IODOMETRI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR ANALISIS DAN PEMISAHAN KIMIA



IODOMETRI           Oleh Nama



: Sephia Salsabilah Firdaus



NIM



: 201810301061



Kelas/Kelompok



: A/5



Nama Asisten



: Ainun Nihayah



     



LABORATORIUM KIMIA ANALITIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU  PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2021



I.



Tujuan



-



Menentukan konsentrasi asam askorbat dalam vitacimin



II.



Tinjauan Pustaka



2.1



MSDS (Material Safety Data Sheet)



2.1.1



Aquades (H2O) Aquades (H2O) memiliki sifat fisik dan kimia diantaranya yaitu senyawa



kimia yang berbentuk cairan, tidak bewarna, tidak berbau, tidak mudah terbakar, dan memiliki pH 7. Titik lebur 0oC, dan titik didih 100oC, dengan temperatur kritis 374,1oC, tekanan kritis 218,3 atm, tekanan uap 17,535 mmHg, tekanan pada 50oC adalah 92,51 mmHg, kepadatan relatif 1, dan grafitasi/kepadatan spesifik 0,99823 g/ml. Massa molekul 18 g/ml, viskositas kinematis 1,004 mm 2/dtk, sedangkan viskositas dinamis 1,002 cP.



Kelarutan aquades (H2O) yaitu : larut



dalam asam asetat, aseton, amonia, amonium klorida, etanol, gliserol,



asam



klorida, metanol, asam nitrat, asam sulfat, natrium hidroksida dan lain – lain. Aquades dapat larut dalam bevbagai senyawa karena aquades merupakan salah satu pelarut utama polar yang digunakan untuk mengencerkan larutan pekat. Stabilitas kimia dalam kondisi normal yaitu stabil. Produk penguraian yang berbahaya adalah hidrogen dan oksigen. Aquades tidak diklarifikasi sebagai bahan kimia berbahaya dan diperkirakan tidak menimbulkan bahaya yang signifikan dalam kondisi penggunaan normal yang diantisipasi.(Labchem, 2021) 2.1.2



Asam askorbat (C6H8O6) Asam askorbat memiliki rumus kimia C6H8O6. Senyawa ini berwujud



padatan berwarna putih dan tidak berbau. Titik lebur 190°C, titik nyala 210 °C, dan pH 2.1 - 2.6. Asam askorbat bermassa molekul 176.13 g/mol, dan densitas 1.65 g/cm³. senyawa ini dapat larut dalam air dengan kelarutan 330 g/l pada suhu 24°C. Reaksi yang hebat dapat terjadi dengan aluminium, aloi tembaga, seng, ion logam, oksidator, asam, dan basa. Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang



dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar.



Korban berhenti



bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.1.3



Asam sulfat (H2SO4) Asam sulfat memiliki rumus H2SO4. Senyawa ini berwujud cairan dengan



warna kekuningan coklat atau tidak berwarna, dan tidak berbau. Titik lebur 10oC. titik didih 288oC. tekanan uap < 1 hPa (20°C) dan pH < 1. Kepadatan relatif 1,8, massa jenis 1840 kg/m³, dan massa molekul 98.08 g/mol. Asam sulfat larut secara eksotermis dalam air selain itu dapat pula larut dalam etanol, memiliki suhu dekomposisi sebesar > 340°C. Senyawa ini bereaksi hebat dengan beberapa basa. pelepasan panas akan mengakibatkan peningkatan resiko kebakaran atau ledakan. Asam sulfat dapat bereaksi dengan banyak senyawa misalnya dengan pereduksi kuat, bahan organik, dan dengan bahan yang mudah terbakar. Efek yang diakibatkan dari paparan senyawa ini adalah jika terhirup tenggorokan kering atau sakit bahkan dapat mengiritasi saluran pernapasan yaitu pada selaput lendir hidung. Penyakit yang mungkin muncul adalah edema laring, dan pneumonia. Efek samping saat terkena kulit yaitu dapat menyebabkan luka bakar kaustik. Efek yang ditimbulkan jika tertelan adalah mual, sakit parut, terdapat darah pada tinja dan muntahan Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar.



Korban berhenti



bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap



hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.1.4



Indikator Amilum Indikator amilum berbentuk padatan berwarna putih dan tidak berbau,



dengan titik lebur 256°C, serta titik didih 100°C, Indikator amilum memiliki pH antara 6,0 - 7,5 pada 20 g/l dan suhu 25 °C, dapat larut dalam air dengan kelarutan 50 g/l pada suhu 90 °C, bereaksi eksotermik dengan oksidator kuat. Indikator ini merupakan indikator redoks khusus yang dapat bereaksi dengan salah satu komponen pereaksi dan tidak dipengaruhi oleh potensial redoks. Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar.



Korban berhenti



bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.1.5



Natrium tiosulfat (Na2S2O3) Natrium tiosulfat memiliki rumus Na2S2O3. Senyawa ini berwujud padatan



kristal berwarna putih dan tidak berbau. Titik lebur 45oC, titik didih 100 oC, dan pH kira – kira antara 6 – 8,4, serta densitas sebesar 1.73 g/cm³. Natrium tiosulfat bermasaa molekul 248.18 g/mol, dapat larut dalam air dan amonia tetapi tidak dapat larut dalam pelarut organik, kelarutan dalam air yaitu



79.4 g/100ml.



Senyawa ini beresiko meledak jika direaksikan dengan nitrat, nitrit, senyawa peroxi, dan oksidator kuat. Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah



dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Korban berhenti bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.1.6



Potasium iodat (KIO3) Potasium iodat memiliki rumus kimia KIO3. Senyawa ini berwujud padatan



seperti kristal padat atau kristal bubuk berwarna putih dan tidak berbau. Senyawa KIO3 memiliki pH 6,07, titik lebur 560oC, titik didih 735 oC, dan tekanan uap 0 hPa pada suhu 25 oC, serta densittas relatif sebesar 3.52, sedangkan densitas yaitu 3,520 kg/m³. Potasium iodat bermassa molekul 214.02 g/mol, larut dalam air dan etanol, dengan suhu dekomposisi > 560 °C. Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar. Korban berhenti bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.1.7



Potasium iodida (KI) Potasium iodida memiliki rumus kimia KI. Senyawa ini berwujud padatan



dengan warna putih dan tidak berbau. Titik lebur 680oC, titik didih 1,330 oC, dan pH kira – kira antara 5 – 6,9. Tekanan uap potasium iodida sebesaar 1 hPa,



densitas 3.13 g/cm³, dan dapat larut dalam air dengan kelarutan 145 g/100ml. Senyawa ini beresiko meledak dengan logam basa, amonia, senyawa halogen, hidrogen peroksida, serta dapat bereaksi eksotermik dengan okdator. Penanganan pertama jika terkena senyawa ini yaitu. Mata : mata dibasuh dengan air yang banyak, dan sesekali mengangkat kelopak mata bagian bawah dan atas, kemudian segera dapatkan pertolongan medis. Kulit : dibasuh kulit yang terkontaminasi dengan air, jika bahan ini dapat menembus pakaian yang sedang dipakai, segera lepas pakaian dan basuh kulit dengan air, dan dapatkan pertolongan medis. Korban menghirup dalam jumlah yang cukup besar, segera pindahkan ke luar ruangan untuk menghirup udara segar.



Korban berhenti



bernapas segera lakukan resusitasi dari mulut ke mulut dan jaga korban agar tetap hangat. Korban tidak sengaja menelan segera berikan air untuk mengencerkan senyawa yang tertelan minimal sebanyak 2 gelas dan dapatkan pertolongan medis sesegera mungkin. (Labchem, 2021) 2.2



Dasar Teori



2,2,1



Titrasi Redoks Titrasi reduksi - oksidasi (redoks) merupakan salah satu jenis titrasi



dimana titrasi berlangsung antara suatu oksidator pada buret sebagai penitrasi dan reduktor pada erlenmeyer atau sebaliknya. Titrasi redoks melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, dimana perubahan potensial yang menyertai dapat digunakan sebagai parameter reaksi. Perubahan potensial dapat dinyatakan melalui hubungan antara volume zat yang mengalami reduksi (oksidator) atau zat yang mengalami oksidasi (reduktor) yang ditambahkan dengan potensial sel yang terukur selama berlangsungnya titrasi. Besarnya potensial sel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Nernst. (Day, & Underwood. 2002) Titrasi redoks merupakan titrasi terhadap larutan analit berupa reduktor atau oksidator dengan titran berupa larutan dari zat standar oksidator atau reduktor. Prinsip yang digunakan dalam titrasi redoks adalah reaksi reduksioksidasi atau yang dikenal dengan reaksi redoks. Penentuan titik akhir dalam titrasi redoks memerlukan suatu indikator yang dapat memberikan perubahan warna pada saat titik akhir titrasi tercapai. Indikator redoks merupakan suatu



senyawa atau zat yang dapat berubah warnanya karena terjadi adanya reaksi reduksi-oksidasi (redoks). seperti pada indikator yang digunakan dalam titrasi asam - basa, titrasi kompleksometri, maupun titrasi pengendapan. Titrasi redoks juga memerlukan indikator untuk menunjukkan warna yang berbeda pada keadaan teroksidasi atau tereduksi. Indikator reaksi redoks memiliki 2 macam variasi diantaranya yaitu indikator redoks reversible, dan indikator redoks khusus. Indikator redoks reversible merupakan suatu indikator redoks yang tidak bergantung pada salah satu zat, tetapi tergantung pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini digunakan secara luas dalam penentuan titik akhir titrasi redoks, disebut reversible karena indikator ini dapat dioksidasi dan direduksi secara bolak-balik. Perubahan warna indikator reversible memiliki hubungan dengan potensial elektrokimia yang setengah reaksinya dapat ditulis secara sebagai berikut : ¿oks + n e- ↔ ¿¿ (Rusman, dkk. 2018) Indikator redoks reversible ini harus sesuai penggunaannya dengan reaksi redoks yang terjadi pada saat titrasi, sehingga dapat dikatakan, bahwa tidak semua indikator redoks reversible dapat digunakan untuk semua jenis titrasi redoks. Syarat untuk pemilihan indikator yang cocok dapat ditentukan oleh kekuatan oksidasi titran dan analit atau potensial pada saat titik ekuivalen titrasi tersebut. Diperlukan usaha untuk mempertahankan pH larutan selama proses titrasi berlangsung karena potensial peralihan indikator sangat bergantung pada pH larutan. Indikator redoks khusus merupakan suatu indikator yang dapat bereaksi dengan salah satu komponen pereaksi dan tidak dipengaruhi oleh potensial redoks. Salah satu indikator redoks khusus adalah amilum pada titrasi redoks iodometrir/iodimetri. Amilum merupakan suatu indikator yang dapat membentuk kompleks berwarna biru tua dengan iodium. (Sudjadi, dan Rohman. 2018) Indikator redoks khusus merupakan suatu indikator yang dapat bereaksi dengan salah satu komponen pereaksi dan tidak dipengaruhi oleh potensial redoks, salah satu indikator redoks khusus adalah amilum pada titrasi redoks iodometrir/iodimetri. Amilum merupakan suatu indikator yang dapat membentuk



kompleks berwarna biru tua dengan iodium. Berdasarkan penggunaannya, reaksi pembentukan yang terjadi antara kompleks amilum dengan iodium sebagai berikut I2 + amilum → Iod-amilum (biru) Iod-amilum + S2O32- → Warna hilang (tak berwarna) Reaksi antara iod dengan amilum akan membentuk kompleks iod-amilum yang ditandai deangan warna biru tua, pada waktu penambahan titran ion tiosulfat, maka kompleks iod-amilum menjadi pecah, sehingga ketika konsentrasi iod habis. Warna biru tua tersebut akan hilang atau berubah menjadi bening (jernih), pada saat inilah titrasi harus segera dihentikan. (Sudjadi, dan Rohman. 2018) 2.2.2



Titrasi Iodometri Titrasi iodometri merupakan titrasi tidak langsung dimana oksidator yang



dianalisa akan direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai dan selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif menggunakan metode titrasi dengan larutan standar. Titrasi iodometri ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer elektron. Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lama oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi Larutan tersebut tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan larutan baku primer. Larutan baku primer yang digunakan dalam praktikum ini yaitu KIO3 karena larutan ini lebih stabil daripada larutan Na2S2O3 (Indayatmi. 2020) Iodin (I2) pada titrasi iodometri tidak mudah larut dalam air, tetapi mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida sehingga hasilnya membentuk triiodida (I3-). Reaksinya adalah sebagai berikut : I2 + I- → I3Kalium iodida yang ditambahan dapat meningkatkan kelarutannya, karena penambahan kalium iodida dapat mengurangi sifat iodin yang mudah menguap. Iodin (dalam bentuk triiodida) merupakan oksidator yang lebih lemah daripada kalium permanganat dan kalium dikromat. (Indayatmi. 2020)



Analisis titrimetri yang melibatkan iodin secara umum dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu titrasi iodometri (titrasi tak langsung) dan titrasi iodimetri (titrasi langsung). Titrasi iodometri atau titrasi tak langsung merupakan titrasi terhadap larutan analit dengan larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar (titran) dengan menambahkan amilum (kanji) sebagai indikatornya. Iodometri terjadi pada zat yang bersifat oksidator seperti besi (III), dan tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Titrasi iodometri yang berlangsung akan mengakibatkan banyaknya terdapat oksidator kuat yang dianalisis dengan menambahkan sejumlah kalium iodida berlebih dan menitrasi iodin yang dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat. (Indayatmi. 2020) Titik akhir titrasi ditentukan menggunakan indikator amilum yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai. Titik akhir titrasi yang tercapai ditunjukkan dengan hilangnya warna biru gelap dari kompleks iodinamilum yang dapat bertindak sebagai suatu tes atau uji yang amat sensitif untuk iodin. Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk apabila telah terjadi ekuivalen pada titrasi iodometri. Proses ini disebabkan karena warna biru gelap yang muncul akibat dari kompleks iodinamilum



merupakan



warna



yang



spesifik



untuk



titrasi



iodometri



ini.



Mekanismenya belum tentu diketahui dengan pasti namun, ada asumsi bahwa molekul iodin tertahan di permukaan -amilosa. Larutan amilum mudah terdekomposisi oleh bakteri, sehingga biasanya ditambahkan asam borat sebagai pengawetnya, hal – hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri yaitu sebagai berikut: 1. Oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi



iodide



menjadi



iod



(kesalahan



makin



besar



dengan



meningkatnya asam) 2. Reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH 9) thio sulfat menjadi ion sulfat. Titrasi iodometri biasanya digunakan untuk menetapkan kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksi. (Iskandar. 2017) 2.2.3



Vitamin C Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam



jumlah kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme dan sangat diperlukan oleh manusia. Vitamin C tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, sehingga diperlukan vitamin C dari luar tubuh. Vitamin C sering terdapat bersama dengan zat-zat atau vitamin-vitamin lainnya di dalam makanan ataupun tablet tablet vitamin seperti saat ini. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan tubuh dan proses metabolisme tubuh melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan, mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon koteks adrenal, pembentukan kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Fungsi Vitamin C dalam tubuh adalah untuk membentuk kolagen interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi, mencegah bisul dan pendarahan. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain. (Dipahayu, dan Permatasari. 2019) Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk biosintesis kolagen. Kekurangan Vitamin C menyebab-kan sariawan, gusi dan



kulit mudah berdarah, sendi-sendi sakit dan luka sembuhnya lama. Beberapa tanda kekurangan vitamin C di dalam tubuh adalah rambut sangat kering dan bercabang, kulit bersisik, kering, dan kasar, gusi mudah berdarah dan meradang. (Naidu 2003). Vitamin C mempunyai rumus C6H8O6 dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berbau dan mencair pada suhu 190oC. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam terutama Cu dan Ag (Hasanah. 2018)



III.



Metodologi Percobaan



3.1



Alat dan Bahan



3.1.1



Alat



3.1.2



-



Alu



-



Buret



-



Erlenmeyer 250 mL



-



Gelas ukur



-



Labu volumetrik 250 mL



-



Lumpung



-



Pipet volume



-



Pipet tetes



-



Pemanas



-



Stirer



Bahan -



H2SO4 3 M



-



Indikator amilum



-



KI padat



-



KIO3 0,01 M



-



Na2S2O3 0,04 M



-



Vitacimin



3.2



Skema Kerja



3.2.1



Standarisasi Na2S2O3 KIO3 0,01 M -



Dipipet 25.00 mL larutan KIO3 ke dalam masing-masing 3 tabung erlenmeyer.



-



Ditambahkan 1 g KI dan 20 mL larutan asam sulfat 0,3 M ke setiap labu.



-



Dititrasi tri iodida dengan larutan tiosulfat dari larutan coklat menjadi kuning pucat. 2 mL larutan indikator pati kemudian ditambahkan dan dititrasi sampai warna violet kompleks pati-iodin menghilang begitu saja, ini adalah titik akhir titrasi.



-



Diulangi prosedur ini untuk total tiga titrasi yang tepat.



-



Dihitung konsentrasi KIO3



-



Hasil



3.2.2



Menganalisis Vitamin C Vitamin C -



Ditimbang sejumlah besar tablet vitamin sehingga kira-kira 500 mg asam askorbat kemudian tablet dihaluskan dengan lumpung dan alu



-



Ditransfer massa bubuk yang diketahui ke labu volumetrik 250 mL.



-



Ditambahkan 100 mL asam sulfat 0,3 M kemudian distirer selama sekitar 10 menit, lalu dibiarkan selama beberapa menit dan distirer lagi, lalu diencerkan dengan 0,3 M asam sulfat sampai tanda batas



-



Dimasukkan 25.00 mL larutan vitamin C ke labu erlenmeyer.



-



Ditambahkan 1 g KI padat dan 25.00 mL KIO3 standar ke dalam labu.



-



Dititrasikan tri iodida yang tersisa dengan larutan tiosulfat standar seperti di atas, dengan hati-hati ditambahkan larutan kanji sesaat sebelum titik akhir.



-



Diulangi titrasi ini dua kali untuk total tiga penentuan yang tepat.



-



Dihitung massa rata-rata vitamin C di setiap tablet



-



Hasil



IV.



Hasil da Pembahasan



4.1



Tabel Hasil



4.1.1 Standarisasi Na2S2O3 Mol KIO3



Mol I3- (mol)



(mol) 0,00025 0,00075 4.1.2 Menganalisa Vitamin C



Vrata – rata



Mol Na2S2O3



Konsentrasi



Na2S2O3 (L) 0,0386



(mol) 0,0015



Na2S2O3 (M) 0,04



Konsentrasi



Vrata – rata



Volume



Konsentrasi



Massa asam



Na2S2O3 (M)



Na2S2O3 (L)



Vitamin C



Vitamin C



askorbat



0,03315



(L) 0,025



(M) 0,05



(gram) 0,22



0,04 4.2



Pembahasan Praktikum kali ini akan dilakukan dua macam percobaan diantaranya



yaitu, standarisasi Na2S2O3 dan menganalisis vitamin C. Praktikum ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi asam askorbat dalam vitacimin menggunakan metode titrasi iodometri. Titrasi iodometri adalah titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisa akan direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai (dalam keadaan asam) dan selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif menggunakan metode titrasi dengan larutan standar. Titrasi iodometri ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer elektron (Indayatmi. 2020) Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme dan sangat diperlukan oleh manusia. Vitamin C tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, sehingga diperlukan vitamin C dari luar tubuh. Vitamin C sering terdapat bersama dengan zat-zat atau vitamin-vitamin lainnya di dalam makanan ataupun tablet tablet vitamin buatan seperti saat ini. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan tubuh dan proses metabolisme tubuh melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan, mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon



koteksadrenal, pembentukan kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. (Dipahayu, dan Permatasari. 2019) Percobaan pertama yang dilakukan adalah standarisasi larutan Na2S2O3. Standarisasi Na2S2O3 bertujuan untuk mengetahui konsentrasinya dan menjadikan larutan tersebut sebagai larutan standar yang akan digunakan dalam titrasi percobaan



kedua.



Garam



ini



biasanya



berbentuk



sebagai



pentahidrat



(Na2S2O3.5H2O). Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lama oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi Larutan tersebut tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan larutan baku primer. Larutan baku primer yang digunakan dalam praktikum ini yaitu KIO3 karena larutan ini jauh lebih stabil daripada larutan Na2S2O3 (Indayatmi. 2020). Syarat – syarat suatu larutan dapat menjadi standar baku primer antara lain mempunyai kemurnian tinggi, rumus molekulnya pasti, pada saat penimbangan tidak mengalami perubahan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam penyimpanan (Sudjadi & Rohman. 2018) Perlakuan pertama yang dilakukan yaitu 25.00 mL larutan KIO3 dipipet ke dalam masing-masing 3 tabung erlenmeyer kemudian 1 g KI dan 20 mL larutan asam sulfat 0,3 M ditambahkan ke dalam setiap tabung. Penambahan KI berfungsi untuk meningkatkan kelarutannya, karena penambahan kalium iodida dapat mengurangi sifat iodin yang mudah menguap. Iodin (I2) tidak mudah larut dalam air, tetapi mudah larut dalam larutan yang mengandung ion iodida sehingga hasilnya membentuk triiodida (I3-). Ion iodida dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi yang jauh lebih kuat daripada ion iodin oleh karena itu ion iodin digunakan sebagai agen pengoksidasi. Kelebihan dari ion iodida yang ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan akan membebaskan iodin yang nantinya akan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Penambahan asam sulfat bertujuan untuk membuat larutan dalam keadaan asam, jika dalam keadaan alkali atau basa larutan akan membentuk iodat dari ion hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang terjadi dalam keadaan basa akan mengakibatkan terbentuknya ion sulfat. Asam sulfat juga berfungsi sebagai katalis



untuk mempercepat terjadinya reaksi. Reaksi yang terbentuk dalam perlakuan ini antara lain : IO3- (aq) + 8I -(aq) + 6H +(aq) → 3I3- (aq) + 3H2O(l)



Gambar 4.1 Warna Larutan Tri iodida Perlakuan selanjutnya larutan tri iodida dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai terjadi perubahan warna dari coklat ke kuning pucat setelah itu indikator amilum ditambahkan. Titrasi dengan natrium tiosulfat bertujuan untuk membebaskan iodin dari kelebihan ion iodida yang ditambahkan kedalam agen pengoksidasi sedangkan penambahan indikator amilum bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi. Amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk apabila telah terjadi ekuivalen pada titrasi iodometri Penambahan indikator sebaiknya dilakukan sebelum larutan mencapai titik akhir titrasi. Indikator amilum yang diberikan terlalu awal akan menyebabkan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi, dimana kompleks amilum-triiodida dapat stabil, dan menjadi sulit untuk mengurangi semua triiodida. Larutan triiodida itu sendiri untungnya memiliki warna kuning sampai coklat, tergantung konsentrasinya, bila larutannya berubah menjadi kuning pucat, berarti sebagian besar tri iodida telah bereaksi dengan tiosulfat, dan mendekati titik akhir titrasi. Perlakuan terakhir yaitu menitrasi kembali hingga kompleks pati – iodin yang berwarna violet berubah menjadi tidak berwarna dengan tujuan untuk menitrasi kelebihan iodin yang masih ada. I2 yang masih banyak, otomatis ketika penambahan langsung dengan indikator kanji akan menyebabkan ikatan yang terbentuk menjadi sukar untuk terlepas Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali atau biasa disebut triplo dengan tujuan untukk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Reaksi antara tri iodida dengan tiosulfat antara lain : I3- (aq) + 2S2O2- (aq) + 6H + (aq) → 3I- (aq) + S4O62- (aq)



Gambar 4.2 Titrasi Sebelum Ditambahkan Indikator



Gambar 4.3 Warna Larutan Setelah Ditambahkan Indikator Hasil dari percobaan pertama adalah terjadi perubahan warna saat dilakukan titrasi tri iodida dengan natrium tiosulfat sebelum ditambahkan indikator amilum dari coklat menjadi kuning pucat. Perubahan warna dari coklat menjadi kuning pucat disebabkan oleh larutan natrium tiosulfat yang telah bereaksi dengan tri iodida, di saat inilah indikator amilum ditambahkan. Perubahan warna yang terjadi setelah penambahan indikator mengakibatkan terbentuknya kompleks iod-amilum yang berwarna violet. Mekanisme warna ini belum tentu diketahui dengan pasti namun, ada asumsi bahwa molekul iodin tertahan di permukaan β-amilosa. Titrasi dilakukan kembali dengan natrium tiosulfat hingga berubah menjadi tidak berwarna inilah titik akhir dari titrasi yang dilakukan. Volume rata – rata natrium tiosulfat yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan sebanyak 3 kali ini adalah 38,6 mL dengan konsentrasi 0,04 M.



Gambar 4.4 Warna Larutan Setelah mencapai titik akhir titrasi kedua yang dilakukan adalah mengalisis vitammin C. perlakuan Percobaan pertama yang dilakukan tablet vitamin dihaluskan dan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan dalam gelas beaker. Perlakuan ini bertujuan untuk menghaluskan dan memudahkan dalam pengujian sampel. Perlakuan selanjutnya sampel diencerkan dengan asam sulfat dan kemudian dikocok. Perlakuan ini



bertujuan untuk melarutkan sampel sedangkan pengocokkan dilakukan dengan tujuan untuk menghomogenkan larutan dengan sampel agar tercampur secara merata. Pelarutan dengan asam sulfat juga bertujuan untuk memberi suasana asam karena bila dilakukan dalam suasana basa iodin akan bereaksi dengan ion hidroksida yang mula-mula membentuk ion hipoidit, yang kemudian membentuk ion iodat. Ion-ion ini mengoksidasi sebagian tiosulfat menjadi ion sulfat. Perlakuan berikutnya 1 g KI dan 25 mL KIO3 standar ditambahkan dengan tujuan untuk mengikat asam askorbat dengan tri iodida menjadi dehidroaskorbat dan ion tri iodide. Perlakuan selanjutnya yaitu melakukan titrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah distandarisasi. Titrasi dengan natrium tiosulfat bertujuan untuk menitrasi kelebihan tri iodida. Perlakuan terakhir yaitu menambahkan indikator amilum kemudian di titrasi kembali sampai terjadi perubahan warna. Penambahan indikator amilum berfungsi untuk membantu menentukan titik akhir titrasi dengan lebih mudah. Penambahan indikator sebaiknya dilakukan sebelum mencapai titik akhir titrasi. Indikator amilum yang diberikan terlalu awal akan menyebabkan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi, dimana kompleks amilum-triiodida dapat stabil, dan menjadi sulit untuk mengurangi semua triiodida. Titrasi kembali dilakukan dengan tujuan untuk menitrasi kelebihan iodin yang masih ada. I2 yang masih banyak, otomatis ketika penambahan langsung dengan indikator kanji akan menyebabkan ikatan yang terbentuk menjadi sukar untuk terlepas. Percobaan ini dilakukans secara duplo untuk mendapatkan data dan hasil yang lebih akurat. Reaksi antara asam askorbat dengan iodin adalah : H2O(l) + I3-(aq) + C6H8O6(aq) + 3I-(aq) + 2H+(aq) + C6H6O6(aq) Hasil dari percobaan kedua ini adalah warna larutan vitamin C setelah ditambahkan dengan KIO3 dan KI berubah dari kuning menjadi coklat. Perubahan warna mengindikasikan asam askorbat telah terikat dengan tri iodida membentuk dehidroaskorbat dan ion tri iodide. Larutan tersebut mengalami perubahan warna lagi setelah dititrasi dengan natrium tiosulfat dari coklat menjadi kuning pucat. Perubahan warna dari coklat menjadi kuning pucat disebabkan oleh larutan natrium tiosulfat yang telah bereaksi dengan tri iodida. Penambahan indikator



amilum sebelum terjadi titik akhir titrasi merubah warna larutan dari kuning pucat menjadi violet.



Perubahan warna yang terjadi setelah penambahan indikator



mengakibatkan terbentuknya kompleks iod-amilum yang berwarna violet. Mekanisme warna ini belum tentu diketahui dengan pasti namun, ada asumsi bahwa molekul iodin tertahan di permukaan β-amilosa. Titrasi yang dilakukan kembali dengan natrium tiosulfat membuat larutan menjadi tidak berwarna. Perubahan warna itulah yang menjadi titik akhir titrasi dalam percobaan ini. Volume rata – rata tiosulfat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebesar 33,15 mL. Perhitungan yang telah dilakukan menghasilkan konsentrasi vitamin C sebesar 0,05 M dengan massa asam askorbat yang diperoleh sebanyak 0,22 g. Percobaan ini telah sesuai dengan literatur yang ada karena batas maksimal yang diijinkan suatu suplemen mengandung asam askorbat sebesar 1000 mg atau 1 gram (PerBan. 2019)



V.



Kesimpuulan Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah konsentrasi



asam askorbat dalam vitacimin sebesar 0,05 M dengan massa 0,22 g. Percobaan ini telah sesuai dengan peraturan badan pengawas obat dan makanan tentang persyaratan mutu suplemen kesehatan yang menyatakan bahwa massa asam askorbat maksimal yang diijinkan yaitu sebesar 1000 mg atau 1 gram.



DAFTAR PUSTAKA Day, R, A., dan A, L, Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta. Erlangga Dipahayu, D. D., & S, N, Permatasari. 2019. Pengaruh Metode Penggerusan Tablet Vitamin C Terhadap Kadar Bahan Aktif. Jurnal Kimia Riset, 4(2), 94-99. Hasanah, U. 2018. Penentuan Kadar Vitamin C Pada Mangga Kweni Dengan Menggunakan Metode Iodometri. Jurnal keluarga sehat sejahtera, 16(1), 90-95. Indayatmi. 2020. Analisis Titrimetri dan Gravimetri. Yogyakarta. AG Publisher Iskandar, D. 2017. Perbandingan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodimetri Dalam Penentuan Asam Askorbat Sebagai Bahan Ajar Kimia Analitik Mahasiswa



Jurusan



Teknologi



Pertanian



Berbasis



Open-Ended



Experiment Dan Problem Solving. Jurnal Teknologi Technoscientia, 6670. Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Aquades. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Ascorbic acid. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Potassium iodate. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Potassium iodide. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Sodium thiosulfate. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Starch indicator. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Labchem. 2021. Material Safety Data Sheet Sulfuric acid. [serial online]. www.labchem,com Diakses pada 02 Oktober 2021 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 17



Tahun 2019. Persyaratan Mutu Suplemen Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 819. Jakarta. Rusman., R, F, I, Rahmayani., dan Mukhlis. 2018. Kimia Larutan. Aceh. Syiah Kuala University Press. Sudjadi., dan A, Rohman. 2018. Analisa Kuantitatif Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Tim Penyusun. 2021 Pengantar Analisa dan Pemisahan Kimia. Jember. Universitas Jember



LAMPIRAN Lembar Data Pengamatan No



Perlakuan



Perubahan Warna



Volume Tiosulfat (mL)



1.



2.



Standarisasi larutan Na2S2O3 - Pengulan ke Coklat → Kuning Pucat



37,3



-



–1 Pengulanga



Violet → Tidak Berwarna Coklat → Kuning Pucat



1,2 37,0



-



ke – 2 Pengulangan



Violet → Tidak Berwarna Coklat → Kuning Pucat



1,4 37,4



ke – 3 Menganalisa vitamin C - Pengulangan



Violet → Tidak Berwarna



1,5



Coklat → Kuning Pucat



31,8



ke – 1 Pengulangan



Violet → Tidak Berwarna Coklat → Kuning Pucat



1,4 31,6



ke – 2



Violet → Tidak Berwarna



1,5



Perhitungan



 Standarisasi KIO3 -



Mol KIO3



n=MxV = 0,01 M x 0,025 mL = 0,00025 mol -



Mol I3-



IO3- (aq) + 8I -(aq) + 6H +(aq) → 3I3- (aq) + 3H2O(l) n I3- = 3 x KIO3 = 3 x 0,00025 mol = 0,00075 mol -



Mol Tiosulfat



I3- (aq) + 2S2O2- (aq) + 6H + (aq) → 3I- (aq) + S4O62- (aq) n S2O2- = 2 x n I3= 2 x 0,00075 mol = 0,0015 mol -



Volume Rata – Rata Tiosulfat



V =



V 1+V 2+V 3 3



V =



38,5 mL+38,4 mL +38,9 mL 3



V = 38,6 mL = 0,0386 L -



Konsentrasi Tiosulfat



M= =



n V



0,0015 mol 0,0386 L



= 0,04 M  Mencari konsenreasi Vitamin C -



Volume Rata – Rata Tiosulfat



V =



V 1+V 2 2



V =



33,2mL +33,1 mL 2



V = 33,15 mL = 0,03315 L -



Konsentrasi Vitamin C



Mtiosulfat x Vtiosulfat = Mvitamin C x Vvitamin C 0,04 M x 0,03315 L = Mvitamin C x 0,025 L Mvitamin C =



0,001326 M L 0,025 L



Mvitamin C = 0,05 M -



Massa Asam Askorbat



M=



m 1000 x Mr v



M=



m 1000 mL/ L x 176,12 g/mol 25 mL



0,05 M =



m 1000 mL/ L x 176,12 g/mol 25 mL



m



=



8,805 g /L 40 /L



m



0,22 gram