Kajian Incinerator [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KAJIAN TEKNIS PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LB3)



I Pendahuluan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 58 menyatakan bahwa "setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah dan/atau menimbun B3, wajib melakukan pengelolaan B3", sedangkan pada pasal 59 disebutkan bahwa "setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya". ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 dan Limbah B3 diatur dalam 2 (dua) Peraturan Pemerintah.



Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut dengan B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. sedangkan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut dengan LB3 adalah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Pengelolaan limbah B3 adalah meliputi pengurangan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan/atau penimbunan. Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan LB3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, sedangkan untuk B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.



B3 menurut PP Nomor 74 tahun 2001 diklasifikasikan sebagai bahan yang mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun, sangat beracun, beracun, berbahaya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik dan mutagenik, sedangkan LB3 diklasifikasi kedalam limbah kategori 1 dan kategori 2 yang dapat dilihat pada lampiran PP Nomor 101 tahun 2014.



Setiap bahan kimia pasti memiliki sifat bahaya (hazard), yaitu sifat yang dapat merusak lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia, serta berbahaya secara fisik. Sifat bahaya ini dikelompokkan ke dalam GHS (Globally Harmonized System), sistem klasifikasi dan pemberian label untuk bahan kimia. Umumnya, bahan kimia dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya (hazardous chemicals), jika bahan kimia tersebut memiliki salah satu atau beberapa sifat merusak sekaligus. Misalnya, merusak lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia (beracun), serta memiliki bahaya fisik. Bahan kimia disebut beracun jika bahan kimia tersebut dapat meracuni kesehatan manusia atau biota di lingkungan hidup. Semua bahan kimia yang beracun memiliki sifat bisa membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Karena itu, semua bahan kimia yang beracun pasti berbahaya.



Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990). Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004)



Salah satu faktor yg dapat merusak citra sekaligus menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi sebuah rumah sakit adalah belum terlaksananya pengelolaan limbah medis dan non-medis secara baik dan benar berdasar peraturan perundang-undangan (misal: UU 44/2009 tentang Rumah Sakit, Kepmen 1204/MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, dan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah). Masih buruknya pengelolaan limbah ini terlihat mulai dari kurangnya upaya pencegahan atau setidaknya pengurangan jumlah limbah, ketiadaan sistem pemilahan, penempatan atau pengumpulan limbah yang tidak sesuai aturan, serta masih tidak konsistennya sistem pengolahan dan pembuangannya. Padahal, keaneka-ragaman kegiatan rumah sakit dapat menghasilkan limbah dengan bentuk, komposisi dan jumlah yang variatif dari waktu ke waktu, tentu memerlukan strategi dan pengelolaan yang baik dan konsisten.



Pengelompokan jenis limbah rumah sakit menjadi limbah medis dan non-medis, sebenarnya dimaksudkan untuk lebih memudahkan pengelolaan berikutnya, dari awal hingga akhir. Limbah Medis, misalnya: berupa perban bekas, sisa jaringan tubuh, jarum suntik bekas, kantong darah dan lain-lain yang berkategori limbah B3 infeksius seharusnya tidak dicampur dengan limbah medis B3 lainnya, karena memiliki cara pengelolaan dan batas penyimpanan yang sangat berbeda. Juga, terutama jangan dicampur dengan limbah domestik (non-medis), misalnya: berupa kertas, plastik, botol plastik, kaleng, sisa-sisa makanan, daun-daun, bahanbahan organik dan anorganik lainnya, karena sebagian bisa didaur-ulang atau langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Mencampur limbah domestik dan medis non-B3 (misal: sisa kemasan infus yang bisa didaur-ulang) dengan limbah medis B3, akan mengubah limbah non-B3 menjadi seperti limbah medis B3, yang harus dikelola secara khusus sebagai limbah B3 dengan tahapan proses lebih panjang dan biaya jauh lebih mahal, padahal seharusnya tidak serumit itu, bila kegiatan awal pemilahan diberlakukan dengan baik.



Dengan tetap memperhatikan perkembangan teknologi, serta mempertimbangkan banyak hal berkaitan dengan manfaat dan mudharatnya, ternyata penanganan limbah medis menggunakan sistem insenerasi masih merupakan pilihan terbaik. Insenerasi lebih dominan digunakan sebagai pengolah limbah medis (khususnya infeksius) di berbagai penjuru dunia, karena lebih praktis, efektif dan langsung terlihat hasilnya, serta dari segi biaya relatif murah. Kelebihan lain, proses insenerasi dapat mengurangi banyak jumlah massa atau volume limbah B3 (reduksi hingga > 85%), sehingga memudahkan penanganan berikutnya, a.l: penyimpanan sementara, pengumpulan, pengangkutan dan penimbunan akhir. Pengelolaan limbah medis menggunakan insenerasi juga membutuhkan waktu relative lebih singkat dibanding pengolahan secara biologi maupun sistem secured landfill. Dari sisi kebutuhan lahan, area yang dibutuhkan untuk penempatan proses insenerasi jauh lebih kecil, sangat cocok untuk rumah-rumah sakit di Indonesia yang umumnya berada di kawasan perkotaan dengan lahan terbatas.



II Tujuan adapun tujuan dari kajian ini adalah memberikan gambaran tentang kriteria teknologi pengelolaan LB3 untuk mendukung upaya-upaya penerapan konsumsi dan produksi berkelanjutan dalam rangka pencapaian Indikator Kinerja Utama Dinas Lingkungan Hidup menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan (terjaganya indeks kualitas lingkungan).



III Incinerator atau insinerator a. definisi Incinerator adalah mesin pembakaran sampah/limbah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran dengan suhu tinggi, sehingga hasil pembakaran berupa debu sangat minim, dan hasil pembakaran berupa emisi gas dan partikulat ramah terhadap lingkungan yang penggunaannya diaplikasikan untuk limbah domestik, limbah industri, dan limbah medis. Sebelum limbah dimasukkan kedalam ruang bakar, harus dipisahkan lebih dahulu berdasarkan jenisnya ada limbah medis B3, limbah berbahaya lainnya, limbah plastik, limbah organik dan lain sebagainya. Selain itu sebelum masuk kedalam ruang pembakaran harus dipastikan ukuran besarnya limbah, kadar air limbah dan volume yang harus dimasukkan. Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilarang dibakar adalah sampah sesuai dengan pengertian dari OSHA, Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2001, keputusan menteri kesehatan No.453/menkes/per/XI/1983, dan peraturan terbaru lainnya, tidak diijinkan dibakar, kecuali mendapat perijinan/ijin dari instansi lingkungan hidup.



b. teknologi incinerator adapun tipe Incinerator yang ada dipasaran adalah incinerator Single burner, double burner dan multi burner yang dilengkapi dengan water scrubber berbentuk cyclon, serta dilengkapi dengan cerobong. Incinerator ini memerlukan bahan bakar dapat berbentuk bahan bakar minyak, gas dan juga kadang tambahan briket. Selain incinerator dengan menggunakan bahan bakar miyak dan gas, ada juga incinerator yang diproduksi tanpa menggunakan burner minyak atau gas untuk membakar limbahnya, tetapi limbah sendiri yang dibakar untuk membakar limbahnya. Dengan proses tungku pyrolisis maka proses pembakaran akan tercapai suhu yang diharapkan. - incinerator single burner



Teknologi Incinerator Single Burner di design untuk pembakaran sampah yang lebih ekonomis yang dikhususkan terhadap sampah organik kering Non B3, Konstruksi ruang bakar dan volume sampah kecil (firing chamber) terbuat dari bahan besi dilapis dengan glass wool atau mineral wool insulation lalu bagian dalam dilapisi lagi dengan fire brick insulation atau Castable Insulation, lantai ruang bakar dilapisi dengan bata/isolasi lalu dilapisi lagi dengan firebrick. Pada ruang bakar (Chamber) ini dipasang burner (alat pembakar) yang menggunakan bahan bakar minyak kerosene/diesel atau gas LNG, LPG atau sejenisnya (dipilih salah satu). Cara pembakaran sampah pada single burner Incinerator adalah dengan memanaskan ruang bakar lebih dahulu sampai suhu 4000C, lalu sampah kering NON B3 dimasukkan kedalam ruang bakar/chamber. Setelah pintu ruang bakar ditutup, kemudian setting burner hingga mencapai suhu 6000C – 10000C. Temperatur bakar tergantung nilai kalori sampah yang dibakar, semakin tinggi nilai kalori yang dibakar maka semakin panas suhu di chamber tersebut. Asap yang dihasilkan sudah jernih (clear) namun kadang ada jelaga tergantung bahan sampah yang dibakar. Sebelum asap/gas keluar melalui cerobong/stack/chimney terlebih dahulu disiram dengan air (water spray) yang dinamakan water scrubber tujuannya untuk menangkap debu, partikulat, asap jelaga agar gas keluar tidak mencemari lingkungan.



- incinerator double burner teknologi incinerator untuk double burner dan multi burner didesign untuk sampah domestik kering atau sampah Industri maupun sampah medis. Double burner incinerator terdiri dari dua ruang bakar (chamber). Konstruksi material dari ruang bakar pertama terbuat dari besi dilapis dengan glass wool atau mineral wool lalu selanjutnya dilapisi lagi dengan fire brick atau castable, bagian atas lantai bawah dilapisi dengan bata isolasi. Pada ruang bakar kedua konstruksi materialnya hampir sama dengan ruang bakar pertama.



Suhu ruang bakar harus sesuai dengan limbah yang dibakar. Didalam mengoperasikan Incinerator maka pada ruang bakar pertama (1st Chamber) dipasang alat pembakar (burner). Suhu dalam ruang bakar pertama dapat mencapai 4000C sampai 10000C. Hasil gas atau asap pembakaran dari ruang bakar pertama masih mengadung carbon atau jelaga, masuk ke ruang bakar kedua (2nd Chamber) untuk dibakar ulang dengan alat pembakar (burner). Pada ruang bakar kedua ini, suhu pembakaran dapat mencapai 6000C sampai 12000C. Bahan bakar yang dipakai umtuk alat pembakar (burner) biasanya Solar atau minyak diesel, minyak tanah atau kerosene atau Gas LPG dan gas LNG. Nilai Kalori bahan bakar berbeda beda, dan nilai kalori sampah atau limbah yang dibakar juga berbeda beda. Nilai kalori sampah yang dianjurkan sekitar 5,668 kcal/kg, dan kadar air sampah yang dibakar maksimum 15%RH agar temperature pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.



Jika suhu pembakaran rendah dari suhu yang diharapkan yang diakibatkan oleh nilai kalori sampah dan kadar air sampah yang tinggi maka dianjurkan mengeringkan sampah lebih dahulu sebelum dibakar juga dengan menambah kalori bahan bakar kedalam ruang bakar, baik berupa bahan bakar minyak, gas, arang, kayu, dll. Waktu tinggal (residence time) gas di ruang bakar kedua minimum 2 detik, sebelum gas itu masuk ke alat penangkap debu. Gas yang dihasilkan dari ruang bakar kedua ini sebelum keluar dispray atau disiram lebih dahulu dengan air untuk menangkap partikulat, debu, asap jelaga sehingga gas yang keluar dari cerobong lebih jernih. Gas yang dikeluarkan dari proses insenerasi menggunakan double burner lebih jernih dari gas yang dikeluarkan oleh incinerator single burner.



c. cara kerja incinerator - incinerator single burner Incinerator single burner dioperasikan dengan menggunakan alat satu unit burner (alat pembakar). Insinerator single buner terdiri dari satu Chamber (ruang bakar), burner (alat pembakar), blower udara, alat penangkap debu (scrubber), cerobong asap, tangki minyak, bak sirkulasi air, thermocouple atau sensor suhu, limit switch pintu, dan panel papan control. Kedalam ruang bakar inilah diarahkan nyala api burner untuk membakar limbah, dengan ditambah udara supaya proses insinerasi terjadi. Sebelum terjadi proses insinerasi, limbah yang dibakar harus sudah dipilah sesuai dengan syarat syarat limbah yang bisa dan dianjurkan dibakar. Selain itu ukuran limbah/sampah harus lebih kecil supaya permukaan limbah yang dibakar lebih luas dan benda yang dibakar cepat menguapkan air akhirnya limbah cepat kering. Untuk mempercepat proses insinerasi dianjurkan kadar air dalam limbah harus rendah artinya sampah harus cukup kering (atau kadar air limbah 10% atau lebih kecil).



Sebelum limbah dimasukkan kedalam chamber (ruang bakar), incinerator harus sudah dalam kondisi ready, semua bagian bagian incinerator dapat bekerja sesuai fungsinya, lalu bisa dilakukan proses warming-up atau pemanasan. Dengan menyalakan burner tanpa ada limbah diruang bakar sampai mencapai suhu sekitar 400 DegC. Tujuannya adalah untuk mengkondisikan suhu ruang bakar agar limbah yang dibakar nantinya mudah menyala. Setelah suhu mencapai minimum 400 DegC di dalam ruang bakar, limbah baru bisa dimasukkan kedalam ruang bakar. Limbah harus ditimbang lebih dahulu sesuai dengan jumlah yang diisyaratkan, dan tentunya isi dari ruang bakar harus diperhatikan supaya ruangan kosong dalam ruang bakar harus memadai dalam proses insinerasi. Penyalaan (alat pembakar) burner secara penuh baru dapat dilakukan setelah pintu pengumpanan sampah ditutup.



Waktu pembakaran harus dicatat supaya pengumpanan limbah berikutnya dapat dilakukan atau dilanjukan setelah semua limbah terbakar. Dengan melihat kondisi ruang bakar melalui lubang intip (peephole) maka dapat diketahui apakah sudah bisa dilanjutkan pengumpanan berikutnya. Siklus waktu bakar dapat berlangsung sekitar 25 sampai 40 menit tergantung jenis limbah dan kadar air limbah yang dibakar. Temperatur ruang bakar pada saat insinerasi adalah sekitar 600 sampai 1000 derajat Celcius tergantung dari bahan yang dibakar. Jika bahan yang dibakar (limbah) mempunyai nilai kalori tinggi diatas 10,000 kcal/kg dan kering tentu ruang bakar dapat mencapai 1000 degC saat insinerasi.



Gas yang keluar dari ruang bakar pertama akan disalurkan melalui pipa ducting ke bagian Penangkap Partikel/Debu (Scrubber) yang berbentuk cyclon. Gas yang masuk ke cyclon akan berputar didalamnya berbentuk efek sentifugal, sehingga benda partkulat yang berat jenis lebih besar akan mengumpul di tengah dan akan menuju ke bawah, sementara gas yang ringan akan naik ke cerobong. Saat gas naik ke cerobong, siraman semburan air berbentuk payung akan menangkap partikel debu yang lebih ringan yang terbawa aliran gas. Gas yang sudah bersih akan keluar melalui cerobong, sementara debu atau partikulat yang tertangkap oleh siraman air akan dialirkan kedalam tangki sirkulasi. Didalam tangki sirkulasi inilah debu akan difilter dan diendapkan secara natural. Hasil endapan debu berupa lumpur, nantinya akan dikeringkan dan dibakar ulang dan selanjutnya hasil pembakaran bersama debu pembakaran limbah dapat dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)



Setelah selesai proses pembakaran maka dilakukan cooling-down (proses pendinginan) pada ruang bakar. Burner tetap hidup blowernya supaya alat pembakar tidak rusak karena arus overflow (angin balik), yang masuk kedalam internal part burner. Penurunan temperatur sampai temperature 60DegC, baru blower bisa dimatikan. Hasil pembakaran berupa debu sekitar 2%-15% di ambil dari ruang bakar dengan menggunakan sekop dan ditimbang lagi dan setelah didinginkan dapat dimasukkan kedalam drum debu sampah.



- incinerator double burner Cara kerja Incinerator dengan memakai alat pembakar (burner) dua unit atau lebih, hampir sama dengan proses cara kerja Incinerator Single Burner. Adapun prosesnya insinerasi menggunakan Incinerator Double Burner adalah sebagai berikut : 1)



Pemilahan limbah yang akan dibakar, limbah yang akan dibakar harus dipilah dan disegregasi atau diperkecil ukurannya, dipastikan moisture sekitar 8%-15%.



2)



Limbah atau sampah yang akan diinsinerasi harus ditimbang dan dicatat berapa beratnya.



3)



Sebelum limbah diumpan kedalam chamber harus dilakukan Warming-up ruang bakarnya (pemanasan chamber) sampai temperatur minimum 400 DegC,



4)



Pemasukan limbah ke ruang bakar pertama secara manual atau mekanis tergantung jenis incineratornya



5)



Proses pembakaran di ruang bakar pertama pada temperature 600 degC sampai 1000 DegC



6)



Gas hasil pembakaran dari ruang pertama yang masih mengandung jelaga Carbon, dan asap pyrolisis CO, CO2, H2O akan di injeksi dengan Oxygen, supaya bersifat flamable.



7) 8)



Gas flamable ini dari mixing room akan dilanjutkan ke ruang bakar kedua Pada ruang bakar kedua gas flamable disambut dengan api temperature tinggi dari alat pembakar (burner 2). Diruang bakar kedua temperatur oprasional akan mencapai 1000 DegC sampai 1200 DegC, gas flamable yang masih mengandung Carbon dan CO akan terbakar sempurna menjadi debu dan CO2 dan Uap air H2O.



9)



Pada ruang bakar kedua waktu tinggal gas diusahakan minimum 2 detik sebelum masuk ke alat Penangkap Partikel Debu (Scrubber).



10) Gas yang masuk kedalam Scrubber akan dipisahkan debu partikulat dengan cara centrifus kebagian bawah scrubber yang diteruskan kedalam tanki sirkulasi oleh effec cyclon dan partikel yang lebih halus dan ringan akan ditangkap oleh water spray dan ayang diteruskan ke dalam tanki sirkulasi. 11) Didalam tangki sirkulasi partikulat akan mengendap berbentuk lumpur, yang nantinya akan dikeringkan dan dibakar ulang didalam chamber satu 12) Hasil pembakaran berupa abu sekitar 2%-15% dapat dikeluarkan dari dalam chamber pertama untuk didinginkan



13) Abu dingin ditimbang dulu baru dapat dimasukkan kedalam drum debu sampah, untuk diproses selanjutnya, dikirimkan ke TPA, dijadikan bahan kompos, atau bahan bata paving block dan lain lain d. konstruksi incinerator 1) bangunan pelindung - Incinerator harus dilindungi dari hujan dan gangguan dari luar yang dapat merusak Incinerator. - Incinerator ini memiliki peralatan yang sensitif terhadap lingkungan, dimana Incinerator tersebut dilengkapi oleh elektrikal seperti control panel, burner, mesin pompa air, blower, temperatur controller, limit switch dan peralatan lainnya 2) material konstruksi bangunan pelindung - Untuk Pondasi dapat digunakan pasangan batu kali atau bahan beton bertulang K225, sementara untuk Sloof menggunakan bahan cor beton bertulang K225. - Untuk Tiang dan balok dapat digunakan menggunakan besi WF-100. - Untuk Kuda-kuda menggunaan baja ringan atau konstruksi besi. - Atap penutup bangunan dapat menggunakan Aluminium Zink bergelombang atau asbes gelombang. - Untuk bagian dinding menggunakan bata (kombinasi dengan BRC atau kawar mesh - Untuk bak sirkulasi air dapat menggunakan beton bertulang K225



IV Analisis Investasi a. investasi awal Investasi awal berasal dari rencana anggaran biaya dari pembangunan Bangunan Incinerator yang bersumber dari APBD kabupaten belu sebesar : - Konstruksi pembangunan



2,500,000,000



b. operasional - Honorarium petugas - Pemakaian BBM



2 org x = 1920 liter =



1,600,000 3,200,000 10,100 19,392,000 5,000,000 10,000,000 37,592,000



- Pemakaian listrik - Pemeliharaan Total



Rp/bln Rp/bln Rp/bln Rp/bln Rp/bln



b. pendapatan/pemasukan Akibat pengolahan limbah yang dilakukan oleh bangunan Incinerator dengan rincian asumsi sebagai berikut : Sumber penghasil limbah - RSUD - RS. Tentara - RS. Sito Husada - Klinik - Puskesmas - Bengkel - Rumah tangga - sumber lain



= = = = = = = = total = - tarif retribusi pembakaran = - pendapatan per hari = - pendapatan per bulan =



Volume limbah 100.00 100.00 100.00 85.00 85.00 70.00 25.00 50.00 615.00 5,000.00 3,075,000.00 92,250,000.00



kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr kg/hr Rp/kg Rp/hr Rp/bulan



c. pendapatan bersih - pendapatan/bulan - biaya operasional per bulan (Rp92.250.000 - Rp37.592.000) = 54,658,000.00 Rp/bulan d. pengembalian modal (return of investmen) - biaya investasi dibagi = laba bersih =



45.74 bulan atau 3.81 tahun



Demikian kajian ini dibuat untuk memberikan gambaran pemanfaatan teknologi pengelolaan limbah B3 dalam rangka pengurangan beban pencemar dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah.



Atambua, 27 Nopember 2018 Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belu,



Dra. Yohaneta Mesak, MM NIP.19600506198903 2 005



Rekapan Jenis dan Jumlah Limbah Medis yang dihasilkan oleh Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Rumah Tangga, Bengkel, dll Penghasil Limbah Rumah Sakit Puskesmas Klinik Bengkel



Jenis Limbah



Volume



h Tangga, Bengkel, dll