Karya Tulis Ilmiah Bahasa Indonesia - Kelompok 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARYA TULIS ILMIAH BAHASA INDONESIA KRISIS TOLERANSI DALAM PEMILIHAN UMUM 2019



Disusun oleh: Nadia Madarina Said



042011333097



Rahayu Diva Davina



042011333248



Rika Nurdiana



042011333101



Naura Aisy Mardiana



042011333106



Stephanie Alda Gunawan



042011333115



Benedikta Tiara Noveliane



042011333122



Ruth Stephanie Tambun



042011333125



Sherita Adventy Mustika



042011333247



Ayu Vaya Romadhon



042011333249



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI S-1 AKUNTANSI UNIVERSITAS AIRLANGGA TAHUN 2020 i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahabaik karena atas karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah “Krisis Toleransi dalam Pemilu 2019” dengan baik dan tepat pada waktunya. Tugas makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini disusun untuk menambah dan memperluas wawasan mengenai masalah krisis toleransi dalam pemilu serta mengembangkan apresiasi siswa mengenai proses penyelesaian masalah intoleransi. Karya ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, kami telah berupaya untuk membuat karya ilmiah ini dengan baik. Namun, kami menyadari masih ada kekurangan dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka, kami mengundang pembaca agar dapat memberikan saran dan kritik yang dapat membangun untuk selanjutnya._______________ Akhir kata, kami berharap agar karya tulis ilmiah mengenai intoleransi pada saat pemilu 2019 dapat memberikan manfaat kepada pembaca.



Surabaya, 16 November 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI Halaman judul…………………………………………………………………………………



i



KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………



ii



DAFTAR ISI......………………………………………………………………………………. iii DAFTAR DIAGRAM..………………………………………………………………………..



iv



ABSTRAK……………………………………………………………………………………... v ABSTRACT……………………………………………………………………………………



vi



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………..



1



1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………………… 2 1.4 Tinjauan Pustaka……………………………………………………………………



2



1.4.1 Toleransi……………………………………………………………………... 2 1.4.2 Intoleransi dalam Pemilu…………………………………………………….. 3 BAB II MANFAAT DAN METODE PENELITIAN 2.1 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………. 6 2.2 Metode Penelitian………………………………………………………………….. 6 2.2.1 Jenis Penelitian………………………………………………………………. 6 2.2.2 Sumber Data…………………………………………………………………. 6 2.2.3 Tahapan Penelitian…………………………………………………………...



7



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Studi Pustaka………………………………………………………………… 8 3.2 Pembahasan………………………………………………………………………... 9 3.2.1 Penyebab Sulitnya Penerapan Toleransi dalam Pemilu……………………… 10 3.2.2 Alasan Masyarakat Intoleran Terhadap Beberapa Paslon……………………. 10 3.3.3 Solusi Intoleransi dalam Pemilu di Indonesia………………………………... 11 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..



12



4.2 Saran………………………………………………………………………………. 12 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….



iii



13



DAFTAR DIAGRAM Diagram 3.1.1.1 Responden Muslim Terhadap Paslon……………………………………



9



Diagram 3.1.1.2 Responden Non-Muslim Terhadap Paslon………………………………



9



iv



ABSTRAK Salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah intoleransi. Salah satu intoleransi yang ada di Indonesia adalah intoleransi politik. Intoleransi politik dapat memecah belah bangsa. Atas dasar inilah karya tulis ilmiah “Krisis Intoleransi dalam Pemilihan Umum 2019” dibuat. Ada pun tujuan yang dibuat dalam makalah ini adalah untuk mengetahui alasan sulitnya intoleransi, kondisi intoleransi, dan penyelesaiannya. Diharapkan pula melalui karya tulis ilmiah ini, mahasiswa dapat memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dan masyarakat dapat sadar akan intoleransi dalam politik di Indonesia. Dengan demikian, penelitian dilakukan dengan metode kualitatif studi pustaka dengan menggunakan data Lembaga Survei Indonesia. Oleh karena itu, perlu untuk mendalami data atau literatur yang termuat dalam data yang terkait dengan fenomera intoleransi politik atau pemilu di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah intoleransi politik atau pemilu di Indonesia disebabkan oleh lemahnya penegak hukum, pendidikan kewarganegaraan, dan kesadaran masyarakat akan hal ini. Maka, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberlakukan asas luber judil, menyadarkan masyarakat akan bahaya intoleransi, dan menegakkan hukum.



Kata Kunci : intoleransi, pemilihan umum



v



ABSTRACT One of the intolerances in Indonesia is political intolerance. Political intolerance can divide a nation. It is on this basis that the scientific paper "The Crisis of Intolerance in the 2019 General Election" was made. The purpose of this paper is to find out the reasons for the difficulty of intolerance, the condition of intolerance, and its resolution. Thus, the benefit is that students can fulfill assignments in Indonesian courses and the public can be aware of intolerance in Indonesian politics. The research was conducted using a qualitative literature study method using data from the LSI. Therefore, it is necessary to study the data or literature contained in the data related to the phenomenon of political intolerance or elections in Indonesia. The result of this research is that political or election intolerance in Indonesia is caused by weak law enforcement, civic education, and public awareness of this matter. The solution that can be done is to apply the principle of overflow judil, make the public aware of the dangers of intolerance, and enforce the law.



Key word: Intolerances, general election



vi



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah yang sering dijumpai oleh masyarakat Indonesia adalah intoleransi. Menurut KBBI, intoleransi berasal dari awalan in yang berarti tidak dan kata dasar toleran yang berarti sikap menghargai pandangan yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sikap intoleransi secara tidak langsung dapat memecah belah bangsa Indonesia. Padahal, negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yaitu negara yang berkedaulatan rakyat. Prinsip demokrasi ini seharusnya ditanamkan kepada warga negara Indonesia dalam melaksanakan kegiatan politik agar mencapai mufakat. Intoleransi merupakan bentuk nyata penyimpangan sila Pancasila, khususnya sila ke-3 yang berisi persatuan Indonesia. Padahal, Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Jika dasar negara sudah tidak berlaku lagi bagi bangsa Indonesia, hal tersebut akan mengakibatkan kegagalan bahkan kehancuran suatu negara. Intoleransi sering muncul dalam kegiatan politik, seperti pemilihan umum pada tahun 2019. Terdapat faktor-faktor pendorong intoleransi dalam pemilihan umum. Pertama, timbul rasa ketidakpercayaan antar golongan. Kedua, adanya fanatisme perbedaan keyakinan. Ketiga, pengaruh penggunaan media sosial. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, dan rasa menghormati hak setiap orang bagi bangsa Indonesia. Hal ini juga menjadi ancaman internal bagi bangsa Indonesia. Intoleransi memang sudah menjadi sebuah masalah yang sering terjadi pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Dunia politik, khususnya dalam pemilu, tidak lepas dari masalah intoleransi yang mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami ingin membahas lebih dalam mengenai masalah intoleransi yang sering terjadi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang membuat masyarakat Indonesia sulit untuk menerapkan konsep toleransi dalam pemilu? 2. Mengapa masyarakat tidak dapat mentoleransi berbagai paslon dalam pemilu padahal sudah ada regulasi yang mengatur hal tersebut?



1



3. Bagaimana jika masyarakat tidak dapat menerima perbedaan pendapat dalam pemilihan suara? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui alasan sulitnya masyarakat menerapkan sikap toleransi dalam kegiatan pemilu. 2. Mengetahui kondisi intoleransi di Indonesia sebagai negara demokrasi dalam kegiatan pemilu. 3. Mengetahui cara-cara penyelesaian masalah intoleransi dalam pemilu. 1.4 Tinjauan Pustaka 1.4.1 Toleransi Menurut KBBI, toleran merupakan bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Menurut Halim (Hanifah, 2010:5), dalam Ramdhani (2013:10), toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan, dan kesabaran. Cambridge International Dictionary of English (2001: 1533) dalam Maulana (2017:21) mengartikan toleransi sebagai kemauan seseorang untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki meskipun ia mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya. Winarni (2012:79) dalam Ramdhani (2013:11) berpendapat bahwa toleransi dalam arti luas dapat dipahami sebagai menerima perbedaan. Sejalan pendapat Winarni, Knauth dalam Winarni (2012:79) menjelaskan bahwa toleransi secara luas dianggap sebagai nilai umum bersama yang sangat diperlukan untuk menjamin kohesivitas masyarakat majemuk. Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai kemauan atau kelembutan hati seseorang untuk menerima perbedaan yang dimiliki oleh orang lain meskipun ia mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya untuk menjamin kohesivitas masyarakat majemuk. Winarti (2012:79) dalam Ramdhani (2013:11) berpendapat bahwa toleransi dapat terjadi dengan didasari oleh dua kondisi, yaitu : 1. harus ada situasi perbedaan atau pluralitas 2. harus ada beberapa alasan untuk pasif atau aktif menerima (bahkan menghargai) situasi perbedaan. 2



Hanifah (2010:15) dalam Ramdhani (2013:12) menyebutkan bahwa ada dua model toleransi, pertama, toleransi pasif, yaitu sikap menerima perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual, kedua, toleransi aktif, yaitu sikap toleransi yang melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan dan keragaman. Shiftung (Winarni, 2012:82) dalam Ramdhani (2013:12) menjelaskan bahwa terdapat tiga prinsip toleransi. Pertama, terdapat prinsip prekondisi, prinsip ini menjelaskan bahwa masalah toleransi hanya dibesarkan dalam situasi konflik di mana nilai-nilai atau norma dipertanyakan, dilanggar, atau dikonfrontasikan. Kedua, prinsip prosedur, prinsip ini menjelaskan bahwa toleransi ditandai dengan tidak adanya kekerasan dalam mengasosiasikan konflik. Ketiga, prinsip motivasi, menjelaskan bahwa hak yang sama atas kebebasan sangat penting untuk toleransi. 1.4.2 Intoleransi dalam Pemilu Saddam (2019:1) menjelaskan bahwa Kata intoleransi berasal dari prefik in- yang memiliki arti tidak dan kata dasar toleransi yang memiliki arti sifat atau sikap toleran, kemauan seseorang untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki. Sehingga intoleransi dapat diartikan sebagai ketidak inginan seseorang untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan orang lain yang berbeda dari yang ia miliki. Sullivan, dkk. (1979) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25) mengartikan intoleransi politik sebagai ketidakmauan individu untuk mengizinkan ide dan gagasan dari kelompok yang tidak disukainya dapat berpartisipasi dalam aktivitas politik. Dalam hal ini, aktivitas politik yang dimaksudkan adalah dimulai dari hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih



3



berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Zuhro (2019:70) berpendapat bahwa pelaksanaan pemilihan umum pada dasarnya merupakan tindak lanjut perwujudan prinsip-prinsip demokrasi yang meliputi jaminan atas prinsip-prinsip kebebasan individu dan persamaan, khususnya dalam hak politik. Robbi (2016:3) berpendapat bahwa keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum memungkinkan terfasilitasinya kepentingan atau kebutuhan yang diinginkan dalam rangka perbaikan kehidupan melalui pemerintahan yang dipilih sendiri oleh masyarakat. Ketidakterlibatan dalam proses ini berarti menghilangkan satu kesempatan bagi terbentuknya suatu pemerintahan yang bersumber dari apa dan bagaimana kehendak masyarakat. Namun, masalah penting yang sering dihadapi dalam pemilihan umum adalah adanya intoleransi politik. Lusiana (2004) dalam Robbi (2016:3) mengungkapkan bahwa dalam proses transisi demokrasi maka yang muncul adalah radikalisme dan anarkisme politik yang merupakan gejala intoleransi. Intoleransi politik merupakan ancaman paling serius bagi terciptanya sistem demokrasi. Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) (2019) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang memperkuat terjadi intoleransi politik di Indonesia, yaitu religiusitas, media sosial, fanatisme, dan sekularisme. Penelitian LIPI ini juga mengungkapkan bahwa religiusitas akan menimbulkan fanatisme keagamaan yang tinggi sehingga menyebabkan tingkat ketidakpercayaan yang tinggi terhadap pemeluk agama lain. Hal tersebut menjadi pendorong munculnya intoleransi politik dalam masyarakat. Sullivan (1981) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25) mengemukakan aspek-aspek yang dapat memicu terjadinya intoleransi politik adalah, 1. determinan sosial yang meliputi usia, status sosial, tingkat pendidikan, dan keberagamaan. 2. determinan psikologis yang meliputi variabel-variabel kepribadian seperti harga diri, aktualisasi nilai, dogmatisme agama, serta kepercayaan pada orang lain.



4



3. determinan politik yang mencakup konservatisme, norma-norma umum, dan persepsi terhadap ancaman. Newton (2001) dalam Wahyu dan Mochammad Said (2020:25) berpendapat bahwa kepercayaan politik atau kepercayaan terhadap pemerintah maupun institusi politik dapat memengaruhi toleransi politik dari seorang individu. Kepercayaan politik dianggap penting sebab dapat digunakan sebagai indikator dalam memastikan bahwa elemen-elemen politik yang ada memiliki kapabilitas yang baik.



5



BAB II MANFAAT DAN METODE PENELITIAN 2.1 Manfaat Penelitian Hasil penelitian dari “Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019” diharapkan dapat memberi manfaat ke semua pihak, terutama : 1. bagi penulis a. memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia b. mempelajari lebih dalam mengenai intoleransi, khususnya dalam bidang politik di Indonesia c. memperdalam pengetahuan dalam penulisan karya ilmiah d. mengamalkan ilmu yang sudah didapat pada saat mata kuliah Bahasa Indonesia 2. Bagi masyarakat umum a. dapat menyadarkan masyarakat akan ketidaktoleran Indonesia dan hal tersebut harus dihilangkan b. menambah wawasan mengenai kondisi intoleransi pada Pemilu 2019.



2.2 Metode Penelitian 2.2.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan pada “Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019” adalah kualitatif studi pustaka. Studi pustaka adalah metode penelitian dengan mendalami data atau keterangan dari literatur yang termuat dalam buku dan website. Peneliti menganggap metode ini tepat untuk menjelaskan kasus intoleransi pemilu Indonesia pada tahun 2019.



2.2.2 Sumber Data Data yang diperlukan dalam penulisan ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan fenomena intoleransi pemilu yang ada di Indonesia, kemudian penulis akan melakukan riset perpustakaan sebagai metode pengumpulan data dengan membaca dan menelaah berita-berita dan artikel- artikel yang berkaitan dengan masalah intoleransi pemilu 2019. Adapun artikel yang digunakan untuk diteliti adalah Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja pada Periode Kedua Pemerintahan Joko Widodo oleh LSI.



6



2.2.3 Tahapan Penelitian Penelitian memerlukan tahapan-tahapan yang dapat membantu proses pelaksanaan penelitian berjalan dengan baik. Tahapan-tahapan penelitian karya ilmiah ini adalah sebagai berikut. 1) Pembuatan rancangan penelitian Pada tahap ini, penulis melakukan penelaahan latar belakang terjadinya intoleransi pada saat pemilu di Indonesia pada tahun 2019. Lalu, melalui latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan masalah. 2) Pelaksanaan penelitian Pada tahap ini, penulis melakukan pencarian sumber-sumber informasi. Sumber informasi yang digunakan adalah buku, artikel dan berita melalui website, dan sumber lainnya yang dapat membantu proses penelitian ini.



7



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menguraikan tentang hasil studi pustaka “Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019” berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diteliti menggunakan metode kualitatif studi pustaka.



3.1 Hasil Studi Pustaka 3.1.1 Krisis Toleransi dalam Pemilihan Umum 2019 Data penelitian kami peroleh dari hasil survei oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang bekerja sama dengan Wahid Institute pada 8 – 17 September 2019. Survei melibatkan seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah menikah ketika survei dilakukan. populasi tersebut dipilih secara random (multistage random sampling) dengan 1.550 responden sebagai sampel basis. Batas kesalahan dari ukuran sampel tersebut sebesar ± 2.5% pada tingkat kepercayaan 95% (dengan asumsi simple random sampling). Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Kualitas kontrol terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Secara umum, belum ada perbaikan dalam indikator intoleransi berpolitik. Hal ini juga berkaitan dengan intoleransi beragama. Dibanding 2018, intoleransi cenderung stagnan. Jika dibandingkan 2017 dan 2016, tampak situasi yang lebih buruk, khususnya dalam intoleransi politik. Adapun hasil dari survey terhadap responden muslim dan nonmuslim sebagai berikut.



8



Diagram 3.1.1.1 responden muslim terhadap calon pemimpin



Diagram 3.1.1.2 responden nonmuslim terhadap calon pemimpin Sebagian besar non-Muslim tidak keberatan jika warga Muslim menjadi walikota/bupati, gubernur, wakil presiden maupun presiden. Persentase non-Muslim yang menyatakan tidak keberatan memang tinggi, tetapi jika dibandingkan tahun lalu tampak terjadi penurunan.



3.2 Pembahasan Pada bagian pembahasan, kami akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang termuat dalam rumusan masalah di Bab I berdasarkan hasil yang sudah dikumpulkan.



9



3.2.1 Penyebab Sulitnya Penerapan Toleransi dalam Pemilu Berdasarkan tulisan Profesor dari Universitas Washington James L. Gibson yang berjudul Political Intolerance in the Context of Democratic Theory, dasar dari intoleransi politik adalah pemikiran tertutup dan adanya perasaan terancam. Selain itu, intoleransi politik terjadi juga akibat adanya majority privilege atau keinginan kelompok mayoritas untuk diistimewakan. Munculnya kecenderungan untuk menganggap pemimpin dari latar belakang yang sama lebih cakap menyebabkan masyarakat semakin sulit menerapkan toleransi saat pemilu. Manusia secara alami lebih senang memilih orang yang terlihat sama dengan dirinya karena muncul rasa familiar yang juga melahirkan rasa aman. Oleh karena itu, calon pemimpin dengan latar belakang yang sama dengan mayoritas masyarakat lebih mendapat banyak dukungan daripada calon pemimpin yang berasal dari latar belakang berbeda. Toleransi politik menjadi lebih sulit diterapkan daripada toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi dalam kehidupan sehari-hari mengharuskan kita menghargai dan hidup berdampingan dengan orang yang berbeda. Namun, toleransi politik mengharuskan kita untuk mau dipimpin oleh seseorang dari latar belakang yang berbeda. Hal itu menyebabkan masyarakat sulit dalam menerapkan konsep toleransi dalam pemilu.



3.2.2 Alasan Masyarakat Intoleran Terhadap Beberapa Paslon Penyebab utama sulitnya mewujudkan toleransi adalah rendahnya kesadaran hukum masyarakat Indonesia dan penegakan hukum yang masih lemah dan masih memihak kelompok tertentu. Kesadaran hukum yang lemah, terutama ketidaktahuan akan nilai-nilai dan implementasi terhadap Pancasila, menyebabkan masyarakat tidak mengerti pentingnya mewujudkan toleransi. Penegakan hukum yang lemah dengan berpihak pada masyarakat mayoritas juga menjadi salah satu penyebab semakin maraknya intoleransi dalam masyarakat. Masyarakat minoritas yang merasa tertindas akhirnya kehilangan rasa cinta tanah air dan masyarakat mayoritas menjadi tidak dapat menghargai orang lain. Hal tersebut secara nyata juga terjadi pada pemilu 2019. Selain itu, fanatisme suku bangsa atau dikenal juga dengan etnosentrisme membuat seseorang memandang rendah kebudayaan orang lain. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan ketika dipimpin oleh seseorang dengan latar 10



belakang berbeda. Akhirnya, timbul kecenderungan dalam masyarakat untuk memilih pemimpin dari latar belakang yang sama dan menganggap pemimpin dengan latar belakang yang sama lebih cakap daripada pemimpin dengan latar belakang berbeda.



3.3.3 Solusi Intoleransi dalam Pemilu di Indonesia Perlawanan sikap intoleran membutuhkan hukum. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan diharapkan mampu menciptakan hukum yang melarang perilaku intoleran dan mewadahi serta mendukung perilaku toleransi. Lebih spesifiknya, pemerintah bertanggung jawab untuk menegakkan peraturan HAM serta melarang dan menolak perilaku yang mengandung unsur kebencian dan diskriminasi terhadap kaum minoritas, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah, organisasi masyarakat, maupun individual. Pemerintah harus memberikan keadilan serta bersikap tegas dalam proses pengadilan atas perilaku intoleran, sehingga masyarakat tidak akan bermain hakim sendiri dan melakukan kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan. Selain mempertegas hukum dan peraturan yang berlaku, Pendidikan Kewarganegaraan juga perlu ditanamkan sejak dini agar masyarakat memahami nilai-nilai persatuan yang ada dalam Pancasila dan mengerti bagaimana bertoleransi dengan orang lain. Hal tersebut memerlukan keterlibatan aktif seluruh masyarakat dan seluruh jajaran pemerintahan agar dapat terwujud sesuai dengan apa yang telah diharapkan.



11



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Intoleransi dalam politik masih sering terjadi di Indonesia. Saat pemilu berlangsung, banyak masyarakat yang memihak suatu kelompok tertentu dan merasa ingin diistimewakan. Sikap etnosentrisme juga masih melekat pada masyarakat Indonesia. Mayoritas masyarakat tidak mau dipimpin oleh pemimpin yang memiliki latar belakang berbeda dengan mereka. Hal inilah pemicu utama mengapa toleransi dalam politik masih sulit untuk diwujudkan.



4.2 Saran Agar intoleransi politik semakin berkurang, kita perlu untuk menegakkan kembali asas luber jurdil agar jalannya pemilu lebih kondusif dan tidak ada oknum yang dapat memecah belah masyarakat. Hukum yang ada di Indonesia juga dapat dipertegas. Selain itu, sebagai warga negara Indonesia, harus bisa menerima pemimpin dari latar belakang yang berbeda. Hal yang perlu dinilai dari paslon bukanlah latar belakangnya, melainkan visi dan misinya. Apabila hal ini dapat diwujudkan, hal-hal diskriminatif dan kampanye hitam bisa hilang dalam pemilu.



12



DAFTAR PUSTAKA



Alkintanov, M. S. (2018a). Mata air keteladanan Muhammad Saddam A.



__________. (2018b). UTS Muhammad Saddam A.



Anonym. (2018, Oktober 18). Pilpres 2019 Dihantam Intoleransi?. Pinterpolitik. Diakses pada 17 November 2020 melalui https://pinterpolitik.com/pilpres-2019-dihantam-intoleransi



KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Diakses pada 17 November 2020 melalui https://kbbi.web.id/toleran



Lembaga Survei Indonesia. (2019, November). Tantangan Intoleransi Dan Kebebasan Sipil Serta Modal Kerja Pada Periode Kedua Pemerintahan Joko Widodo. lsi. Diakses pada 17 November 2020 melalui file:///C:/Users/Ruth%20Stephanie/Downloads/Rilis%20LSI_Tantangan%20dan%20M odal%20Kerja%20pada%20Periode%20Kedua%20Jokowi_Okt_2019%20(2).pdf



Maulana, M.A.. 2017. Pelaksanaan Toleransi Keberagaman dalam Proses Pendidikan Agama di Geeta School Cirebon. OASIS : Jurnal Ilmiah Kajian Islam. 1(2): 21



Prasetya, Eka. (2017, Maret 2). Melawan Intoleran: Semua Berawal dari Diri Sendiri. Diakses pada 17 November 2020 melalui https://ksm.ui.ac.id/melawan-intoleran-semua-berawal-dari-diri-sendiri/



Ramdhani, A.M.. 2013. Pengaruh etnosentrisme organisasi mahasiswa ekstra kampus, moral religius, latar belakang pendidikan terhadap toleransi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang [skripsi]. Malang (ID) : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang



13



Robbi, F.A.T.. 2016. Komunikasi dan Intoleransi Politik: Sebuah Tinjauan Psikologi Komunikasi. DIALEKTIKA. 3(1):3



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah



Wahyu, A.M., dan Said, M.. 2020. Semakin Religius, Semakin Intoleran? Peran Kepercayaan Politik sebagai Variabel Moderator.Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. 9(1):25



14