Kadar Piperin [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nur
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERCOBAAN 9 IDENTIFIKASI SENYAWA MARKER AKTIF SERTA PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER (PIPERIN) DALAM SIMPLISIA



I.



Tujuan Percobaan Dapat mengetahui dan memahami prinsip penetapan kadar senyawa dalam simplisia sebagai salah satu parameter standar mutu



II.



Prinsip Percobaan 1. Penetapan kadar senyawa piperin dengan menggunakan metode KLT, yaitu pemisahan senyawa yang mempunyai kepolaran yang berbeda. 2. Penetapan kadar senyawa piperin dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV sinar tampak, yaitu interaksi elektromagnetik dengan atom/molekul pada suatu senyawa.



III.



Teori Dasar 3.1 Alkaloid Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen dalam ilmu kimia analisis dinamakan senyawa dengan gugus C, H O dan N. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon.



Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin. Sistem klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid menjadi 3 golongan yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin, piperidin, kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya. Klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu 1. True alkaloid Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin. 2. Proto alkaloid Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang sederhana, di mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin heterosiklis, biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilahbiologycal amine sering digunakan untuk alkaloid ini. Contoh dari alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina. 3. Pseudo alkaloid



Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan umumnya bersifat basa. Alkaloid memikili sifat-sifat yang dapat diidentifaksi. Sifatsifat alkaloid tersebut adalah: -



Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.



-



Berupa padatan kristal yang halus dengan titik lebur tertentu yang bereaksi dengan asam membentuk garam.



-



Alkaloid berbentuk cair dan kebanyakan tidak berwarna.



-



Dalam tumbuhan alkaloid berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau dalam bentuk garamnya.



-



Umumnya mempunyai rasa yang pahit.



-



Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalamkloroform, eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.



-



Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air, contohnya Strychnine HCl lebih larut dalam air daripada bentuk basanya.



-



Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas, garam pada atom N-nya.



3.2 Klasifikasi Buah lada hitam Kerajaan



: Plantae



Divisi



: Magnoliophyta



Kelas



: Magnoliophyta



Ordo



: Piperales



Famili



: Piperaceae



Genus



: Piper



Spesies



: Piper nigrum L



Penggunaan lada digunakan sebagai stomakik, karminatif, dan bumbu masak. Khasiat dari buah lada yaitu dapat mengobati kaki bengkak pada ibu hamil, kolera, nyeri haid, rematik, salesma, air mani yang encer, dan impoten (septiatin, 2008). Efek farmakologis lada diantara lain Kamfena merangsang timbulnya kejang, Boron meluruhkan haid, merangsang keluarnya hormone androgen dan estrogen, Mencegah pengeroposan



tulang,



menghambat



prostaglandin,



relaksasi



otot,



menghilangkan kelelahan, Merangsang semangat, calamine dan chavicine, Merangsang syaraf pusat calamine. 3.3 Piperin Piperin berupa Kristal berbentuk jarum berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa lama-lama pedas, larut dalam etanol, benzene, kloroform dengan titik lebur 125-126oC. Piperin termasuk golongan alkaloid yang merupakan senyawa amida basa lemah yang dapat membentuk garam dengan asam mineral kuat. Piperin bila dihidrolisis dengan KOH-etanolik yang berlebihan dan dalam keadaan panas menyebabkan piperin terhidrolisis dan membentuk kalium piperinat dan piperidin. (Septiatin,2008). Piperin merupakan kandungan utama yang terdapat dalam simplisia famili piperaceae. Piperin sering digunakan sebagai insektisida, juga bermanfaat bagi manusia. Secara kimia piperin termasuk golongan alkaloid yang memiliki kerangka piperidina. Piperin juga memiliki gugus kromofor yang cukup panjang sehingga dapat memberikan serapan maksimum pada spektrofotometri uv pada panjang gelombang maksimum 345nm. Sehingga penentuan kandungan piperin dalam ekstrak dapat diperkirakan dengan mengukur serapan pada panjang gelombang maksimum piperin. 3.4 Spektrofotometri



Spektrofotometri serapan (meliputi spektro UV-VIS, IR, dan serapan atom) merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Molekul selalu mengabsorbsi radiasi elektromagnetik jika frekuensi radiasi ini sama dengan frekuensi getaran molekul tersebut. Elektron yang terikat maupun tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang sesuai dengan radiasi UV/VIS (Wiryowidagdo, 2007). Bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah UV-VIS dinyatakan sebagai kromofor. Suatu molekul dapat mempunyai beberapa kromofor. Untuk berbagai bahan farmasi, pengukuran spektrum dalam daerah UV dan visible dapat dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik daripada dalam daerah IR-dekat dan IR. Panjang gelombang daerah spektrum UV adalah 190-380 nm, sedangkan spektrum visible adalh 380-780 nm. Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum UV-VIS terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200-800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan (Wiryowidagdo, 2007).



Selain senyawa piperin ada beberapa senyawa yang mengandung gugus kromofor seperti paracetamol dan kafein. Spektrofotometer UV spektrofotometer pada



merupakan



alat



dengan



teknik



daerah ultra-violet dan sinar tampak yang



digunakan untuk mengukur



serapan



sinar



ultra



violet



atau sinar



tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang



dianalisis sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh terdapat



dalam



larutan tersebut. Serapan



cahaya



zat di



yang daerah



ultraviolet terjadi pada panjang gelombang 200 – 350 nm dan pada sinar tampak 350 – 800 nm. Spektrofotometri UV ini bekerja berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Komponen-komponen



yang terdapat



dalam



spektrofotometer



UV yaitu: sumber lampu, monokromotor, kuvet, detektor, ampliflier, dan read out. Sumber lampu yang dapat digunakan yaitu deuterium dan wolfram. yang



Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar



monokromatis.



untuk menaruh cairan Kuvet



harus



spektrum



Penggunaan



kuvet yaitu sebagai wadah sampel



ke



berkas



dalam



mampu meneruskan



energi



cahaya spektrofotometer. radiasi



dalam



dearah



yang diinginkan. Detektor berfungsi untuk memberikan



respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang, sedangkan ampliflier berfungsi untuk membuat sinyal listrik dapat dibaca sehingga akan ditampilkan dalam read out (Day & Underwood). Cara kerja spektrofotometer yaitu cahaya polikromatis dengan berbagai panjang sehingga



diperoleh



gelombang



akan



masuk



ke monokromator



cahaya yang monokromatis. Cahaya tersebut akan



mengenai sampel yang kemudian akan ada yang diserap,



dipantulkan,



dan diteruskan. Cahaya yang diteruskan tersebut akan masuk ke detektor yang selanjutnya ke amplifier sehingga dapat terbaca. Suatu senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometri UV jika dalam terdapat



kromofor atau



terdapat



auksokrom



yang



strukturnya



menempel pada



kromofor sehingga dapat menyebabkan pergeseran ke arah panjang gelombang lebih tinggi. 3.5 Anilisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan



bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk



kromatografi



kolom,



analisis



fraksi



yang



diperoleh



dari



kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil (Fessenden, 1986). Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadibsenyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan kromatografi juga



merupakan



analisis



cepat



yang



memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat (Fessenden, 1986). Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang



tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan. KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas.



Zat



terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat (Soebagio, 2003). Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut yang digunakan. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar, 2007).



IV.



Alat dan Bahan Alat



Bahan



1. Batang pengaduk



1. Etanol



2. Gelas ukur 50 mL



2. Fase diam : KLT



3. Gunting



3. Fase gerak : n heksana



4. Hot plate 5. Labu erlenmeyer 100 mL, 50 mL 6. Labu takar (10, 25, 50, 100) mL



dan etil asetat (7:3) 4. Kertas Perkamen 5. Kertas saring 6. Larutan standar piperin 7. Simplisia (lada hitam)



7. Mortir dan stamper 8. Oven 9. Penggaris 10. Spektrofotometer UV 11. Timbangan Analitik



V.



Prosedur 5.1.Ekstraksi Piperin Dimasukkan 2 gram serbuk simplisia lada hitam ke dalam erlenmeyer 100 mL lalu ditambahkan etanol 50 mL kemudian dipanaskan diaduk selama 30 menit, kemudian disaring campuran lalu difiltrat dan ditampung pada erlenmayer sebagai sampel uji, kemudian diambil 10 mL lalu ditambahkan etanol hingga 100 mL kemudian diambil 0,5 mL dimasukkan kedalam labu takar 50 mL diambahkan etanol hingga 50 mL 5.2.Analisis Marker dengan KLT Disiapkam larutan pengembang berupa n-heksana : etil asetat (7 : 3), lalu disiapkan plat KLT yang sudah ditandai batas atas 0,5 cm dan batas bawah 0,5, kemudian ditotolkan sampel ekstrak dan pembanding ke plat KLT



yang sudah disiapkan, kemudian dielusi dengan pengembang hingga tanda batas, lalu dikeringkan dan diamati secara visual dibawah sinar uv 245 nm dan 365 nm apabila tidak muncuk bercak maka disemprotkan dengan larutan penampak bercak dragendorf. 5.3. Persiapan Larutan Standar Dibuat larutan standar dengan cara 25 mg piperin standar dilarutkan dalam 25 mL etanol, kemudian dipipet 0,5 mL kemudian diencerkan hingga 100 ml dengan etanol, kemudian dicari panjang gelombang maksimum pengukuran dengan cara scanning larutan standar dengan spektrofotometer uv, kemudian diukur filtrat dan standar paa panjang gelombang absorbansi hasil scanning, kemudian dibuat pengenceran seperlunya hingga diperoleh absorbansi antara 0,2 hingga 0,8.Penetapan Kadar Marker Piperin dengan Metode Spektrofotometri uv 5.4. Penetapan Kadar Marker Piperin dengan Metode Spektrofotometri UV Dimasukkan 10 mL sampel uji kedalam labu takar 100 mL, kemudian digenapkan volume dengan penambahan etanol sebanyak 100 mL lalu dikocok homogen, diukur besar absorbansi larutan sampel pada panjang gelombang maksimum pengukuran, kemudian dihitung kadar piperin demgan



membandingkan



absorbansi



larutan



pembanding digunakan etanol sebagai blangko.



VI.



Hasil Pengamatan dan Perhitungan Nama Simplisia



: Buah lada hitam



Nama Latin Simplisia



: Piperis Nigri Fructus



Nama Latin Tumbuhan



: Piperis nigrum



sampel



dan



larutan



6.1 KLT Hasil Pengamatan



Nilai Rf larutan standar = Nilai sample/ekstrak =



1 𝑐𝑚 5 𝑐𝑚



0,8 𝑐𝑚 5 𝑐𝑚



= 0,2 cm



= 0,16 cm



6.2 Spektrofotometri Larutan Standar Sampel No



ABS



K*ABS



1



0,254



0,2357



2



0,265



0,2650



3



0,263



0,2626



Sampel No



ABS



K*ABS



1



0,298



0,2981



Larutan Sampel







2



0,298



0,2977



3



0,293



0,2926



Konsentrasi Ekstrak



= =



2 𝑔𝑟𝑎𝑚 50 𝑚𝑙 2000 𝑚𝑔 0,05 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟



= 40000 mg/L = 40000 ppm 



Faktor Pengenceran 10 ml : 100 ml = 1 : 10 0,5 ml : 50 ml = 1 : 100 Total pembanding 10 x 100 = 1000



 Cp



=



0,5 𝑚𝑙



100 𝑚𝑙



x 1 mg/ml



= 0,005 mg/ml x 1000 = 5 mg / liter = 5 ppm







Cs



=



Cs



=



As Ap



× Cp × Faktor Pengenceran



0,293 0,263



x 5 ppm x 1000



= 5570,342 ppm







Kadar piperin =



=



Cs Konsentrasi Ekstrak



5570,342 40000



x 100 %



x 100 % = 13,93 %



VII.



Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan identifikasi senyawa marker aktif serta penetapan kadar senyawa marker (piperin) dalam suatu simplisia. Senyawa marker adalah satu atau lebih senyawa yang secara alami terdapat dalam bahan tumbuhan dengan atau tanpa memiliki aktivitas farmakologi dan dipilih untuk tujuan kontrol kualitas. Senyawa marker dibagi menjadi dua yaitu marker identitas dan marker aktivitas. Marker aktivitas adalah senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi sedangkan marker identitas digunakan sebagai penanda khas dari suatu tanaman. Misalnya pada lada hitam, salah satu kandungan senyawa aktifnya adalah piperin. Piperin sering digunakan pada obat tradisional dan juga digunakan sebagai insektisida. Piperin juga berkhasiat sebagai antioksidan, dan antidiare. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian kualitatif



melalui



metode



KLT



dan



kuantitatif



melalui



metode



spektrofotometri UV-Vis. Seperti yang diketahui untuk senyawa marker merupakan bentuk parameter yang spesifik yaitu senyawa yang ditunjukannya sebagai analisis/ ciri khas/ fragmen khas. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu membuat ekstrak piperin terlebih dahulu yaitu sebanyak 2 gram serbuk simplisia di masukkan kedalam erlenmayer 100 ml setelah itu di tambahkan etanol 50 ml. Etanol digunakan agar piperin mudah larut, karena piperin sedikit larut dalam air dan lebih larut dalam alkohol. Kemudian panaskan selama 30 menit. Selama proses pemanasan harus diaduk agar interaksi yang terjadi antara simplisia dan metanol lebih banyak yang terjadi sehingga piperin akan lebih banyak terekstraksi oleh pelarut. Dipanaskan selama 30 menit bertujuan agar simplisia tercampur secara merata. Setelah itu disaring campuran 10 mL filtrat yang digenapkan dengan etanol sampai 100 mL agar filtrat bisa digunakan sebagai sampel uji. Kemudian diambil 0,5 mL digenapkan dengan etanol sampai 50 mL. Selanjutnya dilakukan identifikasi senyawa marker dengan KLT. Petama-tama plat KLT diberi



tanda pada ujung atas dan bawah sebesar masing-masing 0,5 cm menggunakan pensil, tidak diperbolehkan menggunakan bolpoint, hal ini disebabkan tinta pada bolpoint akan menganggu saat dicelupkan di fase gerak, tinta akan ikut masuk dan menganggu pengamatan. Kemudian plat KLT diaktivasi dengan cara memanaskannya didalam oven selama 15 menit pada suhu 105oC. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses KLT dan untuk mengeringkan molekul-molekul air yang mungkin terjerat selama proses penyimpanan plat. Disiapkan chamber/bejana yang berupa wadah kaca tembus pandang beserta tutupnya. Chamber ini digunakan untuk menjenuhkan fase gerak dalam hal ini adalah n-heksana dan etil asetat (7:3). n-heksan dan etil asetat dimasukkan kedalam chamber kemudian diberi kertas saring dan ditutup. Penjenuhan ini selesai ditandai dengan adanya titik air atau embun pada chamber atau kertas saring yang seluruhnya basah dari bawah sampai atas. Untuk penotolan sampel dari ekstrak buah lada hitam yang ditotolkan pada lempeng KLT bukan yang sudah diencerkan dalam 50 mL ataupun 100 mL, melainkan hasil ekstrak yang pekatnya yaitu hasil penyaringan ekstrak itu sendiri, dengan tujuan agar adanya piperin dapat dideteksi, dan untuk senyawa pembandingnya yaitu diambil dari larutan standar yang sudah diencerkan yang dalam 100 mL etanol mengandung 0,5 mL piperin dari hasil pengenceran 25 mg dengan etanol 25 mL. Setelah ini plat KLT dielusi dengan pelarut organik yang sudah jenuh tersebut. Elusi ini dilakukan sampai eluent mencapai batas 1 cm dari ujung plat. Setelah itu plat dikeringkan dan diamati dibawah sinar UV 256 nm. Dari data hasil pemgamatan nilai Rf larutan piperin standar adalah 0,2 dan Rf sampel buah lada hitam adalah 0,16. Nilai Rf sampel mendekati nilai Rf piperin standar, sehingga dapat dipastikan secara analisis kualitatif didalam sampel buah lada hitam terkandung piperin. Selain itu dilakukan penentuan kadar piperin dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer uv-vis. Kadar piperin dapat ditentukan



dengan alat spektrofotometer uv-vis karena dari struktunya piperin memiliki gugus kromofor (ikatan rangkap terkonjugasi) yang dapat dibaca oleh alat tersebut. Sebelumnya etanol digunakan sebagai blanko sebab pelarut yang digunakan untuk melarutkan piperin adalah etanol. Etanol juga digunakan sebagai blanko karena kemungkinan akan terbaca juga oleh alat bila etanol tersebut tidak dinolkan. Spektrofotometri serapan (meliputi spektro UV-VIS, IR, dan serapan atom) merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Molekul selalu mengabsorbsi radiasi elektromagnetik jika frekuensi radiasi ini sama dengan frekuensi getaran molekul tersebut.. Bagian molekul yang mengabsorbsi dalam daerah UV-VIS dinyatakan sebagai kromofor. Suatu molekul dapat mempunyai beberapa kromofor. Untuk berbagai bahan farmasi, pengukuran spektrum dalam daerah UV dan visible dapat dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik daripada dalam daerah IR-dekat dan IR. Panjang gelombang daerah spektrum UV adalah 190-380 nm, sedangkan spektrum visible adalah 380780 nm. Spektrofotometer yang sesuaiuntuk pengukuran di daerah spektrum UV-VIS terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dalam jangkauan 200-800 nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan. Suatu senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis jika mempunyai kromofor pada strukturnya, seperti : 1.



Ikatan rangkap terkonjugasi : Dua ikatan rangkap terkonjugasi memberikan



suatu



kromofor,



seperti



dalam



butadien



akan



mengabsorbsi pada 217 nm. Panjang gelombang serapan maksimum (λmaks) dan koefisien ekstingsi molar (e) akan bertambah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi. 2. Senyawa aromatik : cincin aromatik mengabsorbsi dalam daerah radiasi UV. Misalkan benzen menunjukkan serapan pada panjang gelombang sekitar 255 nm, begitu juga asam asetil salisilat.



3. Gugus karbonil 4. Auksokrom : gugus auksokrom mempunyai pasangan elektron bebas, yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah subtituen seperti – OH, -NH2, NHR,fdan NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem kromofor dan me nggeser absorbsi maksimum



Prinsip



kerja



alat



ini



yaitu



interaksi



antara



radiasi



elektromagnetik dengan molekul atom pada senyawa. Radiasi polikromatis dipancarkan dari sumber radiasi melewatimonokromator sehingga diperoleh radiasi monokromatis. Radiasi monokromatis diteruskan ke kuvet yang berisi larutan/pelarut yang akan dianalisis. Radiasi tersebut akan dipantulkan, diabsorbsi dan ditransmisikan.. Yang diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum pengukuran yaitu larutan untuk pembandingnya digunakan dalam 25 mL etanol mengandung 25 mg piperin, dan untuk sampel digunakan larutan 0,5 mL dalam 50 mL yang merupakan hasil pengenceran 10 mL ekstrak dalam 100 mL etanol. Untuk kadar piperin didapat hasil 13,93 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, dimana kadar piperin didalam lada hitam seharusnya 5,3 % -9,2%. Berikut faktor- faktor yang dapat mempengaruhi ketidaksesuaian hasil seperti akibat adanya serapan oleh pelarut, serapan oleh kuvet, kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau tinggi, dan lain sebagainya.



VIII.



Kesimpulan 1. Identifikasi piperin ditentukkan dengan metode KLT terhadap buah lada hitam terhadap pembanding dan didapatkan nilai Rf sampel 0,16 dan Rf pembanding 0,2. 2. Kadar piperin ditentukan dengan metode spektrofotometri-UV dan didapatkan kadar piperinnya 13,93 %.



IX.



Daftar Pustaka Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta. Gembong Tjitrosoepomo. (2000). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press Septiatin and Eatin, 2008, Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar, CV. Yrama Widya, Bandung. Soebagio, dkk. (2003). Kimia Analitik II. Yogyakarta : Universitas Negeri Malang. Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia & Farmakologi Bahan Alam. Jakarta: EGC Underwood. (1981). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.