Jurnal Febry [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, April 2022, x-xx p-ISSN: e-ISSN: Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index



Pengaruh Slow Stroke Back Massage Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Katarak Di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung ABSTRAK Febry Dehastian Ferdiansyah Latar belakang:operasi katarak adalah suatu intervensi yang efisien untuk mengembalikan penglihatan. Preoperatif akan menimbukan kecemasan, jika tidak ditangani dapat menjadi kecemasan berat seperti mempunyai firasat buruk, takut akan pikiran sendiri dan gelisah. Salah satu intervensi untuk mengatasi kecemasan adalah Slow Stroke Back Massage (SSBM). Tujuan:mengetahui pengaruh Slow Stroke Back Massage pada kecemasan pasien pre operasi katarak di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung. Metode: penelitian ini adalah QuasyExperiment dengan rancangan penelitian pretest-posttest two group desain. Subjek sampel penelitian ini sebanyak 60 orang terdiri dari kelompok eksperimen 30 orang dan kelompok kontrol 30 orang.Pengumpulan data dengan alat ukur kecemasan state atau State Anxiety Inventory (STAI ) dan intervensi SSBM. Hasil: penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan kelompok eksperimen (mean52.20±10.971) dan kontrol (mean 58.67±10.489), tingkat kecemasan sesudah (mean 37.00±9.752) dan sesudah kontrol yaitu (mean 56.17±13.777). Dapat disimpulkan terdapat pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM pada kelompok eksperimen (p=0,000), sedangkan pada kelompok kontrol tidak memiliki pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM (p=0,244).Kesimpulan: terdapat perbedaan pengaruh antara sebelum dan sesudah diberikan SSBM pada kelompok eksperimen dan tidak ada pengaruh pada kelompok kontrol. Saran :SSBM dapat digunakan di Klinik sebagai suatu alternatif pengobatan untuk mengatasi kecemasan sesaat ketika pasien dalam menghadapi operasi katarak, sehingga pasien memiliki kondisi nyaman, tenang dan tidak gelisah. Background: cataract surgery is an efficient intervention to restore vision. Preoperative will cause anxiety, if not treated it can become severe anxiety such as having bad feelings, fear of own thoughts and restlessness. One of the interventions to overcome anxiety is Slow Stroke Back Massage (SSBM). Objective: to determine the effect of Slow Stroke Back Massage on the anxiety of pre cataract surgery patients at the Netra Ophthalmology Clinic, Bandung. Methods: This research is a Quasy Experiment with a pretest-posttest two group design. The sample subjects of this study were 60 people consisting of the experimental group of 30 people and the control group of 30 people. Data collection using state anxiety measuring instrument or State Anxiety Inventory (STAI) and SSBM intervention. Results: This study showed that the anxiety level of the experimental group (mean 52.20±10.971) and control (mean 58.67±10.489), the level of anxiety after (mean 37.00±9.752) and after control was (mean 56.17±13.777). It can be concluded that there is an effect between before and after SSBM in the experimental group (p=0.000), while in the control group there is no effect between before and after SSBM (p=0.244). Conclusion: there is a difference in the effect between before and after being given SSBM in the experimental group and no effect in the control group. Suggestion: SSBM can be used in the clinic as an alternative treatment to overcome temporary anxiety when the patient is facing cataract surgery, so that the patient has a comfortable, calm and not restless condition. Kata Kunci : Kecemasan, Katarak, Slow Stroke Back Massage Jurnal Keperawatan PPNI | 1



PENDAHULUAN Katarak merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan penglihatan sehingga berdampak pada kualitas hidup seseorang.Katarak merupakan proses degenerativeyang sangat dipengaruhi oleh faktor usia, oleh karna itu kasus ini akan terusmeningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah lanjut usia. Katarak sulit untuk dicegah namun dapat diperbaiki dengan tindakan operasi(Anderson, 2018) Katarak merupakan salah satu penyebab utama kebutaan di dunia, prevalensi kebutaan dan gangguan penglihatan nomor 2 tertinggi di dunia, Hasil Survei Kebutaan Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014-2017 oleh Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan di lima belas provinsi Jawa Timur adalah kasus terbesar kebutaan yaitu 4,4 persen dan 2,9 persen kasus kebutaan diakibatkan oleh katarak. Di Jawa Barat untuk penduduk berusia 50 tahun atau lebih, didapatkan angka kebutaan sebesar 2.8%, dengan penyebab utama kebutaan adalah katarak(P2PTM Kemenkes RI, 2018). Katarak hanya dapat disembuhkan melalui operasi, yaitu dengan mengambil lensa yang keruh dan menggantikannya dengan lensa tanam buatan. Operasi katarak kini telah beralih dari yang mengharuskan pasien rawat inap menjadi operasi rawat jalan (same-day surgery) berkat kemajuan teknologi medis, khususnya dalam bidang teknik operasi dan metode anestesi yang lebih baik dan kurang invasif (Ramke et al. 2017; Gianino et al. 2018). Fakoemulsifikasi merupakan teknik yang kini rutin dilakukan (85%) dengan menggunakan anestesi lokal/topikal yang sangat kurang invasif (Parveen et al. 2016). Operasi katarak merupakan salah satu indikator pencapaian tujuan dari salah satu program WHO, yaitu Universal Eye Health: Global Action Plan 2014-2019. Tujuan dari program tersebut adalah



menurunkan angka gangguan penglihatan yang dapat dicegah dan mengamankan akses menuju pusat rehabilitasi bagi pasien gangguan penglihatan yang tidak dapat. Menurut Ramke (2017), operasi katarak adalah suatu intervensi yang efisien untuk mengembalikan penglihatan. Operasi katarak juga dapat meningkatkan kualitas hidup, waktu, dan status sosial, yang pada akhirnya berdampak positif pada pengentasan kemiskinan (Ramke et al. 2017). Kecemasan preoperatif merupakan masalah yang terjadi sebelum operasi dimana hal ini dapat menyebabkan sejumlah masalah seperti mual muntah, takhi cardi dan hipertensi serta dapat meningkatkan resiko infeksi (Almon P,. 2018). Kecemasan preoperatif tidak dapat diatasi dengan cara farmakologis,dengan alasan dapat menyebabkan ketidakmampuan pasien untuk berkonsentrasi dan memahami kejadian selama perawatan dan prosedur operasi, serta dapat mengganggu proses pemulihan pasca operasi, dengan kata lain pasien katarak hanya dapat dilakukan dengan terapi non farmakologi diantaranya Slow Stroke Back Massage (SSBM)(Gataa, 2019). SSBM dalam praktik keperawatan berbeda dengan massage yang dilakukan pada terapi komplementer. SSBM merupakan jenis Swedish massage yang dikenal sebagai effleurage dengan menggunakan tekanan yang lemah dan agak lama (Harris & Richards, 2010). Tujuan massase adalah menimbulkan relaksasi otot, merangsang peredaran darah dan drainage limfatik (Ollney, 2017), menurunkan nyeri, ansietas dan ketegangan (Bauer et al., 2010).Meskipun massase merupakan suatu intervensi keperawatan tradisional yang sudah dikenal cukup lama, namun terapi Slow Stroke Back Massagedi Indonesia masih sedikit informasi dan belum banyak dilakukan di Indonesia, dimana terapi tersebut merupakan terapi yang dapat digunakan sebagai terapi nonfarmakologi



Jurnal Keperawatan PPNI| 2



dalam mengatasi kecemasan (Harris & Richards, 2010). Preoperatif akan menimbukan kecemasan, jika tidak ditangani dapat menjadi kecemasan berat seperti pasien mempunyai firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, gelisah serta pasien tidak mampu berkonsentrasi dan memahami kejadian selama perawatan dan prosedur. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat digunakan untuk mengurangi gejala kecemasan adalah terapi massage (Burman, 2019). Massase merupakan salah satu terapi komplementer dalam praktik keperawatan (Mok & Woo, 2017). Berdasarkan hasil uraian diatas kecemasan pada pasien properatif akan berdampak negatif pada kondisi pasien dan keberlanjutan dari recana operasi serta pemulihan sehingga diperlukan terapi non farmakologi untuk mengatasinya. SSBM merupakan terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan pada paisen preoperatif katarak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Klinik Mata Netra didapatkan kasus terbanyak pada pasien adalah katarak, didapatkan data tiga bulan terakhir September-November 2021 diketahui jumlah pasien katarak yang menjalani operasi 480 orang. Tidak sedikit pasien yang harus menjalani operasi, berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap 10 pasien yang akan menjalani operasi katarak, 6 orang diantaranya merasa cemas ketika pasien akan menghadapi operasi seperti takut akan kehilangan penglihatanya nanti setelah dilakukan operasi, sehingga ia mempunyai gangguan tidur seperti sukar tidur, terbangun pada malam hari dan tidur tidak pulas karena cemas dalam memikirkan hal yang belum terjadi pada pasien tersebut. Bahkan ada 4 orang lainya yang mempunyai sebelum pasien melakukan operasi seperti kecemasan dengan gejala firasat buruk, gelisah dan merasa tegang, sehingga pasien enggan untuk melakukan pemeriksaan dan operasi mata sedangkan ia sudah ada pelaksanaannya secara terjadwal.



METODOLOGI PENELTIAN Metode penelitian ini adalah QuasyExperiment dengan rancangan penelitian pretest-posttest two group desain. Variable independen (Variabel Bebas) adalah pasien pre operasi. Moderating Variabel adalah Slow Stroke Back Massage dan Variabel Dependen (Terkait) adalah kecemasan pasien pre operasi katarak. Subjek sampel penelitian ini sebanyak 60 orang terdiri dari kelompok eksperimen 30 orang dan kelompok kontrol 30 orang. Pengumpulan data dengan alat ukur kecemasan state atau State Anxiety Inventory (STAI). Terdiri dari 20 pernyataan dengan 4respon skala likert. Sebagian dari aitem tersebut merupakan pernyataanpositif (favorable), yakni merasa aman, nyaman, tidak gelisah, dansebagainya, yang terdapat pada 10 nomor dengan skor: 4= tidak samasekali; 3= kurang; 2= cukup; 1= sangat merasakan. Sepuluh lainnyamerupakan pernyataan negatif (unfavorable), seperti ketakutan padasesuatu yang akan terjadi, gelisah, cemas, dan ketegangan. Pemberian skor pada pernyataan negatif merupakan kebalikan dari skor pernyataan positif,yakni: 1= tidak sama sekali; 2= kurang; 3= cukup; 4= sangat merasakan. Total nilai (secore): 1. Skor 20-39 menunjukkan kecemasan ringan 2. skor 40-59menunjukkan kecemasan sedang 3. skor 60-80 menunjukkan kecemasan berat Perlakukan yang digunakan yaitu Intervensi SSBM. Tahapan Peneliti menentukan responden penelitian sesuai dengan kriteria, melakukan inform consent dan respon dengan mengisi kueisoner kecemasan. Responden dibagi menjadi 2 kelompok intervensi dan kelompok kontrol, pada kelompok intervensi diberikan Slow Stroke Back Massage (SSBM) selama 10-15 menit, sedangkan pada kelompok kontrol hanya wawancara selama 10-15 menit mengenai persiapan operasi. Prosedur pelaksanaan pada kelompok intervensi: 1) Jurnal Keperawatan PPNI| 3



Menjelaskan tujuan dan lama pemijatan kepada pasien; 2) Menjaga privasi dan keamanan pasien. Hanya ada pasien dan peneliti di ruang pijat; 3) Pasien duduk di kursi pijat dan menyandarkan kepalanya di bantal; 4) Sebelum memulai pemijatan, terlebihdahulu melakukan pemanasan dengan menggosokkan kedua tangannya. Untuk mencegah kerusakan pada kulit pasien, kemudian dioleskan ke kulit untuk melumasi permukaan gosok; 5) Pukulan halus dan melingkar kecil dengan ibu jari di leher (20 pukulan dalam 30 detik); 6) Pukulan permukaan dari pangkal tengkorak ke daerah sakral menggunakan telapak satu tangan dan mengulangi tindakan di sisi lain tulang belakang menggunakan telapak tangan yang lain, sedangkan tangan pertama akan bergerak ke arah pangkal tengkorak (60 pukulan dalam 120 detik); 7) Mengusap menggunakan tangan di sepanjang tulang belikat menggunakan ibu jari (20 pukulan halus dalam 30 detik) diikuti; 8) Pukulan tangan menggunakan ibu jari di kedua sisi tulang belakang dari bahu ke pinggang (10 pukulan dalam 30 detik) adalah yang berikutnya; 9) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



Selanjutnya mengusap dari daerah leher ke daerah sakrum dengan menggunakan kedua telapak tangan (40 pukulan dalam 90 detik); 10) Langkah 5 sampai 9 diulangi, dan di akhir pemijatan, yang selanjutnya permukaan kulit pasien dibersihkan dengan menggunakan handuk kecil. Peneliti melakukan pemijatan sendirian, di tempat yang tenang. Tahapan ketiga yaitu Dilakukan kembali pengukuran kecemasan pada kedua kelompok. Analisis Data terdiri dari Analisa data univariat yaitu dengan menghitung distribusi frekuensi kecemasan sebelum dan sesudah intervensi yaitu dengan menggunakan nilai mean (Me), median (Md), standar deviasi atau simpangan baku (Sd). Uji Normalitas Pada penelitian ini Uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel penelitian < dari 50 orang dan uji statistik menggunakan Shapiro-Wilk, masingmasing data menunjukkan ≤0,05 yang berarti kelompok data tersebut berdistribusi tidak normal, analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan uji non parametrik yaitu uji wilxocon.



Tabel 1 Karakteritik pasien pre operasi katarak di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung Karakteristik Usia Dewasa Akhir 45 th Lansia Awal 46-55 th JK Laki-Laki Perempuan Pendidikan Pendidikan Renadah (SD) Pendidikan Menengah (SMP-SMA) Pendidikan Tinggi (DIII, S1, S2) Penyakit Penyerta Ada Riwayat Tidak ada Riwayat



Tabel diatas mendekripsikan karakteristik responden yang diketahui pada kelompok kasus usia paling banyak 50% yaitu berada pada tingkatan lansia antara 46-55 tahun,



Total (n=60) %



Kasus (n=30) %



Kontrol (n=30) %



26 (43,3) 34 (56,7)



15 (50,0) 15 (50,0)



11 (36.7) 19 (63.3)



45 (75,0) 15 (25,0) 12 (20,0)



27 (90.0) 3 (10.0) 5 (16.7)



18 (60.0) 12 (40.0) 7 (23.3)



43 (71,7)



22 (73.3)



21 (70.0)



5 (8,3)



3 (10.0)



2 (6.7)



17 (28,3) 43 (71,7)



8 (26.7) 22 (73.3)



9 (30.0) 21 (70.0)



jenis kelamin laki-laki 90% berada pada kelompok kasus, pendidikan 73,3% respoden berada tingkatan SMA, dan pada riwayat penyerta yaitu 73,3% tidak Jurnal Keperawatan PPNI| 4



memiliki riwayat penyerta. Sedangkan pada kelompok kontrol diketahui dari jumlah 60 orang menunjukkan tingkat usia paling banyak 63,3% lansia awal 46-55



tahun, 70% memiliki pendidikan SMA, 63,3% responden memiliki status tinggi dan 70% responden tidak memiliki riwayat penyakit penerta pada kelompok kontrol.



Tabel 2 Tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak sebelum dan sesudah dilakukan Slow Stroke Back di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung



Variabel



Kecemasan Pre-Test Post-Test



Range minmax Total



Total (n=60) mean±SD



28-74 25-60



Range min-max Total Eksperimen



52.13±11.726 46.62±11.740



Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen pre-SSBM didapatkan minmax (33-69) dan sesudah SSBM didapatkan min-max (21-65), sedangkan pada kelompok kontrol diketahui tingkat kecemasan sebelum dan sesudah SSBM min-max (28-74). Sedangkan rata-rata yang ditunjukan dengan nilai mean pada kelompok eksperimen mean 52.20±10.971 (kecemasan sedang) dan sesudah intervensi



33-69 21-65



Range minmax Total kontrol



Eksperimen (n=30) mean±SD



52.20±10.971 (Kecemasan Sedang) 37.00±9.752 (Kecemasan Ringan)



28-74 28-74



Kontrol (n=30) mean±SD



58.67±10.489 (Kecemasan Sedang) 56.17±13.777 (Kecemasan Sedang)



mean 37.00±9.752 (kecemasan ringan), sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan sebelum SSBM mean 58.67±10.489 (kecemasan sedang) dan sesudah SSBM pada kelompok kontrol yaitu 56.17±13.777 (kecemasan sedang). Dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan range tingkat kecamasan antara sebelum dan sesudah intevnsi SBBM.



Tabel 3 Pengaruh Intervensi Slow Stroke Back Pijat Terhadap Kecemasan Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol Dengan Slow Stroke Back Pijat Di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung Grup Eksperimen (n=30)



Pre-SSBM Post-SSBM



52.20±10.971 37.00±9.752



MinMax 33-69 21-65



Kontrol (n=30)



Pre-SSBM Post-SSBM



58.67±10.489 56.17±13.777



28-74 28-74



Berdasarkan hasil uji wilxocon yang digunakan untuk menguji skor kecemasan pasien sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kecemasan pada kelompok intervensi (SSBM) menurun secara signifikan (p=0,000), tetapi pada kelompok kontrol, penurunan skor



Mean±sd



p-value 0,000



0,244



kecemasan tidak signifikan (p=0,244). Disimpulkan bahwa ada pengaruh antara tingkat kecemasan kelompok yang diberikan intervensi SSBM pada kelompok eksperimen dengan yang tidak diberikan SSBM pada kelompok kontrol , sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Jurnal Keperawatan PPNI| 5



Tabel 4 Perbandingan perubahan Tingkat Kecemasan pasien Katarak antara sebelum dan sesudah SSBM Kel. Eksperimen Tingkat Kecemasan



n 23a 0b 7c



Penurunan (-) Peningkatan (+) Tetap (Ties) Total



Nilai P



Z-Score -4.198b



0,000



30



Kel. Kontrol Tingkat Kecemasan



n 17a 10b 3c



Penurunan (-) Peningkatan (+) Tetap (Ties) Total



ZScore -1.166b



Nilai P 0,244



30



Ket: Uji Wilxocon



Berdasarkan hasil perbandingan perubahan tingkat kecemasan pada pasien katarak antara sebelum dan sesudah diberikan SSBM pada kelompok eksperimen diketahui ada penurunan tingkat kecemasan sebanyak 23 orang, dan yang tidak memiliki perubahan (ties) antara sebelum dan sesudah intervensi sebanyak 7 orang, serta tidak ada kecemasan yang meningkat, sedangkan pada kelompok kontrol yang mengalami penurunan tingkat kecemasan



ada 17 orang, dan kecemasan yang meningkat sebanyak 10 orang serta kecemasan tetap (ties) sebanyak 3 orang. Dapat disimpulkan bahwa uji wilxocon pada kelompok eksperimen terdapat pengaruh pada pasien katarak setelah diberikan SSBM (p=0,000) dan sedangkan pada kelompok kontrol (p=0,244) yang berarti kelompok kontrol tidak mempunyai pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM.



Pembahasan



Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Pratiwi (2021) yang menyatakan hasil penelitiannya bahwa dari sampel sebanyak 30 orang menunjukkan nilai median sebesar 72.00 memiliki kecemasan berat. Kecemasan yang dirasakan pasien pre operasi sebagian besar disebabkan karena ketidaktahuan tentang prosedur operasi, sehingga timbul perasaan tidak tenang. Dalam pikiran mereka timbul bayangan-bayangan akibat persepsi mereka sendiri yang seringkali menambah rasa cemas.



Tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak sebelum dilakukan Slow Stroke Back Pijat di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata tingkat kecemasan yang ditunjukan dengan nilai mean pada kelompok eksperimen mean 52.20±10.971 (tingkat kecemasan sedang) dan kelompok kontrol didapatkan sebelum SSBM mean 58.67±10.489 (tingkat kecemasan sedang). Dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terdapat perbedaan range tingkat kecamasan antara sebelum dan sesudah intevnsi SBBM. Hal ini disebabkan karena tingkat kecemasan yang dipengaruhi oleh adanya kondisi fisik yang cenderung akan lebih mengalami kecemasan berat seperti murung dan gelisah, selain itu dipengaruhi juga oleh komunikasi dan pengaruh interpersonal perawat yang kurang tersampaikan kepada pasien atas tindakan operasi yang dilakukan sehingga pasien merasa kebingungan (tidak tahu) besar kecilnya jenis operasi katarak yang akan dilakukan dimeja operasi tersebut.



Penelitian lain yang sesuai yaitu penelitian Supriani (2017) yang didapatkan hasil tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi yaitu tingkat kecemasan berat (70%) dan kecemasan sedang (30%). Sesudah diberikan terapi didapatkan sebanyak 70% mengalami penurunan kecemasan menjadi cemas ringan. Menurut teori Potter Dan Perry (2018) menjelaskan bahwa keperawatan pre operasi dimulai ketika keputusan tindakan pembedahan diambil, dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke kamar operasi. Fase pre operasi dilakukan pengkajian operasi awal, merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan pasien melibatkan Jurnal Keperawatan PPNI| 6



keluarga atau orang terdekat dalam wawancara, memastikan kelengkapan pemeriksaan pre operasi, mengkaji kebutuhan pasien dalam rangka perawatan pasca operasi. Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Smeltzer, 2019). Operasi katarak memiliki resiko tinggi karena mengandung resikoresiko yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan pasien. Kondisi tersebut memberikan dampak psikologis pada pasien pre operasi, seperti timbulnya rasa ketakutan dan kecemasan. Dampak psikologis yang umum diantaranya takut tindakan anastesi, takut rasa nyeri, takut cacat atau anggota tubuh tidak bisa berfungsi normal kembali, dan lain hal sebagainya (Ahsan, Retno, & Sriati 2017). Cemas merupakan sebuah kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan pada seseorang. Sedngkan kecemasan merupakan suatu emosi dan pengalaman subjektif dalam diri seseorang (Rizki, Hartoyo, & Sudiarto 2019). Tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak sebelum sesudah dilakukan Slow Stroke Back Pijat di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat kecemasan post-SSBM didapatkan pada sesudah intervensi mean 37.00±9.752 (tingkat kecemasan ringan), dan sesudah SSBM pada kelompok kontrol yaitu 56.17±13.777 (tingkat kecemasan sedang). Hal ini bahwa responden pre operasi setelah dilakukan SSBM pada kelompok eksperimen yaitu memiliki tingkatan antara 37.00 artinya pasien memiliki tingkatan kecemasan ringan, hal ini bahwa pasien yang sudah melakukan SBBM yaitu pasien merasa tenang, merasa nyaman dan percaya diri, sehingga ia sudah siap untuk melakukan operasi katarak. Hal



ini dipengaruhi oleh terapi SSBM. SSBM merupakan terapi yang paling efektif untuk pereda rasa cemas pada pasien katarak yang akan melakukan operasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mariati (2021) yang menyatakan bahwa sesudah diberikan terapi SSBM dapat mengurangi rasa cemas. Demikian bahwa penanganan kecemasan, yang bersifat non farmakologi dapat dipercaya berperan dalam mengatasi rasa cemas seperti teknik Pijat. Salah satu teknik pijat adalah SBBM yang dikenal dengan tindakan pemijatan pada tangan dengan tehnik lima langkah pemijatan menggunakan minyak. Kim dkk (2013) telah membuktikan pada klien yang menjalani pembedahan katarak bahwa terapi pemijatan dapat menurunkan tingkat kecemasan seorang klien secara fisik dan psikologis. Tindakan Pijat dapat merangsang peningkatan hormon oksitosin dan mengurangi hormon adrenocortiko trofin (ACTH) pada manusia (Sitompul, 2017). Upaya yang dilakukan dalam penanganan dalam masalah kecemasan pada fase praoperasi yang dilakukan oleh dokter ahli anestesi yaitu memberikan terapi medikasi bersama perawat terkait pendidikan/penyuluhan kesehatan tentang tehnik latihan SSBM dalam dan pemberian informasi-informasi prosedur operasi/ pembedahan yang akan dilakukan. Belum ada upaya penanganan masalah kecemasan dengan menerapkan terapi pemijatan pada tangan atau SBBM oleh perawat (Sitompul, 2017). SBBM dikenal dengan pijat sederhana yang memberikan rasa nyaman, pemijatan dilakukan dengan santai khususnya bagi yang mengalami stres, mengalami kesulitan dalam membina pengaruh dengan orang lain, SBBM ini juga dapat berguna untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit karena menimbulkan efek relaksasi dan dapat mengurangi kecemasan. SBBM juga dapat diterapkan untuk membantu mengurangi behavioural and psychological Jurnal Keperawatan PPNI| 7



symptoms of dementia (BPSD) (Pramesti, 2020). SBBM juga menjadi pilihan untuk memberikan sensasi kenyamanan yang dapat meredakan ketegangan akibat nyeri dan membuat klien menjadi rileks. Pengaruh yang ditimbulkan dari terapi SBBM adalah untuk mengurangi ketegangan, dapat meningkatkan relaksasi fisik klien dan juga psikologinya. SBBM ini juga dapat membantu dalam hal kemandirian klien bersama keluarganya dalam upaya mengelola nyeri yang dirasakan, khususnya bagi klien yang tidak bersedia mengatasi nyerinya dengan menjalani terapi farmakologi. Selain itu dalam pemberian terapi SBBM tidak memerlukan peralatan khusus yang membutuhkan biaya besar sehingga terapi ini dapat diterapkan pada klien dengan strata ekonomi apapun (Fadilah, 2016). Pengaruh Intervensi Slow Stroke Back Pijat Terhadap Kecemasan Sebelum Dan Sesudah Pada Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol Dengan Slow Stroke Back Pijat Di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung Berdasarkan hasil uji wilxocon yang digunakan untuk menguji skor kecemasan pasien sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor kecemasan pada kelompok intervensi (SSBM) menurun secara signifikan (p=0,000), tetapi pada kelompok kontrol, penurunan skor kecemasan tidak signifikan (p=0,244). Hasil penelitian ini sejalan dengan yang telah dilakukan oleh Sumanti (2022) menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah SSBM terhadap tingkat kecemasan. Secara umum orang yang mengalami kecemasan akan berdampak pada sejumlahg angguan fisik seperti turunnya daya tahan tubuh, mudah pusing, kejang otot (kram), serta bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti kardiovaskular, hipertensi.



Berdasarkan hasil perbandingan perubahan tingkat kecemasan pada pasien katarak antara sebelum dan sesudah diberikan SSBM pada kelompok eksperimen diketahui ada penurunan tingkat kecemasan sebanyak 23 orang, dan yang tidak memiliki perubahan (ties) antara sebelum dan sesudah intervensi sebanyak 7 orang, serta tidak ada kecemasan yang meningkat, sedangkan pada kelompok kontrol yang mengalami penurunan tingkat kecemasan ada 17 orang, dan kecemasan yang meningkat sebanyak 10 orang serta kecemasan tetap (ties) sebanyak 3 orang. Dapat disimpulkan bahwa uji wilxocon pada kelompok eksperimen terdapat pengaruh pada pasien katarak setelah diberikan SSBM (p=0,000) dan sedangkan pada kelompok kontrol (p=0,244) yang berarti kelompok kontrol tidak mempunyai pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM. Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak jelas, hal ini dapat menimbulkan berbagai respon fisiologi salah satunya adalah peningkatan tekanan darah dan Menurut Parsudi, dkk., 2018 menyatakan bahwa pada dasarnya pasien mengalami tingkat kecemasan pengaruhi oleh faktor pribadi individu, kurangnya pengalaman, kurangnya keterampilan sosial, adanya pola pikir dan persepsi negatif terhadap situasi dan diri sendiri, pengalaman yang tidak menyenangkan, dukungan sosial, konflik serta lingkungan yang mengancam Fase pre operasi dari peran keperawatan dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah di buat dan berakhir ketika pasien dikirim keruangan operasi. SSBM adalah teknik pijat yang secara khusus menargetkan pemberian pijatan pada otot-otot di bagian tangan (NatureCoast, 2019). Teori mengenai SSBM menjelaskan bahwa pemberian SSBM khususnya pada punggung tangan dan pergelangan tangan yang merupakan titik meridian jantung yang melewati dada dapat membantu dalam pelepasan endorfin ke dalam tubuh yang dapat memperlancar Jurnal Keperawatan PPNI| 8



peredaran darah dan menutrisi sel, sehingga mampu memberikan efek relaksasi (Fengge, 2012). Relaksasi yang dirasakan memberikan efek sensasi menenangkan anggota tubuh, meringankan dan merasa kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh yang mampu mempengaruhi kerja saraf otonom sehingga berdampak pada munculnya efek menenangkan dan penurunan respon emosi (Lestari & Yuswiyanti, 2015).



berfungsi mengontrol aktivitas yang berlangsung dan bekerja pada saat tubuh rileks, sehingga penderita hipertensi mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus respon relaksasi dan menyebabkan penurunan tekanan darah sehingga relaksasi dapat menekan rasa tegang yang dialami oleh individu sehingga timbul counter conditioning (penghilangan) dan mampu mengurangi kecemasan (Potter & Perry, 2010)



Hal ini sejalan dengan peneliti terdahulu yang mengungkapkan bahwa SSBM membantu mencapai relaksasi dan mengurangi hantaran neural ke hipotalamus karena mampu menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis, medula adrenal, hormon ACTH yang membuat kerja sistem tubuh lainnya juga mengalami penurunan (Sitompul & Mustikasari, 2017). Stimulasi pada kulit yaitu Slow Stroke Back Massage dimana massage ini berfungsi untuk membuat keadaan pasien merasa nyaman sehingga dapat menurunkan tingkat stres pasien serta menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang berdampak pada penurunan tekanan darah (Holland & Pokorny, 2019).



SIMPULAN DAN SARAN



Mekanisme Slow Stroke Back Massage yaitu meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas saraf parasimpatis, sehingga menyebabkan terjadinya pelepasan endorfin yang membuat pembuluh darah menjadi vasodilatasi (Holland & Pokorny, 2019). Slow Stroke Back Massage dapat menstimulasi saraf-saraf di superficial kulit yang kemudian diteruskan ke otak di bagian hipotalamus. Sistem saraf desenden melepaskan opiat endogen seperti hormon endorphin. Pengeluaran hormon endorphin mengakibatkan meningkatnya kadar hormon endorphin didalam tubuh yang akan meningkatkan produksi kerja hormone dopamin. Peningkatan hormon dopamine mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas system saraf parasimpatis. Sistem saraf parasimpatis



Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka simpulan pada penelitian ini dirujuk berdasarkan tujuan khusus yaitu : 1. Tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak sebelum dilakukan Slow Stroke Back Massage di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung didapatkan rata-rata tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen mean 52.20±10.971 dan kelompok kontrol mean 58.67±10.489 2. Tingkat kecemasan pasien pre operasi katarak sesudah dilakukan Slow Stroke Back Massage di Klinik Netra Spesialis Mata Bandung tingkat kecemasan sesudah intervensi mean 37.00±9.752dan sesudah SSBM pada kelompok kontrol yaitu 56.17±13.777. 3. Terdapat pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM pada kelompok eksperimen (p=0,000), sedangkan pada kelompok kontrol tidak memiliki pengaruh antara sebelum dan sesudah SSBM (p=0,244). Saran 1.



Bagi Klinik SSBM dapat digunakan di Klinik sebagai suatu alternatif pengobatan untuk mengatasi kecemasan sesaat ketika pasien dalam menghadapi operasi katarak, sehingga pasien memiliki kondisi nyaman, tenang dan tidak gelisah dan untuk klinik dapat dijadikan pengobatan alternatif Jurnal Keperawatan PPNI| 9



2.



Bagi Perawat Meningkatkanpemberian layanan keperawatankepada pasien pre operasi katarak yangmengalami kecemasan melaluipemberian intervensi SSBM pada pasien yang akan melakukan operasi katarak, sehingga dapat menurunkan kecemasan dan kecemasan dapat diturunkan dengan cara pasien diberi SBBM.



DAFTAR PUSTAKA Afrila, 2017. Pengaruh Teknik Guided Imagery Terhadap. Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Katarak di RS Permana Sari. Bandar Lampung. Naskah Publikasi Anderson. 2018. Complications Of Cataract Surgery. Clinical And Experimental Optometry., 2018 Nov;93(6):379-89. Almon P,. 2018. Cataracts. The Lancet. 2018 Aug 5;390(10094):600-12 America Academy Of Opthalmology, 2020. Age Related Or Senile Cataract: Pathology, Mechanism And Management.Austin Journal Of Clinical Ophtalmology. Baradero Et Al, 2018. Anatomy&Embriology Of The Eye. Pada: Eva Pr Dan Whitcher Jp.Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Ed 19. New York : The Mcgraw-Hill Companies Bauer Et Al., 2010. Cataracts. Innovait. 2010 Sep;6(9):555-62 Brunner & Suddarth, 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta Egc. Burman, 2019. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Erlangga Gataa R, Ajmi Tn Dkk 2019. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Edisi 9. Jakarta: Egc Gianino Et Al. 2018. At A Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Erlangga



3.



Penelitian Selanjutnya Penelitian ini hanya dilakukan pada 2 kelompok dengan masing-masing 30 kelompok eksperimen dan 30 kelompok kontrol, sehingga tidak semua pasien yang mendapatkan perlakuan ini, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat memberikan terapi SSBM pada semua pasien pre operasi secara menyeluruh.



Harris & Richards, 2010. Diseases. Professional Journal. 2010 Sep 1;24(9).



Cataract Medical



Holland & Pokorny, 2019. The Morphology Of Cataract And Visual Performance. Eye. Jan;7(1):63. Ilyas, 2017. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit. Fkui. Kartijo, 2013. Terapi Back Massage Menurunkan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Abdomen. Jurnal Penelitian Keperawatan. Vol. 1. No. 2. Hal 103207. Kediri. 2407-7232 Khurana, 2017. Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive Kristina, 2017. Efektifitas Teknik Relaksasi Imajinasi Terbimbing Dan Nafas Dalam Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rsud Ra Kartini Jepara. Http://Ejournal.Stikestelogorejo.Ac.Id Lang, 2017. A Rating Instrument For Anxiety Disorders. Psychomatics. Volume 12, Issue 6, Page 371-379 Maryam Dkk, 2018. Mengenal Katarak Dan Perawatannya. Jakarta : Salemba. Mcree, Noble, & Pasvogel, 2018. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, Dan Aplikasi.Jakarta: Salemba Medika Mok & Woo, 2017. A Brief Illustration Of The Official National Standards For The Safe Use Of Cupping Therapy (Hijama) In Saudi Arabia. Journal Of Integrative Medicine, 16(5), 297–298. Https://Doi.Org Jurnal Keperawatan PPNI| 10



Moraska, Et Al., 2009. Simulation In Cupping Training: An Innovation Method. Journal Of Acupuncture And Meridian Studies, 10(6), 409–410. Https://Doi.Org/ Mohammadpourhodki,et.,al. 2019. Evaluating the effect of massage based on Slow Stroke Back Massage on the anxiety of candidates for cataract surgery. Romanian Journal of Ophthalmology, 63(2), 146–152. https://doi.org/10.22336/rjo.2019.22 Muyasaroh, H. 2020. Kajian Jenis Kecemasan Masyarakat Cilacap dalam menghadapi Pandemi Covid 19. LP2M UNUGHA Cilacap, 3. Myers Dalam Annisa, 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Nevid Dkk,2018. Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga: Jakarta. Notoatmodjo, 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam, 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika Nursalam, 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika Ollney, 2017. Cataract, Phacoemulsification And Intraocular Pressure: Is The Anterior Segment Anatomy The Missing Piece Of The Puzzle?. Progress In Retinal And Eye Research.Outcome, Singapore: Elsevier. Pte. Ltd P2ptm Kemenkes Ri, 2019. Ajar Ilmu Mata. Jakarta Parveen Et Al. 2016. The Epidemiology Of Cataract: A Review Of The Literature. Ophthalmic Epidemiology. Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi Di Rsup Fatmawati Tahun 2009, Skripsi, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu



Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Potter & Perry, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep,Proses Dan Praktik. Edisi4.Volume 2.Alih Bahasa Renata. Potter Dan Perry, 2018. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Konsep,Proses Dan Praktik. Edisi4.Volume Edisi Revisi.Alih Bahasa Renata. Ramke Et Al. 2017; Gianino Et Al. 2018. Cataract And Surgery For Cataract. Bmj. Jul 13;333(7559):128-32. Rianto, 2020. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha. Medika. Yogyakarta Rossalinda, 2017. Pandemi Covid 19 Di Negara Berkembang Dan Negara Maju: A Literatur. Review. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kesehatan Sivalitar, 2017. Comparison Of Changes In Intraocular Pressure And Anterior Chamber Before And After Cataract Surgery Smeltzer, 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddarth, Edisi 8. Jakarta : Egc. Stuart & Sundeen, 2018. Buku Saku Ilmu Keperawatan Jiwa (5th Ed.). Jakarta: Egc. Suliswati, 2018. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat. Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif, Fakultas Kedokteran. Syamsuhidajat, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem Organ Dan Tindak Bedahnya (1). 4th Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Egc Who, 2020. Https://Www.Who.Int/.



Jurnal Keperawatan PPNI| 11