Jurnal Translate Bahasa Indonesia Pityriasis Rosea [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pityriasis Rosea: Diagnosis dan Tatalaksana Jose M. Villalon-Gomez, MD, MPH, Emory University School of Medicine, Atlanta, Georgia



Pityriasis Rosea adalah ruam self-limiting yang umum terjadi ditandai dengan herald patch pada badan dan berkembang sepanjang garis langer menjadi ruam yang luas pada badan dan ekstremitas. Diagnosis berdasarkan klinis dan penemuan pada pemeriksaan fisik. Herald patch adalah ruam eritematosa dengan batas yang meninggi dan bagian sentralnya terjadi depresi. ruam yang luas atau terjadi generalisasi biasanya timbul 2 minggu setelah herald patch. Pasien dapat mengeluhkan malaise, fatigue, mual, sakit kepala, nyeri sendi, pembesaran nodus limfatik, demam dan nyeri tenggorok sebelum atau saat terjadinya ruam. Diagnosis banding termasuk sifilis sekunder, dermatitis seboroik, eksema numular, pitriasis likenoides kronik, tinea korporis, viral eksantema, liken planus, dan erupsi seperti pityriasis rosea oleh karena beberapa obatobatan. Pengobatan bertujuan untuk mengendalikan gejala dan terdiri dari kortikosteroid atau antihistamin. Pada beberapa kasus, acyclovir dapat digunakan untuk mengobati gejala dan mengurangi durasi penyakit. Fototerapi ultraviolet dapat juga dipertimbangkan pada kasus yang berat. Pityriasis Rosea saat kehamilan sudah dihubungkan dengan terjadinya aborsi spontan. (Am Fam Physician. 2018;97(1):38-44. Copyright © 2018 American Academy of Family Physicians.)



Pityriasis Rosea adalah kondisi kulit yang self limiting ditandai adanya papul diskrit bersisik dan plak di sepanjang garis Langer (garis yang membelah) tubuh dan ekstremitas. Ruam yang luas ini atau terjadi generalisasi biasanya didahului oleh herald patch pada badan.1,2 Insidensinya adalah 170 kasus per 100.000 orang per tahun.2 Biasanya terjadi pada usia 10-35 tahun.2 Beberapa studi melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan sama kejadiannya,3 dimana laporan lainnya dikatakan bahwa perempuan lebih banyak kejadiannya.2 Data pada variasi musiman sangat bertentangan, tetapi studi-studi menunjukan prevalensi tinggi pada musim dingin.2,3



Etiologi Epidemiologi dan klinis dari pityriasis rosea mengarah ke etiologi infeksius. Kasus berkelompok sementara, dimana



mengindikasikan transmisi yang infeksius, sudah didokumentasikan pada model analisis regresi.4 Agen bacterial belum dihubungkan ke pityriasis rosea.5 Etiologi virus diusulkan setelah intranuklear dan partikel seperti virus intrasitoplasmik di observasi secara mikroskopik. Peningkatan limfosit CD4 dan sel Langerhans pada dermis juga mengarah ke etiologi virus.6 Virus yang paling sering dihubungkan ke pityriasis rosea adalah human herpesvirus6 dan 7 (HHV-6 dan 7). HHV-6 biasanya menyerang anak usia 2 tahun, dan HHV-7 menyerang pada anak usia 6 tahun.6 Roseola infantum (eksantema subitum) adalah kejadian umum oleh karena virus ini pada anak-anak.7 kejadian pityriasis rosea pada usia yang lebih tua mengarah adanya reaktivasi virus ini.6,8 Namun, studi-studi yang menghubungkan HHV-6 dan 7 dengan pityriasis rosea masih



APA YANG BARU DARI TOPIK INI?



mungkin manifestasi klinis hanya terjadi sekitar 2 minggu.3



Pityriasis Rosea Meskipun 2000 studi kecil dari erythromycin mengarah kemungkinan keuntungan untuk pityriasis rosea, studi selanjutnya berisi tentang ketidakefektifan dari erythromycin dan golongan makrolida. Beberapa randomized control trials menemukan bahwa acyclovir, 400 mg sampai 800 mg 5 kali per hari, meningkatan penyembuhan dari gejala dan lesi pada kasus yang berat.



bertentangan dan sedikit. Studi polymerase chain reaction tidak mendeteksi DNA viral aktif pada pasien dengan pityriasis rosea, selain mereka mendapatkan hasil positif antibody HHV-6 dan 7.9 Studi selanjutnya menggunakan polymerase chain reaction assay yang sudah dikalibrasikan dengan waktu nyata ditemukan HHV-6 dan 7 yang aktif pada plasma dan sampel kulit.10 Hanya HHV-7 ditemukan di sel mononuklear pada darah perifer. Studi lainnya menggunakan tes PCR dengan spesifik primer ditemukan HHV-6 dan 7 yang aktif pada plasma dan sampel jaringan.11 Mikroskop elektron mendeteksi partikel HHV pada stadium yang bervariasi dari morfogenesis pada 71% dari 21 pasien di studi tersebut.12 Studi serologi menjadi sebuah keterbatasan oleh karena ketidakmampuan untuk menilai akut dan infeksi sebelumnya.6,9,11,13



Presentasi Klinis KLASIK Diagnosis dari pityriasis rosea berdasarkan oleh klinis dan penemuan dari pemeriksaan fisik. Pityriasis rosea yang klasik dimulai dengan herald patch pada badan (gambar 1 dan 21) sampai 90% kasus keatas. Patch ini berupa eritematosa dengan sedikit peninggian pada tepinya dan sedikit depresi pada bagian tengahnya. Ruam ini bisa diukur 3 cm atau lebih secara diameter dan



Gambar 1. Herald patch eritematosa dengan sedikit peninggian sisik pada tepinya.



Gambar 2. Herald patch dengan tepi collarette bersisik.



Gejala prodromal (seperti: malaise, fatigue, mual, sakit kepala, nyeri sendi, pembesaran nodus limfatik, demam, nyeri tenggorok) terdapat sebelum atau saat terjadinya ruam pada 69% pasien.6 Lesi yang meluas atau terjadi generalisasi, dan diketahui juga sebagai erupsi sekunder, terdapat pada badan sepanjang garis Langer (gambar 3 dan 41, dan gambar 5 sampai 71) dan mungkin dapat menyebar ke daerah tangan atas dan paha.2,3 Lesi ini lebih kecil daripada herald patch dan lanjut muncul pada 6 minggu keatas setealh erupsi awal.2 Ruam dibagian punggung mungkin dapat terjadi pola “Christmas Tree (Pohon Natal)”, dimana ruam pada dada atas mungkin memiliki pola berbentuk huruf v (gambar 81). Rara rata durasi dari ruam adalah 45 hari; tetapi, dapat bertahan -



SORTIRAN: REKOMENDASI UNTUK PRAKTIK Rekomendasi klinis



Peringkat evidensi



Gejala dari pityriasis rosea dapat ditangani dengan kortikosteroid topikal atau oral ataupun antihistamin oral Antibiotik makrolida tidak memiliki benefit untuk manajemen pityriasis rosea Acyclovir efektif untuk pengobatan pityriasis rosea dan mungkin bisa dipertimbangkan pada kasus yang parah



Referensi



C



2



B



41-44



B



39, 45-49



A = konsisten, kualitas baik dengan evidensi berdasarkan pasien; B = tidak konsisten atau kualitas terbatas dengan evidensi berdasarkan pasien; C = Konsensus, evidensi berdasarkan penyakit, praktik biasa, pendapat ahli, atau seri kasus. Informasi lebih lanjut: http://www.aafp.org/afpso



Gambar 3. Ruam pityriasis rosea pada badan yang disertai herald patch



Gambar 4. Pitriasis rosea klasik disertai herald patch



Gambar 6. Ruam generalisasi pada badan



Gambar 5. Ruam generalisasi pada punggung sepanjang garis Langer



Gambar 7. Lesi bujur pada pityriasis rosea



sampai 12 minggu.2,3 Pruritus sedang sampai parah terjadi pada 50% pasien.2 lesinya besar. ATIPIKAL Pityriasis rosea atipikal mempunyai distribusi, morfologi, ukuran, dan jumlah lesi yang berbeda. Pada pytiriasis gigantea Darier, pasien ini memiliki sedikit lesi dan pytiriasis rosea inverse secara predominan ke daerah wajah, axilla, dan paha. Pytiriasis rosea Vidal terdapat patch yang besar di regio axilla atau inguinal.1,3



Diagnosis Banding Diagnosis banding dari pytiriasis rosea terkait dengan beberapa kondisi (Tabel 1).1,3,7 Jika diagnosis tidak pasti, biopsi kulit dapat membantu eksklusi patologi lainnya.3 Histologi dari pityriasis rosea biasanya menunjukan parakeratosis fokal, spongiosis, dan akantosis dari epidermis, dan ekstravasasi sel darah merah dengan infiltrate perivascular dari limfosit, monosit, dan eosinophil pada dermis. Laporan kasus sudah mendokumentasikan erupsi mirip dengan pityriasis rosea (pytiriasis rosea-like eruptions) oleh karena beberapa pengobatan (Table 2). 1,16-38 Pada kasus ini, ruam lebih menyebar luas dan pruritus lebih parah dari pityriasis rosea klasik, dan histopatologi yang berbeda. Beberapa studi laporan kasus mendapatkan infiltrate eosinofil dermal.



Pengobatan



Pytiriasis yang relaps tidak terdapat herald patch, dan lesinya mungkin lebih kecil atau sedikit pada episode awal.3 Angka relaps yang kecil, diantara 1,8 dan 3,7%, mengarah ke berkembangnya imunitas.2,8 Relaps biasanya terjadi 5 sampai 18 bulan dari episode awal.3,8



Penyakit self-limited dari pytriasis rosea memerlukan perhatian lebih dalam mengamatinya dan pengobatan simptomatik dari pruritus pada kebanyakan pasien. Pengobatan dengan antihistamin oral atau kortikosteroid oral atau topikal dianjurkan berdasarkan consensus ahli dan potensi rendah untuk bahaya.2,39 Pasien dengan penyakit yang lebih parah atau yang memilih pengobatan aktif harus menanggung potensi manfaat dari resolusi yang cepat terhadap efek samping terkait terapi ini.



POPULASI SPESIAL



MACROLIDA



Pytiriasis rosea pada anak-anak sama dengan kejadian pada dewasa. Pruritus sudah dilaporkan sering terjadi pada populasi ini.14 Anak-anak kulit hitam sering terjadi pada wajah (30%) dan keterlibatan scalp (8%), dan perubahan pigmen postinflamasi (62%). 15



Pseudo-randomized, double-blind, placebo-controlled trial dari 90 pasien menunjukan penyembuhan komplit dari pityriasis rosea setelah 6 minggu pada 73% mereka yang diobat dengan erythromycin oral.40 Meskipun, studi open label yang besar dengan 184 pasien dengan follow-up dalam 8 minggu tidak dapat mereplikasi -



Gambar 8. Lesi menempati sepanjang garis Langer



RELAPS



temuan tersebut.41 Studi dengan azithromycin (Zithromax) dan clarithromycin (Biaxin) dalam 6 minggu follow-up tidak menunjukan manfaat pada pengobatan untuk pytiriasis rosea. ANTIVIRAL Pengobatan antiviral sudah distudikan untuk pengobatan dari pityriasis rosea karena hubungannya dengan HHV-6 dan 7. Cidofovir (Vistide) dan foscarnet mungkin dapat efektif terhadap virus tersebut, tapi obat itu memiliki efek samping lebih besar daripada acyclovir.45 Pada studi kecil dengan pasien kurang dari 100, mereka yang mendapatkan acyclovir, 800 mg 5 kali per hari selama 7 hari, terdapat peningkatan penyembuhan yang signifikan pada gejala dan lesi.39,46-48 Dosis rendah (400 mg 3 kali sampai 5 kali per hari selama 7 hari) juga efektif terhadap penelitian RCT kecil dengan follow-up pasien dalam 4 minggu.39,49 2 Studi acyclovir diberikan pada minggu pertama setelah ruam muncul mendapatkan hasil yang bertentangan.46,47 Walaupun, acyclovir muncul sebagai alasan opsi pengobatan untuk kasus yang parah dari pityriasis rosea.



FOTOTERAPI 2 studi kecil menemukan perbaikan keparahan dan gejala pada pasien pityriasis rosea yang menerima fototerapi ultraviolet B beberapa kali per minggu selama 4 minggu.50,51 Studi lainnya 15 pasien dengan penyakit yang luas menggunakan fototerapi ultraviolet A dosis rendah 2-3 kali per minggu sampai terjadi penyembuhan atau tanpa adanya perbaikan dari ruam.52 Kebanyakan pasien mempunyai perbaikan yang terlihat setelah 2-3 kali pengobatan. Pruritis berkurang pada 12-15 pasien.



Pityriasis rosea pada kehamilan Wanita hamil lebih mudah terkena pityriasis rosea karena respon imun yang berubah.3 1 seri kasus 61 wanita hamil dengan pityriasis rosea menemukan angka keseluruhan terjadi abortus spontan. sebesar 13%. Angka tersebut sebesar 57% pada pasien dengan pityriasis rosea dalam 15 minggu pertama kehamilan.53,54 Pengobatan acyclovir dapat diberikan,39 walaupun beberapa studi masih membutuhkan klarifikasi dari potensi manfaatnya.



TABEL 1 (Referensi nomor 1,3, dan 7) Diagnosis banding dari Pityriasis Rosea Kondisi Liken planus



Eksema numular



Pityriasis likenoides kronik Pityriasis rosea–like eruption associated with medications Dermatitis seboroik



Sifilis sekunder



Tinea korporis



Viral eksantem



Perbedaan karakteristik 1-11 mm, didefinisikan dengan tajam, permukaan atas datar, papul berwarna ungu biasanya terdapat pada pergelangan, regio lumbar, tulang kering, scalp, glans penis, dan mulut, lesi mungkin asimptomatik. Vesikel kecil bergerombol, dan papul diameter 4-5 cm; bulat atau lesi seperti koin dengan macula eritematosa dan batas yang tidak jelas, sering pada tulang kering dan bagian punggung tangan; pruritus sering intens Papul merah-coklat dengan tengahnya seperti mika secara random terdapat pada badan dan extremitas bagian proksimal dengan kronik, terjadi relaps; hipo atau hiperpigmentasi mungkin dapat terjadi setelah penyembuhan lesi Presentasi sama dengan pytiriasis rosea, tetapi lesi menyembuh setelah pengobatan tidak dilanjutkan Kulit berwarna merah-oranye atau putih-abu abu dengan makula bersisik kering atau berminyak, papula, atau patch; keterlibatan scalp secara difus dengan ditandainya sisik; semakin parah pada musim dingin karena kondisinya kering; pruritus meningkat dengan keringat 0,5-1 cm, merah muda-kecoklatan-merah, makula bulat sampai oval dan papul pada badan, telapak tangan dan kaki; tipis, “moth-eaten” alopesia pada scalp dan area jenggot; keterlibatan membran mukosa dengan bulat atau oval patch di selimuti oleh hyperkeratotic membrane putih ke abu-abuan. Bersisik, plak berbatas jelas ukuran bervariasi dengan atau tanpa pustule atau vesikel sepanjang garis; lesi muncul dengan pembesaran perifer dan central clearing (penyembuhan pada bagian tengah), memproduksi konfigurasi anular dengan cincin konsentris atau lesi arkuata Makulopapular eritema difus; keterlibatan mukosa dengan lesi mikroulseratif, ptekie palatum, atau konjungtivitis; penemuan sistemik dari limfadenopati, hepatomegaly, dan splenomegali



TABEL 2 (Referensi nomor 1, dan 16-38) Pengobatan terkait dengan Pityriasis Rosea–Like Eruptions Adalimumab (Humira) Allopurinol Senyawa Arsenic Asenapine (Saphris) Atenolol Terapi Bacille Calmette Guérin Barbiturates Bismuth



Bupropion (Wellbutrin) Captopril Clonidine Clozapine (Clozaril) Ergotamine Etanercept (Enbrel) Senyawa emas (e.g., auranofin [Ridaura]) Vaksin hepatitis B



Imatinib (Gleevec) Vaksin influenza (H1N1) Interferon alfa-2a Isotretinoin Ketotifen (Zaditor) Lamotrigine (Lamictal) Lisinopril Nortriptyline (Pamelor) Omeprazole (Prilosec)



Vaksin polisakarida pneumokokus (Pneumovax) Rituximab (Rituxan) Vaksin Smallpox Terbinafine (Lamisil) Vaksin yellow fever



Referensi 1. Stulberg DL, Wolfrey J. Pityriasis rosea. Am Fam Physician. 2004;69(1):87-91. 2. Chuh AA, Dofitas BL, Comisel GG, et al. Interventions for pityriasis rosea. Cochrane Database Syst Rev. 2007;(2): CD005068. 3. Drago F, Ciccarese G, Rebora A, Broccolo F, Parodi A. Pityriasis rosea: a comprehensive classification. Dermatology. 2016;232(4):431-437. 4. Chuh AA, Molinari N, Sciallis G, Harman M, Akdeniz S, Nanda A. Temporal case clustering in pityriasis rosea: a regression analysis on 1379 patients in Minnesota, Kuwait, and Diyarbakir, Turkey. Arch Dermatol. 2005;141(6): 767-771. 5. Chuh AA, Chan HH. Prospective case-control study of chlamydia, legionella and mycoplasma infections in patients with pityriasis rosea. Eur J Dermatol. 2002;12(2): 170-173.



13. Vág T, Sonkoly E, Kárpáti S, Kemény B, Ongrádi J. Avidity of antibodies to human herpesvirus 7 suggests primary infection in young adults with pityriasis rosea. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2004;18(6):738-740. 14. Gündüz O, Ersoy-Evans S, Karaduman A. Childhood pityriasis rosea. Pediatr Dermatol. 2009;26(6):750-751. 15. Amer A, Fischer H, Li X. The natural history of pityriasis rosea in black American children: how correct is the “classic” description? Arch Pediatr Adolesc Med. 2007;161(5): 503-506 16. Brzezinski P, Chiriac A. Uncommon presentation of pityriasis rosea after yellow fever inoculation. JAMA Dermatol. 2014;150(9):10201021. 17. Polat M, Uzun Ö, Örs I, Boran Ç. Pityriasis rosea-like drug eruption due to bupropion: a case report. Hum Exp Toxicol. 2014;33(12):1294-1296.



6. Rebora A, Drago F, Broccolo F. Pityriasis rosea and herpesviruses: facts and controversies. Clin Dermatol. 2010; 28(5):497-501.



18. Makdisi J, Amin B, Friedman A. Pityriasis rosea-like drug reaction to asenapine. J Drugs Dermatol. 2013;12(9):1050-1051.



7. Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP, Roh EK. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 8th ed. New York, NY: McGraw Hill Medical; 2017.



19. Papadavid E, Panayiotides I, Makris M, et al. Pityriasis rosea-like eruption associated with lamotrigine [published correction appears in J Am Acad Dermatol. 2013;69(3): 500]. J Am Acad Dermatol. 2013;68(6):e180-e181.



8. Drago F, Ciccarese G, Rebora A, Parodi A. Relapsing pityriasis rosea. Dermatology. 2014;229(4):316-318. 9. Chuh AA, Chiu SS, Peiris JS. Human herpesvirus 6 and 7 DNA in peripheral blood leucocytes and plasma in patients with pityriasis rosea by polymerase chain reaction: a prospective case control study. Acta Derm Venereol. 2001;81(4):289-290.



20. Bangash HK, Finch T, Petronic-Rosic V, Sethi A, Abramsohn E, Lindau ST. Pityriasis rosea-like drug eruption due to nortriptyline in a patient with vulvodynia. J Low Genit Tract Dis. 2013;17(2):226229. 21. Sezer E, Erkek E, Cetin E, Sahin S. Pityriasis rosea-like drug eruption related to rituximab treatment. J Dermatol. 2013; 40(6):495-496.



10. Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest Dermatol. 2005; 124(6):1234-1240.



22. Lai YW, Chou CY, Shen WW, Lu ML. Pityriasis rosea-like eruption associated with clozapine: a case report. Gen Hosp Psychiatry. 2012;34(6):703.e5703.e7.



11. Canpolat Kirac B, Adisen E, Bozdayi G, et al. The role of human herpesvirus 6, human herpesvirus 7, Epstein-Barr virus and cytomegalovirus in the aetiology of pityriasis rosea. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2009;23(1):16-21.



23. Atzori L, Pinna AL, Mantovani L, et al. Cutaneous adverse drug reactions to allopurinol: 10 year observational survey of the dermatology department—Cagliari University (Italy). J Eur Acad Dermatol Venereol. 2012;26(11):1424-1430.



12. Drago F, Malaguti F, Ranieri E, Losi E, Rebora A. Human herpes virus-like particles in pityriasis rosea lesions: an electron microscopy study. J Cutan Pathol. 2002;29(6): 359-361.



24. Chen JF, Chiang CP, Chen YF, Wang WM. Pityriasis rosea following influenza (H1N1) vaccination. J Chin Med Assoc. 2011;74(6):280282.



25. Guarneri C, Polimeni G, Nunnari G. Pityriasis rosea during etanercept therapy. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2009; 13(5):383-387.



38. Gürel G, S¸ahin S, Çölgeçen E. Pityriasis rosealike eruption induced by isotretinoin. Cutan Ocul Toxicol. 2017:1-3.



26. Rajpara SN, Ormerod AD, Gallaway L. Adalimumabinduced pityriasis rosea. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2007;21(9):1294-1296.



39. Chuh A, Zawar V, Sciallis G, Kempf W. A position statement on the management of patients with pityriasis rosea. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2016;30(10):1670-1681.



27. Güleç A, Albayrak H, Kayapinar O, Albayrak S. Pityriasis rosea-like adverse reaction to atenolol. Hum Exp Toxicol. 2016;35(3):229-231. 28. Scheinfeld N. Imatinib mesylate and dermatology part 2: a review of the cutaneous side effects of imatinib mesylate. J Drugs Dermatol. 2006;5(3):228-231. 29. Brazzelli V, Prestinari F, Roveda E, et al. Pityriasis rosealike eruption during treatment with imatinib mesylate: description of 3 cases. J Am Acad Dermatol. 2005;53(5 suppl 1):S240-S243. 30. Aydogan K, Karadogan SK, Adim SB, Tunali S. Pityriasis rosea-like eruption due to ergotamine: a case report. J Dermatol. 2005;32(5):407-409. 31. Atzori L, Ferreli C, Pinna AL, Aste N. ‘Pityriasis rosea-like’ adverse reaction to lisinopril. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2004;18(6):743-745. 32. Gaertner EM, Groo S, Kim J. Papular spongiotic dermatitis of smallpox vaccination: report of 2 cases with review of the literature. Arch Pathol Lab Med. 2004;128(10): 1173-1175. 33. Sasmaz S, Karabiber H, Boran C, Garipardic M, Balat A.Pityriasis rosea-like eruption due to pneumococcal vaccine in a child with nephrotic syndrome. J Dermatol. 2003;30(3):245-247. 34. Durusoy C, Alpsoy E, Yilmaz E. Pityriasis rosea in a patient with Behçet’s disease treated with interferon alpha 2A. J Dermatol. 1999;26(4):225228. 35. Gupta AK, Lynde CW, Lauzon GJ, et al. Cutaneous adverse effects associated with terbinafine therapy: 10 case reports and a review of the literature. Br J Dermatol. 1998;138(3):529-532. 36. Buckley C. Pityriasis rosea-like eruption in a patient receiving omeprazole. Br J Dermatol. 1996;135(4):660-661. 37. George A, Bhatia A, Kanish B, Williams A. Terbinafine induced pityriasis rosea-like eruption. Indian J Pharmacol. 2015;47(6):680-681.



40. Sharma PK, Yadav TP, Gautam RK, Taneja N, Satyanarayana L. Erythromycin in pityriasis rosea: a double-blind, placebo-controlled clinical trial. J Am Acad Dermatol. 2000;42(2 pt 1):241-244. 41. Rasi A, Tajziehchi L, Savabi-Nasab S. Oral erythromycin is ineffective in the treatment of pityriasis rosea. J Drugs Dermatol. 2008;7(1):35-38. 42. Amer A, Fischer H. Azithromycin does not cure pityriasis rosea. Pediatrics. 2006;117(5):1702-1705. 43. Pandhi D, Singal A, Verma P, Sharma R. The efficacy of azithromycin in pityriasis rosea: a randomized, doubleblind, placebo-controlled trial. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2014;80(1):3640. 44. Ahmed N, Iftikhar N, Bashir U, Rizvi SD, Sheikh ZI, Manzur A. Efficacy of clarithromycin in pityriasis rosea. J Coll Physicians Surg Pak. 2014;24(11):802-805. 45. Ehsani A, Esmaily N, Noormohammadpour P, et al. The comparison between the efficacy of high dose acyclovir and erythromycin on the period and signs of pitiriasis rosea. Indian J Dermatol. 2010;55(3):246-248. 46. Drago F, Vecchio F, Rebora A. Use of high-dose acyclovir in pityriasis rosea. J Am Acad Dermatol. 2006;54(1):82-85. 47. Ganguly S. A randomized, double-blind, placebocontrolled study of efficacy of oral acyclovir in the treatment of pityriasis rosea. J Clin Diagn Res. 2014;8(5): YC01-YC04. 48. Das A, Sil A, Das NK, Roy K, Das AK, Bandyopadhyay D. Acyclovir in pityriasis rosea: an observer-blind, randomized controlled trial of effectiveness, safety and tolerability. Indian Dermatol Online J. 2015;6(3):181-184. 49. Rassai S, Feily A, Sina N, Abtahian S. Low dose of acyclovir may be an effective treatment against pityriasis rosea: a random investigator-blind clinical trial on 64 patients. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2011;25(1):24-26.



50. Leenutaphong V, Jiamton S. UVB phototherapy for pityriasis rosea: a bilateral comparison study. J Am Acad Dermatol. 1995;33(6):996-999. 51. Jairath V, Mohan M, Jindal N, et al. Narrowband UVB phototherapy in pityriasis rosea. Indian Dermatol Online J. 2015;6(5):326-329. 52. Lim SH, Kim SM, Oh BH, et al. Low-dose ultraviolet A1 phototherapy for treating pityriasis rosea. Ann Dermatol. 2009;21(3):230-236. 53. Drago F, Broccolo F, Zaccaria E, et al. Pregnancy outcome in patients with pityriasis rosea. J Am Acad Dermatol. 2008;58(5 suppl 1):S78-S83. 54. Drago F, Broccolo F, Javor S, Drago F, Rebora A, Parodi A. Evidence of human herpesvirus-6 and -7 reactivation in miscarrying women with pityriasis rosea. J Am Acad Dermatol. 2014;71(1):198-199.