%) meningkat dibandingkan pada tahun 2007 (75,4%). Dari segi pemanfaatan fasilitas kesehatan untuk persalinan oleh perempuan usia reproduktif adalah 59,4 persen. Pemeriksaan kehamilan dengan tenaga kesehatan sebesar 84 persen, hanya 2,8 persen tidak melakukan pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan, dan 3,2 persen pemeriksaan masih dilakukan oleh dukun. Akses Kunjungan pertama/K1 oleh ibu hamil baik (92,8%), sedangkan Kunjungan keempat/K4 hanya 61,3 persen. Di samping itu, perlindungan anak dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi masih belum optimal. Hal ini antara lain terlihat dari
merupakan masalah utama pemerintah dalam hal perlindungan anak, terutama
Page
bagian dari tradisi, dimana anak diharapkan untuk membantu orang tuanya; dan
2
jumlah pekerja anak juga relatif masih tinggi. Pekerja anak sudah menjadi
pekerja anak yang berusia di bawah 10 tahun. Masalah yang dihadapi antara lain adalah kejahatan dan eksploitasi terhadap pekerja anak, terutama pekerja anak yang berstatus sebagai buruh. Selain itu, jumlah pekerja anak yang bekerja pada sektor-sektor yang berbahaya semakin meningkat. Namun demikian, data mengenai pekerja anak masih beragam. Survey Angkatan Kerja Nasional/Sakernas tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah pekerja anak sebesar 2,9 juta anak; yang turun menjadi sekitar 960 ribu pekerja anak (Sakernas, 2005). Hasil Survei Pekerja Anak (SPA) tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 4,1 juta anak usia 5-17 tahun yang bekerja atau 6,9 persen dari 58,8 juta anak usia 5-17 tahun. Dari total anak yang bekerja tersebut, sekitar 1,8 juta atau 43,3 persen tergolong pekerja anak karena mereka bekerja pada satu atau lebih kegiatan yang termasuk ke dalam salah satu bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan umurnya belum mencapai umur minimal yang diperbolehkan secara hukum untuk bekerja (>15 tahun). Sementara itu, data Program Keluarga Harapan (Jakarta Pusat dan Jakarta Barat) menunjukkan jumlah pekerja anak sebesar 4.156 anak (Depsos, 2007). Sedangkan data ILO (International Labour Organization) tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah pekerja anak sebanyak 2,6 juta. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berada di perdesaan dan bergerak di bidang pertanian (67 persen), di bidang jasa (17,6 persen), dan di bidang industri (15 persen). Dari 2,6 juta pembantu rumah tangga (PRT), 35 persennya adalah anakanak. Jam kerja PRT anak-anak rata-rata 25-45/minggu, sedangkan menurut peraturan hanya 15 jam/minggu. Hal tersebut akan memposisikan anak dalam kondisi eksploitasi, kondisi bahaya, penipuan, perdagangan orang, dan eksploitasi seksual. Berfluktuasinya partisipasi anak dalam pasar tenaga kerja di antaranya disebabkan oleh: tingginya persentase rumah tangga yang berpenghasilan rendah, tingginya angka putus sekolah, dan masih banyaknya rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Di samping itu, dari beragamnya data, maka permasalahan kelembagaan yang dihadapi terkait isu pekerja anak adalah kebutuhan akan data yang konsisten, reliable, dan terus terbaharui. Sementara itu, jumlah anak yang belum memiliki akta kelahiran masih cukup
memiliki akte kelahiran. Hal ini menunjukkan belum terpenuhinya hak anak terhadap
3
identitasnya. Tidak dimilikinya akta kelahiran menyebabkan ketidakjelasan identitas
Page
banyak. Berdasarkan data Susenas 2007, terdapat 56,4 persen balita yang telah
anak, yang membawa sejumlah implikasi seperti: anak berpeluang besar mengalami diskriminasi; anak tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan; menarik perhatian para pelaku perdagangan orang; mudah dijadikan pekerja anak; dapat menjadi korban kejahatan seksual, perdagangan anak, dan lainlain. Salah satu penyebab masih banyaknya anak yang belum memiliki akta kelahiran adalah belum diterapkannya peraturan bebas biaya pengurusan akta kelahiran anak pada semua kabupaten/kota (hanya 219 dari 487 kabupaten/kota yang sudah membebaskan biaya pengurusan akta kelahiran). Berkaitan dengan kondisi tersebut, untuk masa yang akan datang diperlukan indikator komposit yang dapat mencerminkan pemenuhan hak anak Indonesia, sehingga dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan lintas bidang yang terkait dengan perlindungan anak. Oleh sebab itu, indikator tersebut harus dapat menggambarkan pemenuhan hak anak dari aspek hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang (kualitas hidup) serta hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (perlindungan khusus). Selain itu, indikator tersebut juga harus akurat dan dapat diperbaharui secara berkala, sehingga dapat dijadikan sebagai baseline data untuk perumusan kebijakan pembangunan perlindungan anak ke depan. Hingga saat ini, indikator komposit yang memenuhi kriteria tersebut masih belum ada. Saat ini, berbagai indikator/data yang menggambarkan kualitas hidup anak memang sudah tersedia, namun masih bersifat sektoral dan tersebar di berbagai kementerian/lembaga terkait dan belum merupakan suatu indikator komposit. Pendataan untuk aspek kualitas hidup anak relatif sudah tertata baik dibandingkan dengan aspek perlindungan khusus untuk anak. Selain itu, pendataannya sudah dilaksanakan secara berkala. Sebagai contoh, data tentang kesehatan antara lain diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia / SDKI (3-4 tahun sekali) dan Riset Kesehatan Dasar /
Riskesdas (tiga tahun sekali); dan data tentang pendidikan antara lain diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional / Susenas yang dilaksanakan setiap tahun. Data Susenas hanya menyajikan beberapa indikator dari perlindungan khusus untuk anak.
Indikator/data
yang
tersedia
lebih
banyak
menggambarkan
kasus-kasus.
Page
kekerasan dan diskriminasi belum sepenuhnya tersedia sebagaimana diharapkan.
4
Sementara, indikator/data yang menggambarkan perlindungan anak dari
Seharusnya
indikator/data tersebut
dapat menggambarkan
seberapa besar
prevalensi anak yang mengalami kekerasan dan diskriminasi. Dari prevalensi yang mengalami kekerasan dan diskriminasi tersebut, berapa banyak yang mendapat perlindungan/pelayanan sesuai stan-dar. Selain itu juga dibutuhkan indikator/data tentang seberapa banyak anak-anak yang berisiko untuk mendapatkan kekerasan dan diskriminasi, serta seberapa banyak anak-anak yang dapat dicegah dari kekerasan dan diskriminasi, karena adanya pelayanan yang diberikan. Pendataan untuk perlindungan khusus ini lebih banyak dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait sesuai kepentingan sektornya, belum terintegrasi satu sama lain. Pendataan yang dilaksanakan melalui survey khusus masih bersifat proyek dan belum dilaksanakan secara berkala. Sebagai contoh, pendataan tentang kekerasan terhadap anak pernah menjadi bagian dari Susenas 2006 dan prevalensi anak bawah lima tahun/balita yang memiliki akte kelahiran menjadi bagian dari Survey Penduduk antar Sensus/Supas 2005. Namun setelah itu, isu tersebut tidak lagi tercakup dalam Susenas berikutnya dan Sensus Penduduk/SP 2010. Hanya pada Susenas tahun 2009 menyajikan anak yang mengalami tindak kejahatan, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan lainnya. Mengingat pentingnya arti indeks komposit perlindungan anak sebagaimana diuraikan di atas, maka Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak – Bappenas melaksanakan kajian untuk merumuskan indeks komposit perlindungan anak. Dengan adanya indeks komposit perlindungan anak, diharapkan
pembangunan
perlindungan
anak
akan
lebih
terintegrasi
dan
komprehensif. Selanjutnya dapat menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.
1.2
Tujuan
Tujuan umum kajian awal ini adalah menyusun indeks komposit perlindungan anak, yang terdiri dari indeks komposit kualitas hidup anak dan indeks komposit
tujuan khusus sebagai berikut:
Page
Untuk mencapai tujuan umum tersebut di atas, maka dikemukakan beberapa
5
perlindungan khusus untuk anak.
1) Mengidentifikasi indikator-indikator sederhana yang telah tersedia dalam Susenas 2009, yang dapat dipakai untuk membentuk indeks komposit kualitas hidup anak dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. 2) Melakukan pemetaan dan analisis terhadap indikator komposit perlindungan anak yang sudah ada, termasuk indikator komposit perlindungan khusus untuk anak yang digunakan di negara lain. 3) Menghitung dan menganalisis indeks tunggal, indeks komposit, dan indeks kesetaraan gender (Gender Equality Index/GEI) kualitas hidup anak, perlindungan khusus untuk anak, dan kemiskinan anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan indikator/data terkait perlindungan anak yang ada di Susenas 2009. 4) Mengidentifikasi indikator/data terkait perlindungan anak yang seharusnya ada, sebagai dasar untuk menyusun indicator komposit perlindungan anak yang ideal. 5) Penyajian hasil penghitungan indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak di pusat dan daerah.
1.3
Manfaat dan Keluaran yang Diharapkan Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penentu
kebijakan dalam rangka meningkatkan upaya perlindungan anak. Serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk membentuk indeks komposit perlindungan khusus untuk anak yang lebih komprehensif, dengan didukung oleh data yang tersedia secara komprehensif dan ber-kesinambungan. Terbentuknya indeks tunggal kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi Terbentuknya: o indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Kor Susenas 2009. o indeks komposit kualitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Modul Susenas 2009. o indeks komposit kulitas hidup anak dan perlindungan khusus untuk anak
Page
2009.
6
pada tingkat nasional dan provinsi berdasarkan Kor dan Modul Susenas
o Gender Equality Indexes (Indeks Kesataran Gender) untuk beberapa indikator perlindungan anak yang terpilih. Rekomendasi untuk merancang ketersediaan data yang komprehensif yang mencakup indikator ideal dari indeks komposit perlindungan anak, terutama dari aspek perlindungan khusus. Rekomendasi untuk membentuk suatu sistem pendataan agar indeks komposit perlindungan
anak
terutama dari
aspek
perlindungan khusus,
dapat
diperbaharui secara periodik. Akan tetapi, kiranya perlu diberikan catatan bahwa indeks tunggal dan indeks komposit yang akan dibentuk berdasarkan data sampel harus ditafsirkan dengan bijakasana, karena kita tak akan pernah tahu apakah sebuah sampel dapat menerangkan apa yang sebenarnya terjadi dalam populasi yang bersangkutan (Agung, 2010, 2009 dan 2004). 1.4
Ruang Lingkup
Penyusunan indeks komposit perlindungan anak dalam kajian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, sebagai berikut: Melakukan pemetaan dan analisis terhadap indikator dan data perlindungan anak yang telah tersedia. Menentukan indikator atau faktor demografi dan sosial ekonomi yang dapat digunakan untuk menyusun indeks komposit perlindungan anak, sesuai dengan data yang tersedia dan dapat disajikan secara berkala. Menyusun dan menyajikan indeks tunggal, indeks komposit kualitas hidup anak, indeks perlindungan khusus untuk anak, serta Gender Equality Index (GEI). Menyajikan hasil indeks komposit per daerah. Menyelenggarakan Workshop, Round Table Discussion, dan Seminar baik di
Page
7
tingkat pusat maupun di daerah.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Dasar Hukum Perlindungan Anak Dasar hukum pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, mengacu kepada
per-aturan perundang-undangan nasional dan internasional. Dasar hukum nasional yang utama adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang berisi antara lain tentang definisi anak, tujuan perlindungan anak, hakhak anak, kewajiban Negara, masyarakat dan keluarga. Di samping Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, terkait dengan perlindungan terhadap anak telah ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, UndangUndang
Nomor
21
Tahun
2007
Tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Perdagangan Orang, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait pemidanaan terhadap pornografi anak, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Upaya peningkatan kesejahteraan dan perlindungan khusus untuk anak juga tercakup dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yang merupakan tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007. Selanjutnya, RPJMN 2010-2014 menjadi pedoman bagi
kementerian/lembaga
kementerian/lembaga pemerintah
daerah
dalam
(Renstra-KL) dalam
dan
menyusun menjadi
Rencana
bahan
menyusun/menyesuaikan
Strategis
pertimbangan
rencana
bagi
pembangunan
daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Page
Kerja Pemerintah (RKP) yang akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan
8
nasional. Untuk pelaksanaan lebih lanjut, RPJMN dijabarkan ke dalam Rencana
Lebih lanjut disebutkan dalam RPJMN 2010-2014 berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan anak sebagai berikut: 1. Meningkatkan akses terhadap layanan pemenuhan hak tumbuh kembang anak, termasuk pengembangan anak usia dini yang holistik dan integratif. 2. Meningkatkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. 3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan perlindungan anak. Masih lemahnya kualitas
dan
kuantitas
kelembagaan
berperan
dalam
pencapaian
pembangunan perlindungan anak yang belum optimal yang ditunjukkan dengan: (a) masih terdapatnya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang tidak konsisten dengan KHA dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang berpotensi merugikan dan menghambat pemenuhan hak-hak anak; dan (b) belum terbentuknya kelembagaan perlindungan anak yang komprehensif dan menjangkau semua wilayah, serta (3) masih lemahnya mekanisme pengawasan dan pendataan. Kebijakan peningkatan perlindungan anak dalam RPJMN 2010-2014 diarahkan untuk: 1. Peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas, peningkatan partisipasi anak dalam pembangunan, dan upaya menciptakan lingkungan yang ramah anak dalam rangka mendukung tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak; 2. Peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; dan 3. Peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak. Tiga
fokus
prioritas
dalam
mencapai
arah
Kebijakan
peningkatan
perlindungan anak tersebut, yaitu: 1. Peningkatan kualitas tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak, antara lain, melalui peningkatan aksesibilitas dan kualitas program pengembangan
Page
pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja.
9
anak usia dini; peningkatan kualitas kesehatan anak; dan peningkatan
2. Perlindungan anak dari segala bentuk tindak kekerasan dan diskriminasi, antara lain melalui: peningkatan rehabilitasi dan pelindungan sosial anak; peningkatan perlindungan bagi pekerja anak dan penghapusan pekerja terburuk anak; dan peningkatan perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan anak, antara lain, melalui penyusunan
dan
harmonisasi
peraturan
perundang-undangan
terkait
perlindungan anak; peningkatan kapasitas pelaksana perlindungan anak; peningkatan penyediaan data dan informasi perlindungan anak; dan peningkatan koordinasi dan kemitraan antarpemangku kepentingan terkait pemenuhan hak-hak anak, baik lokal, nasional, maupun internasional.
Landasan hukum internasional terkait dengan perlindungan anak yaitu Konvensi tentang Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pa-da Tanggal 20 Nopember 1989. Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan bahwa: 1. Anak-anak berhak atas pengasuhannya dan bantuan khusus. 2. Meyakini bahwa keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kesejahteraan semua anggotanya dan terutama anak-anak, harus diberikan perlindungan dan bantuan yang diperlukan sedemikian rupa sehingga dapat dengan sepenuhnya memikul tanggung jawabnya di dalam masyarakat. 3. Mengakui bahwa anak, untuk perkembangan kepribadiannya sepenuhnya yang penuh dan serasi, harus tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarganya dalam suasana kebahagiaan, cinta dan pengertian. 4. Mempertimbangkan bahwa anak harus dipersiapkan seutuhmya untuk hidup dalam suatu kehidupan individu dan masyarakat, dan dibesarkan semangat cita-cita yang dinyatakan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan terutama
dalam
semangat
perdamaian,
kehormatan,
tenggang
rasa,
5. Mengingat bahwa kebutuhan untuk memberikan pengasuhan khusus kepada
10
anak, telah dinyatakan dalam Deklarasi Jenewa mengenai Hak-hak Anak
Page
kebebasan, persamaan dan solidaritas.
tahun 1924 dan dalam Deklarasi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 20 November 1959 dan diakui dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, dalam Kovenan Internasional tentang Hakhak Sipil dan Politik (terutama dalam pasal 23 dan pasal 24), dalam Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (terutama pasal 10) dan dalam statuta-statuta dan instrumen-instrumen yang relevan dari badan-badan
khusus
dan
organisasi-organisasi
internasional
yang
memperhatikan kesejahteraan anak. 6. Mengingat bahwa seperti yang ditunjuk dalam Deklarasi mengenai Hak-hak Anak,
"anak,
karena
alasan
ketidakdewasaan
fisik
dan
jiwanya,
membutuhkan perlindungan dan pengasuhan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat, baik sebelum dan juga sesudah kelahiran". 7. Mengingat ketentuan-ketentuan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Sosial dan Hukum yang berkenaan dengan Perlindungan dan Kesejahteraan Anak, dengan Referensi Khusus untuk Meningkatkan Penempatan dan Pemakaian Secara Nasional dan Internasional; Aturan Standard Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk administrasi Peradilan Remaja (Aturan-aturan Beijing); dan Deklarasi tentang Perlindungan Wanita dan Anak-anak dalam Keadaan Darurat dan Konflik Bersenjata. 8. Mengakui
pentingnya
kerjasama
internasional
untuk
memperbaiki
penghidupan anak-anak di setiap negara, terutama di negara-negara sedang berkembang.
2.2
Definisi Konsep Kajian Berikut disajikan beberapa pengertian penting yang digunakan dalam kajian
ini: 1. Pengertian Anak: Secara Umum dan Dalam Kajian Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Namun dalam kajian ini, batasan anak khusus untuk analisis
15 tahun, dan SLTA 15-18 tahun.
Page
disesuaikan dengan kelompok usia sekolah anak, yaitu SD 7-12 tahun, SLTP 13-
11
pendidikan yaitu sampai usia 18 tahun atau kurang dari 19 tahun. Hal ini
2. Pengertian Perlindungan anak Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pengertian ini hanya untuk memberikan gambaran saja, kajian ini lebih difokuskan pada perlindungan khusus untuk anak. 3. Pengertian Perlindungan Khusus Untuk Anak Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan khusus untuk anak adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam hal situasi darurat, berhadapan dengan hukum, dari kelompok minoritas dan terisolasi, yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, yang diperdagangkan, yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang cacat, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. Dalam kajian ini, pengertian perlindungan khusus untuk anak disesuaikan dengan data yang tersedia. Sebagian besar indikator seperti anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, serta anak berhadapan dengan hukum tidak tersedia datanya secara komprehensif dan berkesinambungan. Meskipun tersedia datanya, namun tersebar di berbagai sektor dan cakupannya masih dianggap rendah. 4. Pengertian Indeks Tunggal Pengertian indeks tunggal dalam kajian ini adalah indeks yang dibentuk berdasarkan
sebuah
si/persentase pada
variabel
tingkat
sederhana
wilayah/provinsi.
dengan Variabel
ukuran
propor-
proporsi/persentase
tersebut ditranformasikan menjadi indeks tunggal sedemikian sehingga pada tingkat nasional indeksnya = 100. Indeks tunggal, rerata indikator masalah, dan rangkingnya: dibentuk berdasarkan sebuah indikator tertentu, dan dapat untuk menunjukkan perbedaan relative antar
Page
12
propinsi/wilayah yang diamati.
Rerata indicator masalah: menunjukkan data hasil analisis langsung dari data sampel. Sedangkan indeks dan rangking dibentuk berdasarkan rerata indikator masalah. 5. Pengertian Indeks Keseteraan Gender atau Gender Equality Indexes (GEI) Anak Dalam kajian ini Indeks Kesetaraan Gender terkait anak adalah suatu indeks komposit pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu, dengan memperhitungkan anak perempuan dan laki-laki. Seperti
dicantumkan
dalam
RPJMN
2010-2014
bahwa
sasaran
pengarusutamaan gender adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang ditandai dengan: (a) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik; (b) meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah. 6. Pengertian Indeks Komposit Pengertian indeks komposit dalam kajian ini adalah suatu indeks yang dibentuk berdasarkan rerata indikator seratus-nol yang dapat bentuk dan dihitung/diukur secara langsung berdasarkan data sebuah sampel. Dalam kajian data yang digunakan adalah SUSENAS 2009.
Indeks komposit disajikan pada tingkat
provinsi dan nasional yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu, dengan tahapan sebagai berikut: a. Sebuah Skor faktor atau variable latent dibentuk berdasarkan himpunan variabel yang telah ditentukan dan disepakati, kemudian b. Variabel latent tersebut di transformasikan menjadi indeks komposit sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional = 100
Page
indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, indeks komposit kualitas hidup
13
Indeks komposit dalam kajian ini terdiri dari berbagai indeks komposit, yaitu
anak, dan indeks komposit kemiskinan anak. Indeks komposit dibentuk berdasarkan suatu himpunan rerata indikator masalah. 7. Pengertian Indeks Perlindungan Khusus untuk Anak Dalam kajian ini Indeks Perlindungan Khusus untuk anak adalah suatu indeks komposit mengenai perlindungan berdasarkan gabungan dari beberapa indeks ketenagakerjaan, kecacatan, kejahatan, usia kawin pertama, identitas dan pengasuhan anak. Dalam kajian ini indeks perlindungan anak terdiri dari indeks komposit kemiskinan anak dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. 8. Pengertian Indeks Kemiskinan Anak Dalam kajian ini Indeks Kemiskinan anak adalah suatu indeks komposit mengenai kemiskinan anak berdasarkan pendidikan yang dicapai dan pekerjaan anak pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan suatu himpunan variabel sederhana dengan ukuran proporsi/persentase tertentu. Indeks ini digunakan untuk melihat kemiskinan berkelanjutan yang dialami anak. 9. Pengertian Indeks Kualitas Hidup Anak Dalam kajian ini Indeks Kualitas hidup anak adalah suatu indeks komposit mengenai kualitas hidup anak pada tingkat provinsi dan nasional, yang dibentuk berdasarkan Kesehatan, konsumsi, pendidikan, ekonomi, informasi, kepedulian orang tua, interaksi sosial, dan perilaku merokok.
2.3
Pemetaan Indikator Perlindungan Anak Penyusunan indeks komposit sudah dilakukan baik di dalam maupun di luar
negeri. Tujuan dari penyusunan indeks komposit tersebut beragam, dan paling banyak menyangkut kualitas hidup. Beberapa contoh indeks komposit yang digunakan dalam skala internasional yaitu Human Development Index / HDI atau dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia / IPM. Indeks ini digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu Negara. Indeks lainnya yaitu Gender Development Index / GDI, yang berhubungan dengan masalah gender. Serta indeks lainnya antara lain Well being Index, The
Kebebasan menyatakan pendapat
Page
Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat hak anak yaitu:
14
Child Welfare Index dan Child Developmental Welfare Index.
Memperoleh informasi
Kemerdekaan berfikir, berhati nurani dan beribadah
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dengan damai dilindungi kehidupan pribadi
Anak dilibatkan dalam membuat keputusan
Cinta kasih yang tulus,
Melatih disiplin, kemandirian
Pengembangan minat dan bakat melalui assesment
Sementara itu, anak juga harus terhindar dari hal-hal seperti berikut:
Memaksa anak untuk melakukan kegiatan sesuatu yang tidak disukai oleh anak. Misalnya anak tidak menyukai kegiatan “olah bakat”, namun dipaksa untuk melakukannya.
Menghukum / mempermalukan anak di depan orang lain karena tidak menunjukkan kemajuan
Mengintervensi anak terlalu banyak dalam melakukan aktivitasnya sehingga membuat kreativitasnya menjadi terberangus
Membanding-bandingkan kemampuan anak dengan teman– temannya
Menggunakan ancaman, kekerasan dan otoritas sebagai orangtua supaya dipatuhi anak
Menuntut anak terlalu tinggi tanpa melihat kemampuan dan minat anak.
Seorang anak harus dijaga tumbuh kembangnya, dan harus dimaknai sebagai berikut: a. Terpenuhinya kesejahteraan rohani anak b. Terciptanya tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembanganya dengan wajar secara jasmani dan rohani. Sementara itu anak juga mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut: a. Menghormati orang tua, wali dan guru
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan agamanya
Page
c. Mencintai tanah air bangsa dan negara
15
b. Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman
e. Melaksanakan etika dan akhlak mulia Sehubungan dengan itu, keluarga sangat berperan terutama dalam hal:
Memberikan pemenuhan hak – hak anak antara lain : 1.
Pendidikan Pengasuhan
2.
Kesehatan
3.
Kesejahteraan
4.
Pemanfaatan waktu luang
5.
Melakukan kegiatan budaya (satu nusa, satu bangsa)
6.
Mencegah eksploitasi
Peran keluarga tersebut akan lebih bermakna jika didukung oleh pemerintah dengan perannya sebagai berikut: 1.
Melaksanakan regulasi yang menjamin terpenuhinya hak – hak anak
2.
Memfasilitasi terpenuhinya hak-hak anak
3.
Kebijakan dan program - program
Apabila keluarga dan pemerintah sudah berperan dengan baik, maka seharusnya tidak ada lagi tindakan-tindakan seperti berikut: 1.
Diskriminasi
2.
Eksploitasi, ekonomi, seksual
3.
Penelantaran
4.
Kekejaman, kekerasan, penganiayaan dan ketidak adilan
5.
Perlakuan salah
Lebih lanjut, anak juga harus dijaga untuk mempunyai rasa aman tidak hanya pada segi fisik namun lebih bersifat psikis. Anak tidak merasa takut kepada orang tua, namun justru mengangap orang tua sebagai orang yang paling mengerti dan memahami anak.
Orang tua harus mempunyai ketulusikhlasan, sehingga dapat
memberi sejuta rasa aman bagi anak yang pada akhirnya dapat terwujud tumbuh kembang anak seperti yang diharapkan. Kondisi seperti ini sangat baik untuk mendukung tumbuh kembang anak, dan menurut WHO, anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik dapat dilihat dari kondisi fisik, mental, sosial dan intelektual yang baik, dan tidak sakit atau terganggu.
Fisiologis/Fisik-motorik
2.
Psiko-emosional/rasa aman dan kasih sayang
3.
Sosial budaya
Page
1.
16
Beberapa indikator yang digunakan untuk melihat tumbuh kembang anak yaitu:
4.
Kognitif/pendidikan Anak yang mempunyai tumbuh kembang yang baik juga perlu didukung oleh
pola asuh yang baik. Beberapa indikator untuk pola asuh anak sebagai berikut: 1.
Orang tua yang lengkap
2.
Single parent (orang tua tunggal)
3.
Orang tua pengganti
4.
Kualitas pengasuhan tergantung pendidikan, kematangan emosi, dan pengalaman pengasuh. Jadi anak harus mendapat asuh, asih, dan asah. Asuh dilihat dari
pemenuhan: Kebutuhan fisik-biomedik: Gizi, Sandang, dan Papan Perawatan Kesehatan Dasar: Pengobatan cepat dan tepat Asih dilihat dari indikator: kebutuhan emosi/kasih sayang. Kebutuhan kasih sayang, emosi, perhatian, peduli, perlindungan orang tua dan anggota keluarga yang lain. Asah dilihat dari indikator kebutuhan stimulasi mental.
Kebutuhan akan
stimulasi dan pendidikan, BKB (Bina Keluarga Balita), Kelompok bermain, PAUD, TPA, Sekolah (TK, SD, SMP,SMA). Dalam hal perlindungan anak perlu juga diperhatikan anak dengan kondisi kecacatan, baik cacat fisik, mental, tuna rungu, tuna netra, autism, gangguan emosi dan sosial, gangguan kesulitan belajar dan konsentrasi, serta cacat kombinasi. Anak dengan kecacatan ini bervariasi dari tingkat ringan, sedang dan berat.
Pemeriksaan yang tepat untuk diagnosa yang akurat
•
Treatment/ rehabilitasi yang intensif
•
Pendidikan & pelatihan lifeskills yang memadai
•
Pendidikan terhadap orangtua untuk memahami kebutuhan khusus anak
Page
•
17
Semua anak baik yang sehat maupun anak dengan kecacatan memerlukan penanganan yang baik. Kebutuhan yang diperlukan menyangkut:
A.
Lesson Learned dari Indikator Komposit Perlindungan Khusus untuk Anak di Negara Lain Gambar berikut menyajikan alur implementasi mengenai hak-hak anak yang
dilihat dari berbagai dimensi. Visi yang ditunjukkan dalam gambar tersebut adalah membentuk anak yang sehat, cerdas, ceria, berahlak mulia dan terlindungi.
Gambar 2.1 Alur Implementasi Hak-hak Anak
DIMENSI TUMBUH KEMBANG ANAK: Intellectual/ intelektual Interpersonal/ interaksi sosial Intrapersonal/ emosi pribadi-budi pekerti Linguistic/ kemampuan berbahasa Spatial/ketrampilan Musical/ seni music Natural/ mencintai lingkungan alam Body kinaesthetic/Kesehatan Jasmani
II. Women Targets
CHILDREN TARGETED ISSUES: III. Family and Neighborhood
VI. Peraturan perundang-undangan serta instrument dan komitmen nasional & Internasional
VII. Kerjasama yang Terintegrasi dan Penguatan Kelembagaan
Anak yang Sehat, Ceria, Cerdas, Berakhlak Mulia, dan Terlindungi
PRINSIP UMUM KONVENSI HAK ANAK: Non diskriminasi Berikan yang terbaik untuk anak Hak anak untuk hidup dan tumbuh kembang secara optimal Hargai pendapat dan partisipasi anak
18
V. Regency and Sub district Regional
VISI:
Page
IV. Hamlet and Village
- Akte kelahiran - Infant morbidity and mortality rate - Under 5 years old morbidity and mortality rate - Mendapatkan ASI - Mendapatkan imunisasi dasarlengkap - Tereksploitasi - Pendidikan anak - Perlakuan salah atas anak - Anak yang berhadapan dengan hukum - Anak penyandang cacat - Anak yang butuh orang tua pengganti - Anak kelompok minoritas - Anak dengan HIV/AIDS
Berikut
beberapa
contoh
indikator-indikator
yang
digunakan
dalam
membentuk indeks komposit terkait dengan anak. Namun sangat sulit untuk menemukan contoh indeks komposit perlindungan anak. Indikator ini merupakan indikator ideal, karena pada kenyataannya sangat sulit untuk memperoleh data yang sekaligus memuat semua indikator tersebut. Beberapa indikator tersebut antara lain menyangkut: 1.
Akte Kelahiran;
2.
Infant Morbidity and Mortality Rate;
3.
Under 5 Years old Morbidity and Mortality Rate;
4.
Mendapatkan ASI;
5.
Mendapatkan imunisasi dasar lengkap;
6.
Ter-eksploitasi;
7.
Pendidikan anak;
8.
Perlakuan salah atas anak;
9.
Anak yang berhadapan dengan hukum;
10.
Anak penyandang cacat;
11.
Anak butuh orangtua pengganti (Adopsi, dll);
12.
Anak kelompok minoritas;
13.
Anak dengan HIV/AIDS. Selanjutnya beberapa indikator yang digunakan dalam membentuk indeks
kesejahteraan anak dari berbagai Negara. Tapi tidak semua indikator tersebut dibuat menjadi indeks komposit.
Material well-being,
•
Health,
•
Safety/behavioral concerns,
•
Productive activity (educational attainments),
•
Place in community (participation in schooling or work institutions),
•
Social relationships (with family and peers), and
•
Emotional/spiritual well-being.
Secara rinci uraian dari masing-masing indikator disajikan pada tabel berikut.
Page
•
19
1. Amerika Serikat, Child Well Being Index, terdiri dari :
Tabel 2.1 Indikator-indikator Child Well Being Index, Amerika
Material being
well
1. Poverty Rate—All Families with Children 2. Secure Parental Employment Rate 3. Median Annual Income—All Families with Children 4. Rate of Children with Health Insurance
Social Relationships Domains:
1. Rate of Children in Families Headed by a Single Parent 2. Rate of Children Who Have Moved within the last year
Health domain:
1. Infant Mortality Rate 2. Low Birth Weight Rate 3. Mortality Rate, Ages 1-19 4. Rate of Children with Very Good or Excellent Heath (as reported by their parents) 5. Rate of Children with Activity Limitations (as Reported by their Parents) 6. Rate of Overweight Children and Adolescents, Ages 6-17
Safety/Behavioral Concerns Domains:
1. Teenage Birth Rate, Ages 10-17 2. Rate of Violent Crime Victimization, Ages 12-17 3. Rate of Violent Crime Offenders, Ages 12-17 4. Rate of Cigarette Smoking, Grade 12 5. Rate of Alcoholic Drinking, Grade 12 6. Rate of Illicit Drug Use, Grade 12
Productivity (Educational Attainments) Domain:
2. Mathematics Test Scores, Ages 9, 13, 17
1. Rate of Preschool Enrollment, Ages 3-4 2. Rate of Persons Who Have Received a High School Diploma, Ages 18-24 3. Rate of Youths Not Working and Not in
20
in
Page
Place Community Domain:
1. Reading Test Scores, Ages 9,13, 17
School, Ages 16-19 4. Rate of Persons Who Have Received a Bachelor’s Degree, Ages 25-29 5. Rate of Voting in Presidential Elections, Ages 18-20 Emotional/Spiritual Well-Being Domain:
Suicide Rate, Ages 10-19 2. Rate of Weekly Religious Attendance, Grade 12 3. Percent who Report Religion as Being Very Important, Grade 12
2. Child Welfare Indices, karakteristik secara umum mencakup: • Measure countries performance in promoting child welfare • Cover the age period 0 to 14 yrs old • Constructed using the 3 basic dimensions of human well-being in the HDI • Each dimension represented by one or more indicators • Dataset World Bank internal database Secara rinci uraian dari masing-masing indikator disajikan pada Tabel 2.2 berikut.
Selanjutnya pada Tabel 2.3 disajikan penyempurnaan indeks dengan
kemiskinan anak sebagai suatu indikator dari CWI. Selain itu, mengganti GDP per kapita dengan kemiskinan anak.
Tabel 2.2 Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI)
Index
A Long and Healthy Life
Knowledge
Decent Standard of Living
HDI
Life expectancy at birth
Adult illiteracy rate Gross enrolment rate
GDP per capita (PPP US$)
CWI
Under-five mortality rate
Tabel 2.3 Penyempurnaan Indikator-indikator The Child Welfare Index (CWI)
21
GDP per capita (PPP US$)
Page
Gross primary and secondary enrolment rate
Index
A Long and Healthy Life
Knowledge
Decent Standard of Living
HDI
Life expectancy at birth
Adult illiteracy rate Gross enrolment rate
GDP per capita (PPP US$)
CWI
Under-five mortality rate
CWI
Gross primary and secondary enrolment rate
Under-five mortality rate
Gross primary/secondary enrolment
GDP per capita (PPP US$)
Child Poverty Rate
3. The Child Development Welfare Indices, karakteristik secara umum mencakup dua sub: (1) The Early Child Welfare Index (2) The School-aged Child Welfare Index
Secara rinci indikator–indikator yang digunakan sebagai berikut: (1) The Early Child Welfare Index, terdiri dari tiga dimensi: •
Decent standard of living
•
Long and healthy life
•
Knowledge
Sementara untuk lima indikator, sebagai berikut: •
Adequate nutrition
•
Survival by age 5
•
Enrollment in ECD
•
GDP per capita (better: % poverty)
(2) The School-Aged Child Welfare Index, terdiri dari beberapa indikator
Decent standard of living
•
Long and healthy life
•
Knowledge
Indikator lainnya, yaitu
Page
•
22
Tiga indikator:
•
Survival by age 14
•
Enrollment in secondary education
•
GDP per capita (better: % poverty)
Secara ringkas, berbagai indikator yang telah digunakan oleh berbagai Negara lain. Selain itu disajikan juga sumber dan pengukuran yang digunakan. Tabel 2.4 Berbagai Indikator, Sumber dan Pengukuran yang Digunakan oleh Berbagai Negara
2 3 4 5
Neighbourhood & surrounding environment environment Surrounding Service Access Service Quality b. Indik ator Inti :
1 2 3 4
Neighbourhood Child Health Child and Adolescent Mental Health Child Injury, Morbidity, and Mortality
5 6 7 8 9 10
Education Early Childhood Development Childhood Disability Specific Difficulties of Learning Street Children Child Labour, Trafficking, And Sexual Exploitation Child Abuse and Neglect
11 12 13 14 II
AMERIKA
1 2 3 4 5
6
III IRLANDIA
Indikator/ Domain/Variabel a. Tipe Indik ator: Child Status
7 1 2 3 4
Children in Statutory Care Children in Conflict with the Law Orphan and Children Made Vulnerable by HIV/AIDS Material well being Health Safety/Behavioral concern Productive Activity (Educational Attainment) Place in Social Community (Participacing in Shooling and work institution) Social Relationship (with family and peers) Emotional/spiritual Well Being Sociodemographic Children Relationship:a) with parents; b) with Peers Children Outcomes: a) Education Outcomes; b) Helath Otucomes; c) Formal and Informal Support
Measurement/Pengukuran Tidak ada pengukuran komposit dalam artikel
Sumber Save the Children --> Monitoring Child Well Being;A South African Rights-Based Approach
Keterangan Dari masing-masing indikator terdapat isu-isu yang dijadikan dasar pengukurannya
Published By HSRC, 2007
The Index of Child Well Being (Measurement tools)
The Foundation of Child Development report, 2004
Dari Setiap Domain terdapat indikator-indikator yang menjadi dasar pengukurannya
Tidak ada pengukuran komposit Hanya kepentingan gambaran anak di negara irlandia
Department of Health and Children Ireland 2008
Setiap Domain terdapat indikatornya masing-masing
23
1
Page
NO Negara I AFRIKA SELATAN
NO Negara IV Demographic and Health Surveys; Multiple Indicator Cluster Surveys * Several Countries increasing have the data base since 2007
IV.1 Ecuador egypt Malaysia Mexico Peru Indonesia IV.2 Bulgaria Kyrgyzstan Kazakhstan Russian Federation
IV.3 Vietnam IV.4 Rwanda
IV.5 India Brazil Paraguay
B.
1 2 3 4 5
Indikator/ Domain/Variabel Birth Registration Child Labour Child Marriage Female Genital Mutilation/ Cutting Child Diciplines (within the broader issue of violence againts children)
Measurement/Pengukuran Tidak ada pengukuran dalam artikel
Material Well Being Health and Safety Educational Well Being Family and Peer relationship Behaviour and Risk Subjective Well-Being Child labour Birth Registration Food and Nutrition Shelter and Care Protection Health Psychosocial Education/Training and Performance
1 Health and Nutrition 2 Cognitive Development 3 Safety and Overall Child Environtment
Keterangan - Kumpulan indikator terkait perlindungan anak yang disusun UNICEF - Terdapat indikator perlindungan anak sesuai kebutuhan beberapa negara
6 Child Disability 7 Attitudes Towards Domestic Violence 1 child abuse Child Right Indices (CRI's) 2 Adolescent Deaths due to homicide Tidak dikompositkan and suicide 3 Child Labour
1 2 3 4 5 6 1 2 1 2 3 4 5 6
Sumber Mapping UNICEF : Child Protection Indicator Development and
UNICEF;
Dibagi kedalam 3 kelompok umur : 1. 0-5 tahun 2. 6-11 tahun 3. 12-18 tahun
Child Well Being Index (CWI) Tidak dikompositkan
UNICEF;
Terdapat 2 indikator yang terkait dengan perlindungan anak
Child Poverty Index Tidak dikompositkan Child Status Index (CSI) Tidak dikompositkan
UNICEF;
Dua Indeks termasuk dalam bagian perlindungan anak Pada Bagian Protection , outcome yang diharapkan : 1. Anak terlindungi dari kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi
UNICEF;
2. Anak terlindungi secara hukum memiliki akses terhadap hukum Child Development Index Tidak dikompositkan
UNICEF;
Indikator perlindungan anak tercermin dari : 1. Surat registrasi kelahiran 2. Pekerja Anak 3. Safety and Overall Child Development
Lesson Learned dari Indikator Komposit Perlindungan Khusus Anak yang pernah Dilaksanakan di Indonesia Indikator Kesejahteraan Anak yang pernah dilakukan di Indonesia, disajikan
dalam Laporan perkembangan kesejahteraan anak Indonesia tahun 1992/1993. Laporan tersebut berisi mengenai: – Kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan perlindungan anak – Index komposit dengan komponen: •
Indikator inti
•
Indikator sektoral Indikator inti: 1. Angka kematian bayi 2. Angka kematian anak balita 3. Angka kelahiran total
6. Persentase anak perempuan kawin di bawah umur 7. Tingkat partisipasi anak bekerja(10-14)
Page
5. Tingkat partisipasi anak bersekolah di pendidikan dasar
24
4. Angka ketergantungan anak
8. Rata-rata konsumsi kalori per kapita sehari 9. Rata-rata konsumsi protein perkapita sehari 10. Angka melek huruf penduduk umur 15+ 11. Persentase pembagian pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah 12. Persentase anak balita dengan gizi baik Indikator sektoral : 1. % persalinan yg ditolong oleh tenaga terdidik 2. Cakupan imunisasi 3. % anak(0-2) tahun yg diberi ASI 6 bulan+ 4. Pola konsumsi rumah tangga (non makanan) 5. % rumah tangga dengan air bersih 6. % rumah tangga menggunakan jamban 7. % rumah tangga menggunakan radio 8. % penduduk yang bekerja di sektor pertanian 9. Ratio banyaknya murid per gur 10. Ratio banyaknya murid per kelas 11. Banyaknya sarana ibadah per 1000 anak 12. Angka putus sekolah 13. Angka perceraian wanita 14. % rumah tangga di bawah garis kemiskinan Usulan Indikator • Indikator Kesejahteraan Anak • Indikator Kesejateraan Anak Usia Dini Basis: HDI • Kesehatan • Pendidikan • Ekonomi
Indikator kesehatan:
Page
Indikator Kesejahteraan Anak
25
• Perlindungan
-
Angka kematian anak
-
Angka kematian AUD
Usulan Indikator kesejahteraan Anak, disajikan pada Tabel 2.5 berikut:
Tabel 2.5 Indikator dan Variabel untuk Kesejahteraan Anak
Indikator
Variabel
Kesehatan
Angka kematian bayi Angka kematian AUD BBLR Status gizi ASI Angka kematian usia 0-18 Anak dengan kecacatan
Pendidikan
Persen anak usia dini yang belajar di TK Rata-rata lamanya pendidikan Angka drop out SD APS
Ekonomi
Pendapatan(GDP/kapita) Kemiskinan Anak
Anak yang pindah domisili dalam 1 tahun terakhir Persen anak yang berada dalam keluarga dengan orang tua tunggal(single parent) Anak yang pindah domisili dalam 1 tahun
26
Persen anak yang berada dalam keluarga dengan orang tua tunggal(single parent)
Page
Perlindungan sosial
terakhir Resiko
Angka kelahiran pada perempuan =4)+1*(Umur>=7)+1*(Umur>=13)+1*(Umur>=16) (b). Kelompok umur untuk kesehatan BALITA: 1. < 13 bln, 2. 13 - 24 b, 3. 2536, dan 4. 37 – 59 bln, dibentuk memakai persamaan. KU_Balita =1+1*(Umur >=13)+1*(Umur>=25)+1*(Umur>=37) (c). Kelompok status bersekolah (KSB) berdasarkan variabel B5R13: 1.Tidak/belum bersekolah, 2. Bersekolah, dan 3. Tidak bersekolah lagi, dibentuk memakai persamaan: KSB = 1+1*(B5R13=2)+1*(B5R13=3)
3.
Pembentukan faktor-sel berdasarkan dua variabel Untuk membentuk tabel yang menyajikan persentase jumlah anak yang
mempunyai masalah tertentu, seperti anak yang tak sekolah dan anak yang memerlukan perlindungan, menurut propinsi, wilayah (Kota/Desa) dan sebuah faktor tertentu, maka pertama-tama harus dibentuk faktor-sel berdasarkan dua variabel
dan JK (Jenis Kelamin), dengan memakai persamaan:
Page
(a). Faktor-sel dengan 4-sell yang dibentuk berdasarkan wilayah (Kota/Desa), B1R5
45
atau lebih. Sebagai ilustrasi perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
W_JK =11*(B1R5=1 and JK=1)+ 12*(B1R5=1 and JK=2) + 21*(B1R5=2 and JK=1)+ 22*(B1R5=2 and JK=2) Perhatikanlah faktor-kelompok ini diperlukan untuk membentuk Gender Equaity Index (GEI) dan juga Indeks Tunggal Perlindungan Anak (ITPA) atau Indeks Tunggal Kualitas Anak (ITKA), sesuai dengan indikator masalah yang dipakai. (b). Faktor-sel dengan 8-sell yang dibentuk berdasarkan wilayah (Kota/Desa) B1R5, dan kelompok umur untuk tingkat pendidikan, KU_Dik yang telah dibentuk di atas yang mempunyai 4 tingkatan, dengan memakai persamaan: WU_Dik=11*(B1R5=1 and KU_Dik=1)+ 12*(B1R5=1 and KU_Dik=2) +13*(B1R5=1 and KU_Dik=3)+ 14*(B1R5=1 and KU_Dik=2) +21*(B1R5=2 and KU_Dik=1)+ 22*(B1R5=2 and KU_Dik=2) + 23*(B1R5=2 and KU_Dik=3)+ 24*(B1R5=2 and KU_Dik=4)
Berikut ini beberapa indikator yang digunakan untuk membentuk indeks perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak. Indikator tersebut disajikan dalam bentuk persentase. a. KOR:
Kesehatan •
Keluhan kesehatan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir.
•
Terganggu akitivitas: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya pekerjaan, sekolah atau kegiatan sehari-hari.
•
Berobat jalan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah
Rawat inap: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah dirawat inap selama satu tahun terakhir.
Page
•
46
berobat jalan dalam satu bulan terakhir.
•
Pengobatan sendiri: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah mengobati sendiri dalam satu bulan terakhir.
•
•
Penolong persalinan: -
Persentase penolong kelahiran anak pertama,
-
Persentase penolong kelahiran anak kedua
Pemberian ASI: persentase anak usia balita (0-4 tahun) yang tidak pernah diberi ASI eksklusif.
•
Imunisasi: persentase anak balita (0-5 tahun) tidak pernah mendapat imunisasi (dari berbagai jenis imunisasi).
Pendidikan •
Pendidikan pra sekolah: persentase anak yang tidak pernah mengikuti pendidikan pra sekolah
•
Partisipasi sekolah: -
Persentase anak yang tidak/belum pernah sekolah
-
Persentase anak yang masih sekolah
-
Persentase anak yang tidak bersekolah lagi
Lebih rinci partisipasi sekolah, sebagai berikut: Persentase anak usia 7-12 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.
-
Persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.
-
Persentase anak usia 16-18 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah.
-
Persentase anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah lagi.
-
Persentase anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah lagi.
-
Persentase anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah lagi
Jenjang pendidikan: -
Persentase anak usia 7-12 tahun yang pernah/sedang menduduki jenjang pendidikan SD
-
Persentase anak usia 13-15 tahun yang pernah/sedang menduduki
-
Persentase anak usia 16-18 tahun yang pernah/sedang menduduki jenjang pendidikan SMA
47
jenjang pendidikan SMP
Page
•
-
•
Tingkat pendidikan: persentase tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun.
•
Ijazah yang dimiliki: persentase ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun.
•
Kemampuan membaca/menulis: persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bisa membaca dan menulis.
•
Alasan tidak bersekolah: -
Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena tidak ada biaya.
-
Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena bekerja mencari nafkah
-
Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena menikah/mengurus RT.
-
Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena malu karena ekonomi
-
Persentase anak usia 5 tahun sampai usia 18 tahun yang tidak bersekolah lagi karena tidak cacat.
Ekonomi •
Pengeluaran makanan: persentase pengeluaran makanan rumah tangga Secara rinci pengeluaran makanan, sebagai berikut: -
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% terbawah.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% kedua.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% ketiga.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan RT per kapita 20% keempat.
RT per kapita 20% tertinggi. •
Pengeluaran total:
48
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran makanan
Page
-
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% terbawah.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% kedua.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% ketiga.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% keempat.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun dengan pengeluaran total RT per kapita 20% tertinggi.
•
Pelayanan kesehatan gratis: persentase rumah tangga yang mendapat pelayanan kesehatan gratis.
•
RT membeli raskin: persentase rumah tangga yang membeli beras miskin
•
RT mendapat BLT: persentase rumah tangga yang mendapat BLT 2008/2009
Informasi •
Akses Internet: persentase anak yang mempunyai akses terhadap internet dalam sebulan terakhir.
Bepergian •
Berlibur/Rekreasi : persentase anak yang bepergian dengan tujuan untuk berlibur/rekreasi
•
Olah raga: persentase anak yang bepergian dengan tujuan untuk olah raga.
Ketenagakerjaan •
Status bekerja: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja selama seminggu terakhir
•
Jumlah jam kerja: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja lebih dari 15 jam per minggu
•
Jumlah hari kerja: persentase anak yang bekerja selama tujuh hari seminggu
•
Lapangan pekerjaan: persentase anak yang bekerja menurut lapangan
Status dalam pekerjaan: -
persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai buruh
Page
•
49
pekerjaan
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai pekerja bebas
-
Persenatse anak usia kurang dari 18 tahun yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar
Kejahatan •
Persentase anak yang menjadi korban pencurian
•
Persentase anak yang menjadi korban pembunuhan
•
Persentase anak yang menjadi korban perampokan
•
Persentase anak yang menjadi korban penipuan
•
Persentase anak yang menjadi korban perkosaan
•
Persentase anak yang menjadi korban tidak kejahatan lainnya
Usia Kawin Pertama •
Persentase anak yang umur pada saat perkawinan pertama kurang dari 18 tahun
b. MODUL:
Ketenagakerjaan •
Membantu orang tua menambah penghasilan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan membantu menambah penghasilan orang tua selama seminggu terakhir.
Kecacatan •
Status kecacatan: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang menyandang cacat.
•
Rehabilitasi orang cacat: persentase anak penyandang cacat usia kurang dari
Mengalami gangguan interaksi:
persentase anak penyandang cacat usia
kurang dari 18 tahun yang mengalami gangguan interaksi dengan masyarakat.
Page
•
50
18 tahun yang pernah mengikuti rehabilitasi orang cacat.
Identitas •
persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai akte kelahiran dari kantor catatan sipil.
Perilaku merokok •
persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang merokok selama sebulan terakhir.
Pengasuhan •
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai bapak kandung masih hidup.
•
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mempunyai ibu kandung masih hidup
•
Penitipan anak: -
Persentase anak usia 0-6 tahun yang ibunya bertanggung jawab ketika melakukan aktivitas di luar rumah selama seminggu terakhir.
-
Persentase anak usia 0-6 tahun yang ditinggal sendiri selama seminggu terakhir.
Pendidikan •
Keaksaraan fungsional: persentase anak usia sampai 18 tahun yang pernah/sedang mengikuti keaksaraan fungsional selama setahun terakhir
•
Jalur pendidikan paket A dan B: -
Persentase anak usia 7-12 tahun yang mengikuti pendidikan paket A setara dengan SD
-
Persentase anak usia 13-15 tahun yang mengikuti pendidikan paket B setara dengan SMP
-
Persentase anak usia 16-18 tahun yang mengikuti pendidikan paket C
Mengikuti kursus: persentase anak usia sampai 18 tahun yang mengikuti kursus selama dua tahun terakhir
Page
•
51
setara dengan SMA
•
Memperoleh beasiswa: persentase anak usia sampai 18 tahun: persentase anak usia sampai 18 tahun yang memperoleh beasiswa/bantuan penddikan setahun terakhir
Kesehatan •
Alasan tidak berobat: -
persentase anak usia sampai 18 tahun yang tidak berobat karena tidak ada biaya
-
persentase anak usia sampai 18 tahun yang tidak berobat karena akses ke fasilitas kesehatan sulit
-
persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang tidak berobat karena alasan lainnya.
Informasi •
Menonton TV: persentase anak yang menonton TV
Bepergian •
Berlibur/rekreasi: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang berlibur/rekreasi selama tiga bulan terakhir.
•
Olah raga/kesenian: persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang berolah raga/kesenian selama tiga bulan terakhir.
Interaksi dengan Orang Tua •
Kegiatan sosial: -
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan keagamaan selama tiga bulan terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan keterampilan selama tiga bulan terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang mengikuti kegiatan sosial
Bersama ortu: Menonton TV, makan, belajar, kerohanian, diskusi -
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan menonton TV bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.
Page
•
52
lainnya selama tiga bulan terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan makan bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan belajar bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan kerohanian bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.
-
Persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang melakukan kegiatan diskusi bersama orang tua/wali selama seminggu terakhir.
•
Menonton pentas seni : persentase anak usia kurang dari 18 tahun yang pernah
menonton/melakukan
pertunjukkan
kesenian/pameran
seni
rupa/kerajinan selama tiga bulan terakhir. •
Anggota sanggar seni : persentase anak usia 5 tahun sampai kurang dari 18 tahun yang menjadi anggota sanggar seni
•
Anggota sanggar seni/sarana kegiatan budaya.
3.5.2 Analisis Tahap-2: Pembentukan Rangkuman Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk menyajikan rangkuman nilai-nilai statistik pada tingkat nasional dan provinsi menurut wilayah Kota/Desa, seperti rerata indikator IM untuk setiap indikator masalah seratus-nol IM. Misalnya, persentase anak yang menjadi korban kejahatan dalam satu tahun terakhir, persentase anak yang bekerja dan lain-lain pada tingkat nasional dan provinsi, menurut wilayah, dan kelompok umur. Berdasarkan setiap indikator yang telah dikemukakan dalam bagian sebelumnya, disajikan rangkuman statistik deskriptif yang memuat rerata masingmasing indikator IM. Sebagai contoh Per(IM)= P, menurut : 1. Provinsi (B1R1), Wilayah kota/desa (B1R5), dan Jenis Kelamin (JK). Indikatorindikator yang harus membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, seperti tingkat partisipasi sekolah atau pekerja anak, serta untuk membentuk Gender
tidak perlu/layak membedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi
Page
2. Provinsi (B1R1) dan Wilayah kota/desa (B1R5), untuk indikator-indikator yang
53
Equality Index (GEI) atau IKJ (Indeks Kesetaraan Jender).
indeks kesenjangan wilayah (IKW) juga dapat dibentuk, perbedaan antar wilayah (Kota dan Desa). Perhatikanlah Per(IM) harus disajikan untuk masing-masing wilayah Perkotaan dan Perdesaan, karena karakteristik penduduk dan lingkungan-nya sangat berbeda.
3.5.3 Analisis Tahap-3: Pembentukan Indeks Tunggal Berdasarkan data persentase Per(IM)
untuk setiap indikator pada tingkat
provinsi yang diperoleh pada analisis deskiptif, ditransformasikan menjadi bilangan bulat positif. Bilangan ini dinyatakan sebagi indeks tunggal perlindungan khusus untuk anak (ITPA) atau indeks tunggal kualitas hidup anak (ITKA). Dalam kajian indeks tunggal dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Jadi indeks pada 33 provinsi dibedakan dengan memakai tingkat nasional sebagai pembanding atau standar. Sebagai contoh pada Lampiran 75a disajikan hasil analisis berdasarkan rerata IKM1 untuk perkotaan dan perdesaan, yang dilakukan berdasarkan hasil analisis Tahap-2 de-ngan memakai Microsoft Excel. Lampiran ini jelas menunjukkan perbedaan rerata IKM1 yaitu persentase anak usia 7-18 tahun yang tak-tamat SD antara provinsi masing-masing untuk perkotaan dan perdesaan. Selanjutnya dapat ditentukan (i) Rankingnya dimana rank=1 untuk persentase yang terkecil, dan (ii) ITPA (indeks tunggal perlindungan anak) berdasarkan IKM1 dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Perhatikanlah bahwa baik rerata IKM1, Rank-nya maupun Indeks Tunggal Per-lindungan Anak (ITPA1) yang dibentuk berdasarkan IKM1, menunjukkan perbedaan tingkat masalah antar provinsi dan wilayah. Jadi masing-masing statistik dapat dipakai untuk mengidentifikasi wilayah perkotaan atau perdesaan mana yang paling bermasalah, menurut provinsi. Akan tetapi yang paling mudah dipakai adalah Ranking berdasarkan nilai rerata IKM1. Sebagai ilustrasi, 5 wilayah perkotaan yang paling bermasalah adalah Sumatera Selatan, Jambi, Gorontalo, Bangka Belitung dan Sulawesi Barat, berturut-turut dengan ranking 30 sampai dengan 34.
yang dihitung dengan menerapkan statistik Odds Ratio, dengan rumus sbb:
Page
indeks kesenjangan wilayah (Kota dan Desa), sebutlah IKW, berdasarkan IKM1
54
Sebagai analisis lanjutan atau tambahan, Lampiran 76 juga menyajikan
IKW1= IKW ( IKM 1)
PD /(100 PD ) PK /(100 PK )
di mana PK dan PD, berturut-turut menyatakan rerata IKM1 untuk Perkotaan dan Perdesaan. Sebagai perbandingan, perhatikanlah Lampiran 75a juga menyajikan nilai statistik Ratio(D/K) = PD/PK. Rangkuman statistik yang persis sama dapat dibentuk berdasarkan IKM2 dan IKM3, berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 75b dan Lampiran 75c. Demikian juga berdasarkan semua indikator perlidungan khusus untuk anak dan indikator kualitas hidup anak yang telah ditentukan, dengan hasil analisis disajikan secara lengkap pada bagian Lampiran.
3.5.4 Analisis Tahap-4 : Pembentukan Indeks Kesenjangan Wilayah Sebagai analisis lanjutan atau tambahan, Lampiran 76 juga menyajikan indeks kesenjangan wilajah (Kota dan Desa), sebutlah IKW, berdasarkan IKM1 yang dihitung dengan menerapkan statistik Odds Ratio, dengan rumus sbb: IKW ( IKM 1)
IKW1=
PD /(100 PD ) PK /(100 PK )
di mana PK dan PD, berturut-turut menyatakan rerata IKM1 untuk Perkotaan dan Perdesaan. Sebagai perbandingan, perhatikanlah Lampiran-2 juga menyajikan nilai statistik Ratio(D/K) = PD/PK. Rangkuman statistik yang persis sama dapat dibentuk berdasarkan IKM2 dan IKM3, berdasarkan hasil analisis dalam Lampiran 75b dan Lampiran 75c. Demikian juga berdasarkan semua indikator perlidungan anak dan indikator kualitas yang telah ditentukan, dengan hasil analisis disajikan dalam buku tersendiri.
3.5.5
Analisis Tahap-5: Pembentukan Gender Equality Indexes Berdasarkan variabel-variabel dengan ukuran persentase yang telah
Pembentukan GEI adalah sebagai berikut:
Page
anak perempuan dan laki-laki dengan memakai Excel.
55
dibentuk, dapat dengan mudah menghitung Gender Equality Indexes (GEI) antara
Berdasarkan setiap indikator yang telah didefinisikan, sebutlah IY secara umum, dapat dibentuk tabel rerata (persentase) sel dari IY menurut: Propinsi, Wilayah (Kota/Desa) dan Jenis Kelamin. Selanjutnya berdasarkan skor persentase untuk laki-laki dan perempuan, sebutlah Plk dan Ppr, menurut provinsi dan wilayah, skor/nlai GEI dihitung memakai rumus:
GEI _ IY
3.5.6
Ppr /(100 Ppr ) Plk /(100 Plk )
Analisis Tahap-6: Pembentukan Indeks Komposit Tahap selanjutnya adalah membentuk indeks komposit. Setiap indeks
komposit, terutama indeks komposit tahap pertama, harus dibentuk berdasarkan suatu himpunan indikator sederhana. Selain sederhana juga dapat diukur sampai pada tingkat wilayah dan rumah tangga. Dalam hal ini, tidak memakai indikatorindikator yang dibentuk berdasarkan hasil estimasi, terlebih-lebih berdasarkan metode estimasi tak-langsung, seperti angka harapan hidup dan angka kematian bayi. Indeks komposit tersebut dibentuk berdasarkan rerata indikator seratus-nol yang dapat bentuk dan dihitung/diukur secara langsung berdasarkan data sebuah sampel. Dalam kajian ini adalah data SUSENAS 2009. Perlu diingat bahwa data sampel hanya merupakan bagian dari populasi yang sangat kecil.
Hasil
berdasarkan sampel jelas tidak dapat mewakili seluruh populasi (2004). Selanjutnya, Agung juga menyatakan atau mendefisikan bahwa sebuah sampel adalah himpunan nilai/skor/ukuran yang terkumpulkan oleh atau tersedia untuk si peneliti. Oleh karena itu, hasil berdasarkan sebuah sampel, termasuk indeks yang disajikan dalam studi ini harus dimanfaatkan secara bijaksana. Pembentukan setiap indeks komposit dilakukan dengan menerapkan analisis faktor berdasarkan suatu himpunan indikator satu-nol terpilih berdasarkan kajian
Page
56
ilmiah atau kesepakatan ilmuwan terkait.
BAB IV PEMBAHASAN HASIL INDEKS TUNGGAL Bagian ini menyajikan hasil perhitungan indeks tunggal dari masing-masing indikator yang digunakan untuk menyusun indeks komposit kualitas hidup anak, perlindungan
khusus
untuk
anak,
dan
kemiskinan
anak.
Indeks
tunggal
diklasifikasikan menurut provinsi dan daerah tempat tinggal (kota-desa). Selain itu, beberapa indeks tunggal juga diklasifikasikan menurut jenis kelamin dan kelompok umur. Penentuan kelompok umur disesuaikan dengan jenis indikator, misalnya kelompok umur untuk indikator pendidikan disesuaikan dengan kelompok usia sekolah dan kelompok umur untuk indikator kesehatan disesuaikan dengan kelompok umur yang penting menurut kesehatan. Namun demikian, tidak semua indeks tunggal harus diklasifikasikan menurut kelompok umur, jenis kelamin, atau daerah tempat tinggal. Hal ini tergantung pada kepentingan dari pengklasifikasian tersebut. Hasil penghitungan indeks tunggal disajikan secara lengkap dalam lampiran, dan dikelompokkan menjadi indeks tunggal yang terkait dengan Kualitas Hidup Anak (Lampiran 1-51), Perlindungan Khusus Untuk Anak (Lampiran 52-74), dan Kemiskinan Anak (Lampiran 75). Pada bagian berikut disajikan contoh indeks tunggal untuk masing-masing kelompok dan cara menganalisisnya.
4.1
Analisis Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak Berikut disajikan contoh indeks tunggal dari kualitas hidup anak, khususnya
mengenai kesehatan, yaitu indeks tunggal anak balita (bawah lima tahun) yang pernah diberi ASI. Indikator anak balita yang pernah diberi ASI ini digunakan
selanjutnya.
Page
sangat berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak balita pada tahap
57
sebagai salah satu indikator yang menentukan kualitas kesehatan balita karena
4.1.1 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI menurut Provinsi dan Wilayah Gambar 4.1 menunjukkan provinsi menurut indeks tunggal anak balita yang pernah diberi ASI di perkotaan. Semakin tinggi nilai indeks tunggalnya, berarti semakin banyak anak balita yang pernah diberi ASI dan diharapkan kualitas kesehatan anak semakin baik. Provinsi yang mempunyai indeks tunggal tinggi diberi nilai rangking rendah, sedangkan provinsi yang mempunyai indeks tunggal rendah diberi nilai rangking tinggi. Di daerah perkotaan, provinsi yang mempunyai indeks tunggal paling tinggi untuk anak balita yang pernah diberi ASI adalah DI Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, dengan rangking satu sampai lima. Artinya, dikelima provinsi tersebut jumlah anak balita yang pernah diberi ASI relatif lebih banyak dibandingkan propinsi lain di Indonesia. Hasil ini bisa diterima, mengingat provinsi tersebut berada di Pulau Jawa-Bali yang akses terhadap informasi lebih tinggi dibanding provinsi lainnya sehingga pengetahuan ibu tentang pengasuhan anak juga lebih baik. Khusus Provinsi DI Yogyakarta yang menduduki rangking tertinggi dalam pemberian ASI,
dapat dipahami karena kenyataan provinsi ini juga mempunyai
Angka Harapan Hidup waktu lahir yang tinggi. Sementara itu, lima provinsi yang perlu mendapat perhatian karena memiliki nilai indeks tunggal rendah atau nilai rangking tinggi tentang anak balita yang pernah diberi ASI adalah Lampung, Maluku, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung, dan Riau. Penyebab dari kondisi ini perlu diteliti lebih lanjut, diantaranya mungkin terkait dengan kebiasaan atau budaya setempat dalam pemberian makan pada bayi. Catatan: pada waktu melihat dan menganalisis hasil perhitungan nilai indeks tunggal, perlu memperhatikan kondisi wilayah untuk memberikan pemaknaan yang baik terhadap nilai tersebut. Selain itu, perlu diperhatikan juga berbagai hal terkait dengan cara pengambilan sampel di lapangan. Kondisi geografis, dan keamanan suatu wilayah kadang mempengaruhi cara pengambilan sampel di lapangan. Hal ini
pengambilan sampel, misalnya Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku Utara, dan daerah lain yang mengalami konflik. Ke depan sangat menarik untuk melihat
Page
provinsi yang mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dalam melakukan
58
dimaksudkan untuk menghindari konflik akibat hasil yang kontradiktif. Beberapa
Provinsi DI Yogyakarta, mengingat tahun 2010 ini mengalami bencana Gunung Merapi.
Gambar 4.1. Indeks Tunggal Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perkotaan
Kondisi berbeda diperlihatkan pada Gambar 4.2.
Di daerah perdesaan,
tampak bahwa Provinsi DI Yogyakarta justru mempunyai nilai indeks tunggal paling rendah untuk anak balita yang pernah diberi ASI. Selanjutnya Provinsi Bali, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Melihat kondisi seperti ini sepertinya merupakan sesuatu yang tidak mungkin karena kelima provinsi tersebut kondisinya berada di bawah Provinsi Maluku. Perlu penelaahan lebih lanjut terhadap hasil indeks ini, yang disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat. Salah satu kemungkinan, kelima provinsi ini merupakan provinsi yang mudah dijangkau sampai tingkat perdesaan, sehingga pelaksanaan sampling/pendataan lebih mudah dilakukan sampai ke pelosok-pelosok.
Dengan demikian hasilnya lebih menggambarkan kondisi
Page
yang aksesnya sulit sampai ke perdesaan.
59
sebenarnya di wilayah perdesaan tersebut. Tidak demikian halnya dengan provinsi
Gambar 4.2. Indeks Tunggal Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perdesaan
4.1.2 Rank dan Indeks Tunggal Anak Balita Pernah Diberi ASI Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin Lampiran 51 menunjukkan hasil perhitungan Gender Equality Indexes (GEI) untuk anak balita yang pernah diberi ASI. Hasil Gender Equality Indexes (GEI) tersebut disajikan pada Gambar 4.3. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai GEI di perkotaan berkisar antara 0,5 sampai 2,6. Provinsi dengan nilai GEI paling tinggi di perkotaan yaitu Provinsi DI Yogyakarta.
Selanjutnya keempat tertinggi
lainnya yaitu provinsi Gorontalo, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Hal ini berarti di kelima provinsi tersebut resiko anak balita
perempuan pernah diberi ASI jauh lebih tinggi dibandingkan resiko anak balita lakilaki. Provinsi Di Yogyakarta mempunyai nilai GEI sama dengan 2,6. Hal ini menunjukkan bahwa resiko anak balita perempuan pernah diberi ASI 2,6 kali resiko
Page
60
anak balita laki-laki.
Gambar 4.3. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes Dalam Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perkotaan
Capaian nilai Indeks Kesetaraan Gender untuk daerah perdesaan berbeda dengan daerah perkotaan dalam hal anak balita pernah diberi ASI. Pada Gambar 4.4 tampak kisaran nilai GEI di perdesaan antara 0.6 sampai 1.6. Provinsi dengan indeks kesetaraan gender dalam hal anak balita pernah diberi ASI paling tinggi adalah Gorontalo, yaitu 1.6.
Artinya anak balita perempuan mempunyai resiko
pernah diberi ASI 1,6 kali anak balita laki-laki. Empat provinsi lain yang mempunyai indeks kesetaraan gender tinggi di perdesaan yaitu Kalimantan Tengah, Jambi, Papua Barat, dan Bengkulu. Dengan kata lain masih ada perbedaan gender dalam
Page
61
hal pemberian ASI terhadap anak balita.
Gambar 4.4. Provinsi Menurut Capaian Gender Equality Indexes Dalam Anak Balita Yang Pernah Diberi ASI, di Perdesaan
4.2 Analisis Indeks Tunggal Perlindungan Khusus Untuk Anak Indeks tunggal perlindungan anak dibentuk berdasarkan masing-masing indikator yang telah disepakati. Pada Lampiran 52 - 74 disajikan berbagai indeks tunggal terkait perlindungan khusus untuk anak. Sebagai contoh, berikut ini disajikan gambaran mengenai indeks tunggal mengenai kepemilikan akte kelahiran.
4.2.1 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi dan Wilayah Pada Gambar 4.5 tampak gambaran provinsi menurut rangking indeks tunggal dalam hal kepemilikan akte kelahiran di Perkotaan.
Kepemilikan akte
kelahiran dalam perlindungan khusus untuk anak dilihat dari anak yang tidak memiliki akte kelahiran.
Arah panah menunjukkan semakin tinggi nilai indeks
tunggal kepemilikan akte kelahiran, semakin jelek. Sejalan dengan itu, rangking
Page
62
provinsi juga semakin besar.
Provinsi dengan masalah anak yang tidak memiliki akte lahir di perkotaan paling tinggi yaitu Sumatera Utara, dengan indeks tunggal tidak memiliki akte kelahiran paling tinggi. Selanjutnya Provinsi Sulawesi Barat, Nusa Tenggara barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara dengan rank 30-33. Sementara yang paling rendah rank anak yang tidak memiliki akte kelahiran yaitu DI Yogyakarta. Dengan kata lain provinsi ini merupakan provinsi yang paling baik dalam hal kepemilikan akte kelahiran oleh anak usia 0-6 tahun.
Gambar 4.5. Indeks Tunggal Anak Usia 0-6 Tahun Tidak Memiliki Akte Kelahiran di Perkotaan
250 200
Perkotaan
150 100 100 50
DI Yogyakarta DKI Jakarta Bangka-Belitung Kepulauan Riau Bengkulu Jawa Timur Jawa Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Barat Papua Jambi Nanggroe Aceh Darusalam Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Banten INDONESIA Jawa Barat Kalimantan Tengah Papua Barat Sumatera Selatan Bali Lampung Sulawesi Selatan Maluku Utara Sulawesi Tengah Gorontalo Riau Sumatera Barat Maluku Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Barat Sumatera Utara
0
Kondisi anak yang tidak memiliki akte kelahiran di perdesaan disajikan pada Gambar 4.6. Jika diperhatikan capain indeks kepemilikan akte lahir di perkotaan dan perdesaan menunjukkan hasil yang konsisten. Provinsi DI Yogyakarta menduduki rangking terendah dalam kepemilikan akte kelahiran baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Dengan kata lain, provinsi ini mempunyai masalah
Dengan kata lain, provinsi ini mempunyai permasalahan kepemilikan akte kelahiran
Page
juga terjadi untuk capaian rangking tertinggi, terdapat di Provinsi Sumatera Utara.
63
kepemilikan akte kelahiran paling rendah dibanding provinsi lainnya. Hal yang sama
paling tinggi. Berbeda hanya pada urutan rank provinsi yang masuk lima terendah yaitu Papua, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Gambar 4.6. Indeks Tunggal Anak Usia 0-6 Tahun Tidak Memiliki Akte Kelahiran di Perdesaan
Perdesaan 100
DI Yogyakarta Bangka-Belitung Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Timur Kepulauan Riau Bengkulu Jambi Kalimantan Selatan Lampung Sumatera Selatan Sulawesi Utara Kalimantan Barat Nanggroe Aceh… Jawa Barat Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Bali INDONESIA Riau Banten Papua Barat Gorontalo Sulawesi Barat Sumatera Barat Maluku Utara Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Barat Papua Sulawesi Tenggara Maluku Nusa Tenggara Timur Sumatera Utara
160 140 120 100 80 60 40 20 0
4.2.2 Rank dan Indeks Tunggal Kepemilikan Akte Kelahiran Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin Berdasarkan Lampiran 74, dapat diketahui GEI khusus kepemilikan akte kelahiran. Secara grafik hasil Gender Equality Indexes (GEI) untuk kepemilikan akte kelahiran disajikan pada Gambar 4.7. Dari gambar tersebut tampak bahwa untuk provinsi Kalimantan Tengah mempunyai GEI paling rendah dalam hal kepemilikan akte kelahiran. Selanjutnya empat provinsi terendah lainnya yaitu Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Gorontalo dan Papua Barat. Berarti di kelima provinsi tersebut terdapat perbedaan yang cukup rendah antara anak usia 0-6 tahun yang perempuan dengan laki-laki dalam hal kepemilikan akte kelahiran (dilihat dari yang tidak memiliki
Nilai GEI di perkotaan antara 0.73 sampai dengan 1.35. GEI Paling tinggi
64
adalah Kepulauan Riau yaitu 1.35, artinya anak perempuan usia 0-6 tahun di
Page
kate kelahiran).
provinsi tersebut mempunyai resiko tidak memiliki akte kelahiran sebesar 1.35 kali anak laki-laki. Provinsi-provinsi yang mempunyai nilai GEI akte kelahiran = 1, menunjukkan anak laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang sama untuk memiliki akte kelahiran (Aceh, Jatim, Jabar, Kaltim, Sulteng).
Gambar 4.7. Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 Tahun Menurut Provinsi di Perkotaan
1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0
Kalimantan Tengah Maluku Utara Kalimantan Selatan Gorontalo Papua Barat Sulawesi Tenggara Riau DI Yogyakarta Nusa Tenggara Timur Jawa Tengah Sumatera Selatan Sumatera Barat Papua Banten Lampung Sumatera Utara Jawa Timur INDONESIA Jawa Barat Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Nanggroe Aceh… Bengkulu Maluku Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Barat DKI Jakarta Jambi Sulawesi Utara Bangka-Belitung Sulawesi Barat Kalimantan Barat Kepulauan Riau
Perkotaan
Capaian Indeks Kesetaraan Gender untuk daerah perdesaan dalam hal kepemilikan akte lahir diperlihatkan pada Gambar 4.8. Provinsi dengan masalah indeks kesetaraan gender dalam hal kepemilikan akte kelahiran paling rendah adalah Papua Barat.
Nilai GEI provinsi tersebut sekitar 0,87, artinya anak
perempuan mempunyai resiko tidak memiliki akte kelahiran 0,87 kali anak laki-laki. Empat provinsi lain yang mempunyai indeks kesetaraan gender rendah di perdesaan
dengan indeks kesetaraan gender paling tinggi dalam hal kepemilikan akte kelahiran
65
di perdesaan yaitu DI Yogyakarta 1,31. Artinya, anak perempuan mempunyai
Page
yaitu Sulawesi Barat, Riau, Sumatera Barat dan Gorontalo. Sementara itu, provinsi
resiko/peluang tidak memiliki akte kelahiran 1,31 kali anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua kurang memperhatikan pengurusan akte kelahiran anak perempuan mereka. Provinsi-provinsi yang mempunyai nilai GEI akte kelahiran = 1, menunjukkan anak laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk tidak memiliki akte kelahiran (Kepulauan Riau, NTB, Sumut, Sumsel, dan Kaltim). Gambar 4.8. Gender Equality Indexes Kepemilikan Akte Kelahiran Anak Usia 0-6 Tahun Menurut Provinsi di Perdesaan
1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00
Papua Barat Sulawesi Barat Riau Sumatera Barat Gorontalo Kalimantan Tengah Maluku Sulawesi Tenggara Bengkulu Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Nanggroe Aceh… Kepulauan Riau Sumatera Utara Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Indonesia Kalimantan Timur Jawa Barat Jambi Jawa Tengah Banten Kalimantan Barat Papua Lampung Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Maluku Utara Sulawesi Utara Jawa Timur Bali Bangka-Belitung DI Yogyakarta
Perdesaan
4.3 Analisis Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Lampiran Indeks Tunggal Kemiskinan Anak (Lampiran 75a sampai 75c), berturut-turut, menyajikan hasil analisis dengan memakai Eviews, yaitu Persentase Anak usia 7-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata Indeks Kemiskinan Anak-1/rerata IKM1), persentase Anak usia 13-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata IKM2), dan persentase Anak usia 16-18
Page
(B1R1), jenis kelamin (JK), dan wilayah Kota/Desa (B1R5).
66
tahun yang tidak tamat SD dan tidak sekolah lagi (rerata IKM3), menurut Provinsi
Perhatikanlah hasil analisis tersebut, khususnya untuk IKM1 dalam Lampiran 75a, menyajikan rangkuman statistik seperti di bawah ini. Begitu juga halnya untuk IKM2 dan IKM3. (1). “Table 1: Conditional table for B1R5=1” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin, khusus untuk Perkotaan (B1R5=1). Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi, yaitu untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk Perkotaan (All) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. (2). “Table 2: Conditional table for B1R5=2” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin, khusus untuk Perdesaan (B1R5=2). Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi, yaitu untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk Perdesaan (All) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. (3). “Table 3: Unconditional table” menyajikan rerata IKM1 menurut provinsi dan jenis kelamin. Tabel ini memuat tiga rerata IKM1 menurut Provinsi,
yaitu
untuk anak laki-laki (JK=1), anak perempuan (JK=2), dan untuk anak (all) tanpa memperhitungkan jenis kelamin. Berdasarkan hasil dalam Lampiran 75, dapat disajikan rangkuman dekriptif sebagai di bawah ini.
4.3.1
Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) Menurut Provinsi dan Wilayah. Berdasarkan
hasil
analisis
dalam
Lampiran
75a
dapat
dibentuk
Rangkuman statistik deskriptif. Lampiran 76 menunjukkan rerata IKM1 dengan ukuran persentase, ranking menurut 33 provinsi dan satu pada tingkat national, dan indeks tunggal untuk masing-masing Perkotaan dan Perdesaan. Secara
menggambarkan rangking masing-masing provinsi. Arah panah menunjukkan rangking IKM 1 semakin tinggi, dengan semakin tinggi nilai IKM1. Dengan kata
Page
Pada Gambar 4.9 tampak nilai indeks tunggal untuk IKM1, yang juga
67
grafis disajikan pada Gambar 4.9.
lain, Rangking=1 untuk persentase yang terkecil, sementara untuk indeks tunggal kemiskinan anak berdasarkan IKM1 dibentuk sedemikian sehingga indeks pada tingkat nasional sama dengan 100. Dari Gambar 4.9 dapat dilihat perbedaan tingkat masalah antar provinsi dan wilayah. Hal ini ditunjukkan baik oleh nilai rank maupun Indeks Tunggal Kemiskinan Anak yang dibentuk berdasarkan IKM1. Apabila dilihat rank menurut wilayah perkotaan dari masing-masing provinsi, yang paling bermasalah dengan indeks kemiskinan anak yaitu Provinsi Sulawesi Barat yaitu rank 34. Selanjutnya Provinsi Bangka Belitung, Gorontalo, Jambi, dan Sumatera Selatan, berturut-turut dengan ranking 30 sampai dengan 33. Sementara provinsi dengan rank pertama yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan di bawah rank nasional. Dapat dikatakan bahwa provinsi tersebut mempunyai masalah kemiskinan anak di perkotaan paling rendah dibanding provinsi lain di Indonesia.
Gambar 4.9. Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) di Perkotaan 600 500 400 300 200 100
Page
68
Sulawesi Barat Bangka-Belitung Gorontalo Jambi Sumatera Selatan Sulawesi Utara Riau Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Kepulauan Riau Nusa Tenggara Timur Kalimantan Selatan Papua Barat Kalimantan Tengah Papua Kalimantan Barat DKI Jakarta Banten Maluku Indonesia Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Jawa Tengah Bengkulu Sumatera Barat Sumatera Utara Bali Jawa Timur Nanggroe Aceh Darusalam DI Yogyakarta Lampun Maluku Utara
0
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat kondisi di daerah perdesaan, provinsi yang mempunyai masalah terkait kemiskinan anak paling banyak terdapat di Provinsi Gorontalo.
Provinsi lainnya yang termasuk tinggi dalam masalah
kemiskinan anak di perdesaan yaitu Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Keempat provinsi tersebut menduduki ranking 30-33.
Untuk capaian Provinsi Gorontalo dapat diterima, mengingat
capaian IPM juga masih termasuk rendah, juga dalam hal status gizi buruk juga masih tinggi. Bahkan untuk tahun 2005, status gizi buruk Gorontalo termasuk paling tinggi di Indonesia.
Gambar 4.10. Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) di Perdesaan
600 500 400 300 200 100 Gorontalo Bangka-Belitung Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Kepulauan Riau Papua Barat Kalimantan Barat Maluku Utara Sulawesi Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Indonesia(*) Papua Sulawesi Tenggara Bali Jambi Kalimantan Selatan Bengkulu Maluku Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Riau Banten Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Utara Kalimantan Timur Lampun Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Nanggroe Aceh Darusalam DI Yogyakarta
0
Berkaitan dengan hasil analisis data, perlu dikemukakan catatan sebagai
menunjukkan persentase anak usia 7-18 tahun yang tidak tamat SD dan tidak
Page
1. Beberapa propinsi seperti Maluku Utara, DI Yogyakarta, dan Lampung, data
69
berikut:
sekolah lagi sama dengan 0 (nol). Hal ini harus ditafsirkan dengan bijaksana karena data sampel dapat memberikan hasil yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Demikian juga dengan hasil analisis untuk propinsi-propinsi lainnya yang ada kemungkinan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan (contoh: persentase NAD yang terlalu kecil dan persentase Sulawesi Barat yang terbesar), sehingga hasil data analisis tersebut perlu dikonfirmasikan kelayakannya dengan pihakpihak terkait di masing-masing propinsi.
4.3.2 Rank dan Indeks Tunggal Kemiskinan Anak Berdasarkan Indikator Kemiskinan-1 (IKM1) Menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin. Berdasarkan hasil dalam Lampiran 75a, dapat disusun rangkuman deskriptif dalam Lampiran 77 yang menyajikan statistik sebagai berikut: 1. Persentase Anak Usia 7-18 tahun, yang Tak-tamat SD dan Tak-sekolah lagi (Rerata IKM1) menurut Provinsi, Wilayah dan Jenis Kelamin, dalam Kolom (3), (5), (8) dan (10). 2. Kolom (4) dan (6) menyajikan indeks tunggal berdasarkan IKM1, yang dibentuk dengan memakai indeks pada tingkat national = 100 untuk anak perempuan di Perkotaan dengan memakai rumus ”=100*E41/$E$41” (Excel) untuk perempuan di perkotaan. Perhatikanlah bahwa berbagai macam indeks lain yang merupakan bilangan bulat positif, dapat dibentuk untuk perbedaan relatif antar provinsi dan wilayah. 3. Demikian pula Kolom (9) dan (11) menyajikan indeks tunggal untuk Perdesaan. 4. Akhirnya, Kolom (7) dan (12) menyajikan GEI (Gender Equaity Index) atau Indikator Kesetaraan Jender. Gambar 4.11 menyajikan hasil Gender Equality Indexes (GEI) untuk IKM1 di perkotaan. Dari gambar tersebut tampak bahwa untuk provinsi Papua Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat, DI Yogyakarta, Lampung, dan Nanggroe Aceh Darusalam tidak mempunyai nilai GEI. Hal ini terakit dengan nilai indeks tunggal dari provinsi
Utara dan Bali mempunyai nilai GEI sama dengan nol. Nilai GEI ketiga provinsi
70
tersebut merupakan yang paling kecil dengan nilai sama dengan 0 (nol). Berarti
Page
tersebut sama dengan nol. Sementara untuk provinsi Sumatera Barat, Sulawesi
menunjukkan tidak ada perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan dalam hal IKM1. Provinsi yang menunjukkan nilai GEI paling tinggi yaitu Provinsi Jawa Timur, disusul oleh Papua dan Maluku. Ketiganya mempunyai nilai di atas nilai GEI nasional. Dalam hal ini terdapat perbedaan gender yang sangat besar antara lakilaki dan perempuan dalam indikator kemiskinan anak (IKM1). Gambar 4.11. Gender Equality Indexes (GEI) IKM-1 Menurut Provinsi di Perkotaan
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 Sumatera Barat Bali Sulawesi Utara Riau Banten Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Jawa Tengah Jambi Sulawesi Barat Kalimantan Selatan Kepulauan Riau DKI Jakarta Sulawesi Selatan Indonesia Sulawesi Tenggara Bangka-Belitung Kalimantan Timur Nusa Tenggara Timur Sumatera Utara Jawa Barat Gorontalo Bengkulu Maluku Papua Jawa Timur Nanggroe Aceh Darusalam Lampun DI Yogyakarta Kalimantan Barat Maluku Utara Papua Barat
0,00
Hasil yang dicapai dari perhitungan Gender Equality Indexes (GEI) untuk indek kemiskinan di perdesaan disajikan pada Gambar 4.12. Dari gambar tersebut tampak bahwa Provinsi DI Yogyakarta tidak ada nilainya, karena indeks tunggalnya mempunyai nilai 0 (nol). Dua provinsi dengan capaian GEI terbesar yaitu Papua dan terendah adalah Kalimantan Timur. Dengan kata lain bahwa kesenjangan gender di provinsi tersebut tertinggi dalam hal indeks kemiskinan anak.
sebenarnya, mengingat hasil ini adalah hasil survey yang tidak luput dari kesalahan
71
dalam pengambilan sampel, dan sebagainya. Bagi provinsi tertentu bisa saja
Page
Namun demikian, perlu melihat secara bijaksana dengan melihat kondisi
mempunyai kecocokan dengan kondisi sebenanrya, namun untuk provinsi lain, bisa juga kurang cocok. Apalagi provinsi tersebut merupakan provinsi yang sering terjadi konflik, sehingga dapat mempengaruhi cara pengambilan atau pelaksanaan survey. Gambar 4.12. Gender Equality Indexes (GEI) IKM-1 Menurut Provinsi di Perdesaan
2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 Bangka-Belitung
Kalimantan Timur
Banten
Sumatera Barat
Nusa Tenggara Timur
Jawa Barat
Kalimantan Selatan
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Jambi
Sulawesi Tengah
Jawa Timur
Sumatera Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Maluku
Indonesia
Sulawesi Utara
Nusa Tenggara Barat
Gorontalo
Kepulauan Riau
Sulawesi Barat
Jawa Tengah
Nanggroe Aceh Darusalam
Riau
Papua Barat
Lampun
Bengkulu
Bali
Sumatera Utara
Papua
Maluku Utara
DI Yogyakarta
0,00
Sesuai dengan catatan tentang hasil analisis berdasarkan data sampel yang telah dikemukan sebelumnya, maka besaran GEI juga perlu dikonfirmasikan kepada
Page
72
pihak-pihak terkait di daerah untuk menilai kelayakannya.
BAB V PEMBAHASAN HASIL INDEKS KOMPOSIT BA III Bab ini menyajikan indeks komposit yang meliputi indeks komposit kualitas hidup anak, perlindungan khusus untuk anak, dan kemiskinan anak. Indeks komposit ini disajikan secara terpisah antara perkotaan dan perdesaan, mengingat karakteristik perkotaan tidak sama dengan perdesaan.
5.1 Indeks Komposit Kualitas Hidup Anak Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap anak, maka perlu dilihat kualitas hidup anak, yang merupakan indikator yang melekat pada anak. Indeks komposit kualitas hidup anak terdiri dari berbagai aspek, seperti kesehatan, konsumsi, ekonomi, pendidikan, pengasuhan, dan sebagainya. Indeks komposit kualitas hidup anak dapat dilihat dari KOR saja, MODUL saja, dan gabungan dari KOR dan MODUL. Arah panah menunjukkan indeks kualitas hidup anak semakin tinggi, dan rangking terbaik. Nilai indeks komposit kualitas hidup anak semakin tinggi, maka kualitas hidup anak do provinsi tersebut semakin baik. Lampiran
78-80
berturut-turut
menyajikan
rangkuman
statistik
dari
perhitungan indeks komposit kualitas hidup anak dari KOR, Modul, DAN KOR+MODUL Susenas 2009. Gambaran mengenai hasil perhitungan indeks komposit kualitas hidup anak tersebut adalah sebagai berikut. Gambar 5.1 menyajikan gambaran mengenai kualitas hidup anak di wilayah perkotaan di berbagai provinsi di Indonesia. Dari gambar tersebut terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan wilayah perkotaan yang mempunyai indeks komposit kualitas hidup anak tertinggi. Hal ini dapat dipahami mengingat provinsi ini merupakan provinsi tempat ibu kota Negara berada. Berbagai fasilitas baik pendidikan dan kesehatan lebih baik disbanding provinsi lainnya. Sementara untuk provinsi dengan indeks komposit terendah adalah
Page
Timur, Maluku, dan Sulawesi Barat.
73
Provinsi Sulawesi Tengah., disusul oleh Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara
Provinsi Maluku juga merupakan provinsi dengan indeks komposit kualitas hidup terendah untuk daerah perdesaan (Gambar 5.2).
Selanjutnya empat
provinsi terendah yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku Utara, dan Papua yang semuanya berada di wilayah Indonesia Timut. Sementara untuk daerah perdesaan yang paling tinggi indeks komposit hidupnya adalah DI
Page
74
Yogyakarta.
Gambaran indeks komposit kualitas hidup anak juga dapat dilihat dari Modul Susenas, seperti yang didajikan pada gambar 5.3 dan Gambar 5.4. Provinsi Sulawesi Barat yang menduduki rangking terendah dalam hal indeks komposit kualitas hidup anak perkotaan, berdasarkan Modul Susenas, Provinsi ini juga termasuk yang perlu mendapat perhatian dalam hal indeks perlindungan khusus untuk anak. Namun demikian perlu dilihat lebih lanjut terkait dengan provinsi ini, mengingat relative baru terbentuk, apakah benar kondisi tersebut demikian, atau belum siapnya kelembagaan yang ada di provinsi tersebut. Hal yang menarik tampak pada Gambar 5.4 terkait indeks komposit kualitas hidup anak menurut Modul Susenan untuk daerah perdesaan. Dari gambar tampak bahwa provinsi DI Yogyakarta merupakan provinsi dengan indeks kualitas hidup anak paling rendah disbanding dengan provinsi lainnya. Padahal
Page
75
berdasarkan KOR Susenas, provinsi ini menduduki rangking tertinggi.
Gambaran indeks komposit kualitas hidup anak akan lebih lengkat lagi jika dilihat hasil gabungan antara KOR dan MODUl Susenas. Mengingat indikator menjadi lebih lengkap, indikator yang tidak ada di KOR akan dilengkapi dengan indikator yang ada di Modul. Hasil indeks komposit kualitas hidup anak berdasar KOR dan Modul disajikan pada Gambar 5.5 dan 5.6. Tampak dari gambar 5.5 bahwa lima provinsi di bagian timur Indonesia menduduko rangking terendah dalam hal indeks komposit kualitas hidup anak di perkotaan. Kelima provinsi tersebut berturut-turut dari yang terendah yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Sementara untuk provinsi yang paling tinggi adalah DKI Jakarta. Kondisi seperti ini dapat dimaklumi mengingat distribusi pencapaian pembangaunan di Indonesia tidak menyebar secara merata. Umumnya menumpuk di ibu Kota
Page
76
Negara, seperti DKI Jakarta.
Kondisi seperti ini tidak berbeda jauh dengan capaian indeks komposit kualitas hidup anaka di daerah perdesaan. Kelima Provinsi dengan indeks kualitas hidup anak terendah yaitu, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Bali dan Jawa Timur. Sementara untuk provinsi yang menduduki rangking tertinggi di perkotaan
Page
77
dalam hidup anak adalah DI Yogyakarta (Gambar 5.5)
5.2 Indeks Komposit Perlindungan Khusus Anak Indeks komposit perlindungan khusus untuk anak juga disajikan dalam tiga bagian yaitu indeks komposit yang berasal dari KOR saja, Modul saja, gabungan dari KOR dan Modul. Masing masing indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dibedakan menurut perkotaan dan perdesan, arah panah menunjukkan semakin tinggi nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak makan rangking provinsi juga semakin tinggi, yang berarti provinsi tersebut memerlukan perhatian dalam perlindungan anak. Lampiran
81-83
berturut-turut
menyajikan
rangkuman
statistic
dari
perhitungan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dari KOR, Modul, dan KOR+Modul Susenas 2009. Gambaran hasil indeks komposit perlindungan khusus untuk anak adalah sebagai berikut. Gambar 5.7 menyajikan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak berdasarkan KOR Susenas 2009 untuk daerah perkotaan. Melihat arah dari nilai atau rangking, tampak bahwa Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi
tertinggi untuk daerah perkotaan.
Page
mengingat indeks komposit perlindungan khusus untuk anak menduduki nilai
78
yang perlu memperoleh perhatian dalam hal perlindungan anak. Hal ini
Sementara untuk daerah perdesaan, provinsi yang mempunyai nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Dari nilai indeks komposit perlindungan khusus yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya yang lebih baik lagi dalam hal perlindungan khusus untuk anak di provinsi tersebut. Dari Gambar 5.7 dan 5.8 tampak bahwa kedua provinsi Nusa Tenggara menduduki rangking tertinggi untuk indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hasil ini akan lebih bermakna jika dalam penggunaannya di daerah disesuaikan dengan kondisi daerah tersebut dan menggali lebih jauh factor yang berpengaruh
paling
dominan
terhadap
tingginya
nilai
indeks
tunggal
perlindungan khusus untuk anak tersebut, dengan demikian dapat memudahkan para perencan program untuk membuat program terkait perlindungan khusus
Page
79
anak.
Gambar 5.9 dan Gambar 5.10 menyajikan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak menurut Modul Susenas. Tampak bahwa Provinsi Papua Barat untuk daerah perkotaan masih menduduki rangking tertinggi dalam hal indeks komposit perlindungan khusus untuk anak. Sementara untuk daerah perdesaan, Provinsi Sumatera Utara
menduduki nilai indeks komposit
perlindungan khusus untuk anak paling tinggi, Kedua provinsi tersebut perlu mendapat perhatian dalam hal indeks pelindungan khussu anak, dengan melihat aspek-aspek pendukung dari perlindungan khusus untuk anak. Dari GAmbaran mengenai indeks komposit perlindugnan khusus untuk anak baik daro KOR dan Modul memperlihatkan bahwa sebagian besar provinsi
Page
80
mempunyai nilai indeks perlindungan khusus anak di bawah angka nasional.
Page
81
Gambaran yang lebih lengkap mengenai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dengan memuat indikator yang berasal dari KOR dan MODUL disajikan pada Gambar 5.11 dan Gambar 5.12. Dari hasil gabungan KOR dan Modul tampak bahwa provinsi yang menduduki rangking tertinggi dalam hal indeks perlindungan khusus untuk anak adalah Maluku Utara untuk daerah perkotaan, Sementara untuk daerah perdesaan, Nusa Tenggara Barat mempunyai nilai indeks perlindungan khusus untuk anak yang lebih tinggi. Dari gambaran ini tampak bahwa wilayah Indonesia bagian timur masih memerlukan perhatian dalam hal perlindungan khusus untuk anak, terutama di kedua provinsi
Page
82
tersebut.
5.3 Indeks Komposit Kemiskinan Anak Sebagai ilustrasi, Lampiran 84
menyajikan rangkuman statistic
berdasarkan hasil analisis faktor untuk membentuk dua faktor atau variable laten, yaitu F_IKM_K berdasarkan IKMI_K, IKM2_K dan IKM3-K, dan F_IKM_D berdasarkan IKMI_D, IKM2D, dan IKM3_D. Selanjutnya, rangking dari masing-masing variable laten dapat ditentukan dengan bantuan Microsoft Excel. Demikian pula indeks kemiskinan anak,yang dinyatakan sebagai IKKA untuk perkotaan dan perdesaan, yang merupakan salah saru komponen indeks perlindungan anak (IPA). Berdasarkan rank dari variable latennya dengan mudah dapat ditentukan lima provinsi yang paling membutuhkan perlindungan anak. Seperti tampak pada Gambar 5.13, untuk daerah Perkotaan, provinsi yang mempunyai nilai indeks kemiskinan anak tertinggi adalah Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Gorontalo, Jambi dan Sumatera Selatan. Rangking provinsi berturut-turut dari 34 sampai 30. Dengan demikian di kelima provinsi tersebut
dan Sulawesi Selatan (lihat Gambar 5.14)
Page
adalah Gorontalo, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat
83
perlu perhatian terhadap pendidikan. Sementara untuk daerah Perdesaan
5.4 Analisis Kesenjangan Antara Indikator Idel dan Yang Tersedia Pada bagian sebelumnya telah disajikan berbagai indikator yang digunakan terkait anak, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun belum ada kesepakatan
Page
perlindungan anak, begitu juga indikator-indikator perlindungan khusus untuk anak.
84
mengenai indikator-indikator yang digunakan untuk membentuk indeks komposit
Mengingat perlindungan anak sudah diatur sesuai UU nomor 23 Tahun 2002, maka perlu mengacu pada undang-undang tersebut, Seperti telah disebutkan sebelumnya, Perlindungan Anak Menyangkut berbagai kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanuasiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sesuai undangundang tersebut seharusnya indeks perlindungan anak meliputi:
Indikator hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
Indikator perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi
Sesuai
dengan
undang-undang
tersebut,
seharusnya
indikator
perlindungan khusus untuk anak menyangkut anak dengan kondisi berikut: 1. Situasi darurat. 2. Berhadapan dengan hukum, 3. Kelompok minoritas dan terisolasi, 4. Dieskploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, 5. Diperdagangkan, 6. Korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), 7. Korban penculikan, penjualan, perdaganganm korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, 8. Penyandang cacat, dan 9. Korban perlakuan salah dan penelantaran. Semua indikator tersebut dapat digunakan langsung untuk membentuk indeks perlindungan anak, termasuk indeks perlindungan khusus untuk anak. Namun, perlu ditunjang dengan data yang tersedia. Data yang digunakan untuk membuat indeks komposit perlindungan anak adalah data yang tersedia setiap tahun, dan berkesinambungan. Seandainya data yang digunakan dari sumber yang berbeda, amaka sumber data yang digunakan harus mempunyai tahun yang sama, dan sampling frame yang sama.
terkait, dan belum mencakup semua provinsi di Indonesia. Misalnya data anak yang
Page
jadi sudah tersedia datanya. Hanya data tersebut masih tersebar di berbagai instansi
85
Indikator-indikator perlindungan khusus seperti yang disebutkan diatas bias
mengalami tindak kekerasan dan kejahatan, bisa diperoleh dari kepolisian. Selanjutnya beberapa data anak yang berhadapan dengan hukum, tersedia di Komisi Perlindungan Anak atau institusi lain terkait dengan anak. Data ini akan sangat berarti dan dapat digunakan apabila data tersebut dikelola dengan baik, dari segi cakupan dan kesinambungannya, dengan demikian data tersebut bisa menjadi data nasional. Apabila data dari berbagai instansi terkait dengan anak dapat diintegrasikan dengan data BPS, maka dapat mengatasi masalah indikator yang tidak tercantum dalam data BPS. Mengingat penambahan satu pertanyaan atau satu inkator ke dalam data BPS bukan merupakan hal yang mudah, karena biasanya selalu terkait dengan biaya. Data sulit diperoleh melalui survey yaitu anak korban kekerasan fisik dan/atau mental, anak yang mengalami diskriminasi, dan anak berhadapan dengan hukum. Umumnya keluarga dari anak yang bersangkutan tidak bersedia memberikan informasi. Hal ini bisa diakibatkan keluarga tersebut menganggap aib, sehingga malu utnuk menceritakan. Berdasarkan identidikasi indikator dan ketersediaan data, dibentuk suatu indeks komposit sesuai dengan data yang tersedia. Ke depan, setelah ada perbaikan dalam penyajian data, baik dari Kementrian Lembaga maupun BPS, dapat dibentuk suatu indeks komposit perlindungan anak yang komprehensif. Indeks komposit yang dibentuk dalam kajian awal ini hanya berdasarkan data yang tersedia dalam Susenas 2009. Data ini digunakan dengan pertimbangan, data yang tersedia saat ini, dan mencakup banyak indikator terkait dengan anak. Data lain banyak
yang mencakup anak, misalnya SDKI 2007. Namun tidak bisa
digabungkan karena waktu dan sampling frame berbeda. Sumber lain terkait anak yaitu Riskesdas 2010. Pertimbangan lain dalam penentuan indikator yaitu indikator tersebut merupakan indikator hasil perhitungan secara langsung, bukan data hipotesis atau perhitungan secara tidak langsung. Misalnya data kemarian bayi, yang dihitung secara tidak langsung. Berbagai indikator yang digunakan untuk menyusun indeks perlindugnan anak termasuk perlindungan khusus untuk anak disajikan pada bagian sebelumnya.
Misalmye pengeluaran makanan sebagai proksi dari kondisi ekonomi keluarga.
Page
Misalnya anak penyandang cacat. Ada juga yang merupakan indikarot proksi.
86
Indikator tersebut ada yang menunjukkan indikator langsung perlindungana nak.
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan Secara umum, kendala yang dihadapi dalam penyusunan indikator komposit perlindugnan anak adalah:
Data anak beragam, conto status anak bekerja
Data masih tersebar, belum tersedia sumber data yang komprehensif
Variable penting (perlindungan khusus untuk anak) belum tersedia datanya, seperti: kekerasan, perdagangan anak, dan anak berhadapan dengan hukum
Kesinambungan data
Belum ada benchmarking internasional. Indikator Perlindungan Khusus untuk Anak dan kualitas hidup anak belum ada
benchmarking seperti halnya indeks lain seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sehingga belum ada acuan baku dalam penyusunannya. Beberapa indikator untuk membentuk indeks terkait dengan anak masih beragam, baik di dalam maupun di luar negeri. Sehingga perlu penelaahan lebih jauh terhadap indikator tersebut dan dikaitkan dengan ketersediaan data. Dalam kajian awal indeks komposit perlindungan anak ini, digunakan data Susenas tahun 2009. Pertimbangan didasarkan pada cakupan, kesinambungan dan ketersediaan data saat ini. Data Susenan memuat banyak indikator mengenai prlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak, dan dapat dilakukan setiap tahun melalui data KOR. Namun data ini juga mempunyai keterbatasan, kerena tidak semua indikator yang diperlukan untuk menyusun indeks komposit perlindungan khusus anak dan kualitas hidup anak tersedia. Selain itu, indikator yang diperlukan tidak tersedia setiap tahun, jika indikator trsebut berada dalam data MODUL/ Beberapa indikator penting seperti anak korban kejaharanm anak berhadapan
Page
tersedia di beberapa instansi terkait anak. Namun data tersebut masih belum
87
dengan hukum, perdagangan anak, dan anak korban tindak kekerasan sudah
terintegrasi
dengan
data
lain,
cakupan
belum
menyeluruh,
dan
belum
berkesinambungan dengan baik. Kajian indeks perlindungan khusus untuk anak ini merupakan kajian awal terhadap berbagai indikator dan data yang tersedia, dan belum menyusun suatu indeks komposit perlindungan anak yang ideal. Dari hasil kajian ini diusulkan beberapa indikator yang penting untuk pembentukan indeks konposit perlindugnan anak yang ideal. Tahap awal kajian ini menghasilkan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak, dan indeks kemiskinan anak yang merupakan salah satu bentuk indeks komposit perlindungan khusus anak. Semakin tinggi nilai indeks komposit perlindungan khusus untuk anak maupun indeks komposit kemiskinan anak, merupakan gambaran semakin tinggi masalah perlindungan khusus untuk anak maupun kemiskinan anak. Selain itu, dibentuk indeks kualitas hidup anak untuk melihat kualitas sumberdaya manusia. Anak adalah asset bangsa yang perlu memiliki kualitas hidup yang baik untuk kehidupan selanjutnya. Semakin rendah kualitas hidup anak, semakin tinggi masalah terkait dengan kualitas hidup anak. Indeks komposit tidak dapat digunakan untuk mengambil kebijakan, namun dapat digunakan untuk melihat perbandingan atau perbedaan relatif. Sementara kebijakan diambil dari data, didasarkan pada kesepakatan dan kondisi wilayah masing-masing.
6.2 Rekomendasi Kajian indeks perlindungan khusus untuk anak merupakan kajian awal, mengingat belum ada acuan baku. Oleh karena itu berbagai saran dan masukan perlu diperhatikan untuk menyempurnakan penyusunan dan pemanfaatan indeks komposit perlindungan anak. Beberapa saran atau rekomendasi dari hasil kajian ini adalah: 1. Untuk Bappenas: a. Mensosialisasikan hasil perhitungan indeks tunggal/komposit perlindungan anak
dan
indeks
kualitas
hidup
anak
kepada
Kementerian/Lembaga terkait sebagai masukan utnuk menyempurnakan kegiatan/program pembangunan anak.
88
untuk
Page
khusus
b. Membuat series indeks tunggal and indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks kualitas hidup anak. c. Mendiskusikan dan membuat kesepakatan dengan kementerian/lembaga terkait tentand indikator ideal yang akan digunakan untuk menghitung indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan indeks komposit kualitas hidup anak. d. Menganalisis kesenjangan ketersediaan data/informasi perlindungan anak, dan merencanakan mekanisme pengumpulan datanya. e. Mengkoordinasikan Kementerrian Lembaga untuk menyediakan data terkait anak secara berkesinambungan dengan cakupan yang cukup luas. f. Mengidentifikasi dan mengusulkan indikator-indikator penting perlindungan anak untuk dicakup dalam survey-survey BPS yang sudah ada. 2. Untuk Kementerian/Lembaga (seperti: Kemensos, Kemenkes, Kementrian Pemberdayaan
Perempuan
dan
Perlindungan
Anak,
Kepolisian,
Kemendiknas, Kementrian Agama, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, KPAI, PT). a. Mensosialisasikan indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak. b. Menindaklanjuti hasil perhitungan dan analisis indeks tunggal dan indeks komposit
perlindugnan
anak
dalam
pelaksanaan
berbagai
program/kegiatan pembangunan anak. c. Menyepakati indikator dan data yang digunakan untuk penyusunan indeks komposit perlindunngan khusus anak dan kualitas hidup anak. d. Menyediakan data dan informasi terkait dengan anak yang terintegrasi dengan instansi lainnya dan BPS. e. Memperbaiki system dan mekanisme pengumpulan data dan informasi terkait anak yang ada di masing masing kementerian/lembaga. 3. BPS: a. Meningkatkan kerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyajian data terkait indeks tunggal dan indeks komposit perlindungan
perlindungan khusus untuk anak dan kualitas hidup anak,s ecara berkesinambungan.
Page
b. Menyediakan data perlindungan anak yang komprehensif, termasuk
89
khusus untuk anak dan kualitas hidup anak.
c. Mengkaji kembali beberapa pertanyaan atau indikator yang sudah ada di Susenas tapi penggunaannya kuran optimal. d. Melakukan pengambilan sampel/data Susenan dengan baik, untuk menghindari hasil yang kurang sesuai dengan kenyataan, khususnya untuk daerah-daerah yang susah dijangkau. Misalnya Papua mempunyai kualitas hidup anak lebih baik dibandingkan dengan di DI Yogyakarta. e. Disarankan supaya blok sensus tidak perlu dilakukan secara random, melainkan harus purposive supaya dapat mewakili kondisi wilayah. Memilih
kabupaten
sampel
sebaiknya
melibatkan
propinsi
yang
mengetahui kondisi wilayah sebenarnya. f. Mempertimbangkan indikator indikator penting perlindungan anak yang belum tersedia datanya saat ini untuk dicakup dalam survey-survey BPS yang sudah ada. Beberapa indikator perlindungan khusus untuk anak yang perlu dipertimbangkan untuk dicakup dalam survey BPS, antara lain terkait dengan: - Kekerasan terhadap anak : KDRT, Perdagangan anak, Pelecehan seksual, dll - Anak yang berhadapan dengan hukum - Anak yang mengalami tindak kejahatan - Anak dalam situasi darurat, bencana alam, dan konflik social - Penyandang masalah kesejahteraan social: anak jalanan dan anak dipanti asuhan, anak berkebutuhan khusus, dll.
Page
90
- Rasa aman pada anak.
DAFTAR PUSTAKA
Absori. 2005. Perlindungan Hukum Hak-hak Anak dan Implementasinya di Indonesia pada Era Otonomi Daerah. Surakarta. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah. Agung, I Gusti Ngurah. 2004. Penerapan Metode Analisis untuk Tabulasi Sempurna dan Tak Sempurna dengan SPSS. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Badan Pusat Statistik dan Organisasi Perburuhan Internasional. 2009. Pekerja anak di Indonesia 2009. Jakarta: BPS Bradshaw, Jonathan., Perta Hoelscher and Dominic Richarson.2006. “An Index of Child Well-being in the European Union”. Social Indicators Research. UK: The University of York. Bradshaw, Jonathan, Karen Bloor, Meg Huby, David Rhodes, Ian Sinclair and Ian Gibbs, Michael Noble, David McLennan and Kate Wilkinson. 2009. Local Index of Child Well-Being Summary Report. London: Communities and Local Government. Department of Justice.2006. Child Abuse Central Index Inquiry Request fot Out-ofState Foster Care and Adoption Agencies. State of California. International Development of Law Organization (IDLO). 2008. Indonesian Child Protection Commission (Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah/KPAID) of NAnggroe Aceh Darussalam (NAD). Aceh Lenggo.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, RI. 2009. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Jakarta.
Page
Report. 2004. “The Foundation for Child Development Index of Child Well-Being (CWI), 1975-2002, with Projection for 2003. A composite index of trends in the well-being of our Nations’s Children”. Embargoed for Release, March 15, 2004. North Carolina: Duke University, Durham.
91
National Commision for Child Protection (Komisi Nasional Perlindungan Anak). Sex Trafficking of Children in Indonesia. Jakarta.
Republik Indonesia. 2002. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta. Save the Children. 2008. The Child Developmnet Index Holding Government to Account for Children’s Wellbeing. London: The Save the Children Found. Suharto, Edu. 2007. “Social Protection For Children in Difficult Situations Lessons from Indonesia and ASEAN (Perlindungan Sosial bagi Anak dalam Situasi Sulit:Pelajaran dari Indonesia dan ASEAN)”. To be presented at the International Seminar on Asian Familities in Transition: Challenges For Social Work Intervention, Ciloto, West Java, 17 and 18 December 2007. West Java: Board of Education and Research, Ministry of Social Affairs, Republic od Indonesia. Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2000. Penyusunan Indikator Kesetaran dan Keadilan Jender. Depok. Hitzemann, Andrea. 2004. “Institution Building and Mainstreaming Child Protection in Indonesia. UNICEF supported Child Protection Bodies (LPAs)”. Final Evaluation Report. Whitson, Donald and Cathy Savino. 2002. A Review of Save the Children’s Urban Street Children Empowerment and Support Program. U.S Agency for International Development of Professional Resources Group International, Inc.
Page
92
Gambar Cover ; Google Images – http://gase26.blogspot.com/
LAMPIRAN 1-51 Indeks Tunggal Kualitas Hidup Anak
LLaam mppiirraann 11--1188
;;
KESEHATAN
LLaam mppiirraann 1199--2222
;;
KONSUMSI PANGAN
LLaam mppiirraann 2233--3388
;;
PENDIDIKAN
LLaam mppiirraann 3399--4411
;;
EKONOMI
LLaam mppiirraann 4422--4466
;;
INFORMASI
LLaam mppiirraann 4477
;;
KEPEDULIAN ORANG TUA
LLaam mppiirraann 4488--4499
;;
INTERAKSI SOSIAL
LLaam mppiirraann 5500
;; PERILAKU MEROKOK
LLaam mppiirraann 5511
;; PERSENTASE, INDEKS TUNGGAL, GEI BALITA MENDAPATKAN ASI
LAMPIRAN 1 INDEKS TUNGGAL KELUHAN KESEHATAN ANAK 0-17 TAHUN DALAM SEBULAN TERAKHIR MENURUT WILAYAH, KELOMPOK UMUR, DAN JENIS KELAMIN INDEKS TUNGGAL KELUHAN KESEHATAN ANAK 1 BULAN TERAKHIR No
PROVINSI
PERKOTAAN
PERDESAAN
0-4 Th
5-6 Th
7-12 Th
13-15 Th
16-17 Th
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
0-4 Th
5-6 Th
7-12 Th
L
P
L
P
L
P
13-15 Th L
P
16-17 Th L
P
11
Nanggroe Aceh Darusalam
98
91
75
94
90
87
75
81
84
92
111
111
104
112
99
102
96
105
83
12
Sumatera Utara
89
76
77
78
79
69
73
76
71
76
82
78
79
75
79
86
95
84
104
88
13
Sumatera Barat
87
82
93
91
102
95
100
111
121
128
99
94
101
93
97
102
116
112
126
128
14
Riau
88
97
102
93
82
86
95
85
98
96
99
89
92
93
94
93
102
109
99
91
15
Jambi
66
77
66
90
64
64
77
42
43
55
87
87
81
73
74
77
64
59
74
63
16
Sumatera Selatan
112
100
97
98
89
90
104
94
96
106
86
86
81
84
78
84
84
80
84
88
17
Bengkulu
92
89
69
63
79
76
85
92
73
86
92
100
87
94
95
91
79
100
90
86
18
Lampung
97
81
95
113
108
103
103
89
97
108
106
96
109
95
106
107
95
103
98
92
19
Bangka-Belitung
117
123
132
121
120
137
123
141
134
139
113
123
115
115
116
114
130
125
119
128
21
Kepulauan Riau
100
113
98
106
102
110
121
75
124
100
31
DKI Jakarta
121
119
125
132
130
130
127
134
126
118
32
Jawa Barat
90
89
93
95
103
98
101
101
101
88
93
91
90
95
91
91
87
77
85
33
Jawa Tengah
103
110
117
109
103
97
103
95
105
102
101
94
94
112
104
95
88
87
78
82
34
DI Yogyakarta
113
122
130
122
115
121
120
122
168
129
115
113
141
128
130
115
100
139
135
125
35
Jawa Timur
108
104
113
105
103
114
98
107
100
104
91
94
101
104
96
89
97
87
86
95
36
Banten
109
112
104
94
120
116
109
121
105
111
106
109
101
106
102
106
120
103
112
99
51
Bali
100
100
111
99
101
96
106
102
106
54
104
104
97
97
111
109
109
103
125
122
52
NTB
119
116
108
122
103
96
112
96
111
110
108
105
110
97
94
97
89
89
105
129
53
NTT
120
124
124
110
127
120
127
119
134
129
127
129
125
127
141
136
144
147
147
143
61
Kalimantan Barat
97
93
83
83
85
93
77
76
56
74
101
99
100
85
89
91
95
83
98
84
62
Kalimantan Tengah
89
80
86
88
86
96
92
89
89
81
97
97
94
98
88
91
74
85
89
89
91 NA
95 NA
95 NA
102
109
125
NA
NA
NA
65 NA
121 NA
97 NA
103
104 NA 98
LAMPIRAN 2 INDEKS TUNGGAL TERGANGGUNYA AKTIVITAS SEHARI-HARI ANAK 0-17 TAHUN KARENA ADANYA KELUHAN KESEHATAN DALAM SEBULAN TERAKHIR
KODE
INDEKS TUNGGAL TERGANGGUNYA AKTIVITAS SEHARI-2 ANAK KARENA KELUHAN KESEHATAN 1 BLN TERAKHIR PERKOTAAN PEDESAAN
PROVINSI
0-4 Th
5-6 Th
7-12 Th
L
P
L
P
L
P
13-15 Th
0-4 Th
5-6 Th
7-12 Th
L
P
16-17 Th L
P
L
P
L
P
L
P
13-15 Th L
P
16-17Th L
P
11
Nanggroe Aceh Darusalam
98
100
104
100
103
99
94
104
123
115
94
98
107
108
104
96
99
114
98
106
12
Sumatera Utara
109
105
112
97
107
105
105
102
103
111
92
96
95
88
102
96
101
92
103
98
13
Sumatera Barat
88
85
74
64
95
80
74
79
86
90
93
88
91
90
93
93
93
95
90
93
14
Riau
98
91
97
72
82
95
91
101
67
109
107
98
104
103
103
109
119
106
107
105
15
Jambi
106
94
103
89
90
102
78
124
109
77
103
99
91
88
98
104
104
83
106
127
16
Sumatera Selatan
76
84
71
84
89
87
81
79
85
71
91
94
93
82
73
78
65
79
73
76
17
Bengkulu
95
100
72
126
97
96
112
103
106
83
106
99
90
95
88
93
91
82
94
88
18
Lampung
99
107
84
89
101
101
132
103
78
104
87
87
76
87
82
81
83
83
77
81
19
Bangka-Belitung
94
85
100
107
94
94
109
97
103
90
86
90
83
86
91
105
119
93
104
105
21
Kepulauan Riau
99
112
99
102
92
100
106
119
104
104
118
112
97
108
109
114
125
113
84
108
31
DKI Jakarta
92
93
94
106
99
97
96
101
94
83
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
NA
32
Jawa Barat
97
96
100
110
106
109
110
113
103
111
97
100
98
89
95
102
91
101
94
104
33
Jawa Tengah
101
102
101
100
93
96
99
92
94
94
98
93
92
90
91
94
86
77
82
86
34
DI Yogyakarta
84
88
86
85
81
79
104
83
75
83
90
92
82
90
81
77
61
96
80
92
35
Jawa Timur
102
99
103
102
97
98
99
91
95
94
102
101
109
113
107
103
111
106
96
101
36
Banten
101
99
100
106
103
110
105
109
122
94
87
98
101
96
102
107
96
99
95
93
51
Bali
103
105
112
103
104
110
113
106
127
116
103
98
82
109
101
98
99
113
107
119
52
Nusa Tenggara Barat
84
96
93
79
91
93
78
73
87
102
93
100
85
90
91
83
95
86
89
91
53
Nusa Tenggara Timur
109
99
86
103
92
107
81
105
109
113
110
111
108
111
110
114
113
116
121
108
61
Kalimantan Barat
98
98
83
107
93
90
100
79
59
84
98
103
104
98
100
100
105
108
104
105
62 63
Kalimantan Tengah
89
97
112
94
106
91
93
102
116
100
105
102
95
101
100
99
101
111
102
83
102
63
87
82
92
84
90
72
81
84
77
80
76
80
68
81
74
102 65
Kalimantan Selatan
84
64
Kalimantan Timur
110
115
98
102
107
104
108
112
77
100
102
94
110
102
107
101
111
115
115
100
71
Sulawesi Utara
114
117
120
124
107
106
115
116
140
103
116
110
116
123
120
110
107
130
118
123
72
Sulawesi Tengah
111
106
121
125
122
125
117
124
107
132
119
114
122
121
117
125
122
120
110
125
73
Sulawesi Selatan
105
102
104
101
113
102
103
120
106
126
97
99
100
93
103
100
105
99
102
105
74
Sulawesi Tenggara
117
120
120
135
110
118
84
87
104
112
110
107
106
108
106
109
110
93
106
111
122
122
99
114
116
100
100
131
139
103
101
105
100
106
94
101
97
113
96
98
114
109
75
Gorontalo
133
76
Sulawesi Barat
100
83
86
80
86
86
87
82
109
114
101
101
103
88
103
105
106
81
Maluku
125
106
118
129
112
128
129
132
141
104
110
102
102
118
117
122
119
99
124
105
82
Maluku Utara
128
120
124
155
124
109
120
94
139
131
117
124
128
138
125
131
130
145
127
140
91
Irian Jaya Barat
106
125
94
91
106
105
130
120
114
125
105
106
126
96
106
97
85
84
92
98
94
Papua INDONESIA
99
107
121
112
123
98
87
111
102
128
83
92
88
86
78
75
78
85
89
77
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
LAMPIRAN 3 INDEKS TUNGGAL PENOLONG KELAHIRAN ANAK PERTAMA DAN TERAKHIR OLEH TENAGA KESEHATAN
Kode 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 31 32 33 34 35 36 51 52 53 61 62 63 64 71 72 73 74 75 76 81 82 91 94
Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka-Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Irian Jaya Barat Papua INDONESIA
Penolong Kelahiran Anak Pertama Anak Terakhir Kota Desa Kota Desa 74 80 74 75 72 80 71 79 103 176 104 183 97 125 99 109 58 80 61 83 97 95 95 92 99 101 103 101 67 90 72 99 80 138 90 134 130 110 130 136 161 NA 153 NA 83 95 82 98 100 140 103 147 196 319 201 296 112 173 116 181 88 35 87 41 203 406 196 382 63 76 72 69 82 66 88 64 65 64 64 57 45 37 43 46 80 65 89 84 119 104 118 103 178 276 181 261 118 85 94 71 92 88 81 80 66 46 62 42 94 83 121 104 32 40 31 54 58 46 71 39 86 36 101 43 53 80 64 92 171 76 141 74 100 100 100 100
LAMPIRAN 4 INDEKS TUNGGAL ANAK BALITA MENDAPAT IMUNISASI DASAR LENGKAP IMUNISASI DASAR LENGKAP KODE
11
PROVINSI
PERKOTAAN
PERDESAAN
0-1 TAHUN
2-3 TAHUN
4-