Isi Laporan Revisi Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi berkembang sangat cepat sehingga menyebabkan permintaan atas tenaga kerja yang kompeten semakin meningkat. Keadaan ini akan mendorong calon lulusan perguruan tinggi untuk semakin meningkatkan kualitas dan sikap profesionalisme. Pembekalan teori yang telah didapat mahasiswa selama proses pembelajaran tentunya tidak cukup untuk membentuk tenaga kerja yang kompeten dan kompetitif. Lebih dari sekedar teori semata, mahasiswa membutuhkan pembekalan Praktik Kerja Lapangan untuk menjadi tenaga kerja yang kompeten dan berkualitas. Universitas Negeri Malang (UM) merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang mempunyai kewajiban untuk mencetak mahasiswa yang berkualitas baik dalam kemampuan intelektual maupun kepekaan terhadap dinamika sosial. Keberadaan Program Studi Kimia di Universitas Negeri Malang merupakan salah satu pilar bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang mendasari ilmu-ilmu lainnya dan diharapkan dapat memberi kontribusi untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam kapasitasnya sebagai pengembang dasar ilmu pengetahuan yang perlu memiliki daya pikir dan kinerja optimal. Salah satu aspek yang berkaitan dengan teknologi dan instrumen yang berkaitan dengan bidang ilmu kimia yang dapat mejadi obyek Praktik Kerja Lapangan adalah pengolahan asam amino sebagai komponen utama penyusun protein. Dalam bidang peternakan asam amino yang sering dimanfaatkan yaitu LLysine dan L-Tryptophan. L-Lysine dan L-Tryptophan merupakan jenis asam amino yang tidak dapat dihasilkan langsung didalam metabolisme hewan (asam amino essensial) sehingga perlu adanya asupan dari pakan ternak. Kedua asam amino ini penting sebagai stimulan pertumbuhan hewan ternak, namun sulit dijumpai dalam pakan ternak sehingga industri mulai mengembangkan produksinya secara komersial. Salah satu industri yang memproduksi asam amino secara komersial untuk campuran pakan ternak adalan PT. Cheil Jedang Indonesia, Pasuruan-Jawa Timur.



1



PT. Cheil Jedang Indonesia selaku tempat Praktik Kerja Lapangan merupakan perusahaan milik asing yang bergerak dalam bidang produksi asam amino esensial feed grade pertama dan terbesar di Asia. Asam amino yang diproduksi oleh PT. Cheil Jedang Indonesia diantaranya L-Lysine (L-Lysine HCL dan L-Lysine Sulfate), dan L-Tryptophan. Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus fungsional karboksil (-COOH) dan gugus amina (-NH2). Secara umum struktur dari asam amino sebagai berikut:



Gambar 1.1 Struktur Asam Amino Asam amino berdasarkan pembentukannya di dalam tubuh dikelompokkan menjadi dua yakni asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari asupan makanan baik dari hewan atau tumbuhan yang mengandung asam amino tersebut. Sementara itu, asam amino non esensial merupakan asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh. L-Lysine (Lysine) dan L-Tryptophan (Tryptophan) adalah beberapa dari asam amio esensial yang mana untuk memenuhi kebutuhan asam amino ini harus disuplai dari makanan. Hanya tanaman dan bakteri tertentu yang dilengkapi dengan kemampuan untuk mensintesis asam amino ini. L-Lysine (Lysine) dan LTryptophan (Tryptophan) dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan L-Lysine dan L-Tryptophan tanpa kadar protein yang berlebihan. Oleh karena itu, L-Lysine dan L-Tryptophan sebagai bahan aditif telah banyak diteliti karena kemampuannya dapat meningkatkan efisiensi pakan serta penurunan biaya produksi. L-Lysine merupakan sumber protein yang sangat penting digunakan oleh ternak untuk meningkatkan produktivitas. Sebagai zat aditif dalam pakan, L-Lysine memiliki interaksi dengan beberapa jenis zat, baik dengan asam amino lainnya, mineral, enzim, atau kondisi fisiologis. Berikut adalah struktur umum dari L-Lysine:



2



Gambar 1.2 Struktur Umum Asam Amino L-Lysine L-Lysine yang dipasarkan adalah L-Lysine HCl dengan kadar minimum 98% dan L-Lysine Sulfate dengan kadar minimum 68,8%. Bentuk fisik L-Lysine HCl adalah padatan putih kekuningan, dengan berat molekul 182,65 dan rumus molekul C6H14N2O2HCl. L-Lysine HCl feed grade diproduksi melalui fermentasi oleh bakteri dengan bahan baku alami. Dosis yang digunakan 1-2 kg/ton pakan atau 2 gram/kg pakan. Berikut struktur L-Lysine HCl: Sementara itu, L-Tryptophan memiliki kadar minimum 98%. Berikut adalah struktur asam amino L-Tryptophan:



Gambar 1.3 Struktur Umum Asam Amino L-Tryptophan Agar kualitas produk (L-Lysine HCl, L-Lysine Sulfate, dan L-Tryptophan) yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu, maka pemilihan bahan baku, proses, serta perlakuan terhadap produk harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Untuk menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi dengan sistem biologis, maka perlu adanya kontrol secara kontinyu oleh seksi Quality Assurance (QA). Kontrol yang dilakukan meliputi pemantauan mutu bahan baku, proses serta produk yang dihasilkan dengan menggunakan berbagai analisis dan metode yang berbeda untuk setiap uji material. Dengan adanya kesesuaian disiplin ilmu yang terdapat pada Program Studi Kimia maka penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di PT. Cheil Jedang Indonesia di Pasuruan.



3



1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Khusus Secara umum praktek kerja lapangan ini memiliki tujuan: a. Mempelajari dan melakukan analisis yang dilakukan oleh seksi Quality Assurance guna menjaga mutu dan kualitas bahan masuk, produksi dan produk yang dihasilkan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia b. Mengetahui aplikasi dan perkembangan teknologi yang ada di PT. Cheil Jedang Indonesia c. Meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan antara pihak universitas dengan pihak industri untuk meningkatan kualitas mahasiswa sebagai tuntutan era globalisasi d. Memenuhi mata kuliah Praktik Kerja Lapangan yang merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar kesarjanaan 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mempelajari dan mengoperasikan instrumen HPLC yang digunakan di PT. Cheil Jedang Indonesia b. Mengetahui proses pengolahan limbah pada PT Cheil Jedang Indonesia yang ramah lingkungan sehingga kebersihan lingkungan tetap terjaga c. Mahasiswa dapat mengaplikasikan proses pengendalian mutu yang dilakukan oleh seksi Quality Assurance (QA) d. Mahasiswa dapat mempelajari dan mengaplikasikan teknik pengoperasian alat yang secara prinsip berdasarkan atas efisiensi kerja, keakuratan analisis dan kuantitaas analisis yang dihasilkan.



1.3 Manfaat 1.3.1



Manfaat bagi mahasiswa a. Memperoleh pengetauan, pengalaman dan keterampilan mengenai pengendalian mutu yang dilakukan oleh perusahaan untuk semua produk b. Memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai proses pembuatan asam amiono essensial (L-Lysine dan L-Triptophan)



4



c. Melatih diri untuk disiplin dalam bekerja, sigap, dan tangkas dalam menghadapi berbagai kondisi di dunia kerja d. Mampu mengidentifikasi masalah yang ada di industri dan memberikan solusi alternatif untuk pemecahannya e. Memiliki pengetahuan tentang sikap bekerja yang baik dan sikap kerja aman. 1.3.2



Manfaat bagi Perusahaan (PT. Cheil Jedang Indonesia) a. Sebagai sarana alih informasi antara dunia pendidikan dengan dunia kerja bidang kimia untuk kemajuan perusahaan b. Menjalin hubungan kerja sama yang baik antara perusahaan dengan fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.



1.3.3



Manfaat bagi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang a. Sebagai sarana evaluasi kesesuaian kurikulum yang ada di fakultas MIPA dengan perkembangan yang ada di dunia kerja/industri b. Mencetak mahasiswa yang siap kerja, terampil dan disiplin tinggi c. Sebagai sarana pengenalan mahasiswa kimia fakultas MIPA kepada dunia kerja.



5



BAB II TINJAUAN PERUSAHAAN



2.1 Lokasi Perusahaan Lokasi PT. Cheil Jedang Indonesia terletak di Desa Arjosari Kecamatan Rejoso, Pasuruan Jawa Timur yang memiliki wilayah seluas 34 Ha. Sebagian besar lahannya merupakan dataran rendah dengan iklim tropis (24oC – 32oC), hanya untuk wilayah di atas 1000 m PT. Cheil Jedang Indonesia dibatasi oleh beberapa wilayah, diantaranya adalah: 1. Utara



: Jalan Raya Pasuruan-Probolinggo



2. Timur



: Desa Kemantren, Kecamatan Rejoso



3. Selatan



: Desa Toyaning, Kecamatan Rejoso



4. Barat



: Dusun Sarirejo, Desa Arjosari



Pemilihan lokasi didirikannya PT. Cheil Jedang Indonesia secara teknis sangat menguntungkan, dengan alasan sebagai berikut: 1. Kemudahan mencari bahan baku tetes tebu, bahan-bahan kimia untuk kebutuhan produksi yang dapat diperoleh dari lokasi sekitar seperti Surabaya, Sidoarjo, Malang dan Probolinggo 2. Kemudahan memperoleh air dari sungai rejoso yang mengalir di belakang PT. Cheil Jedang Indonesia 3. Letaknya yang cukup strategis karena merupakan lalu lintas kota dan provinsi, serta posisinya yang dekat dengan pelabuhan Tanjung Perak yang mendukung untuk prasarana ekspor dan impor.



2.2 Sejarah Perusahaan PT. Cheil Jedang Indonesia didirikan di Indonesia pada tahun 1988, tepatnya pada tanggal 1 Juli 1988. Pada awalnya PT. Cheil Jedang Indonesia bernama PT. Cheil Samsung Astra (PT. CSA). PT. CSA merupakan gabungan dua perusahaan dari Korea Selatan yaitu Cheil Foods and Chemicals Co dan Samsung Co, dan dua perusahaan dari Indonesia yaitu PT. Astra Internasional dan PT. Surya Gatra Gama. Pada saat itu, modal perusahaan dipegang oleh perusashaan Korea Selatan dengan status PMA (Perusahaan Milik Asing) sebesar 75% dan



6



perusahaan Indonesia sebesar 25%. Sejak tahun 1995 seluruh modal dan saham menjadi milik perusahaaan Korea Selatan karena dua perusahaan Indonesia yaitu PT. Astra Internasional dan PT. Surya Gatra Gama telah menarik diri dari kepemilikan saham PT. CSA, sehingga saat itu namanya diubah menjadi PT. Cheil Samsung Indonesia (PT. CSI). Selanjutnya pada bulan Januari 2005, Samsung Co melepaskan diri dari kepemilikan saham PT. CSI, sehingga sejak 1 Februari 2005 nama PT.CSI diganti PT. Cheil Jedang Indonesia sampai saat ini. Berikut ini merupakan sejarah singkat dari PT. Cheil Jedang Indonesia: 1.



1 Juli 1988



: PT. Cheil Samsung Astra didirikan di Indonesia.



2.



20 Desember 1988



: PT. Cheil Samsung Astra telah didaftarkan secara resmi sebagai perusahaan baru di Indonesia.



3.



8 Juli 1989



: Peletakan batu pertama.



4.



1 Oktober 1990



: Produksi percobaan pertama MSG dengan kapasitas 20.000 ton per tahun.



5.



1 Januari 1991



: Produksi perdana L-Lysine dengan kapasitas produksi 2.000 ton per tahun.



6.



14 Maret 1991



: PT. Cheil Samsung Astra diresmikan oleh Presiden Soeharto.



7.



24 Juni 1995



: PT. Cheil Samsung Astra mengadakan perluasan dengan menambah kapasitas produksi L-Lysine menjadi 40.000 ton dan pendirian unit produksi pakan ternak “Superfeed”.



8.



1 Juli 1995



: Nama PT. Cheil Samsung Astra diubah menjadi PT. Cheil Samsung Indonesia dengan status perusahaan sebagai PMA murni.



9.



23 Maret 1996



10. 1 Februari 2005



: Produksi superfeed pertama dihasilkan. : Nama PT. Cheil Samsung Indonesia berubah menjadi PT. Cheil Jedang Indonesia.



Saat ini PT. Cheil Jedang Indonesia termasuk industri dengan status PMA murni dengan total investasi per Oktober 1996 US$ 210 juta dan saat ini mempekerjakan 750 labour supply tetap dan ± 750 labour supply tidak tetap. PT. Cheil Jedang Indonesia adalah satu-satunya produsen L-Lysine di Indonesia dan



7



merupakan pabrik terbesar di dunia setelah Prancis, Meksiko, USA, China dan Thailand. Prestasi-prestasi yang pernah diraih oleh PT. Cheil Jedang Indonesia adalah sebagai berikut: 1. 12 Januari 1993



: Teladan K3 tingkat Nasional



2. 5 Juni 1995



: Perusahaan terbaik dalam mengendalikan lingkungan



3. 26 Juni 1995



: Perusahaan terbaik dalam mengendalikan lingkungan dengan peringkat hijau



4. 24 Juni 1997



: Juara pertama penghijauan di lingkungan Industri tingkat I Jawa Timur dan kinerja IPAL terbaik di Jawa Timur tahun 1996/1997



5. Tahun 2001



: mendapat penghargaan 6 juta zero accident



6. April 2002



: mendapat penghargaan ISO 14001



7. November 2002



: mendapat penghargaan ISO 9001



8. Desember 2003



: sebagai produsen L-Lysine terbesar di dunia



9. Tahun 2003/2004



: mendapat penghargaan perusahaan terbaik dalam CJ grup dan mendapatkan CJ award



10. Tahun 2004



: mendapat penghargaan sebagai perusahaan eksprotir terbaik di Jawa Timur.



Maksud dan tujuan pendirian PT. Cheil Jedang Indonesia adalah: 1. Mejalankan usaha di bidang produksi bahan penyedap makan (MSG) dan bahan aditif untuk pakan ternak (L-Lysine) serta industri yang berhubungan dengan hal tersebut 2. Menjalankan pendistribusian penjualan untuk dalam maupun luar negeri.



2.3 Strukur Organisasi Struktur organisasi PT. Cheil Jedang Indonesia disusun berdasarkan masing-masing bagian yang bertujuan agar dapat menjalankan tugas seccara maksimal. Kepemimpinan tertinggi dipegang oleh seorang presiden direktur yang membawahi tugas Factory dan Maketing, bagian Factory dipimpin oleh seorang Vice President Director. Factory sendiri terdiri atas beberapa seksi yang masing-



8



masing dipimpin oleh seorang manajer, berikut adalah beberapa seksi yang tercakup dalam bagian Factory: 1. ADM (Administrasi) meliputi: a. ACCT (Accounting) menangani akuntasi perusahaan b. W/H (Ware House) menangani barang baik raw dan submaterialsubmaterial yang keluar dan masuk gudang. 2. Pembelian (Purchasing) meliputi: a. Purchasing 1 menangani pembelian Raw Material b. Purchasing 2 menangani pembelian Sub Material c. Purchasing 3 menangani pembelian Packing Material 3. G/A (General Affairs) meliputi: a. HRD (Human Resources Development) menangani pemenuhan dan penempatan tenaga kerja serta peningkatan kualitas SDM. b. G/A eksternal membina hubungan baik antara karyawan dan direksi PT. Cheil Jedang Indonesia dengan masyarakat dan pemerintah. c. G/A internal membina hubungan baik antara karyawan dan direksi PT. Cheil Jedang Indonesia serta penyediaaan dan perawatan fasilitas ketenagakerjaan untuk karyawan. Berikut adalah beberapa seksi yang tercangkup dalam bagian Factory: 1. Fermentasi meliputi: a. Fermentasi I



: bertanggung jawab terhadap proses fermentasi L-Lysine



b. Fermentasi II



: bertanggung jawab terhadap proses fermentasi L-Tryptophan.



2. Produksi meliputi: a. Produksi I



: bertanggung jawab terhadap prosess refinery sampai packing produk L-Lysine



b. Produksi II



: bertanggung jawab terhadap prosess refinery sampai packing produk L-Tryptophan.



3. Engineering meliputi: a. Enginering bertanggung jawab terhadap penyediaan, perawatan dan kestabilan instrumen-instrumen dan peralatan-peralatan elektrik



9



b. Utility bertanggung jawab terhadaap kontinuitas unit pendukung yang meliputi compressor, boiler, dan chiller. 4. Technical meliputi: a. QA (Quality Assurance) bertanggung jawab terhadap kualitas bahanbahan dasar, kualitas produk setengah jadi selama proses produksi berlangsung dan kualitas prodak akhir yang diinginkan b. Environment bertanggung jawab terhadap pengolahan Waste Water Treatment (WWT).



2.4 Visi dan Misi 1. Visi



: CJ bekerja keras menunjukan pada customers (pelanggan) akan suatu budaya yang berdasarkan pada gaya hidup lebih sehat, lebih nikmat, dan lebih nyaman



2. Misi



: Misi CJ adalah untuk menghasilkan nilai-nilai bagi customers (pelanggan), pemegang saham dan para pekerja dengan cara memberikan baik sesuatu yang tak lain berupa produk dan pelayanan yang baik.



2.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagian besar pendukung produksi merupakan bahan-bahan berbahaya dan mudah terbakar. Alat-alat digunakan untuk melindungi pekerja antara lain: 1. Bahan-bahan berbahay dan beracun (B3) a. Masker



: cotton masker



b. Sepatu



: rubber shoes dan safety shoes



c. Helm dan sarung tangan 2. Bahan-bahan yang mudah terbakar 3. Disediakan bahan pemadam kebakaran seperti hydrant, pasir, air dan lainlain. PT. Cheil Jedang Indonesia juga melaksanakan program terpadu K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan program terpadu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang mengacu pada Undang-Undang No. 1



10



tahun 1970. Tim safety dibentuk untuk mencegah terjadinya kecelakaan akibat kebakaran dan ledakan peralatan. Aktivitas tim safety antara lain: 1. Memberikan penjelasan tentang keselamatan kerja pada karyawan 2. Memberikan penjelasan dan pembinaan kepada tenaga kerja harian agar memenuhi peraturan tenaga kerja 3. Memasang rambu-rambu keselamatan kerja pada tempat-tempat yang dianggap rawan bahaya 4. Mengadakan rambu-rambu keselamatan kerja pada tempat-tempat yang dianggap rawan bahaya 5. Mengadakan penyelidikan terhadap timbulnya kecelakaan 6. Menyediakan perlengkapan pengaman bagi setiap karyawan berupa sepatu, helm, pakaian kerja dan untuk keperluan khusus dilengkapi dengan sarung tangan, masker, peredam bunyi dan tabung oksigen 7. Mengantisipasi keadaan darurat dengan menyediakan perlatan pada daerah yang rawan kecelakaan 8. Memberikan penjelasan kepada karyawan bahwa program K3 merupakan tanggung jawab seluruh karyawan 9. Tujuan umum dari K3 antara lain: a. Mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan kerja b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai secara efisien c. Menciptakan kondisi bekerja yang sehat dan selamat d. Melancarkan proses produksi supaya berjalan taanpa hambatan.



2.6 Hasil Produksi Adapun ruang lingkup usaha yang dijalani oleh PT. Cheil Jedang Indonesia adalah sebagai berikut: 1. L-Lysine HCl L-Lysine HCl merupakan bahan aditif untuk pakan ternak yang dapat meningkatkan produktivitas hasil ternak. L-Lysine HCl juga merupakan produk unggulan PT. Cheil Jedang Indonesia. L-Lysine HCl pertama kali diproduksi pada 1 Januari 1991 dengan kapasitas produksi L-Lysine HCl yang ditingkatkan menjadi 40.000 ton/tahun. PT. Cheil Jedang Indonesia merupakan satu-satunya



11



produsen L-Lysine HCl di Indonesia dan termasuk salah satu dari lima negara produsen di dunia. Proses pembuatannya juga melalui fermentasi menggunakan Corynobacterium glutamate. 2. Prosin Prosin merupakan produk hasil olahan limbah dari proses produksi LLysine dan L-Trptophan. Kandungan protein pada prosin berupa crude protein yang berasal dari sel bakteri pada L-Lysine. Kapasitas produksi prosin adalah 18.500 ton/tahun. 3. Pupuk Organik/Bio Green Pupuk Organik merupakan produk hasil olahan dari proses produksi LLysine dan L-Tryptophan.



2.7 Dampak positif pendirian PT. Cheil Jedang Indonesia 1. Menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk wilayah sekitar dengan tujuan membantu meningkatkan pendapatan 2. Menghasilkan nilai tambah yang tinggi pada bahan molasses, dextrose dan bahan baku lainnya 3. Meningkatkan nasil produksi daerah setempat 4. Meningkatkan hasil ekspor non migas 5. Menerapkan teknologi khususnya teknologi fermentsai yeng termasuk advance technology.



2.8 Sosialisasi Perusahaan Pengadaan program sosialisai untuk mengarahkan masyarakat agar dapat memiliki keberadaan perusahaan. Program yang dilaksanakan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia antara lain: 1. Mengadakan pertemuaan dengan ulama, warga, pemuda dan pemerintah 2. Mengadakan kotak saran yang digunakan untuk menampung aspirasi karyawan dan masyarakat sekitar untuk dijadikan perhatian perusahaan 3. Program sosialisasi lainnya yaitu khitanan masal, donor darah, serta beasiswa bagi anak-anak warga sekitar pabrik.



12



BAB III QUALITY ASSURANCE (PENJAMINAN MUTU) Dalam Quality Assurance (QA) terdapat beberapa sub seksi analisis, diantaranya yaitu analisis material, analisis proses, analisis kontaminan, HPLC, dan analisis produk. Quality Assurance pada PT. Cheil Jedang Indonesia bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu perusahaan, tidak hanya mutu dari produk yang dihasilkan tetapi juga mutu bahan setengah jadi dari proses produk dan bahan baku. Secara garis besar, Quality Assurance bertanggung jawab terhadap mutu bahan baku yang masuk di PT. Cheil Jedang Indonesia dan produk yang keluar dari PT. Cheil Jedang Indonesia. Quality Assurance memberikan batasan atau ketentuan standart produk yang layak dipasarkan. Standart ini didasarkan pada keinginan konsumen dan departemen kesehatan.



3.1 Analisis Material 3.1.1



Raw Material Raw material menganalisis bahan mentah, seperti tepung, Cane Molases



(CM), Raw Sugar (RAS), dan Beet Molasses (BM). Bahan mentah tersebut nantinya akan digunakan untuk sumber nutrisi bagi bakteri dalam proses fermentasi. Tepung dianalisis kadar air, pH, dan kadar putih. Sedangkan tetes, RAS, dan B-Mix dianalisis Total Sugar (TS), kadar air, pH, Color Value (CV), dan total solid. Berikut ini beberapa analisis yang dilakukan pada raw meterial: 1. Analisis Total Sugar (TS) a. Analisis total sugar untuk BM (beet molasses) dan CM (cane molasses) mengunakan metode Berthland dengan langkah-langkah sebagai berikut:  Ditimbang berat bahan (Beet Molases dan Cane Molases) sebesar 1,5 gram dengan neraca digital  Dilarutkan dalam 100 mL DIW  Dikocok hingga homogen  Diambil 10 mL dari masing-masing larutan bahan dan dimasukkan erlenmeyer



13



 Ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 20 mL ke dalam masing-masing erlenmeyer  Dipanaskan diatas pemanas hingga volume tersisa 10 mL  Ditambahkan reagen A dan reagen B dan dipanaskan kembali ± 3 menit hingga terbentuk endapan merah bata  Didinginkan dalam penangas air dingin  Disaring dan disisakan endapan dalam erlenmeyer  Dilarutkan endapan dalam reagen C (asam sulfat) sebanyak 20 mL  Dititrasi dengan KMnO4 5% hingga terjadi perubahan dari warna hijau menjadi merah bata  Dicatat volume KMnO4 dan dihitung persentase total sugar masingmasing bahan dengan rumus berikut: Total Sugar =



nilai table berthland x faktor koreksi KMnO4 0,05% x 0.95 berat sampel(gram)



Keterangan:  Untuk bahan jenis CM (tetes tebu) total standart gula minimal 55%  Untuk bahan jenis RAS total standart gula minimal 97%  Untuk bahan jenis BM total standart gula minimal 50% Metode Berthland merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kadar total komponen gula yang terkandung dalam suatu sampel gula diantaranya mengandung sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Penambahan HCl 0,1 N pada larutan sampel bertujuan untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida, sedangkan pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi. Penambahan Reagen A (CuSO4.5H2O) dan Reagen B (C4H4KNaO6 + NaOH) berfungsi untuk membentuk endapan Cu2O yang berwarna merah bata yang ekivalen dengan gula yang terendap. Sementara itu, penambahan Reagen C (Fe2(SO4)3 + H2SO4) bertujuan untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dan FeSO4 yang terbentuk kemudian dititrasi dengan KMnO4 dalam suasana asam. Berikut persamaan reaksi Fe3+ menjadi Fe2+: Cu2O(s) +Fe2(SO4)3 (aq) + H2SO4(aq)  2CuSO4 (aq) + 2FeSO4(aq) + H2O(l)



b. Analisis Total Sugar untuk RAS (Raw Sugar) mengunakan metode polarimetri dengan langkah-langkah sebagai berikut:



14



 Ditimbang RAS sebesar 1,25 gram  Dilarutkan dalam labu 100 mL DIW  Diset alat polarimeter  Diukur blank dengan -0,035 sampai dengan -0,041  Diukur % TS Prinsip kerja polarimeter adalah meneruskan sinar yang mempunyai arah getar yang sama dengan arah polarisator. Larutan gula yang merupakan larutan aktif optik berfungsi untuk membelokan cahaya yang telah melalui polarisator.



3.1.2



Sub Material Sub seksi ini menganalisis bahan-bahan pendukung berupa bahan-bahan



kimia meliputi:           



H2SO4 HCl NaOH NaOCl H3PO4 KOH P-amino benzoic acid Asam suksinat Antifoam (neorin) Yeast extract IDO



          



Karbon aktif Amonium sulfat (NH4)2SO4 FeSO4 MnSO4 MgSO4 CuSO4 Poli Alumunium chloride Coal Resin Anticaking (silikon dioksida) Perlite



Berikut beberapa analisis yang dilakukan di sub material: 1. Analisis Poli Aluminium Chloride dan Koagulan  Ditimbang ± 5 g sampel  Difill up dengan milli-Q sampai 100 mL dan distirer  Diambil 10 mL dan dimasukkan erlenmeyer 250 mL  Ditambahkan HNO3 5% 2 mL  Dipanaskan sampai mendidih  Didinginkan  Ditambahkan bufer asam asetat + ammonium asetat 20 mL  Ditambahkan EDTA 0,05 M 20 mL  Dipanaskan dan didinginkan



15



 Ditambahkan etanol 98% 30 mL  Ditambahkan indikator ditizone sampai berwarna coklat  Dititrasi dengan ZnSO4 0,05 M  Dicatat volume ZnSO4 yang dibutuhkan untuk titrasi PAC (Poli Aluminium Chloride) adalah garam dasar khusus alumunium klorida yang dirancang untuk memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih kuat dan lebih baik daripada alumunium biasa dan garam besi. PAC dapat digunakan untuk mengolah air permukaan maupun air tanah untuk memperoleh air bersih ataupun air minum. Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. PAC mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa minimal 50%. Nilai standart maksimal analisis PAC adalah 10%. Rumus perhitungan analisis PAC : % konten Al2O3 =



(20 mL x F.EDTA 0,05 M)−(mL titrasi x F.ZnSO4 0,05M)x 0,05 x 50,98 x P Berat sampel x 1000x 10



2. Analisis Methylene Blue Adsorption Active Carbon  Ditimbang karbon aktif drybase 0,1 g dalam erlenmeyer 100 mL  Ditambah metilen biru 1200 ppm 25 mL  Distirer selama 5 menit  Disaring dengan kertas saring 10 𝜇m  Diambil hasil saringan dan dicek pada spektrofotometer dengan 𝜆 620 nm (C2)  Dicek metilen biru 1200 ppm pada spektrofotometer dengan 𝜆 620 nm (C1) Rumus perhitungan =



((C1−C2)/1000) berat smpel (g)



× 30



3. Analisis tawas  Tawas ditimbang 15 gram dan dilarutkan dalam akuades 100 mL  Diukur pH larutan tawas menggunakan pH meter



3.1.3



Packing Material Sub seksi ini menganalisis bahan-bahan untuk kemasan diantaranya



kardus, tas, sak (karung), pallete, dan lain-lain. Kemasan ini dibedakan menjadi beberapa ukuran meliputi K/P L-Lysine HCl 25 Kg, K/P L-Lysine SO4 25 kg, K/P



16



L-Tryptophan 10 kg, Tycon, L-Lysine HCl 800/825 Kg, Tycon L-Lysine 500 Kg dan Tycon L-Lysine SO4 800 Kg. Salah satu analisis yang dilakukan di packing material adalah analisis bursting strenght. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan packaging dari produk khususnya kekuatan kertas yang digunakan untuk packing.



3.2 Analisis Proses Sub seksi ini merupakan lanjutan dari analisis incoming material. Incoming material yang lulus dari material analisis selanjutnya diolah dalam bagian proses, bisa bagian fermentasi atau refinery, dan selanjutnya dianalisis oleh sub seksi ini. Analisis proses yang dilakukan bertujuan untuk mengontrol suplai makanan yang dibutuhkan broth bakteri pengembang pada tahapan



proses



produksi. Analisis yang dilakukan meliputi kontrol kandungan mineral pada feed bakteri pada tiap tahapnya. Setelah sampel dianalisis, dilaporkan ke bagian proses. Berikut beberapa analisis yang dilakukan dalam analisis proses: 3.2.1



Analisis Total Sugar (TS) Di PT. Cheil Jedang Indonesia gula merupakan bahan pokok sebagai



makanan bakteri untuk dirubah menjadi asam amino. Jadi kebutuhan gula sangat penting disini. Maka dari itu analisis gula dapat dilakukan berbagai cara misalnya dengan metode Berthland, polarimetri serta HPLC. a. Metode Polarimetri Sampel yang diuji yaitu Feed TRP, TB-Mix, SOD A, SOD B, CSOD A, dan CSOD B. Prosedur analisisnya sebagai berikut: 1) Untuk blangko:  Ditekan “On” pada tombol power, ditunggu sampai stabil ± 30 menit  Diambil cuvet, dibersihkan dan ditambah akuades  Dipastikan tidak ada gelembung dalam cuvet  Dimasukkan ke alat dan ditutup cover  Diklik mode  blank  start  save  Dipastikan nilai blanko -0,035 s/d -0,041



17



2) Untuk sampel  Diambil cuvet dan dibuang akuadesnya  Dibilas dengan sampel dan dimasukkan sampel  Dimasukkan ke alat dan cover ditutup  Diklik Gb. Erlenmeyer & tes tube  Diklik sample weight  Dimasukkan berat sampel  Diklik OK  Hasil dicatat dan disiapkan sampel berikutnya Penentuan konsentrasi sampel larutan gula yaitu sukrosa, diukur terlebih dahulu dengan pengukuran sudut putar terhadap larutan deret standar sukrosanya. Dikarenakan sukrosa memiliki atom C yang tidak simetris maka merupakan zat yang bersifat aktif optik, sehingga memungkinkan diukur sudut putarnya. Pada pelaksanaannya dilakukan pengukuran sudut putar pada larutan deret standar dengan prinsip bahwa semakin besar konsentrasi sukrosa, perputaran sudut polarisasi semakin besar. Sehingga dari hasil pengukuran ini berdasarkan hubungan antara konsentrasi dengan besar sudut putar, dimana besarnya konsentrasi merupakan fungsi dari besar sudut putar, maka akan dihasilkan kurva linear sehingga konsentrasi sampel akan didapat dengan menginterpolasikannya ke dalam kurva tersebut. Tetapi pada pengukuran menggunakan polarimeter di PT. Cheil Jedang Indonesia sudah dapat digunakan langsung tanpa menggunakan kurva standart setiap akan analisis. b. Metode Berthland Metode ini dilakukan dengan cara titrasi menggunakan KMnO4 dalam suasana asam. Sampel yang diuji meliputi Lys-ferm (feed), TMIX, TCM, IN, OUT dan Sludge D/F. Prosedur analisis yang dilakukan sebagai berikut:  Dimasukkan milli-Q dalam labu ukur, diletakkan pada neraca analitik, di rezero dan dimasukkan sampel dalam labu ukur dicatat massa sampel, selanjutnya labu ukur ditambah mili-Q hingga tanda batas dan dikocok hingga larut  Diambil 10 mL dan dimasukkan dalam erlemeyer, ditambahkan 20 mL HCl 0,1 N yang bertujuan untuk memecah molekul-molekul gula



18



 Dipanaskan diatas pemanas  Ditambahkan 20 mL reagen A (CuSO4.5H2O)  Diambah 20 mL reagen B (NaOH + KNaC4H4O6.4H2O)  Dipanaskan hingga mendidih  Didinginkan dalam penangas air dingin  Disaring dan disisakan endapan dalam erlenmeyer. Kemudian endapan dilarutkan dengan 20 mL reagen C (Fe2(SO4)3 + H+)  Dititrasi dengan KMnO4 5% hingga terjadi perubahan dari warna hijau menjadi merah bata  Dicatat volume KMnO4 (volume KMnO4 dikonversi ke total sugar dilihat pada tabel Berthland) dan dihitung persentase total sugar masingmasing bahan dengan rumus berikut: % Total Sugar =



Volume KMnO4 x faktor koreksi KMnO4 0,05% x 0.95 berat sampel(gram)



3.2.2 Analisis PCV (Packed Cell Volume) Packed Cell Volume (PCV) merupakan analisis untuk mengetahui volume endapan atau solid yang larut dari sel bakteri. Analisis ini bertujuan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri selama proses produksi. Alat yang digunakan yaitu sentrifuge dengan prosedur analisis sebagai berikut:  Sampel diambil 10 mL dan dimasukkan dalam tabung sentrifuge  Diatur speed 3000 rpm dan timer 15 menit  Dihitung jumlah padatan sesuai skala dalam tabung sentrifuge



3.2.3 Analisis Mineral Kation Alat yang digunakan adalah AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) dan bahan yang digunakan yaitu larutan standart masing-masing kation dan sampel feed dengan prosedur analisis sebagai berikut:  Sampel diencerkan 103  Sampel akan dianalisis kadar kation Mg, Na, K, Fe, dan Ca  Kadar kation (dalam ppm) yang muncul dari AAS di catat



19



Prinsip metode AAS yaitu absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Mekanisme yang terjadi dalam penentuan mineral kation menggunakan AAS adalah larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur didalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom-atom unsur yang dianalisis. 3.2.4 Analisa Sulfat (SO42-) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kandungan sulfat yang terdapat dalam sampel. Alat yang digunakan yaitu pipet, labu ukur, spektrofotometer dan bahan yang digunakan yaitu DIW, BaCl2, larutan buffer SO42- dengan prosedur analisis sebagai berikut: a. Pembuatan blanko  Larutan diambil 0,5 mL dan dimasukkan dalam labu 50 mL  Setelah itu larutan difill-up dan dikocok sampai homogen b. Proses penentuan kandungan fosfat  Diatur panjang gelombang spektrofotometer sebesar 420 nm  Dimasukkan blanko dalam kuvet lalu dimasukkan pada spektrofotometer  Dicatat absorbansi yang muncul  Blanko ditambah BaCl2 ±1 gram dan dimasukkan dalam kuvet lalu dimasukkan pada spektrofotometer  Dicatat absorbansi yang muncul  Dihitung kadar fosfat dapat dengan rumus berikut: %SO42- = (99.678 x – 1.9835)y Keterangan : x : selisih antara absorbansi sampel setelah ditambah BaCl2 dengan blanko y : pengenceran larutan



3.2.5 CV (Colour Value) Analisis Colour Value (CV) dilakukan untuk mengetahui kenampakan fisik warna dari sampel. Analisis ini dilakukan dengan prinsip serapan/absorpsi



20



sinar tampak (UV-Visible) pada panjang gelombang antara 400-750 nm dari sampel yang berwarna. Pada analisis ini terjadi absorbansi maksimum pada panjang gelombang 430 nm. Prosedur analisisnya sebagai berikut: 



Alat spektrofotometer dinyalakan dan diatur panjang gelombangnya sebesar 430 nm.



 DIW dimasukkan dalam kuvet sebagai blanko  Sampel dimasukkan dalam kuvet dan dianalisis CV dengan spektrofotometer  Sampel dipreparasi berbeda-beda  Nilai absorbansinya dicatat  Diukur CV menggunakan rumus sebagai berikut: CV = absorbansi x volume pengenceran



3.2.6 Analisis TN (Total Nitrogen) dan AN (Amonium Nitrat) Alat yang digunakan adalah KJELTAC Auto dan sampel yang digunakan yaitu BO Lys, HSM PROD, LZ dan CSB. Prosedur yang dilakukan analisis TN sebagai berikut:  Sampel dimasukkan dalam tabung kjedhal  Sampel ditambah H2SO4 pekat 98%  Ditambah 5 mL H2O2  Ditambah katalisator Kjeldahl tablet  Ditambah batu didih (untuk L-Lysine dan L-Tryptophan)  Dipanaskan sampel pada heater pada suhu 4000C selama 2 jam kemudian didinginkan pada suhu ruang  Ditambah DIW  Diuji sampel dan blanko (DIW) di alat kjedhal  Dicatat volume hasil analisis Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan 21



penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisis yang pendek. Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. Sementara itu, untuk proses AN tidak dilakukan tahap dekstruksi, hanya dilakukan tahap destilasi dan titirasi. Berikut penjelasan tentang tahap-tahap analisa protein cara Kjeldahl. 1. Tahap Destruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya. 2. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP. 3. Tahap Titrasi Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda



22



dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Perhitungan TN maupun AN sebagai berikut: % TN/AN=



mL titrasi x faktor asam sulfat x 14,0667 mL sampel



x 100%



3.3 Analisis Kontaminan Pada sub seksi ini dilakukan analisis pada bahan baku produk, hasil produk sebelum dikemas dan dimasukkan logistik, serta hal yang berkaitan pada tempat packing produk (swap test). Selain itu, sub seksi ini menyediakan media untuk analisis pada fermentasi I, II, dan III. Tujuan dari analisis ini adalah menguji adanya kontaminan atau tidak. Kontaminan yang dimaksud adalah adanya bakteri lain yang tidak diinginkan. Ada 4 uji bakteri yang ada di PT. Cheil Jedang Indonesia, yaitu PCA untuk bakteri umum, DRBC untuk jamur, Violet Agar untuk koliform, dan Petri Film untuk E- Coli. 3.3.1 Pembuatan media Media yang digunakan untuk analisis kontaminasi ini harus dalam keadaan steril. Apabila tidak steril maka akan mempengaruhi analisis kontaminasi yang dilakukan. Langkah-langkah pembuatan media adalah sebagai berikut:  Disterilisasi botol, cawan petri, dan alat-alat yang digunakan dalam autoclave  Ditimbang bahan pembuatan media sesuai kebutuhan, seperti: glukosa 5 gram, yeast 5 gram, agar-agar 20 gram, pepton 10 gram, NaCl 12 gram, dan ammonium asetat 3 gram. Pemberian ammonium asetat khusus untuk media uji kontaminan pada L-Lysine saja  Dilarutkan semua bahan dengan akuades sampai volume 1 L  Disterilisasi larutan media di autoclave dengan suhu 121oC selama 3 jam  Dicairkan kembali jika larutan mengendal dengan stirer  Setelah itu media didiamkan sampai suhu 55oC dan dituangkan dalam cawan petri yang dilakukan di dalam clean bench  Didiamkan media sampai memadat  Sebelum digunakan media dibiarkan dalam clean bench selama 3 hari, hal ini dilakukan untuk memastikan media digunakan steril



23



 Setelah itu, media siap di kirim ke bagian fermentasi atau dipakai untuk uji kontaminasi. Penambahan agar berfungsi sebagai zat yang memadatkan media, penambahan pepton dan yeast berfungsi sebagai sumber nitrogen bagi perkembangan bakteri, penambahan glukosa berfungsi sebagai sember karbon dan energi bagi pertumbuhan bakteri. Sedangkan penambahan NaCl berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mengawetkan media.



3.3.2 Uji Kontaminasi Proses Refinery Uji kontaminasi proses refinery merupakan uji yang bertujuan untuk menjaga kualitas produk belum jadi dengan mengetahui dengan ada atau tidaknya bakteri yang tidak diharapkan dalam sampel. Pada analisis dilakukan pengenceran sampel, hal ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan koloni bakteri kontaminan. Pengenceran yang diperlukan untuk setiap sampel berbeda, oleh karena itu pengenceran dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan mengacu pada analisis sebelumnya. Prosedur analisisnya sebagai berikut:  Disiapkan cawan petri (media PCA), bunsen, korek api, agar spreading rod (spatula bengkok), label, mikropipet tip ke dalam clean bench  Distrerilkan clean bench dengan sinar UV minimal 30 menit  Disemprotkan tangan dengan alkohol  Dinyalakan bunsen, diambil sampel dan dilakukan pengenceran dalam clean bench, pengenceran yang dilakukan pada setiap sampel berbeda-beda. Berikut pengenceran yang diperlukan untuk setiap sampel: -



Sampel air (PW, DIW, DWW) : 100



-



Sampel broth : 102, 104 dan 106



-



Sampel selain a dan b : 101 dan 103/ sesuai kepadatan bakteri



 Masing-masing pengenceran diambil 0,1 mL dan dituang ke dalam cawan petri (media PCA), kemudian diratakan menggunakan spreading rod yang telah dibakar dengan bunsen  Diinkubsi pada suhu 350 C selama 24 jam  Dilakukan perhitungan koloni.



24



3.4 High Performance Liquid Chromatography (HPLC) 3.4.1 Pengertian HPLC Sub seksi ini merupakan analisis bahan yang sama dengan material analisis dan proses analisis. Hasil dari HPLC ini akan dibandingkan dengan hasil sub seksi material analisis dan proses analisis yang dilakukan secara manual. Selain itu, HPLC digunakan sebagai uji analisis kemurnian atau sering disebut dengan purity. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa juga disebut dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan. Dalam HPLC, zat cair (liquid) digunakan sebagai fasa gerak. Kolom berisi serbuk halus yang dipadatkan atau sering disebut resin (sebagai fasa diam). Dapat dibayangkan betapa sulitnya zat cair mengalir melalui fasa diam di dalam kolom. Sehingga, agar zat cair dapat melewati kolom dengan cepat, dibutuhkan bantuan pompa bertekanan tinggi. Dengan bantuan pompa, fase gerak dialirkan melalui kolom ke detektor. Sampel yang dilarutkan dalam solven, dimasukkan ke dalam aliran fasa gerak dengan cara injeksi. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran. Perbedaan kekuatan interaksi antara analit (solute-solute) dengan stationary phase pada kolom. Solute-solute yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu. Sebaliknya, solute-solute yang kuat berinteraksi dengan fasa diam maka solute-solute tersebut akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Sistem HPLC dapat dihubungkan dengan software pada komputer dan dioperasikan secara computerize.



25



3.4.2 Instrument HPLC 1. Solven/reagen Pelarut yang berfungsi sebagai fasa gerak yaitu pembawa sampel ke dalam kolom. 2. Pompa Pompa berfungsi untuk mendorong sampel masuk ke dalam kolom dengan menggunakan tekanan tertentu. 3. Injektor Injektor berfungsi untuk memasukkan sampel ke dalam kolom dengan cara injeksi oleh jarum. 4. Detektor Detektor mendeteksi jenis sampel yang telah dipisahkan di dalam kolom. Terdapat 3 jenis detektor, yaitu : a. FLD (Fluoroscence Detector) b. DAD (Dioda Aray Detector) c. RID (Refractive Index Detector) 5. Komputer Berisi software untuk mengolah data hasil dari pendeteksian detektor.



3.4.3 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam HPLC yaitu: 1. FLD (Fluorescence Detector) Metode ini mempunyai sensivitas yang tinggi dan konsentrasi yang rendah sehingga waktu retensinya lebih cepat. Bentuk kromatogram yang mempunyai kecenderungan simetri serta kurang stabil. 2. RID (Refractive Index Detector) Metode ini mempunyai sensivitas yang rendah dan konsentrasi yang tinggi sehingga waktu retensinya lebih lambat. Bentuk kromatogram yang berbentuk fronting serta lebih stabil dibanding dengan metode FLD yang dilihat dari nilai repeatibility.



26



3.4.4 Tahap Pengujian Dalam penggunaan HPLC dilakukan beberapa tahapan sebelum pengujian yaitu tahap verifikasi, validasi, dan uji kemurnian. Proses verifikasi meliputi: 1. Kurva standart (Linearity) Pembuatan kurva standart HPLC bertujuan untuk mengetahui konsentrasi optimal sampel yang akan digunakan untuk menguji kemurnian asam amino. Nilai titik korelasi minimal untuk kurva standart adalah R2 = 0.999 yang mengindikasikan bahwa ketepatan alat adalah 99.9%. 2. Pengulangan (Repeatibility) Verifikasi repeatability dilakukan untuk mengetahui kestabilan alat HPLC dengan melihat nilai hasil pengujian standart yang diinjeksikan. RT merupakan waktu retensi terpisahnya senyawa dalam kolom hingga keluar bersama fasa gerak. Amount menunjukkan besarnya konsentrasi sampel. Area menunjukkan luasnya kurva kromatogram. 3. Akurasi (Reproducibility) Akurasi dilakukan untuk mengetahui keakuratan hasil data yang dihasilkan instrument HPLC. Setelah dilakukan uji akurasi, alat dapat digunakan untuk menguji kemurnian.



27



3.4.5 Diagram Alir Analisis dengan HPLC Eluen/Reagen



Pompa



Reaction eluent Injektor



Pompa Kolom



Reaktor



Detektor



Waste



Software



Gambar 3.4.1 Diagram Alir HPLC untuk Analisis L-Lysine Keterangan : 



Eluen



: H3BO3, NaNO3, Akuades, pH = 10.5







Reaction Eluent



: H3BO3, KOH, Akuades, Metanol, OPA, Brij-35, dan Mercaptoethanol



28



Eluen/Reagen



Pompa



Injektor



Kolom



Detektor Gambar 3.4.2 Diagram Alir HPLC untuk Analisis L-Tryptophan Keterangan:  Eluen: KH2PO4, Akuades, Asetonitril, pH = 2.9



29



Eluen/Reagen A



Eluen/Reagen A



Pompa



Injektor



Kolom



Detektor Gambar 3.4.3 Diagram Alir HPLC untuk Analisis EBT (Racun/impurity L-Tryptophan) Keterangan : 



Eluen induk



: NaH2PO4, Akuades, pH = 2.3 diadjust dengan H3PO4







Eluen A



: Eluen induk sebanyak 885 mL dan asetonitril







Eluen B



: Eluen induk sebanyak 650 mL dan asetonitril



30



Eluen/Reagen



Pompa



Injektor



Kolom



Detektor Gambar 3.4.4 Diagram Alir HPLC untuk Analisis Gula Keterangan :  Eluen



: Ca-EDTA dan akuades



31



3.4.6 Proses Pemurnian Air PW ( Process Water ) RSO3-



-



Air sungai Air hujan Air suling PAM



DIW (De-ionisation Water) Evaporasi RO (Reverse Osmosis) RSO3MQ (Milli Que) RSO3MQ+ (Milli Que Plus) Gambar 3.4.5 Proses Pemurnian Air



3.4.7 Dilusi / pengenceran Dilusi atau pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan dengan menambahkan pelarut. Pada proses pengenceran, volume dan molaritas berubah sedangkan jumlah molnya tetap. Oleh karena itu berlaku rumus: V1 x M1 = V2 x M2 Keterangan: V1 : volume larutan sebelum diencerkan (L atau ml) M1: molaritas larutan sebelum diencerkan V2 : volume larutan setelah diencerkan (L atau ml) M2: molaritas setelah diencerkan



32



3.4.8 Perhitungan Setelah keluar kromatogram, akan muncul puncak untuk komponen yang dianalisis. Luas puncak menyatakan besarnya (kadar) komponen dalam sampel yang dianalisis. Secara umum perhitungan luas puncak ada tiga macam: 1. Menggunakan 1 standart % komponen =



area sampel x [standart]x pengenceran area standart



2. Menggunakan 2 standart % komponen =



area sampel − area standart 1 x([standart 2] area standart 2 − area standart 1



− [standart 1]) + [standart 1]x dilusi 3. Menggunakan 3 standart atau lebih Dengan metode liniearitas y = ax+b Keterangan: y = area x = amount (% komponen)



3.4.9 Percobaan 1. Preparasi reagen/eluen Reagen untuk menganalisis sukrosa di suatu sampel gula berbeda dengan reagen yang digunakan untuk menganalisis L-Tryptophan pada suatu sampel dari proses fermentasi L-Tryptophan. Berikut adalah cara pembuatan reagen-reagen untuk beberapa analisis: a. Reagen analisis L-Lysine 



Menimbang H3BO3







Menimbang NaNO3







Memasukkan semua bahan yang telah ditimbang ke dalam erlenmeyer berisi akuades







Mengaduk dengan stirer ketika semua bahan yang telah dimasukkan dalam erlenmeyer







Menambah NaOH sampai pH mencapai 10,5







Menyaring larutan dengan kertas saring khusus 33







Meletakkan reagen dalam bak ultrasonik



b. Reagen analisis L-Tryptophan 



Menimbang KH2PO4







Menimbang asetonitril







Memasukkan semua bahan yang telah ditimbang ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi akuades







Mengaduk dengan stirer ketika semua bahan yang telah dimasukkan dalam erlenmeyer







Menambah H3PO4 sampai pH mencapai 2.9







Menyaring larutan dengan kertas saring khusus







Meletakkan reagen dalam bak ultrasonik



c. Reagen analisis gula 



Menimbang CaNaEDTA







Memasukkan CaNaEDTA yang telah ditimbang ke dalam erlenmeyer yang berisi akuades







Mengaduk dengan stirrer semua bahan yang telah dimasukkan dalam erlenmeyer







Meletakkan reagen dalam bak utrasonik



d. Reagen OPA 



Menimbang H3BO3







Menimbang KOH







Memasukkan semua bahan yang telah ditimbang ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi akuades







Mengaduk dengan stirrer ketika semua bahan yang telah dimasukkan dalam erlenmeyer







Menimbang OPA







Menambahkan metanol







Menambahkan larutan Brij-35







Menambahkan mercaptoetanol







Meletakkan reagen dalam bak ultrasonik



34



2. Preparasi Standart a. Standart L-Lysine HCl 



Mengeringkan standart p.a dengan alat moist meter 1200C







Memasukkan ke dalam desikator selama 10 menit







Menyiapkan labu ukur 250 mL yang bersih dan kering yang telah diberi akuades







Menimbang standart p.a







Memasukkan stadart p.a yang telah ditimbang ke dalam labu ukur 250 mL yang telah disiapkan







Menambahkan akuades sampai batas labu ukur dan mengaduk dengan stirrer sampai homogen







Memasukkan dalam ultrasonic degasser selama 10 menit







Memasukkan dalam botol yang sudah diberi label







Menyimpan standart dalam lemari es dengan masa pakai 1 minggu.



b. Standart Sukrosa, Glukosa, Fruktosa, dan Maltosa 



Mengeringkan standart p.a dengan alat moist meter 1050C







Memasukkan ke dalam desikator selama 10 menit







Menyiapkan labu ukur 250 mL yang bersih dan kering yang telah diberi akuades







Menimbang standart sukrosa, glukosa, fruktosa, dan maltose







Menambahkan akuades sampai batas labu ukur dan mengaduk dengan stirrer sampai homogen







Memasukkan dalam ultrasonic degasser







Memasukkan dalam botol yang sudah diberi label.







Menyimpan standart dalam lemari es dengan masa pakai 1 minggu.



c. Standart EBT 



Menimbang standart EBT







Memasukkan standart EBT yang telah ditimbang ke dalam labu ukur 100 mL dan menambahkan 10% asetonitril







Menambahkan akuades sampai batas labu ukur (100 ppm)







Dari larutan standart EBT 100 ppm, memipet 1 mL



35







Mengencerkan dengan 10% asetonitril pada labu ukur 500 mL







Menghomogenkan larutan dengan stirer.



d. Standart L-Tryptophan 



Menimbang standart p.a L-Tryptophan







Memasukkan standart p.a L-Tryptophan ke dalam labu ukur 500 mL







Menambahkan kira-kira 100 akuades dan mengocok labu sampai homogen







Membilas labu dengan akuades sampai tidak ada kristal







L-Tryptophan pada dinding labu ukur







Memasukkan labu ke dalam ultrasonic degasser selama 10 menit







Mendiamkan sampai temperatur kamar







Memfill up dan mengaduk larutan dengan stirrer sampai homogen.



3.5 Analisis Produk Analisis produk merupakan sub seksi dari Quality Assurance yang bertugas menganalisis produk-produk yang dihasilkan oleh PT. Cheil Jedang Indonesia. Produk-produk tersebut terdiri dari main product dan co-product diantaranya: L-Lysine dan L-Tryptohan (main product) dan Prosin, Zeta, LF/Liquid Fertilizer, OF/Organik Fertilizer dan BIO Green (co-product). Berikut beberapa analisis yang dilakukan: 3.5.1 Mesh Alat yang digunakan yaitu Sieve Shaker, Mesh Sieve, timbangan, sikat plastik dan beaker plastik. Sampel yang dianalisis yaitu L-Lysine. Prosedur analisisnya sebagai berikut : 



Ditimbang sampel sebanyak 100 gram







Disusun ayakan dengan urutan dari bawah ke atas dari ukuran yang paling kecil ke ukuran yang paling besar







Digetarkan ayakan menggunakan alat shaker selama 10 menit







Ditimbang produk dalam tiap ayakan







Dihitung prosentase L-Lysine dalam masing-masing ayakan, massa yang dihasilkan sama dengan prosentase produk dalam tiap ayakan.



36



Analisis mesh bertujuan untuk mengelompokkan padatan sampel berdasarkan ukuran padatan yang sama. Ada enam jenis ukuran mesh yaitu: 14, 16, 25, 35, 45, dan 60. Ukuran tersebut artinya dalam tiap inchi mesh terdapat lubang sebanyak 14, 16, 25, 35, 45, 60.



3.5.2 Moist Analisa moist merupakan analisa kadar air dalam produk padat maupun cair untuk mengetahui kelembaban produk. Alat yang digunakan adalah Moist Meter. Sampel yang dianalisis yaitu L-Lysine dan L-Tryptohan (main product) dan Prosin, Zeta, LF/Liquid Fertilizer, OF/Organik Fertilizer dan BIO Green (coproduct). Prosedur Analisisnya sebagai berikut: 



Ditekan tombol on pada moist meter







Diatur temperatur sampai 120°C







Ditekan tombol rezero







Ditimbang 10 gram sampel dalam tempat sampel di moist meter







Ditunggu hingga muncul data kadar air yang stabil







Dicatat data yang diperoleh.



3.5.3 pH Alat yang digunakan adalah pH meter. Sampel yang analisis yaitu sample material incoming, process, produk akhir. Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman sampel. Prosedur analisisnya sebagai berikut: 



Ditimbang 5 gram sampel dalam gelas kimia







Ditambahkan aquades sebanyak 50 mL







Diaduk dengan stirer hingga homogen







Diukur pH menggunakan pH meter



3.5.4 % T Analisis %T bertujuan untuk mengetahui nilai warna produk sampel. Analisis dilakukan menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 430 nm. Alat yang digunakan adalah cuvet dan spektrofotometer. Sampel yang dianalisis yaitu L-Lysine dan L-Tryptohan (main product) dan Prosin, Zeta,



37



LF/Liquid Fertilizer, OF/Organik Fertilizer dan BIO Green (co-product). Prosedur analisisnya sebagai berikut: 



Ditimbang 5 gram produk sampel dalam beaker kimia







Ditambahkan akuades 50 mL







Diaduk dengan stirer hingga homogen







Dimasukkan beberapa mL ke dalam cuvet







Ditunggu hingga %T stabil



3.5.5 LOD (Lost On Drying) Analisis LOD merupakan analisis untuk mengetahui kadar air dalam satu sampel padatan. Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, dry oven, desikator, botol timbang. Sampel yang dianalisis yaitu L-Lysine dan L-Tryptohan (main product) dan Prosin, Zeta, LF/Liquid Fertilizer, OF/Organik Fertilizer/BIO Green (co-product). Prosedur analisisnya sebagai berikut: 



Dikeringkan botol timbang dalam dry oven pada temperatur 105oC







Didinginkan botol timbang dalam desikator







Ditimbang botol timbang dan di re-zero







Ditimbang sampel dalam botol timbang sebanyak 1-2 g, dicatat beratnya (Wo)







Diambil sampel dan catat berat contoh + botol timbang (W1)







Dimasukkan dalam dry oven selama 3 jam dengan temperatur 105oC







Didinginkan sampel dalam desikator







Ditimbang sampel + botol timbangan dan dicatat hasilnya (W2)







Dihitung massa sampel (selisih berat krusibel).







Dihitung persen LOD %LOD =



W1 − W2 x 100% Wo



38



BAB IV HIGH PERFORMANCE LIQUID LIQUID CHROMATOGAPHY (HPLC) PROJECT



4.1 Pengujian Sample Proses Produksi dengan Metode HPLC menggunakan Detektor yang Berbeda 4.1.1 Metode Fluorescence Detector (FLD) dan Refractive Index Detector (RID). 4.1.2 Rumusan Masalah Eluen FLD relatif tidak stabil (OPA) dan biaya tinggi. 4.1.3 Tujuan 1. Mencari metode analisis yang cepat, presisi, dan akurat 2. Mengetahui % selisih konsentrasi sampel dengan metode FLD dan RID. 4.1.4 Teori Pendukung 1. Prinsip kerja FLD : sensitivitas tinggi dan konsentrasi rendah 2. Prinsip kerja RID : sensitivitas rendah dan konsentrasi tinggi 3. Standart persen selisih konsentrasi maksimal 2% untuk hasil pengujian dari perbedaan metode.



39



4.1.5 Prosedur Pembuatan Larutan Standart L-Lysine HCL Diagram Alir Dry base



FLD (Fluoroscence Detector) Cara Kerja Mengeringkan dengan moist meter pada 120oC selama ±5 menit untuk menghilangkan kadar air



Menyimpan dalam desikator dengan absorben kristal silika selama 5 menit untuk menstabilkan kondisi solid standart



Penyimpanan



Preparasi



Menimbang 0,05 g standar L-Lysine dan dilarutkan dalam 250 ml MQ untuk mendekatan terhadap konsentrasi standart



Degassing



Meletakkan dalam ultrasonik selama 5 menit untuk memecah partikel dan menghilangkan potensi munculnya oksigen



Pendinginan



Mendiamkan selama 5 menit untuk mengkondisikan larutan pada suhu ruang



Fill up



Menfill up dengan MQ+ untuk meminimalkan impurities (ion, organik, koloid dll)



Homogenisasi



Menghomogenkan dengan magnetic stirrer selama 5 menit untuk mendapatkan konsentrasi standart yang terlarut



Filtering



Menyaring dengan membran nitrat selulosa dengan ukuran pori 0,45 nm dan ditampung dalam vial tertutup untuk memperoleh larutan steril dan ukuran pori yang diinginkan



Inject Memasukkan vial pada HPLC FLD (HPLC-2)



Result



Menggunakan formula 1 standart



Tabel 4.1.1 Prosedur Pembuatan Larutan Standart L-Lysine HCL dengan Metode FLD (Fluoroscense Detector)



40



Diagram Alir Dry base



RID (Refractive Index Detector) Cara Kerja Mengeringkan dengan moist meter pada 120oC selama ±5 menit untuk menghilangkan kadar air



Penyimpanan



Menyimpan dalam desikator dengan absorben kristal silika selama 5 menit untuk menstabilkan kondisi solid standart



Menimbang standar L-Lysine  0,1 g dilarutkan dalam 100 ml MQ  0,2 g dilarutkan dalam 100 ml MQ  0,6 g dilarutkan dalam 100 ml MQ untuk mendekatan terhadap konsentrasi standart



Preparasi



Degassing



Meletakkan dalam ultrasonik selama 5 menit untuk memecah partikel dan menghilangkan potensi munculnya oksigen



Pendinginan



Mendiamkan selama 5 menit untuk mengkondisikan larutan pada suhu ruang



Fill up



Menfill up dengan MQ+ untuk meminimalkan impurities (ion, organik, koloid dll)



Homogenisasi



Menghomogenkan dengan magnetic stirrer selama 5 menit untuk mendapatkan konsentrasi standart yang terlarut



Filtering



Menyaring dengan membran nitrat selulosa dengan ukuran pori 0,45 nm dan ditampung dalam vial tertutup untuk memperoleh larutan steril dan ukuran pori yang diinginkan



Inject Memasukkan vial pada HPLC FLD (HPLC-6)



Result



Menggunakan formula 3 standart



Tabel 4.1.2 Prosedur Pembuatan Larutan Standart L-Lysine HCL dengan Metode RID (Refractive Index Detector)



41



4.1.6 Prosedur Preparasi Sampel  Dikocok sample yang akan diuji  Dilakukan pengenceran dengan pendekatan nilai  Digunakan formula sesuai dengan standart pembanding (misalnya purity %, konsentrasi g/L atau mg/g). 4.1.7 Prosedur Pengujian Konsentrasi Sampel  Disiapkan peralatan (labu ukur 50 ml, 100 ml, 250 ml, 500 ml dan mikropipet 0,4 ml, 0,5 ml, 1,0 ml)  Dilakukan preparasi pengenceran dengan mengambil sample dengan mikropipet atau ditimbang  Difill up dengan mili-Q hingga tanda batas  Dikocok dengan stirrer hingga homogen  Disaring menggunakan filter holder dengan membran  Dimasukkan ke dalam vial 1 ml dan ditutup  Diinject sampel ke dalam instrument HPLC (waktu retensi 5 menit/inject)  Ditunggu hingga proses analisa selesai dan diamati hasilnya. 4.1.8 Formula  1 standart : area sampel x [standart] x pengenceran area standart  2 standart : [



area sampel − area standart 1 ] x [standart 2 − standart 1] + [standart 1]x pengenceran area standart 2 − area standart 1



 Perbandingan : area sampel



[area standart x



berat standart berat sampel



] x 𝑝𝑢𝑟𝑖𝑡𝑦 standart



 3 standart : Y = A* X-B



42



4.1.9 Verifikasi Standart L-Lysine HCL FLD (Fluoroscence Detector) AGILENT 2 Mobile Phase Flow Rate Pompa Pressure Pompa Inject Volume Column Temperatur Reaction Eluent Detector



: LYSINE FLD : 0.5 ml/min



[Standart] (g/l)



: 84.14 bar



No Inject



1



2



3



4



5



: 5 µL



Area Standart



9728562



9749676



9817373



9701946



9670560



Repeatibility (< 1%) → Stabilitas 0,20048



: WatersAmino : 65oC



AVG



9733623,4



STDEV



55402,50294



: OPA



%RSD



0,56919



: FLD



RF



48551593,18 Linearity (R2 > 0.999) → Akurasi



[Standart] (g/l) Area Standart



0,05016



0,1006



0,20048



0,25036



R2



2716389



5278840



9728562



11941697



0,99966



Reproducibility (< 1%) → Presisi/ketepatan [Standart] Hasil STDEV %Target (g/l) 200,11 197,87 1,58391919 -1,11938



Tabel 4.1.3 Verifikasi Standart L-Lysine HCL dengan Metode FLD



Gambar 4.1.1 Report Repeatibility dan Reproducibility Standart L-Lysine HCl dengan Metode FLD



43



Gambar 4.1.2 Kurva Kalibrasi Standart L-Lysine HCl dengan Metode FLD



Gambar 4.1.3 Kromatogram Standart L-Lysine HCl dengan Metode FLD



RID (Refractive Index Detector) AGILENT 6 Mobile Phase Flow Rate Pompa Pressure Pompa Inject Volume Column Temperatur Reaction Eluent Detector



: LYSINE RID



Repeatibility (< 1%) → Stabilitas



: 1.0 ml/min



[Standart] (g/l)



: 47.61 bar



No Inject



1



2



3



4



5



: 10 uL



Area Standart



329700



329445



329075



329741



329096



6,0001



: PhenomenecKromasil : 40oC



AVG



329411,4



STDEV



318,4718198



:-



%RSD



0,09668



RF



54900,98498



: RID



Linearity (R2 > 0.999) → Akurasi Standart (g/l) Area Standart



1,0006



2,0018



6,0001



R2



54072



109565



329700



1



Reproducibility (< 1%) → Presisi/ketepatan [Standart] Hasil STDEV %Target (g/l) 200,11 199,68 0,304055916 0,15194



Tabel 4.1.4 Verifikasi Standart L-Lysine HCL dengan Metode RID



44



Gambar 4.1.4 Report Repeatibility dan Reproducibility Standart L-Lysine HCl dengan Metode RID



Gambar 4.1.5 Kurva Kalibrasi Standart L-Lysine HCl dengan Metode RID



Gambar 4.1.6 Kromatogram Standart L-Lysine HCl dengan Metode RID



45



4.1.10 Pengujian Sampel Proses Konsentrasi No.



Sampel



% Selisih Metode FLD



Metode RID



1.



Produk L-Lysine-HCL



98,63 %



99,2 % g/L



0,577917



2.



Produk L-Lysine-SO4



69,34 %



67,5 % g/L



-2,65359



3.



Lysine Liquid 50%



637,55 g/L



651,67 g/L



2,214728



4.



Main6-Batch122



180,18 g/L



172,2 g/L



-4,4289



5.



Main18-Batch126



164,33 g/L



162,15 g/L



-1,3266



6.



Main8-Batch129



116,08 g/L



116,25 g/L



0,146451



7.



Mixer-2



305,39 g/L



312,35 g/L



2,279053



Rata - Rata



-0,45585



Tabel 4.1.5 Hasil Pengujian Sampel Proses menggunakan Metode FLD dan RID



4.1.11 Pembahasan HPLC merupakan salah satu teknik pemisahan dalam kromatografi cair yang melibatkan fasa diam yang ditempatkan dalam sebuah kolom, fasa gerak, serta melibatkan pompa bertekanan tinggi untuk elusinya. Prinsipnya yaitu pemisahana analit dengan pertukaran ion. Pertukaran ion ini terjadi pada kolom HPLC. Metode yang digunakan untuk pengujian HPLC diantaranya sebagai berikut: 



Refractive Index Detector (RID)







Fluorescence Detector (FLD)







Spektrofotometer UV–Visible







Spektrometer Infra Merah







Spektrometer Massa( LC–MS )







Spektrometer NMR ( LC–NMR ). Namun pada pengujian kali ini menggunakan metode Refractive Index



Detector (RID) dan Fluorescence Detector (FLD). Tujuan utama dari pengujian kali ini yaitu mengetahui persen selisih konsentrasi sampel dengan menggunakan



46



kedua metode. Hal ini perlu dilakukan karena eluen pada FLD relatif tidak stabil dan biayanya tinggi. Berdasarkan teori yang ada hasil pengujian dari perbedaan metode dengan standar persen selisih konsentrasi sampel maksimal 2%. Pengujian yang pertama yaitu menggunakan standart L-Lysine HCl. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa metode RID lebih presisi dan akurat. Selain itu metode RID analisisnya juga lebih cepat. Hal ini diperkuat oleh data verifikasi yang telah didapatkan. Verifikasi



Metode RID



Metode FLD



Linearity (>0.999)



R2 1.000



R2 0.99966



Repeatibility (