Jurnal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris Effect of Liquid Waste Tofu Concentration on Growth Microalgae Chlorella vulgaris Oleh *Wilhelmina D. Jelalu**Maria T. Danong**Kristina M. Nono *Penulis **Pembimbing Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknik Universitas Nusa Cendana Emai:[email protected]



ABSTRAK Tahu merupakan makanan tradisional yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Industri tahu di Indonesia semakin berkembang sehingga tingkat penghasil limbah cair tahu juga semakin tinggi. Proses pengolahan limbah cair secara biologi biasanya memanfaatkan mikroorganisme seperti mikroalga. Penelitian ini menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 6 perlakuan dan 2 ulangan. Adapun perlakuan dengan konsentrasi limbah cair tahu yaitu 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan kontrol (0%). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kepadatan sel yang dilihat berdasarkan nilai optical density. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara keenam perlakuan. Kepadatan sel tertinggi terdapat pada konsentrasi 15% dengan nilai rata-rata optical density 16,57 sedangkan untuk kepadatan sel terendahnya terdapat pada perlakuan 25% dengan nilai rata-rata optical density 4,56. Kata kunci : limbah cair tahu, Chlorella vulgaris, kepadatan sel. ABSTRACT Tofu is a traditional food that is highly favored by all levels of Indonesian society. Industrial of tofu in Indonesia is growing so that the level of liquid waste producers know also higher. The process of biological of liquid waste treatment typically using microorganism such as microalgae. This study uses microalgae Chlorella vulgaris. The goal is to determine the effect of concentration of liquid waste tofu on the growth of microalgae Chlorella vulgaris. This study used a completely randomized design consist of 6 treatments and two replications. The treatment with the concentration of liquid waste tofu of 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and controls (0%). The variables were observed in this study is the density of cells seen by optical density value. Based on the analysis of variance is known that there is a real difference between the sixth treatment. The cell density is highest at concentrations of 15% with an average value of 16.57 optical density, for the



lowest cell density are in treatment 25% with average value average optical density 4.56. Keywords: liquid waste of tofu, Chlorella vulgaris, cell density. PENDAHULUAN Tahu merupakan makanan tradisional dengan kandungan gizi yang baik. Industri tahu di Indonesia semakin berkembang dan pembuatannya masih menggunakan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan baku) masih sangat rendah dan tingkat produksi limbahnya sangat tinggi (Arinto dkk, 2013). Limbah cair tahu tersebut jika dibuang langsung ke lingkungan tanpa proses pengolahan, maka akan menyebabkan terjadinya pengendapan zat-zat organik pada badan perairan, proses pembusukan dan berkembangnya mikroorganisme patogen (Sudaryati dkk., 2007 dalam Arinto dkk. 2013). Herlambang (2002) dalam Fadilla (2010) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik yang disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan organik. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi yang bersifat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau (Rossiana, 2006). Kondisi anaerobik tersebut bila dibiarkan maka air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari maka akan menimbulkan gangguan kesehatan seperti penyakit gatal-gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya (Kaswinarni, 2007 dalam Anggreani, 2009). Salah satu metode pengolahan limbah cair tahu secara biologi yang dewasa ini sering dilakukan adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai dasar fungsional dalam proses penanganan (Citroreksono, 1996). Mikrorganisme yang sering digunakan dalam pengolahan limbah cair adalah mikroalga. Salah satu mikroalga yang sering digunakan untuk menetralisir limbah cair industri adalah mikroalga Chlorella vulgaris. Selain penggunaan mikroalga Chlorella vulgaris sebagai agen penetralisir limbah, Chlorella vulgaris memiliki manfaat lain seperti memiliki kandungan protein, klorofil I dan beta karoten dapat digunakan sebagai antioksidan, penangkal racun dalam tubuh, regenerasi sel, dan lain-lain (Spolaore, 2006 dalam Pratama 2011). Selain itu, Chlorella vulgaris juga banyak digunakan sebagai



pakan ikan, serta kandungan lipidnya yang cukup tinggi juga potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Mengingat banyaknya manfaat Chlorella vulgaris dimana salah satunya adalah dapat menetralisir limbah cair industri serta mengingat keresahan masyarakat di sekitar tempat pembuatan tahu, maka penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris“. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana-Kupang, Nusa Tenggara Timur pada bulan SeptemberNovember 2015. Alat dan Bahan Rotary sheker, spektrofotometer tipe Milton Roy Specrtonic 20D, autoclave, pH meter, termometer, lampu neon 20 watt, kuvet, mikropipet 5 ml, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas beker, timbangan analitik, gelas kultur, gelas ukur, wadah, pembakar bunsen, Isolat murni mikroalga Chlorella vulgaris, limbah cair tahu, akuades steril, alkohol 70%, aluminium foil, MgSO4, KH2PO4, NaNO3, FeCl3 dan Na2CO3 untuk pembuatan medium Benneck, tissue, kapas, kertas label, karet gelang, dan spritus. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 2 ulangan. Penentuan konsentrasi ini mengacu pada Fadilla, 2010 yang dimodifikasi pada bagian konsentrasi limbah cair tahu serta total volume setiap perlakuan. Keenam perlakuan tersebut adalah : a. Perlakuan 0 (P0) 200 medium Benneck sebagai medium kontrol (tanpa limbah cair tahu) b. Perlakuan I (P1) 5% = 10 ml limbah cair tahu + 190 ml akuades steril c. Perlakuan II (P2) 10% = 20 ml limbah cair tahu + 180 ml akuades steril d. Perlakuan III (P3) 15% = 30 ml limbah cair tahu + 170 ml akuades steril e. Perlakuan IV (P4) 20% = 40 ml limbah cair tahu + 160 ml akuades steril f. Perlakuan V (P5) 25% = 50 ml limbah cair tahu + 150 ml akuades steril Prosedur Penelitian



1. Tahap Persiapan. a. Sterilisasi 1) sterilisasi alat Persiapan sterilisasi alat dimana semua peralatan yang akan digunakan dicuci, dikeringkan, dibungkus dengan kertas HVS yang masih bersih, dilapisi plastik bening, dan diikat dengan karet gelang kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 1210 C dengan tekanan 1 atm selama ½ jam. 2) sterilisasi limbah cair tahu Kegiatan sterilisasi limbah cair tahu didahului dengan proses penyaringan limbah cair tahu menggunakan kapas yang telah dilapisi dengan kain kasa. Selanjutnya limbah cair tahu tersebut dipasteurisasi bertingkat sebanyak 3 kali pada suhu 900 C selama ½ jam. Kemudian media tersebut dimasukan dalam lemari pendingin untuk menghindari adanya kontaminan. b. Pembuatan medium Benneck untuk aklimatisasi kultur Chlorella vulgaris (Zahir, 2011 dan Pratama, 2011) Medium yang digunakan sebagai medium kultur media pertumbuhan Chlorella vulgaris dalam penelitian ini adalah medium Benneck. Cara membuat satu liter medium : 1) Menyiapkan bahan-bahan di atas: MgSO4 100 mg, KH2PO4 200 mg, NaNO3 500 mg, FeCl3 3-5 mg dan Na2CO3 150 mg. Lalu keempat bahan tersebut dilarutkan dalam 1 dm3 aquadest, diaduk sampai seluruh bahan larut. 2) Medium disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 1210 C selama ±1,5 jam, lalu didinginkan. 3) Medium yang telah steril dan dingin dipisahkan terlebih dahulu dari endapan yang terdapat pada dasar medium dengan cara dituangkan medium Benneck pada wadah yang baru hingga tersisa bagian endapannya untuk dibuang. 4) Kemudian medium Benneck disimpan dalam lemari pendingin bila tidak langsung digunakan. c. Peremajaan isolat Chlorella vulgaris dalam medium Benneck (Zahir, 2011) Cara pembiakan isolat Chlorella vulgaris : 1) Isolat murni Chlorella vulgaris diinokulasikan ke dalam medium Benneck. Perbandingan antara jumlah stok Chlorella vulgaris dengan medium adalah 20 ml : 100 ml (20% dari media) yaitu 20 ml isolat Chlorella vulgaris dan 100 ml medium Benneck . Proses inokulasi dilakukan dengan teknik aseptis. 2) Lalu kultur tersebut diinkubasi dalam rotary shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 5 hari. Rotary sheker yang digunakan sebelumnya telah



dilengkapi dengan 3 buah lampu neon untuk membantu pencahayaan sehingga Chlorella vulgaris mendapatkan suplai cahaya yang optimal. d. Pembuatan medium limbah cair tahu (Fadilla, 2010 yang dimodifikasi) Pembuatan medium limbah cair tahu dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap prekultur dan tahap perlakuan. Pembuatan medium limbah cair tahu untuk tahapan prekultur dibuat dengan konsentrasi paling rendah yaitu dengan komposisi limbah cair tahu steril 5% dari total media kultur 300 ml (15 ml limbah cair tahu + 285 ml aquades steril). Pembuatan medium limbah cair tahu selanjutnya dibuat sesuai perlakuan penelitian yaitu konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%, masing-masing perlakuan dibutuhkan sebanyak 200 ml. Media tersebut lalu dimasukkan ke beberapa wadah steril yang telah diberi label yang jelas (Fadilla, 2010). 2. Tahap Prekultur Kultur Chlorella vulgaris hasil penanaman dalam medium Benneck diinokulasikan ke dalam medium perlakuan limbah cair tahu dengan konsentrasi paling rendah. Jumlah inokulum yang diinokulasikan kedalam medium prekultur adalah 20% dari media sehingga totalnya adalah 60 ml kultur Chlorella vulgaris. Wadah kultur tersebut diinkubasi dalam rotary sheker dengan kecepatan 150 rpm selama 5 hari hingga mencapai fase log. 3. Tahap Pelaksanaan (Inokulasi Chlorella vulgaris Dalam Medium Perlakuan) Kultur Chlorella vulgaris yang telah diperoleh dari hasil penanaman dalam medium limbah cair tahu pada tahap prekultur diinokulasikan ke dalam medium perlakuan limbah cair tahu sebanyak 5 ml untuk masing masing perlakuan. Kemudian wadah tersebut diinkubasi dalam rotary shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 10 hari. 4. Penghitungan Jumlah Sel Menggunakan Metode Tidak Langsung Berdasarkan Nilai Optical Density (Pratama, 2011) Penghitungan optical density dilakukan setiap 12 jam sekali dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Cara penghitungan menggunakan spektrofotometer adalah sebagai berikut: a. Spektrofotometer diatur pada panjang gelombang 600 nm. b. Spektrofotometer dikalibrasi dengan kuvet berisi larutan blanko (medium limbah cair tahu sesuai konsentrasi perlakuan) sebanyak 5ml pada panjang gelombang yang sama, kemudian diatur agar absorbansinya menunjukkan angka 0,000 (nol). c. Sampel sebanyak 5 ml dimasukan ke dalam kuvet, kemudian diuji dalam spektrofotometer. Data yang diambil adalah nilai absorbansinya (optical density). Absorbansi cahaya sebanding dengan konsentrasi dan ketebalan medium (kerapatan optik). Sejumlah cahaya yang diabsorbsi meningkat ketika jumlah sel meningkat. Data hasil pengukuran tiap 12 jam dicatat dan dibuat kurva nilai optical density vs waktu sehingga diperoleh kurva pertumbuhannya.



5. Pengukuran faktor lingkungan Pengukuran faktor lingkungan ruang kultur meliputi suhu ruang ( oC) dengan menggunakan termometer ruang, serta nilai pH medium yang diukur menggunakan pH meter. Pengukuran suhu ruang dan pH medium dilakukan setiap 12 jam sekali. Dicatat dan dilakukan analisis terhadap semua data yang diperoleh. Varibel Pengamatan a. Variabel terikat Variabel terikat yang diukur dalam penelitian ini adalah kerapatan/kepadatan sel yang dilihat dari nilai optical density. b. Variabel bebas Variabel bebas yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu (oC) dan pH. Analisis Data Data hasil pengamatan kerapatan sel Chlorella vulgaris diolah secara statistik dengan menggunakan metode analisis sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5%. Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata maka akan dilakukan uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Kultur murni mikroalga Chlorella vulgaris yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Pakan Alami BBPBAP (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau) Jepara, Jawa Tengah. Medium limbah cair tahu yang digunakan diperoleh dari pabrik tahu Kelurahan Oesapa Barat. Limbah cair tahu ini berupa cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey). Mikroalga Chlorella vulgaris yang digunakan dalam penelitian ini dikultivasi dalam rotary shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 10 hari masa kultivasi. Tujuan penggunaan rotary shaker adalah agar semua kultur mikroalga Chlorella vulgaris yang ada mendapatkan suplai oksigen yang sama. Sebelum memulai penelitian dilakukan pensterilan terhadap alat dan bahan yang akan digunakan. Peralatan yang akan digunakan disterilisasi menggunakan autoclave sedangkan medium limbah cair tahu dengan pasteurisasi bertingkat sehingga nutrisi yang ada dalam limbah cair tahu tidak rusak. Setelah persiapan alat dilanjutkan dengan penyiapan medium. Medium yang disiapkan terlebih dahulu adalah medium Benneck. Pertimbangan penggunaan medium Benneck adalah memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris (Zahir, 2011 dan Pratama, 2011). Medium Benneck mengandung senyawa-senyawa yaitu KH2PO4, MgSO4, NaNO3, dan FeCl3. Senyawa KH2PO4 mengandung ion fosfat (PO43-) dimana senyawa ini dibutuhkan oleh mikroalga



untuk meningkatkan pertumbuhannya. Magnesium merupakan zat yang diperlukan oleh tumbuhan dan mikroalga hijau sebagai pembentuk klorofil. NaNO3 dan FeCl3 mengandung senyawa makro yang diperlukan oleh mikroalga untuk perkembangan sel-nya, yaitu natrium dan besi (Pratama, 2011). Unsur Fe berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai komponen esensial dalam proses oksidasi. Pembuatan medium Benneck juga ditambahkan Na2CO3 sebagai sumber karbon. Tujuan pemberian karbon ini adalah selain untuk mensuplai ion bikarbonat pada sel pada proses fotosintesis, juga untuk mempercepat adaptasi dan memudahkan mikroalga untuk bertahan hidup dalam medium yang baru (Zahir, 2011). Pembuatan medium limbah cair tahu dilakukan secara terpisah, yaitu untuk tahap aklimatisasi atau prekultur dan tahap pelaksanaan. Aklimatisasi kultur Chlorella vulgaris dilakukan secara bertahap yaitu dari medium Benneck ke medium limbah cair tahu. Pembiakkan ini bertujuan untuk memperbanyak stok yang ada. Tahapan prekultur ini sangat penting dalam inokulasi Chlorella vulgaris, dimana pada tahap ini Chlorella vulgaris dikenalkan pada medium baru agar dapat beradaptasi hingga melewati fase lagnya (berada pada fase log atau eksponensial). Tahap prekultur ini dibuat dengan harapan agar sel-sel mikroalga yang ada telah siap untuk memanfaatkan nutrisi yang ada dalam medium. Tahap prekultur atau aklimatisasi dilakukan selama selama ± 6 hari (132 jam). Pada tahap prekultur ini diperoleh data nilai Optical density yang terus mengalami peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa mikroalga Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan nutrisi yang ada dalam medium limbah cair tahu untuk pertumbuhannya. Perubahan warna kultur juga turut diamati dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil kenampakan makroskopis pada awal perlakuan (jam ke 0) kultur sel tampak berwarna bening, kemudian beberapa hari setelah inokulasi tampak warna hijau pada masing-masing perlakuan padahal rata-rata nilai optical density dari sel sudah menurun jumlahnya.



A



P0



P1



P2 P3 P4 P5 B Gambar 1. A. Pengamatan kultur hari 1 B. Pengamatan kultur hari ke 4 Pemberian cahaya secara terus menerus selama penelitian diduga dapat memacu peningkatan kadar klorofil. Pembentukan ATP jauh lebih banyak dilakukan oleh kloroplas, sehingga klorofil sebagai pigmen penangkap cahaya akan semakin banyak terbentuk (Irawati, 1998). Pada pengamatan akhir limbah cair tahu yang digunakan sebagai medium pertumbuhan Chlorella vulgaris, di ketahui bahwa bau aroma limbah cair tahu telah berkurang bahkan untuk perlakuan yang konsentrasi limbahnya lebih kecil bau limbah tersebut telah hilang. Hal ini membuktikan bahwa mikroalga Chlorella vulgaris memiliki daya biosorbsi yang kuat untuk menetralisir limbah tahu, serta dapat merombak nutrien yang terkandung dalam limbah cair tahu menjadi biomassa (Yulita, 2014). Pertumbuhan Chlorella vulgaris 1. Kepadatan Sel (Optical Density) Pertumbuhan mikroalga diamati berdasarkan rata-rata nilai Optical density dari sel Chlorella vulgaris. Hasil penelitian pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris pada kontrol dan perlakuan yang menggunakan medium limbah cair tahu disajikan pada gambar 2.



Gambar 2. Grafik rata-rata nilai optical density Berdasarkan grafik yang disajikan pada gambar 2 menunjukkan bahwa nilai optical density sel Chlorella vulgaris untuk setiap perlakuan dalam medium limbah cair tahu bervariasi. Kepadatan sel (optical density) Chlorella vulgaris yang tertinggi dalam penelitian ini terdapat pada perlakuan 3 (P3) dengan konsentrasi 15% limbah cair tahu yaitu sebesar 16,57. Tingginya nilai kepadatan sel (optical density) ini diduga disebabkan karena ketercukupan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris. Menurut Fadilla (2010), kandungan unsur hara yang terdapat di dalam limbah cair tahu dalam jumlah yang cukup dapat dimanfaatkan dengan baik oleh sel mikroalga sehingga tercapai laju pertumbuhan tertinggi. Nutrisi yang cukup menyebabkan proses metabolisme dalam sel mikroalga Chlorella vulgaris seimbang dan berjalan lancar Nilai optical density terendah dalam pengamatan ini terdapat pada perlakuan 5 (25%) yaitu 4,56 dimana laju pertumbuhannya menjadi lebih rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena kandungan nutrisi yang tinggi menyebabkan sel-sel Chlorella vulgaris membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi sehingga proses metabolisme sel menjadi tidak lancar akibatnya pertumbuhan Chlorella vulgaris menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh Suminto & Hirayama (1996) dalam Arinto dkk., yang menyatakan bahwa pada media yang memiliki unsur hara yang terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan mikroalga terhambat karena mikroalga tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi. Rendahnya pertumbuhan ini juga disebabkan karena tingginya padatan tersuspensi dalam konsentrasi limbah cair tahu tersebut sehingga mengendap menjadi racun yang menghambat pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris. Padatan tersuspensi dalam limbah cair tahu tersebut dapat berupa debu, selaput lendir dari bahan



baku pembuatan tahu, serta partikel-partikel asing lainnya yang ikut terbawa saat proses penyaringan limbah cair tahu (Tua, 2010). Selain tingginya padatan tersuspensi dalam limbah cair tahu tersebut, nilai pH yang sangat rendah (4,49) juga diduga sebagai penyebab terhambatnya pertumbuhan sel Chlorella vulgaris. Hladka (1971) dalam Prabowo (2009) menyatakan bahwa pH yang optimum bagi pertumbuhan Chlorella sp. berkisar antara 4,9-7,7. Kemungkinan pH yang awalnya asam menyebabkan terganggunya proses metabolisme sel pada awal inokulasi, sehingga menyebabkan kemampuan sel untuk menyerap nutrien tidak optimal dan mempengaruhi proses pertumbuhan sel selanjutnya (Putri, 2005). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam/Anova (tabel 6) terhadap beberapa variabel penambahan limbah cair tahu menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dalam pemberian konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan Chlorella vulgaris sehingga perlu dilakukan uji lanjut BNT. Hasil uji BNT berdasarkan rata-rata nilai Optical density Chlorella vulgaris menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada konsentrasi perlakuan 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan kontrol (0%)). Berdasarkan hasil uji BNT pada berbagai perlakuan konsentrasi limbah cair tahu menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap masing-masing variabel (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%). Hal ini ditunjukkan dengan nilai selisih antara tiap perlakuan yang lebih besar dari nilai BNT (0.257). Terdapatnya perbedaan yang nyata ini diduga karena perbedaan konsentrasi nutrien dalam medium limbah cair tahu, sehingga nutrisi menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan yang akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena ketersedian nutrien yang cukup akan menyebabkan terjadinya pembelahan sel dengan cepat (Sriharti dan Carolina, 2000 dalam Fadilla, 2010). Fase Pertumbuhan Mikroalga Chlorella vulgaris Berdasarkan Nilai Optical Density Variasi konsentrasi limbah cair tahu mempengaruhi nilai optical density pada masa inkubasi tertentu. Nilai optical density untuk keenam perlakuan konsentrasi limbah cair tahu selama 10 hari pengamatan disajikan pada gambar 3.



1.600 1.400 1.200 P0 (kontrol)



1.000 P1(5%) 0.800



P3 (15%)



P2 (10%)



P3 (15%)



Optical density 0.600 0.400 P5 (25%)



P4 (20%)



P0 (Kontrol)



0.200



P2 (10%) P4 (20%) P1 (5%)



0.000



P5 (25%)



12 36 60 84 108 132 156 180 204 228 0 24 48 72 96 120 144 168 192 216 240 Waktu (Jam)



Gambar 3. Hubungan antara optical density dengan waktu kultivasi pada setiap variabel. Berdasarkan grafik yang disajikan pada gambar 5, pada perlakuan 4 (20% limbah cair tahu), dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan Chlorella vulgaris cenderung meningkat hingga jam ke 144. Laju pertumbuhan Chlorella vulgaris pada perlakuan 4 (20%) lebih rendah dari laju pertumbuhan pada konsentrasi 15% dan kontrol 0%, tetapi lebih baik dibandingkan dengan P1 (5%), P2 (10%) dan P5 (25%). Hal ini disebabkan limbah cair tahu yang terkandung, pada perlakuan 4 (20%) masih dapat dimanfaatkan dengan baik oleh sel mikroalga (Arinto, dkk., 2013). Secara keseluruhan, laju pertumbuhan Chlorella vulgaris paling baik terdapat pada perlakuan 3 (15% limbah cair tahu). Laju pertumbuhan diawal kultivasi sampai jam ke-240 cenderung mengalami peningkatan. Pada perlakuan ini didapatkan optical density paling tinggi yaitu 1,376 pada jam ke-216. Hal ini dikarenakan mikroalga Chlorella vulgaris akan mengalami pertumbuhan yang baik jika kebutuhan nutriennya terpenuhi. Unsur-unsur yang terdapat pada limbah cair tahu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris karena unsur tersebut digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan. Berdasarkan daftar komposisi tahu Pranoto dalam Fadilla (2010), kandungan limbah cair tahu yang dihasilkan oleh industri tahu antara lain kalsium, phosphor, besi, magnesium dan nitrogen. Masing-masing unsur tersebut mempunyai fungsi-fungsi khusus, dimana unsur Kalsium dan Posphor penting untuk metabolisme karbohidrat, pembentukan protein dan fosfolipid pada sel. Unsur besi (Fe) penting bagi pembentukan pigmen fotosintesis yaitu klorofil. Magnesium (Mg) membantu proses fotosintesis. Unsur nitrogen merupakan bahan



penting penyusun asam amino, amida dan nukleoprotein serta esensial untuk pembelahan sel dan pembesaran sel (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pengaruh konsentrasi medium memang terlihat nyata pada medium perlakuan 25% yang konsentrasi limbah cair tahunya lebih tinggi, tetapi memiliki nilai optical density paling rendah. Chrismada dan Nofdianto (1994), menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan pada konsentrasi yang tinggi adalah karena konsentrasi nutrien yang tinggi tersebut meracuni sel-sel mikroalga, sehingga keberadaan nutrsi dalam konsentrasi yang tinggi malah menghambat pertumbuhan. Perbedaan nyata yang tampak dalam pengamatan ini membuktikan bahwa sesungguhnya sel Chlorella vulgaris dalam selang waktu tertentu mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perbedaan yang nyata pada hari ke-0 dengan hari berikutnya selama pengamatan selama 10 hari membuktikan bahwa pada awal inokulasi terdapat ketersedian nutrisi yang cukup dalam media. Meningkatnya pertumbuhan sel mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan akan nutrisi. Sementara ketersediaan nutrisi tidak bertambah, maka berakibat terjadinya penurunan populasi mikroalga Chlorella vulgaris. Penurunan populasi ini juga disebabkan oleh adanya bahan penghambat yang berasal dari produk metabolisme sel yang terakumulasi. Pola pertumbuhan pada masing-masing perlakuan medium LCT 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 0% ( kontrol) membentuk kurva pertumbuhan yang berbedabeda. Hal ini membuktikan bahwa sel Chlorella vulgaris yang diinokulasikan kedalam medium LCT dan medium kontrol mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga mampu membelah diri dengan cepat. Menurut Fogg & Thake (1987) dalam Fadilla (2010), lamanya fase lag bergantung pada jumlah dan umur inokulum serta substrat yang digunakan sebagai media. Fase eksponensial pada masing-masing perlakuan tampak berbeda. Fase eksponensial tertinggi dalam penelitian ini terdapat pada konsentrasi 15% dan 0% (kontrol). Fase kematian diawali dengan berkurangnya nilai optical density. Selsel alga mengalami kematian dan materi organik yang bersifat menghambat pertumbuhan dilepaskan oleh sel-sel alga (Becker, 1994 dalam Fadilla, 2010). Pada masing-masing perlakuan mengalami fase kematian yang ditandai dengan semakin menurunnya nilai kepadatan sel (optical density). Terjadinya penurunan kepadatan sel (optical density) diduga karena semakin melimpahnya zat padatan tersuspensi di dalam medium sehingga menghambat cahaya yang masuk kedalam medium yang menyebabkan sel Chlorella vulgaris tidak mampu menyerap cahaya dengan baik. Penelitian ini juga tampak jelas pada perlakuan limbah cair tahu dan kontrol (Benneck) mengalami beberapa kali fase peningkatan dan penurunan nilai optical density sehingga fase stasioner tidak tampak nyata. Jadi nilai optical density sel Chlorella vulgaris setelah fase lag mengalami fluktuasi. Fluktuasi



kerapatan jumlah sel ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh perubahan nilai pH pada medium. Nilai pH medium pada perlakuan yang mengunakan limbah cair tahu 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% pada awalnya adalah 4. Kemudian nilai pH pada media limbah cair tahu mulai mengalami peningkatan hingga mencapai 6, kecuali pada medium limbah cair tahu dengan konsentrasi 25% nilai pH tertingginya adalah 5. Berbeda dengan perlakuan yang menggunakan limbah cair tahu, pada perlakuan kontrol (0%) pH menunjukan nilai netral , yaitu 6-7. Nilai pH yang sangat rendah diduga sebagai penyebab terhambatnya pertumbuhan sel Chlorella vulgaris. Hladka (1971) dalam Prabowo (2009) menyatakan bahwa pH yang optimum bagi pertumbuhan Chlorella sp. berkisar antara 4,9-7,7 sementara Nielsan (1995) dalam Prabowo (2009) menyatakan bahwa rentang pH kultur yang terukur tersebut pada rentang pH pertumbuhan yang baik yaitu 4,5 – 9,3. Kenaikan pH diduga terjadi karena adanya proses pemanfaatan nitrogen dari limbah cair tahu oleh sel Chlorella vulgaris selama penelitian berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Darley (1982) dalam Fadilla (2010) yang menyatakan bahwa peningkatan nilai pH dapat terjadi karena terjadinya penguraian protein dan persenyawaan nitrogen lain seperti Amonium (NH4+), Nitrat(NO3-), dan Nitrit (NO2). Perubahan pH dalam kultivasi mikroalga menandakan adanya aktivitas fotosintesis Chlorella vulgaris. Selain pH, faktor lingkungan yang turut diukur dalam penelitian ini adalah temperatur atau suhu. Temperatur ruangan kultur selama penelitian utama berlangsung berkisar antara 28-32 oC. Perubahan temperatur ini tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Chlorella vulgaris dimana temperatur tersebut masih sesuai untuk pertumbuhan Chlorella vulgaris. Menurut Reynold (1990) dalam Harnadiemas (2012), suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah 25-40 oC. Sedangkan untuk temperatur ideal bagi kultivasi Chlorella vulgaris berkisar antara 23-30 oC (Darmawan, 2010 dalam Harnadiemas, 2012). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris dapat disimpulkan bahwa : a. Pemberian Limbah Cair Tahu dengan konsentrasi yang berbeda-beda (5%, 10%, 15%, 20% dan 25%) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Chlorella vulgaris baik kepadatan sel maupun laju pertumbuhan Chlorella vulgaris yang dinyatakan dengan nilai Optical density yang bervariasi dari setiap perlakuan. b. Pertumbuhan sel Chlorella vulgaris tertinggi terdapat pada perlakuan 3 (P3) pada konsentrasi limbah cair tahu 15%.



DAFTAR PUSTAKA Anggreani, N. 2009. Penentuan Parameter Hidrodinamika Pada Fotobioreaktor Kolom Gelembung Sebagai Basis Scale-Up Produksi Biomassa Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Fakultas Teknik UI. Jakarta. Arinto, D. J., Hayu, P. P., dan Danny, S. 2013. Potensi Air Dadih (Whey) Tahu Sebagai Nutrien Dalam Kultivasi Chlorella sp. Untuk Bahan Baku Pembuatan Biodisel. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 2 (4): 233-242. Chrismandha, T. dan Nofdianto. 1994. Pengaruh Konsentrasi Nutrien Terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas Chlorella sp pada system Kultur Semi Kontinyu. Limnotek Perikanan Darat Tropis di Indonesia. Bogor. Citroreksono, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Prosiding: Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Puslitbang Bioteknologi-LIPI Cibonong.1-11. Fadilla, Z. 2010. Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Scenedesmus sp. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Harnadiemas, F. 2012. Evaluasi Pertumbuhan Dan Kandungan Esensial Chlorella vulgaris Pada Kultivasi Fotobioreaktor Outdoor Skala Pilot Dengan Pencahayaan Terang Gelap Alami. Skripsi: Universitas Indonesia. Jakarta. Irawati, R. P. 1998. Pengaruh Limbah cair Pabrik Karet Terhadap kadar Kadar Klorofil Chorella pyrenoidosa Chick. Skripsi: Universitas Indonesia. Depok. Isnansetyo A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zoozplankton Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. Prabowo, D. A. 2009. Optimasi Pengembangan Media Untuk Pertumbuhan Chlorella sp. Pada Skala Laboratorium. Skripsi: Institut Pertanian Bogor. Pratama, I. 2011. Pengaruh Metode Pemanenan Mikroalga terhadap Biomassa dan Kandungan Esensial Chlorella vulgaris. Skripsi: Universitas Indonesia. Jakarta. Putri, B. 2005. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) awal Medium Ekstrak Tauge (MET) terhadap Kerapatan Sel Mikroalga Marga Chlorella Beijerinck pada saat Peak. Skripsi: Universitas Indonesia. Depok. Rossiana, N. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata KING. Jurnal Biologi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran. Bandung.



Tua, B. D. M. 2010. Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Biogas. http://majalah energi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/bioenergy/pengolahanlimbah-tahu-menjadi-biogas. Diakses tgl 30 april 2016. Yulita, E. 2014. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai Media Pertumbuhan Chlorella Vulgaris Untuk Pakan Alami Ikan. Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang. Palembang. Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 (1). Zahir, F. N. 2011. Peningkatan Produksi Biomassa Chlorella Vulgaris Dengan Perlakuan Mikrofiltrassi pada Sirkulasi Aliran Medium Kultur Sebagai Bahan Baku Biodiesel. Skripsi: Fakultas Teknik, UI.