Jenis Gas Pengotor Pada Tambang Bawah Tanah Dan Cara Penanganannya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jenis Gas Pengotor Pada Tambang Bawah Tanah dan Cara Penanganannya Muhammad Agung Riyadi D62115306



ABSTRAK Usaha pertambangan adalah kegiatan yang mempunyai resiko kecelakaan kerja yang sangat besar. Oleh karena itu, kegiatan ini harus selalu diperhitungkan sehingga potensi-potensi resiko tadi tidak menjadi suatu resiko yang riil. Pada kegiatan tambang bawah tanah, potensi atau resiko terjadinya kecelakaan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan tambang permukaan. Besarnya potensi kecelakaan pada tambang bawah tanah (underground mining) tersebut juga akan sejalan dengan besarnya kerusakan atau kerugian yang dapat ditimbulkan oleh kecelakaan kerja itu. Salah satu potensi kecelakaan kerja itu adalah ledakan gas dan debu batubara. Gas yang dihasilkan dari proses penambangan bawah tanah bias menghasilkan gas pengotor yang apabila kadarnya tidak dijaga maka akan menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja yang akan diderita oleh pekerja tambang. Ventilasi tambang adalah suatu sistem yang berguna dalam proses penyaliran udara bersih dari luar ke dalam. Tujuannya untuk menjaga kebersihan udara didalam tambang bawah tanah.



Kata Kunci: tambang bawah tanah, gas pengotor, ventilasi tambang, kecelakaan kerja



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tambang bawah tanah adalah metode penambangan yang kegiatannya dilakukan dibawah permukaan bumi / tidak berhubungan dengan udara diluar untuk mengambil bahan galian atau endapannya. Karena kegiatan penambangan yang dilakukan dibawah tanah tentu rentan dengan berbagai bahaya yang dapat menyebabkan cidera hingga kematian. Salah satu potensi kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah yaitu keracunan dan keracunan gas. . Ventilasi tambang adalah suatu sistem yang berguna dalam proses penyaliran udara bersih dari luar ke dalam. Tujuannya untuk menjaga kebersihan udara didalam tambang bawah tanah. Secara umum, kebakaran atau ledakan akibat gas dapat terjadi apabila ada tiga unsur yang memenuhi pemicu kebakaran itu, yakni adalah api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan ada 5 syarat yaitu panas, bahan bakar, udara, ruang terisolasi dan adanyatahanan (suspension). Dalam uraian berikut ini akan dijelaskan berbagai jenis gas pengotor tambang dan bagaimana semuanya itu dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan bagaimana teknik pencegahan dan penanganannya.



B. Rumusan Masalah 1. Apa saja gas pengotor yang ada pada tambang bawah tanah ? 2. Bagaimana efek yang dapat ditimbulkan dari gas pengotor pada tambang bawah tanah ? 3. Bagaimana cara penanganan gas pengotor pada tambang bawah tanah ?



C. Tujuan Tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui jenis-jenis gas pengotor yang ada pada tambang bawah tanah. 2. Mengetahui efek yang dapat ditimbulkan dari gas pengotor pada tambang bawah tanah. 3. Mengetahui cara penanganan gas pengotor pada tambang bawah tanah.



D. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan disini ini adalah metode kepustakan, yaitu metode untuk mencari informasi secara lansung dengan cara membaca buku atau literatur-literatur yang ada sehingga dapat mendukung dalam pembuatan paper ini.



ISI DAN PEMBAHASAN A. Gas Pengotor Pada Tambang Bawah Tanah Gas-gas pengotor ada yang bersifat beracun atau gas berbahaya. Gas tersebut dapat bereaksi dengan darah dan terjadilah kematian. Sedangkan gas berbahaya adalah gas yang dapat menyebabkan bahaya baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap hal-hal lain misalnya peledakan. Ada beberapa macam gas pengotor dalam tambang bawah tanah. Gas ini berasal dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari batuan ataupun galian. Peledakan yang diterapkan dalam tambang untuk pemberai, demikian juga mesin-mesin yang digunakan dalam tambang merupakan gas pengotor. 1. Karbon Dioksida (CO2) Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak mendukung nyala api. Bukan merupakan gas beracun, dan apabila dalam konsentrasi tinggi mempunyai rasa asam. Gas ini lebih berat daripada udara. Dalam udara normal kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bekas penambangan dan daerah tambang yang tidak terkena aliaran ventilasi. Oleh karena itu, harus dibiasakan agar sangat hati-hati bila melakukan kegiatan penambangan pada daerah tersebut yang tidak memungkinkan inspeksi. Teknik pengambilan contoh jarak jauh selalu digunakan untuk menguji lingkungan sebelum penggalian. Sumber dari CO2 berasal dari lapisan batuan, pembakaran, peledakan dan hasil pernafasan. Pada kandungan CO2 = 0,5% laju pernafasan manusia mulai meningkat pada kandungan CO2 = 3% laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, pada kandungan CO2 = 10% manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Campuran CO2 dan udara dalam penambangan disebut dengan “blackdamp”. 2. Gas Metan (CH4) Gas metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena percikan api. Jumlah metan dalam suatu lapisan amat bervariasi. Konsentrasi metan akan meningkat seiring peningkatan kualitas batubara dan kedalaman cadangan. Gas metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas terlepas. Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang. Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum ditambang.



Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan lebih rendah. Di awal perkembangan tambang batubara, sirkulasi udara yang tidak cukup, kegagalan deteksi atas keberadaan metan, penggunaan api, merokok, atau penggunaan bahan peledak (black powder) yang tidak tepat, menjadi penyebab utama ledakan di tambang batubara bawah tanah. Cara yang paling umum digunakan untuk mengurangi kadar metan adalah dengan merancang suatu sistem sirkulasi udara (ventilasi) yang baik. Udara yang cukup dan sirkulasi yang lancar diharapkan mampu mengurangi kadar gas berbahaya ini. Hanya saja, terkadang ventilasi saja tidak mencukupi. Ada kalanya jumlah udara yang melimpah tetap tidak mampu mengurangi kadar metan. Jika ini yang terjadi, pengurangan kandungan metan mesti dilakukan sebelum penambangan itu sendiri dimulai. 3. Karbon Monoksida (CO) Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun mematikan yang perlu diwaspadai di tambang bawah tanah. Indera manusia sulit mendeteksi keberadaan gas ini karena sifatnya yang tak berbau dan tak berasa. Karbon monoksida terbentuk dari pembakaran yang tidak sempurna karena kurangnya kadar oksigen. Di tambang bawah tanah, gas ini timbul akibat emisi pembuangan alat-alat berbahan bakar BBM atau gas sisa hasil peledakan. Karbon monoksida dalam jumlah besar akan dihasilkan ketika terjadi kebakaran bawah tanah. Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah mengikat gas ini dibanding oksigen. Dalam satu literatur disebutkan bahwa hemoglobin mengikat karbon monoksida 230 kali lebih mudah daripada oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian. Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi:  35 ppm (0.0035%) Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam  100 ppm (0.01%) Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam  200 ppm (0.02%) Pusing dalam rentang 2-3 jam  400 ppm (0.04%) Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam  1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.  3,200 ppm (0.32%) Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam 30 menit.  6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit.  12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit. Untuk melindungi pekerja tambang bawah tanah dari resiko keracunan gas ini, mereka dilengkapi dengan alat yang dinamakan Self-Contained Self-Rescuer (SCSR). Saat diaktifkan, alat ini mampu menyediakan oksigen selagi si pekerja mencari jalan keluar. Selama di dalam tambang, SCSR tidak boleh terpisah dari pekerja. Biasanya alat ini dicantelkan di pinggang, bersebelahan dengan batere lampu kepala. Selain SCSR, perusahaan juga diwajibkan menyediakan refuge chamber (ruang pengungsian). Refuge chamber berbentuk mirip kontainer yang dapat menampung belasan hingga beberapa puluh orang. Alat ini mempunyai sistem pensuplai oksigen plus cadangan makanan dan P3K, bahkan toilet. Pekerja yang terjebak dapat berlindung disana hingga tim penolong datang. Pengukuran kadar karbon monoksida juga diperlukan setelah peledakan. Pengukuran dilakukan untuk memastikan pekerjaan selanjutnya dapat dilakukan dengan aman tanpa ancaman keracunan.



4. Hidrogen Sulfida (H2S) Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam. Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). IUPAC menerima penamaan "hidrogen sulfida" dan "sulfana"; kata terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih kompleks.



5. Sulfur Dioksida (SO2) Gas sulfur dioksida (SO2) atau disebut juga gas belerang terbentuk dari proses peledakan atau pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur (sulfida). Gas SO2 sangat beracun, tidak berwarna, berbau belerang. Jika terhirup dalam jumlah yang cukup banyak, dapat menimbulkan sesak nafas dan pusing-pusing atau mual.



B.



Ventilasi Tambang



Dalam proses penambangan bawah tanah, salah satu hal yang penting adalah dibuatnya ventilasi tambang agar para pekerja di dalam tambang dapat tersuplai oksigen dengan baik. 1. Fungsi ventilasi tambang a. Untuk mengalirkan udara segar ke dalam tambang (oksigen) bagi kebutuhan pernapasan para pekerja tambang. b. Membawa keluar gas-gas berbahaya dan debu-debu pekat yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. c. Menyingkirkan debu-debu hingg ambang batas yang diperkenankan d. Mengatur panasdan kelembaban udara di dalam tambang 2. Prinsip ventilasi tambang Udara akan mengalir dari temperatur rendah ke temperatur panas, udara akan mengalir melalui jalur ventilasi yang memberikan tahanan udara lebih kecil, hukum-hukum mekanika fluida akan selalu diikuti dalam perhitungan ventilasi. 3. Sistem ventilasi tambang Udara dari atmosfer dapat mengalir sendiri ke tambang, karena tekanan udara di luar lebih besar dari didalam. Hal tersebut merupakan penjelasan ventilasi alam. Sedangkan ventilasi buatan adalah sistemnya udara dari luar dapat mengalir ke dalam melalui bantuan fan (kipas) dan dipasang fan pada (down cast shaft) dari sistem hisap.



C. Pengendalian Gas Pengotor pada Tambang Bawah Tanah 1. Pencegahan  Menerapkan prosedur peledakan yang benar.  Perawatan motor bakar.  Pencegahan terhadap adanya api, 2. Pemindahan  Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan.  Penyaliran melalui lubang pengeluaran.  Penggunaan ventilasi isap lokal.



3. Absorbsi  Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin.  Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan. 4. Isolasi  Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar atau sudah tidak dikerjakan.  Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat antar gilir atau waktu-waktu tertentu. 5. Pelarutan  Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi bantu.



PENUTUP A.



Kesimpulan



Gas-gas pengotor ada yang bersifat beracun atau gas berbahaya. Gas tersebut dapat bereaksi dengan darah dan terjadilah keracunan. Sedangkan gas berbahaya adalah gas yang dapat menyebabkan bahaya baik terhadap kehidupan manusia maupun terhadap hal-hal lain misalnya peledakan. Adapun gas-gas pengotor pada tambang bawah tanah yaitu karbon dioksida (CO2), metan (CH4), karbon monoksida (CO), hidrogen sulfida, H2S, dan sulfur dioksida (SO2). Cara menangani gas pengotor pada tambang bawah tanah berbeda-beda, tergantung sifat dan karakter gas tersebut. Termasuk dalam penanganannya yaitu pencegahan, pemindahan, absorbsi, isolasi, dan pelarutan.



DAFTAR PUSTAKA Abieyoga, Gilas Amartha. 2010. Gas dan Debu Pada Tambang Bawah Tanah. https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/36995364/paper_ventam.docx?disposition =attachment%3B%20filename%3DGas_dan_Debu_Pada_Tambang_Bawah_Tanah.docx De Euler, Souza. 2002. Mine Ventilation, Department of Mining Engineering:Canada McPherson J. Malcolm, 1993. Subsurface Vantilation and Environmental Engineering, Virginia Polytechnic Institute and State University: USA Pandey, Jai Krishna. 2012. Dust control practices in the Indian mining industry. University of Wollongong: Australia Wiwin, Pertiwi. 2011. Kecelakaan Tambang Bawah Tanah Yang Diakibatkan Oleh sistem Ventilasi yang Buruk. https://id.scribd.com/doc/241982615/Kecelakaan-Tambang-Bawah-Tanah-yangDiakibatkan-Sistem-Ventilasi-yang-Buruk Pandey, Jai Krishna. 2012. Dust control practices in the Indian mining industry. University of Wollongong: Australia