Integrasi Nasional Sebagai Sarana Pemersatu Bangsa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SARANA PEMERSATU BANGSA



MAKALAH



Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Diasuh Oleh : Suroto, S.Pd., M.Pd



Oleh Kelompok 3 : Anneza Berliana Putri



1610118320004



Nur Indah Martiyani



1610118220018



Sri Dilla Rismawwati Putri



1610118220020



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FEBRUARI 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Integritas Nasional sebagai Sarana Pemersatu Bangsa Indonesia yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber. Kami sadar sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positi, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.



Banjarmasin, 17 Februari 2017



Penyusun



i



DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................ ii Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................1 1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2 1.4 Manfaat ......................................................................................................................2 Bab II Pembahasan A. Definisi Integrasi Nasional ......................................................................................... 3 B. Makna Integrasi Nasional .......................................................................................... 5 C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Nasional ..............................................6 D. Pentingnya Integrasi Nasional....................................................................................8 E. Integrasi Nasional sebagai Sarana Pemersatu Bangsa ...............................................10 F. Jenis-jenis Integrasi ....................................................................................................12 G. Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional .....................................13 H. Integrasi Versus Disintegrasi .....................................................................................16 I. Upaya-Upaya untuk Meminimalisir Perilaku-Perilaku yang Mengarah kepada Disintegrasi ................................................................................................................17 J. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Integrasi Nasional ........................ 20 K. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia ........................................................... 20 L. Pengembangan Integrasi di Indonesia ........................................................................23 M. Dinamika Integrasi dan Integrasi Nasional ................................................................ 26 N. Tantangan Integrasi Nasional .....................................................................................29 O. Tantangan dalam Membangkitkan Integrasi Nasional ...............................................35 P. Esensi Integrasi Nasional ........................................................................................... 37 Q. Urgensi Integrasi Nasional ......................................................................................... 37 Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan ................................................................................................................38 3.2 Saran .......................................................................................................................... 38 Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 39



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pengetahuan kita mengenai kebudayaan Indonesia sangatlah kurang, anak muda zaman sekarang lebih megetahui tentang moderanisasi ketimbang tradisional. Pengaruh kebudayaan luar menyebabkan kurangnya pengetahuan kita mengenai proses kebudayaan tentang ada di Indonesia. Kurangnya pengetahuan akan hak dan kewajiban kita sebagai warga Negara menimbulkan hilangnya rasa persatuan kita baik terhadap sesama maupun Negara. Masing-masing Individu lebih mementingkan kepentingannya sendiri, tanpa ada rasa peduli terhadap sesamanya. Sebagai warga Negara Indonesia yang baik, haruslah memiliki rasa Integrasi nasional. Yaitu suatu sikaf kepedulian terhadap sesama serta memiliki rasa persatuan yang tinggi, baik terhadap bangsa negara, agama serta keluarga. Dalam makalah ini, kami ingin menjelaskan definisi dari integrasi nasional, faktorfaktor yang mempengaruhi integrasi nasional, integrasi nasional sebagai sarana pemersatu bangsa, serta upaya meningkatkan nasionalisme dan integrasi nasional.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari integrasi nasional? 2. Apa makna dari integrasi nasional? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi nasional? 4. Apa pentingnya integrasi nasional? 5. Bagaimana integrasi nasional sebagai sarana pemersatu bangsa? 6. Apa jenis-jenis integrasi? 7. Bagaimana upaya meningkatkan nasionalisme dan integrasi nasional? 8. Apa perbedaan integrasi versus disintegrasi? 9. Apa saja upaya-upaya untuk meminimalisir perilaku-perilaku yang mengarah kepada disintegrasi? 10. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan politik tentang integrasi nasional? 11. Bagaimana perkembangan sejarah integrasi di Indonesia? 12. Bagaimana pengembangan integrasi di Indonesia? 13. Bagaimana dinamika integrasi dan integrasi nasional? 14. Apa saja tantangan integrasi nasional? 1



15. Apa saja tantangan dalam membangkitkan integrasi nasional? 16. Apa esensi integrasi nasional? 17. Apa urgensi integrasi nasional?



1.3 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dan untuuk menambah pengetahuan tentang Integrasi Nasional sebagai Sarana Pemersatu Bangsa Indonesia.



1.4 Manfaat Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan makalah ini tidak hanya bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk pembaca pada umumnya, tetapi juga mampu menambah ilmu atau wawasan bagi pembacanya.



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Integrasi Nasional Integrasi Nasional berasal dari 2 kata, yakni Integrasi dan nasional. Integrasi ini berasal dari Bahasa Inggris (integrate) yang memiliki arti menyatupadukan, mempersatukan, atau menggabungkan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Integrasi memiliki arti pembauran sehingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kata Nasional itu sendiri berasal dari Bahasa Inggris juga (Nation) yang berarti Bangsa. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Integrasi Nasional memiliki arti yang politis dan antropologis. Integrasi Nasional secara politis ini memiliki arti bahwa penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional. Integrasi Nasional secara antropologis ini berarti bahwa proses penyesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda sehingga mencapai suatu kesatuan fungsi di dalam kehidupan masyarakat. Secara umum, integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik suku, budaya, dan berbagai latar belang ekonomi. Menurut Paul B.Horton, integrasi yaitu proses pengembangan masyarakat yang mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan secara bersama-sama dalam kehidupan budaya dan ekonomi. Oleh karena integrasi suatu yang diharapkan dalam kehidupan masyarakat, maka harus tetap dijaga kelangsungannya. Integrasi nasional identik dengan integrasi bangsa yang berarti suatu proses penyatuan atau perubahan berbagai aspek sosial budaya kedalam suatu wilayah dan pembentukan nasional atau bangsa.



Konsep-konsep Integrasi Nasional : 1. Jones J. Clemens dan Carl G. Roberg Menurut Jones J. Clemens dan Carl G. Roberg, proses pemerintahan bagian suatu negara mencakup dua dimensi yaitu integrasi vertikal dan integrasi horisontal. a) Integarasi Vertical (Elite-Massa)



3



Integrasi ini mencakup berbagai masalah yang ada pada bidang vertikal. Integrasi ini menjembatani celah perbedaan yang meyakini ada antara kaum elite dan massa guna mengembangkan proses politik terpadu dan masyarakat politik yang berpartisipasi, mereka kemudian menamakan dimensi vertikal ini sebagai integrasi politik. Dimensi vertikal menyangkut pengintegrasian persepsi dan perilaku elite dan massa dengan cara menghilangkan, mengurangi perbedaan kesenjangan antara kelompok yang berpengaruh dengan yang dipengaruhi atau dengan kata lain menjembatani perbedaan antara elite dan massa.



b) Integrasi Horisontal (Teritorial) Integrasi ini mencakup berbagai masalah yang ada pada bidang horizontal. Umumnya bertujuan untuk mengurangi diskonitalitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan masyarakat politik yang homogen (serasi/sama). Dimensi horisontal menyangkut pengintegrasian kelompok-kelompok dalam masyarakat, dengan cara menjembatani perbedaan-perbedaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor teritorial/kultur dengan mengurangi kesenjangan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor tersebut.



2. Myron Weiner Myron Weiner adalah seorang ilmuwan politik dari Amerika Serikat. Ia mengidentifikasi dengan jelas berbagai masalah yang tercakup dalam setiap pengertian yang pernah digunakan oleh para sarjana hingga pertengahan 1960-an. Dari berbagai studinya itu, Myron Weiner mengemukakan beberapa pengertian integrasi lain yang lebih bermanfaat umum, seperti integrasi nilai, integrasi budaya, dan integrasi tingkah laku. 3. Claude Alce Claude Alce adalah seorang sarjana kelahiran Nigeria yang menolak tegas integrasi nasional. Ia lebih menyukai istilah integrasi politik. Menurutnya, istilah bangsa yang menjadi akar kata nasional itu, secara normatik sudah mengandung makna kelompok manusia yang sudah sangat terpadu. Oleh karena itu, istilah bangsa



4



sudah dengan sendirinya merujuk pada integrasi karena komponen-komponennya memang sudah terintegrasi.



4. Mahfud MD Menurutnya, Integrasi Nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari masyarakat menjadi keseluruhan yang lebih utuh, secara sederhana memadukan masyarakat kecil yang jumlahnya banyak menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional, perlu adanya keadilan, ketegasan dan kebijaksanaan dari pemerintah dengan tidak membeda-bedakan SARA. Hal ini benarbenar perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa. Integrasi masyarakat dalam negara dapat tercapai apabila : 1) Terciptanya kesepakatan dari sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai



sosial tertentu yang bersifat fundamental dan krusial 2) Sebagian besar anggotanya terhimpun dalam berbagai unit sosial yang saling mengawasi dalam berbagai aspek sosial yang potensial. 3) Terjadinya saling ketergantungan diantara kelompok-kelompok sosial yang terhimpun didalam pemenuhan kebutuhan ekonomi secara menyeluruh.



B. Makna Integrasi Nasional Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), dimana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu. Cara penanggulangan masalah konflik adalah melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur - unsur kebudayaan baru dan lama. Inilah yang disebut sebagai Integrasi Sosial (Theodorson & Theodorson, 1979 dalam Danandjaja, 1999). Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Intergasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur 5



yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial. Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata integrasi dan nasional. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat sedangkan nasional adalah bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Jadi Integrasi Nasional adalah suatu pembaruan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI yang bersemboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Berikut ini disajikan beberapa pengertian integrasi nasional dalam konteks Indonesia dari para ahli/penulis : Nama Saafroedin Bahar (1996)



Pengertian Integrasi Nasional Upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya. Pembentukan suatu identitas nasional dan penyatuan



Riza Noer Arfani (2001)



berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu kesatuan wilayah.



Djuliati Suroyo (2002)



Bersatunya suatu bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat. Proses penyatuan berbagai kelompok sosial budaya



Ramlan Surbakti (2010)



dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional.



Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai integrasi nasional. Misalnya, Kurana (2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki suku, agama, daerah, dan bahasa yang berbeda-beda, kita mengakui kenyataannya bahwa kita semua adalah satu.



C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Nasional a. Faktor pendorong tercapainya integrasi nasional (Alfian, 1981) 1) Adanya rasa senasib dan seperjuangan yang diakibatkan oleh faktor sejarah. 2) Adanya ideologi nasional yang tercermin dalam simbol Negara yaitu, Garuda Pancasila & semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 3) Adanya tekad serta keinginan untuk bersatu dikalangan bangsa Indonesia seperti yang dinyatakan dalam sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. 6



4) Adanya ancaman dari luar yang menyebabkan muncul semangat nasionalisme dikalangan bangsa Indonesia. 5) Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan. 6) Kesepakatan



atau



konsensus



nasional



dalam



perwujudan



Proklamasi



Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.



b. Faktor pendukung integrasi nasional (Alfian, 1981) 1) Penggunaan Bahasa Indonesia. 2) Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam suatu bangsa, bahasa, dan tanah air Indonesia. 3) Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama yaitu pancasila. 4) Adanya jiwa dan semangat gotong royong, solidaritas, dan toleransi keagamaan yang kuat. 5) Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan yang diderita.



c. Faktor penghambat integrasi nasional Menurut Liddle (1970, Alfian, 1981) integrasi nasional di Indonesia mempunyai dua dimensi masalah. Pertama dimensi horisontal, yaitu berupa masalah yang disebabkan oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dan entah apa lagi. Dimensi ini sering pula disebut sebagai masalah yan disebabkan oleh pengaruhpengaruh ikatan-ikatan “primordial” yang ada dan hidup di dalam sebuah masyarakat yang bisa membahayakan kelangsungan proses integrasi nasional, bilamana ia sampai menjelma menjadi perasaan loyalitas yang lebih tinggi terhadap kelompokkelompok subnasional semacam itu daripada kepada kesatuan bangsa itu sendiri. Kedua, dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa). Keadaan seperti ini akan menimbulkan rasa keterpencilan atau keterasingan anggota- anggota masyarakat banyak dari kaum elit yang memimpin dan berkuasa. Akibatnya, partisipasi massa rakyat di dalam sistem politik akan menjadi sang at kecil, bahkan bisa jadi sistem politik menjadi tidak efektif. Fenomena makin meningkatkanya



7



golongan putih dalam pemilihan umum paling menunjukkan indikasi tingkatan tertentu dari partisipasi rakyat Indonesia terhadap sistem politiknya. Berikut ini faktor penghambat integrasi di Indonesia (Alfian,1981) : 1) Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya. 2) Wilayah negara yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas. 3) Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. 4) Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.integrasi nasional. 5) Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. 6) Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa akibat pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak tidak langsung. 7) Kontak langsung, antara lain melalui unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tak langsung, antara lain melalui media cetak (majalah, tabloid) atau media elektronik (televisi, radio, film, internet, telepon seluler yang mempunyai fitur atau fasilitas lengkap).



D. Pentingnya Integrasi Nasional Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik materill seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan 8



kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Disisi lain banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan. Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat disamping membawakan potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerja sama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan adalah menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-pebedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apapun kondisi integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan. Menurut Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010) dalam negara merdeka, faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting bagi pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintaha yang mampu menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja bersama. Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan rakyatnya terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang disepakati. Hal demikian memerlukan integrasi politik. Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945, membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan ini. Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah memikirkan tentang perlunya membangun kesetian nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Penjajah lebih mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan guna kepentingan integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah merdeka, kita perlu menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi bangsa. Kedua, bagi negara-negara baru , tuntutan integrasi ini juga 9



menjadi masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian primordial yang merupakan unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat kenegaraan. Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan integrasi bangsa menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan integrasi nasional selalu menghadapi situasi dilematis seperti terurai di depan. Setiap penciptaan negara berdaulat dan kuat juga akan semakin membangkitkan sentimen primordial yang dapat berbentuk gerakan separatis, rasialis atau gerakan keagamaan. Kekacauan dan disintegrasi bangsa yang dialami pada masa-masa awal bernegara misalnya yang terjadi di India dan Srilanka bisa dikatakan buka semata akibat politik “pecah belah” kolonial namun akibat perebutan dominasi kelompok-kelompok primordial untuk memerintah negara. Hal ini menunjukkan bahwa setelah lepas dari kolonial, mereka berlomba saling mendapatkan dominasinya dalam pemerintahan negara. Mereka berebut agar identitasnya diangkat dan disepakati sebagai identitas nasional. Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-identitas baru yang diciptakan Identitas Nasional. Misal, bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional, ideologi nasional, dan sebagainya. E. Integrasi Nasional sebagai Sarana Pemersatu Bangsa a. Sinkronisasi antara Nasionalisme dengan Nilai-Nilai Pancasila Bangsa tidak akan pernah ada tanpa adanya rasa nosinalisme antar warganya. Maka Nasionalisme merupakan hal penting yang mengikat rasa senasib dan sepenanggung jawab terhadap bangsa dan Negara. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Bangsa Indonesia saat ini sangat kekurangan orang yang ber-nasionalisme tinggi, keadaan inilah yang memicu banyak konflik-konflik daerah akibat tidak adanya rasa nosionalisme pada diri pribadi. Persaan memiliki bangsa ini sudah lenyap, sehingga bertindak semena-mena dan tidak menghargai satu dengan yang lain.



10



Nasionalisme mengajarkan pada diri kita bahwa kita harus merasa memiliki bangsa ini, wilayah dan negara ini meskipun banyak kekurangan, namun juga dijiwai oleh semangat untuk memajukan bangsanya demi kelangsungan hidup generasi penerus bangsa. Nasionalisme mengajarkan kita untuk saling menghormati satu dengan yang lain meskipun berbeda suku, agama, ras, budaya, keyakinan dan pendapat, demi menjaga keutuhan bangsanya. Nasionalisme mengajarkan kita untuk bangga menjadi bagian dari Negara.



b. Integritas Nasional sebagai Pemersatu Bangsa Di saat menipisnya nilai-nilai nasionalisme pada diri manusia Indonesia, berbagai hasutan dan isu-isu baik politik, ekonomi, pendidikan, agama dan sosial budaya dapat memicu timbulnya berbagai konflik di daerah-daerah Indonesia, hal inilah yang merupakan akar dari timbulnya disintegrasi. Keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) serta buruknya moral manusia Indonesia menyebabkan manusia Indonesia mudah dihasut dan dipofokatori yang tidak baik oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia mudah diadu domba dan mempunyai sifat yang tidak stabil bila sudah terpengaruh oleh uang. Dengan uang manusia Indonesia mudah diubah dari yang berperangai baik menjadi tidak baik, bahkan ikatan persaudaraan bisa menjadi permusuhan. Untuk itu perlu kiranya penegakan yang jelas atas alat pemersatu bangsa. Salah satunya adalah penegakkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai norma-norma yang luhur dalam setiap aspek kehidupan seperti halnya yang telah dijaga oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila bukan hanya sebuah bentuk filosofis bangsa Indonesia yang dikristalisasikan sebagai ideologi Negara, tetapi Pancasila adalah tatanan hidup yang luhur dan merupakan cita-cita yang ingin diwujudkan oleh para pendiri bangsa kita. Untuk itu seluruh elemen masyarakat harus memahami apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pemahaman untuk setiap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diwujudkan melalui pendidikan kewarganegaraan. Namun, bagaimana dengan putra-putri Indonesia yang tidak bisa mengenyam pendidikan? Maka perlu ada perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Memprioritaskan anggaran belanja Negara sebesar 20% untuk dunia pendidikan rasanya kurang, karena sebenarnya yang bobrok adalah sistem pengaturan di Indonesia, sehingga walaupun anggaran untuk 11



pendidikan dinaikkan tetap saja pendidikan di Indonesia tidak akan maju, karena banyak penyelewengan-penyelewengan dalam praktiknya. Maka inilah system regulasi Indonesia yang sangat bobrok, dan inilah juga yang memicu ketidak adilan bagi rakyat yang akhirnya memberikan celah disintegrasi bangsa untuk bernafas. Namun dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, seharusnya para pelajar, baik siswa maupun mahasiswa juga bertanggung jawab dalam memberikan contoh yang baik dalam pengamalan nilai pancasila. Kiranya perlu dibentuk sebuah organisasi yang mewadahi usaha-usaha pemerataan pendidikan. Mahasiswa lebih baik mebentuk suatu kelompok pemberi pendidikan gratis bagi rakyat yang tidak mampu, daripada melakukan demonstrasi yang ujung-ujungnya tindak anarkis.



F. Jenis-jenis Integrasi Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi nasional. Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik. Menurutnya Integrasi politik terbagi menjadi lima jenis, yakni : 1) Integrasi bangsa Integrasi bangsa menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu pembentukan identitas nasional. 2) Integrasi wilayah Integrasi wilayah menunjuk pada masalah pembentukkan wewenang kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompokkelompok sosial budaya masyarakat tertentu. 3) Integrasi nilai Integrasi nilai menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial. 4) Integrasi elit-massa Integrasi elit-massa menunjuk pada masalah penghubungan antara pemerintah dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa. 5) Integrasi tingkah laku (perilaku integratif) Integrasi tingkah laku (perilaku integratif) menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan diterima demi mencapai tujuan bersama. 12



Menurut Suroyo (2002), dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik, lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama secara sinergi, dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan antara suku, lapisan, dan golongan. Berdasarkan pendapat ini, integrasi nasional meliputi : a) Integrasi Politik Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan proses politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat beragama dan golongan masyarakat Indonesia. b) Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di sisi lain, integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-hambatan antar daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan antar keduanya, misal peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan aturan bersama yang mampu menciptakan keterpaduan di bidang ekonomi. c) Integrasi Sosial-Budaya Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebut dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, dan ras.



G. Upaya Meningkatkan Nasionalisme dan Integrasi Nasional a. Meningkatkan integrasi nasional secara vertical (pemerintah dengan masyarakat). Cara-cara yang dapat ditempuh adalah : 1) Menerapkan rezim terbaik bagi Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 32) yaitu rezim yang sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dimana dalam UUD 1945 dinyatakan 4 tujuan negara yaitu: melindungi seluruh 13



golongan masyarakat dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan ikut serta menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian abadi, dan Pancasila sebagai sumber filsafat negara yaitu: Ketuhanann Yang Maha esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradap, persatuan Indonesia,



Kerakyatan



yang



Dipimpin



oleh



Hikmah



Kebijaksanaan



Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tujuan ini dipandang maksimal jika rezim didukung secara struktural dengan bentuk dan susunan negara (negara republic dan kesatuan), karena struktur pemerintahan cenderung bersifat pembagian kekuasaan daripada pemisahan kekuasaan, dan jaminan atas hak-hak warga negara, seperti menyampaikan pendapat, berasosiasi, beragama, dan kesejahteraan. 2) Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus. Kompromi dan kesepakatan adalah jiwa musyawarah dan sesungguhnya juga demokrasi. Iklim dan budaya yang demikian itu, bagi Indonesia yang amat majemuk, sangat diperlukan. Tentunya, penghormatan dan pengakuan kepada mayoritas dibutuhkan, tetapi sebaliknya perlindungan terhadap minoritas tidak boleh diabaikan. Yang kita tuju adalah harmoni dan hubungan simetris, dan bukan hegemoni. Karena itu, premis yang mengatakan “The minority has its say, the majority has its way” harus kita pahami secara arif dan kontekstual. 3) Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam segala aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan semua pihak, semua wilayah. Kebijakan otonomi daerah, desentralisasi, keseimbangan pusat daerah, hubungan simetris mayoritas-minoritas, perlindungan kaum minoritas, permberdayaan putra daerah, dan lain-lain pengaturan yang sejenis amat diperlukan. Disisi lain undang-undang dan perangkat regulasi lain yang lebih tegas agar gerakan sparatisme, perlawanan terhadap ideologi negara, dan kejahatan yang berbau SARA tidak berkembang dengan luluasa, harus dapat kita rumuskan dengan jelas. 4) Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif. Setiap pemimpin di negeri ini, baik formal maupun informal, harus memilikim kepekaan dan kepedulian tinggi serta upaya sungguhsungguh untuk terus membina dan memantapkan integrasi nasional. Kesalahan 14



yang lazim terjadi, kita sering berbicara tentang kondisi objektif dari kurang kukuhnya integrasi nasional di negeri ini, serta setelah itu “bermimpi” tentang kondisi yang kita tuju (end state), tetapi kita kurang tertarik untuk membicarakan prose dan kerja keras yang harus kita lakukan. Kepemimpinan yang efektif di semua ini akhirnya merupakan faktor penentu yang bisa menciptakan iklim dan langkah bersama untuk mengukuhkan integrasi nasional. 5) Meningkatkan Intergrasi wilayah Ramlan Surbakti (1999:53), dengan membentuk kewenangan nasional pusat terhadap wilayah atau daerah politik yang lebih kecil. Indonesia membentuk konsep wilayah yang jelas dalam arti wilayah yang meliputi darat, laut, udara, dan isinya degan ukuran tertentu. Maupun dengan aparat pemerintah dan sarana kekuasaan untuk menjaga danmempertahankan



kedaulatan



wilayah



dari



penetrasi



luar.



Nmun,



kenyataannya masih banyak wilayah Indonesia yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, sehingga seringkali diakui oleh Negara lain.



b. Meningkatkan integrasi nasional secara horizontal antar masyarakat Indonesia yang plural. Cara-cara yang dapat ditempuh adalah : 1) Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran, dan kehendak untuk bersatu. Perjalanan panjang bangsa Indonesia untuk menyatukan dirinya, sebutlah mulai Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, dan rangkaian upaya menumpas pemberontakan dan saparatisme, harus terus dilahirkan dalam hati sanubari dan alam pikiran bangsa Indonesia. 2) Membangun kelembagaan (pranata) di masyarakat yang berakarkan pada nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa tidak memandang perbedaan suku, agama, ras, keturunan, etnis dan perbedaan-perbedaan lainnya yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan. Menyuburkan integrasi nasional tidak hanya dilakukan secara struktural tetapi juga kultural. Pranata di masyarakat kelak harus mampu membangun mekanisme peleraian konflik (conflict management) guna



mencegah



kecenderungan



langkah-langkah



yang



represif



untuk



menyelesaikan konflik. 3) Meningkatkan integrasi bangsa Ramlan Surbakti (1999: 52), adalah penyatuan berbagai kelompok sosial budaya dalam satu-kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas nasional. Diandaikan, masyarakat itu berupa masyarakat majemuk yang 15



meliputi berbagi suku bangsa, ras, dan agama. Di Indoonesia integrasi bangsa diwujudkan dengan a) penghapusan sifat kultural utama dari kelompok minoritas dengan mengembangkan semacam kebudayaan nasional biasanya kebudayaan suku bangsa yang dominan, atau b) dengan pembentukan kesetiaan nasional tanpa menghapuskan kebudayaan kelompok kecil. Negara Indonesia menempuh cara b ini, yakni menangani masalah integrasi bangsa dengan kebudayaan nasional yang dilukiskan sebagai puncak-puncak (hal yang terbaik) dari kebudayaan daerah, tetapi tanpa menghilangkan (bahkan mengembangkan) kebudayaan daerah. 4) Mengembangkan perilaku integratif di Indonesia Ramlan Surbakti (1999: 55), dengan upaya bekerja sama dalam organisasi dan berperilaku sesuai dengan cara yang dapat membantu pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan individu, kekhasan kelompok, dan perbedaaan pendapat bahkan persaingan sekalipun tidak perlu dipertentangkan dengan kesediaan bekerja sama yang baik. Perilaku integrative dapat diwujudkan dengan mental menghargai akan perbedaan, saling tenggang rasa, gotong royong, kebersamaan, dan lain-lain. 5) Meningkatkan integrasi nilai di antara masyarakat. Integrasi nilai Ramlan Surbakti (1999: 54), adalah persetujuan bersama mengenai tujuan-tujuan dalam prinsip dasar politik, dan prosedur-prosedur lainnya, dengan kata lain integrasi nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagi kelompk masyarakat. Integrasi nilai Indonesia ada dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai system nilai bersama.



H. Integrasi Versus Disintegrasi Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan, keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi dapat diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara unsur-unsur yang ada. Jika integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan konflik atau perseteruan dan pertentangan. Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat suatu bangsa pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya yang terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi



16



memiliki banyak ragam, misalkan pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan perang.



I. Upaya-upaya Untuk Meminimalisir Perilaku-perilaku yang Mengarah Kepada Disintegrasi Masalah disintegrasi bangsa merupakan salah satu prioritas pokok dalam program kerja kabinet gotong royong. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi problem yang berkepanjangan. Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini. Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik proses terjadinya disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara terpadu, meliputi upaya-upaya yang dipandang dari aspek asta gatra. Faktor disintegrasi bangsa ditinjau dari Asta Gastra : 1. Geometri Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia merupakan letak yang sangat strategis untuk kepentingan lalu lintas perekonomian dunia selain itu juga memiliki berbagai permasalahan yang sangat rawan terhadap timbulnya disintegrasi bangsa. Dari ribuan pulau yang dihubungkan oleh laut memiliki karakteristik yang berbedabeda dengan kondisi alamnya yang juga sangat berbeda-beda pula menyebabkan munculnya kerawanan sosial yang disebabkan oleh perbedan daerah misalnya daerah yang kaya akan sumber kekayaan alamnya dengan daerah yang kering tidak memiliki kekayaan alam dimana sumber kehidupan sehari-hari hanya disubsidi dari pemerintah dan daerah lain atau tergamtung dari daerah lain. 2. Demografi



17



Jumlah penduduk yang besar, penyebaran yang tidak merata, sempitnya lahan pertanian, kualitas SDM yang rendah berkurangnya lapangan pekerjaan, telah mengakibatkan semakin tingginya tingkat kemiskinankarena rendahnya tingkat pendapatan, ditambah lagi mutu pendidikan yang masih rendah yang menyebabkan sulitnya kemampuan



bersaing dan mudah



dipengaruhi oleh tokoh elit



politik/intelektual untuk mendukung kepentingan pribadi atau golongan. 3. Kekayaan Alam Kekayaan alam Indonesia yang melimpah baik hayati maupun non hayati akan tetap menjadi daya tarik tersendiri bagi negara Industri, walaupun belum secara keseluruhan dapat digali dan di kembangkan secara optimal namun potensi ini perlu didayagunakan dan dipelihara sebaik-baiknya untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam peran sertanya secara berkeadilan guna mendukung kepentingan perekonomian nasional. 4. Ideologi Pancasila merupakan alat pemersatu bangsa Indonesia dalam penghayatan dan pengamalannya masih belum sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai dasar Pancasila, bahkan saat ini sering diperdebatkan. Ideologi pancasila cenderung tergugah dengan adanya kelompok-kelompok tertentu yang mengedepankan faham liberal atau kebebasan tanpa batas, demikian pula faham keagamaan yang bersifat ekstrim baik kiri maupun kanan 5. Politik Berbagai masalah politik yang masih harus dipecahkan bersama oleh bangsa Indonesia saat ini seperti diberlakukannya Otonomi daerah, sistem multi partai, pemisahan TNI dengan Polri serta penghapusan dwi fungsi BRI, sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas karena berbagai masalah pokok inilah yang paling rawan dengan konflik sosial berkepanjangan yang akhirnya dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa. 6. Ekonomi Sistem perekonomian Indonesia yang masih mencari bentuk, yang dapat pemberdayakan sebagian besar potensi sumber daya nasional, serta bentuk-bentuk kemitraan dan kesejajaran yang diiringi dengan pemberantasan terhadap KKN. Hal ini dihadapkan dengan krisis moneter yang berkepanjangan, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan meningkatnya tingkat pengangguran serta terbatasnya lahan mata pencaharian yang layak. 18



7. Sosial Budaya Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masingmasing mempertahankan tata nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain. 8. Pertahan dan Keamanan Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dankomunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari permasalahan.



Strategi Penanggulangan Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain : a. Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia. b. Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN c. Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya. d. Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa. e. Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi. f. Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam memerangi separatis. g. Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan kekuatan massa.



19



Upaya Penanggulangan Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara lain : a. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu. b. Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus. c. Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa. d. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah. e. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, serta efektif.



J. Sumber Histori, Sosiologis, dan Politik tentang Integrasi Nasional Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi negara yang baru merdeka. Hal ini dikarekan negara baru tersebut tetap menginginkan agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu untuk negara yang bersangkutan.



K. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka. Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia. a. Model integrasi imperium Majapahit. Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudarasaudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit 20



menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand). b. Model integrasi kolonial Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa colonial. c. Model integrasi nasional Indonesia Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru. Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik yang bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.



21



Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilalui dengan tahapantahapan sebagai berikut: 1) Masa Perintis Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. 2) Masa Penegas Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia yang beraneka ragam tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa yang memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. 3) Masa Percobaan Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan Indonesia Berparlemen. Namun, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil. 4) Masa Pendobrak Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern. Dari sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pernyatan bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsa ini telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan bangsa lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa Indonesia, dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa yang satu yakni bangsa Indonesia.



22



L. Pengembangan Integrasi di Indonesia Howard Wriggins dalam Muhaimin & Collin MaxAndrews (1995) menyebut ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya kita sebut sebagai faktor yang menentukan tingkat integrasi suatu negara adalah : 1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3) Kekuatan lembaga–lembaga politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5) Kesempatan pembangunan ekonomi. a. Adanya ancaman dari luar Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat. Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama dan ras ketika menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah Belanda ingin kembali ke Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya. Suatu bangsa yang sebelumnya berseteru dengan saudara sendiri, suatu saat dapat berintegrasi ketika ada musuh negara yang datang atau ancaman bersama yang berasal dari luar negeri. Adanya anggapan musuh dari luar mengancam bangsa juga mampu mengintegrasikan masyarakat bangsa itu. b. Gaya politik kepemimpinan Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau mengintegrasikan masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang karismatik, dicintai rakyatnya dan memiliki jasa-jasa besar umumnya mampu menyatukan bangsanya yang sebelumya tercerai berai. Misal Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Gaya politik sebuah kepemimpinan bisa dipakai untuk mengembangkan integrasi bangsanya. c. Kekuatan lembaga- lembaga politik Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat menjadi sarana pemersatu masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan sistem pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang beragam. Pada akhirnya masyarakat bersatu dalam satu sistem pelayanan d. Ideologi Nasional Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang diterima dan disepakati. Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan bagaimana cara menuju visi atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat meskipun berbeda-beda tetapi menerima satu ideologi yang sama maka memungkinkan masyarakat tersebut bersatu. Bagi bangsa Indonesia, nilai bersama yang bisa mempersatukan masyarakat Indonesia adalah



23



Pancasila. Pancasila merupakan nilai sosial bersama yang bisa diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia. Nilai-nilai bersama tidak harus berlaku secara nasional. Di beberapa daerah di Indonesia terdapat nilai-nilai bersama. Dengan nilai itu kelompok-kelompok masyarakat di daerah itu bersedia bersatu. Misal “Pela Gadong” sebagai nilai bersama yang dijunjung oleh masyarakat Maluku. e. Kesempatan pembangunan ekonomi Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan, maka masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan. Namun jika ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka muncul kesenjangan atau ketimpangan. Orang–orang yang dirugikan dan miskin sulit untuk mau bersatu atau merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta yang mendapatkan kekayaan secara tidak adil. Banyak kasus karena ketidakadilan, maka sebuah masyarakat ingin memisahkan diri dari bangsa yang bersangkutan. Dengan pembangunan ekonomi yang merata maka hubungan dan integrasi antar masyarakat akan semakin mudah dicapai. Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat terintegrasi, apabila: 1. Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang dapat dijadikan rujukan bersama. Jika masyarakat memiliki nilai bersama yang disepakati maka mereka dapat bersatu, namun jika sudah tidak lagi memiliki nilai bersama maka mudah untuk berseteru. 2. Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”. Jika masyarakat yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi anggota organisasi yang sama, maka mereka dapat bersatu dan menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut, bukan lagi pada latar belakangnya 3. Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Apabila masyarakat saling memiliki ketergantungan, saling membutuhkan, saling kerjasama dalam bidang ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun jika ada yang menguasai suatu usaha atau kepemilikan maka yang lain akan merasa dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan



24



Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua strategi kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhinneka tunggal ika” (Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifat-sifat kultural utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam kebudayaan nasional. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Apabila asimilasi ini menjadi sebuah strategi bagi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas budaya kelompok atau budaya lokal.



Kebijakan strategi yang sebaiknya dilakukan di Indonesia :  Memperkuat nilai bersama  Membangun fasilitas  Menciptakan musuh bersama  Memperkokoh lembaga politik  Membuat organisasi untuk bersama  Menciptakan ketergantungan ekonomi antar kelompok  Mewujudkan kepemimpinan yang kuat  Menghapuskan identitas-identitas lokal  Membaurkan antar tradisi dan budaya lokal  Menguatkan identitas nasional Membangun fasilitas infrastruktur seperti jalan, gedung pertemuan, lapangan olahraga, dan pasar merupakan contoh kebijakan penyelenggara negara yang memungkinkan mampu mengintegrasikan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan masyarakat dari berbagai latar belakang akan bertemu, berinteraksi dan bekerja sama. Pembangunan berbagai fasilitas itu bisa dilakukan apabila memiliki sumber pembiayaan yang cukup. Di negara yang sedang membangun, salah satu sumber utama pembiayaan negara tersebut adalah pajak yang dipungut dari warga negara.



Pajak sebagai instrumen memperkokoh Integrasi Nasional Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam alenia ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan umum akan dapat dicapai atau akan lebih cepat dicapai, apabila 25



keuangan negara sehat, atau dengan kata lain negara memiliki dana yang cukup untuk membiayai seluruh kegiatan yang diperlukan untuk menunjang tujuan negara “memajukan kesejahteraan umum” tersebut. Berbicara tentang keuangan negara yang sehat, tidak bisa dilepaskan dari sumbersumber penerimaan negara. Salah satu sumber keuangan negara adalah penerimaan dari sektor pajak. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir Penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016, pemerintah menargetkan pendapatan yang bersumber dari penerimaan 75 pajak adalah sebesar 1.360 triliun atau sebesar 74,63 % dari penerimaan negara secara keseluruhan.



M. Dinamika Integrasi dan Integrasi Nasional Sejak tahun 1945, upaya membangun integrasi secara terus-menerus dilakukan. Terdapat banyak perkembangan dan dinamika dari integrasi yang terjadi di Indonesia. Dinamika integrasi sejalan dengan tantangan zaman waktu itu. Perkembangan sejarah integrasi di Indonesia menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka. Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yakni: 1. Model Integrasi Imperium Majapahit Model integrasi imperium Majapahit adalah model integrasi kerajaan artinya masyarakat dibawah kemaharajaan (imperium) majapahit diintegrasi dalam satu naungan kerajaan untuk mencapai tujuan kerajaan majapahit tersebut yaitu menguasai nusantara. 2. Model Integrasi Kolonial Model integrasi imperium Majapahit adalah model integrasi kerajaan artinya masyarakat dibawah kemaharajaan (imperium) majapahit diintegrasi dalam satu naungan kerajaan untuk mencapai tujuan kerajaan majapahit tersebut yaitu menguasai nusantara. 3. Model Integrasi Nasional Indonesia Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa, integrasi model ini dengan membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau 26



kesadaran kebangsaan yang baru dengan mengesampingkan etnis dan budaya. Misalnya, Sukarno berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari Aceh tapi tujuan mereka sama yaitu untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Selanjutnya integrasi nasional juga tercermin pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan Sumpah Pemuda, para pemuda Indonesia yang beraneka ragam yang berasal dari berbagai daerah dengan ras, suku, dan agama yang berbeda. Mereka menyatakan diri sebagai satu bangsa yang memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Mereka bersatu dibawah lambang garuda dan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Setelah kemerdekaanpun integrasi nasional Indonesia terlihat semakin kuat seperti saat Belanda ingin kembali menguasai Indonesia. Semua masyarakat Indonesia bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan mengabaikan semua perbedaan latar belakang mereka dan bersatu menjadi satu semangat yaitu semangat kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 Integrasi nasional terus dibangun dan diperkuat. Dinamika itu bisa kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis integrasi sebagai berikut: a. Integrasi bangsa Tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Vantaa, Helsinki, Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Proses ini telah berhasil menyelesaikan kasus disintegrasi yang terjadi di Aceh sejak tahun 1975 sampai 2005. b. Integrasi wilayah Melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulaupulau Negara Indonesia. Dengan deklarasi ini maka terjadi integrasi wilayah teritorial Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah dan laut tidak lagi merupakan pemisah pulau, tetapi menjadi penghubung pulau-pulau di Indonesia



27



c. Integrasi nilai Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif terus-menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah. Melalui kurikulum 1975, mulai diberikannya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah. Saat ini, melalui kurikulum 2013 terdapat mata pelajaran PPKn. Melalui pelajaran ini, Pancasila sebagai nilai bersama dan sebagai dasar filsafat negara disampaikan kepada generasi muda.



d. Integrasi elit-massa Dinamika integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi nasional. e. Integrasi Tingkah Laku (Periliaku Integratif) Mewujudkan



perilaku



integratif



dilakukan



dengan



pembentukan



lembagalembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi. Dengan lembaga dan birokrasi yang terbentuk maka orang-orang dapat bekerja secara terintegratif dalam suatu aturan dan pola kerja yang teratur, sistematis, dan bertujuan. Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan dua belas kementerian dan delapan provinsi di Indonesia.



Dalam perjalanan bangsa ini, integrasi nasional tidak selalu berjalan mulus. Indonesia juga pernah mengalami disintegrasi yang sempat menimbulkan ancaman integrasi nasional. Salah satu contoh disintegrasi yang tak mungkin terlupakan adalah keluarnya Timor-Timor dan Papua Nugini dari NKRI. Disintegrasi itu sendiri adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan. Adapun ciri-ciri terjadinya disintegrasi di suatu masyarakat antara lain: Ketidaksamaan tujuan antara anggota suatu kelompok sehingga tidak ada keterpaduan. Jika suatu kelompok sudah tidak lagi mempunyai kesamaan tujuan maka pasti akan terjadi perpecahan. Seperti pada kasus keluarnya Timor-Timor dan Papua Nugini dari Indonesia, masyarakat Timor-timor sudah merasa tidak sesuai lagi tujuannya 28



dengan Indonesia serta mereka merasa jika bersama Indonesia mereka akan terus di anak tirikan. Mereka merasa akan lebih baik jika melepaskan diri dan menjadi negara sendiri keluar dari NKRI. Pada kasus ini sebenarnya Indonesia sudah berusaha keras untuk membendung disintegrasi yang yang terjadi dan menjaga agar timor-timor tetap menjadi salah satu wilayah NKRI. Salah satu bentuk usaha pemerintah Indonesia yaitu dengan melakukan operasi pagar betis dan operasi militer lain di jaman pemerintahan Presiden Soeharto. Akan tetapi semua itu belum mampu untuk mencegah agartimor-timor tetap bersama Indonesia. Keluarnya Timor-Timor juga merupakan bentuk akibat dari adanya pengaruh luar yang bermaksud untuk merusak integrasi nasional Indonesia. Masalah disintegrasi di Indonesia selain Timor-Timor dan Papua Nugini, ada lagi yaitu GAM atau Gerakan Aceh Merdeka. GAM merupakan suatu gerakan masyarakat Aceh yang bertentangan dengan pancasila karena GAM menghendaki agar Aceh keluar dari Indonesia dan mendirikan negara sendiri yaitu negara dengan basis islam murni. Para penggerak GAM memiliki pemikiran yang berbeda dengan tujuan bangsa Indonesia yang menghendaki penyatuan dari berbagai multi kultur budaya, agama dan ras yang dimiliki Indonesia, sedangkan GAM menentang penyatuan tersebut. Mereka menginginkan hanya satu golongan saja yang menguasai. Mereka menggunakan alasan agama untuk mengancam integrasi nasional. N. Tantangan Integrasi Nasional Di era pasar bebas seperti saat ini, ketika MEA telah resmi dibuka di Indonesia maka akan banyak budaya-budaya ataupun Ideologi luar yang akan masuk di Indonesia. Keadaan seperti ini selain akan mendatangkan keuntungan bagi indonesia ini juga bisa menimbulkan suatu masalah atau tantangan bagi Integrasi Nasional. Contoh masalah yang timbul, dihadapi dalam integrasi nasional adalah adanya carpandang yang berbeda tentang pola laku duniawi dan cara untuk mencapai tujuan yang disebabkan oleh pengaruh luar ataupun pengaruh dalam negeri sendiri. Dengan kata lain masalah integrasi nasional ini pada prinsipnya bersumber pada perbedaan ideologi. Perbedaan ideologi ini disebabkan karena perbedaan falsafah hidup yang banyak berpengaruh dalam proses sosialisasinya, maupun dalam pembentukan konsepsi nalarnya. Termasuk faktor dominan dalam pembentukan suasana kesenjangan ideologi ini adalah masalah agama. Karena agama dipandang sebagai nilai hakiki sehingga kontrol sosial masyarakat agama cenderung lebih peka dan sering tajam. Salah satu contohnya adalah kasus GAM (Gerakan Aceh Merdeka)



29



dan tantangan kita dimasa depan adalah bagaimana caranya agar tisak terjadi lagi hal serupa dan jika terjadi maka langkah atau solusi yang tepat apa yang bisa kita ambil. Tantangan Integrasi Nasional ini bisa berupa tantangan Militer maupun non-militer. 1. Tantangan Militer Tantangan militer ini bisa berupa Ancaman militer yatu ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer dapat berupa agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, dan ancaman keamanan laut dan udara. Agresi suatu negara yang dikategorikan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa Indonesia mempunyai bentukbentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai dengan yang terendah.Invasi merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah Indonesia. Bangsa Indonesia pernah merasakan pahitnya diinvasi atau diserang oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sebanyak dua kali, yaitu 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948. Bentuk lain dari ancaman militer yang peluang terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah (wilayah laut, ruang udara dan daratan) Indonesia oleh negara lain. Konsekuensi Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terbuka berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah. Sekarang dan di masa depan yang menjadi tantangan bagi masyarakat yaitu bagaimana caranya agar bisa tetap menjaga keutuhan Indonesia yang luas ini dan agar supaya tidak kehilangan seperti TimorTimor, Papua Nugini, dan pulau Sipadan dan Silitan yang diambil Malaysia. Kita harus tetap mempertahankan wilayah Indonesia dari berbagai ancaman pengambilan dari pihak luar di era saat ini. Ancaman militer dapat pula terjadi dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Pemberontakan tersebut pada dasarnya merupakan ancaman yang timbul dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri, tetapi pemberontakan bersenjata tidak jarang disokong oleh kekuatan asing, baik secara terbuka maupun secara tertutup. Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong kewibawaan negara dan jalannya roda 30



pemerintahan. Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal, seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Pemberontakan PKI Madiun, serta G-30-S/PKI. Beberapa sejumlah aksi pemberontakan bersenjata tersebut tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah, tetapi juga mengancam tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tantangan masyarakat Indonesia sekarang dan dimasa depan yang nyata yaitu bagaimana caranya membendung gerakan ISIS yang mulai membidik Indonesia sebagai salah satu negara bidikannya untuk melancarkan tujuannya karena Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan masyarakat muslim dominan sehingga ini sesuai dengan tujuan mereka yaitu menginginkan negara islam murni. Masyarakat juga harus sadar bahwa keberadaan gerakan itu sudah sangat tidak sesuai dengan pancasila. Selain itu pada abad modern dewasa ini tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia yaitu tantangan dalam menghadapi kegiatan spionase yang dilakukan oleh agen-agen rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara Indonesia. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak mudah dideteksi. Kegiatan tersebut merupakan bentuk ancaman militer yang memerlukan penanganan secara khusus untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan. Salah satu bentuk contohnya yaitu penyadapan yang dilakukan oleh pihak Australia terhadap pemerintahan Indonesia. Dari sana kita harus bisa belajar bagaimana untuk menghadapi tantangan yang sama di masa depan. Karena bukan tidak mungkin jika hal tersebut akan terulang kembali. 2. Tantangan Non-Militer Tantangan non-militer pada hakikatnya berupa ancaman yang menggunakan faktor-faktor non-militer yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh negatif dari globalisasi. Globalisasi yang menghilangkan sekat atau batas pergaulan antar bangsa secara disadari ataupun tidak telah memberikan dampak negatif yang kemudian menjadi ancaman bagi keutuhan sebuah negara, termasuk Indonesia. Tantangan nonmiliter diantaranya dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya.



31



Tantangan berdimensi Ideologi, saat ini kehidupan masyarakat Indonesia cenderung mengarah pada kehidupan liberal yang menekankan pada aspek kebebasan individual. Globalisasi ternyata mampu meyakinkan kepada masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran. Tidak jarang hal ini mempengaruhi pikiran masyarakat Indonesia untuk tertarik pada ideologi tersebut. Akan tetapi, pada umumnya pengaruh yang diambil justru yang bernilai negatif, misalnya dalam gaya hidup yang diliputi kemewahan, pergaulan bebas yang cenderung mengaruh pada dilakukannya perilaku seks bebas dan sebagainya. Ini merupakan tantangan bagi bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia harus mampu berpikir dan berkomitmen untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai pancasila. Selanjutnya yaitu tantangan di bidang politik, tantangan ini dapat bersumber dari luar negeri maupun dalam negeri. Dari luar negeri dapat berupa ancaman di bidang politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia. Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk ancaman nonmiliter berdimensi politik yang sering kali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa pengerahan massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah. Selain itu, ancaman separatisme merupakan bentuk lain dari ancaman politik yang timbul di dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman politik, separatisme dapat menempuh pola perjuangan politik tanpa senjata dan perjuangan bersenjata. Pola perjuangan tidak bersenjata sering ditempuh untuk menarik simpati masyarakat internasional. Tantangan dalam dimensi Ekonomi. Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke 32



pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Pengaruh negatif globalisasi ekonomi yang dapat menjadi ancaman kedaulatan Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi diantaranya: 1) Indonesia akan dibanjiri oleh barang-barang dari luar seiring dengan adanya perdagangan bebas yang tidak mengenal adanya bataa-batas negara. Hal ini mengakibatkan semakin terdesaknya barang-barang lokal terutama yang tradisional, karena kalah bersaing dengan barang-barang dari luar negeri. 2) Cepat atau lambat perekonomian negara kita akan dikuasai oleh pihak asing, seiring dengan semakin mudahnya orang asing menanamkan modalnya di Indonesia, yang pada akhirnya mereka dapat mendikte atau menekan pemerintah atau bangsa kita. Dengan demikian bangsa kita akan dijajah secara ekonomi oleh negara investor. 3) Timbulnya kesenjangan sosial yang tajam sebagai akibat dari adanya persaingan bebas. Persaingan bebas tersebut akan menimbulkan adanya pelaku ekonomi yang kelah dan yang menang. Pihak yang menang akan dengan leluasa memonopoli pasar, sedangkan yang kalah akan menjadi penonton yang senantiasa tertindas. 4) Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya semakin ditinggalkan, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan susah dikendalikan. 5) Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk. Tantangan dalam dimensi sosial budaya, tantangan ini dapat berupa ancaman yang berdimensi sosial budaya dapat dibedakan atas ancaman dari dalam, dan ancaman dari luar. Ancaman dari dalam didorong oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya 33



permasalahan, seperti separatisme, terorisme, kekerasan, dan bencana akibat perbuatan manusia. Isu tersebut akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Ancaman dari luar timbul sebagai akibat dari pengaruh negatif globalisasi, diantaranya adalah: 1) Munculnya gaya hidup konsumtif dan selalu mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri. 2) Munculnya sifat hedonisme,yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai hidup tertinggi. Hal ini membuat manusia suka memaksakan diri untuk mencapai kepuasan dan kenikmatan pribadinya tersebut, meskipun harus melanggar normanorma yang berlaku di masyarakat. Seperti mabukmabukan, pergaulan bebas, foya-foya dan sebagainya. 3) Adanya sikap individualisme, yaitu sikap selalu mementingkan diri sendiri serta memandang orang lain itu tidak ada dan tidak bermakna. Sikap seperti ini dapat menimbulkan ketidakpedulian terhadap orang lain, misalnya sikap selalu menghardik pengemis, pengamen dan sebagainya. 4) Munculnya gejala westernisasi, yaitu gaya hidup yang selalu berorientasi kepada budaya barat tanpa diseleksi terlebih dahulu, seperti meniru model pakain yang biasa dipakai orang-orang barat yang sebenarnya bertentangan dengan nilai dan normanorma yang berlaku misalnya memakai rok mini, lelaki memakai anting-anting dan sebagainya. 5) Semakin memudarnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian dan kesetiakawanan sosial. 6) Semakin lunturnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Dan jika kita tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan sosial budaya ini maka tidak menuntut kemungkinan akan terjadi provokasi yang bisa menimbulkan perpecahan. Sekarang dan dimasa depan tantangan integrasi nasional tidak hanya dapat dilihat dari segi masyarakat Indonesia secara luas melainkan ada juga tantangan integrasi nasional dalam ruang lingkup mahasiswa yaitu tantangannya adalah bagaimana agar mahasiswa tetap menjadi agen perubahan yang tetap memegang teguh pada nilai-nilai pancasila serta mampu berpikir kritis dan tanggap dalam melihat segala permasalahan ataupun hal yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Selain itu juga, mahasiswa sebagai generasi muda harus mampu menghadapi tantangan dari gempuran pihak luar yang akan 34



menyerang Indonesia dalam berbagai aspek baik dalam aspek ekonomi,budaya maupun pendidikan.



O. Tantangan dalam Membangun Integrasi Nasional Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya. Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu persoalan yang dialami oleh negaranegara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatis dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam integrasi horizontal di Indonesia. Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk terus-menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin mau mendengar keluhan rakyat, mau turun ke bawah, dan dekat dengan kelompok-kelompok yang merasa dipinggirkan. Tantangan dari dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional Indonesia tersebut semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri. Tindakan ini kemudian memunculkan adanya gesekangesekan antar kelompok dalam masyarakat dan memicu terjadinya konflik atau kerusuhan 35



antar kelompok. Bersamaan dengan itu demonstrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkhis. Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak-tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat. Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horizontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional. Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di mana keberadaan negara-bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mengabaikan batasbatas negara-bangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatanikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Disitulah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat. Di sisi lain, tantangan integrasi juga dapat dikaitkan dengan aspek aspek lain dalam integrasi yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya



36



P. Esensi Integrasi Nasional Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik material seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan.Di sisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara, yang mestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat, harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.



Q. Urgensi Integrasi Nasional Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apa pun kondisinya, integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara, dan oleh karena itu perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.



37



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa integrasi nasional adalah proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik suku, budaya, dan berbagai latar belang ekonomi. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Integrasi nasional sangat diperlukan oleh negara Indonesia karena dari integrasi nasional dapat mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia, sehingga tidak adanya konflik perpecahan yang terjadi dikarenakan perbedaan semata. Walaupun Indonesia ini berbeda-beda suku, ras, agama, dan budaya, tetapi tetap Indonesia adalah negara yang satu yang mempunyai satu tujuan untuk memakmurkan negara Indonesia.



3.2 Saran Pembelajaran lebih lanjut diperlukan guna memahami lebih dalam mengenai Integrasi Nasional sebagai sarana pemersatu bangsa.



38



DAFTAR PUSTAKA



Akhyar, S.d. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Alfian. 1981. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia. Bahar, S. 1996. Integrasi Nasional. Teori Masalah dan Strategi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kurana, S. 2010. National Integration: Complete information on the meaning, features, and promotion



of



national



integration



in



India



in



http://www.



Preservearticles.com/20101227186/national-integration.html Muhaimin, Y & Collin MA. 1995. Masalah-masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sjamsuddin, N. 1989. Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo. Suroyo, D. 2002. Integrasi Nasional dalam Perspektif Sejarah Indonesia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra, Undip Semarang. Usman, Sunyoto. 1998. “Integrasi Masyarakat Indonesia dan Masalah Ketahanan Nasional” dalam Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.



Jurnal : Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 1999. “Kemajemukan Budaya , Demokrasi, Komunikasi, dan Integrasi Nasional” dalam Jurnal Ketahanan Nasional, Volume 4, Nomor 1, April 1999 (32-38). Arfani, RN. 2001. “Integrasi Nasional dan Hak Azasi Manusia” dalam Jurnal Sosial Politik. UGM ISSN 1410-4946. Volume 5, Nomor 2, Nopember 2001 (253-269). 39



Hamid, A. 2016. “Dinamika Integrasi Nasional Bangsa Indonesia” dalam Jurnal Penelitian Ilmiah. Volume 4, Nomor 2, Desember 2016 (319-340). Suharno. 2006. “Konflik, Etnisitas, dan Integrasi Nasional” dalam Jurnal Civies. Volume 3, Nomor 2, Desember 2006 (5-9). Swasono, Meutia F. 2006. “Antropologi dan Integrasi Nasional” dalam Jurnal Antropologi Indonesia. Volume 30, Nomor 1, Maret 2006 (101-122).



Internet : http://www.siswamaster.com/2016/02/pengertian-dan-konsep-integrasi-nasional-menurutahli.html#ixzz4YysjmxVr http://tahta10.blogspot.co.id/2015/03/makalah-tentang-integrasi-nasional.html http://pknabita.blogspot.co.id/2015/02/setelah-anda-menguasai-materi-bab-vi.html http://rakanurwahyudi.blogspot.co.id/2016/05/integritas-nasional-sebagai-sarana.html https://rineksag.wordpress.com/2015/02/09/integrasi-nasional-dan-ancaman-disinteg rasi-bangsa/ http://indonesiademokrasipancasila.blogspot.co.id/2016/03/integritasnasional.html?m=1 http://www.pengertianilmu.com/2015/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none27_93.html http://www.ilmusaudara.com/2015/10/pengertian-integrasi-macam-macam-serta.html# ww.polsri.ac.id/belmawa/Buku_Pedoman_Mata_Kuliah_Wajib_2016/9.%20PENDIDIKAN %20KEWARGANEGARAAN.pdf



40



41