13 0 175 KB
GAGASAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN AGUS PURWANTO DALAM BUKU NALAR AYAT-AYAT SEMESTA Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pembimbing : Dr. H. Saifullah, M.Hum
Oleh : Hadi Bustomi (15720076) Fitria Rahmatun Nisa’ (15720003)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2015
GAGASAN ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN AGUS PURWANTO DALAM NALAR AYAT-AYAT SEMESTA A. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata Islamisasi, ilmu dan pengetahuan. Di sini penulis akan menjelaskan Islamisasi;
satu
persatu
dari
ketiga
kata
tersebut.
artinya adalah pengislaman, pengislaman dunia,
bisa juga usaha mengIslamkan dunia.1 Sedangkan ilmu adalah merupakan
cara
berfikir
dalam
menghasilkan
suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkahlangkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah.2 Dan yang terakhir adalah pengetahuan. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan disamakan artinya dengan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan 3. Akan tetapi dari berbagai referensi yang penulis baca bahwa ilmu dan pengetahuan tidaklah sama persis, dimana ilmu lebih luas cakupannya, karna pengetahuan belum pasti dikatakan ilmu sedangkan pengetahuan sudah barang tentu dikatakan ilmu. Dari pengertian di atas jadi yang dikatakan Islamisasi pengetahuan adalah; berarti mengIslamkan segala ilmu pengetahuan. 1 Peter Salim & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1986), hlm. 971. 2 H. Ahmad Syadaly, dan Mudzakir, Filsafat Umum, ( Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 34 3 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), hlm. 879.
Islamisasi pengetahuan kata al-Faruqi adalah solusi terhadap dualisme sistem pendidikan kaum muslimin saat ini. Baginyan dualisme sistem pendidikan harus dihapuskan dan disatukan dengan paradigm Islam. Paradigma tersebut bukan imitasi dari Barat, bukan juga untuk semata-mata memenuhi kebutuhan
ekonomis
dan pragmatis
pelajar untuk
ilmu
pengetahuan profesional, kemajuan pribadi atau pencapaian materi. Namun, paradigma tersebut bukan diisi dengan sebuah
misi,
yang
tidak
lain
adalah
menanamkan,
menancapkan serta merealisasikan visi Islam dalam ruang dan waktu. Sedangkan Syed M. Naquib al-Attas Secara teoritis dan ideologis,
mendefenisikan
islamisasi
ilmu
pengetahuan
sebagai pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya.4 Menurut al-Attas ini, Islamisasi ilmu pengetahuan terkait erat dengan pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup yang bersifat dunyawi semata, dan mendorong manusia untuk melakukan semua aktivitas yang tidak terlepas dari tujuan ukhrawi. Bagi al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua aktivitas manusia tidak bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di dunia ini akan selalu terkait dengan kehidupan kita di akhirat. 4 Budi Handrianto, Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), hlm. 133.
Setelah penulis membahas pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan, maka disini perlu juga disebutkan apa itu hakikat
Islamisasi
ilmu
pengetahuan,
adapun
hakikat
Islamisasi ilmu pengetahuan adalah: 1. Similiarisasi Menyamaratakan konsep-konsep sains dengan konsepkonsep dari agama. 2. Paraleliasi Konsep al-Qu`an sejalan dengan konsep sains, karena kemiripan konotasinya, tanpa mengidentikkan keduanya. 3. Komplementasi Antara al-Qur`an dan sains saling mengisi dan memperkuat satu
sama
lainnya,
tetapi
tetap
mempertahankan
eksistensi masing-masing. 4. Komparasi Membandingkan konsep atau teori sains dengan konsep atau teori agama mengenai gejala yang sama.
5. Induktifikasi Asumsi-asumsi dari teori ilmiah yang didukung dengan penemuan
empiris,
teoritis-abstrak
dilanjutkan
kearah
pemikirannya
metafisik
(gaib),
secara
kemudian
dihubungkan dengan prinsip-prinsip al-Qur`an. 6. Verifikasi Mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah
yang
menopang dan membenarkan kebenaran al-Quran.5 Sejalan dengan al-Faruqi dan al-Attas, Agus Purwanto menyatakan
dalam
bukunya
dimaknai sebagai sains langsung
dari
wahyu
bahwa
sains
yang premis atau
Islam
dapat
dasarnya, diambil
ayat-ayat
al-Quran.
Dalam
epistimologi, al-Quran yang dapat dikonfirmasi kebenarannya oleh fenomena-fenomena alam dan diri manusia, dapat diartikan bahwa al-Quran dapat menjadi sumber informasi bagi suatu fenomena alam. Al-Quran dapat menjadi basis bagi bangunan teori tentang alam.6 Islamisasi
ilmu
pengetahuan
bagi
Agus
Purwanto
merupakan langkah kongkret untuk menjelaskan kandungan kitab suci dengan fenomena yang terjadi di alam semesta. Baginya, sains Islam adalah sains berbasis wahyu, dalam artian wahyu menjadi bagian dari epistimologi, tentu juga ontologi
dan
aksiologi.
Dalam
bukunya,
ia
melakukan
pendekatan praktis melalui analisis logis teks wahyu dan membandingkan dengan pengamatan atas alam. B. Langkah-Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan 5 Ramayulis dan Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 109. 6 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta (Bandung: Mizan, 2015), hlm. 200.
Pada poin ini, pemakalah memaparkan bagaimana seharusnya
langkah-langkah
Islamisasi
ilmu
pengetahun
menurut al-Faruqi dan al-Attas. Mengingat keduanya adalah pelopor dan penggagas ide pengislaman ilmu pengetahuan melalui karya-karya mereka yang ada. Pandangan al-Faruqi berkenaan dengan langkah-langkah dalam Islamisasi ilmu pengetahuan, dia mengemukakan ide Islamisasi ilmunya berlandaskan pada esensi tauhid yang memiliki makna bahwa ilmu pengetahuan harus mempunyai kebenarannya. dalam
Al-Faruqi
pandangan
menggariskan
Islam
sebagai
beberapa
kerangka
prinsip
pemikiran
metodologi dan cara hidup Islam. Prinsip-prinsip tersebut ialah: 1. Keesaan Allah. 2. Kesatuan alam semesta. 3. Kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Sedangkan
menurut
al-Attas
Islamisasi
ilmu
pengetahuan saat ini melibatkan dua proses yang saling terkait: 1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk budaya dan peradaban Barat, dan setiap bidang ilmu pengetahuan modern saat ini, khususnya dalam
bidang
ilmu
pengetahuan
humaniora.
Bagaimanapun ilmu-ilmu alam, fisika dan aplikasi harus diislamkan juga khususnya dalam penafsiran-penafsiran akan fakta-fakta dan formulasi teori-teori. 2. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap bidang dan ilmu pengetahuan saat ini yang relevan. Jika kedua proses tersebut selesai dilakukan, maka Islamisasi akan membebaskan manusia` dan magic, mitologi,
animism,
tradisi
budaya
nasional
yang
bertentangan dengan Islam. Islamisasi akan membebaskan manusia
dan
argumentasi
keraguan kosong
(syakk),
(mira`)
dugaan
menuju
(zann)
keyakinan
dan akan
kebenaran mengenai realitas spiritual, intelligible dan materi.
Islamisasi
akan
mengeluarkan
penafsiran-
penafsiran ilmu pengetahuan kontemporer dan ideology, makna dan ungkapan sekuler. 7 Menurut al-Attas ilmu pengetahuan dalam budaya dan peradaban Barat justru menghasilkan krisis ilmu pengetahuan yang berkepanjangan, ia berpendapat ilmu yang
berkembang
di
Barat
tidak
semestinya
harus
diterapkan di dunia Muslim. Ilmu bisa dijadikan alat yang sangat halus dan tajam bagi menyebarluaskan cara dan pandangan hidup sesuatu kebudayaan. Karena menurut alAttas ilmu bukan bebas nilai (value free), tetapi sarat nilai (value laden). 8 Secara beberapa
sederhana, proses
al-Faruqi
penting
menjelasakan
dalam
Islamisasi
juga ilmu
pengetahun, yaitu: 1. Menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan ilmu pengetahuan 2. Memasukkan pengetahuan 3. Penerapannya
nilai-nilai dimulai
Islam
dalam
dengan
konsep
mengkaji
dengan
pendekatan ontologi dan epistemology 4. Pemberian pendidikan secara berjenjang berkesinambungan sejak kecil
7 Muhaimin & Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 99. 8 Budi Handrianto. Op.cit., hlm. 131-136.
ilmu
dan
5. Melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperlihatkan perbedaan. C. Gagasan Agus Purwanto tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Buku Nalar Ayat-Ayat Semesta 1. Biografi Singkat Agus Purwanto Agus Purwanto lahir di kota Jember pada tahun 1964, menghabiskan masakecil di Jember Jawa Timur. Pendidikan dasar dan menengah juga diselesaikan di kota kelahiran. Terlahir dari pasangan Abdullah seorang guru Sekolah Dasar dan Ramiyati seorang ibu rumah tangga. Abdullah, ayah dari Agus Purwanto meninggal di tahun 2000, semasa hidupnya ia bekerja sebagai seorang guru yang pada masa akhir karirnya menjabat sebagai seorang kepala sekolah. Selain aktif di dunia pendidikan, Abdullah juga aktif sebagai seorang pedagang sepeda. Pendidikan masa kecil Agus Purwanto yang sudah sarat dengan nilainilai pendidikan dan agama mampu membawanya untuk terus mencintai pendidikan hingga membawanya menjadi seorang ilmuwan sekaligus agamawan seperti saat ini. Menyelesaikan pendidikan S1 (1989) dan S2 (1993) di jurusan fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), S2 (1999) dan S3 (2002) di jurusan fisika Universitas Hiroshima Jepang. Bidang minatnya adalah neutrino, teori medan temperatur hingga, dimensi ekstra dan kelahiran jagad raya asimetrik atau baryogenesis. Penelitiannya pernah dipublikasikan di Modern Physics Letter, Progress of Theoretical Physics, Physical Review, dan Nuclear Physics. Selama kuliah S1 aktif menjadi asisten Laboratorium Fisika Dasar, mata
kuliah Fisika
Dasar, Fisika
Matematika,
Gelombang dan Mekanika Kuantum. Pernah mendirikan dan menjadi ketua kelompok diskusi Fisika Astronomi
Teoritik (FiAsTe) ITB, 1987-1989. Aktif menulis di media massa
seperti
Kuntum,
Suara
Muhammadiyah,
Mekatronika, Kharisma, Simponi, Surya, Republika dan Kompas. Sejak tahun 1989 menjadi staf pengajar di jurusan fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Ayah dari lima orang putra ini mengepalai Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS. Beliau juga menjadi anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan. 2. Gagasan Agus Purwanto dalam Wacana Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam Buku Nalar Ayat-ayat Semesta Nalar Ayat-Ayat Semesta adalah buku
yang
membahas tentang bagaimana membangun paradigma ilmu pengetahuan dengan basis al-Quran. Secara umum pembahasan fenomena alam, atau yang lebih sering disebut dengan ayat-ayat kauniyah. Pada buku Nalar AyatAyat Semesta, penalaran ditulis dengan lebih tajam, khususnya pada bab teori fisika kuantum, astronomi, kosmologi yang bagi Agus Purwanto bab-bab tersebut sesuai dengan dasar ilmu yang digelutinya. Di bagian buku Ayat-Ayat Semesta lebih banyak menguraikan tentang Islam dan sains serta bagiamana hubungan keduanya. Tidak semua ayat bercerita dan menyinggung masalah kauniyah. Ayat-ayat tentang alam yang selama ini dikonfirmasi oleh Agus Purwanto terdapat sekitar delapan
ratus
ayat.
fenomena alam dan
Menurutnya
karena
hubungan
kebenaran ayat bersifat pasti,
sesungguhnya hubungan terbalik itu juga bersifat pasti. Di sini
al-Quran
sudah
semestinya
digunakan
sebagai
petunjuk, sebagi sumber inspirasi perkembangan ilmu pengetahuan.
Agus Purwanto menguraikan dengan rinci tentang apa itu ilmu pengetahuan, tentang al-Quran dan akal, alQuran dan alam, bahasa Arab dan bagaimana seharusnya seorang ilmuwan muslim beramal. Sebagai pembukaan pembahasan tentang fenomena alam yang sudah sepatutnya direnungkan, difikirkan, dan dibahas oleh kaum muslim, Agus Purwanto mengawalinya dengan surah Ali Imran ayat 191:
م ال ل ه د ا ولع لل لنن ى ن منن ا ولقنعنننبو د ن ي لذ مك ننرو ل جن نننبوب ههه م ه قهلي ا د ن الل ل ل ذي ل ن فهنن ي ل م منن ا ولي لت ل ل م الو ا ه فك لنرو ل ق ال ل ض لرب لن لنن ا ل سنن ل خلنن ه ت لو المر ه ح ان ل ل قن لنن ا ع لنن ل ت هل ل ب الن لنن اره )آل خل ل م ل ك فل ه ذ ا ب لنن ا ه ذ ا ل سننب م ل طال ن ق ل (191 :عمر ان “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imron: 191) Agus Purwanto di buku tersebut juga mencoba untuk menguraikan atau mendudukkan bagaimana posisi ilmu pengetahuan
di
dalam
Islam,
bagaimana
Islam
memandang ilmu pengetahuan itu sendiri. Kajian ini Agus Purwanto
banyak
mengungkap
sejarah
tentang
ilmu
pengetahuan yang dahulu dicapai oleh para ulama klasik era abad pertengahan dan pada masa abbasiyah atau bahkan sebelum itu. Gagasannya
pada
kedua buku
tersebut masih banyak mengacu dan dipengaruhi oleh beberapa pemikir kontemporer seperti Syed Naquib Al Attas, Al Faruqi, Syed Hossen Nashr, dan Ziauddin Sardar.
Dalam bukunya, Agus Purwanto menjelaskan bahwa Hubungan
Sains
dan
Islam
sangat
erat
kaitannya.
Hubungan Sains selama ini ada dua. Hubungan pertama adalah Islamisasi Sains: Pembebaran ayat-ayat dengan menggunakan sains yang sudah ada, yang kedua adalah saintifikasi Islam: menjelaskan Islam dengan terminologi sains. Agus Purwanto sendiri mengajukan hubungan ketiga dalam konsepnya Sains Islam: di mana sains dikonstruksi berdasarkan wahyu Allah. Dr. Agus Purwanto juga menjelaskan dalam Nalar Ayat-Ayat Semesta, bahwa perbedaan sains barat dan sains Islam adalah bahwa secara ontologis sains Barat bersifat
materialistik,
secara
epistemologis
bersifat
rasional, empiris dan obyektif dan secara aksiologis bersifat mencari kepuasan intelektual tanpa batas. Sebagai alternatif Dr. Agus Purwanto mengajukan sebuah konsep sains Islam yang ontologinya melibatkan zat-zat
yang
gaib
(QS
Al-Haqqah
[69]:
38-39),
epistemologinya melibatkan fu’ad (QS. An-Nahl [16]: 78) atau hati yang berzikir melengkapi akal yang berfikir (QS. ‘Ali ‘Imran [3]: 191) dan aksiologinya berdasarkan karakter alam yang diciptakan Allah dengan tujuan, tidak sia-sia (QS ‘Ali ‘Imran [3]: 191). a. Ontologi Sains Islam Ontologi sains Islam jelas tidak mungkin menolak gaib. Realitas bukan hanya objek yang dapat dilihat, diraba, dirasakan tetapi juga yang tidak dapat dilihat, diraba, dirasakan tetapi juga yang tidak dapat terlihat. Secara sederhana al-Quran menjerlaskan:
(29) ( وم ا ل تبصرون28) فال أقسم بم ا تبصرون
“Maka Aku bersumpah demi apa yang kamu lihat dan demi apa yang tidak kamu lihat”. (QS. Al-Haqqah: 3839) Manusia tidak dapat direduksi hanya sebagai makhluk yang terdiri dari materi belaka dan dapat diperlakukan
seperti
mesin.
Manusia
jauh
lebih
kompleks. Meski bagian fisik utuh, tanpa satu bagian pun terputus, jika jiwa atau ruh telah dicabut, manusia tidak dapat lagi bergerak sebagaimana ketika ia hidup. Bukan hanya manusia dan makhluk hidup lainnya yang berjiwa, makhluk atau benda ‘mati’, seperti gunung juga berjiwa. Al-Quran menyejajarkan gunung dan buru. Keduanya bertasbih bersama Nabi Daud as. Sampai saat ini, belum ada yang mampu merumuskan ‘jiwa’ gunung yang membuatnya bertasbih, dan sains Islam harus mampu menguak dan merumuskan isyarat ini.9 b. Epistimologi Sains Islam Menurut Agus Purwanto, epistimologi sains Islam, yakni
bagaimana
atau
dengan
apa
diperoleh. Al-Quran menyebutkan ada
pengetahuan tiga piranti
dalam QS. An-Nahl: 78.
و الله أخرجكننم مننن بطننبون أمهنن اتكم ل تعلمننبون شيئ ا وجعل لكم السمع و البص ار و الفئدة لعلكم (78 :تشكرون ) النحل
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak
mengetahui
sesuatu
apapun,
dan
Dia
memberimu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)
Berangkat dari kondisi tidak tahu, setelah lahir
manusia belajar sedikit demi sedikit. Namun pada ayat ini
tidak
digunakan
rekasi
la’allakum
9 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta.... hlm. 190.
ta’lamun,
melainkan la’allakum tasykurun. Artinya, pengaktifan ketiga instrumen (mata, telinga dan hati) tidak sekedar pada
taraf
mengetahui,
tetapi
manusia
dituntut
bersyukur atas karunia pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh. Dengan ini Allah memerintahkan agar rasa syukur
diwujudkan
ke
dalam
kemaslahatan
umat
manusia. c. Aksiologi Sains Islam Mengenai aksiologi sains Islam, Agus Purwanto mengutip QS. Ali Imran ayat 191.
الذين يذكرون الله قي ام ا وقعبود ا وعلنن ى جنننبوبهم ربننن ا منن ا.ويتفكرون ف ي خلق السمبو ات و الرض خلقت هذه ب اطال سبح انك فقن ا عذ اب الن ار )آل (191 :عمر ان “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan terbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungi kami dari azab neraka”. Aksiologi Islam adalah dikenalnya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya dan diketahuinya watak sejati segala sesuatu, sebagaimana yang diberikan Tuhan.
Ayat
ini
memberi
gambaran
siapa
dan
bagaimana ilmuan Muslim, sekaligus dasar bagi basis aksiologi sains Islam. Al-Quran menyebut komunitas ilmuwan seagai qoumun ya’qilun (sekelompok pemikir, komunitas perenung, himpunan ilmuwan). Perkembangan pemikiran Agus Purwanto di bidang Islamisasi ilmu jika dirunut dengan para pendahulunya, ia tidak lagi membahas landasan dasar filsafat ilmu itu sendiri, tetapi membahas turunan dari pemikiran itu
sendiri untuk menjadikan al-Quran sebagai sumber ilmu seperti contoh-contoh yang telah banyak dipaparkan oleh Agus Purwanto. Jika Al-Attas dengan konsep islamisasi ilmu adalah
landasan
filosofisnya
maka
Agus
Purwanto
mencoba menurunkan filosofi tersebut ke ranah teoritik yang kemudian dilanjutkan pada ranah praktik. Tentu dalam hal ini pemikiran Agus Purwanto masih terasa dangkal mengingat belum banyak teori yang dihasilkan di dalam kedua buku tersebut. Karena untuk melahirkan teori pun
masih
penelitian,
diperlukan pengamatan,
perjalanan dan
panjang
perkembangan
pengetahuan dari waktu ke waktu. Sebagaimana gagasan Islamisasi
ilmu
seperti ilmu yang
ditelurkan oleh dua tokoh besar seperti Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi yang saling melengkapi, maka umat Islam yang concern pada bidang ini pun tidak bisa untuk memilih salah satu dengan mengabaikan gagasan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Handrianto, Budi. Islamisasi Sains Sebuah Upaya MengIslamkan Sains Barat Modren. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2010 Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya. 1993 Purwanto, Agus Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: Mizan. 2015 Ramayulis dan Syamsul Nizar. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan di Indonesia. Ciputat: Quantum Teaching. 2005 Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 1986 Syadaly, Ahmad dan Mudzakir. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia. 1997 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2002