Instrumen Pengumpulan Materi No.17 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS INSTRUMENTASI



OLEH: PUTU BINTANG WAHYU WINARMI SARJANA TERAPAN/SANITASI LINGKUNGAN P07133220017 17



DOSEN :



KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR 2020



A. COD (Chemical Oxygen Demand). COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan jumlah kebutuhan senyawa kimia terhadap oksigen untuk mengurai bahan organik, Pengertian COD? Apa itu COD? Kali ini, kita coba untuk mempelajari apa itu Chemical Oxygen Demand atau yang biasa disingkat menjadi COD. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah pengukuran kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa terlarut dan partikel organik di air. Jumlah oksigen terlarut di air merupakan faktor penting pada kehidupan air. Penyebab berkurangnya jumlah oksigen terlarut di air disebabkan oleh effluen (keluaran) limbah industri, limpasan kegiatan pertanian dan kegiatan perkotaan, dan lain-lain. Standar kualitas air untuk oksigen terlarut ditetapkan oleh peraturan untuk menjaga kehidupan air. Banyak danau dan sungai yang berada pada suatu negara tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah ukuran oksigen yang dikonsumsi selama dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan kimia anorganik seperti amonia dan nitrit. Chemical Oxygen Demand merupakan parameter kualitas air yang penting karena, mirip dengan BOD, ia dapat menilai dampak effluen air limbah yang akan dibuang pada lingkungan penerima (badan air). Tingkat COD tinggi menandakan banyaknya jumlah bahan organik yang teroksidasi pada sampel, yang akan mengurangi tingkat oksigen terlarut (DO). Penurunan DO dapat menyebabkan kondisi anaerob, yang dapat merusak kehidupan air. Tes COD sering digunakan sebagai alternatif untuk BOD karena waktu analisa yang lebih singkat.



Maka dari itu COD biasanya diukur pada :



1.



Influen air limbah di unit pengolahan (untuk mengetahui nilai COD awal)



2.



Effluen air limbah di unit pengolahan (untuk mengetahui nilai COD akhir, dan untuk mengetahui efisiensi pengolahan suatu unit)



3.



Effluen air limbah ke badan air (untuk kesesuaian terhadap baku mutu)



4.



Badan air (untuk mengetahui nilai COD dan dapat memperkirakan dampak yang ditimbulkan)



Analisa COD : Prinsip analisa COD adalah semua senyawa organik dapat dioksidasi secara sempurna menjadi karbon dioksida dengan menggunakan oksidator kuat pada kondisi asam. Sampel air diinkubasi pada kondisi tertutup dengan oksidan kimia yang kuat dalam suhu dan jangka waktu tertentu. Oksidan yang sering digunakan dalam tes COD adalah kalium dikromat (K2Cr2O7) yang digunakan dalam kombinasi dengan asam sulfat mendidih (H2SO4). Oksidan kimia kuat (Cr2O72-), berfungsi untuk mengoksidasi senyawa organik menjadi karbon dioksida dan air pada kondisi asam. Biasanya, analisa juga menggunakan senyawa perak untuk mendorong oksidasi senyawa organik tertentu dan merkuri untuk mengurangi gangguan dari oksidasi ion klorida. Sampel tersebut kemudian didiamkan selama kurang lebih 2 jam pada suhu 150 ° C. Jumlah oksigen yang dibutuhkan dihitung dari jumlah oksidan kimia yang dikonsumsi. Chemical Oxygen Demand berhubungan dengan Biochemical Oxygen Demand (BOD), bentuk analisa lain untuk pengujian kebutuhan oksigen pada air limbah. Namun, biochemical oxygen demand hanya mengukur jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh oksidasi mikroba dan paling relevan dengan perairan kaya bahan organik. Maka COD dan BOD tidak selalu mengukur jenis yang sama dari oksigen yang dikonsumsi. Misalnya, COD tidak mengukur kemungkinan oksigen yang dikonsumsi pada senyawa organik terlarut seperti asetat. Namun, asetat dapat dimetabolisme oleh mikroorganisme dan karena itu akan terdeteksi dalam uji BOD. Sebaliknya, kemungkinan oksigen yang dikonsumsi pada selulosa tidak diukur selama uji BOD dengan pengukuran jangka pendek, tetapi diukur pada tes COD. Senyawa organik di dalam sampel ditentukan melalui oksidasi dengan dikromat. Jumlah O2 pada persamaan kimia menjadi dikromat didefinisikan sebagai Chemical Oxygen Demand



(COD). Selama oksidasi, sampel akan dipanaskan dengan dikromat yang dilebihkan. Senyawa organik dikonversi menjadi karbon dioksida dan air selama dikromat tereduksi menjadi Cr3+ : Cr2O72- + 14 H+ + 6e- à 2 Cr3+ + 7 H2O



Kelebihan dikromat ditentukan dengan titrasi oksidasi-reduksi dengan ferrous ammonium sulfate menggunakan Fe(II)-orthophenanthroline complex sebagai indikator. Metode ini disebut “titrasi balik” pada analisa kimia. Persamaan setengah reaksi pada reduksi besi dapat dilihat pada persamaan berikut :



Fe2+



Fe3+ + e-



Apa itu titrasi balik? Titrasi balik merupakan metode titrasi yang menganalisa sampel dengan cara mereaksikannya dengan suatu pereaksi berlebih yang telah diketahui konsentrasinya dengan pasti. Setelah itu sisa dari pereaksi tersebut dititrasi dengan menggunakan larutan baku. Cara titrasi balik dapat dilihat pada persamaan di bawah :



A + Bberlebih à C + Bsisa Bsisa + D à E



Kelebihan dikromat akan berkurang pada titrasi balik. Mengurangkan mmol kelebihan dikromat dalam sampel dengan mmol asli dikromat yang ditambahkan ke sampel. Hasilnya akan dapat dihitung mmol dikromat yang dikonsumsi oleh bahan organik dalam sampel.



Karena sulit untuk mengukur konsentrasi zat organik teroksidasi yang sangat banyak jumlahnya pada sampel. Hasil COD dinyatakan sebagai jumlah oksigen (mg O2/L) yang diperlukan untuk melakukan oksidasi pada sampel menghasilkan CO2 dan H2O. Pengukuran COD sangat berguna untuk mengetahui jumlah oksigen yang diperlukan untuk oksidasi biologis aerobik dari senyawa organik dalam sampel air yang membentuk CO2 dan H2O. Setiap senyawa yang dapat mengurangi konsentrasi Cr2O72-, akan mengganggu prosedur COD. Salah satu gangguan yang paling umum adalah Cl- yang secara kuantitatif teroksidasi menjadi Cl2 oleh dikromat. Jika klorida berada pada sampel, hal ini dapat diatasi dengan menambahkan HgSO4 ke dalam campuran reaksi untuk mengikat Cl- sebagai Hg (II) kompleks klorida larut. Prosedur yang dijelaskan di sini berlaku untuk sampel yang memiliki nilai COD 50 mg/l atau lebih. Sampel biasanya diawetkan untuk analisis dengan H2SO4 sebesar 2 ml H2SO4 pekat per liter sampel.



B. BOD (Biological Oxygen Demand BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik didalam air. BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.



Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BOD lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri (seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi. Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal ini menurut Metcalf & Eddy (1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu 1) BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi; 2) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah;



3) untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah; dan 4) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah. Karena nampaknya BOD akan tetap digunakan sampai beberapa waktu mendatang, maka penting untuk mengetahui sebanyak mungkin mengenai cara 10 penentuannya berikut segala keterbatasan atau kelemahannya. Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bias lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada. Metode pengukuran BOD dan COD Prinsip pengukuran BOD pada dasarnya cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel segera setelah pengambilan contoh, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut pada sampel yang telah diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20oC) yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi – DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus. Jadi pada prinsipnya dalam kondisi gelap, agar tidak terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen, dan dalam suhu yang tetap selamalimahari, diharapkan hanya terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganime, sehingga yang terjadi hanyalah penggunaan oksigen, dan oksigen tersisa ditera sebagai DO5. Yang penting diperhatikan dalam hal ini adalah mengupayakan agar masih ada oksigen tersisa pada pengamatan hari kelima sehingga DO5 tidak nol. Bila DO5 nol maka nilai BOD tidak dapat ditentukan.



Pada prakteknya, pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu mengingat kondisi sampel atau perairan yang sangat bervariasi, sehingga kemungkinan diperlukan penetralan pH, pengenceran, aerasi, atau penambahan populasi bakteri. Pengenceran dan/atau aerasi diperlukan agar masih cukup tersisa oksigen pada hari kelima. Secara rinci metode pengukuran BOD diuraikan dalam APHA (1989), Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991) atau referensi mengenai analisis air lainnya. Karena melibatkan mikroorganisme (bakteri) sebagai pengurai bahan organik, maka analisis BOD memang cukup memerlukan waktu. Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991).Limahari inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Bisa saja BOD ditentukan dengan menggunakan waktu inkubasi yang berbeda, asalkan dengan menyebut- 4kanlama waktu tersebut dalam nilai yang dilaporkan (misal BOD7, BOD10) agar tidak salah dalam interpretasi atau memperbandingkan. Temperatur 20 oC dalam inkubasi juga merupakan temperatur standard. Temperatur 20 oC adalah nilai rata-rata temperatur sungai beraliran lambat di daerah beriklim sedang (Metcalf & Eddy, 1991) dimana teori BOD ini berasal. Untuk daerah tropik sepertiIndonesia, bisa jadi temperatur inkubasi ini tidaklah tepat. Temperatur perairan tropik umumnya berkisar antara 25 – 30 oC, dengan temperatur inkubasi yang relatif lebih rendah bisa jadi aktivitas bakteri pengurai juga lebih rendah dan tidak optimal sebagaimana yang diharapkan. Ini adalah salah satu kelemahan lain BOD selain waktu penentuan yang lama tersebut. Metode pengukuran COD sedikit lebih kompleks, karena menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat, pemanasan, dan titrasi (APHA, 1989, Umaly dan Cuvin, 1988). Peralatan reflux (Gambar 1) diperlukan untuk menghindari berkurangnya air sampel karena pemanasan. Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan. Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang dapat teroksidasi juga ikut dalam reaksi (De Santo, 1978), sehingga dalam kasus-kasus tertentu



nilai COD mungkin sedikit ‘over estimate’ untuk gambaran kandungan bahan organik. Bilamana nilai BOD baru dapat diketahui setelah waktu inkubasilimahari, maka nilai COD dapat segera diketahui setelah satu atau dua jam. Walau- pun jumlah total bahan organik dapat diketahui melalui COD dengan waktu penentuan yang lebih cepat, nilai BOD masih tetap diperlukan. Dengan mengetahui nilai BOD, akan diketahui proporsi jumlah bahan organik yang mudah urai (biodegradable), dan ini akan memberikan gambaran jumlah oksigen yang akan terpakai untuk dekomposisi di perairan dalam sepekan (limahari) mendatang. Lalu dengan memperbandingkan nilai BOD terhadap COD juga akan diketahui seberapa besar jumlah bahan-bahan organik yang lebih persisten yang ada di perairan.



C. DO meter Apakah DO Meter tersebut? DO meter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) di dalam air atau larutan. Nilai oksigen terlarut di dalam air akan sangat dipengaruhi oleh banyak factor, diantaranya adalah factor suhu dan juga kandungan zat-zat organic yang ada di dalamnya. Kualitas air yang bagus biasanya akan memiliki nilai Dissolve Oxygen yang tinggi, sebaliknya air yang sudah tercemar, kandungan oksigen terlarutnya akan rendah.



Penggunaan DO meter banyak dibutuhkan untuk bidang perikanan, kualitas air bersih dan segala hal yang menyangkut penggunaan air untuk kehidupan. Alat ini bekerja dengan system digital sehingga cukup mudah dan simple untuk digunakan. Pengukuran oksigen terlarut di dalam penelitian sebelum adanya alam DO meter tersebut biasanya dilakukan di laboratorium dengan metode analisa yang biasanya membutuhkan waktu yang relative lebih lama. Disamping itu bahan-bahan kimia yang dipakai juga lebih banyak sehingga lebih mahal. Dengan adanya DO meter tersebut, semuanya menjadi lebih mudah. Dengan waktu yang sangat singkat dan biaya yang lebih murah, kita bisa mendapatkan hasil pengukuran oksigen terlarut dari suatu sampel.



D. Soil Tester Soil Tester merupakan Sebuah alat untuk Kontrol kelembaban tanah sangat penting bagi pengguna dibidangnya. Kelembaban tanah biasanya mengungkapkan dalam satuan disebut pH, istilah umumnya asing bagi orang-orang yang menggeluti, dengan menggabungkan pH dengan moisture meter, mudah digunakan. Soil tester adalah alat untuk mengukur pH dan kelembapan tanah Cara pemakaiannya adalah menancapkan ujung alat ke tanah yang ingin diukur, kemudian tekan tombol dengan lama untuk mengukur pH tanah dan dengan tidak menekan tombol untuk mengukur kelembapan tanah. Liat penunjuk pada soil tester. Nilai yang di atas menunjukkan nilai pH tanah 3-8 dan nilai yang di bawah menunjukkan nilai kelembapan tanah dalam satuan (x 10%)



Sumber http://camblab.info/wp/index.php/272/ http://www.chem.wisc.edu/courses/116/OtherDoc/Labs/COD_Lab.pdf http://realtechwater.com/chemical-oxygen-demand/ https://habib00ugm.wordpress.com/2011/05/12/biochemical-oxygen-demand-bod-dan-chemicaloxygen-demand-cod/ http://www.alatlabor.com/article/detail/243/do-meter#:~:text=DO%20meter%20merupakan %20alat%20yang,organic%20yang%20ada%20di%20dalamnya. http://faridsaifulloh.blogspot.com/2017/01/pengertian-chemical-oxygen-demand.html