Islamisasi Ilmu Pengetahuan Agus Purwanto [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

GAGASAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN AGUS PURWANTO DALAM BUKU NALAR AYAT-AYAT SEMESTA Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pembimbing : Dr. H. Saifullah, M.Hum



Oleh : Hadi Bustomi (15720076) Fitria Rahmatun Nisa’ (15720003)



PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2015



GAGASAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN AGUS PURWANTO DALAM NALAR AYAT-AYAT SEMESTA A. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata Islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Di sini penulis akan menjelaskan Islamisasi;



satu



persatu



dari



ketiga



kata



tersebut.



artinya adalah pengislaman, pengislaman dunia,



bisa juga usaha mengIslamkan dunia.1 Sedangkan ilmu adalah merupakan



cara



berfikir



dalam



menghasilkan



suatu



kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkahlangkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.2 Dan yang terakhir adalah pengetahuan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan 3. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis baca bahwa ilmu dan pengetahuan tidaklah sama persis, dimana ilmu lebih luas cakupannya, karna pengetahuan belum pasti dikatakan ilmu sedangkan pengetahuan sudah barang tentu dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan Islamisasi pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala ilmu pengetahuan. 1 Peter Salim & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986), hlm. 971. 2 H. Ahmad Syadaly, dan Mudzakir, Filsafat Umum, ( Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 34 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 879.



Islamisasi pengetahuan kata al-Faruqi adalah solusi terhadap dualisme sistem pendidikan kaum muslimin saat ini. Baginyan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigm Islam. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan



ekonomis



dan pragmatis



pelajar untuk



ilmu



pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun, paradigma tersebut bukan diisi dengan sebuah



misi,



yang



tidak



lain



adalah



menanamkan,



menancapkan serta merealisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu. Sedangkan Syed M. Naquib al-Attas Secara teoritis dan ideologis,



mendefenisikan



islamisasi



ilmu



pengetahuan



sebagai pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya.4 Menurut al-Attas ini, Islamisasi ilmu pengetahuan terkait erat dengan pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup yang bersifat dunyawi semata, dan mendorong manusia untuk melakukan semua aktivitas yang tidak terlepas dari tujuan ukhrawi. Bagi al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua aktivitas manusia tidak bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di dunia ini akan selalu terkait dengan kehidupan kita di akhirat. 4 Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 133.



Setelah penulis membahas pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan, maka disini perlu juga disebutkan apa itu hakikat



Islamisasi



ilmu



pengetahuan,



adapun



hakikat



Islamisasi ilmu pengetahuan adalah: 1. Similiarisasi Menyamaratakan konsep-konsep sains dengan konsepkonsep dari agama. 2. Paraleliasi Konsep al-Qu`an sejalan dengan konsep sains, karena kemiripan konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya. 3. Komplementasi Antara al-Qur`an dan sains saling mengisi dan memperkuat satu



sama



lainnya,



tetapi



tetap



mempertahankan



eksistensi masing-masing. 4. Komparasi Membandingkan konsep atau teori sains dengan konsep atau teori agama mengenai gejala yang sama.



5. Induktifikasi Asumsi-asumsi dari teori ilmiah yang didukung dengan penemuan



empiris,



teoritis-abstrak



dilanjutkan



kearah



pemikirannya



metafisik



(gaib),



secara



kemudian



dihubungkan dengan prinsip-prinsip al-Qur`an. 6. Verifikasi Mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah



yang



menopang dan membenarkan kebenaran al-Quran.5 Sejalan dengan al-Faruqi dan al-Attas, Agus Purwanto menyatakan



dalam



bukunya



dimaknai sebagai sains langsung



dari



wahyu



bahwa



sains



yang premis atau



Islam



dapat



dasarnya, diambil



ayat-ayat



al-Quran.



Dalam



epistimologi, al-Quran yang dapat dikonfirmasi kebenarannya oleh fenomena-fenomena alam dan diri manusia, dapat diartikan bahwa al-Quran dapat menjadi sumber informasi bagi suatu fenomena alam. Al-Quran dapat menjadi basis bagi bangunan teori tentang alam.6 Islamisasi



ilmu



pengetahuan



bagi



Agus



Purwanto



merupakan langkah kongkret untuk menjelaskan kandungan kitab suci dengan fenomena yang terjadi di alam semesta. Baginya, sains Islam adalah sains berbasis wahyu, dalam artian wahyu menjadi bagian dari epistimologi, tentu juga ontologi



dan



aksiologi.



Dalam



bukunya,



ia



melakukan



pendekatan praktis melalui analisis logis teks wahyu dan membandingkan dengan pengamatan atas alam. B. Langkah-Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan 5 Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 109. 6 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta (Bandung: Mizan, 2015), hlm. 200.



Pada poin ini, pemakalah memaparkan bagaimana seharusnya



langkah-langkah



Islamisasi



ilmu



pengetahun



menurut al-Faruqi dan al-Attas. Mengingat keduanya adalah pelopor dan penggagas ide pengislaman ilmu pengetahuan melalui karya-karya mereka yang ada. Pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam Islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide Islamisasi ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai kebenarannya. dalam



Al-Faruqi



pandangan



menggariskan



Islam



sebagai



beberapa



kerangka



prinsip



pemikiran



metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah: 1. Keesaan Allah. 2. Kesatuan alam semesta. 3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Sedangkan



menurut



al-Attas



Islamisasi



ilmu



pengetahuan saat ini melibatkan dua proses yang saling terkait: 1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat, dan setiap bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam



bidang



ilmu



pengetahuan



humaniora.



Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga khususnya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan formulasi teori-teori. 2. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini yang relevan. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka Islamisasi akan membebaskan manusia` dan magic, mitologi,



animism,



tradisi



budaya



nasional



yang



bertentangan dengan Islam. Islamisasi akan membebaskan manusia



dan



argumentasi



keraguan kosong



(syakk),



(mira`)



dugaan



menuju



(zann)



keyakinan



dan akan



kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan materi.



Islamisasi



akan



mengeluarkan



penafsiran-



penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan ideology, makna dan ungkapan sekuler. 7 Menurut al-Attas ilmu pengetahuan dalam budaya dan peradaban Barat justru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan yang berkepanjangan, ia berpendapat ilmu yang



berkembang



di



Barat



tidak



semestinya



harus



diterapkan di dunia Muslim. Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan. Karena menurut alAttas ilmu bukan bebas nilai (value free), tetapi sarat nilai (value laden). 8 Secara beberapa



sederhana, proses



al-Faruqi



penting



menjelasakan



dalam



Islamisasi



juga ilmu



pengetahun, yaitu: 1. Menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan 2. Memasukkan pengetahuan 3. Penerapannya



nilai-nilai dimulai



Islam



dalam



dengan



konsep



mengkaji



dengan



pendekatan ontologi dan epistemology 4. Pemberian pendidikan secara berjenjang berkesinambungan sejak kecil



7 Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 99. 8 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 131-136.



ilmu



dan



5. Melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan. C. Gagasan Agus Purwanto tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Buku Nalar Ayat-Ayat Semesta 1. Biografi Singkat Agus Purwanto Agus Purwanto lahir di kota Jember pada tahun 1964, menghabiskan masakecil di Jember Jawa Timur. Pendidikan dasar dan menengah juga diselesaikan di kota kelahiran. Terlahir dari pasangan Abdullah seorang guru Sekolah Dasar dan Ramiyati seorang ibu rumah tangga. Abdullah, ayah dari Agus Purwanto meninggal di tahun 2000, semasa hidupnya ia bekerja sebagai seorang guru yang pada masa akhir karirnya menjabat sebagai seorang kepala sekolah. Selain aktif di dunia pendidikan, Abdullah juga aktif sebagai seorang pedagang sepeda. Pendidikan masa kecil Agus Purwanto yang sudah sarat dengan nilainilai pendidikan dan agama mampu membawanya untuk terus mencintai pendidikan hingga membawanya menjadi seorang ilmuwan sekaligus agamawan seperti saat ini. Menyelesaikan pendidikan S1 (1989) dan S2 (1993) di jurusan fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), S2 (1999) dan S3 (2002) di jurusan fisika Universitas Hiroshima Jepang. Bidang minatnya adalah neutrino, teori medan temperatur hingga, dimensi ekstra dan kelahiran jagad raya asimetrik atau baryogenesis. Penelitiannya pernah dipublikasikan di Modern Physics Letter, Progress of Theoretical Physics, Physical Review, dan Nuclear Physics. Selama kuliah S1 aktif menjadi asisten Laboratorium Fisika Dasar, mata



kuliah Fisika



Dasar, Fisika



Matematika,



Gelombang dan Mekanika Kuantum. Pernah mendirikan dan menjadi ketua kelompok diskusi Fisika Astronomi



Teoritik (FiAsTe) ITB, 1987-1989. Aktif menulis di media massa



seperti



Kuntum,



Suara



Muhammadiyah,



Mekatronika, Kharisma, Simponi, Surya, Republika dan Kompas. Sejak tahun 1989 menjadi staf pengajar di jurusan fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Ayah dari lima orang putra ini mengepalai Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS. Beliau juga menjadi anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan. 2. Gagasan Agus Purwanto dalam Wacana Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Buku Nalar Ayat-ayat Semesta Nalar Ayat-Ayat Semesta adalah buku



yang



membahas tentang bagaimana membangun paradigma ilmu pengetahuan dengan basis al-Quran. Secara umum pembahasan fenomena alam, atau yang lebih sering disebut dengan ayat-ayat kauniyah. Pada buku Nalar AyatAyat Semesta, penalaran ditulis dengan lebih tajam, khususnya pada bab teori fisika kuantum, astronomi, kosmologi yang bagi Agus Purwanto bab-bab tersebut sesuai dengan dasar ilmu yang digelutinya. Di bagian buku Ayat-Ayat Semesta lebih banyak menguraikan tentang Islam dan sains serta bagiamana hubungan keduanya. Tidak semua ayat bercerita dan menyinggung masalah kauniyah. Ayat-ayat tentang alam yang selama ini dikonfirmasi oleh Agus Purwanto terdapat sekitar delapan



ratus



ayat.



fenomena alam dan



Menurutnya



karena



hubungan



kebenaran ayat bersifat pasti,



sesungguhnya hubungan terbalik itu juga bersifat pasti. Di sini



al-Quran



sudah



semestinya



digunakan



sebagai



petunjuk, sebagi sumber inspirasi perkembangan ilmu pengetahuan.



Agus Purwanto menguraikan dengan rinci tentang apa itu ilmu pengetahuan, tentang al-Quran dan akal, alQuran dan alam, bahasa Arab dan bagaimana seharusnya seorang ilmuwan muslim beramal. Sebagai pembukaan pembahasan tentang fenomena alam yang sudah sepatutnya direnungkan, difikirkan, dan dibahas oleh kaum muslim, Agus Purwanto mengawalinya dengan surah Ali Imran ayat 191:



‫م‬ ‫ ال ل ه‬ ‫د ا ولع لل لنن ى ن‬ ‫منن ا ولقنعنننبو د‬ ‫ن ي لذ مك ننرو ل‬ ‫جن نننبوب ههه م‬ ‫ه قهلي ا د‬ ‫ن الل ل ل‬ ‫ذي ل‬ ‫ن فهنن ي ل م‬ ‫منن ا‬ ‫ولي لت ل ل‬ ‫م الو ا ه‬ ‫فك لنرو ل‬ ‫ق ال ل‬ ‫ض لرب لن لنن ا ل‬ ‫سنن ل‬ ‫خلنن ه‬ ‫ت لو المر ه‬ ‫ح ان ل ل‬ ‫قن لنن ا ع لنن ل‬ ‫ت هل ل‬ ‫ب الن لنن اره )آل‬ ‫خل ل م‬ ‫ل‬ ‫ك فل ه‬ ‫ذ ا ب لنن ا ه‬ ‫ذ ا ل‬ ‫سننب م ل‬ ‫طال ن‬ ‫ق ل‬ (191 :‫عمر ان‬ “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imron: 191) Agus Purwanto di buku tersebut juga mencoba untuk menguraikan atau mendudukkan bagaimana posisi ilmu pengetahuan



di



dalam



Islam,



bagaimana



Islam



memandang ilmu pengetahuan itu sendiri. Kajian ini Agus Purwanto



banyak



mengungkap



sejarah



tentang



ilmu



pengetahuan yang dahulu dicapai oleh para ulama klasik era abad pertengahan dan pada masa abbasiyah atau bahkan sebelum itu. Gagasannya



pada



kedua buku



tersebut masih banyak mengacu dan dipengaruhi oleh beberapa pemikir kontemporer seperti Syed Naquib Al Attas, Al Faruqi, Syed Hossen Nashr, dan Ziauddin Sardar.



Dalam bukunya, Agus Purwanto menjelaskan bahwa Hubungan



Sains



dan



Islam



sangat



erat



kaitannya.



Hubungan Sains selama ini ada dua. Hubungan pertama adalah Islamisasi Sains: Pembebaran ayat-ayat dengan menggunakan sains yang sudah ada, yang kedua adalah saintifikasi Islam: menjelaskan Islam dengan terminologi sains. Agus Purwanto sendiri mengajukan hubungan ketiga dalam konsepnya Sains Islam: di mana sains dikonstruksi berdasarkan wahyu Allah. Dr. Agus Purwanto juga menjelaskan dalam Nalar Ayat-Ayat Semesta, bahwa perbedaan sains barat dan sains Islam adalah bahwa secara ontologis sains Barat bersifat



materialistik,



secara



epistemologis



bersifat



rasional, empiris dan obyektif dan secara aksiologis bersifat mencari kepuasan intelektual tanpa batas. Sebagai alternatif Dr. Agus Purwanto mengajukan sebuah konsep sains Islam yang ontologinya melibatkan zat-zat



yang



gaib



(QS



Al-Haqqah



[69]:



38-39),



epistemologinya melibatkan fu’ad (QS. An-Nahl [16]: 78) atau hati yang berzikir melengkapi akal yang berfikir (QS. ‘Ali ‘Imran [3]: 191) dan aksiologinya berdasarkan karakter alam yang diciptakan Allah dengan tujuan, tidak sia-sia (QS ‘Ali ‘Imran [3]: 191). a. Ontologi Sains Islam Ontologi sains Islam jelas tidak mungkin menolak gaib. Realitas bukan hanya objek yang dapat dilihat, diraba, dirasakan tetapi juga yang tidak dapat dilihat, diraba, dirasakan tetapi juga yang tidak dapat terlihat. Secara sederhana al-Quran menjerlaskan:



(29) ‫( وم ا ل تبصرون‬28) ‫فال أقسم بم ا تبصرون‬



“Maka Aku bersumpah demi apa yang kamu lihat dan demi apa yang tidak kamu lihat”. (QS. Al-Haqqah: 3839) Manusia tidak dapat direduksi hanya sebagai makhluk yang terdiri dari materi belaka dan dapat diperlakukan



seperti



mesin.



Manusia



jauh



lebih



kompleks. Meski bagian fisik utuh, tanpa satu bagian pun terputus, jika jiwa atau ruh telah dicabut, manusia tidak dapat lagi bergerak sebagaimana ketika ia hidup. Bukan hanya manusia dan makhluk hidup lainnya yang berjiwa, makhluk atau benda ‘mati’, seperti gunung juga berjiwa. Al-Quran menyejajarkan gunung dan buru. Keduanya bertasbih bersama Nabi Daud as. Sampai saat ini, belum ada yang mampu merumuskan ‘jiwa’ gunung yang membuatnya bertasbih, dan sains Islam harus mampu menguak dan merumuskan isyarat ini.9 b. Epistimologi Sains Islam Menurut Agus Purwanto, epistimologi sains Islam, yakni



bagaimana



atau



dengan



apa



diperoleh. Al-Quran menyebutkan ada



pengetahuan tiga piranti



dalam QS. An-Nahl: 78.



‫و الله أخرجكننم مننن بطننبون أمهنن اتكم ل تعلمننبون‬ ‫شيئ ا وجعل لكم السمع و البص ار و الفئدة لعلكم‬ (78 :‫تشكرون ) النحل‬



“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan



tidak



mengetahui



sesuatu



apapun,



dan



Dia



memberimu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)



Berangkat dari kondisi tidak tahu, setelah lahir



manusia belajar sedikit demi sedikit. Namun pada ayat ini



tidak



digunakan



rekasi



la’allakum



9 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta.... hlm. 190.



ta’lamun,



melainkan la’allakum tasykurun. Artinya, pengaktifan ketiga instrumen (mata, telinga dan hati) tidak sekedar pada



taraf



mengetahui,



tetapi



manusia



dituntut



bersyukur atas karunia pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh. Dengan ini Allah memerintahkan agar rasa syukur



diwujudkan



ke



dalam



kemaslahatan



umat



manusia. c. Aksiologi Sains Islam Mengenai aksiologi sains Islam, Agus Purwanto mengutip QS. Ali Imran ayat 191.



‫ الذين يذكرون الله قي ام ا وقعبود ا وعلنن ى جنننبوبهم‬ ‫ ربننن ا منن ا‬.‫ويتفكرون ف ي خلق السمبو ات و الرض‬ ‫خلقت هذه ب اطال سبح انك فقن ا عذ اب الن ار )آل‬ (191 :‫عمر ان‬ “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan terbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungi kami dari azab neraka”. Aksiologi Islam adalah dikenalnya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya dan diketahuinya watak sejati segala sesuatu, sebagaimana yang diberikan Tuhan.



Ayat



ini



memberi



gambaran



siapa



dan



bagaimana ilmuan Muslim, sekaligus dasar bagi basis aksiologi sains Islam. Al-Quran menyebut komunitas ilmuwan seagai qoumun ya’qilun (sekelompok pemikir, komunitas perenung, himpunan ilmuwan). Perkembangan pemikiran Agus Purwanto di bidang Islamisasi ilmu jika dirunut dengan para pendahulunya, ia tidak lagi membahas landasan dasar filsafat ilmu itu sendiri, tetapi membahas turunan dari pemikiran itu



sendiri untuk menjadikan al-Quran sebagai sumber ilmu seperti contoh-contoh yang telah banyak dipaparkan oleh Agus Purwanto. Jika Al-Attas dengan konsep islamisasi ilmu adalah



landasan



filosofisnya



maka



Agus



Purwanto



mencoba menurunkan filosofi tersebut ke ranah teoritik yang kemudian dilanjutkan pada ranah praktik. Tentu dalam hal ini pemikiran Agus Purwanto masih terasa dangkal mengingat belum banyak teori yang dihasilkan di dalam kedua buku tersebut. Karena untuk melahirkan teori pun



masih



penelitian,



diperlukan pengamatan,



perjalanan dan



panjang



perkembangan



pengetahuan dari waktu ke waktu. Sebagaimana gagasan Islamisasi



ilmu



seperti ilmu yang



ditelurkan oleh dua tokoh besar seperti Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi yang saling melengkapi, maka umat Islam yang concern pada bidang ini pun tidak bisa untuk memilih salah satu dengan mengabaikan gagasan yang lain.



DAFTAR PUSTAKA Handrianto, Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2010 Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya. 1993 Purwanto, Agus Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: Mizan. 2015 Ramayulis dan Syamsul Nizar. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia. Ciputat: Quantum Teaching. 2005 Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 1986 Syadaly, Ahmad dan Mudzakir. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia. 1997 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2002