Jawaban UAS APS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Soal A 1. Bagaimana UU No 30 tahun 1999 memberikan pengaturan dalam hal terjadi perbenturan kewenangan absolute antara pengadilan negeri dengan lembaga arbitrase? Jawab: apabila terjadi sengketa mengenai perjanjian yang didalamnya telah terdapat klausul arbitrase, maka penyelesaiannya harus dilakukan melalui upaya penyelesaian arbitrase sedangkan pengadilan negeri tidak berwenang untuk memeriksa perkara tersebut. Pasal 3 “pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketapara pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.” Pasal 11 ayat (1) “Adanya perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk menyelesaikan sengketa ke PN.” Pasal 11 ayat (2) “PN wajib menolak dan tidak akan ikut campur tangan dalam penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase.”



2. Sebutkan apa yang menjadi persyaratan agar pihak ke-3 di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam suatu perkara yang sedang diperiksa oleh arbiter/majelis arbiter? Jawab: Pasal 30 UU no. 30/1999 tentang arbitrase: Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan. Pihak ke 3 diluar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri (vrijwaring tidak dikenal) Syaratnya : 



ada interest yang terkait







keturutsertaannya disepakati para pihak







disetujui oleh arbiter/majelis



*saat : diajukan selama proses penyelesaian berjalan *intervenient : orang yang ikut serta



3. Apakah yang menjadi akibat tidak didaftarkannya salinan otentik arbitrase atau majelis arbitrase ke majelis pengadilan negeri? Jawab: Putusan Arbitrase adalah putusan tingkat pertama dan tingkat terakhir. Kekuatan putusannya mengikat para pihak dan secara otomatis tertutup pula upaya untuk banding, dan kasasi sesuai pasal 60 UU AAPS. pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela. Agar putusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya, putusan tersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, dengan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbitrase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan. Setelah didaftarkan, barulah putusan arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (layaknya putusan yang mempunyai kekeuatan hukum tetap). Oleh sebab itu, jika putusan arbitrase tersebut tidak didaftarkan, maka ia tidak memiliki kekuatan memaksa para pihak untuk melaksanakannya putusan arbitrase tersebut.



Soal B 1. Jenis sengketa sebagaimana di maksud Pasal 5 UU 30/1999 berlaku juga untuk menjadi objek penyelesaian dengan negosiasi. Apakah hal tersebut berartu untuk mengadakan negosiasi hanya terbatas untuk menyelesaikan sengketa perdata sebagaimana pengaturan Pasal 5 tsb? Jawab: Sengketa sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 adalah sengketa bisnis dan perdagangan. Namun negosiasi tidak hanya terbatas pada sengketa yang dimaksud, sebab negosiasi adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang berangkat dari itikad baik para pihak. Sehingga sengketa pidana pun dapat diselesaikan dengan penyelesaian melalui negosiasi, sebab sistem restorative justice pada hukum pidana juga memberi tuang bagi tersangka dan korban untuk melakukan negosiasi dalam rangka pemulihan hak.



2. Letak keistimewaan atau keunggulan bentuk penyelesaian sengketa, antara negosiasi berdasarkan UU 30/1999 dengan negosiasi hasil mediasi berdasarkan PERMA no. 1 Tahun 2008: Jawab: Perdamaian baik dalam Perma 1/2008 maupun uu 30/1999 punya beberapa keistimewaan, yakni: putusan perdamaian (akta van dading) bersifat final dan mengikat. Para pihak menjadi perumus sendiri (dengan bantuan mediator) isi dari kesepakatan perdamaian dimaksud, berhubung proses mediasi berangkat dari semangat kekeluargaan dan itikad baik, maka hubungan para pihak setelah bersengketa pun tetap terjaga dengan baik. Tambahan: Negosiasi berdasarkan uu no 30/99 Pasal 6 tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Lalu, negosiasi hasil mediasi berdasarkan perma no 1/2008 yg dimaksud adalah mediasi yg wajib dilakukan oleh hakim kpd para pihak sebelum masuk ke dlm pokok perkara, sehingga hasil perdamaian tersebut lbh mempunyai kekuatan hukum dan dpn dieksekusi. 3. Makna bahwa model alternatif penyelesaian sengketa sudah menjadi budaya bangsa indonesia, dan lembaga yang mengusahakan perdamaian telah diakui eksistensinya oleh Pasal 135a HIR adalah: Jawab: Terjadi pada penyelesaian sengketa Desa/adat biasanya diselesaikan oleh Kepala Desa atau Hakim Perdamaian Desa. Kepala Desa bertindak sebagai mediator/konsiliator. Putusannya dapat dibuat apabila ada perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Lembaga HPD (Hakim Perdamaian Desa) sampai sekarang masih diakui Pasal. 120 a HIR (isi putusan disebut dalam gugatan dan Pasal 135a HIR (HPN dapat memerintahkan untuk diajukan kepada HPD) Penyelesaian sengketa dengan dengan judisial, yang memiliki otoritas pengambilan keputusan, berakar pada proses pengadilan pada masa lampau seperti pengadilan adat dan pengadilan swapraja walaupun dua jenis lembaga ini telah dihapus oleh UU Dar. No 1 Tahun 1951. Jadi pengembangan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia sebetulnya bukan merupakan hal yang baru. Dengan kata lain Alternatif Penyelesaian Sengketa sesuia dengan sistem sosial budaya tradisional masyarakat Indonesia yang mengedepankan dengan musyawarah mufakat.



Soal C 1. Mediasi lebih tepat sebagai penyelesaian di luar pengadilan atau penyelesaian non litigasi ? Jawab: Mediasi adalah suatu proses alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui proses perundingan atau mufakat antara kedua belah pihak yang bersengketa dan dibantu oleh orang ketiga, dalam hal ini disebut mediator untuk mencapai kesepakatan yang dianggap sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Litigasi adalah proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan di mana setiap pihak yang bersengketa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan gugatan dan bantahan di hadapan hakim untuk dibuat putusan tentang perkara yang disengketakan. Mediasi lebih tepat dikatakan sebagai penyelesaian non litigasi, hal tersebut berdasar apabila kita menyebut mediasi adalah penyelesaian di luar pengadilan, saat ini mediasi juga dapat dilakukan di lingkungan pengadilan, dan mediasi ini juga wajib ditawarkan hakim kepada pihak yang bersengketa sebelum melanjutkan proses peradilan. Selain itu dengan adanya peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan juga dapat menjadi alasan bahwasanya mediasi tidak dapat dikatakan penyelesaian di luar pengadilan, dan di dalam pasal 19 peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tersebut menjelaskan tentang keterpisahan mediasi dan litigasi. Alasan lain yang memperkuat bahwasanya mediasi adalah penyelesaian non litigasi dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesainan Sengketa, yang berbunyi : “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.”



2. Mengapa mediasi didasarkan atas kesepakatan para pihak? Jawab:







karena dalam mediasi, hakim tidak berwenang memaksa para pihak untuk berdamai, namun hakim  tetap berkewajiban untuk mengusahakan para pihak untuk berdamai, 







mediator adalah pihak yang berstatus netral dan tidak memiliki kewenangan memutus dalam membantu para pihak guna mencapai suatu kesepakatan yang memuaskan (win-win solution)







Selesai atau tidaknya masalah tergantung pada keinginan dan itikad baik para pihak, sehingga bilamana penyelesaian secara damai tercapai, maka para pihak terikat pada hasil kesepakatan mereka tersebut.



Oleh karena itu, dalam mediasi, kesepakatan para pihak untuk berdamai merupakan satu-satunya penentu tercapainya perdamaian atau tidak.



3. Akta perdamaian yang dimaksud dalam PerMA No.1 Tahun 2008 adalah akta perdamaian hasil mediasi di dalam pengadilan. Tidak dapat dimintakan upaya hukum apapun karena: Jawab: 



Apa yang dituangkan dalam akta perdamaian adalah hasil kesepakatan para pihak, sehingga tidak mungkin diajukan terhadapnya upaya hukum.







Kekuatan akta perdamaian disamakan kekuatannya dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 1858 KUHPerdata yang berbunyi “di antara pihak-pihak yang bersangkutan suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu Keputusan Hakim pada akhir”.