14 0 8 MB
MODUL AJAR Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis
ETNOSAINS
Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc. Almubarak, M.Pd. Khairiatul Muna, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
MODUL AJAR
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc. Almubarak, M.Pd. Khairiatul Muna, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
i
Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis ETNOSAINS.
Penyunting
: Dr. Hj. Atiek Winarti, M.Pd., M.Sc.
Penata Letak
: Almubarak, M.Pd. & Khairiatul Muna, M.Pd.
Perancang Kover : Almubarak, M.Pd.
Cetakan I, Maret 2018
Penerbit: Program Studi Pendidikan Kimia FKIP ULM Jl. Brigjen H. Hasan Basri No.3, RW.02, Pangeran, Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70124. [email protected]
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas selesainya Modul Inovasi Pembelajaran Berbasis ETNOSAINS untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Modul ini merupakan salah satu sumber referensi dan membawa manfaat dalam implementasinya di kelas. Selain buku rujukan, modul ini merupakan bahan kajian yang tidak hanya sekedar mempelajari bagaimana suatu inovasi secara konten, tetapi bagaimana inovasi-inovasi dibuat dengan tidak meninggalkan budaya atau nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Inovasi pendidikan yang tercipta melalui modul ini, diharapkan mampu memperbaiki
kualitas
pembelajaran
sehingga
menghasilkan
lulusan yang unggul dan berkarakter. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan, serta arahan dalam penyusunan bahan ajar (modul) ini. Semoga segala hal yang tertuang dalam modul ini dapat membawa kebermanfaatan. Amin. Banjarmasin, Februari 2018 Penulis
iii
DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................... i Balik Halaman Judul ........................................................... ii Kata Pengantar ................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................. iv Tinjauan Inovasi Pembelajaran Kimia ................................. v A. B. C. D. E.
Deskripsi Mata Kuliah................................................ v Manfaat Mata Kuliah.................................................. vi Luaran Mata Kuliah ................................................... vii Susunan Modul Ajar ................................................... vii Petunjuk Penggunaan Modul ...................................... viii
BAB I KONSEP DASAR INOVASI ......................................... 1 BAB II ADOPSI INOVASI ...................................................... 22 BAB III KEPUTUSAN INOVASI ............................................. 54 BAB IV INOVASI KURIKULUM ............................................. 80 BAB V INOVASI PEMBELAJARAN ........................................ 182 BAB VI ETNOSAINS ............................................................. 223 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 245
iv
TINJAUAN INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA
A. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA merupakan matakuliah landasan keahlian wajib bagi seluruh mahasiswa program studi pendidikan kimia. Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman dalam menganalisis permasalahan dalam pembelajaran kimia, menemukan atau mengadopsi objek (ide/gagasan/media/dll), merancang difusi atau adopsi suatu pembaharuan (inovasi) serta menganalisis dampak inovasi yang diadopsi. Materi perkuliahan yang disajikan meliputi pentingnya pengertian inovasi, pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan (khusunya pendidikan kimia), mengkaji permasalahanpermasalahan dalam bidang pendidikan, upaya atau inovasi yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah serta pengembangan inovasi baru, dan menonjolkan kearifan lokal dalam belajar sains (kimia) melalui pembaharuan (inovasi) yang dikembangkan sebagai wujud habituasi nilai-nilai budaya untuk mengahsilkan sumber daya manusia yang unggul, kreatif, inovatif, profesional, dan berkarakter di lahan basah. Pada perkulihaan ini secara umum dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, mahasiswa mengkaji secara teoritis tentang inovasi, difusi inovasi, dan diseminasi. Kemudian tahap kedua, mahasiswa menganalisis berbagai kajian inovasi dalam dunia pendidikan (system pendidikan, kurikulum, model dan stretgi pembelajaran, evaluasi, serta lainnya), serta diharapkan mampu menyusun/memodifikasi ide untuk menyelesaikan salah satu masalah pembelajaran kimia. Analisis yang dilakukan tidak hanya seputar dunia pendidikan, namun kajian inovasi yang berhubungan dengan nilai-nilai kearifan lokal sehingga eksplorasi ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas pada pendidikan tetapi bagaimana mengangkat budaya lokal sebagai literasi sains agar penyelesaian masalah tidak hanya datang dari satu perspektif keilmuan. Dan, tahap tiga, mahasiswa memiliki kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk bisa menghasilkan suatu ide/gagasan (inovasi) yang bisa digunakan dalam belajar sains (kimia) seperti mengembangkan modul/bahan ajar, media pembelajaran, mendesain suatu model pembelajaran berbasis
v
ETNOSAINS yang mengangkat tentang kedaerahan, dan penelitian sebagai media penyebarluasan ilmu pengetahuan terhadap generasi berikutnya serta wujud keberlanjutan inovasi yang telah dibuat. Pendekatan pembelajaran pada mata kuliah ini menggunakan pendekatan konstruksivisme yang bertujuan supaya mahasiswa memiliki kesempatan untuk menggali pengetahuan secara mandiri berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, sehingga mampu menyusun mengembangkan ide-ide baru dan mampu merancang difusinya. Adapun metode pembelajarannya adalah pemecahan masalah, ekspositori, inkuiri, penugasan, diskusi. Media pembelajaran yang digunakan pada mata kuliah ini adalah disuksi online melalui Padlet App, Pembelajarn melalui e-learning Schoology, mendesain Platrform berbasis awan, pemanfaatan berbagai aplikasi sebagai bahan refleksi dan evaluasi pembelajaran, Pembuatan bahan ajar berbasis Flipbook, Pengoptimalan bahan presentasi melalui Prezi App, dan media lainnya yang berhubungan dengan pengembangan dan peningkatan kompetensi lulusan yang inovatif. B. MANFAAT MATA KULIAH Adapun manfaat mata kuliah INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA, yaitu mahasiswa:
Memperoleh pemahaman bagaimana teori dan implikasi mengenai inovasi pembelajaran secara benar sesuai pedoman dan sumber belajar yang tepat.
Memperoleh pengetahuan mengenai inovasi dari berbagai rujukan dan sumber belajar sebagai foundation of knowledge dalam membentuk pola pikir yang benar dalam menganalisis permasalahan yang terjadi saat ini.
Mengenali nilai-nilai kearifan lokal yang berada di sekitar mereka yang mengantar mereka bukan hanya pemahaman bagaimana belajar kimia, namun mengaitkannya dengan kultur yang berlaku di masyarakat seperti pembelajaran berbasis ETNOSAINS, implementasi Scientific Approach dalam belajar kimia, dan pemanfaatan lahan basah dalam melakukan riset dan pengabdian masyarakat.
Memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan dalam mengembangkan dan mencipta suatu karya kreatif dan inovatif yang bermuara pada penyelesaian masalah-masalah yang dialami dalam dunia pendidikan (pembelajaran kimia).
vi
Memiliki potensi dalam mengeksplorasi kemampuan mereka secara bebas, tetapi tidak meninggalkan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sebagai wujud kepedulian sebagai manusia terhadap alam dan manusia itu sendiri.
Memperbaiki pola pikir dan mental lulusan sebagai generasi masa depan dalam menghadapi berbagai tantangan teknologi yang bersifat dinamis dan tanpa batas.
C. LUARAN MATA KULIAH (Learning Outcomes) Melalui mata kuliah INOVASI mahasiswa diharapkan mampu:
PEMBELAJARAN
KIMIA
ini
Memahami teori dan implikasi Inovasi, Difusi Inovasi, dan Diseminasi terhadap dunia pendidikan khususnya dalam belajar kimia.
Menganalisis berbagai macam kajian inovasi pendidikan dari berbagai sumber seperti jurnal nasional dan internasional, modul, hasil penelitian, dan kajian budaya lokal seperti untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal sebagai bentuk kepedulian terhadap alam dan masyarakat.
Mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan nilai-nilai budaya Kalimantan Selatan yang berdampak pada pola pikir dalam belajar.
Mencipta atau menghasilkan suatu ide/gagasan yang kreatif dan inovatif dalam pembelajaran kimia yang bertujuan tidak hanya untuk menyelesaikan masalah pembelajaran kimia, namun juga mengaitkannya dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil karya kreatif dan inovatif dalam forum atau diskusi terbatas sebagai proses difusi inovasi dan proses keberlanjutan inovasi melalui proses diseminasi yang dibuat.
Mengevaluasi inovasi sebagai bentuk penilaian terhadap kebermanfaatan inovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Menunjukkan sikap dan perilaku sopan, bertanggung jawab, religius, disiplin, kerja sama, nasionalisme, dan anti korupsi selama proses kreasi inovasi.
D. SUSUNAN BAHAN AJAR Modul Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis ETNOSAINS terdiri dari 6 Bab dinataranya:
vii
BAB I - Konsep Dasar Inovasi
Susunan Bahan Ajar
BAB II - Adopsi Inovasi BAB III - Keputusan Inovasi BAB IV - Inovasi Kurikulum BAB V - Inovasi Pembelajaran BAB VI - Etnosains Gambar 1. Susunan Bahan Ajar (Modul Inovasi Pembelajaran Kimia). E. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Modul Inovasi Pembelajaran Kimia ini memiliki petunjuk penggunaan agar memudahkan pembaca memahami konten dan bentuk evaluasi yang terdapat dalam modul yakni:
1 - Modul ini berisi 6 Bab yang didalamnya berhubungan dengan kajian-kajian mengenai teori inovasi dan kaitannya dengan dunia pendidikan.
2 - Setiap Bab dalam modul ini memuat pengetahuan yang berhubungan dengan inovasi dan implikasinya pada dunia pendidikan, dimana setiap babnya telah dibagi menjadi beberapa bagian sehingga pembaca menjadi mudah mengikuti alur konten modul yang disajikan.
3 – Di akhir bacaan setiap bab, terdapat penugasan yaitu membuat resume terhadap setiap materi yang telah dipelajari. Resume ini bertujuan untuk melatih retension (daya ingat) pembaca sehingga mendukung penguatan konten materi dan memudahkan proses konstruksi pengetahuan terkait proses pengembangan karya kreatif dan inovatif pembaca.
4 - Kemudian, setelah proses resume terdapat tes formatif disetiap bab yang berisi sebanyak delapan nomor beserta kunci jawabannya. Tujuannya, untuk menilai sejauh
viii
mana kontribusi modul dalam membentuk pemahaman pembaca mengenai pentingnya suatu inovasi.
5 – Di akhir bab, terdapat penugasan (tindak lanjut) yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pembaca mengeksplorasi pemahaman mereka dalam mengembangkan ide/gagasan kreatif dan sebagai bentuk evaluasi terhadap modul yang dikembangkan.
6 – Di akhir bab, juga terdapat upman balik yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi yang disajikan.
7 - Daftar Pustaka terdapat disetiap akhir bab dalam modul ini untuk memudahkan pembaca dalam mendeteksi sumber referensi dan sebagai rujukan dalam mengembangkan karya kreatif dan inovatif.
ix
BAB I
KONSEP DASAR INOVASI PENDAHULUAN Bab ini berisi pembahasan tentang pengertian inovasi, karakteristik inovasi, pentingnya inovasi serta difusi dan diseminasi inovasi Setelah
mempelajari materi
dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat: 1. menjelaskan pengertian inovasi; 2. menyebutkan karakteristik inovasi; 3. menjelaskan
pentingnya
suatu
inovasi,
serta
dapat
menunjukkan bukti pentingnya suatu inovasi melalui telusur berita baik di majalah ataupun koran (fisik ataupun elektronik); dan 4. menjelaskan difusi dan diseminasi inovasi 1.1 Pengertian Inovasi Inovasi dan praktik inovasi menjadi hal yang lebih penting dalam masyarakat modern (Mota, 2009, 2011). Konsep dan praktik telah berubah seiring berjalannya waktu. Pada pertengahan abad, istilah inovasi lebih sering dikaitkan dengan kebaruan yang timbul dari kreativitas manusia. Seperti konsep yang sekarang dipahami, inovasi ternyata jauh lebih luas daripada sekedar inovasi teknologi, walaupun teknologi terus menjadi pendorong perubahan yang signifikan, terutama dalam dua abad terakhir. Godin (2008) memahami inovasi secara dialektik, sehingga peristiwa dan kejadian-kejadian di dunia memunculkan kategori baru.
Hal
tersebut
pada
gilirannya
berkontribusi,
dan
memungkinkan perubahan material dan sosial di dunia, yang dapat menghasilkan makna baru yang diberikan pada konsep seperti INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
1
inovasi. Selama Renaisans, pengrajin menyetujui bahwa imitasi (peniruan) adalah praktik yang menguntungkan, terkait erat dengan gagasan inovasi baru, dan sangat penting bagi gagasan penemuan itu sendiri. Bagi Newman (2011), inovasi adalah seni meniru alam, seperti yang dinyatakan para ahli kimia. Imitasi (peniruan) dianggap membutuhkan suatu kerja, eksperimen, penilaian dan juga imajinasi. Pada awal revolusi industri di Inggris, imitasi
(peniruan)
dikaitkan
dengan
penemuan
karena
menghasilkan produksi komoditas baru, memperkenalkan tidak hanya kemungkinan nyata untuk memenuhi permintaan melalui difusi, namun juga meningkatkan kualitas dan desain. Akibatnya, inovasi dengan meniru, meski tidak utama, menjadi terkait dengan inovasi turunan dan inovasi tambahan. Konsep dan praktik inovasi selanjutnya berkembang dari sekadar penyalinan. Perbedaan antara diskoveri (discovery) dan invensi (invention) selalu menjadi inti gagasan yang berarti bahwa masyarakat yang memberikan ide inovasi. Diskoveri biasanya mengarah pada proses menemukan sesuatu, sementara invensi lebih sering dikaitkan dengan sintesis, penggabungan atau membuat sesuatu yang baru, seperti benda, proses atau teori baru. Selama abad ke 18 dan 19, invensi awalnya terkait dengan ilmu pengetahuan, tapi juga terkait dengan imajinasi dalam sastra dan seni visual, dan kemudian menjadi semakin teridentifikasi dengan penemuan mekanis atau teknologi (Engell, 1981). Namun, selama abad ke-20, terdapat penekanan
pada
komodifikasi,
kepemilikan
dan
penilaian
utilitarian, sehingga inovasi teknologi telah menjadi sinonim dari invensi,
yang
selanjutnya
sering
disebut
sebagai
inovasi
(innovation). Guna memahami lebih lanjut mengenai definisi inovasi, berikut disajikan definisi inovasi dari beberapa ahli, diantaranya:
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
2
1. An innovation is an idea for accomplishing some recognition social and in a new way or for a means of accomplishing some social (Donald, 1982). 2. An innovation is any idea, practice or mate artifac perceived to be new by the relevant unit of adopt (Zaltman, 1977). 3. Innovation is....the creative selection, organization and unilization of human and material resources in new and unique ways which will result in the attainment of a higher level of achievement for the defined goals and objectives (Huberman, 1973). 4. An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by an individual or other unit of adoption. The perceived newness of the idea for the individual determines his or ger reaction to it. If the idea seems new to the individual, it is an innovation (M. Rogers, 1983).
Gambar 1.1 Definisi inovasi
Berdasarkan beberapa definisi inovasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan lain. Perbedaan mendasar tersebut terlihat dari susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Semua definisi yang ada tersebut menyatakan bahwa inovasi INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
3
merupakan sesuatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal baru tersebut dapat berupa hasil invensi atau diskoveri yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah. Inovasi memiliki beberapa fitur sebagai berikut (Mota & Scott, 2014): 1. merupakan sesuatu yang disengaja, pengenduran sementara dari suatu aturan, norma dan pengaturan sumber daya yang disengaja untuk mengeksplorasi kemungkinan alternatif; 2. merupakan
suatu
eksperimen
dan
oleh
karena
itu
memungkinkan adanya kegagalan dalam eksperimen tersebut; 3. terdiri dari visualisasi ulang, pemodelan ulang, representasi ulang dan pembentukan kembali objek dan praktik sehari-hari; 4. mendorong dan melegitimasi eksplorasi melintasi batas-batas epistemis, etis, disiplin dan praktek; 5. memiliki potensi untuk memperluas pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain, dan membiarkan representasi diri terhadap kemungkinan masa lalu, masa depan dan kontrataktis; 6. memungkinkan pengembangan dunia fiktif dan pemahaman tentang bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada dunia dan jalur kehidupan; 7. merupakan produksi kegiatan pengetahuan trans-disiplin, pemecahan masalah, heterarkis; 8. memiliki potensi untuk memperluas pemahaman tentang kemungkinan fungsi dan penggunaan suatu objek; serta 9. suatu bentuk keberhasilan dalam penerapan gagasan. Saat
kita
membayangkan
sesuatu,
kita
pertama-tama
membentuk citra atau representasi mental dari apa yang kita
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
4
bayangkan. Kreativitas atau inovasi kemudian merupakan tindakan imajinatif, yang melibatkan generasi produk baru atau ide serta transformasi dari yang sudah ada. Chavez (2004) dalam kaitannya dengan inovasi, telah mengembangkan sebuah asosiasi-elaborasikomunikasi yang merupakan model kreativitas fenomologis. Tahap pertama dari proses ini adalah asosiasi dimana pengalaman batin dan luar yang sebelumnya tidak terkait secara sadar digabungkan membentuk asosiasi baru di antara sensasi, pemikiran, ingatan, gagasan dan emosi. Langkah-langkah tersebut adalah tahap integrasi asosiasi, yang kemudian digambarkan sebagai proses inkubasi,
melibatkan
kombinasi
elemen
yang
sadar
dan
menyenangkan (Torrance dan Safter, 1999). Tahap
kedua
adalah
tahap
penjabaran,
dan
disinilah
penggabungan elemen imajinatif kemudian berubah menjadi karya nyata dan produk nyata. Dengan kata lain, asosiasi dibuat nyata pada tahap penjabaran (elaborasi). Tahap terakhir adalah tahap diseminasi dimana pekerjaan atau produk dibagi, dan selama proses ini, disesuaikan, diubah dan dijabarkan agar sesuai dengan kondisi aktual dunia. Gaya berpikir divergen dibutuhkan dalam ketiga tahapan tersebut. Meskipun sifat pedagogis atau elemen pembelajaran tersirat dalam tahapan-tahapan yang dilaksanakan, tetapi tetap dibutuhkan suatu cara bagaimana mengoperasikan asosiasi-elaborasi-komunikasi
dari
model
kreativitas
fenomenologis. Kebutuhan-kebutuhan ini selanjutnya ditambah dengan meluasnya penggunaan teknologi digital termasuk di lingkungan belajar, proses rekonstruksi imajinatif, pemecahan masalah masa depan, bermain peran kreatif dan elaborasi dari hubungan
antara
ide-ide
dimediasi
melalui
sistem
yang
memungkinkan portabilitas, fleksibilitas, kemampuan transfer, inter-changeability,
peningkatan
kemampuan
otonomi
siswa,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
5
hiperteksualitas,
kesadaran
metakognitif,
dan
informasi
penyimpanan dan pengambilan keputusan. 1.2 Karakteristik Inovasi Inovasi sebagai suatu keterbaruan memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi tingkat adopsi seseorang terhadap inovasi. Rogers (1971) menyatakan terdapat lima karakteristik dari inovasi, yaitu: 1. Keunggulan relatif (relative advantage) 2. Kompatibilitas (compatibilty: keterhubungan Inovasi dengan Situasi Klien) 3. Kerumitan (complexity) 4. Kemampuan diuji cobakan (trialability) 5. Kemampuan diamati (observability) Pembahasan lebih lanjut terkait karakteristik inovasi dapat dibaca dan dipelajari pada Bab II Adopsi Inovasi. 1.3
Pentingnya Inovasi Selama dekade 1980-an, terjadi luapan laporan tentang
pendidikan yang mengungkapkan kekecewaan besar atas janji yang tak terpenuhi dan meminta perubahan yang serius dalam pendidikan . Luapan laporan ini terlihat jelas tidak hanya di negaranegara industri tetapi juga di seluruh dunia. Laporan ini tidak hanya mengungkapkan kekecewaan pada hasil pendidikan, namun juga
menimbulkan
momok
kemungkinan
kegagalan
dalam
pendidikan. "A Nation at Risk" dalam laporannya memperingatkan bahwa terus menurunnya kualitas pendidikan akan menyebabkan stagnasi ekonomi dan angkatan kerja yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk bersaing dalam ekonomi global (National Commission on Excellence in Education, 1983).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
6
Keyakinan bahwa pendidikan bisa menjadi wahana perubahan sosial telah terkikis, dan euforia tahun 1960an telah lenyap (Husen, 1980). Hal terpenting dari beberapa laporan ini menunjukkan adanya kekhawatiran tentang terbatasnya kemampuan untuk perubahan nyata dalam pendidikan. Seseorang menggunakan metafor dari sebuah kapal tanker besar yang sedang menyusuri tengah kanal "rocking a bit side to side as it attends to one slight current and then to the other" (Kaestle, 1985), yang menyiratkan bahwa reformasi pendidikan seperti arus, memindahkan sistem dari satu sisi ke sisi yang lain sampai benar-benar bergerak maju. Pengembangan sistem pendidikan sering dilakukan dalam berbagai tahap pembentukan dan memungkinkan terlibat dalam situasi yang berbeda sama sekali dengan apa yang dikembangkan, mengatasi
berbagai
masalah
dan
tantangan
yang
berbeda.
Pertanyaan yang muncul sebagai bagian dalam pengembangan sistem
pendidikan
adalah
“bagaimana
mengembangkan
pendekatan yang unik, menggunakan gagasan kreatif dan inovatif untuk meningkatkan laju pengembangan, dan secara inovatif menerjemahkan
pengalaman
orang
lain
untuk
menanggapi
keadaan lokal dan budaya yang unik. Terakhir, bagaimana rencanarencana semacam itu bisa terhindar dan tidak mengimpor masalah ke dalam sistem “pengembangan”? Pendidikan terjebak dalam paradok konstan: guru, kurikulum dan muatan materi, dipersiapkan dan dirumuskan di masa lalu, terlibat dan bekerja pada saat ini dalam mengajar dan mendidik siswa yang akan menjalani kehidupan mereka di masa depan (Inbar, 1996). Pendidikan terlibat dalam upaya tanpa henti untuk menjembatani kesenjangan antara masa sekarang dan masa depan. Untuk mencapai hal tersebut pendidikan harus beradaptasi dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
7
perubahan situasi, kebutuhan baru, harapan yang muncul, dan mempersiapkan lulusan yang bisa melakukan hal yang sama. Perubahan dalam pendidikan dapat ditemukan pada struktur populasi sekolah, tujuan, organisasi, kurikulum yang disusun, cara pengajaran
yang dilakukan, dan
penyelesaian
cara
belajar.
Perubahan ini tidak akan cukup untuk mendorong sistem pendidikan ke arah yang cukup baru untuk memenuhi persyaratan abad kedua puluh satu. Perubahan mendasar memerlukan penekanan lebih pada jalur inovatif, dimana kreativitas dan spontanitas terjadi (Lewin; Stuart, 1991). Inovasi harus dianggap sebagai proses penting dalam pendidikan yang tidak bisa dibiarkan "terjadi" begitu saja. Hal ini memerlukan pendekatan sistematis, upaya perencanaan terus menerus untuk menghadapi perubahan, promosi inovasi, pengembangan gagasan, metode, struktur, proses, dan memastikan penerapannya (Inbar, 1996). 1.4
Difusi dan Diseminasi Inovasi
1.4.1 Pengertian Difusi dan Diseminasi Inovasi Difusi (diffusion) adalah proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara
anggota
sistem
sosial
(Rogers,
1971).
Hal
tersebut
merupakan jenis komunikasi khusus, karena pesan-pesan dalam komunikasi tersebut berkaitan dengan gagasan baru. Komunikasi adalah proses dimana peserta menciptakan berbagi informasi satu sama lain untuk tercapainya suatu pengertian. Definisi ini menyiratkan bahwa komunikasi adalah proses konvergensi (atau divergensi) karena dua atau lebih individu saling bertukar informasi untuk bergerak ke arah satu sama lain (atau terpisah) dalam suatu kejadian tertentu. Komunikasi sebagai proses dua arah dari konvergensi, dan bukan sebagai tindakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
8
linier satu arah, di mana satu individu berusaha untuk mentransfer pesan ke pesan yang lain (Rogers dan Kincaid, 1981). Konsepsi sederhana
komunikasi
manusia
yang
secara
akurat
menggambarkan tindakan atau kejadian komunikasi tertentu yang terlibat dalam difusi, seperti ketika agen perubahan berusaha meyakinkan klien untuk mengadopsi sebuah inovasi. Jadi, difusi adalah
jenis
komunikasi
khusus,
di
mana
pesan
yang
dikomunikasikan berkaitan dengan ide baru. Hal tersebutlah yang menjadi karakter dari difusi. Proses difusi inovasi terdiri atas lima tahap menurut Everett M. Rogers, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Bagan Model Proses Difusi Inovasi Menurut Everett M. Rogers
1. Tahap pengetahuan (knowledge) Tahap pengetahuan merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dengan
saluran
komunikasi yang
digunakan berupa media massa sebagai saluran yang paling
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
9
efektif.
Terdapat
tiga
macam
pengetahuan
yang
dicari
masyarakat dalam tahap ini, yaitu: a. kesadaran bahwa inovasi itu ada; b. pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut; dan c. pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja. 2. Tahap persuasi (persuasion) Tahap persuasi ini menuntut individu dalam hal ini adalah masyarakat untuk membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Perbedaan dengan tahap pengetahuan adalah pada tahap persuasi ini aktifitas mental mempengaruhi afektif individu. 3. Tahap pengambilan keputusan (decision) Tahap ini melibatkan individu dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi suatu inovasi atau tidak sama sekali. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yaitu praktik sebelumnya, perasaan akan kebutuhan,
keinovatifan,
norma
dalam
sistem
sosial.
Pembahasan lebih lanjut terkait keputusan inovasi dapat dilihat dan dibaca pada Bab III Keputusan Inovasi. 4. Tahap pelaksanaan (implementation) Tahap pelaksanaan ini akan ada jika individu atau masyarakat pada tahap sebelumnya memilih untuk mengadopsi suatu inovasi baru. Pada tahap ini proses yang terjadi adalah ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
10
5. Tahap konfirmasi (confirmation) Tahap konfirmasi merupakan tahap terakhir, dimana individu atau masyarakat akan melakukan evaluasi dan memutuskan untuk
terus
menyudahinya.
menggunakan Apabila
inovasi
individu
baru
tersebut
tersebut
atau
menghentikan
penggunaan inovasi, hal itu dikarenakan oleh hal yang disebut disenchantment
discontinuance
dan
atau
replacement
discontinuance. Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan
pengguna
inovasi,
sedangkan
replacement
discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih baik. Terkait dengan sistem difusi, Rogers (1971) membedakan sistem difusi menjadi sistem difusi sentralisasi dan sistem difusi desentralisasi. Pada sistem difusi sentralisasi, penentuan tentang berbagai hal seperti: kapan dimulainya difusi inovasi, dengan saluran apa, siapa yang akan menilai hasilnya, dan sebagainya, dilakukan oleh sekelompok kecil orang tertentu atau pimpinan agen pembaharu.
Sedangkan
dalam
sistem
difusi
desentralisasi,
penentuan itu dilakukan oleh klien (warga masyarakat) bekerja sama dengan beberapa orang yang telah menerima inovasi. Dalam pelaksanaan sistem difusi desentralisasi yang secara ekstrim tidak perlu ada agen pembaharu. Warga masyarakat itu sendiri yang bertanggungjawab terhadap terjadinya difusi inovasi. Beragam difusi inovasi telah terjadi di masyarakat, seperti yang dituliskan pada www. kompasiana.com tertanggal 5 Desember 2009,
yaitu
keberhasilan
Pemerintah
Orde
Baru
dalam
melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasi yang bernama Keluarga Berencana, dikomunikasikan
melalui berbagai saluran
komunikasi baik
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
11
saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa kepada suatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia. Komunikasi tersebut terjadi dalam kurun waktu tertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana dapat dimengerti, dipahami,
diterima,
dan
diimplementasikan
(diadopsi)
oleh
masyarakat Indonesia. Program Keluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi. Ini adalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan produk. Hampir semua inovasi, apakah berupa ide atau produk, memerlukan proses difusi agar bisa diadopsi. Contoh lain seperti, pembuatan traktor agar petani bisa berpindah dari pola tradisional ke pola pertanian modern; metode pembelajaran aktif agar guru berpindah dari metode pembelajaran tradisional ke metode pembelajaran modern; dibuatnya kompor gas agar para ibu rumah tangga, bahkan di pedesaan dapat berpindah dari pola kompor minyak atau kayu ke kompor gas. Semua contoh difusi inovasi yang telah disebutkan di atas melibatkan teknik komunikasi tertentu agar dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu. Semua inovasi, memiliki karakteristik yang berbeda baik dari sisi inovasi itu sendiri maupun sistem sosial dimana inovasi tersebut akan diberlakukan. Sehingga, pendekatan komunikasi yang harus digunakan juga akan berbeda satu sama lain. Pembahasan selanjutnya dalam konsep dasar inovasi adalah diseminasi. Diseminasi merupakan proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola. Jadi, kalau difusi terjadi secara spontan, maka diseminasi dengan perencanaan. Dalam perencanaan ini dapat juga terjadinya difusi. Misalnya dalam penyebaran inovasi penggunaan pendekatan keterampilan proses
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
12
dalam belajar mengajar. Setelah diadakan percobaan, ternyata dengan pendekatan keterampilan proses, belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan siswa aktif belajar. Sehingga hasil percobaan
itu
perlu
didesiminasikan.
Penyebarluasan
dapat
dilakukan dengan cara menatar beberapa guru dengan harapan akan terjadi juga difusi inovasi antar guru di sekolah masingmasing. Terjadi saling tukar informasi dan akhirnya terjadi kesaman pendapat antara guru tentang inovasi tersebut. 1.4.2 Elemen Difusi Inovasi Rogers (1971) menyatakan bahwa terdapat empat elemen pokok difusi inovasi, yaitu: (1) inovasi; (2) komunikasi dengan saluran tertentu, (3) waktu, dan (4) warga masyarakat (anggota sistem sosial). 1. Inovasi Inovasi adalah gagasan, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu sekelompok masyarakat. Jika suatu ide atau gagasan nampak baru bagi individu, maka hal itu adalah sebuah inovasi. Aspek "kebaruan" sebuah inovasi diartikan mengandung ketidaktentuan (uncertainty), artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternatif serta dapat diungkapkan dalam bentuk
pengetahuan,
mengadopsi.
Adanya
persuasi, informasi
atau
keputusan
berarti
untuk
mengurangi
ketidaktentuan tersebut, karena dengan informasi berarti memperjelas arah pada satu alternatif tertentu. Rogers membedakan dua macam informasi, pertama informasi yang berkaitan dengan pertanyaan “Apa inovasi (hal yang baru) itu?”, “Bagaimana menggunakannya?”, “Mengapa perlu itu?”. Informasi yang kedua berkaitan dengan penilaian inovasi atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
13
berkaitan
dengan
pertanyaan “Apa
manfaat
menerapkan
inovasi?, “Apa konsekuensi menggunakan inovasi?” Jika anggota sistem sosial yang menjadi sasaran inovasi dapat memperoleh
informasi
yang
dapat
menjawab
berbagai
pertanyaan tersebut dengan jelas, maka akan hilanglah ketidaktentuan terhadap inovasi. 2. Komunikasi dengan saluran tertentu Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang mencipta
dan
berbagi informasi satu
sama
lain
untuk
tercapainya suatu pengertian. Difusi adalah jenis komunikasi tertentu dimana informasi yang dipertukarkan berkaitan dengan gagasan baru. Inti dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seseorang mengkomunikasikan ide baru ke satu atau beberapa lainnya. Kegiatan komunikasi dalam proses difusi mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) suatu inovasi, (2) individu atau kelompok yang telah memilliki pengetahuan dan pengalaman tentang inovasi, (3) individu atau kelompok yang belum mengenal tentang inovasi, dan (4) saluran komunikasi yang menghubungkan kedua pihak tersebut. Saluran komunikasi adalah sarana yang memungkinkan tersampainya pesan dari satu orang ke orang lain. Kondisi ke dua pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat utuk mengefektifkan proses komunikasi. Saluran media massa digunakan untuk menyampaikan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang banyak (massa), sedangkan saluran interpersonal (hubungan secaara langsung antar individu) lebih efektif untuk
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
14
mempengaruji atau membujuk seseorang agar mau menerima inovasi. Dalam penggunaan saluran interpersonal dapat juga terjadi hubungan untuk beberapa orang, dengan kata lain saluran interpersonal dapat dilakukan dalam suatu kelompok. Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan prinsip homophily (Kesamaan), yaitu: komunikasi akan lebih efektif jika dua orang yang berkomunikasi itu memiliki kesamaan seperti asal daerah, bahasa, kepercayaan, tingkat pendidikan, dan sebagainya. 3. Waktu Waktu adalah elemen penting dalam proses difusi. Waktu adalah aspek yang jelas dari setiap proses komunikasi. Waktu tidak secara nyata berdiri sendiri terlepas dari suatu kejadian, tetapi
waktu
merupakan
aspek
dari
setiap
kegiatan.
Keterlibatan elemen waktu dalam proses difusi dapat dilihat pada tiga hal berikut: (1) proses keputusan inovasi, (2) kepekaan seseorang terhadap inovasi, dan (3) tingkat adopsi inovasi dalam sebuah sistem, biasanya diukur sebagau jumlah anggota sistem yang mengadopsi inovasi ada waktu tertentu 4. Warga masyarakat (anggota sistem sosial) Sistem sosial didefinisikan sebagai seperangkat unit yang saling terkait dan terlibat dalam pemecahan masalah untuk mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi, dan/ atau subsistem. Contohnya: petani di pedesaan, dosen, dan pegawai di perguruan tinggi, kelompok dokter di rumah sakit, dan sebagainya. Proses difusi melibatkan hubungan antar individu
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
15
dalam sistem sosial, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh oleh sistem sosial dalam menghadapi suatu inovasi. Berbeda sistem sosial akan berbeda pula proses difusi inovasi, walaupun mungkin dikenalkan dan diberi fasilitas dengan cara dan perlengkapan yang sama. Pembahasan lebih lanjut terkait dengan difusi inovasi dapat dibaca dan dipelajari pada Bab II Adopsi Inovasi.
RANGKUMAN
Tulislah
rangkuman
berkenaan
dengan
materi
yang
telah
dijabarkan dalam bab 1 modul ini!
EVALUASI Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat! 1. An innovation is an idea for assomplishing some recognition social and in a bew way or for a means of accomplishing some social, adalah definisi inovasi menurut .... a. Zaltman, 1977 b. Donald, 1982 c. Huberman , 1973 d. Rogers, 1983 2. Berikut adalah fitur-fitur inovasi, kecuali .... a. terdiri dari visualisasi ulang, pemodelan ulang, representasi ulang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
16
b. tidak meluasnya pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain c. suatu eksperimen yang memungkinkan adanya kegagalan d. memungkinkan pengembangan dunia fiktif 3. Termasuk dalam karakteristik inovasi, kecuali .... a. objektif b. keuntungan relatif c. kompleksitas d. trialabilitas 4. Rogers (1971) membedakan sistem difusi menjadi 2 jenis yaitu.... a. difusi terbuka dan difusi tertutup b. difusi up-down dan difusi down-up c. difusi bebas dan difusi tidak bebas d. difusi sentralisasi dan difusi desentralisasi 5. Termasuk perbedaan difusi dan diseminasi adalah.... a. difusi terjadi secara terencana, diseminasi terjadi secara spontan b. difusi terjadi secara spontan, diseminasi terjadi secara terencana c. difusi dilakukan secara mandiri, diseminasi dilakukan secara bersama-sama d. difusi
dilakukan
secara
bersama-sama,
diseminasi
dilakukan secara mandiri 6. Termasuk dalam elemen difusi inovasi, kecuali .... a. anggaran dana
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
17
b. komunikasi dengan saluran tertentu c. waktu d. warga masyarakat (sistem sosial) 7. Termasuk cakupan hal dalam kegiatan komunikasi proses difusi adalah.... a. individu atau kelompok yang memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang inovasi b. ketersediaan waktu c. ketersediaan anggaran d. sarana dan prasarana yang memadai 8. Proses komunikasi interpersonal akan efektif jika sesuai dengan prinsip .... a. togetherness b. homophily c. heterophily d. individualization
KUNCI JAWABAN EVALUASI
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. B 2. B 3. A 4. D 5. B 6. A
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
18
7. A 8. B UMPAN BALIK Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas. Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
TINDAK LANJUT Carilah minimal 3 berita baik dari majalah ataupun koran (fisik dan/atau elektronik) berkenaan dengan inovasi dalam kehidupan, khususnya dalam dunia pendidikan. Kemudian dari berita tersebut analisislah “mengapa penting untuk dilakukan suatu inovasi, khususnya dalam dunia pendidikan”
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
19
DAFTAR PUSTAKA
Chavez, R. A. (n.d.). On the Neurobiology of Creative Process. Bull. Psychol, Arts 5, 29-35. National Commission on Excellence in Education. (1983). A Nation at Risk. Washington D.C: U.S. Government Printing Office. Engell, J. (1981). The Creative Imagination: Enlightenment to Romanticism. Cambridge (Mass.): Harvard University Press. Godin, B. (2008). Innovation, the History of a Category. Project on the Intellectual History of Imitation. Quebec: Working Paper No. 1, INRS. Huberman, A. M. (1973). Understanding Change in Education. New York: IBE. Husen, T. (1980). Foreword. In J. Simmons, The Education Dilemma. Policy Issues for Developing Countries in the 1980s. Oxford: Pergamon Press. Inbar, D. E. (1996). Planning for Innovation in Education. Paris: UNESCO: International Institute for Educational Planning. Kaestle, C. F. (1985). Education Reform and the Swinging Pendulum. Phi Delta Kappan, 66, 422-423. Lewin, K. M., & Stuart, J. S. (1991). Educational Innovation in Developing Countries. Case Studies of Changemakers. London: Macmillan. Lia, R. M. (n.d.). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Kelas X MA Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang: Unpublished. Mota, R. (2009). Inovação Tecnológica: Desafios e Perspectivas. Educação Brasileira, 31, 61-80. Mota, R. (2011). Papel da Inovação na Sociedade e na Educação. In: Colombo, Sonia, Rodrigues, Gabriel M. (Eds.), Desafios da Sociedade Contemporânea. Porto Alegre: ARTMED. Mota, R., & Scott, D. (2014). Eduvation for Innovation and Independent Learning. Rio de Janeiro, Brazil: Elsevier Inc. Newman, W. (2011). Technology and Alchemical Debate in the Late Middle Ages. ISIS, 80(3), 425-445.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
20
Rogers, E. M. (1971). Diffusion of Innovation, Rev. Ed. of: Communication on Innovations. 2nd Ed. New York: The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co., Inc. Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free Press. Rogers, E. M., & Kincaid, D. L. (1981). Communication Nerwors: Toward a New paradigm for Research. New York: Free Press. Ryan, B., & Gross, N. C. (1943). The Diffusion of Hybrid Seed Corn in Two Iowa Communities. Rural Sociology, 8, 15-24. Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang: FMIPA, Unnes. Torrance, E. P., & Safter, H. P. (1999). Making the Creative Leap Beyond. New York: Creative Education Foundation Press, Buffalo. Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic Educational Change. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
21
BAB II
ADOPSI INOVASI PENDAHULUAN Perkembangan teknologi saat ini merupakan perkembangan yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Bahkan teknologi hampir mempengaruhi segala aspek, tak terkecuali dunia pendidikan. Pesatnya perkembangan teknologi membuat dunia pendidikan mau tidak mau harus menyesuaikan perkembangan tersebut. Hal ini karena pendidikan memiliki peran penting dalam kemajuan dunia, selain ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecerdasan, sikap dan perilaku para generasi mudalah yang akan menentukan, membuka, dan meneruskan perkembangan zaman yang sedang terjadi saat ini. Sehingga, melalui sebuah pembaharuan (inovasi), generasi muda mampu bereksplorasi dengan apa yang mereka miliki dan dampaknya terhadap dunia, khususnya kehadiran teknologi yang bisa berdampak banyak terhadap eksplorasi yang dilakukan generasi muda.
Gambar 2.1
Burj Khalifa in Dubai merupakan salah satu bukti kecanggihan sains dan teknologi (https://www.khaleejtimes.com/nation/dubai/Dubais-BurjKhalifa-turns-8:-50-facts-you-didnt-know-).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
22
Bab ini berisi pembahasan tentang proses inovasi pendidikan, model
proses
inovasi
pendidikan,
dan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keputusan inovasi. Setelah
mempelajari materi
dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat: 1. menjelaskan proses inovasi pendidikan; 2. menjelaskan model proses inovasi pendidikan; dan 3. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan inovasi. 2.1 Proses Inovasi Pendidikan Proses inovasi pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi, yang dimulai dari mengetahui, menyadari tentang inovasi dan kemudian menerapkan inovasi pendidikan (implementasi). Kata proses diartikan bahwa kegiatan yang dilakukan membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan pada kondisi tertetntu akan mengalami perubahan. Kepekaan yang dimiliki oleh seseorang atau organisasi yang mengadopsi suatu inovasi akan berbeda dalam hal waktu. Artinya, waktu yang digunakan dalam proses inovasi yang dilakukan setiap organisasi akan berbeda dan diikuti oleh perubahan-perubahan yang hadir sampai akhirnya proses itu dinyatakan berakhir. Inovasi pendidikan
selain
dipahami sebagai suatu
ide,
pemikiran atau berupa praktik-praktik yang kemudian di terapkan melalui tahapan tertentu, kehadiran inovasi pendidikan ini juga dinilai sebagai suatu cara bagiaman mengatasi dan memperbaiki permasalahan-permasalahan
yang
terjadi
dalam
masyarakat.
sedangkan, difusi inovasi pendidikan dipahami sebagai bentuk penyebarluasan
suatu
inovasi
melalui
proses
komunikasi.
Komunikasi yang terjadi menggunakan saluran tertentu dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
23
waktu
tertentu
pula
yang
berada
ditengah
sistem
sosial
masyarakat. kesimpulannya bahwa, difusi inovasi pendidikan merupakan proses penyebarluasan informasi melalui komunikasi antar sistem sosial yang berperan di dalamnya membahas terkait inovasi pada bidang pendidikan dan dengan waktu tertentu. 2.2 Model Proses Inovasi Pendidikan Para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses inovasi tersebut berlangsung serta perubahannya yang terjadi. Berikut adalah pentahapan proses inovasi dari berbagai model. 1. Model proses inovasi yang berorinetasi pada individual antara lain: a. Levidge & Steiner (1961):
Menyadari
Mengetahui
Menyuka
Memilih
Mempercayai
Membeli
b. Colley (1961):
Belum menyadari
Menyadari
Memahami
Mempercayai
Mengambil tindakan
c. Rogers (1962):
Menyadari
Menaruh perhatian
Menilai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
24
Mencoba
Menerima (Adoption)
d. Robertson (1971):
Persepsi tentang masalah
Menyadari
Memahami
Menyikapi
Mengesahkan
Mencoba
Menerima
Disonansi
e. Rogers & Shoemakers (1971):
Konfirmasi
1. Pengetahuan
#(Menerima/ Menolak)
2. Persuasi (Sikap)
3. Keputusan
f.
Klonglan & Coward (1970)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
25
1. Menyadari
2. Informasi 3. Evaluasi (Menerima/Menolak Simbolik) 4. Mencoba (Percobaan Diterima/Ditolak) 5. Menggunakan
g. Zaltman & Brooker (1971):
2. Model proses inovasi yang berorientasi pada organisasi, antara lain: a. Milo (1971):
Konseptualisasi
Tentatif adopsi
Penerimaan sumber
Implementasi INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
26
Institusionalisasi
b. Shepard (1967):
Penemuan ide
Adopsi
Implementasi
c. Hage & Aiken (1970):
Evaluasi
Inisasi
Implementasi
Routinisasi
d. Wilson (1966):
Konsepsi perubahan
Pengusulan perubahan
Adopsi dan implementasi
e. Rogers (1983): Tahap-tahap Proses Inovasi I. Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pokok pada tiap tahap proses inovasi Kegiatan pengumpulan informasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1. Agenda Setting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan dnegan tujuan untuk menentukan kebutuhan inovasi yang kemudian dilakukan studi lapangan. Studi lapangan ini untuk menilai potensial inovasi bagi organisasi pengadopsi. Diadakan penyesuaian antara maslaah yang dialami organisasi dengan inovasi yang akan diadopsi. Kemudian, dibuat rencana dan desain yang
2. Penyesuaian (Matching)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
27
Tahap-tahap Proses Inovasi
Kegiatan pokok pada tiap tahap proses inovasi sesuai dengan permasalahan yang dialami organisasi. Keputusan untuk menerima inovasi II. Implementasi Anggota atau pengguna inovasi dilibatkan dalam semua rangkaian kegiatan, kejadian dan keputusan. 3. Re-defenisi/Rea. Inovasi dimodifikasi dan strukturisasi re-invensi yang disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi organisasi b. Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar menunjang inovasi.
f.
4. Klarifikasi
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan jelas sehingga inovasi yang diadopsi dapat mengatasi permasalahan organisasi.
5. Rutinisasi
Kegiatan rutin organisasi akibat inovasi yang diadopsi, kemungkinan akan menyebabkan inovasi tersebut kehilangan identitasnya karena dinilai sudah tidak baru lagi.
Zaltman, Duncan & Holbek (1973):
Tahap Permulaan (Inisiasi), 1) langkah pengetahuan dan kesadaran,
dan
2)
langkah
pembentyukan
sikap
terhadap inovasi.
Tahap implementasi, 1) langkah awal implementasi, dan 2) langkah kelanjutan pembinaan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
28
Poin berikutnya akan dibahas secara spesifik mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan adopsi inovasi berdasarkan model Rogers (1983). 2.3 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Proses
Keputusan
Inovasi. Proses difusi inovasi pendidikan menjadi tidak mudah ketika melihat dari sisi pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan terdapat hal pemisah antara produk difusi inovasi dengan memungkinkannya suatu inovasi tersebut dapat diadopsi. Karena, pengadopsian inovasi menjadi hal yang cukup sulit baik pemahaman masyarakat mengenai inovasi itu sendiri, juga aspek implenetasinya di lapangan. Sehingga, difusi inovasi membutuhkan waktu yang tak tentu (Unpredictable). Proses difusi merupakan tujuan utama dari teradopsinya suatu inovasi. Namun, dalam proses difusi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan dalam adopsi ini dan disebut proses keputusan inovasi. Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi (Rogers, 1983). a. Esensi Inovasi Inovasi pendidikan merupakan bagian dari makna inovasi yang dijelaskan sebelumnya yaitu suatu ide, gagasan, praktik atau obyek yang disadari dan diterima sebagai sesuatu hal yang dianggap baru oleh seseorang atau kelompok/golongan yang kemudian mampu diadopsi. Faktanya, proses pengadopsian oleh masyarakata tidak terjadi begitu saja. Sehubungan dengan Innovation Essential terdapat tiga hal yang berkaitan erat yakni, 1) teknologi, 2) informasi & pertimbangan ketidakpastian, dan 3) reinovasi. Inovasi terkadang di dientikan dengan teknologi. Kata teknologi diartikan sebagai “a design for instrumental action that reduces the
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
29
uncertainty in the cause effect relationship involved in achieving in desired outcomes”. Teknologi adalah suatu Sebuah desain untuk tindakan instrumental yang mengurangi ketidakpastian dalam hubungan sebab akibat yang terlibat dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Teknologi beradsarkan kamus Merriam-Webster yakni diartikan sebagai the practical application of knowledge especially in a particular area and a capability given by the practical application of knowledge.
Artinya,
penerapan
prakris
suatu
pengetahuan,
khususnya dalam ruang lingkup tertentu dan kemampuan yang diberikan oleh penerapan praktis pengetahuan. Istilah teknologi mulai berubah arti setelah abad ke-20 yang sebelumnya diartikan sebagai pengkajian seni terapan.
Gambar 2.2 ScienceAdvances merupakan platform yang memiliki berbagai macam informasi tentang inovasi sains dan teknologi (http://advances.sciencemag.org/)
Tahun
1930-an
teknologi
tidak
hanya
merujuk
pada
“pengkajian” seni-seni industri, tapi pada seni industri itu sendiri lalu sosiolog Amerika Read Bain (1937) menulis bahwa technologi includes all tools, machines, utensils, weapon, instrumens, housing, clothing, communicating and transporting devices and yhe skills by which we produce and use them. Bahwa, teknologi semua alat, mesin, aparat, perkakas, senjata, perumahan, pakaian, alat INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
30
transportasi
dan
komunikasi,
dan
keterampilan
yang
memungkinkan kita meghasilkan semua itu. Saat ini selain secara makna yang luas, teknologi juga diidentikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak. Kehadiran
teknologi
termasuk
pemanfaatan
teknologi
informasi dalam proses difusi inovasi dimana, pemanfaatannya adalah mejawab persoalan yang bersifat tidak pasti di masa depan. Misalnya, hadirnya proses pembelajaran berbasis online atau belajar jarak jauh melalui komunikasi internet, sehingga proses yang terjadi hanya mengikuti mekanisme yang ditentukan melalui pembelajaran yang diberlakukan yang efektif dan akuntabel.
Gambar 2.3 Google Classroom by Google merupakan Learning Management System terkait proses pembelajaran berbasis online.
Gambar diatas merupakan salah satu contoh pembelajaran berbasis online. Seperti dilansir oleh wikipedia bahwa Google Classroom
adalah
sistem
pengelolaan
pembelajaran
yang
dikembangkan oleh Google dengan untuk sekolah yang bertujuan membuat proses pendidikan lebih mudah dan proses penugasan yang sederhana yang dikenal dengan istilah paperless. Program ini bagian dari produk yang dikeluarkan oleh Google sebagai inovasi baru yang hadir untuk mempermudah proses pendidikan. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
31
Google Classroom ini diperkenalkan sebagai fitur G Suite for Education pada tanggal 6 Mei 2014, diikuti oleh rilis publiknya pada tanggal 12 Agustus 2014. Pada bulan Maret 2017, Google membuka Kelas untuk mengizinkan pengguna Google pribadi masuk kelas tanpa persyaratan memiliki akun G Suite for Education, dan pada bulan April, menjadi mungkin bagi pengguna Google pribadi untuk membuat kelas pengajaran sendiri sebagai pengajar. Contoh lain pembelajaran berbasis e-learning yakni SCHOOLOGY seperti gambar di bawah. Schoology merupakan e-learning yang juga banyak digunakan oleh pengajar untuk membuat suatu kelas online karena tampilannya yang unik dan sistem pengelolaannya yang mudah.
Gambar 2.4 Visualisasi konten e-learning SCHOOLOGY (Founder: Jeremy Friedman, Bill Kindler, Ryan Hwang, Timothy Trinidad, Tim Trinidad).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
32
b. Karakteristik Inovasi Roger (1983) mengemukakan terdapat lima karakteristik inovasi yakni: 1) Keunggulan Relatif (Relative Advantage) Keunggulan relatif adalah tingkatan atau derajat suatu inovasi yang dinilai jauh lebih unggul/baik dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa aspek seperti aspek ekonomi,
prestis
sosial,
kenyamanan,
kepuasaan,
efisiensi,
keefektifan dsb. Semakin besar keunggulan relatif yang ada pada produk inovasi atau yang dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat pula inovasi tersebut diadopsi. Keuntungan relatif juga merupakan suatu ide baru yang mungkin lebih terlihat dengan adanya suatu kondisi seperti penyelidikan yang dilakukan oleh Fathul Zannah dkk (2016) tentang “pemanfaatan tumbuhan obat tradisional oleh masyarakat suku dayak di lingkungan lahan basah Kalimantan Tengah”. Berdasarkan penjelasana bahwa Indonesia memiliki sumber adya alam yang melimpah dna diperkirakan 9.600 spesis tanaman yang telah dimanfaatkan oleh 400 etnis untuk pengobatan berbagai macam penyakit (Wiwaha, et al, 2012). Selanjutnya,
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
di
Kalimantan Tengah memiliki 66 jenis tanaman yang berpotensi sebagai obat seperti sapapulut, bajei, sirih, dan cocor bebek yang mana berada disekitar tempat mereka tinggal. Masyarakat di sana telah
lama
menggunakan
tanaman
tersebut
sebagai
obat
tradisional, hal ini digunakan masyarakat karena alasan sejarah dan budaya meski obat kimia banyak tersedia (Coady & Boylan, 2014).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
33
Gambar 2.5 Bukit Rawi Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Penemuan jenis tanaman ini sebagai obat merupakan bentuk inovasi dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil penelitian ini berpotensi sebagai media penyebarluasan knowledge kepada
masyarakat
bahwa
menjaga
dan
mempertahankan
kelestarian keanekaragaman hayati di Kalimantan Tengah perlu dilakukan. Atau, penelitian ini memotivasi peneliti lainnya untuk menemukan
suatu
kajian
berbasis
keunggulan
lokal
yang
bermanfaat bagi masyarakat. Sesuatu yang bersifat lokal konten dengan sentuhan inovasi dan teknologi akan menambah nilai tersendiri dalam kehidupan masyarakat.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
34
Gambar 2.6 Masyarakat Kab.Katingan, Kalteng.
Contoh lain pada aspek pembelajaran yakni, saat suatu institusi memperkenalkan pembelajaran Blended Learning atau penerapan
E-Learning,
maka
penerapan
tersebut
memiliki
keunggulan dan keuntungan dibandingkan pola pembelajaran di kelas sebelumnya. Jika benar hal ini, maka inovasi yang ditawarkan akan cepat mendapat respon dari institusi lainnya untuk segera mengimplementasikan. Blended Learning merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan berbagai macam metode dalam suatu tatap muka dengan online. Blended learning secara estimologi terdiri dari dua kata yaitu blended dan learning. Kata blended artinya campuran, penyelarasan kombinasi atau perpaduan (Oxford English Dictionary) (Heinze & Procter, 2006 dalam Rusman, 2011). Kemudian, learning memiliki makna yaitu belajar, jadi bisa dikatakan bahwa Blended Learning memiliki makna suatu pola pembelajaran dengan unsur campuran, perpaduan atau penggabungan suatu pola dengan pola lainnya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
35
Perpaduan yang dimaksud tertuju pada fokus pembelajaran di kelas dengan online learning (Elenena, 2006 dalam Rusman, 2011). Perpaduan seperti penggunaan media belajar online di kelas (diskusi online dengan aplikasi), penerapan e-learning, buku panduan dalam bentuk buku elektronik (e-book), video audiovisual, penggunaan berbagai metode, pendekatan, strategi dan evaluasi dengan menggunakan paltform seperti google form. Unsurunsur yang disebutkan tersebut menjadi unsur pendukung dalam mengatur pola blended learning yang dimaksud.
Gambar 2.7 Visualisasi Penerapan Blended Learning (https://en.wikipedia.org/wiki/Blended_learning).
Pemaparan Blended Learning di atas memberikan gambaran khususnya
bagi
diterapkan.
Jika,
pengajar Blended
bagimana Learning
pembelajaran ini
dalam
ini
bisa
penerapan
memberikan kontribusi dan meningkatkan hasil belajar, motivasi dan kualitas generasi muda (siswa), maka Blended Learning ini berpotensi untuk bisa diadopsi oleh para pengajar karena dianggap unggul dan dinilai lebih baik dari pola pembelajaran yang sudah ada.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
36
2) Kompatibilitas (Compatibilty: Kesesuaian Inovasi dengan Situasi Klien) Kompatibiltas adalah tingkatan atau derajat kesesuaian inovasi terhadap nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Inovasi atau ide baru yang kemudian tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka proses adopsi terhadap inovasi tersebut menjadi tidak mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Kompetibel memberi jaminan lebih besar dan resiko kecil bagi pengadopsi dan membuat ide tersebut lebih berarti bagi pengadopsi. Suatu inovasi mungkin kompetibel dengan 1) nilainilai
dan
kepercayaan
sosiokultur,
2)
ide-ide
yang
telah
diperkenalkan lebih dulu, 3) kebutuhan klien terhadap inovasi. Inovasi yang kompetibel seperti sejauh mana inovasi tersebut konsisten terhadap nilai yang ada dalam lingkungan masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka (klien). Salah satu strategi bagi agen peubah yaitu menganalisis nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
dan
menentukan
kebutuhan
klien
(masyarakat)
beradasarkan analisa tersebut. Kebutuhan yang dimaksud yakni bagaimana inovasi bisa menjadi sebuah pembaharuan tanpa meninggalkan nilai-nilai di masyarakat. Kesulitan yang akan ditemui
oleh
agen
peubah
adalah
bagaimana
mengetahui
kebutuhan-kebutuhan klien yang terdapat di lingkungan klien. Maka, agen tersebut harus memiliki tingkat empati yang tinggi dan dekat atau akrab dengan klien mereka secara tepat. Kontak-kontak interpersonal secara informal merupakan tekni-teknik yang bisa digunakan dalam penyelidikan untuk menentukan kebutuhan mereka terhadap inovasi yang direncanakan. Kasus
terkait
karakteristik
ini
seperti
penelitian
yang
dilakukan oleh Syarifuddin, dkk (2017) yang meneliti tentang “Penggunaan Lahan Berdasarkan Kemampuan untuk Pengendalian
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
37
Banjir di SUB-DAS
Martapura, Kabupaten
Banjar”. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui kelas kemampuan lahan dan menentukan
arahan
pengendaliankerawanan
penggunaan banjir.
lahan
Sedangkan,
untuk
manfaat
yang
diharapkan agar dapat menjadi acuan pengendalian kerawanan banjir untuk jangka pendek dan jangka panjang. Peneliti menilai bahwa penggunaan lahan yang dilakukan tidak sesuai
dengan
kemampuan
dan
peruntukannya
dapat
meningkatkan resiko bencana banjir. Artinya, peneliti telah melakukan observasi dan diskusi dengan masyarakat setempat, sehingga penenliti ingin melakukan suatu inovasi terhadap kondisi lingkungan masyarakat di sana. Analisis yang dilakukan meliputi unit lahan, tekstur tanah, kelerengan, drainase, kedalaman tanah, erosi, ancaman banjir dll. Hasil penelitian menyarankan bahwa tindakan konservasi perlu dilakukan pada unit lahan yang memerlukan, sehingga tingkat bahaya erosi (TBE) dapat diperkecil. Dan, hasil research ini bisa dijadikan acuan dalam melaksanakan regabilitasi hutan dan lahan di sub-DAS Riam Kiwa Martapura. Sentuhan inovasi yang dilakukan oleh peneliti di atas dinilai tidak mengganggu nilai dan norma yang ada pada masyarakat. Karena,
analisis
lahan
yang
dilakukan
justru
membantu
masyarakat untuk memiliki pengetahuan tenatng rehabilitasi lahan yang baik dan sesuai aturan. Analisis yang telah dilakukan ini menunjukkan kesediaan masyarakat terkait perbaikan lahan lingkungan mereka. Situasi klien dengan inovasi yang dibawa memiliki kesesuaian, sehingga research ini telah sesuai dengan karakteristik inovasi yakni Compatibility.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
38
Gambar 2.8 Banjarmasin ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan yang juga dijuluki kota serbu sungai dan pasar terapung adalah salah satu kearifan lokal yang dimiliki (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin).
3) Kerumitan (Complexity) Kerumitan adalah suatu inovasi yang muncul dan dinilai menjadi sulit untuk dipahami serta sulit diimplementasikan. Beberapa inovasi bersifat sangat mudah dipahami dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Jadi, semakin mudah dipahami oleh pengadopsi terhadap inovasi yang muncul maka semakin cepat suatu inovasi tersebut dapat diadopsi. Sebagai contoh, melakukan program analisis terhadap jenis kecerdasan
siswa
sebelum
belajar,
katakanlah
“Kecerdasan
Majemuk atau Multiple Intelligences”. Selain mengetahui jenis kecerdasan siswa berdasarkan konsep kecerdasan majemuk, hasil analisis
ini
juga
membantu
pengajar
dalam
mendesain
pembelajaran yang cocok sesuai kecerdasan siswa. Hasil analisis kecerdasan juga membantu siswa dalam mengenali dirinya dalam belajar sehingga siswa berpotensi dalam mengembangkan dirinya. Tingkat kesulitan dan kompleksitas program ini akan menjadi acuan dalam proses adopsi, jika program ini bisa dipahami atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
39
tidak begitu sulit, maka program ini akan mendapat perhatian dan kemudian diadopsi. Berhubungan dengan pembelajaran, seorang guru di tingkat menengah wajib mengenali karakter siswa mereka. Menurut Gadner berdasarkan konsep multple intelligence bahwa, setiap anak memiliki jenis kecerdasannya masing-masing namun terdapat kecerdasan yang dominan. Artinya, setiap siswa memiliki cara pandang sendiri dalam belajar. Sehingga, dengan mengetahui jenis kecerdasan siswa di sekolah, guru akan mudah mendesain suatu pembelajaran yang cocok dan guru mampu mengoptimalkan potensi para siswa. Kerumitan konsep kecerdasan ganda ini mampu dipelajari oleh guru dengan mudah karena multiple intelligence ini juga telah dijadikan sebagai dasar dalam mendesain pembelajaran.
Gambar 2.9 Komponen-komponen kecerdasan ganda (http://alumnaspimm.wixsite.com/learnme/multiple-intelligences).
4) Kemampuan diujicobakan (Trialability) Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi bisa diujicoba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam aturan, prosedur dan visual yang real, umumnya akan jauh lebih cepat diadopsi. Kesimpulannya adalah suatu inovasi sebaiknya harus mampu ditunjukkan baik konsep ataupun penggunaannya (keunggulan).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
40
Dalam bidang pendidikan misalnya, pengenalan sains (materi kimia)
dengan
menggunakan
Model
Pembelajaran
Berbasis
Contextual Teaching and Learning (CTL). Jika CTL ini diadopsi, maka CTL ini akan dilakukan dalam proses pengajaran di kelas. Mudah atau tidak penerapan CTL di kelas tergantung mudah atau tidak dalam mengujicobakannya di kelas. Belajar kimia dengan CTL ini membantu siswa dalam mengenali sains secara dekat sehingga knowledge yang diperoleh tidak hanya sekedar menjadi konsep di otak, tetapi siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan seharihari. 5) Kemampuan diamati (observability) Kemampuan diamati adalah derajat di mana suatu inovasi dapat disaksikan atau dilihat orang lain yaitu hasil yang kemudian dibawa oleh suatu inovasi tersebut. Jadi semakin mudah hasil dari suatu inovasi tersebut dilihat maka besar kemungkinan orang ataupun kelompok mengadospinya. Berdasarkan pemaparan karakter inovasi di atas, dapat disimpulkan bahwa jika karakteristik-karakteristik tersebut dapat terpenuhi dalam suatu inovasi yang akan diimplementasikan di masyarakat, akan mudah juga bagi masyarakat untuk bisa mengadoopsi inovasi yang dimaksud. Misalnya, program Moving Class di mana masing-masing siswa dalam satu kelas akan berpindah kelas dari satu kelas ke kelas yang lain berdasarkan jadwal mata pelajaran. Kelas yang dituju merupakan kelas mata pelajaran seperti kelas “Biologi” pada pukul 10.30, maka pelajaran berikutnya siswa harus menuju ke kelas Biologi. Moving Class dengan tujuan ingin melihat efektifitas dan efisiensi pengelolaan pembelajaran, sehingga semakin mudah suatu inovasi diamati, semakin tinggi peluang inovasi tersebut diadopsi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
41
c. Saluran Komunikasi Rogers (1983) mengungkapkan bahwa saluran komunikasi adalah media yang dapat dimanfaatkan oleh setiap individu atau kelompok yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan. Sedangkan, Berlo (1960) mengartikan dalam beragam pengertian yaitu, a) sebagai alat pembawa pesan, b) media/wahana yang memungkinkan alat pembawa pesan itu melalui jalan atau saluran yang harus diulaluinya, dan c) media/wahana yang dapat dijadikan sarana untuk berkomunikasi dalam satu kelompok/golongan tertentu. Tujuan komunikasi adalah tecapainya suatu pemahaman bersama dalam suatu sistem dua atau lebih partisipan terhadap pesan yang disampaikan (dalam hal ini adalah ide baru), proses ini disebut dengan istilah mutual understanding. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa agar suatu ide baru (inovasi) dapat diadopsi, maka mutual understanding secara langsung dipengaruhi oleh, 1) partisipan komunikasi, dan 2) saluran komunikasi itu sendiri. Dari sisi
partisipan
komunikasi,
Rogers
mengungkapkan
bahwa
terwujudnya derajat kesamaan atribut (kepercayaan, pendidikan, status, sosial, dan lain-lain) antara individu yang melakukan interaksi akan berpengaruh terhadap proses difusi inovasi. Semakin besar derajat kesamaan atribut partisipan komunikasi, akan semakin efektif komunikasi yang terjadi atau disebut homophily. Hal ini dikarenakan bahwa dalam satu komunikasi (yakni membahas mengenai ide yang akan disebarluaskan), penting memiliki satu pemahaman utuh tentang tujuan pembicaraan. Kemudian. Kesamaan tersebut dinilai sebagai jalan yang mampu memudahkan
suatu
pemahaman
tersebut
terorganisir
dan
terwujud sesuai yang diinginkan sistem dalam saluran komunikasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
42
yang
terjadi.
Jadi,
kesamaan
atribut
yang
dominan
akan
mempermudah proses komunikasi dalam saluran komunikasi inovasi. Heterophily sendiri merupakan kebalikan dari homophily yakni perbedaan atau derajat perbedaan atribut partisipan. Konsep heterophily menilai bahwa proses komunikasi akan semakin tidak efektif jika atribut perbedaan partisipan semakin besar pula. Artinya, jika dalam suatu sistem membahas sebuah ide (inovasi) yang kemudian pada prosesnya mengalami berbagai halangan karena banyaknya perbedaan disetiap anggotan sistem. Perbedaan ini yang kemudian akan membawa pembicaraan menjadi tidak terarah karena tidak bertemunya pemikiran yang sama, sehingga komunikasi yang terjadi dalam saluran komunikasi dinilai tidak efektif. Konsep yang terdapat dalam salauran komunikasi yaitu homophily
dan
heterophily
memberikan
pemahaman
bahwa
karakteristik dan sifat adopter merupakan hal yang mesti mejadi perhatian besar. Perhatian besar tersebut sebagai bentuk potensi suatu ide (inovasi) dapat berjalan dan teradopsi dengan berbagai pertimbangan antar partisipan. Terkait saluran komunikasi, dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu memainkan peran lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Hasil penelitian berkaitan dengan
saluran
komunikasi menunjukkan
beberapa
prinsip
sebagai berikut: 1) Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi; 2) Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
43
3) Saluran media relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
antar
pribadi
bagi
adoper
awal
(early
adopter)
dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter); 4) Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran lokal bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan adopter akhir (late adopter). d. Karakteristik Sistem Sosial Sistem sosial merupakan suatu perkumpulan yang terkait kerja sama dalam memecahkan masalah untuk mencapai tujuan bersama (Rogers, 1983). Partisipan yang tergabung dalam sistem sosial akan memiliki hubungan yang saling timbal balik dan relatif konstan yang kemudian berlangsung terus menerus terkait kegiatannya. Perilaku manusia akan dipengaruhi oleh sistem sosial karena suatu sistem sosial akan diatur oleh norma-norma di dalamnya terkait aturan bagi anggota sistem sosial. Setiap sistem sosial pada tingkat-tingkat tertentu akan mempertahankan batasan yang memisahkan dan membedakan antar sistem satu dan lainnya. Kemudian,
dalam
sistem
sosial
juga
terdapat
mekanisme-
mekanisme yang mampu mempertahankan sistem sosial yang dianutnya (Widjajati, 2010). Proses
difusi
inovasi
yang
dikemukakan
sebelumnya
merupakan bagian dari sistem sosial. Sistem sosial adalah tempat di mana difusi inovasi tersebut terjadi. Sistem sosial terdiri dari struktur sosial, individu atau kelompok dengan membawa normanorma tertentu. Rogers (1983) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi yakni 1) struktur sosial (social structure), 2) norma sistem (system norms), 3) pemimpin opini (opinion leader), dan 4) agen perubah (change agent).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
44
Struktur sosial (social structure) adalah susunan unit sistem yang memiliki bentuk dan pola tertentu. Pola yang dibentuk oleh suatu sistem sosial akan berfungsi dalam menjaga kestabilan dan keteraturan sistem sosial yang dibentuk, pola tersebut khususnya buat anggota yang termasuk di dalam sistem sosial tersebut. Anggota sistem sosial yakni individu yang dibagi atas kelompok berdasarkan norma sistem yakni kelompok adopter (penerima inovasi) yang sesuai dengan tingkat keinovatifannya. Tingkat keinovatifan anggota bisa menjadi rujukan atau bahan kajian dalam menentukan kelompok berdasarkan kurva adopsi (Rogers, 1983). Kemudian, interaksi antar anggota sistem merupakan bagian dari struktur sosial ini. Struktur sosial bisa menjadi fasilitas ataupun unsur yang menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Rogers mengungkapkan individu dinilai kurang cermat ketika mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya. Hal ini sama dengan meneliti sirkulasi darah tanpa menganalisa secara mendalam pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukkan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan sistem sosial di mana individu tersebut berada. Norma sistem (system norms) adalah suatu pola perilaku standar yang diberlakukan oleh sistem sosial yang kemudian menjadi pedoman atau panduan terhadap setiap anggotanya. Norma-norma yang diberlakukan dalam sistem sosial tertentu juga akan menjadi faktor penghambat dalam proses penerimaan suatu ide baru. Pernyataan ini berkaitan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, besarnya derajat ketidaksesuaian suatu ide baru (inovasi) dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
45
berlaku dalam sistem sosial
berpengaruh terhadap penerimaan
suatu inovasi. Norma itu sendiri bisa bercirikan budaya lokal, bernafas keagamaan, ataupun ciri khusus dari masyarakat tersebut yang memberi warna dalam budaya masyarakat. Disisi lain, norma ini bisa menjadi penghalang (barries) suatu perubahan seperti yang dikemukakan sebelumnya. Contohnya adalah beberapa provinsi di Negara India bahwa sapi peliharaan dianggap suci sehingga muncul hal tabu masyarakat untuk menyembelihnya, padahal masyarakat setempat rawan gizi dan rawan protein hewani. Terkait norma sistem, pada aspek pendidikan menilai bahwa inovasi yang dilakukan dalam bidang pendidikan jauh lebih baik ketika direncanakan dan diorganisasikan dengan baik dan seksama sehingga sesuai dengan sistem sosial yang dianut oleh masyarakat. Sistem sosial pendidikan misalnya, 1) lembaga sekolah (dasar, menengah, pendidikan tinggi), dan 2)masyarakat pendidikan, dan atau mencakup layanan pendidikan seperti dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dewan sekolah, organisasi profesi guru PGRI, dsb. Peran pemimpin (opinion leaders) adalah sosok atau figur yang memiliki pengaruh besar terhadap anggota yang terlibat dalam suatu sistem sosial. Individu yang memiliki posisi sebagai pemimpin dalam suatu sistem sosial akan menjadi pendukung dalam proses keputusan inovasi ataupun sebaliknya. Figur tersebut berperan di mana perilakunya (mendukung atau tidak mendukung) diikuti oleh anggota sistem. Agen perubahan (change agent) adalah suatu bagian yang berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah bagian yang bisa mempengarui sikap orang lain agar menerima ide (inovasi) yang ditawarkan. Kemudian, change agent ini merupakan agen yang bersifat resmi atau formal. Artinya, ia memperoleh tugas untuk
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
46
menyebarluaskan
informasi
mengenai
inovasi
yang
dibuat
kemudian agen tersebut mempengaruhi orang lain yang berada di sistem sosial mereka. Penerimaan atau penolakan yang terjadi pada inovasi yang dibawa oleh agen tertumpu pada kemampuan dan keterampilan pengaruh.
agen
perubahan
Misalnya,
dalam
tersebut suatu
dalam
institusi
melakukan pendidikan,
memungkinkan ditolaknya suatu inovasi dalam sistem sosial yang ada didalamnya walaupun secara ilmiah inovasi terbukti lebih unggul dibandingkan yang telah berjalan saat itu. Konkritnya yakni, pengaruh teknologi dalam proses pembelajaran, implementasi elearning diberbagai lembaga pendidikan dan non pendidikan telah mencapai pada tingkat yang tinggi seperti, Malaysia, Singapura dan Australia bahkan Amerika telah mengintegrasi e-learning dalam proses pengajaran. Disisi lain, Negara Indonesia menurut lembaga riset pasar eMarketter bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 112 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk indonesia harus akan akses informasi yang cepat, efektif dan mudah. Namun, elearning masih dinilai sesuatu hal yang baru di Negara Indonesia dan
masih
kurang
efektif
untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran, serta belum 100% mengadopsi e-learning dalam pengajaran secara utuh.
RANGKUMAN
Tulislah
rangkuman
berkenaan
dengan
materi
yang
telah
dijabarkan dalam bab 2 modul ini!
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
47
EVALUASI Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat! 1. Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi, yang dimulai dari mengetahui, menyadari tentang inovasi
dan
kemudian
menerapkan
inovasi
pendidikan
(implementasi). Pernyataan ini merupakan pengertian dari... a.
Inovasi
b.
Inovasi pendidikan
c.
Proses inovasi pendidikan
d.
Perubahan inovasi
2. Tahap akhir yang dilakukan dalam proses keputusan inovasi menurut Colley (1961) adalah... a.
Membeli
b.
Mengambil tindakan
c.
Menerima (adoption)
d.
Disonansi
3. Tahapan proses keputusan inovasi menurut Milo (1971) adalah... a. Konseptualisasi, tentatif adopsi, penerimaan sumber, implementasi, institusionalisasi b. Konseptualisasi,
penerimaan
sumber,
tentatif
adopsi,
implementasi, institusionalisasi c. Konseptualisasi,
tentatif
adopsi,
penerimaan
sumber,
implementasi, institusionalisasi d. Konseptualisasi,
penerimaan
sumber,
tentatif
adopsi,
implementasi, institusionalisasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
48
4. Di bawah ini yang termasuk model proses inovasi berorientasi pada organisasi adalah, kecuali... a. Shepard (1967) b. Milo (1971) c. Wilson (1966) d. Rogers & Shoemakers (1971) 5. Routinisasi merupakan tahap akhir proses keputusan inovasi menurut... a. Shepard (1971) b. Hage & Aiken (1970) c. Wilson (1966) d. Rogers (1983) 6. Karakteristik inovasi yang menekankan pada tingkatan atau derajat di mana inovasi yang ada konsisten terhadap nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat adalah... a. Kompabilitas (Compability) b. Keunggulan relatif (Relative Advantages) c. Kerumitan (Complexity) d. Kemampuan diuji cobakan (Trialibility) 7. Ahli yang mejadikan “Persepsi tentang masalah” menjadi tahap pertama dalam proses keputusan inovasi adalah... a. Rogers & Shoemakers (1971) b. Robertson (1971) c. Klonglan & Coward (1970) d. Zaltman & Brooker (1971)
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
49
8. Media yang dapat dimanfaatkan oleh setiap individu atau kelompok yang berkomunikasi untuk menyampaikan pesanpesan merupakan pengertian dari... a. Inovasi b. Saluran komunikasi c. Sistem sosial d. Agen perubah
KUNCI JAWABAN EVALUASI Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. C 2. B 3. A 4. D 5. B 6. A 7. B 8. B
UMPAN BALIK EVALUASI Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
50
Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
TINDAK LANJUT Worsheet #1: Analisis Jurnal
Keunggulan Relatif advantage) Kemampuan Diuji Cobakan
Kompatibilitas Kemampuan Diobservasi Kerumitan
Jurnal
di
atas
merupakan
jurnal
terkait
penerapan
Pembelajaran dengan Brainstorming. Berdasarkan jurnal di atas INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
51
maka (1) lakukanlah analisis dengan tujuan mengetahui apakah terdapat inovasi atau tidak. Analisis yang dilakukan dengan melihat karakteristik advantage),
inovasi b.
yaitu:
a.
Kemampuan
Keunggulan Diobservasi
Relatif
(Relative
(Observability),
c.
Kemampuan Diuji Cobakan (Trialibility), d. Kerumitan (Complexity), e. Kompatibilitas (Compatibility). (2) Carilah jurnal International khususnya Jurnal yang berkaitan dengan Sains, Teknologi, Pendidikan dan Pembelajaran. Kemudian, analisis Jurnal Tersebut berdasarkan karakteristik inovasi yang disebutkan sebelumnya. REKOMENDASI AKSES JURNAL http://www.sciencedirect.com/ http://emeraldinsight.com/ https://eric.ed.gov/?journals advances.sciencemag.org
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, F. (1980). Perspective on Modernization toward General Theory of Third World Development. Washington: University Press of America. Havelock, R. G., & Huberman, A. M. (1978). Solving Educational Problems. New York: Praegar Publisher, A Division of Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc. Hawkins, H. S., & Van den Ban, A. W. (2012). Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisus. Miles, M. B. (1964). Innovation in Education. New York: Columbia University. Miles, M. B. (1973). Innovation in Education. New York: Teacher College, Columbia University. Nicholls, A. (1993). Managing Educational Innovations. London: Geogre Allen & Unwin. Plomp, T., & Ely, D. P. (1996). International Ecyclopedia of Educational Technology. Cambridge, UK: Elsevier Science Ltd. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
52
Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free Press. Rogers, E. M., & Floyd, S. F. (1971). Communication of Innovation. New York: Macmillan Publishing. Rusman, d. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi Komunikasi. Bandung: PT. Rajagrafindo Persada.
dan
Sallisbury, D. F. (2001). Five Technology for Educational Change. New Jersey: Educational Technology Publication. Udin, S. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Zaltman, G., Duncan, R., & Holbek, J. (1973). Innovation and Organization. London, Sydney, Toronto: A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons. Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic Eduvcational Change. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Zaltman, G., Kolter, P., & Kaufman, I. (1977). Creating Social Change. New York: Holt Rinegart & Winston.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
53
BAB III TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENDAHULUAN Bab ini berisi pembahasan tentang tahapan pengambilan keputusan inovasi, yang terdiri dari tahap keputusan inovasi, tipe keputusan inovasi, serta hambatan inovasi. Setelah
mempelajari materi
dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat: 1. memahami dan menjelaskan tahapan pengambilan keputusan inovasi; 2. membedakan tipe-tipe keputusan inovasi; 3. memahami dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan inovasi.
Gambar 3.1 Penerapan “Lesson Study” merupakan salah satu keputusan inovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, “Lesson Study for Teaching Development” (http://www.achievementnetwork.org/anetblog/teachingstudy).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
54
3.1 Tahap Keputusan Inovasi Tahap keputusan inovasi dinilai sebagai suatu kegiatan individu dengan tujuan mencari kemudian menganalisis mengenai suatu
inovasi.
Tujuannya,
memotivasi
diri
individu
dalam
memahami keunggulan dan kelemahan dari suatu inovasi sehingga mampu mengambil keputusan untuk mengadopsi atau tidak suatu inovasi. Berikut merupakan tahapan dalam proses keputusan inovasi: 1 Pengetahuan Knowledge 2 Bujukan Persuation
5 Conformation Konfirmasi
4 Implementasi Implementatio
3 Pengambilan Keputusan Decision Making
Gambar 3.2 Tahap Keputusan Inovasi Menurut Rogers & Shoemakers (1971)
Gambar di atas merupakan ilustrasi tahapan seseorang dalam mengambil keputusan terkait pengadopsian suatu inovasi. Dimana tahapan pertama yakni tahap pengetahuan (Knowledge). 1. Pengetahuan (Knowledge) Knowledge Stage atau pengetahuan merupakan tahapan pertama dalam pengambilan suatu inovasi. Tahapan ini seseorang belajar mengenai keberadaan dan informasin mengenai suatu inovasi.
Pencarian
informasi
dan
keberadaan
inovasi
itu
berhubungan dengan apa, bagaimana dan mengapa. Hal tersebut merupakan dasar penting pada tahap Knowledge Stage ini. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
55
Tahapan
ini
akan
menuntun
individu
menemukan
suatu
pemahaman yang komprehensif dan terpadu berkaitan dengan apa inovasi itu, mengapa inovasi itu harus diadopsi, dan bagaimana inovasi itu berproses. Sehingga, pada tahapan ini akan memperjelas pemahaman individu tersebut terkait inovasi yang terjadi. Rogers berpendapat bahwa pertanyaan tersebut akan membentuk tiga jenis pengetahuan yaitu: a. Awareness Knowledge Awareness
Knowledge
merupakan
pengetahuan
mengenai keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan ini akan memotivasi individu mencari tahu secara mendalam tentang seperti apa inovasi tersebut dan proses pengadopsiannya. Pengetahuan pada kondisi ini bahwa, inovasi yang hadir ditengah-tengah masyarakat belum membawa banyak informasi sehingga
inovasi
tersebut
dinilai
masih
kurang
efektif.
Dampaknya, masyarakat menilai bahwa inovasi tersebut tidak diperlukan sebagai alternatif pemecahan masalah, sehingga inovasi ini akan menghilang dengan sendirinya karena tidak ada proses adopsi. Rogers
menyatakan
bahwa
untuk
menyampaikan
keberadaan suatu inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, majalah atau berbagai media online yang mampu memberikan informasi secara sistematis, efektif, dan cepat. Hasilnya, masyarakat akan lebih mudah mengetahui dna memperoleh informasi akan keberadaan suatu inovasi. b. How to Knowledge Istilah How to Knowledge merupakan pengetahuan tentang bagiamana cara menggunakan inovasi dengan baik dan benar.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
56
Hal ini sangat penting khususnya dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi. Individu yang memiliki pengetahuan ini secara memadai maka akan meningkatkan peluang
atau
potensi
dalam
menggunakan
dan
mengimplementasi suau inovasi yang ada. How to knowledge secara tidak langsung membimbing seseorang untuk tidak hanya sekedar paham mengenai inovasi yang hadir, namum tahu bagaimana menggunakan inovasi tersebut.
Gambar 3.3 Digital Learning Project merupakan program inovatif yang dikeluarkan oleh Australian National University sebagai penyelerasan dunia pendidikan dengan perkembangan teknologi. Program ini bisa menjadi pengetahuan awal bagi seseorang terkait pengadopsian suatu inovasi.
c. Principle Knowledge Istilah Principle Knowledge adalah prinsip-prinsip keberfungsian suatu pengetahuan yang menadasari suatu inovasi khususnya mengenai bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contohnya adalah teori kuman, teori tersebut yang mendasari penggunaan vaksinasi dan kakus untuk sanitasi perkampungan dan kampanye kesehatan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
57
2. Tahap persuasi (Persuation Stage) Tahap persuasi merupakan tahap di mana seseorang memiliki sikap yang positif atau negatif terhadap inovasi yang terjadi. Sikap yang
timbul
pada
diri
seseorang
tidak
secara
langsung
mempengaruhi seseorang secara penuh untuk menerima ataupun menolak suatu inovasi. Maka, pembentukan sikap diri sesorang dilakukan
setelah
melalui
tahap
pengetahuan
(knowledge)
sebelumnya dengan berbagai pengetahuan yang diperoleh. Rogers menyatakan bahwa tahap pengetahuan dinilai sebagai sesuatu yang
bersifat
kognitif
(pengetahuan),
sedangkan
persuasi
(Persuation stage) bersifat afektif. Afektif ini yang akan membawa seseorang terlibat lebih mendalam terhadap suatu inovasi karena menyangkut sikap dan perasaan. Perasaan yang dialami seseorang bisa berdampak pada keyakinan setiap individu terhadap fungsi inovasi dan dukungan sosial. Tingkat ketidakyakinan pada fungsifungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi opini dan kepercayaan seseorang terhadap suatu inovasi. 3. Tahap keputusan (decision stage) Tahapan ini, individu membuat suatu keputusan mengenai apakah ia menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers bahwa jika seseorang menerima suatu inovasi maka ia akan menerapkan inovasi tersebut secara penuh, namun jika seseorang menolak suatu inovasi berarti, “No to adopt an innovation” atau tidak akan mengadopsi suatu inovasi itu. Kajadian yang sering terjadi adalah seseorang menerima suatu inovasi setelah ia melakukan uji coba terhadap inovasi tersebut. Uji coba yang dilakukan bisa melalui tahap uji sebagian kecil, kemudian menerapkan suatu inovasi tersebut secara keseluruhan. Inovasi yang memiliki potensi untuk bisa diuji cobakan dari bagian per bagiannya, maka akan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
58
lebih mudah untuk diterima atau diadopsi. Namun, tidak semua inovasi bisa diimplementasikan atau diujicobakan seperti yang dijelaskan yakni uji coba bagian per bagian. Uji coba terhadap suatu inovasi juga bisa dilakukan pada kelompok kecil untuk memastikan keputusan seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi. Berhubungan dengan hal tersebut, bahwa penolakan suatu inovasi tidak hanya terjadi pada tahapan ini, namun bisa saja suatu inovasi itu bisa mengalami penolakan pada tahap pengetahuan (Knowledge), karena memiliki pemahaman yang mendalam terhadap inovasi yang ada. Kemudian, mungkin penolakan tersebut juga bisa terjadi pada tahap persuasi, sehingga tahap ini (Decision Stage) tidak menjadi dasar utama seseorang mengalami proses penolakan terhadap suatu inovasi. Penolakan terhadap suatu inovasi terdapat dua macam yaitu, 1) Penolakan Aktif yaitu penolakan terhadap suatu inovasi karena inovasi tersebut telah diujicobakan berdasarkan pertimbangan (mencoba terlebih dahulu), namun keputusan akhirnya memutuskan untuk menolak inovasi yang telah diterapkan sebelumnya, dan 2) Penolakan Pasif yaitu melakukan penolakan terhadap inovasi tanpa mengalami pertimbagan apapun atau menolak inovasi secara langsung dan bersifat pasti. Berdasarkan penjelasan di atas, tahap pengetahuan, persuasi dan tahapan pengambilan keputusan memiliki keterkaitan yang kuat. Sehingga, pada jenis inovasi dan kondisi tertentu urutan di atas bisa saja mengalami pertukaran, mislanya tahap pengetahuan, lalu tahap pengambilan keputusan, baru mengalami tahapan persuasi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
59
4. Tahap implementasi (implementation stage) Tahapan
implementasi
ini
terjadi
apabila
seseorang
memutuskan untuk menerapkan inovasi. Keterlibatan mental ataupun perbuatan sangat dibutuhkan pada tahap ini agar proses penerapan
inovasi
terlaksana
secara
konkrit.
Tahapan
implementasi menandai bahwa, seseorang telah menerima dan mengadopsi suatu gagasan inovasi dengan menerapkan atau mempraktikkan. Adapun seseorang menerima suatu inovasi tapi tidak
mengimplementasikannya,
hal
ini
dikarenakan
ketidaktersediaan fasilitas penerapan terhadap praktik inovasi yang dilakukan. Faktor lain seperti ketidakpastian suatu hasil inovasi yang kemudian menjadi masalah, maka pengguna memerlukan teknis dari agen perubahan agar penerapan inovasi berjalan sesuai aturan. Implementasi
ini
akan
terdapat
masalah
jika
pengadopsi
merupakan organisasi (komunitas), karena dalam implementasi yang dilakukan perlu keputusan bersama, waktu yang panjang, dan penyatuan visi. Hal ini disebabkan bahwa, dalam suatu komunitas atau organisasi memiliki banyak karakter yang berbeda-beda pada setiap anggota organisasi tersebut, sehingga keputusan yang diambil mengalami beberapa proses. Inovasi kemudian dianggap berakhir apabila penerapannya sudah bersifat melembaga atau telah menjadi hal-hal yang rutin, sehingga inovasi tidak dianggap baru lagi. Kondisi tersebut bahwa suatu inovasi telah berlangsung lama, tergantung kondisi dari inovasi yang ada sehingga akhir suatu inovasi ditandai berdasarkan pernyataan sebelumnya. Istilah re-invensi juga dibahas dalam tahapan ini, yaitu kondisi inovasi yang mampu memecahkan masalah. Anggapan ini muncul karena pemahaman bahwa inovasi yang yang hadir dinilai kompleks dan sukar dimengerti. Kemudian,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
60
penerima (pengadopsi) inovasi menjadi sulit untuk menemui agen pembaharu sebagai teknis dalam memecahkan masalah. Pemecahan masalah oleh suatu inovasi pada daerah tertentu akan menimbulkan kebanggaan terhadap inovasi yang diadopsi. Rogers berpendapat bahwa penemuan (Invention) dan pembaharuan (Innovation) merupakan dua hal yang berbeda, dimana invention merupakan proses dimana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan. Sedangkan, inovasi merupakan proses penggunaan ide yang sudah ada sehingga disimpulkan bahwa semakin banyak terjadi suatu penemuan maka akan semakin cepat suatu inovasi dilaksanakan. 5. Tahap konfirmasi (confirmation stage) Tahap konfirmasi ini berarti keputusan telah dibuat oleh pengadopsi sehingga seseorang mencari dukungan atas keputusan yang dibuat. Dengan kata lain, seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang diambil dan kemudian keputusan tersebut bisa ditarik kembali jika informasi yang diperoleh bertentangan dengan informasi sebelumnya. Tahapan ini telah terjadi suatu keputusan bahwa inovasi diterima atau ditolak oleh pengadopsi. Maka, tahapan ini sebenarnya telah berlangsung secara berkelanjutan sejak inovasi diputuskan dengan waktu yang tak
terbatas.
Selama
tahapan
konformasi,
seseorang
akan
menghindari terjadinya disonansi dan berusaha menguranginya. Disonansi merupakan proses terjaidnya perubahan tingkah laku seseorang yang disebabkan ketidakseimbangan internal dalam dirinya. Seseorang tersebut merasa adanya hal-hal yang tidak sesuai atau tidak selaras sehingga merasa tidak enak. Jika disonansi ini terjadi pada diri seseorang, maka seseorang tersebut akan melakukan upaya untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi dengan cara mengubah pengetahuannya, sikap dan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
61
perilakunya. Disonansi berhubungan dengan difusi inovasi dimana usahan mengurangi disonansi dapat terjadi:
Apabila seseorang menyadari akan suatu kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut, misalnya mencari suatu inovasi yang cocok bagi kebutuhannya. Hal ini terjadi pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
Seseorang telah menerima dan menyenangi suatu inovasi, tetapi belum
melakukan
penerapan
terhadap
inovasi
tersebut.
Sehingga, ia akan betusaha untuk menerimanya, tujuannya yakni mengurangi disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.
Seseorang telah melakukan keputusan bahwa ia menerima dan ingin menerapkan suatu inovasi, kemudian diajak untuk menolaknya. Sehingga, untuk mengurangi disonansi adalah seseorang tidak menerapkan inovasi tersebut (discontinuing). Kemudian, terdapat kondisi dimana seseorang menetapkan menolak suatu inovasi, tetapi diajak unutk menerimanya. Maka, disonansi dikurangi dengan menerima innovasi tersebut dan menerapkannya (mengubah keputusan awal). Perubahan yang terjadi pada diri seseorang yakni menerima dan menolak inovasi terjadi di tahap konformasi dalam proses keputusan inovasi. Pernyataan di atas merupakan cara untuk mengurangi
disonansi yang terjadi. Sehingga antara sikap, perilaku, dan pikiran memiliki hubungan yang erat atau tak terpisahkan. Hal ini dikarenakan antara unsur satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Kemudian, jika terjadi disonansi maka seseorang akan mencari penguatan terhadap apa yang diyakininya dengan tujuan memperkuat keputusan yang telah diambil. Hal ini disebut
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
62
sebagai Selective Exposure yaitu, adanya proses seleksi informasi yang dilakukan orang yang mengalami disonansi. Disonansi akan terjadi jika peran agen pembaharu (Monitoring) tidak dominan sehingga pengaruh negatif akan mudah masuk dalam proses penerimaan suatu inovasi. 3.2 Tipe Keputusan Inovasi Inovasi yang diterima atau ditolak oleh seseorang sebagai sistem sosial, atau keseluruhan anggota sosial dilakukan secara bersama atau kekuasaan. Berikut merupakan tipe keputusan inovasi: 1. Keputusan inovasi opsional, penetapan menerima atau menolak suatu inovasi berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Hal ini disebut keputusan secara mandiri karena dilakukan tanpa melihat anggota sistem sosial yang lain. Keputusan yang diambil oleh individu ini telah sesuai dengan norma yang diberlakukan oleh sistem soial dan disertai hasil komunikasi
interpersonal
dengan
anggota
lainnya.
Jadi,
hakekatnya adalah individu memiliki peran yang dominan dalam menetapkan suatu keputusan terhadap suatu inovasi. 2. Keputusan inovasi kolektif, yaitu melakukan suatu keputusan menerima atau menolak suatu inovasi berdasarkan keputusan bersama (anggota sistem sosial) secara keselutuhan, sehingga ini dinilai sebagai keputusan yang pasti. Implementasi suatu model pembelajaran di kelas dengan berpedoman pada sintaks model tersebut. Meskipun, pengajar bisa melakukan inovasi dalam pembelajaran tetapi ada hal-hal yang mejadi aturan tersendiri dalam pelaksanaan dengan model tersebut. Sehingga, semua anggota yang terlibat melakukan keputusan dengan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
63
mentaati aturan yang diberlaukan selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Keputusan inovasi otoritas, keputusan yang dibuat oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki kedudukan, wewenang, dan kuasa terhadap sesuatu. Seseorang tersebut juga memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Anggota pada sistem sosial tertentu hanya berperan dalam melaksanakan apa yang mejadi aturan dan mereka tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan. Tipe-tipe keputusan inovasi di atas merupakan rentangan keputusan inovasi yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok sistem sosial. Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan
dalam
suatu
organisasi
formal,
seperti
sekolah,
pergutuan
tinggi,
organisasi pemerintahan, perusahaan
dan
sebagainya. Sedangkan, keputusan inovasi opsional memiliki target masyarakat seperti petani, konsumen, dan anggota masyarakat sebagi individu bukan sebagai anggota sosial. Tipe keputusan inovasi ini digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi yang bersifat dinamis, yaitu mudah berubah setiap waktu. Misalnya, implementasi kurikulum di lingkungan sekolah ataupun di oerguruan tinggi. Katakanlah implementasi kurikulum mulanya digunakan “Rencana Pelajaran 1947” yang merupakan kurikulum pertama yang lahir pada zaman kemerdekaan dengan istilah leer plan. Namun, kurikulum ini baru diberlakukan pada tahun 1950 sehingga kalangan masyarakat menyebut sejarah perkembangan kurikulum di awali dari kurikulum 1950. Pada tahun 1952 kurikulum kemudian dibuat lagi dengan nama “Rencana Pelajaran Terurai 1952”, dimana kurikulum ini dinilai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
64
lebih merinci dengan istilah bahwa setiap mata pelajaran disebut rencana pelajaran terurai, kata Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Kemduian di penghujung era presiden Soekarno, muncul kurikulum “Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964” dengan fokus pada peengembangan daya cipta, rasa, karya, karsa, dan moral (Pancawardhana). Kurikulum 1968 menjadi kurikulum yang lahir setelah Kurikulum 1964 dengan tujuan membentuk manusia pancasila. Kemudian, mengalami perubahan dengan membuat kembali kurikulum 1975, kurikulum 1984 (CBSA: Cara Belajar Siswa Aktif), kurikulum 1998 dengan penambahan suplemen kurikulum 1999 sebagai bentuk kombinasi antara kurikulum 1975 dan 1984 saat kurikulum
1994
bergulir
kurikulum-kurikulum
lebih
kepada
sebelumnya.
upaya
Hasilnya,
memadukan pembaharuan
(inovasi) kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Kurikulum 2004 merupakan bagian pembaharuan kurikulum di Indonesia setelah kurikulum 1994. Kurikulum 2004 dengan menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
ataupun
klasikal
dan
berorientasi
hasil
belajar.
Kurangnya manusia yang potensial dalam menjabarkan KBK (Kurikulum 2004) karena adanya tuntutan bagi pengajar untuk kreatif dalam
menjalankan
pendidikan. Pernyataan
tersebut
didasari bahwa masih rendahnya kualitas pengajar terkait tujuan pengimpelementasian KBK dalam pembelajaran. Awal 2006, uji coba KBK dihentikan dan kemudian muncul kurikulum tingkat satuan
pendidikan.
Dibandingkan
dengan
Kurikulum
2004,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
65
Kurikulum KTSP tidak memiliki banyak perbedaan dengan KBK yakni ditinjau dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi. Namun, minimnya sosialisasi dan pendidikan,
kesiapan
khsuusnya
sarana
dan
kesiapan
prasarana
guru
dan
pendukung
sekolah
untuk
menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri. Setelah KTSP, maka hadirlah kurikulum yang sampai saat ini digunakan
meskipun
masih
ada
ebberapa
sekolah
yang
menggunakan KTSP. Kurikulum yang dimaksud adalah K13 atau Kurikulum 2013, dimana siswa dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. K13 juga melakukan sistem penilaian bagi siswa bukan hanya diperoleh dari nilai ujian saja tetapi didapat dari nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan sebagainya. Disamping keunggulan dari K13, kesiapan dan belum meratanya implementasi K13 merupakan salah satu kelemahan dari kurikulum ini. Alasan lain yaitu, penerapan model pembelajaran yang dinilai sulit seperti discovery learning, inquiry learning, dan problem based learning sehingga beberapa sekolah masih menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Namun, K13 merupakan bentuk inovasi yang dibuat untuk meningkatkan kualitas manusia pada bidang pendidikan. Mantan Rektor Universitas Paramadina, Anis Baswedan menambahkan bahwa secara ide, K13 sangatlah bagus. Namun, karena langsung diterapkan tanpa uji terlebih dahulu serta diterapkan sebagai kurikulum nasional, maka mendatangkan banyak persoalan dan banyak sekolah yang menolak penerapan kurikulum
itu.
pembaharuan
Ide
atau
kurikulum
gagasan tentunya
yang
muncul
mengalami
di
setiap
diskusi
yang
panjang dari pihak pemerintah. Kemudian, perubahan-perubahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
66
yang terjadi dari penerapan kurikulum termasuk dalam keputusan opsional. Analoginya, Pemerintah mengeluarkan suatu ide atau gagasan (kurikulum) yang kemudian diusulkan untuk diterapkan, namun berdasarkan penjelasan di atas bahwa perubahan yang terjadi pada kurikulum, ada yang mengalami uji coba dan ada yang tidak dalam implementasinya. Sehingga, Pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa Kurikulum tersebut harus diterapkan di sekolah. Fakta di lapangan, dimana masyarakat baik yang menerima ataupun menolak kurikulum yang diberlakukan merupakan reaksi mereka terhadap peraturan yang ada. Misalnya, Kurikulum 2013 atau K13 mendapat reaksi negatif (menolak) terhadap inovasi yang diberikan K13, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk kembali kepada peraturan sebelumnya atau pengimplementasian kurikulum sebelumnya, katakanlah Kurikulum KTSP (Keputusan Opsional). 4. Keputusan inovasi kontingensi (Contingent), yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi yang kemduian baru dapat diterapkan hanya setelah adanya keputusan inovasi yang mendahuluinya. Contohnya, di sebuah perguruan tinggi, seorang Dosen tidak mungkin memutuskan secara opsional bahwa,
setiap
Dosen
berbasis
e-Learning
pimpinan
fakultas
harus
sebelum atau
memperkuat sinyal wifi
pada
menggunakan didahului tingkat
pembelajaran
keputusan universitas
oleh untuk
atau server yang akan mendukung
terlaksananya pembelajaran e-Learning. Jadi, ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya satu atau dua keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, tergantung keputusan yang mana yang akan digunakan opsional, kolektif, atau otoritas. Sistem sosial
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
67
terlibat langsung dalam proses keputusan kolektif, otoritas dan kontingen, tetapi mungkin tidak dilibatkan dalam proses keputusan inovasi opsional. 3.3 Hambatan Inovasi Penerapan suau inovasi di lingkungan masyarakat tidak begitu saja terjadi. Dalam penerapannya, mungkin saja menimbulkan ketidakcocokan dan tidak menyatunya suatu prinsip inovasi yang diterapkan terhadap prinsip yang berlaku pada masyarakat. Penerimaan atau penolakan terhadap suatu inovasi tidak hanya datang dari faktor apa yang dibawa oleh inovasi itu sendiri, tapi kesesuaian dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku pada masyarakat. Sehingga, inovasi yang diterapkan menjadi sebuah solusi tanpa mengabaikan prinsip dan sistem yang sedang berlaku di masyarakat. Penolakan atau hambatan akan selalu hadir dalam setiap perubahan yang dibawa oleh suatu inovasi. Anggota-anggota sistem sosial baik secara internal ataupun eksternal tidak bisa mengalami ketidaksukaan penerapan inovasi yanga ada, sehingga mereka akan melakukan perlawanan, sabotase, bahkan upaya mencegah perubahan yang terjadi. Di bawah ini merupakan hambatan dalam konteks inovasi yang dibagi menjadi empat kategori yaitu: 1. Hambatan psikologis Hambatan ini bisa mejadi suatu pemicu seorang individu melakukan penolakan terhadap suatu inovasi yang terjadi di lingkungannya. Hambatan secara psikologis masyarakat telah dan masih menjadi kunci munculnya suatu penolakan terhadap upaya
pembaharuan-pembaharuan
sekelompok
sistem.
Contohnya,
yang
dilakukan
maraknya
oleh
penerapan
pembelajaran dengan menggunakan e-learning, dimana peserta
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
68
didik tidak hanya sekedar belajar dalam bentuk tatap muka di kelas, tapi bisa melakukan tatap muka secara online dengan rekan-rekannya. Namun, disisi lain penerapan e-learning yang menjadi suatu hal yang tak biasa dikerjakan khsuusnya bagi pengajar, terlebih penerapan e-learning ini sedikit banyak pengajar mesti menguasai beberapa teknik dan pengetahuan tentang teknologi. Karena berangkat dari ketidakbiasaan pengajar dengan unsur-unsur (internet, emailing, diskusi online, dan aplikasi pendukung e-learning) yang ditawarkan oleh e-learning, maka secara tidak langsung inovasi ini tidak akan diadopsi oleh masyarakat. Kaitannya dengan hambatan psikologi, bahwa penolakan yang trejadi terhadap penerapan e-learning ini disebabkan karena
rasa
enggan
dan
merasa
sudah
cukup
dengan
penerapan pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya, mempermasalahkan kerumitan inovasi yang ditawarkan, dan tidak adanya pengetahuan mengenai penerapan e-learning itu sendiri. Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat berasumsi bahwa dalam suatu sistem sosial, organisasi, atau kelompok, beberapa anggotan yang terhimpun didalamnya ada yang memiliki pengalaman masa lalunya yang negatif. Dampaknya, hal ini mempengaruhi keberaniannya untuk bisa menghadapi dan menerima perubahan yang terjadi. Kemudian, secara psikologi akan terbawa yang akhirnya mempengaruhi anggota sistem sosial yang lain dan ini juga berpengaruh terhadap rencana sistem sosial atau organisasi tersebut kedepannya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
69
2. Hambatan praktis Hambatan praktis secara eksplisit dideskripsikan mejadi tiga faktor yaitu. a)
Waktu Mencegah dan memperlambat suatu perubahan dalam organisasi atau sistem sosial merupakan faktor yang sering ditunjukkan dari sisi hambatan praktis (waktu). Seperti program-program pengembangan kompetensi pengajar atau pelatihan terhadap pengajar (guru) dan proses pengajaran yang sering dialami banyak orang, dimana halhal yang dinilai bersifat
praktis akan
menghambat
perkembangan dan pembaharuan praktek. Pernyataan ini didasari
oleh
alasan
ketidakcukupan
sumber
daya
ekonomi, teknis, dan materi pun masuk dalam alasan tersebut. Dampaknya, mucnul tanggapan bahwa semakin praktis sifat suatu bidang maka semakin mudah orang meminta penjelasan tentang penolakan praktis tersebut. b)
Sumber Daya Rencana
terkait
pengimplementasian
suatu
inovasi
memerlukan banyak pertimbangan khususnya tingkat pengetahuan dan jumlah dana. Hal ini berkaitan erat dengan suatu inovasi yang akan dilakukan dan inovasi tersebut jauh berbeda dengan praktek inovasi di masa lalu. Sehingga, hal ini dinilai sebagai perubahan besar yang kemudian
mendatangkan
banyak
pemikiran,
pertimbangan, dan rencana dalam mengimplementasi inovasi tersebut. Sumber daya dalam bentuk keahlian dan keuangan menjadi pendukung utama terlaksananya suatu inovasi. Awal penyebarluasan suatu gagasan inovasi akan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
70
membutuhkan
banyak
sumber
daya
seperti
dana.
Terkadang dan menjadi hal ini yang tidak dianggarkan dan direncanakan karena proses cipta inovasi berfokus pada projek gagasan itu sendiri tanpa mempertimbangakn kecukupan dana dan berbagai kemungkinan bantuan yang datang, sehingga hal ini bisa menjadi suatu hambatan khsuusnya dalam fase awal penyebarluasan inovasi. c)
Sistem Peran sistem disini menggambarkan bahwa dana yang didiskusikan sebelumnya bahwa, kecukupan dana tidak menjamin
terlaksananya
gagasan
inovasi
yang
dikembangkan. Artinya, kecerdasan suatu sistem sosial untuk bisa menggunakan sumber daya keahlian seperti pengetahuan dan keterampilan anggota-anggota yang terlibat dalam suatu proyek inovasi mejadi faktor penting. Dengan kata lain, kurangnya dan tidak cermatnya dalam pemilihan sumber daya terkait implementasi inovasi yang dibuat akan menjadi hambatan. Sehingga sistem yang dibuat haruslah terencana dan berpotensi memprediski keterlaksanaan inovasi tersebut. d)
Hambatan Kekuasaan dan Nilai Nilai merupakan bagian yang sering terseret dalam menilai sutau inovasi yang pada akhirnya berkaitan dengan hambatan. Sehingga, hambatan nilai menjadi hal yang esensi dalam proses penerimaan atau penolakan terhadap suatu inovasi. Jika suatu inovasi selaras dengan nilai dan norma-norma yang dianut oleh masyarakat maka besar peluang inovasi tersebut diadopsi. Namun, sebaliknya jika
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
71
bertentangan
terhadap
kemungkinan
besar
nilai-nilai terjadi
yang
dianut,
penolakan
terhadap
pembaharuan yang hadir. Pada beberapa kasus juga menunjukkan bahwa inovator banyak mengalami konflik terhadap suatu sistem sosial tempat dimana pembaharuan akan dilakukan. Namun, proses eksplorasi yang mendalam terhadap hal yang terjadi melalui suatu kesepakatan dan aliansi. Kesepakatan dan aliansi ini dinilai penting dalam pengimplementasian suatu inovasi, khususnya untuk mengatasi
konflik.
Sehingga,
prosesnya
bisa
saja
memperbaharui inovasi yang sudah ada agar jauh lebih bersinergi terhadap nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat, meskipun terkadang aliansi yang terjadi kurang menoleh dengan nilai itu sendiri.
RANGKUMAN
Tulislah
rangkuman
berkenaan
dengan
materi
yang
telah
dijabarkan dalam bab 3 modul ini!
EVALUASI Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat! 1. Seseorang belajar mengenai keberadaan suatu inovasi yang kemudian mencari berbagai informasi terkait suatu inovasi merupakan tahapan proses keputusan inovasi yaitu... a. Pengetahuan b. Persuasi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
72
c. Pengambil Keputusan d. Implementasi 2. Penolakan terhadap suatu inovasi terdapat dua macam, salah satunya adalah melakukan penolakan terhadap inovasi tanpa mengalami pertimbagan apapun atau secara langsung menolak inovasi tersebut secara pasti. Pernyataan ini pengertian dari penolakan... a. Aktif b. Pasif c. Pengetahuan d. Konkrit 3. Tahap implementasi terjadi apabila... a. Penolakan terhadap suatu inovasi karena inovasi tersebut telah diujicobakan berdasarkan pertimbangan (mencoba terlebih dahulu), namun keputusan akhirnya memutuskan untuk menolak inovasi yang telah diterapkan sebelumnya b. Seseorang mencari dukungan atas keputusan yang dibuat c. Seseorang telah menerima dan mengadopsi suatu gagasan inovasi dengan menerapkan atau mempraktikkan d. Seseorang menyadari akan suatu kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut 4. Proses terjaidnya perubahan tingkah laku seseorang yang disebabkan
ketidakseimbangan
internal
dalam
dirinya.
Seseorang tersebut merasa adanya hal-hal yang tidak sesuai atau tidak selaras sehingga merasa tidak enak. Pernyataan ini adalah pengertian dari... a. Disonansi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
73
b. Konfirmasi c. Pengadopsi d. Informasi 5. Suatu keputusan menerima atau menolak suatu inovasi berdasarkan keputusan bersama anggota sistem sosial secara keselutuhan sehingga ini dinilai sebagai keputusan yang pasti. Pernyataan ini merupakan pengertian dari... a. Keputusan inovasi opsional b. Keputusan inovasi kolektif c. Keputusan inovasi otoritas d. Keputusan inovasi kontingensi 6. Keputusan inovasi Otoritas adalah... a. Penolakan terhadap inovasi tanpa mengalami pertimbagan apapun atau secara langsung menolak inovasi tersebut secara pasti b. Proses terjaidnya perubahan tingkah laku seseorang yang disebabkan ketidakseimbangan internal dalam dirinya c. Penetapan
menerima
atau
menolak
suatu
inovasi
berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh indivodu itu sendiri d. Keputusan yang dibuat oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki kedudukan, wewenang, dan kuasa terhadap sesuatu
dan
memiliki kemampuan
yang lebih
tinggi
dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya yang terlibat dalam pengambilan keputusan 7. Pemilihan
menerima
atau
menolak
suatu
inovasi
yang
kemduian baru dapat diterapkan hanya setelah adanya
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
74
keputusan inovasi yang mendahuluinya merupakan pengertian dari... a. Keputusan inovasi opsional b. Keputusan inovasi kolektif c. Keputusan inovasi otoritas d. Keputusan inovasi kontingensi 8. Arti dari pernyataan “No to adopt an innovation” adalah... a. Menerima inovasi b. Menerapkan inovasi c. Memperbaiki inovasi d. Tidak mengadopsi inovasi
KUNCI JAWABAN EVALUASI Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. A 2. B 3. C 4. A 5. B 6. D 7. D 8. D
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
75
UMPAN BALIK EVALUASI Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas. Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
TINDAK LANJUT Mendesain Model Pembelajaran Inovatif 1. Pikirkanlah suatu ide atau gagasan mengenai inovasi dalam pengajaran di sekolah. 2. Bentuklah kelompok 4-5 orang perkelompok 3. Buatlah suatu desain pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013 yang saat ini sedang berlaku. Kemudian, integrasikan ke dalam desain pembelajaran tersebut seperti strategi, metode, model, teknis atau teori belajar yang anda nilai mampu mengubah pemahaman peserta didik dalam belajar sains
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
76
(khususnya kimia). Konten kimia yang menjadi materi bisa dihubungan dengan kearifan lokal seperti “tingkat keasaman sungai Banjarmasin”, sehingga ilmu kimia memiliki perspektif lain secara keilmuan. 4. Pengenalan nilai kearifan lokal ke dalam pembelajaran sains merupakan hal yang akan sangat berkontribusi terhadap pengetahuan peserta didik ke depan dan menjadi suatu pembaharuan (inovasi). Selain berdaya saing, peserta didik bisa menjadi unggul khususnya dalam kajian kearifan lokal yang diangkat dalam belajar sains. 5. Lakukanlah proses-proses 1 sampai 4 berdasarkan tahapan inovasi yang telah dijelaskan di atas. Tahapan yang dilalui akan menentukan desain seperti apa dan inovasi apa yang akan terlihat berdasarkan ide yang kita bawa sebagai pondasinya. 6. Lakukan validasi dan konsultasi dengan pakar, kemudian evaluasi proses yang anda lakukan secara keseluruhan dan interpretasikan hasil ide atau gagasan anda sebagai bentuk difusi dan diseminasi terhadap ide (inovasi) yang anda buat. 7. Berikut contoh kajian terkait pembaharuan (inovasi) yang diterapkan dalam pembelajaran.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
77
Gambar 3.4 Kajian Pembelajaran Inovatif berbasis Reasearch.
DAFTAR PUSTAKA Abraham, F. (1980). Perspective on Modernization toward General Theory of Third World Development. Washington: University Press of America. Havelock, R. G., & Huberman, A. M. (1978). Solving Educational Problems. New York: Praegar Publisher, A Division of Holt, Rinehart and Winston, CBS, Inc. Hawkins, H. S., & Van den Ban, A. W. (2012). Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisus. Miles, M. B. (1964). Innovation in Education. New York: Columbia University. Miles, M. B. (1973). Innovation in Education. New York: Teacher College, Columbia University. Nicholls, A. (1993). Managing Educational Innovations. London: Geogre Allen & Unwin. Plomp, T., & Ely, D. P. (1996). International Ecyclopedia of Educational Technology. Cambridge, UK: Elsevier Science Ltd.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
78
Rogers, E. M. (1983). Diffusion on Innovation. New York: The Free Press. Rogers, E. M., & Floyd, S. F. (1971). Communication of Innovation. New York: Macmillan Publishing. Rusman, D. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi Komunikasi. Bandung: PT. Rajagrafindo Persada.
dan
Sallisbury, D. F. (2001). Five Technology for Educational Change. New Jersey: Educational Technology Publication. Udin, S. S. (2013). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Zaltman, G., Duncan, R., & Holbek, J. (1973). Innovation and Organization. London, Sydney, Toronto: A Wiley-Interscience Publication John Wiley & Sons. Zaltman, G., Florio, D. H., & Sikorski, L. A. (1977). Dynamic Eduvcational Change. New York: The Free Press A Division of Macmillan Publishing Co. Inc. Zaltman, G., Kolter, P., & Kaufman, I. (1977). Creating Social Change. New York: Holt Rinegart & Winston.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
79
BAB IV
INOVASI KURIKULUM PENDAHULUAN Bab ini berisi pembahasan tentang inovasi kurikulum. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hakikat dan ciri-ciri inovasi kurikulum, berbagai macam inovasi kurikulum seperti Kurikulum berbasis
kompetensi,
Kurikulum
Kurikulum
berbasis
masyarakat,
dan
terpadu beserta berbagai jenis dan contohnya.
Pemahaman tentang inovasi kurikulum sangat penting bagi seorang guru atau calon guru, karena dapat membantu guru dalam melaksanakan tugasnya Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan: 1. pengertian inovasi kurikulum; 2. hambatan-hambatan yang terdapat dalam penerapan inovasi kurikulum; 3. perbedaan karakteristik berbagai macam inovasi kurikulum, Kurikulum
berbasis
kompetensi,
kurikulum
berbasis
masyarakat, dan kurikulum berbasis keterpaduan; dan 4. berbagai jenis inovasi kurikulum dengan memberikan contohcontoh implementasinya. 4.1 Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran Kurikulum merupakan pedoman dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Kurikulum
merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
80
pelajaran
serta
cara
yang
digunakan
sebagai
pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Merujuk pada definisi inovasi dan kurikulum di atas, maka inovasi kurikulum dapat diartikan sebagai ide, gagasan atau tindakan
dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang
dianggap baru untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dalam bidang pendidikan, inovasi biasanya muncul dari adanya keresahan pihak-pihak tertentu tentang penyelenggaraan pendidikan. Misalnya, keresahan guru tentang pelaksanaan proses belajar-mengajar yang dianggap kurang berhasil. Upaya untuk memecahkan masalah tersebut memunculkan gagasan dan ide-ide baru sebagai suatu inovasi. Kurikulum bersifat dinamis sehingga selalu disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika masyarakat, serta teori-teori belajar yang terus berkembang. Pembaharuan kurikulum biasanya dilakukan jika kondisi pembelajaran di kelas dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat dan dunia kerja. Sebagai contoh peluncuran pesawat ulang alik Sputnik oleh Soviet pada bulan Oktober 1957 menjadi salah satu pemicu pembaharuan kurikulum di Amerika Serikat. Merasa tertinggal dengan saingat terberatnya kala itu, Uni Soviet, Amerika Serikat berusaha mengejar ketertinggalan tersebut dengan
melakukan
inovasi
kurikulum
yang
memperkuat
pengajaran sains dan matematika melalui proyek inovasi kurikulum yang dikenal sebagai “the course content improvement projects” (Tyler, 1981). Indonesia melakukan hal yang sama dengan memperbaharui kurikulum yang mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada tahun 2011. Keberadaan Kurikulum INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
81
mengacu KKNI dirasa perlu ketika
output yang dihasilkan dari
dunia pendidikan dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dunia kerja yang semakin mengglobal. Dengan demikian, inovasi kurikulum menjadi suatu keharusan ketika keadaan sudah tidak sesuai lagi dengan harapan. Aspek pembelajaran menjadi salah satu komponen pendidikan yang mendapat imbas paling besar dalam inovasi kurikulum. Salah satu inovasi kurikulum yang mempengaruhi aspek pembelajaran di Indonesia adalah penerapan pendekatan
saintifik
pada
Kurikulu
2013
yang
melatih
keetrampilan 5 M (mengamati, menanya, mengeksplore, mengkaji, mengkomunikasikan). 4.2
Hambatan-Hambatan dalam Penerapan Inovasi Kurikulum Inovasi pendidikan dalam bidang kurikulum tidak berhenti
hanya dalam permasalahan di atas saja. Dengan melihat konsep dan kerangka kurikulum, dapat diketahui mengenai arah atau tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum harus senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, agar peserta didik
juga
dapat
perkembangan kurikulum
dengan
yang
sering
ada.
kali
mudah Namun
menemukan
menyesuaikan demikian banyak
dengan
perkembangan masalah
yang
memerlukan pertimbangan dan pemecahan tersendiri. Semua masalah tersebut disebabkan oleh berbagai kondisi yang ada, disesuaikan pula dengan tuntutan dan prinsip kebutuhan yang perlu dipenuhi. Pada umumnya, faktor penghambat inovasi di lapangan muncul dalam bentuk penolakan atau resistensi dari calon adopter. Sebagai contoh penerapan Kurikulum 2013 di lapangan ternyata mengalami penolakan dari para guru akibat ketidaksiapan guru
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
82
menerapkan
metode
pembelajaran
dan
teknik
evaluasinya,
sehingga harus ditunda masa berlakunya. Penolakan (resistance) dapat diartikan sebagai upaya melawan sesuatu atau seseorang untuk tidak berubah atau diubah, atau tidak mau menerima perubahan tersebut. Ditolaknya inovasi oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah biasanya disebabkan oleh beberapa hal berikut: a) Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka. b) Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang biasa mereka lakukan, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan selama bertahun-tahun. Di samping itu sistem
yang
berlaku
selama
ini
dianggap
sudah
baik,
memberikan rasa aman dan kepuasan sesuai pikiran mereka (Day dkk, 1987). c) Inovasi yang dibuat pihak lain (seperti Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh guru dan siswa. Hal ini juga diungkapkan oleh Munro (1987:36) yang mengatakan bahwa "mismatch between teacher's intention and practice is important barrier to the success of the innovatory program". d) Inovasi yang berasal dari pusat cenderung berbasis proyek, dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pencipta inovasi tersebut. Inovasi seperti ini bisa berhenti jika proyek selesai atau keuangannya sudah tidak tersedia lagi. Dengan demikian pihak sekolah atau guru terpaksa melakukan perubahan sesuai INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
83
dengan kehendak para inovator tanpa memiliki wewenang untuk mengubahnya. Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, maka guru, sebagai komponen penting dalam inovasi pendidikan perlu mendapatkan perhatian. Sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan, guru
merupakan pihak yang sangat berpengaruh
dalam proses belajar mengajar. Karakter guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas serta dampaknya di luar kelas. Guru yang memiliki self efikasi tinggi membuat siswa termotivasi untuk belajar (Maguire, 2011; Eberlee, 2011). Agar inovasi
pendidikan
dapat
diterima,
guru
harus
diberikan
pemahaman yang benar dan menyeluruh tentang inovasi yang akan dilakukan. Selain sosialisasi, diperlukan juga pelatihan dan simulasi untuk mengantisipasi kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi terkait inovasi yang akan diterapkan. Selain guru, keberhasilan belajar juga tergantung pada faktor siswa.
Peran
siswa
dalam
inovasi
pendidikan
tidak
kalah
pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama teman, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan dan penerapannya, siswa perlu dilibatkan sehingga mereka bukan saja mau menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga dapat mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya. 4.3
Beberapa Inovasi Kurikulum di Indonesia Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia, sudah
beberapa kali dilakukan perubahan dan perbaikan kurikulum. Semua itu bertujuan tidak lain adalah untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
84
yang maksimal. Tentu saja kurikulum tidak bisa dirubah secara serta merta. Perubahan kurikulum membutuhkan proses yang cukup panjang dan pemikiran yang matang. Sebelum mengubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian tentang kurikulum yang sedang dijalankan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui
tingkat
ketercapaian
tujuan-tujuan
yang
tercantum dalam kurikulum tersebut. Dalam menilai kurikulum harus dilakukan penilaian terhadap komponen-komponennya, yaitu : (1) tujuan kurikulum, (2) pengalaman-pengalaman belajar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan murid, (3) organisasi pengalaman belajar, urutan pengalaman dan hubungannya dengan pengalaman lain, (4) cara-cara mengevaluasi hasil belajar murid. Berdasarkan penilaian tersebut, dilakukanlah perubahan dan inovasi terhadap kurikulum yang berlaku. Berikut ini adalah beberapa inovasi kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia. 1. Kurikulum Berbasis Kompetensi Latar Belakang Munculnya inovasi kurikulum di Indonesia dilatarbelakangi oleh tantangan untuk menjawab berbagai masalah krusial dalam
pendidikan.
Keresahan
guru
akan
kurikulum yang dianggap menyulitkan, masyarakat
tentang
kualitas
pelaksanaan
serta keresahan
pendidikan
yang semakin
merosot, merupakan contoh permasalahan yang menjadi alasan lahirnya inovasi kurikulum. Selain menjawab keresahan masyarakat, inovasi kurikulum dapat pula lahir ketika sistem yang lama dianggap tidak lagi relevan dengan kondisi masyarakat saat itu, sehingga perlu dicari metode lain yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
85
Salah satu bentuk inovasi kurikulum yang diterapkan di Indonesia adalah Kurikulum
Berbasis
Kompetensi (KBK).
Kurikulum ini hadir seiring munculnya semangat reformasi pendidikan, yang diawali dengan munculnya kebijakan otonomi daerah (Undang-Undang Nomor 22 tahun l999). Kelahiran kebijakan pemerintah
ini
didorong
oleh
perubahan
dan
tuntutan kebutuhan masyarakat dalam dimensi globalisasi yang ditandai pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengakibatkan terjadinya persaingan dalam s e g a la bi d a n g. H anya individu yang mampu bersainglah yang akan dapat berbicara dalam era globalisasi ini. Untuk itu, setiap individu harus memiliki kompetensi yang handal dalam berbagai bidang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan nyata (Sanjaya, 2008). Kurikulum
berbasis
kompetensi
dikembangkan
untuk
membekali peserta didik dengan keahlian dan keterampilan sesuai dengan standar kompetensi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing di tengah persaingan global. Adanya kurikulum
berbasis
kompetensi
memungkinkan
hasil
lulusan menjadi lebih terampil dan kompeten sesuai tuntutan masyarakat sekitarnya. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi Kompetensi merupakan kemampuan mengerjakan sesuatu yang
berbeda
dengan
sekedar
mengetahui
sesuatu.
Kompetensi harus didemonstrasikan sesuai dengan standar yang ada di lapangan kerja ( Hamalik, 2009). Rumusan lain tentang kompetensi menurut McAshan (l979) adalah suatu pengetahuan,
keterampilan,
dan
kemampuan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
atau 86
kapabilitas yang dimiliki seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotornya.
Ini
berarti
bahwa
kompetensi
bukan
hanya ada dalam tataran pengetahuan akan tetapi sebuah kompetensi harus tergambarkan dalam pola perilaku, artinya bagaimana implementasi pengetahuan itu diwujudkan dalam pola tindakan yang dilakukan
siswa sehari-hari.
kompetensi
merupakan perpaduan dari
pada
hakekatnya
Jadi,
pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap yang direfleksikan dalam bentuk kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi
dapat berupa
pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang merefleksikan kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten setiap
saat
akan
memungkinkan
bagi
seseorang
untuk
berkompeten, artinya memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Kompetensi juga dapat diartikan suatu kemampuan untuk menstrasfer dan menerapkan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki
seseorang pada situasi yang baru. Menurut Depdiknas (Mulyasa,
2004)
Komptensi
seperangkat
(KBK)
merupakan
Kurikulum Berbasis rencana
dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian,
kegiatan belajar mengajar dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dan mengembangkan sekolah. Dari rumusan tersebut, KBK lebih menekankan pada
kompetensi
atau kemampuan apa yang harus dimiliki
siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu, sedangkan masalah bagaimana cara mencapainya, secara INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
87
teknis operasional diserahkan kepada guru di lapangan. D alam KBK apa yang harus dilakukan guru untuk mencapai kompetensi tertentu tidak dijelaskan secara detail. KBK hanya memberikan petunjuk secara universal tentang bagaimana seharusnya pola pembelajaran diterapkan oleh setiap guru. Menurut KBK pemahaman siswa terhadap materi pelajaran bukan hanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual, tetapi juga untuk mewarnai perilaku yang ditampilkan seharihari. Kompetensi
yang
harus
dicapai
oleh
KBK dijelaskan
Sanjaya (2008) sebagai berikut: 1. Kompetensi memiliki
akademik, pengetahuan
yaitu
peserta
didik
harus
dan keterampilan dalam
mengatasi tantangan dan persoalan hidup. 2. Kompetensi okupasional, artinya peserta didik harus memiliki kesiapan dan mampu beradaptasi terhadap dunia kerja. 3. Kompetensi kultural, artinya peserta didik harus mampu menempatkan diri sebaik- baiknya dalam sistem budaya dan tata nilai masyarakat. 4. Kompetensi temporal, yaitu peserta didik tetap eksis dalam menjalani
kehidupannya
sesuai
dengan
tuntutan
perkembangan zaman. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum berbasis kompetensi memiliki ciri utama sebagai berikut; Pertama, memuat sejumlah kompetensi dasar sebagai kemampuan standar
minimal yang harus dikuasai dan
dicapai siswa. Kedua, implementasi pembelajaran dalam KBK INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
88
menekankan pada proses pengalaman dengan memperhatikan keberagaman setiap individu. Ketiga, evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi dan proses belajar. Karakteristik KBK secara lebih rinci dijabarkan Depdiknas (Mulyasa, 2004) sebagai berikut: 1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi baik secara individual maupun klasikal, artinya sejumlah kompetensi kompetensi
inilah
isi
KBK
intinya
yang harus dicapai siswa, dan sebagai
standar
minimal
atau
kemampuan dasar. 2. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman, artinya keberhasilan
pencapaian kompetensi dasar diukur oleh
indikator hasil belajar. Indikator inilah yang dijadikan acuan kompetensi yang diharapkan. Proses pencapaian tentu saja bergantung pada kemampuan dan kecepatan yang berbeda setiap siswa. 3. Penyampaian pendekatan
dalam dan metode
pembelajaran
menggunakan
yang bervariasi sesuai dengan
keberagaman siswa 4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi j u g a sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukatif, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Guru berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah siswa belajar dari berbagai macam sumber belajar. 5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam
upaya
penguasaan
atau
pencapaian
suatu
kompetensi. KBK menempatkan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi yang sama pentingnya.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
89
Penerapan KBK yang memberikan serangkaian belajar
pengalaman
bermakna diharapkan memberi dampak positif pada
diri peserta didik. KBK memberikan peluang sesuai dengan keberagaman yang dimiliki masing-masing individu. Dalam KBK,
siswa
tidak
sekedar
dituntut
untuk
memahami
sejumlah konsep, tetapi j u g a bagaimana a g a r konsep yang dipelajari t e r s e b u t berdampak t e r h a d a p perilaku
dan
pola pikir mereka sehari-hari. KBK menghargai bahwa setiap siswa memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda sehingga diberikan peluang kepada siswa tersebut untuk belajar sesuai dengan keberagaman dan kecepatan masingmasing. Oleh karena itu dalam KBK, proses pembelajaran harus didesain agar dapat melayani setiap keberagaman tersebut. Yang ingin dicapai dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi adalah mengembangkan peserta didik untuk menghadapi
perannya
di masa mendatang dengan cara
mengembangkan sejumlah kecakapan hidup (life skill). Life skill merupakan kecakapan yang harus dimiliki seseorang untuk
terbiasa
berani
secara
wajar kemudian
untuk
mengatasinya.
menghadapi secara Adapun
adalah mengaktualisasikan sehingga
dapat
digunakan
yang dihadapi; memberikan
masalah kehidupan
kreatif
mencari
solusi
tujuan kecakapan hidup
potensi
peserta
didik
untuk memecahkan masalah kesempatan
kepada sekolah
untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan
prinsip
pendidikan
berbasis
luas (broad
based
education), serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan
sekolahz
dengan
memberikan
peluang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
90
pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan
manajemen
berbasis
sekolah
(School
Based
Management) Sasaran KBK adalah pada penguasaan kompetensi bidangbidang praktis terutama pekerjaan keahlian baik kompetensi teknis, vokasional maupun profesional. Suatu bidang pekerjaan yang
tugas
perbuatan,
utamanya perilaku,
berkenaan
performans
dengan yang
kompetensi menunjukan
kecakapan, kebisaan, keterampilan melakukan tugas, atau peranan secara standar seperti yang dituntut oleh suatu okupasi (Sukmadinata, 2009).
Implikasi KBK terhadap Aspek Pembelajaran 1. Pengembangan rancangan pembelajaran Kegiatan pembelajaran dalam KBK diarahkan untuk menggali
dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak
didik. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus beroreantasi pada siswa sebagai subjek bukan sebagai objek pembelajaran. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merancang
kegiatan
pembelajaran.
Pertama,
rancangan
kegiatan pembelajaran hendaknya memberikan peluang bagi siswa
untuk
mencari,
mengolah,
menemukan
sendiri
pengetahuan. Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang agar siswa dapat mengembangkan keterampilan dasar mata pelajaran
yang
bersangkutan.
Kedua,
pembelajaran harus disesuaikan dengan belajar dan sarana pembelajaran Pembelajaran
harus
dirancang
Rancangan
ragam
sumber
yang tersedia. Ketiga,
dengan
berbagai pendekatan belajar. Keempat,
mengordinasikan
Pembelajaran
harus
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
91
dapat
memberikan
pelayanan
terhadap
kebutuhan
individual siswa seperti bakat, minat, kemampuan, latar belakang sosial ekonomi dll. 2. Pengembangan proses pembelajaran KBK sebagai sebuah kurikulum yang menekankan kepada pencapaian kompetensi memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran. Konteks pembelajaran yang diinginkan KBK mengharapkan agar guru
bertindak
dan
berusaha
menyediakan waktu dan tempat agar siswa belajar. Belajar bukan aktivitas mengumpulkan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan proses perubahan perilaku melalui pengalaman belajar yang dapat mengembangkan berbagai aspek dalam individu masing-masing pembelajar. Implikasi terhadap proses pembelajaran menurut KBK ini sangat penting sebab akan mempengaruhi
berbagai
tindakan guru dalam pengelolaan pembelajaran, baik dalam pengembangan
strategi
pembelajaran
maupun dalam
menggunakan berbagai sumber belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran
tidak
diarahkan
semata-mata
agar
siswa mampu menguasai sejumlah materi pembelajaran akan tetapi pembelajaran lebih diarahkan kepada penguasaan kompetensi tertentu sesuai dengan kurikulum. 3. Pengembangan evaluasi Evaluasi pertimbangan
merupakan mengenai
suatu nilai
dan
proses arti
memberikan sesuatu
yang
dipertimbangkan seperti orang, benda, kegiatan, keadaan kesatuan tertentu. Karakteristik evaluasi meliputi, pertama evaluasi merupakan suatu proses atau tindakan, kedua proses INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
92
tersebut dilakukan untuk memberi makna atau nilai. Sebagai suatu proses, evaluasi terdiri atas serangkaian kegiatan seperti pengumpulan data dan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa, s e r t a pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi yang telah diperoleh. Menurut Bloom (Krathwohl, 2002) kriteria keberhasilan belajar siswa hendaknya meliputi ketiga aspek; kognitif, afektif dan psikomotor. menghendaki
Sebagai bentuk kurikulum yang
ketercapaian
bentuk penilaian
kompetensi, maka alat dan
harus seimbang baik dari aspek bentuk
tes maupun non tes, maupun dari
aspek fungsi sebagai
fungsi formatif maupun sumatif. Melalui pelaksanaan KBK, guru bertindak memfasilitasi bagaimana
peserta
didik belajar, sehingga perencanaan,
pelaksanaan hingga penilaian harus berorientasi aktivitas
peserta
didik
pada
yang beragam dalam rangka
memperoleh banyak pengalaman belajar. 2. Kurikulum Berbasis Masyarakat Pendidikan
berkembang
dinamika masyarakat. komunikasi
dan
seiring
dengan
berkembangnya
Pengaruh perkembangan teknologi,
telekomunikasi
menyebabkan
beberapa kelompok masyarakat, baik kelompok
lahirnya
masyarakat
yang berkembang sangat cepat, maupun masyarakat yang lambat berkembang. Efek perubahan di masyarakat ini akan berimbas
pada
setiap individu
warga masyarakat,
baik
pengetahuan, kecakapan, sikap, kebiasaan bahkan pola-pola kehidupan.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
93
Dalam konteks global,
kurikulum yang diadopsi di suatu
Negara akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti falsafah
yang
dianut,
kondisi
sosial
ekonomi,
tingkat
pendidikan, budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian Kurikulum
berbasis
masyarakat
disebut
juga
sebagai
kurikulum berbasis wilayah. Kurikulum berbasis masyarakat, yang bahan dan objek kajiannya a d a l a h kebijakan dan ketetapan yang dilakukan di daerah, haruslah disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya dan kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dipelajari oleh siswa di daerah tersebut. Bagi siswa, hal ini berguna untuk menumbuhkan keakraban dengan lingkungan dimana mereka tinggal, mencegah dari keterasingan lingkungan, membiasakan diri
dengan
budaya
dan
adat
istiadat
setempat,
serta
menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan hidup. Secara umum kurikulum berbasis masyarakat bertujuan untuk: 1. Memperkenalkan
siswa terhadap lingkungannya,
ikut
melestarikan budaya termasuk kerajinan dan keterampilan yang bernilai ekonomi tinggi di daerah tersebut. 2. Membekali siswa dengan kemampuan dan keterampilan yang
dapat
menjadi
bekal
hidup di masyarakat jika
mereka tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 3. Membekali
siswa untuk hidup mandiri dan membantu
orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
94
Kurikulum
berbasis
masyarakat
keunggulan/kelebihan antara lain: kebutuhan
dan
perkembangan
memiliki (1)
beberapa
Sesuai
dengan
masyarakat setempat; (2)
Dapat disesuaikan dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan finansial, profesional maupun manajerial; (3) Mudah dilaksanakan karena disusun sendiri oleh guruguru di daerah tersebut; (4) Menumbuhkan kompetisi dalam pengembangannya karena sekolah dan guru t e r m o t i v a s i untuk
mengembangkan
diri,
mencari
dan
menciptakan
kurikulum yang sebaik-baiknya. Karakteristik Kurikulum Berbasis Masyarakat Model pengajaran yang berpusat pada masyarakat adalah suatu bentuk kurikulum yang memadukan antara sekolah dan masyarakat dengan cara membawa sekolah ke dalam masyarakat atau membawa masyarakat ke dalam sekolah guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hamalik (2009)
merinci
karakteristik
kurikulum
berbasis
pada
masyarakat yang meliputi: 1. Pembelajaran
berorientasi
pada
masyarakat,
dengan
kegiatan belajar bersumber pada buku teks 2. Disiplin kelas berdasarkan tanggungjawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan. 3. Metode
mengajar
pemecahan
terutama
masalah
dititikberatkan
pada
untuk memenuhi kebutuhan
perorangan dan kebutuhan sosial atau kelompok. 4. Bentuk
hubungan
masyarakat aspek
adalah
masyarakat
atau
kerjasama
sekolah
dan
mempelajari sumber-sumber terkait dan
menggunakannya
untuk
memperbaiki masyarakat. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
95
5. Strategi
pembelajaran
masyarakat,
berkemah,
masyarakat, masyarakat
meliputi
kuliah dan
kerja
karyawisata, lapangan,
survei
pengabdian
kerja nyata, proyek perbaikan
sekolah
pusat
masyarakat
dengan
menggunakan manusia sebagai nara sumber. Agar
penjabaran
dan
penyesuaian
dengan
tuntutan
kewilayahan tidak meluas dan melebar, maka ada beberapa kriteria materi yang perlu diajarkan, yaitu (1) valid, artinya materi tersebut telah teruji kebenaran dan kesahihannya; (2) memiliki tingkat kepentingan tinggi, artinya benar-benar diperlukan oleh siswa; (3) bermanfaat, baik secara akademik maupun non akademik untuk pengembangan kecakapan hidup (life skill) dan kemandirian; (4) layak dipelajari, dengan bahan ajar yang layak dan sesuai dengan tuntutan kondisi masyarakat
sekitar;
(5)
menarik
minat,
menumbuhkembangkan rasa ingin tahu dan dapat memotivasi siswa untuk mempelajari lebih lanjut; (6)
alokasi waktu
terkait dengan keleluasan dan kedalaman materi logis; serta (7) memiliki sarana dan sumber belajar (media atau alat peraga)
yang mendukung dan memberikan kemudahan
terjadinya proses pembelajaran. Pengembangan Kurikulum Berbasis Masyarakat Berdasarkan komponen-komponen kurikulum berbasis masyarakat,
maka
langkah-langkah
pengembangan
kurikulum ini terdiri atas: 1. Penentuan tujuan pendidikan berdasarkan filsafat dan psikologi pendidikan juga berdasarkan spesifikasi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan siswa. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
96
2. Analisis kebutuhan masyarakat sekitar, siswa dan mata ajar. 3. Spesifikasi tujuan kurikulum baik tujuan umum maupun tujuan khusus. 4. Pengorganisasian dan implementasi kurikulum dan struktur program. 5. Spesifikasi
kompetensi,
indicator
dan
tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. 6. Seleksi model,
strategi dan
pembelajaran
meliputi
kegiatan,
metode pembelajaran yang akan
digunakan. 7. Seleksi awal teknik evaluasi. 8. Seleksi akhir teknik evaluasi. 9.
Implementasi strategi pembelajaran secara aktual.
10. Evaluasi
pengajaran
siswa dan
untuk menilai
keberhasilan
efektivitas pembelajaran dan perbaikan
evaluasi. 11. Evaluasi program kurikulum 3. Kurikulum Berbasis Keterpaduan Ada kecenderungan bahwa selama ini pengalaman belajar siswa diperoleh melalui kegiatan belajar yang terpisah-pisah antara satu bidang studi dengan bidang studi yang lain. Biologi Bahasa Indonesia – Kimia – Matematika diajarkan dalam ranahnya
ilmunya
masing-masing
Pembelajaran
yang
memisahkan penyajian mata-mata pelajaran semacam ini akan mengakibatkan kesulitan belajar siswa karena pengalaman belajar siswa menjadi bersifat artifisial. Padahal teori Gestalt (Hergenhahn, 2009) percaya bahwa pengetahuan yang dipelajari siswa dimulai dari keseluruhan baru kemudian menuju bagianINOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
97
bagian. Dengan kata lain siswa melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari sesuatu yang bersifat konkrit. Sukmadinata (2009) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu guru harus mampu memilih model pembelajaran yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik siswa dan tuntutan kurikulum. Kurikulum terpadu diperkenalkan oleh Robin Fogarty dalam bukunya yang berjudul “How To Integrate the Curricula”. Kurikulum
terpadu
merupakan
kurikulum
yang
memungkinkan siswa baik secara individual maupun klasikal aktif menggali dan menemukan konsep dan prinsip secara holistik
bermakna
dan
otentik
(Fogarty,
2009).
Melalui
pertimbangan itu, maka terdapat banyak pandangan dan pendapat
tentang
menekankan bermakna
pada dengan
pembelajaran cara
terpadu,
menyampaikan
melibatkan
siswa
tapi
semuanya
pelajaran dalam
yang proses
pembelajaran. Melalui pembelajaran terpadu diharapkan siswa memperoleh pengetahuan secara menyeluruh dengan cara mengaitkan satu pelajaran dengan pelajaran lain.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
98
Gambar 4.1 Model Kurikulum Terpadu (Fogarty,2009)
Pengertian Konsep
keterpaduan
pada
hakekatnya
menunjuk
pada
keseluruhan, kesatuan, kebulatan, kelengkapan, kompleks, yang
ditandai
oleh
interaksi
dan
interpendensi
antara
komponen-komponennya. Ini berarti organisasi kurikulum secara terpadu merupakan suatu bentuk kurikulum yang meniadakan batas-batas antara berbagai mata pelajaran menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan (integrated curriculum). Dengan demikian, kurikulum terpadu mengintegrasikan komponenkomponen mata pelajaran sehingga batas-batas mata pelajaran tersebut
sudah
tidak
nampak
lagi,
dikarenakan
telah
dirumuskan dalam bentuk masalah atau unit. Kurikulum yang dirancang berdasarkan sistem keterpaduan mempertimbangkan komponen-komponen masukan, proses dan produk secara seimbang.
Pada komponen masukan,
kurikulum dititikberatkan pada mata pelajaran logis dan sistematis
agar
siswa
menguasai
struktur
pengetahuan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
99
tertentu. Pada komponen proses, kurikulum dititikberatkan pada pembentukan konsp berfikir dan cara belajar yang diarahkan kepada pengembangan peta kognitif. Pada komponen produk, kurikulum dititikberatkan pada pembentukan tingkah laku spesifik. Ketiga komponen tersebut berinteraksi dalam kurikulum secara terpadu, sehingga tujuan kurikulum terpadu untuk mengembangkan kemampuan yang merupakan gejala tingkah laku berkat pengalaman belajar. Untuk
mencapai
perubahan-perubahan
perilaku,
sistem
keterpaduan dikembangkan berdasarkan prisip-prinsip sebagai berikut: suasana lapangan (field setting) yang memungkinkan siswa
menampilkan
kemampuannya
di
dalam
kelas,
pengembangan diri sendiri (self development), pengembangan potensi yang dimiliki masing-masing individu (self actualization), proses belajar secara kelompok (social learning), pengulangan dan penguatan (reinforcement), pemecahan masalah-masalah (heuristik learning), dan sikap percaya diri (self confidence) (Fogarty, 2009). Komponen-Komponen Kurikulum Berbasis Keterpaduan Kurikulum Berbasis Keterpaduan meliputi berbagai komponen yang saling berkaitan. Sub sistem masukan terdiri atas komponen siswa, subsistem proses terdiri atas komponen metode, materi dan masyarakat, sub sistem produk yakni lulusan yang dikaitkan dengan komponen evaluasi dan umpan balik.
Masing-masing
komponen
saling
berkaitan
dan
mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan. Komponen lulusan adalah produk sistem kurikulum yang memenuhi harapan kuantitas yakni jumlah lulusan sesuai INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
100
dengan kebutuhan dan harapan kualitas yakni mutu lulusan ditinjau dari segi tujuan instrinsik dan tujuan ekstrinsik. Tujuan instrinsik berorientasi pada dihasilkannya lulusan menjadi
insan-insan
berahlakulkarimah.
Tujuan
terdidik, ekstrinsik,
berbudaya
dan
berorientasi
pada
terpenuhinya kompetensi lulusan sesuai tuntutan lapangan pekerjaan. Komponen metode terdiri dari program pembelajaran, metode penyajian, bahan dan media pendidikan. Sedangkan komponen materi
terdiri
dari
fasilitas,
sarana
dan
prasarana,
perlengkapan, dan biaya. Komponen ini disediakan dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan berfungsi sebagai unsur penunjang proses pendidikan. Khusus media pendidikan adalah bagaimana media tersebut menggunakan lingkungan sekolah tempat belajar dan selalu memudahkan dan menyederhanakan materi sehingga menyenangkan situasi belajar siswa. Komponen evaluasi dilaksanakan untuk menilai keberhasilan proses kurikulum dan ketercapaian tujuan kurikulum. Evaluasi dilaksanakan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi summatif.
Hasil
evaluasi
memberikan
informasi
untuk
membuat keputusan tentang tingkat produktivitas kurikulum dan derajat performansi yang dicapai oleh siswa. Komponen balikan berguna untuk memberikan informasi dalam rangka umpan balik demi perbaikan sistem kurikulum. Sumber informasi diperoleh dari hasil evaluasi yang telah dilaksanakan sekolah dan lembaga tempat para lulusan bekerja. Komponen masyarakat merupakan masukan eksternal dalam bidang sosial
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
101
dan budaya, yang berfungsi sebagai faktor penunjang dan turut mewarnai pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan. Karakteristik Kurikulum Berbasis Keterpaduan Ciri-ciri bentuk organisasi kurikulum terpadu (Integrated Curriculum) diantaranya adalah: (a) berbasis psikologi belajar Gestalt dan field theory (b) berdasarkan landasan sosiologis dan sosiokultural, (c) berdasarkan kebutuhan, minat dan tingkat perkembangan pertumbuhan peserta didik, (d) ditunjang oleh semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada, (e) sistem penyampaiannya dengan menggunakan sistem pengajaran unit yakni unit pengalaman dan unit mata pelajaran dan (f) peran guru sama aktifnya dengan peran peserta didik, bahkan peran siswa lebih menonjol dan guru cenderung berperan sebagai pembimbing atau fasilitator. Keunggulan atau manfaat kurikulum terpadu di antaranya, adalah: (a) segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat, (b) kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, (c) memungkinkan hubungan yang erat kaitannya antara sekolah dengan masyarakat, (d) sesuai dengan faham
domakratis,
(e)
mudah
disesuaikan
dengan
minat,kesanggupan, dan kematangan pesera didik. Untuk melaksanakan bentuk organisasi kurikulum terpadu, Fogarty (2009), memperkenalkan sepuluh model pembelajaran terpadu yang dikelompokan menjadi tiga tipe, ketiga tipe tersebut adalah: Pertama, tipe pembelajaran terpadu dalam satu disiplin ilmu yakni fragmented, connected dan nested. Kedua, tipe pembelajaran terpadu antar disiplin ilmu yakni squenced, INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
102
shared,
webbed,
threaded
dan
integrated.
Ketiga,
tipe
pembelajaran terpadu yang mengutamakan keterpaduan faktor peserta didiknya yakni immersed dan networked. Kurikulum terpadu yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah model connected, webbed, dan integrated. Kurikulum ini dipandang pendidikan
sebagai di
upaya
tingkat
untuk
dasar,
memperbaiki
terutama
kualitas
dalam
rangka
mengimbangi gejala penjejalan kurikulum yang sering terjadi dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. 1. Model Connected Model
connected
atau
model
keterhubungan
pada
prinsipnya mengupayakan adanya keterkaitan antara konsep, keterampilan, topik, ide, kegiatan dalam satu bidang studi. Pada penerapan model ini siswa dilatih untuk melihat suatu fakta dari satu sudut pandang saja, karena pada model ini keterkaitan materi hanya terbatas pada satu bidang studi.
Gambar 4.2 Model Connected
Model connected mengupayakan adanya hubungan antara satu topik dengan topik yang lain, antara satu konsep dengan konsep yang lain, antara satu skill dengan skill lain yang relevan, atau antara tugas satu dengan tugas yang lain dalam suatu bidang studi. Melalui cara saling menghubungkan antara satu hal dengan hal yang lain ini, diharapkan siswa dapat memandang satu bidang studi dengan wawasan yang lebih luas. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
103
Meskipun demikian, karena model connected hanya diterapkan dalam sutu bidang studi saja, maka kelemahan model ini adalah tidak mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap keterkaitan antar bidang studi. Contoh Penerapan Model Connected Contoh connected bisa dilihat pada pembelajaran materi Ilmu Kimia, di mana dalam menjelaskan materi Ikatan Kimia guru menghubungkannya dengan konfigurasi elektron dan system periodik unsur. Tugas-tugas yang dibuat guru untuk materi Konfigurasi elektron dan SPU sudah dipersiapkan untuk mempelajari
materi
Ikatan
Kimia
yang
akan
dipelajari
kemudian.
2. Model Webbed Model webbed atau model jaring laba-laba merupakan model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai dasar pembelajaran. Model webbed memadukan multi disiplin ilmu atau berbagai mata pelajaran yang diikat oleh satu tema (Fogarty, 2009). Webbed diterapkan dengan menggunakan pendekatan tematik yang dimulai dengan tema pokok kemudian dikembangkan menjadi sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi terkait. Tema pokok digunakan sebagai tema yang mendasari semua mata pelajaran terkait yang berbeda satu sama lain. Setelah tema telah disepakati maka dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan matapelajaran yang lain. Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
104
Gambar 4.3 Hubungan antara tema dan mata pelajaran dalam model Webbed
Model Webbed memiliki karakteristik khusus yaitu (1) Berpusat
pada
siswa.
Pendekatan
ini
lebih
banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih
banyak
berperan
sebagai
fasilitator
yaitu
dengan
memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakuakan
aktivitas
belajar.
(2)
Memberi
pengalaman
langsung, di mana dengan pengalaman langsung, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata/konkrit sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. (3) Pemisahan mata pelajaran yang tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. (4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. (5) Menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut
secara
utuh
untuk
membantu
siswa
dalam
memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari. (6) Bersifat Fleksibel. Guru dapat mengkaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, bahkan mengkaitkan mata
pelajaran
dengan
kehidupan
siswa
dan
keadaan
lingkungan sekolah dimana mereka berada. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
105
Penerapan model webbed memiliki beberapa kelebihan, sepeti misalnya penyeleksian tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar, mudah dilakukan oleh guru yang belum berpenga-laman, memudahkan perencanaan kerja tim untuk mengembangkan tema kesemua bidang isi pelajaran, pendekatan tematik dapat memotivasi siswa, memberikan kemudahan bagi anak didik dalam kegiatan-kegiatan dan ideide berbeda yang terkait. Adapun kelemahan model webbed yaitu sulit dalam menyeleksi tema yang beragam, cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa. Selain
itu
dalam
pembelajaran
guru
lebih
memusatkan
perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan konsep. Oleh karena
itu
penerapan
model
webbed
memerlukan
keseimbangan antara kegiatan dan pengembangan materi pelajaran. Penerapan pembelajaran terpadu model webbed yang menggunakan pendekatan tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangan siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan (holistik). Langkah
untuk
membuat
rancangan
pembelajaran
terpadu dengan model webbed yaitu: 1. Mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar dan indikator setiap
bidang
pengembangan
untuk
masing-masing
kelompok usia. 2. Mengidentifikasi tema dan subtema dan memetakannya dalam jaring tema. 3. Mengidentifikasi indikator pada setiap kompetensi bidang pengembangan melalui tema dan subtema. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
106
4. Menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan dengan menga-cu pada indikator yang akan dicapai dan subtema yang dipilih. 5. Menyusun Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian. Contoh Penerapan Model Webbed Contoh penerapan model webbed dimulai dengan menentukan tema,
misalnya
tema
“Sungai
Bersih”.
Dari
tema
ini
dikembangkan dan dipadukan menjadi sub-sub tema yang ada pada beberapa mata pelajaran, misalnya mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, PKn dan Bahasa Indonesia. Pembahasan tentang sungai, ciri-ciri sungai yang bersih, perbedaan sungai bersih dan tercemar, kehidupan dan kebiasaan masyarakat yang hidup di sekitar sungai, menghitung luas dan volume air sungai, baik sungai yang masih bersih maupun sungai yang dipenuhi
sampah
terhadap
debit
mengembangkan
untuk air karakter
menentukan sungai, positif
pengaruh
sampah
mengidentifikasi siswa
dalam
dan
menjaga
kebersihan dan kelestarian sungai, merupakan sub tema pada masing-masing mata pelajaran yang dapat dipadukan sehingga mendukung tema yang sudah ditetapkan. 3. Model Immersed Immersed dapat diartikan sebagai tercelup atau terbenam. Pembelajaran terpadu model immersed dirancang agar setiap individu dapat memadukan semua data dari beberapa bidang ilmu untuk menghasilkan pemikiran yang sesuai bidang minatnya. Pembelajaran immersed ini memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, di mana siswa diharapkan mampu INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
107
menyaring sendiri seluruh konsep yang dipelajari menurut sudut pandang mereka sendiri, kemudian meleburkan atau membenamkan diri mereka dalam pengalaman melalui kegiatan yang dijalaninya. Pembelajaran ini tidak lagi berfokus pada mata pelajaran, tetapi berfokus pada para siswa sebagai individuindividu yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda serta sebagai individu yang membentuk jaringan kerja sama.
Gambar 4.4 Ilustrasi Model Immersed
Pembelajaran terpadu model Immersed memiliki kelebihan sebagai berikut: a. Dampak positif dari membenamkan ide-ide dari beberapa bidang studi adalah siswa dapat memadukan semua data dari setiap bidang ilmu dan menghasilkan pemikiran sesuai dengan minatnya. b. Siswa mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus sehingga terjadi proses internalisasi. c. Membenamkan memungkinkan
ide-ide siswa
beberapa
mengkaji,
bidang
studi
mengkonseptualisasi,
memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan terjadinya proses transfer ide-ide bidang studi tersebut.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
108
Adapun beberapa kelemahan yang mungkin dijumpai pada pembelajaran terpadu tipe immersed diantaranya adalah: a. Penyaringan semua gagasan melalui cara pandang tunggal yang sempit dapat menimbulkan terlalu prematur atau terlalu tajamnya sebuah fokus. b. Agar dimensi sudut pandang siswa menjadi lebih dalam, diperlukan
pengalaman dan pengetahuan yang luas.
Keadaan ini tentu cukup sulit dipenuhi oleh siswa pada jenjang pendidikan dasar. c. Model pembelajaran terpadu tipe immersed, menekankan pada penggabungan pengetahuan pada beberapa bidang studi berbeda untuk membahas suatu masalah khusus. Keadaan ini berpotensi untuk mempersempit cakupan pemikiran siswa terhadap bidang-bidang studi tertentu. d. Pada
jenjang
pendidikan
dasar,
keluasan
wawasan
pemikiran siswa merupakan hal semestinya ditekankan, tidak perlu terburu-buru untuk mengkhususkannya. Contoh Penerapan Model Immersed Pembelajaran menggunakan model immersed dapat dilakukan dengan cara menggali tema yang tidak terlalu luas, namun dapat digunakan dengan mudah untuk memadukan beberapa mata pelajaran. Misalkan seorang anak memiliki minat besar terhadap cara kerja kapal, maka tema yang dapat dibuat adalah tentang: “Mempelajari cara kerja Kapal Motor untuk Menyusuri Sungai Martapura”.
Langkah pembelajaran terpadu dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan jenis mata pelajaran yang dipadukan: misalkan yang sesuai untuk tema tersebut mata pelajaran yang cocok
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
109
adalah adalah pelajaran Geografi, Fisika, Matematika, dan Bahasa Inggris. b. Memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Langkah ini akan mengarahkan guru untuk menentukan sub-keterampilan dari masing-masing keterampilan dalam satu unit pelajaran. c. Menentukan sub-keterampilan yang dipadukan. Secara umum, keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai meliputi keterampilan berpikir (thinking skill), keterampilan sosial
(social
skill),
dan
keterampilan
mengorganisasi
(organizing skill) yang masing-masing terdiri atas sub-sub keterampilan. d. Berdasarkan kompetensi dasar dan sub-keterampilan yang telah dipilih, dirumuskan sejumlah indikator. e. Menentukan langkah-langkah pembelajaran. Langkah ini diperlukan sebagai strategi guru untuk memadukan setiap sub-keterampilan yang telah dipilih pada setiap langkah pembelajaran. 4.
Model Networked Tidak
seperti
model networked
model-model
(jaringan),
siswa
sebelumnya,
pada
mengarahkan
proses
integrasi melalui ruang pemilihan jaringan yang mereka butuhkan. Hanya pembelajar sendiri yang mengetahui selukbeluk dan dimensi bidang mereka serta dapat menargetkan sumber daya yang diperlukan. Model ini, seperti model yang lain, berkembang dan tumbuh sebagai kebutuhan tambahan yang dapat mendorong peserta didik ke arah yang baru. Model networked merupakan suatu model kurikulum terpadu
yang
mengandalkan
kemungkinan
pengubahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
110
konsep, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi, kondisi, maupun konteks yang berbeda – beda. Belajar disikapi sebagi proses yang berlangsung secara terus – menerus
karena
adanya
hubungan
timbal
balik
antara
pemahaman dan kenyataan yang dihadapi siswa. Pada model networked terjadi kerjasama antara siswa dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya atau yang diminatinya sehingga siswa secara tidak langsung mencari tahu dari berbagai sumber. Sumber dapat berupa buku bacaan, internet, saluran radio, TV, atau teman, kakak, orangtua atau guru yang dianggap ahli olehnya. Siswa memperluas
wawasan
belajarnya
sendiri
artinya
siswa
termotivasi belajar karena rasa ingin tahunya yang besar dalam dirinya.
Gambar 4.5 Ilustrasi Model Networked
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
111
Penerapan
model
ini
dalam
pembelajaran
akan
memberikan bekal kepada siswa untuk mampu memfilter (memilih) seluruh kegiatan belajar melalui kacamata keahlian dan kemampuan membuat hubungan internal dan mampu memandu ke jaringan kerja eksternal dari para ahli di lapangan atau bidang-bidang terkait. Sebagai contoh yaitu seorang arsitek ketika mengadaptasi sebuah program ia bekerja sama dengan ahli teknik pemrograman, dan ahli interior desain. Ia bekerja secara lintas bidang dan bekerjasama dengan keahlian pelajar lain untuk memperoleh keterampilan yang sempurna. Seorang peserta didik membuat jaringan dengan orang lain baik dalam bidang yang mereka tekuni maupun di luar bidang tersebut dan mereka menghubungkan ide-ide baru ke dalam ide-ide lama secara kontinu atau terus-menerus. Peserta didik menyaring semua yang mereka pelajari melalui kajian para ahli dan membuat koneksi internal yang mengarah ke jaringan eksternal ahli di bidang terkait. Implementasi
model
networked
bertujuan
untuk
memperluas cakrawala para pelajar atau memberikan perspektif yang diperlukan. Sebagai jaringan berkembang, koneksi atau suatu hubungan terkadang muncul secara kebetulan di sepanjang proses pembelajaran. Seringkali, tanpa sengaja hal ini
mendorong
peserta
didik
menemukan
kedalaman
pengetahuan baru di suatu bidang atau sebenarnya mengarah kepenciptaan bidang yang lebih khusus. Salah satu contoh, bidang genetika telah mengembangkan sebuah penemuan baru yang dikenal sebagai rekayasa genetik. Ini berlangsung dari lapangan yang merupakan hasil dari pengembangan model jaringan seorang pelajar yang berbakat dengan pelajar lainnya yang mendalami keahliannya tersebut. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
112
Langkah-Langkah
Model
Pembelajaran
Terpadu
Tipe
Networked Langkah-langkah pengembangan model networked adalah sebagai berikut. 1. Analisis perkembangan anak. Tentukan konten kurikulum berdasarkan perkembangan anak dengan membuat standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, dan hasil belajar. Buat rancangan kegiatan mingguan (RKM). Tentukan tema dan
subtemanya,
kaitkan
dengan
aspek-aspek
perkembangan anak. Kemudian tentukan indikator yang akan dikembangkan disetiap aspek kemampuan. 2. Desain model networked, lalu masukkan minat-minat anak sesuai dengan aspek perkembangan anak. Hasil dari rancangan model networked dimasukkan dalam Rancangan Kegiatan Harian dengan berpijak pada tema dan subtema. 3. Tentukan media, fasilitas, strategi, pendekatan maupun metode langkah- langkah kegiatan dalam pelaksanaan (pembukaan, kegiatan inti, dan penutup). Langkah evaluasi terhadap kegiatan tersebut dengan menggunakan RKH yang telah dibuat. Kelebihan dari model networked ini sangat beragam. 1. Model pembelajaran ini sangat pro-aktif dan alami, dengan model ini peserta didik memulai pencarian dan mengikuti jalan yang baru dia temukan dengan kemampuanya sendiri. Peserta didik dirangsang dengan informasi yang relevan, keterampilan, atau konsep yang diberikan di sepanjang proses pembelajaran. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
113
2. Nilai tambahan dari model ini bagaimanapun tidak bisa dipaksakan pada peserta didik melainkan harus muncul dari dalam diri masing-masing peserta didik. 3. Pada model networked ini peserta didik terstimulasi oleh informasi, ketrampilan atau konsep-konsep baru. Kelemahan model networked adalah
motivasi anak akan
berubah sehingga kedalaman materi pelajaran menjadi dangkal secara tidak sengaja karena mendapat hambatan dalam mencari sumber. Contoh Penerapan Model Networked Seorang anak yang tertarik dengan keunikan rumah lanting yang berada di daerah pinggiran sungai, memiliki minat yang besar terhadap kehidupan penghuni rumah lanting tersebut. Minat
itu
membuat
dia
senang
bertanya-tanya
tentang
kehidupan rumah lanting, melihat-lihat daerah sekitar rumah lanting, serta membaca buku-buku yag berkaitan dengan hal tersebut. Sadar dengan ketertarikan anaknya, keluarganya kemudian mengajak anak tersebut mengunjungi rumah lanting untuk merasakan langsung kehidupan di rumah lanting serta menggali Dengan
pengalaman ditemani
penghuni
keluarganya,
rumah anak
lanting
tersebut
tersebut. kemudian
menjumpai para pakar di sejumlah bidang seperti arsitek, ahli lingkungan, petugas kebersihan, dan petugas kesehatan untuk mencari informasi tentang rumah lanting agar dapat membuat disain rumah lanting yang lebih baik. Jaringan yang dimiliki peserta didik ini sudah mulai terbentuk. Ketertarikan secara alami yang dimilikinya telah menyebabkan dia belajar dari orang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
114
lain di bidang yang menawarkan berbagai tingkat pengetahuan dan wawasan yang memperluas jangkauan belajarnya.
Gambar 4.6 Rumah Lanting
Sebagai jaringan yang berkembang, koneksi atau suatu hubungan terkadang muncul secara kebetulan di sepanjang proses
pembelajaran.
Seringkali,
tanpa
sengaja
hal
ini
mendorong peserta didik menemukan kedalaman pengetahuan baru di suatu bidang atau sebenarnya mengarah ke penciptaan bidang yang lebih khusus. Contoh penerapan model networked pada siswa SMA yang bermaksud memperlihatkan jalannya sinar
pada
lensa
serta
menyelesaikan
persoalannya
menggunakan program power point dan flash. Pelajar tersebut harus mendalami serta menguasai materi yang ia senangi misalnya fisika mengenai lensa tapi juga harus mencari tambahan informasi lain yang mendukung tercapainya tujuan tersebut dari para ahli computer dan matematika.
RANGKUMAN
Tulislah rangkuman berkenaan dengan materi yang telah dijabarkan dalam bab 4 modul ini!
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
115
EVALUASI
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat. 1. Suatu gagasan atau ide dikatakan inovatif jika…. a. Jauh berbeda dari gagasan sebelumnya yang pernah ada b. Jauh berbeda dengan pengalaman sebelumnya dengan si penerima inovasi c. Terlihat rumit, semakin rumit semakin inovatif d. Dapat diujicoba dalam setting sesungguhnya 2. Penggunaan media teknologi informasi merupakan bentuk inovasi yang mudah diterima masyarakat karena… a. Masyarakat
sudah
pernah
memiliki
pengalaman
sebelumnya yang berhubungan dengan teknologi b. Diiklankan secara luas di media massa c. Memberikan
keuntungan
relative
yang
jelas
bagi
penggunanya d. Penggunanya merasa modern jika menggunakan teknologi informasi 3. Di bawah ini merupakan alasan ditolaknya inovasi kurikulum, kecuali…. a. Sekolah
atau
guru
tidak
dilibatkan
dalam
proses
penyusunan hingga pelaksanaan inovasi tersebut. b. Inovasi yang ditawarkan tidak berbasis proyek c. Tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan d. Guru sudah merasa puas dengan kurikulum yang berlaku saat ini
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
116
4. Ciri khas Kurikulum berbasis Kompetensi adalah, kecuali…. a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi baik secara individual maupun klasikal. b. Berorientasi pada proses pembelajaran dan perkembangan individual siswa. c. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi j u g a sumber belajar lain yang memenuhi unsur edukatif. d. Kompetensi merupakan sebagai standar minimal atau kemampuan dasar. 5. Karakteristik Kurikulum Berbasis Masyarakat, kecuali…. a. Pembelajaran
berorientasi
pada
masyarakat,
dengan
kegiatan belajar bersumber pada buku teks b. Disiplin kelas berdasarkan tanggungjawab bersama bukan berdasarkan paksaan atau kebebasan. c. Metode
mengajar
dititikberatkan
pada
pemecahan
masalah d. Keberhasilan belajar siswa dinilai oleh masyarakat 6. Manakah pernyataan yang benar tentang Model Kurikulum berbasis Keterpaduan? a. Kurikulum yang memadukan sub kompetensi beberapa mata pelajaran untuk mempelajari suatu konsep. b. Kurikulum terpadu dilakukan untuk mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam mempelajari suatu tema atau konsep. c. Kurikulum terpadu selalu digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran, tidak bias hanya satu mata pelajaran saja.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
117
d. Penerapan model webbed dapat membuat motivasi siswa akan berubah sehingga materi pelajaran menjadi dangkal karena mendapat hambatan dalam mencari sumber. 7. Manakah
yang
merupakan
contoh
penerapan
model
pembelajaran terpadu tipe webbed? a. Siswa belajar pelajaran olah raga, matematika dan biologi dengan tema”Tubuh yang sehat”. b. Siswa belajar tentang air sejak SD sampai perguruan tinggi dari pembahasan yang sederhana hingga semakin komleks c. Siswa menyelidiki tentang tejadinya musibah banjir di suatu daerah dengan melibatkan petugas kesehatan, lingkungan hidup, dan meteorology dan geofisika. d. Sekelompok guru SMA menyusun ulang urutan materi pelajaran dalam rumpun IPA (Fisika, Biologi, Kimia) agar penjelasannya dapat menunjang satu sama lain. 8. Manakah
yang
merupakan
contoh
penerapan
model
pembelajaran terpadu tipe immersed? a. Siswa belajar tentang air sejak SD sampai perguruan tinggi dengan pembahasan yang semakin mendalam. b. Siswa belajar pelajaran olah raga, matematika dan biologi dengan tema”Tubuh yang sehat”. c. Siswa belajar tentang cara kerja kapal selam dengan mengaitkan beberapa konsep dalam mata pelajaran Fisika, Matematika, dan berpikir kritis,
Biologi serta memadukan keterampilan keterampilan sosial, dan keterampilan
mengorganisasi.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
118
d. Sekelompok guru SMA menyusun ulang urutan materi pelajaran dalam rumpun IPA (Fisika, Biologi, Kimia) agar penjelasannya dapat menunjang satu sama lain
KUNCI JAWABAN EVALUASI Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. D 2. C 3. B 4. B 5. D 6. C 7. A 8. D
UMPAN BALIK EVALUASI Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas. Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
119
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
TINDAK LANJUT Setelah anda membaca modul ini, diskusikan dengan teman anda beberapa kegiatan latihan di bawah ini untuk memperdalam pemahaman materi yang telah dipelajari! 1. Coba diskusikan dengan teman anda, pengertian, tujuan dan manfaat
dari
Kurikulum
Berbasis
Keterpaduan
bagi
pelaksanaan pembelajaran di sekolah. 2. Buatkan rencana pembelajaran dengan tema pencemaran air. Pilih salah satu tipe model pembelajara terpadu yang sudah anda pelajari sebagai model untui materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Day, C.P., Whitaker, and D. Wren. (1987). Appraisal and Professional Development in the Primary Schools. Philadelphia : Open University Press. Eberlee, W. M. (2011). "Teacher Self-Efficacy and Student Achievement as Measured by North Carolina Reading and Math End-Of-GradeTests.". Electronic dissertation. Accessed in http://dc.etsu.edu/cgi/viewcontent. cgi?article=2433&context=etd Fogarty, R. (2009). How To Integrate the Curricula 3rd Edition. California: Corwin A Sage Company. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
120
Hamalik, O. (2009). Psikologi Belajar dan Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hergenhahn, B. R. and Olson, M.H. (2009). Theories of Learning (Teori Belajar). Dialihbahasakan oleh Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom Taxonomy: An overview. Theory into Practice. 41(4). 212-218. Maguire, K. (2011). The Role of Teacher Efficacy in Student Academic Achievement in Mathematics. ProQuest LLC, Ed.D. Dissertation, Walden University. McAshan,H.(1979). Competency-based education and Behavior objectives. Englewood Cliffs, New Jersey: Educational Technology Publishing,Inc. Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003 Munro. R.G. (1987) Innovation Success or Failure?. Bristol: J.W. Sanjaya,W. (2008). Kurikulum Kharisma Putra Utama.
dan
Pembelajaran.
Bandung:
Sukmadinata, N. S. (2009). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya. Tyler, R. W. (1981). Curriculum Development Since 1900. Educational Leadership. The Association for Supervision and Curriculum Development. 599-601.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
121
BAB V
INOVASI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN Bab ini berisi pembahasan tentang
pentingnya inovasi
pembelajaran, strategi pembelajaran inovatif, dan building blocks untuk lingkungan pembelajaran inovatif. Setelah
mempelajari materi
dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat: 1. menjelaskan pentingnya inovasi dalam pembelajaran; 2. merancang pembelajaran yang inovatif berdasarkan strategistrategi pembelajaran yang telah dijelaskan; serta 3. menjelaskan building blocks untuk lingkungan pembelajaran inovatif. 5.1 Inovasi Pembelajaran Pembelajaran merupakan inti dari pendidikan. Perwujudan pendidikan bermutu tidak hanya dilihat dari hasil belajar peserta didik, namun proses pembelajaran juga menjadi bagian penting untuk menjadikan generasi yang kreatif dan kompetitif. PP No. 19 tahun 2005 pasal 19 ayat (1) menyatakan: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Ayat (2) menyatakan: setiap satuan pendidikan melakukan
proses
pembelajaran,
pelaksanaan
proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
182
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Kualitas pembelajaran yang baik menghendaki seluruh komponen pembelajaran terintegrasi dalam suatu sistem, serta adanya perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Pencarian pendekatan atau strategi baru yang tepat dalam pembelajaran menghasilkan berbagai macam inovasi dalam pembelajaran. Inovasi dalam pembelajaran memiliki tujuan umum yaitu terwujudnya suatu proses
pembelajaran
yang
berkualitas
sehingga
dapat
meningkatkan kompetensi, kemampuan, keterampilan, serta daya saing lulusan. Inovasi pembelajaran dapat digambarkan melalui pembelajaran dengan menerapkan strategi-strategi tertentu dalam pembelajaran. Berkut dijelaskan beberapa strategi pembelajaran yang dapat diadopsi atau diadaptasi dan dimodifikasi sesyai dengan lingkungan belajar peserta didik 5.2 Strategi Pembelajaran Inovatif 5.2.1 Strategi Pembelajaran Strategi dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu untuk digunakan, kerena dapat mempermudah proses pembelajaran yang berlangsung, sehingga mencapai hasil yang optimal. Berikut adalah definsi strategi pembelajaran oleh para ahli yang disajikan Burhanuddin (2012) dalam tulisannya tentang Pembelajaran Inovatif: 1. suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien (Kemp, 1995) 2. setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tententu (Kazma dalam Sanjaya, 2007) INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
183
3. merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran Selanjutnya
dalam
lingkungan
dijabarkan
oleh
pembelajaran
mereka
bahwa
tertentu. startegi
pembelajaran dimaksud meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach dan Ely, 1980) 4. seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peseta didik (Dick dan Carey, 1990) 5. merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapau. Setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan (Cropper dalam Wiryawan dan Noorhadi, 1990). Bagi guru strategi dapat dijadikan pedoman dan acuan bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran. Bagi siswa, pengguna strategi pembelajaran dapat mempermudah belajar
(mempermudah
dan
mempercepat
memaham
isi
pembelajaran, karena setiap strategi pembelajaran dirancang untuk mempermudah
proses
belajar
siswa.
Hubungan
strategi
pembelajaran guru-siswa-hasil belajar dapat dilihat pada Gambar 5.1.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
184
Bagi guru Peningkatan hasil belajar siswa
Strategi Pembelajaran Bagi siswa Gambar 5.1
Hubungan strategi pembelajaran guru-siswa-hasil belajar (Wena, 2014)
5.3.2 Penerapan Strategi Pembelajaran Keberhasilan
guru
dalam
menerapkan
suatu
strategi
pembelajaran, sangat tergantung dari kemampuan guru dalam menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber belajar, dan karakteristik bidang studi. Hasil analisis tersebut selanjutnya dapat menjadi acuan bagi guru dalam menentukan dan menerapkan strategi pembelajaran. 1. Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran yang berbeda-beda akan berimplikasi pada adanya perbedaan strategi pembelajaran yang harus diterapkan dalam pembelajaran. Menurut taksonomi Bloom, secara teoretis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga kategori, yaitu (1) tujuan pembelajaran ranah kognitif, (2) tujuan pembelajaran ranah afektif, dan (3) tujuan pembelajaran ranah psikomotorik.
Pada
pembelajaran
tersebut
kurikulum disebut
2013, dengan
ketiga istilah
tujuan sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan ketiga tujuan pembelajaran tersebut, maka jelas dalam penerapan suatu strategi
pembelajaran
tidak
dapat
mengabaikan
tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
185
2. Karakteristik siswa Karakteristik siswa amat kompleks dan berhubungan dengan aspek-aspek yang melekat pada diri siswa, seperti motivasi, bakat, minat, kemampuan awal, gaya belajar, kepribadian dan sebagainya. Penerapan strategi pembelajaran tertentu tidak akan bisa mencapai hasil belajar secara maksimal jika tidak mempertimbangkan karakteristik siswa. Oleh karena itu, seseorang guru hendaknya harus dapat memahami secara benar karakteristik siswa yang mengikuti proses pembelajaran. 3. Kendala sumber/media belajar Ketersediaan sumber/media belajar, baik berupa manusia maupun
nonmanusia
(hardware
dan
software),
sangat
mempengaruhi proses pembelajaran (Wina, 2014). Penyampaian pembelajaran dalam kelas besar menuntut penggunaan jenis media yang berbeda dari kelas kecil, demikian juga untuk pembelajaran perseorangan dan belajar mandiri. Mengingat pentingnya keberadaan sumber belajar, maka setiap guru sudah
seharusnya
memiliki
kemampuan
dalam
mengembangkan sumber belajar/media pembelajaran. Guna membuat dan mengembangkan produk media pembelajaran, maka
dapat
digunakan
model
pengembangan
media
pembelajaran yang diajukan Sadiman (1990) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
186
Perumusan butir-butir materi Identifikasi kebutuhan
Perumusan alat pengukur keberhasilan
Perumusan tujuan
Revisi Penulisan naskah media
Tes/uji coba
Naskah siap produksi Gambar 5.2
Model Pengeembangan Media Pembelajaran (Sadiman, 1990)
4. Karakteristik/struktur bidang studi Karakteristik/struktur bidang studi terkait dengan hubunganhubungan
di
antara
bagian-bagian
suatu
bidang
studi.
Karakteristik bidang studi mata pelajaran matematika tentu berbeda
dengan
bidang
studi kimia. Karakteristik
mata
pelajaran kimia sama dengan IPA, yang meliputi objek kimia, cara
memperoleh,
serta
kegunaanya.
Berdasarkan
Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik (siswa) memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; 2. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
187
3. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan
pengujian
hipotesis
dengan
merancang
percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; 4. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat; dan 5. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling
keterkaitannya
dan
penerapannya
untuk
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Perbedaan
karakteristik/struktur
antar
bidang
studi
menyebabkan dibutuhkannya strategi pembelajaran yang berbeda pula, sehingga pemahaman seorang guru terhadap karaktersitik/struktur bidang studi yang diajar sangat penting dalam penetapan strategi pembelajaran yang digunakan. 5.3.3 Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah Pada
dasarnya
tujuan akhir dari pembelajaran
adalah
meghasilkan siswa yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat. Kemampuan pemecahan masalah sangat benting artinya bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan (Suharsono, 1991).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
188
Idealnya, aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan maslah-masalah khhusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari. Beragam strategi pemecahan masalah dapat digunakan dalam pembelajaran, guna tercapainya tujuan dan agar siswa memiliki pengetahuan
dan
kemampuan
memecahkan
masalah
yang
dihadapi. Diantara strategi pembelajaran pemecahan masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Strategi pemecahan masalah Soslo Soslo (dalam Wankat & Oreovocz, 1995) mengemukakan enam tahap dalam pemecahan masalah. Berikut dijabarkan secara umum kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran menggunakan strategi pemecahan masalah Soslo (Wena, 2014): Tabel 5.1
Kegiatan Guru dan Siswa Pemecahan Masalah Soslo No Tahap Kegiatan Guru . Pembelajaran 1 Identifikasi Memberi permasalahan permasalahan (identification the pada siswa problem) Membimbing siswa dalam melakukan identifikasi permasalahan 2 Representasi/pen Membantu siswa yajian untuk permaslahan merumuskan dan (representation of memahami the problem) masalah secara benar 3 Perencanaan Membimbing pemecahan siswa melakukan masalah (planning perencanaan the solution)
dengan
Strategi
Kegiatan Siswa Memahami permasalahan Melakukan identifikasi terhadap masalah yang dihadapi Merumuskan dan pengenalan permasalahan
Melakukan perencanaan pemecahan masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
189
No
4
5
6
Tahap . Pembelajaran Menerapkan/men gimplementasikan perencanaan (execute the plan) Menilai perencanaan (evaluate the plan)
Menilai hasil pemecahan (evaluate the solution)
Kegiatan Guru pemecahan masalah Membimbing siswa menerapkan perencanaan yang telah dibuat Membimbing siswa dalam melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah Membimbing siswa melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
Kegiatan Siswa
Menerapkan rencana pemecahan masalah Melakukan penilaian terhadap perencanaan pemecahan masalah Melakukan penilaian terhadap hasil pemecahan masalah
2. Strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz Strategi pemecahan masalah Wankat dan Orevocz (1995) terdiri dari tujuh tahapan. Secara operasional dan ringkas, kegiatan guru
dan
siswa
selama
pembelajaran
dengan
strategi
pemecahan masalah Wankar dan Oreovocz dapat dijabarkan sebagai berikut: Tabel 5.2 Kegiatan Guru dan Siswa Pemecahan Masalah Wankat dan No Tahap Kegiatan Guru . Pembelajaran 1 Saya Membangkitkan mampu/bisa motivasi dan (I can) membangun keyakinan diri siswa
dengan Strategi Oreovocz Kegiatan Siswa Menumbuhkembangkan motivasi belajar dan keyakikan diri dalam menyelesaikan permasalahan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
190
No 2
Tahap . Pembelajaran Mendefinisikan (define)
3
Mengeksplorasi (explore)
4
Merencanakan (plan)
5
Mengerjakan (do it)
6
Mengoreksi kembali (check)
7
Generalisasi (generalize)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Membimbing membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui dalam suatu permasalahan Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan dan membimbing untuk menganalisis dimendi-dimensi permasalahan yang dihadapi Membimbing mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah
Menganalisis dan membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui dalam suatu permasalahan Mengajukan pertanyaanpertanyaan pada guru, untuk melakukan pengkajian lebih dalam terhadap permasalahanpermasalahanya ng dibahas
Membimbing siswa secara sistematis untuk memprediksi jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi Membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat Membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan:
Berlatih mengembangkan cara berpikir logis untuk menganalisis masalah yang dihadapi Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah
Mengecek tingkat kebenaran jawaban yang ada Memilih/menent ukan jawaban yang paling tepat
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
191
No
Tahap . Pembelajaran
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
- Apa yang telah saya pelajari dalam pokok bahasan ini? - Bagaimanakah agar pemecahan masalah yang dilakukan bisa lebih efisien? - Jika pemecahan masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada
3. Strategi pemecahan masalah sistematis (systemmatic approach to problem solving) Pemecahan masalah sistematis secara umum terdiri dari empat fase utama, yaitu (1) analisis soal, (2) perencanaan proses penyelesaian soal, (3) operasi perhitungan, dan (3) pengecekan jawaban serta interpretasi hasil.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
192
Penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis pada dasarnya untuk membantu sswa dalam belajar memecahkan masalah
secara
bertahap.
Gagne
dalam
Wena
(2014)
menyatakan bahwa cara terbaik yag dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah adalah memecahkan masalah selangkah
demi
selangkah
dengan
menggunakan
aturan
tertentu. Penggunaan strategi pemecahan masalah sistematis dalam menyelesaikan suatu masalah dilengkapi dengan Key Relation Chart (KR Chart), yaitu lembaran yang berisi catatan tentang persamaan, rumus, dan hukum dari materi yang dipelajari. Tahap-tahap pemecahan masalah dengan strategi pemecahan masalah sistematis dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Operasional Tahap-Tahap Pemecahan Masalah dengan Strategi Pemecahan Masalah Sistematis No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa . Pembelajaran 1 Analisis Membimbing Membaca seluruh soal/masalah siswa secara soal yang bertahap untuk diberikan secara melakukan seksama analisis soal Mentransformasi soal ke bentuk skema yang menggambarkan situasi soal Menulis hal-hal yang ditanyakan Memperkirakan jawaban 2 Transformasi Membimbing Mengecek, soal siswa apakah soalnya melakukan sudah berbentuk transformasi standar? Jika ya soal siswa melanjutkan ke fase 3, jika tidak INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
193
No
3
Tahap . Pembelajaran
Operasi perhitungan
Kegiatan Guru
Membimbing siswa melakukan operasi hitungan
Kegiatan Siswa siswa mengikuti langkah selanjutnya Menulis rumus/hubungan antar variabel dari soal: - Menulis hubungan antar variabel yang bersumber dari KR-chart - Mengecek apakah hubungan yang ditulis relevan dengan soal yang sedang dihadapi Mengubah soal ke bentuk standar: - Menulis rumus yang berhubungan dengan soal - Menyederhana kan soal dengan asumsiasumsi atau dengan meninjau soal dari titik pandang yang berbeda Mensubstitusikan data yang diketahui ke dalam bentuk standar yang telah diperoleh, kemudian
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
194
No
4
Tahap . Pembelajaran
Pengecekkan dan interpretasi
Kegiatan Guru
Membimbing siswa melakukan pengecekan terhadap hasil penyelesaian soal
Kegiatan Siswa melakukan perhitungan Mengecek apakah tanda dan satuan sudah sesuai Mengecek jawaban dengan cara membandingkan dengan perkiraan jawaban yang dibuat pada fase 1 Mengecek apakah jawaban sudah sesuai dengan yang ditanyakan Menelusuri kesalahankesalahan apa yang telah dilakukan
4. Strategi pemecahan masalah IDEAL Strategi pembelajaran pemecahan masalah IDEAL terdiri dari lima tahap pembelajaran, yaitu identify the problem, define the problem, explore solution, act on the strategy, lock back and evaluate
the
effect.
Secara
operasional
kegiatan
proses
pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah IDEAL, dapat dijelaskan seperti pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Operasional Tahap-Tahap Pemecahan Masalah dengan Strategi Pemecahan Masalah IDEAL No. Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Pembelajaran 1 Identifikasi Memberikan Memahami masalah permasalahan permasalahan (identify the secara umum problem) Membimbing Mencermati siswa memahami aspek-aspek yang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
195
No.
2
Tahap Pembelajaran
Mendefinisikan masalah (define the problem)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
aspek-aspek permasalahan Membimbing isiswa mengembangkan /menganalisis permasalahan Membimbing siswa mengkaji hubungan antardata Membimbing siswa dalam memetakan masalah Membimbing siswa mengembangkan hipotesis Membimbing siswa melihat data/variabel yang sudah diketahui maupun belum diketahui Membimbing siswa mencari dan menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber Membimbing siswa melakukan penyaringan berbagai informasi yang telah terkumpul Membimbing siswa melakukan perumusan masalah
terkait dengan permasalahan Mengembangkan/ menganalisis permasalahan Melakukan pengkajian hubungan antar data Melakukan pemetaan permasalahan Mengembangkan hipotesis Mencermati data/variabel yang sudah diketahui
Mencari dan menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber Melakukan penyaringan berbagai informasi yang telah terkumpul Merumuskan masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
196
No. 3
Tahap Pembelajaran Mencari solusi (explore solution)
4
Melaksanakan strategi (act on the strategy)
5
Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruhnya (lock back and evaluate the effect)
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Membimbing siswa mencari berbagai alternatif Membimbing siswa mengkaji setiap alternatid pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang
Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah Melakukan pengkajian terhadap setiap alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang Memutuskan memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat
Membimbing siswa mengambil keputusan untuk memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat Membimbing siswa melaksanakan pemecahan masalah secara bertahap Membimbing siswa melihat/mengore ksi kembali caracara pemecahan masalah Membimbing siswa melihat/mengkaji pengaruh strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah
Melakukan pemecahan masalah secara bertahap Melihat/mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah Melihat/mengkaji pengaruh strategi yang digunakan dalam memecahkan masalah
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
197
5. Strategi belajar berbasis masalah Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan strategi belajar berbasis masalah, dapat dijabarkan seperti pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Strategi Berbasis Masalah No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa . Pembelajaran 1 Menemukan Memberikan Berusaha masalah permasalhan menemukan yang diangkat permasalahan dari latar dengan cara kehiduppan melakukan kajian sehari0hari dan analiss secara siswa. Berikan cermat terhadap masalah yang permasalahan bersifat tidak yang diberikan terdefinisikan dengan jelas (illdefined) Memberikan Melakukan sedikit fakta di analisis terhadap seputar konteks fakta sebagai permasalahan dasar dalam menemukan permasalahan 2 Mendefinisikan Mendorong dan Dengan masalah membimbing menggunakan siswa untuk kecerdasan menggunakan intrapersonal dan kecerdasan kemampuan awal intrapersonal (prior knowledge) dan kemampuan berusaha awal (prior memahami knowledge) masalah untuk memahami masalah Membimbing Berusaha siswa secara mendefinisikan bertahap untuk permasalahan mendefinisikan dengan masalah menggunakan INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
198
No
3
Tahap . Pembelajaran Mengumpulkan fakta
Kegiatan Guru
Membimbing siswa untuk melakukan pengumpulan fakta
Membimbing siswa melakukan pencarian informasi dnegan berbagai cara/metode
Membimbing siswa melakukan pengelolaan informasi
4
Menyusun hipotesis (dugaan sementara)
Membimbing siswa untuk menyusun jawaban/hipote-
Kegiatan Siswa parameter yang jelas Melakukan pengumpulan fakta dengan menggunakan pengalamanpengalaman yang suudah diperolehnya. Melakukan pencarian informasi dengan berbagai cara serta dengan menggunakan kecerdasan majemuk yang dimiliki Melakukan pengelolaan/peng atur-an informasi (information management) yang telah diperoleh, dengan berpatokan pada: a. know, yaitu informasi apa yang diketahui b. need to know, yaitu informasi apa yang dibutuhkan c. need to do, apa yang akan dilakukan dengan informasi yang ada Membuat hubunganhubungan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
199
No
5
Tahap . Pembelajaran
Melakukan penyelidikan
Kegiatan Guru sis (dugaan sementara) terhadap permasalahan yang dihadapi Membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan majemuk dalam menyusun hipotesis Membimbing siswa untuk menggunakan kecerdasan interpersonal dalam mengungkapkan pemikirannya Membimbing siswa untuk menyusun alternatif jawaban sementara Membimbing siswa untuk melakukan penyeidikkan terhadap informasi dan data yang telah diperolehnya Dalam membimbing siswa melakukan penyelidikan, guru membuat struktur belajar yang memungkinkan siswa dapat
Kegiatan Siswa antarberbagai fakta yang ada
Menggunakan berbagai kecerdasan majemuk untuk menyusun hipotesis Menggunakan kecerdasan interpersonal untuk mengungkapkan pemikirannya Berusaha menyusun beberapa jawaban sementara Melakukan penyelidikan terhadap data dan informasi yang telah diperoleh
Dalam melakukan penyelidikan siswa menggunakan kecerdasan majemuk yang dimilikinya untuk memahami dan memberi makna
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 200
No
Tahap . Pembelajaran
6
Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan
7
Menyimpulkan alternatif pemecahan masalaj secara kolaboratif
8
Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah
Pembelajaran berbasis
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
menggunakan data dan berbagai cara informasi yang untuk ada mengetahui dam memahami dunianya Membimbing Melakukan siswa melakukan penyempurnaan penyempurnaan masalah yang terrhadap telah dirumuskan masalah yang didefinisikan Membimbing Membuat siswa untuk kesimpulan menyimpulkan alternatif alternati pemecahan pemecahan maslah secara masalah secara kolaboratif koaboratif Membibing siswa Melakukan melakukan pengujian hasil pengujian hasil (solusi) (sokusi) pemecahan pemecahan masalah masalah masalah memberikan peluang bagi
siswa untuk melibatkan kecerdasan majemuk siswa (Gardner, 1999) 5.3.4 Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif, Pembelajaran Berbasis Proyek dan Pembelajaran Kuantum Bagi guru penting untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisian. Terdapat tiga strategi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan kreativitas dan motivasi siswa. Selain itu, tiga strategi pembelajaran yang akan dijabarkan berikut
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
201
ini juga dapat meningkatkan rasa senang dan keseriusan siswa dalam mengikuti pembelajaran. 1. Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif Strategi pembelajaran kreatif-produktif diasumsikan mampu memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga siswa merasa tertantang dalam menyelesaikan tugastugasnya (Wena, 2014). Beberapa
karakteristik
yang
membedakan
strategi
pembelajaran kreatif-produktif dengan strategi pembelajaran lainnya, antara lain: a. Siswa terlibat secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran; b. Siswa didorong untuk menemukan/mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji; c. Siswa mendapatkan kesempatan untuk bertanggung jawab terhadap penyelesaian tugas bersama; dan d. Siswa menjadi bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias serta percaya diri. Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran kreatif-produktif dapat dilihat pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Strategi Pembelajaran Kreatif-Produktif No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa . Pembelajaran 1 Orientasi Mengkomunikasi Menanggapi/men kan tujuan, diskusikan materi, waktu, langkah-langkah langkah-langkah pembelajaran, pembelajaran, hasil yang hasil yang diharapkan dan diharapkan dan penilaian penilaian INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 202
No 2
Tahap . Pembelajaran Eksplorasi
3
Interpretasi
4
Re-kreasi
5
Evaluasi
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Fasilitator, motivator, mengarahkan dan memberi bimbingan belajar
Membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya Membimbing, Analisis, diskusi, fasilitator, tanya jawab, atau mengarahkan berupa percobaan kembali Membimbing, Mengambil mengarahkan, kesimpulan, memberi menghasilkan dorongan, sesuatu/produk menumbuhkemb yang baru angkan daya cipta Melakukan Mendiskusikan evaluasi, hasil evaluasi memberi balikan
2. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran
berbasis
proyek
adalah
sebuah
strategi
pembelajaran yang inovatif dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller & Michhaelson, 1999); Moss, VanDuze, Carol, 1998). Pembelajaran berbasis proyek memiliki karakteristik sebagai berikut (Buck Institute for Education, 1999): a. Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja; b. Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya; c. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
20 3
d. Siswa
bertanggungjawab
untuk
mendapatkan
dan
mengelola informasi yang dikumpulkan; e. Siswa melakukan evaluasi secara kontinu; f.
Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan;
g. Hasil akhir berupa produk dan dievakuasi kualitasnya; dan h. Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan. Moursund (1977) menyebutkan beberapa keuntungan dari pembelajaran berbasis proyek antara lain sebagai berikut: a. Increased motivation b. Increased problem-solving ability c. Improved library research skills d. Increases collaboration e. Increased resource-management skills Terdapat
enam
langkah/tahap
dalam
menerapkan
pembelajaran berbasis proyek (Steinberg, 1997), yaitu: (1) authenticity
(keautentikan),
(2)
academic
rigor
(ketaatan
terhadap nilai akademik), (3) applied learning (belajar pada dunia nyata), (4) active exploration (aktif meneliti), (5) adultd relationship (hubungan dengan ahli) dan (6) assessment (penilaian). Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran berbasis proyek dapat dilihat pada Tabel 7.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 204
Tabel 5.7 No 1
2
Operasional Tahap-Tahap Pembelajaran dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek Prinsip Pengertian Aplikasi
. Keautentikan
Ketaatan terhadap nilai-nilai akademik
- Proyek yang - Proyek yang dikerjakan siswa dikerjakan harus mengacu harus berguna pada baik secara permasalahan praktis yang bermakna maupun bagi siswa teoretis bagi siswa - Proyek/masalah - Proyek tersebut tersebut harus harus dapat secara nyata dikerjakan oleh dapat digunakan siswa dalam oleh siswa rentang waktu yang ditentukan (1 semester) - Dari kegiatan - Proyek harus proyek tersebut, menghasilkan siswa harus dapat produk menciptakan atau (pengetahuan/ menghasilkan keterampilan sesuatu, baik baru) sebagai pribadi maupun kelompok di luar lingkungan sekolah - Kegiatan proyek - Dalam kegiatan harus dapat proyek siswa membantu atau dapat mengarahkan mengaplikasisiswa untuk kan memperoleh dan pengetahuan menerapkan bidang studi pokok pokok yang pengetahuan dipelajari dalam satu atau lebih disiplin ilmu - Proyek tersebut harus
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 205
No
Prinsip
Pengertian
Aplikasi
.
3
dapat/mampu - Kegiatan memberi proyek tersebut tantangan pada harus dapat siswa untuk merangsang menggunakan siswa metode-metode menggunakan penemuan metode-metode (ilmiah) dalam penemuan satu atau lebih (ilmiah) dalam disiplin ilmu satu atau lebih (contoh: berpikir disiplin ilmu dan bekerja yang dipelajari seperti ilmuwan) - Proyek harus mampu mendorong siswa - Kegiatan mengembangkan proyek tersebut keterampilan dan harus dapat kebiasaan merangkasng berpikir tingkat siswa tinggi (contoh: menggunakan pencarian fakta, keterampilan memandang dan kebiasaan sesuatu masalah berpikir tingkat dari berbagai tinggi sudut) Belajar pada - Apakah kegiatan - Proyek harus dunia nyata belajar yang mengacu pada dilakukan siswa kehidupan berada dalam nyata/permasa konteks lahan yang ada permasalahan di masyarakat semi terstruktur, mengacu pada kehidupan nyata, dan bekerja/ berada pada dunia lingkungan luar sekolah? - Apakah proyek - Proyek harus dapat merangsang mengarahkan siswa untuk untuk menguasai bekerja secara INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 206
No
Prinsip
Pengertian
Aplikasi
. dan menggunakan unjuk kerja yang dipersyaratkan dalam organisasi kerja yang menuntut persyaratan tinggi? (contoh: kerja tim, menggunakan tekhnologi yang tepat, pemecahan masalah dan komunikasi) - Apakah pekerjaan tersebtu mempersyaratkan siswa mampu untuk melakukan pengembangan organisasi dan mengelola keterampilan pribadi? 4
Aktif meneliti
- Apakah siswa menggunakan sejumlah waktu secara signifikan untuk mengerjakan bidang utama pekerjaannya? - Apakah proyek tersebut mempersyaratkan siswa untuk mampu melakukan penelitian nyata, dan menggunakan
tim, menggunakan tekhnologi yang tepat
- Proyek tersebut mampu merangsang siswa untuk melakukan pengembangan organisasi dan mengelola keterampilan pribadi - Proyek harus diselesaikan tepat waktu
- Proyek harus merangsang siswa untuk mampu melakukan penelitian nyata, dan menggunakan berbagai
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 207
No
Prinsip
Pengertian
Aplikasi
.
5
Hubungan dengan ahli
berbagai macam metode, media dan berbagai sumber lainnya?
macam metode, media dan berbagai sumber lainnya
- Apakah siswa diharapkan dapat mampu untuk berkomunikasi tentang apa yang dipelajari, baik melalui presentasi maupun unjuk kerja?
- Siswa harus mampu untuk berkomunikasi tentang apa yang dipelajari baikmelalui presentasi maupun unjuk kerja
- Apakah siswa menemui dan mengamati (belajar dari) teman/ orang sebaya (dewasa) yang memiliki pengalaman dan kecakapan yang relevan?
- Siswa harus mampu belajar dari teman/orang sebaya (dewasa) yang memiliki pengalaman dan kecakapan yang relevan
- Apakah siswa dapat kesempatan untuk bekerja/berdisku si secara teliti dengan paling tidak seorang teman? - Apakah orang dewasa (di luar siswa) dapat bekerja sama dalam merancang dan menilai hasil kerja siswa?
- Siswa harus dapat bekerja/berdis kusi secara teliti dengan paling tidak seorang teman - Siswa harus dapat bekerja sama dalam merancang dan menilai hasil kerja siswa
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 208
No 6
Prinsip . Penilaian
Pengertian
Aplikasi
- Apakah siswa dapat merefleksi secara berkala proses belajar yang dilakukannya dengan menggunakan kriteria proyek yang jelas, yang kiranya dapat membantu dalam menentukan kinerjanya - Apakah orang luar dapat membantu siswa mengembangkan pengertian tentang standar kerja dunia nyata dalam suatu jenis pekerjaan? - Apakah ada kesempatan secara reguler untuk menilai kerja siswa, terkait dengan metode yang digunakan, termasuk melalui pameran dan portofolio
- Siswa harus mampu menilai unjuk kerjanya
- Siswa harus mampu bekerja sama dengan orang luar (ahli/praktisi yang sebidang dengan kegiatan proyek) - Ada sistem penilaian reguler untuk menilai kerja siswa, terkait dengan metode yang digunakan, termasuk melalui pameran dan portofolio
3. Strategi Pembelajaran Kuantum Pembelajaran kuantum dibagi atas dua kategori, yaitu konteks dan isi (DePorter, Reardon & Nourie, 2001). Konteks meliputi (1) lingkungan, (2) suasana, (3) landasan, dan (4) rancangan. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 209
Sedangkan isi mencakup masalah penyajian dan fasilitas (mempermudah proses belajar). Pelaksanaan pembelajaran kuantum dikenal dengan singkatan “TANDUR” yang merupakan kepanjangan dari: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan (DePorter Reardon & Nourie, 2001). Pembelajaran kuantum dengan unsur-unsur pelaksanaan “TANDUR” tadi dapat dijelaskan seperti pada Tabel 5.8 (Wena, 2014). Tabel 5.8 Pembelajaran Kuantum dengan Unsur Pelaksanaan TANDUR No Rancangan Penerapan dalam PBM . 1 Tumbuhkan Tumbuhkan mengandung makna bahwa pada awal kegiatan pembelajaran pengajar harus berusaha menumbuhkan/mengembangkan minat siswa untuk belajar 2 Alami Alami mengandung makna bahwa proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami secara langsung atau nyata materi yang diajarkan 3 Namai Namai mengandung makna bahwa penamaan adalah saatnya untuk mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar. Penamaan mampu memuaskan hasrat alami otak untuk memberi identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan 4 Demonstrasi Demonstrasi berarti bahwa memberi peluang kepada siswa untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran lain atau ke dalam kehidupan mereka. Kegiatan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
210
No
Rancangan
Penerapan dalam PBM
. 5
Ulangi
6
Rayakan
ini akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa Ulangi berarti bahwa proses pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dapat memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa tahu atau yakin terhadap kemampuan siswa. Pengulangan harus dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan Rayakan mengandung makna pemberian peghormataan pada siswa atas usaha, ketekunan, dan kesuksesannya. Dengan kata lain perayaan berarti pemberian umpan balik yang positif pada siswa atas keberhasilannya, baik berupa puian, pemberian hasiah atau bentuk lainnya
5.3.5 Strategi Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003). Pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lainnya. Nurhadi & Senduk (2003), serta Lie (2002) menyatakan ada berbagai
elemen
yang
merupakan
ketentuan
pokok
dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling ketergantungan positif (positive interdependence); (b) interaksi tatap muka (face to face interaction); (c) akuntabilitas individual (individual accountability), dan (d) keterampilan untuk menjalin hubungan antarprobadi atau
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
211
keterampilan sosial yang secara sengaja doajarkan (use of collaboration/ social skill). Terdapat beberapa model dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya: 1. Model STAD (Student Team Achievement Division) 2. Model Jigsaw 3. Model GI (Group Investigation) 4. Model TAI (Team Accelereted Instruction) 5. Model kooperatif tipe TSTS 5.3.6 Strategi Pembelajaran Berbasis Elektronik (E-Learning) Pembelajaran e-learning telah diterapkan sejak tahun 1970-an. Terdapat beberapa hal penting sebagai persyaratan umum dalam pelaksanaan e-learning , yaitu sebagai berikut (Wena, 2014): a. Kegiatan proses pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan; b. Tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu siswa apabila mengalami kesulitan belajar; c. Adanya lembaga penyelenggara/pengelola e-learning; d. Adanya sikap positif dari siswa dan tenaga pendidik terhadap tekhnologi komputer dan internet; e. Tersedianya
rancangan
sistem
pembelajaran
yang
dpaat
dipelajari/diketahui oleh setiap siswa; serta f.
Adanya sistem evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa dan mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara. Terdapat beberapa manfaat terkait pembelajaran elektronik (e-
learning), diantaranya:
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
212
a. Bagi siswa memungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang optimal; b. Bagi guru memudahkan untuk melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan perkembangan kurikulum; c. Bagi sekolah mendorong menumbuhkan sikap kerjasama antara guru dengan guru dan guru dengan siswa dalam memecahkan masalah pembelajaran. Pembelajaran berbasis elektronik (e-learning) pada umumnya dilakukan dengan menggunakan aplikasi web. Berbagai aplikasi web yang dapat digunakan untuk e-learning diantaranya (Hafidah, 2015): a. Edmodo; b. Chamilo (E-Learning & Collaboration Software); c. Claroline; d. E-front; e. Moodle; f.
Docebo LMS;
g. TCExam; h. ATutor; i.
Dokeos;
j.
Omeka; dan
k. Schology 5.4 Building Blocks untuk Lingkungan Belajar Inovatif Inovasi dalam pembelajaran dapat tercipta jika didukung dengan adanya lingkungan pembelajaran yang inovatif. Building blocks (unsur-unsur penting) untuk membangun lingkungan pembelajaran inovatif, diantaranya (OECD, 2012):
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
213
1. Layanan pembelajaran Pendidikan menggerakkan siswa dalam komunitas layanan yang terintegrasi dengan materi pembelajaran dari kurikulum inti akademik. Pendekatan pengalaman dapat diterapkan dalam layanan pembelajaran ini dan didasarkan pada penyediaan pengalaman belajar kontekstual kepada siswa berdasarkan situasi nyata dalam komunitas siswa. 2. Pembelajaran kooperatif Siswa bekerja bersama-sama dan bertanggung jawab satu dengan yang lain terhadap pembelajaran sebagaimana siswa belajar mandiri. Pembelajaran kooperatif menekankan pada pemikiran dan pembelajaran tingkat tinggi. Pembelajaran kooperatif membawa manfaat dalam pendidikan, termasuk diantaranya adalah kemampuan dalam pengelompokkan dan sebagai cara untuk mempersiapkan siswa dalam lingkungan kerja yang semakin kolaboratif. 3. Pembelajaran dengan tekhnologi Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta berbasis
teknologi
dapat
memberdayakan
siswa
dan
memberikan pengalaman belajar yang belum pernah diperoleh siswa. Pembelajaran dnegan tekhlonogi juga memberikan manfaat berharga terhadap unsur-unsur penting lainnya dalam lingkungan
belajar, termasuk
personalisasi, pembelajaran
kooperatif, pengelolaan penilaian formatif dan banyak metode berbasis inkuiri.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
214
4. Kemitraan rumah-sekolah Rumah adalah lingkungan belajar pertama dan memberikan pengaruh yang tinggi, sehingga membangun hubungan antara rumah dan sekolah sangat penting bagi kesuksesan pelajar (siswa). Membangun hubungan antara rumah dan sekolah dapat dilakukan dengan cara proaktif melibatkan keluarga dalam permasalahan berkenaan dengan siswa, memperluas pelaporan
hasil
personalisasi
kepada
orang
tua
siswa,
melibatkan orang tua siswa dalam program sekolah dan kegiatan ekstra kurikuler, serta menawarkan cara untuk berhubungan dengan keluarga dan memberikan hubungan yang lebih baik antara rumah dan sekolah. 5. Pendekatan inkuiri Siswa membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan kognitif tingkat tinggi. Konteks penting untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menggunakan pendekatan inkuiri secara kompleks, proyek-proyek yang bermanfaat yang disusun
(dirancang)
secara
berkelanjutan,
kolaborasi,
penelitian, manajement sumber-sumber serta pengembangan kinerja atau produk yang ambisius. Pendekatan-pendekatan yang relevan dengan pendekatan inkuiri ini meliputi: PjBL (Project Based Learing) PBL (Problem Bases Learning) Pembelajaran melalui desain 6. penilaian formatif Evaluasi formatif mengarahkan siswa untuk mendapatkan luaran yang lebih baik melalui penyediaan umpan balik kepada
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
215
siswa, guru, dan proses pembelajaran itu sendiri. Evaluasi formatif mengarah kepada tiga pertanyaan kunci, yaitu: Where are the learners in their learning? Where are the learners going? What needs to be done to get them there?
RANGKUMAN Tulislah
rangkuman
berkenaan
dengan
materi
yang
telah
dijabarkan dalam bab 5 modul ini!
EVALUASI Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat! 1. Berikut adalah definisi strategi pembelajaran dari para ahli, diantara definisi tersebut yang merupakan definisi strategi pembelajaran menurut Gerlach dan Ely (1980) adalah .... a. suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien b. setiap kegiatan
yang dipilih
untuk mencapai tujuan
pembelajaran c. merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pembelajaran
dalam
lingkungan
pembelajaran
tertentu, meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran d. seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
216
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam menerapkan suatu strategi pembelajaran adalah.... a. tujuan
pembelajaran,
karakteristik
siswa,
kendala
sumber/media belajar, dan karakteristik/struktur bidang studi b. anggaran dana, kendala sumber/media belajar, kesiapan guru dan waktu c. karakteristik/struktur
bidang
studi,
kesiapan
siswa,
kesiapan guru, waktu d. tujuan pembelajaran, materi, media pembelajaran, dan waktu 3. Berikut adalah tahapan dalam strategi pemecahan masalah, yaitu: Identification the problem Representation of the problem Planning the solution Execute the plan Evaluate the plan Evaluate the solution Tahapan yang disebutkan tersebut adalah tahapan dari strategi pemecahan masalah menurut .... a. Wankat b. Soslo c. Wena d. Polya 4. Termasuk dalam tahapan pemecahan masalah IDEAL adalah.... a. identify the problem, execute the problem, evaluate the solution
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
217
b. define the problem, plan the solution, execute the solution, evaluate the solution c. identify the problem, define the problem, explore solution, act on the strategy, lock back and evaluate the effect d. identify the problem, define the problem, execute the solution, evaluate the solution 5. Yang termasuk ke dalam karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah.... a. Terdapat masalah yang pemecahannya telah ditentukan sebelumnya b. Siswa tidak melakukan evaluasi secara kontinu c. Hasil akhir proyek bukannlah suatu produk d. Siswa merancang proses untuk mencapai hasil 6. Istilah yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kuantum adalah.... a. TANUR b. TANDUR c. TERATUR d. TRILOGI 7. Salah satu elemen dalam pembelajaran kooperatif, yaitu.... a. interaksi individual b. akuntabilitas individual c. tidak ada ketergantungan d. persaingan kelompok 8. Syarat dalam pelaksanaan e-learning, diantaranya adalah.... a. Meniadakan evaluasi kemajuan belajar
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
218
b. Siswa tidak harus melek tekhnologi c. Adanya lembaga penyelenggara/pengelola e-learning d. Jaringan internet yang stabil
KUNCI JAWABAN EVALUASI Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. C 2. A 3. B 4. C 5. D 6. B 7. B 8. C
UMPAN BALIK Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas. Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
219
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
TINDAK LANJUT Guna lebih memahami mengenai inovasi pembelajaran yang berhubungan dengan penggunaan strategi-strategi pembelajaran pada materi kimia khususnya, dan IPA pada umumnya, maka: 1. Carilah minimal 3 jurnal penelitian (baik nasional maupun internasional) yang membahas tentang penggunaan strategistrategi pembelajaran
inovatif! Analisislah
kelebihan
dan
kekurangan dari penggunaan strategi-strategi tersebut dalam pembelajaran! 2. Rancanglah langkah-langkah pembelajaran untuk materi kimia kelas X, XI atau XII sesuai dengan strategi pembelajaran inovatif yang telah Anda pilih (minimal 3 strategi pembelajaran, dan dengan materi yang berbeda)! Hubungkan materi kimia yang akan Anda bahas dengan kearifan lokal dan/atau kebudayaan yang ada di daerah Anda!
DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin, A. (2012). Pembelajaran Inovatif. Diambil kembali dari https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/11/pem belajaran-inovatif.pdf
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 220
CORD. (2001). Contextual Learning Resource. Diambil kembali dari http://www.cord.org/lev2.cfm/65 DePorter, B., Reardon, M., & Nourie, S. (2001). Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum LEarning di Ruang-Ruang Kelas. Penerjemah: Ary Nolandari. Bandung: Kaifa. Education, B. I. (2001). Project Base Learning Overview: Differences from Traditional Instruction. Diambil kembali dari http://www.bie.org/pbl/everview/diffstraditional..html Gardner, E. (1999). Intelligence Refarmed: Multiple Intelligences for the 21th Century. New York: Masic Books. Hafidah, S. (2015). Aplikasi-Aplikasi yang Bisa Digunakan Selain Edmodo. Diambil kembali dari http://sitihafidah258.blogspot.co.id/2015/01/aplikasiaplikasi-yang-bisa-digunakan.html Lie, A. (2002). Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Moss, D., & Van-Duzer, C. (1998). Project Base Learning for Adult English Language Learner. ERIC Gigest, ED427556. Diambil kembali dari http://www/ed.gov/database/ERICDigest/Ed427556/html Moursund, D. (1997). Project: Road a Head (Project Based Learning). Diambil kembali dari http://www.iste.org/research/roadhead/pbl.html Nurhadi, & Senduk, A. G. (2003). Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit UM. OECD. (2012). The Nature of Learning, Using Reserach to Inspire Practice, Innovative Learning Environtment Project. OECD. Sadiman, A. (1990). Media Pendidikaan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali. Suharsono, N. (1991). Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah di Bidang Akutansi. Malang: Disertasi S3 IKIP Malang. Thomas, J. W., Mergendoller, J. R., & Michaelson, A. (1999). Project Base Learning: A Handbook of Middle and High School Teacher. Novato, CA: The BUck Institute for Education. Wankat, P. C., & Oreovocz, F. Z. (1995). Teaching Engineering. New York: McGraw-Hill, Inc,. INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
221
Wena, M. (2014). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Widodo, A. T. (2011). Pembelajaran Inovatif Bidang Sains. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS 222
BAB VI
ETNOSAINS PENDAHULUAN Bab ini berisi pembahasan tentang hakikat etnosains, dimensi etnosains, sains asli masyarakat dan sains ilmiah, etnosains dalam pembelajaran, etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan kaitannya dengan pembelajaran kimia, model pembelajaran sains berbasis etnosains. Setelah
mempelajari materi
dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan dapat: 1. menjelaskan hakikat etnosains; 2. menjelaskan dimensi etnosains; 3. membedakan sains asli masyarakat dan sains asli ilmiah; 4. menjelaskan etnosains dalam pembelajaran; 5. menjelaskan etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan kaitannya dengan pembelajaran kimia; serta 6. menerapkan model pembelajaran sains berbasis etnosains dan merancang pembelajaran sains khususnya kimia berbasis etnosains 6.1 Hakikat Etnosains Etnosains telah dirasakan dari berbagai perspektif, termasuk kaitannya dengan sistem rakyat (Roberts, 1990), sistem klasifikasi budaya (Hunter & Whiter, 1990), persepsi budaya tentang dunia fisik (Ogumbunmi & Olaitan, 1988) dan waktu tradisional untuk mengeksplorasi
dan
menggabungkan
pengetahuan
dan
nilai
masyarakat (Carrasio, 2006). Perehonock dan Werner (1969) menganggap etnosains sebagai ilmu yang berfokus pada penemuan dan deskripsi sistem rakyat. Menurut Perehonock dan Werner, etnosains hanya terkait dengan INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
223
prinsip klasifikasi seperti yang dinyatakan oleh penutur asli bahasa, tidak seperti yang ditentukan melalui pengamatan antropologis. Sebagian besar peneliti percaya bahwa etnosains merupakan pengekspresian fakta ilmiah dalam bahasa asli atau bahasa ibu. Penggunaan bahasa asing dalam penyampaian fakta-fakta ilmiah merupakan suatu bentuk penyimpangan dari prinsip-prinsip etnosains. Etnosains (ethnoscience) berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti bangsa dan kata scientia dari bahasa Latin yang berarti pengetahuan. Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu (Sudarmin, 2015). Sturtevant (Ahimsa, 1998) mendefinisikan etnosains sebagai system of knowledge and cognition typical of a given culture. Penekanannya
disini
adalah
pada
sistem
atau
perangkat
pengetahuan, yang merupakan pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat (kearifan lokal), karena berbeda dengan pengetahuan masyarakat
lain.
Sebagai
sebuah
paradigma
etnosains
menggunakan definisi kebudayaan yang berbeda dengan paradigma lain dalam antropologi budaya. Menurut Goodenough (1964) bahwa kebudayaan merupakan salah satu buah pikiran baik berupa benda maupun tindakan yang mana senantiasa perlu kita lestarikan guna menjaga sejarah yang telah ada. Berdasarkan serangkaian pengertian dari etnosains di atas, Sudarmin
dkk.
(2014)
berpendapat
bahwa
etnosains
dapat
didefinisikan sebagai perangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat/suku bangsa yang diperoleh dengan menggunakan metode tertentu serta mengikuti prosedur tertentu yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat tertentu, dan kebenarannya dapat diuji secara empiris.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
224
Lloyed dalam Abonyi (1999) selanjutnya menyebutkan alasan penggunaan
etnosains.
Lloyed
mencatat
bahwa
etnosains
membantu untuk menghapus anggapan bahwa sains adalah ilmu pengetahuan modern yang
mereka
dan metodologi yang percaya dengan apa
jalankan.
Studi
dalam
etnosains
membantu
merefleksikan tradisi intelektual yang berbeda dari berbagai budaya serta masalah ilmiah yang masyarakat ingin pecahkan. Dengan demikian,
penerapan
etnosains
dalam
pengajaran
dan
pembelajaran mungkin dapat melindungi dampak dari keterasingan dan konflik yang sering menyertai pengenalan sains konvensional kepada anak-anak muda kita yang telah diperoleh dan disesuaikan dengan pendidikan non-formal budaya kita. Baker, dkk. (1995) menyatakan, bahwa jika pembelajaran sains di sekolah tidak memperhatikan budaya anak, maka konsekuensinya siswa akan menolak atau menerima hanya sebagian
konsep-konsep
sains
yang
dikembangkan
dalam
pcmbelajaran. Stanley & Brickhouse (2001) menyarankan agar pembelajaran sains di sekolah menyeimbangkan antara sains Barat (sains normal, sains yang dipelajari dalam kelas) dengan sains asli (sains tradisional) dengan menggunakan pendekatan lintas budaya (cross-culture). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Cobern dan Aikenhead (1996), yang menyatakan jika subkultur sains modern yang diajarkan di sekolah harmonis dengan subkultur kehidupan sehari-hari siswa, pengajaran
sains akan
berkecenderungan
memperkuat pandangan siswa tentang alam semesta, dan hasilnya adalah enkulturasi. Jika enkulturasi terjadi, maka berpikir ilmiah siswa tentang kehidupan sehari-hari akan meningkat. Sebaliknya, jika subkultur sains yang diajarkan di sekolah berbeda atau bahkan bertentangan dengan subkultur keseharian siswa tentang alam semesta, seperti yang terjadi pada kebanyakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
225
siswa (Costa, 1995; Ogawa, 2002), maka pengajaran sains akan berkecenderungan menghancurkan atau memisahkan pandangan siswa tentang alam semesta, sehingga mereka meninggalkan atau meminggirkan
cara
asli
mereka
untuk
mengetahui
dan
rekonstruksi terjadi menuju cara mengetahui menurut ilmuwan (scientist). Hasilnya adalah asimilasi (Cobern & Aikenhead; 1996; MacIvor, 1995) dan dianggap sebagai “hegemoni pendidikan” atau “imperialisme
budaya”.
Pada
umumnya
siswa
menghambat
asimilasi, misalnya dengan cara kurang memperhatikan pelajaran. Jika hal ini terjadi, tentu hasil belajar sains tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. 6.2 Dimensi Etnosains Etnosains mencakup sejumlah disiplin ilmu yaitu etnobiologi, etnokimia,
etnofisika,
etnomatematika,
etnomedisin,
dan
serangkaian praktik pertanian dan teknologi pengolahan makanan. Prinsip dasar dalam aspek sistem pengetahuan asli masyarakat ini adalah bahwa konsep dan praktik dasar diabadikan melalui pengetahuan, mitos, dan supernatural yang bergantung pada lingkungan dan budaya (Abonyi, 1999). Meskipun konsep etnosains tidak berjalan beriringan dengan metode konseptual Barat, namun memiliki hubungan yang sama, yang
telah
digunakan
secara
bertahap
dalam
kelas
sains
konvensional untuk mencapai konsep sains dan hibridisasi berkelanjutan yang lebih baik (Abonyi, 1999). Manifestasi penuh dari sistem
pengetahuan
asli masyarakat
terungkap dalam
sejumlah program terpadu internasional seperti: 1. Taman Obat Keluarga (TOGA): obat tradisional Indonesia untuk kemandirian; 2. Eksperimen On-Farm Filipina;
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
226
3. Pembuatan baja Kpelle; 4. Teknologi sabun hitam Igbo; 5. Konsep CTTA dan studi Niger. Kelas sains berbasis etnosains melibatkan perancangan model praktis yang terintegrasi dengan sistem pengetahuan asli dan modern serta melihat proses pembangunan dan perubahan yang lebih seimbang. Warren dkk. (1995) menyatakan bahwa, studi tentang etnosains telah mencakup setidaknya lima aspek utama: 1. penilaian historis terhadap komunitas atau masyarakat tertentu dalam lingkungan alam dan budayanya; 2. referensi istilah dari kebudayaan spesifik atau kebudayaan terikat; 3. pendekatan holistik terhadap masuknya berbagai subsistem pengetahuan dan teknologi di sektor seperti kedokteran, pertanian, lingkungan, pendidikan dll; 4. penilaian konsep budaya yang lebih dinamis dalam kaitannya dengan konfigurasi dari interaksi sistem pengetahuan barat dan non-barat; 5. komparatif bukan orientasi normatif, inspirasi Barat dan NonBarat, serta orientasi terhadap proses pembangunan di wilayah atau budaya tertentu. 6.3 Sains Asli Masyarakat dan Sains Ilmiah Pengetahuan lingkungan
sains
masyarakat
asli
masyarakat
yang
terdapat
tradisional berbentuk pesan
di
simbol,
budaya dan adat istiadat, upacara keagamaan, dan sosial yang kesemuanya terkandung konsep-konsep sains ilmiah yang belum terformulakan (Duitt, 2007). Pengetahuan sains asli ini diturunkan secara terus menerus antara generasi, tidak terstruktur dan tidak sistematik dalam suatu kurikulum, dan umumnya merupakan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
227
pengetahuan persepsi masyarakat terhadap suatu fenomena alam tertentu (Battiste, 2005; Porsanger, 1999). Sedangkan pengetahuan sains ilmiah hanya dapat dipahami secara ilmiah dan berbasis pada kerja ilmiah serta cara pemerolehannya yang menggunakan metode ilmiah, sehingga bersifat objektif, universal, dan proses bebas nilai dan dapat dipertanggungjawabkan. Karakteristik pengetahuan sains asli masyarakat terletak pada belum terformalkan sebagai sumber belajar, bersifat pengetahuan berdasarkan pengalaman, dan pengetahuan belum pernah dikaji secara ilmiah untuk menemukan hubungan fakta konkrit dengan penyebabnya (Snively & Corsiglia, 2000; Ogawa, 2002). Pembelajaran yang memadukan pengetahuan sains asli masyarakat dan sains ilmiah mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep sains ilmiah dan pembelajaran menjadi
lebih
bermakna
(Okebukola,
1986).
Transformasi
pengetauan sains asli masyarakat menjadi sains asli ilmiah diperlukan untuk mengubah citra dan persepsi masyarakat terhadap sains asli yang terkesan sebagai pengetahuan mitos, takhayul, dan berbagai persepsi negatif menjadi pengetahuan fruitful dan dapat dipertanggungjawabkan (Sudarmin, 2015). 6.4 Etnosains dalam Pembelajaran Beragam penelitian terdahulu telah menggunakan etnosains sebagai basis (dasar) dalam inovasi pembelajaran. Berikut adalah hasil yang diperoleh dari penggunaan etnosains sebagai dasar dalam pembelajaran, yaitu: 1. penerapan model pembelajaran kimia berbasis etnosains (MPKBE) dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan berpikir kritis karena model pembelajaran mengkaitkan pembelajaran di kelas dengan apa yang siswa temui dalam kehidupan sehati-hari
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
228
dan juga mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses belajarnya (Arfianawati, dkk. 2016); 2. pengembangan model, metode dan perangkat pembelajaran yang
berbasis
etnosains
diperlukan
untuk
mendukung
terbentuknya minat siswa terhadap sains (Shidiq, 2016); 3. penggabungan praktik etnokimia dalam pembelajaran kimia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan sikap siswa terhadap kimia. Sikap siswa sekolah menengah terhadap kimia menjadi sangat meningkat dan umumnya menjadi postif (Singh dan Chibuye, 2016); 4. pendekatan etnosains dalam modul dengan tema zat aditif efektif meningkatkan hasil belajar dan jiwa kewirausahaan siswa (Sudarmin dkk. 2016). 5. model pembelajaran berbasis etnosains lebih unggul dari pada metode ceramah dalam menumbuhkan minat dan prestasi di kalangan siswa (Ugwuanyi, 2015). 6. modul pembelajaran berorientasi etnosains pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit layak digunakan sebagai sarana belajar mandiri siswa (Lia, 2016). Berikut adalah contoh dari modul pembelajaran berorientasi etnosains yang dikembangkan oleh Lia (2016):
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
229
PENDAHULUAN Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang Harus Dikuasai Peserta Didik Kompetensi Inti Kompetensi Dasar 1. Menghargai dan 1.1 Menyadari adanya menghayati keteraturan ajaran agama struktur partikel yang dianutnya materi sebagai wujud kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang struktur partikel materi sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya bersifat tentatif yang diwujudkan dengan belajar berpendekatan budaya. 2. Menghayati dan 2.1 Menunjukkan mengamalkan perilaku ilmiah perilaku jujur, (memiliki rasa ingin disiplin, tahu, disiplin, tanggungjawab, jujur, objektif, peduli (gotong terbuka, mampu royong, membedakan fakta kerjasama, dan opini, ulet, toleran, damai), teliti, santun, bertanggungjawab, responsif, dan kritis, kreatif, pro-aktif dan inovatif, menunjukkan demokratis, sikap sebagai komunikatif) dalam bagian dari merancang dan solusi atas melakukan berbagai percobaan serta permasalahan berdiskusi yang dalam diwujudkan dalam berinteraksi sikap sehari-hari. secara efektif 2.2 Menunjukkan dengan erilaku kerjasama, lingkungan santun, toleransi, sosial dan alam cinta damai dan serta dalam peduli lingkungan menempatkan serta hemat dalam diri sebagai
a.
b.
a.
b.
c.
Indikator Mengakui kebesaran Allah atas keteratiuran struktur partikel materi. Mensyukuri anugerah Tuhan Yang Maha Esa berupa kekayaan khazanah budaya Indonesia, dan mensyukuri karena dapat belajar 2 hal dalam sekaligus, yakni belajar kimia dan budaya khas dimana peserta didik tinggal. Memiliki rasa ingin taji terhadp materi larutan elektrolit dan non-elektrolit dengan mengikuti pembelajaran secara atusias dan penuh semangat. Mengubah pola pikir peserta didik untuk bersikap terbuka dalam merancang dan melakukan percobaan larutan elektrolit dan nonelektrolit serta komunikatif dalam kunjungan batik. Menunjukkan perilaku kerjasama dalam kunjungan batik dan dalam praktikum percobaan larutan elektrolit dan nonelektrolit.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
230
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar cerminan memanfaatkan bangsa dalam sumber daya alam. pergaulan dunia. 3. Memahami, 3.8 Menganalisis sifat menerapkan, larutan elektrolit menganalisis dan larutan nonpengetahuan elektrolit faktual, berdasarkan daya konseptual, hantar listriknya. prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora denngan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, sera menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah 4. Mengolah, 4.8 Merancang, menalar, dan melakukan dan menyaji dalam menyimpulkan ranah konkret serta menyajikan dan ranah hasil percobaan abstak terkait untuk mengetahuo dengan sifat larutan pengembangan elektrolit dan dari yang larutan non dipelajarinya di elektrolit serta
Indikator
a.
Mengakaji literatur tentang larutan elektrolit dan nonelektrolit. b. Mengelompokkan larutan berdasarkan jenis ikatan dan menjelaskannya. c. Menyimpukan bahwa larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar. d. Menganalisis penyebab larutan elektrolit dapat menghantarkan arus listrik. e. Mengelompokkan larutan elektrolit dan non-elektrolit serta larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah berdasarkan data percobaan.
a. Terampil dalam melakukan percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit dan non-elektrolit. b. Terampil dalam membuat laporan percobaan dan kunjungan batik.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
231
Kompetensi Inti sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar Indikator terampil dalam c. Mempresentasikan merancang hasil kunjungan kunjungan kerja batik. pembuatan batik.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
232
Gambar di atas merupakan deskripsi tentang “Sejarah Batik Pekalongan”, agar mengenal dekat budaya batik pekalongan, karena selain belajar kimia tujuan model ini juga bagian dari pelestarian batik di kota Pekalongan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
233
Gambar di atas adalah pembuka Materi yakni mengamati kasus: Kaitan materi (Larutan Elektrolit & Non Eleltrolit) dan hubungannya dengan Batik. Dan, gambar di bawah adalah “Renungan” agar peserta didik bersyukur kepada Allah dan implementasi dari KI.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
234
Gambar di atas merupakan contoh bagian dari pembelajaran dengan Etnosains. Kemudian, gambar di bawah menunjukkan contoh aktivitas etnosains pada modul.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
235
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
236
PETA KONTENS
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
237
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
238
Langkah-langkah
tepat
yang
harus
dilakukan
secara
berkelanjutan untuk inovasi pembelajaran sains dan teknologi berbasis etnosains, diantaranya (Abonyi dkk., 2014): 1. merancang jaringan konsep hibrid dengan integrasi dan keterkaitan yang tepat melintasi batas-batas. Transfer
harus
dilihat
sebagai
seperangkat
komunikasi/
informasi/ proses pendidikan yang saling terkait dan bukan sebagai kegiatan eksklusif beberapa struktur formal atau entitas (Constance dkk., 1995). Program sains sekolah harus dirancang untuk memastikan hibridisasi konsep dan proses lintas batas budaya. Pengembangan modul instruksional pendidikan sains masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli. Hubungan antara sekolah dan badan-badan tertentu akan memastikan arus informasi, dokumentasi pengetahuan asli lintas budaya dan mendorong penelitian tentang hibridisasi dengan pengetahuan ilmiah maju lainnya. Dengan demikian, kelas sains akan menjadi inkubator teknologi dan inovasi perintis untuk pembangunan berkelanjutan. 2. pengembangan
modul
instruksional
pembelajaran
sains
masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli. Berdasarkan hasil jaringan global dan keterkaitan antara pusat lokal dan internasional mengenai pengetahuan asli, sebuah modul kelas baru akan dihasilkan. Sistem pengetahuan yang lebih terpadu akan muncul. Ini akan mengelompokkan dan memperluas kelompok pelajar sains yang cenderung diisolasi oleh hambatan institusional dan sektoral (Guus, Liebenstein, Slikkerveer dan Warren, 1995). 3. pembangunan ruang kelas sains dengan fokus khusus pada kewirausahaan
lokal
dengan
tujuan
meningkatkan
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
dan
239
menginternasionalisasikan.
Inovasi
dalam
sains
harus
mengarah pada kewirausahaan. 4. pengenalan modul multibahasa pembelajaran sains untuk memfasilitasi
akses
dan
pemanfaatan
pengetahuan
asli
masyarakat lintas budaya dan memastikan kemitraan antar benua. 6.5 Etnosains Masyarakat Kalimantan Selatan dan Kaitannya dengan Pembelajaran Kimia Berikut disajikan pada Tabel 6.1 hasil analisis studi literatur tentang beberapa etnosains masyarakat Kalimantan Selatan dan kaitannya dengan pembelajaran Kimia. Bentuk hasil analisis yang disajikan mengadaptasi dengan modifikasi dari penelitian yang dilakukan Sudarmin dkk. (2009). Tabel 6.1 Etnosains Masyarakat Kalimantan Selatan dan Kaitannya dengan Sains Ilmiah dalam Pembelajaran Kimia No. 1.
2. 3. 4. 5.
Etnosains
Konten dan Konteks Sains Ilmiah pada Pembelajaran Kimia Pembuatan hintalu jaruk, telur Kimia larutan: asam, basa, dan asin versi masyarakat banjar. garam serta pemanfaatannya (Fathilal, Y. 2015) dalam kehidupan. Mandai sebagai produk Biokimia: fermentasi. biokimia Kalimantan Selatan. (Fatma, L. 2014) Wadi, fermentasi ikan ala Biokimia: fermentasi. Dayak dan Banjar. (Agung, Y. 2013) Tradisi manginang masyarakat Kimia bahan alam dan Banjar. manfaatnya dalam (Yoes, 2014) kehidupan/kesehatan. Pemanfaatan tumbuhan obat Kimia bahan alam dan tradisional oleh masyarakat manfaatnya dalam etnis Banjar Pesisir. kehidupan/kesehatan. (Fithria, A. dkk. 2014) Kimia larutan: pemisahan dan pemurnian zat/larutan,
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
240
No.
6.
7.
8. 9. 10.
11.
12
Etnosains
Konten dan Konteks Sains Ilmiah pada Pembelajaran Kimia evaporasi, filtrasi, rekristalisasi, dan aktivitas zat. Pembuatan dendeng itik oleh Biokimia: fermentasi masyarakat Kab. Hulu Sungai Utara. Teknologi pangan: pengasapan Penggunaan jeruk nipis dan abu gosok untuk mencuci piring berminyak yang biasa dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Pemanasan gula pasir atau gula jawa untuk pembuatan dodol Kandangan. Pembuatan gula aren (gula habang) di Kec. Lampihong. Pembuatan kain sasirangan khas Kalimantan Selatan.
Klasifikasi larutan.
zat/materi,
atau
Kimia larutan: asam, basa, dan garam serta pemanfaatannya dalam kehidupan. Sifat dalam perubahan fisika dan kimia melalui percobaan sederhana. Sifat dalam perubahan fisika dan kimia melalui percobaan sederhana. Kimia larutan.
Fiksasi pada kain sasirangan untuk mengikat warna digunakan tawas Al2(SO4)3, kapur tohor (CaCO3) dan tunjung (FeSO4). Penggunaan larutan fiksasi dalam proses pewarnaan kain akan membuat warna menjari tidak mudah pudar serta tahan terhadap gosokan. Hasil dari penggunaan bahan fiksasi yang berbeda memberikan warna akhir yang dihasilkan juga berbeda. Pemilihan lahan atau tanah Kimia lingkungan: pencemaran oleh petani lahan gambut lingkungan. setempat di Kalimantan (termasuk Kalimantan Selatan) Kimia gambut dan batu bara. berdasarkan kedalaman lumpur, bau tanah, dan jenis Kimia larutan. gulma. (Noor, M. 2011) Pembuatan tahu di wilayah Biokimia: terjadi reaksi kimia Guntung Payung, Banjarbaru yaitu reaksi pemecahan glukosa (C6H12O6) menjadi etanol (2C2H5OH) dan karbon
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
241
No.
Etnosains
Konten dan Konteks Sains Ilmiah pada Pembelajaran Kimia diosida (CO2) yang bertujuan untuk melunakkan kedelai. Kimia bahan makanan dan kimia terapan: dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap (koagulan) sampai terbentuk gumpalangumpalan protein yang akan menjadi tahu. Beberapa contoh koagulan yang dapat digunakan, yaitu: Asam sitrat (C6H8O7), asam cuka/asam asetat, batu tahu/sioko, biang tahu/whey, kalsium fosfat murni (CaSO4), glucono delta lacton (GDL). Pelarut yang biasa digunakan adalah air dan zat tambahan berupa garam.
6.6 Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains (MPSBE) Model
pembelajaran
dikembangkan
oleh
sains
Sudarmin
berbasis (2015)
etnosains
dengan
(MPSBE)
tujuan
agar
pembelajaran sains dalam hal ini adalah kimia dapat sesuai dengan kebutuhan lapangan dan untuk memanfaatkan budaya sebagai sumber belajar sains. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru berkenaan
dengan
pengimplementasian
pembelajaran
sains
berbasis etnosains di sekolah (Sudarmin, 2015), yaitu: 1. guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli. Identifikasi ini bertujuan untuk menggali pikiran-
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
242
pikiran siswa dalam rangka mengakomodasi konsep-konsep, prinsip-prinsip atau keyakinan yang dimiliki siswa yang berakar pada budaya masyarakat di mana mereka berada; 2. pembelajaran dalam kelompok. Pembelajaran dan belajar dalam bentuk kelompok merupakan satuan pendidikan yang bersifat indigenous (asli), yang timbul sebagai kesepakatan bersama para warga belajar untuk saling membeajarkan secara sendiri maupun dengan mengundang narasumber dari luar kelompok. 3. guru berperan sebagai penegosiasi yang cerdas dan arif, seperti memberi
kesempatan
kepada
siswa
untuk
untuk
mengekspresikan pikiran-pikirannya, untuk mengakomodasi konsep-konsep atau keyakinan yang dimiliki siswa yang beraar pada sains asli (budaya), mendorong siswa untuk aktif bertanya dan memotivasi siswa agar menyadari pengaruh positif dan negatif sains Barat dan tekhnologi bagi kehidupan. Model
pembelajaran
sains
berbasis
etnosains
yang
dikembangkan Sudarmin (2015) dapat dilihat pada Gambar 6.1
Gambar 6.1
Pengembangan Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
243
RANGKUMAN Tulislah
rangkuman
berkenaan
dengan
materi
yang
telah
dijabarkan dalam bab 6 modul ini!
EVALUASI Jawablah soal-soal di bawah ini dengan memilih jawaban yang paling tepat! 1. Etnosains menurut Perehonock & Werner (1969) merupakan ilmu yang berfokus kepada .... a. sistem teknologi b. sistem kebudayaan c. penemuan dan deskripsi sistem rakyat d. penemuan dan teknologi sistem teknologi 2. Etnosains berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang berarti ..... a. bangsa b. budaya c. etos d. ilmu 3. Diantara aspek cakupan dari studi tentang etnosains, kecuali .... a. penilaian historis b. referensi istilah dari kebudaayan spesifik dan kebudayaan terikat c. pendekatan holistik terhadap masuknya berbagai subsistem pengetahuan dan teknologi
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
244
d. berorientasi normatif 4. Termasuk
dalam
karakteristik
pengetahuan
sains
asli
masyarakat, kecuali .... a. bersifat pengetahuan tetapi tidak berdasarkan pengalaman b. bersifat pengetahuan berdasarkan pengalaman c. belum terformalkan sebagai sumber belajar d. pengetahuan belum pernah dikaji secara ilmiah 5. Diantara manfaat menggunakan etnosains sebagai basis (dasar) dalam inovasi pembelajaran, kecuali .... a. penurunan kemampuan berpikir kritis siswa b. peningkatan kemampuan kognitif dan berpikir kritis siswa c. mendukung terbentuknya minat siswa terhadap sains d. peningkatan jiwa kewirausahaan siswa 6. Termasuk ke dalam langkah-langkah yang tepat diberlakukan untuk
keberlanjutan
dari
inovasi
pembelajaran
berbasis
etnosains, yaitu .... a. merancang jaringan konsep non hibrid dengan integrasi dan keterkaitan yang tepat melitasi batas-batas b. pengembangan modul instruksional pembelajaran sains masyarakat berdasarkan konsep, praktik dan produk asli c. inovasi yang dikembangkan baik dalam modul instruksional ataupun dalam suasana kelas tidak mengarah pada kewirausahaan d. modul instruksional yang dikembangkan disusun dalam satu bahasa
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
245
7. Contoh keterkaitan etnosains masyarakat dengan pembelajaran kimia, kecuali .... a. mandai sebagai produk biokimia Kalimantan Selatan terkait dengan materi proses fermentasi b. tradisi manginang masyarakat Banjar, terkait dengan materi kimia
bahan
alam
dan
manfaatnya
dalam
kehidupan/kesehatan c. pembuatan kain sasirangan khas Kalimantan Selatan terkait dengan materi kimia larutan dan ikatan kimia tentang fiksasi d. pemilihan lahan atau tanah oleh petani lahan gambut setempat di Kalimantan (termasuk Kalimantan Selatan) berdasarkan kedalaman lumpur, bau tanah, dan jenis gulma, hal tersebut terkait dengan materi biokimia 8. Termasuk ke dalam hal yang dapat dilakukan guru berkenaan dengan
pengimplementasian
pembelajaran
sains
berbasis
etnosains di sekolah adalah .... a. mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang sains asli b. membangun pembelajaran secara individual c. bertindak sebagai pusat pembelajaran d. menutup
kesempatan
siswa
untuk
mengekspresikan
pikiran-pikirannya
KUNCI JAWABAN EVALUASI Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan evaluasi yang telah disusun: 1. C 2. A
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
246
3. D 4. A 5. A 6. B 7. D 8. A
UMPAN BALIK Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban evaluasi dan hitunglah jumlah jawaban anda yang benar. Gunakanlah rumus-di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi kegiatan belajar di atas. Rumus: Jumlah Jawaban Yang Benar Tingkat Penguasaan =
x 100% 8
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 90% - 100%
= Baik Sekali
80% - 89%
= Baik
70% - 79%
= Sedang
< 70%
= Kurang
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
247
TINDAK LANJUT
1. Amatilah kehidupan masyarakat di daerah Anda yang meliputi tradisi dan kebudayaan, kemudian hubungkan kehidupan masyarakat (tradisi dan kebudayaan) tersebut dengan materi IPA dan/atau Kimia yang Anda pelajari (perkuat dengan telusur kepustakaan)! 2. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis Anda pada point (1), rancanglah pembelajaran berbasis etnosains lengkap dengan perangkat pembelajaran (misalnya lembar kerja siswa) untuk materi IPA dan/atau Kimia kelas X/XI/XII. Guna memudahkan pembuatan
rancangan
pembelajaran,
bacalah
kembali
pembahasan pada bab V!
DAFTAR PUSTAKA Abonyi, O. S. (1999). Effects of An Ethnoscience-Based Instructional Package on Students' Conception of Scientifix Phenomena and Interest in Science. Unpublished Ph.D Thesis, University of Nigeria. Agung, Y. (2013). Wadi, Fermentasi Ikan ala Dayak dan Banjar. Retrieved Juni 12, 2017, from www.kompos.com Ahimsa-Putra, H. S. (n.d.). Antropologi Ekologi: Beberapa Teori dan Perkembangannya. Jurnal Antropologi, 1(1 ). Arfianawati, S., Sudarmin, & Sumarni, W. (2016). Model Pembelajaran Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pengajaran MIPA, 21(1), 46-51. Baker, D., & al., e. (1995). The Effect of Culture on the Learning of Science in non-Western Countries: The Results of a Integrated Reserach Review. International Journal Science Education, 17(6).
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
248
Battiste, M. (2002). Indegenous Knowledge: Foundation for First Nations. Canada: University of Saskatchewan. Carrasio, R. L., & Riegelhanpt, F. (2006). Language Culture, SCience and the Sacred: Issues and Concerns in Curriculum Development for Indigenous American. Journal of Educatin Sociology, 60(3), 511-523. Cobern, W. W., & Aikenhead, G. S. (1996). Cultural Aspect of Learning Science. SLCSP Working Paper #121. Costa, V. B. (1995). When Science is "Another World": Relationships between Worlds of Family, Friends, School, and Science. Journal Science Education, 79(3), 313-333. Duitt.
(2007). Science Education Research Internationally: Conception, Research Methods, Domains of Research. Eurasia.
Fathilal, Y. (2015). Hintalu Jaruk, Telur Asin Versi Orang Banjar. Retrieved Juni 12, 2017, from www.kompas.com Fatma, L. (2014). Mandai Sebagai Produk Biokimia Kalimantan Selatan. Retrieved Juni 12, 2017, from http://fatmaisme21.blogspot.com Fithria, M., Sari, N. M., & Nisa, K. (2014). Pengetahuan Lokal Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional oleh Masyarakat Etnis Banjar Pesisir. Prosiding Seminar Nasional Agroforestri Ke-5, Pengelolaan Lanskap Agroforestri Wilayah Kepulauan Menghadapi Efek Perubahan Iklim. Ambon: Ambon, 21 November 2014. Goodenough, W. H. (1964). Cultural Anthropology and Linguistic. In L. i. Society, & D. Hymes (Ed.). New York: Harper and Row. Hunter, D. E., & Whitter, P. (1990). Encyclopedia of Anthropology. Oxford: Oxford University Press. Lia, R. M. (n.d.). Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia Berorientasi Etnosains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Kelas X MA Salafiyah Simbang Kulon Pekalongan. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang: Unpublished. Noor, M. (2011). Kearrifan Lokal dalam Pengelolaan Lahan Gambut. Makalah yang disampaikan pada Workshop Monitorin Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011, Surakarta.
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
249
Ogawa, M. (2002). Science as the Culture of Scientist: How to Cope with. Ogumbunmi, S., & Olaitan, H. (1988). Elements of Physics in Yoruba Culture. Jornal of African Philosophy and Studies, 5(8), 716823. Okebukola, P. A. (1989). Influence of Social-Cultural Factor on Secondary Student' Attitude toward Science. Research in Science Education, 19, 155-164. Perchonock, N., & Classification. (Ethnobiology).
Werner, Some
O. (1979). Naraho Systems of Implications for Ethnoscience
Porsanger, J. (1999). An Essay about Indegeneous Methodology. Article. Shidiq, A. S. (2016). Pembelajaran Sains Kimia Berbasis Etnosains untuk Meningkatkan Minat dan Prestasi Belajar Siswa. FKIP, UNS. Surakarta: Unpublished. Singh, I. S., & Chibuye, B. (2016). Effect of Ethnochemistry Practise on Secondary School Students' Attitude toward Chemistry. Journal of Education and Practice, 7(17), 44-56. Snively, G., & Corsiglia, J. (2000). Discovering Indegenous Science: Implication for Science Education. USA: John Wiley & Sons, Inc. Stanley, W. B., & Brickhouse, N. W. (2001). The Multicultural Question Revisited. Journal Science Education, 85(1), 35-48. Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang: FMIPA, Unnes. Sudarmin. (2015). Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal (Konsep dan Penerapannya dalam Penelitian dan Pembelajaran Sains). Semarang: CV. Swadaya Manunggal. Sudarmin, Febu, R., Nuswowati, M., & Sumarni, W. (2017). Development of Ethnoscience Approach in the Module Theme Substance Additive to Improve the Cognitive Learning Outcome and Student's Entrepreneurship. IOP Conf. Sereis: Journal of Physics: Cof. Series 824 (2017) 012024. Sudarmin, Hartono, & Sumarni, W. (2009). Merekonstruksi Pengetauan Sains (Etnosains) Berbasis Budaya Jawa dalam
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
250
Upaya Memperkaya Pengetahuan Sains dan Meningkatkan Sumber Belajar Sains. Semarang: Unpublished. Sudarmin, Subekti, N., & Priyono, A. (2014). Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains (MPSBE) untuk Menanamkan Nilai Karakter Konservasi dan Literasi Sains bagi Siswa Sekolah Menengah. Semarang: Laporan Penelitian Hibah PPs Unnes. Ugwuanyi, E. C. (2015). Effects of Ethnoscience Based Instructional Model on Students' Academic Achievement and Interest in Senior Secondary School Boilogy. A Project Submitted to the Departement of Science Education, University of Nigeria, Nsukka. Yoes. (2014). Tradisi Manginang yang Mulai Pudar. Retrieved Juni 12, 2017, from http://tropsinborneoind.blogspot.co.id
INOVASI PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS ETNOSAINS
251