Kasus ASABRI - Kelompok 3 (Auditing Lanjutan) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kelompok 3: 1. Mie Mie



1701200275



2. Nico Defrio Nanda



1701200278



3. Novita Sari



1701200280



4. Pingky Steffi



1701200282



Kelas: Akuntansi



Mata Kuliah: Auditing Lanjutan



A. Sejarah PT ASABRI (Persero) PT ASABRI (Persero) adalah Perusahaan Umum Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Perum ASABRI) yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1971 pada tanggal 1 Agustus 1971, dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Jadi ASABRI. Dalam upaya meningkatkan operasional dan hasil usaha, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991 bentuk badan hukum perusahaan dialihkan dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Perubahan bentuk badan usaha dari Perum menjadi Persero telah disertai perubahan pada Anggaran Dasar melalui Akta Notaris Muhani Salim, S.H., Nomor 201 tanggal 30 Desember 1992 tentang Pendirian dan Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan (Persero)  PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akta Nomor 9 Tahun 2009 tanggal 8 Oktober 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Nelfi Mutiara Simanjuntak, S.H., pengganti dari Notaris Imas Fatimah, S.H. Dalam rangka menindak lanjuti perkembangan peraturan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan jaminan sosial, maka diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 yang mengamanatkan PT ASABRI (Persero) sebagai pengelola program dengan 18 (delapan belas) manfaat, yang semula hanya terdiri dari 9 (sembilan) manfaat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 dan 2 (dua) manfaat yang merupakan tugas tambahan, dengan tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI, Anggota Polri dan Pegawai ASN di lingkungan Kemhan dan Polri. B. Kedudukan PT ASABRI (Persero) PT ASABRI (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas di mana seluruh sahamnya dimiliki oleh negara yang diwakili oleh



Menteri Negara BUMN selaku Pemegang Saham atau RUPS berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. C. Filosofi PT ASABRI (Persero) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, menurut jenis usahanya PT ASABRI (Persero) merupakan asuransi jiwa, sedangkan menurut sifat penyelenggaraan usahanya PT ASABRI (Persero) bersifat sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa PT ASABRI (Persero) adalah perusahaan asuransi jiwa yang bersifat sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan undang-undang dan memberikan proteksi (perlindungan) finansial untuk kepentingan Prajurit TNI, Anggota Polri dan ASN Kemhan/Polri. Penyelenggaraan kegiatan asuransi PT ASABRI (Persero) menekankan pada prinsip dasar asuransi sosial yaitu kegotongroyongan, di mana “yang muda membantu yang tua, yang berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah dan yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi”. D. Kasus PT ASABRI (Persero) PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) menjadi terkenal belakangan ini setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menduga adanya praktik korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp10 triliun. Berdasarkan situs resmi ASABRI, laporan keuangan tahunan yang terakhir diunggah adalah laporan keuangan 2017. Sementara, laporan 2018 dan 2019 belum disajikan kepada publik. Dalam laporan tersebut pada 2017, perusahaan masih mencetak laba bersih sebesar Rp943,81 miliar. Pendapatan terbesar berasal dari hasil investasi sebesar Rp3,08 triliun. Adapun pendapatan premi sebesar Rp1,39 triliun. Sementara itu, rasio solvabilitasnya (RBC/Risk Base Capital) kala itu hanya 62,35 persen atau belum mencapai ketentuan menteri keuangan sebesar 120 persen. Sebagai catatan, RBC menggambarkan kemampuan perusahaan membayar klaim dan utang jangka panjang.



Perusahaan juga menanggung utang sebesar Rp43,6 triliun atau meningkat hampir 20 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp36,34 triliun.  Dalam laporan yang sama, perusahaan merevisi laba 2016 dari Rp537,63 miliar menjadi Rp116,46 miliar. Revisi dilakukan akibat penyesuaian (konsolidasi) nilai reksa dana terproteksi di mana perseroan mempunyai pengendalian secara langsung terhadap reksa dana tersebut. Perbaikan itu dilakukan dengan metode perhitungan cadangan teknis asuransi dengan memasukkan asumsi-asumsi dan komponen-komponen baru dalam perhitungan cadangan teknis asuransi. Selain terhadap laba, dampak penyajian kembali itu juga mengubah aset dari Rp36,59 triliun menjadi Rp36,51 triliun, liabilitas dari Rp34,99 triliun menjadi Rp36,34 triliun, ekuitas dari Rp1,6 triliun menjadi Rp169,89 miliar. Akibatnya, rasio solvabilitas juga turun dari sebelumnya 110,26 persen menjadi 54,73 persen. Anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Cris Kuntadi menilai restatement umumnya terjadi karena adanya kesalahan material/signifikan dalam penyajian laporan keuangan setelah selesai audit (sesudah pelaporan). Kesalahan bisa karena disengaja atau tak disengaja. Kesalahan dengan kesengajaan umumnya akan diminta dilakukan restatement setelah ada pihak lain yang mengetahuinya. Sedangkan kesalahan tak disengaja terjadi karena kelalaian penyusunan laporan keuangan dan/atau auditor Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurutnya, penyajian ulang laporan keuangan adalah hal wajar, meskipun hal tersebut sangat jarang terjadi. Untuk kasus ASABRI ia menilai kesalahan itu ditemukan setelah keluarnya hasil audit laporan keuangan. “Berarti ada kesalahan dalam penyajian laporan keuangan yang diketahui setelah laporan KAP diterbitkan,” kata Cris kepada kumparan, Minggu (12/1/2020). Sementara itu, Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi menilai, kesalahan yang terjadi di BUMN perlu dilakukan restatement karena adanya kesalahan pengakuan pendapatan dan kebijakan amortisasi biaya. “Dengan artian, mengakui penerimaan yang bukan haknya, dan menunda pembebanan biaya yang semestinya ditemukan,” kata Achsanul saat dihubungi terpisah. Kementerian Keuangan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) memastikan memberikan sanksi tegas kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terbukti melakukan audit dan memberikan opini tidak sesuai dengan kode etik atau standar pemeriksaan pada laporan keuangan PT Asuransi Jiwasraya dan PT ASABRI.



Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, baik ASABRI maupun Jiwasraya biasanya diaudit oleh KAP yang terdaftar. Dalam melakukan pekerjaannya, KAP juga diawasi oleh P2PK yang melakukan fungsi pengawasan regulasi dan pembinaan. “Jadi kalau dalam satu audit ditemukan ada ketidakwajaran, baik terkait kode etik maupun tidak dipenuhinya standar pelaksanaan audit, maka sesuai ketentuannya itu akan diberikan sanksi,” kata Hadiyanto di Jakarta, Rabu (15/1/2020). Sanksi yang akan diberikan, lanjutnya, disesuaikan dengan tingkat kesalahan KAP yang bersangkutan. “Bisa bersifat teguran maupun pembebasan sementara dari praktik sebagai akuntan publik,” tuturnya. Berdasarkan laporan keuangan, di tahun 2014 laba ASABRI tercatat mencapai Rp245 miliar dengan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Saat itu KAP yang tercatat melakukan audit adalah Heliantono & Rekan. Kemudian di tahun 2015, dengan auditor yang sama, laba ASABRI tercatat menjadi Rp347 miliar dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Selanjutnya, pada tahun 2016, masih dengan auditor yang sama, laba ASABRI tercatat sebesar Rp116 miliar dengan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sedangkan, pada tahun 2017 laba ASABRI kemudian tercatat melonjak menjadi Rp943 miliar, naik tujuh kali lipat dari tahun sebelumnya, dengan opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Di periode ini PwC yang bertindak sebagai auditornya. Berdasarkan laporan keuangan audit perseroan pada tahun 2010 hingga 2017 (rentang waktu 8 tahun), tercatat asuransi sosial tersebut pernah melakukan restatement sebanyak empat kali.



Auditor Laporan Keuangan Asabri Tahun Laporan Keuangan



Akuntan



Kantor Akuntan Publik (KAP)



Keterangan



2010



Theodorus Hiriyanto



Hadori Sugiarto Adi & Rekan (HLB)



Me-restatement Lapkeu 2009



2011



Andy Eldes



Kanaka Puradiredja, Suhartono (Nexia International)



Me-restatement Lapkeu 2010



2012



Andy Eldes



Kanaka Puradiredja, Suhartono (Nexia International)



-



Tahun Laporan Keuangan



Akuntan



Kantor Akuntan Publik (KAP)



Keterangan



2013



Andy Eldes



Kanaka Puradiredja, Suhartono (Nexia International)



-



2014



Heliantono



Heliantono & Rekan (Masamitsu Magawa)



-



2015



Heliantono



Heliantono & Rekan (Parker Randall International)



Me-restatement Lapkeu 2014



2016



Heliantono



Heliantono & Rekan (Parker Randall International)



-



2017



Jusuf Wibisana



Tanudiredja, Wibisana, Rintis & Rekan (PWC)



Me-restatement Lapkeu 2016



Chart: Tim Riset CNBC Indonesia Source: Asabri



Pada 2019, kinerja perusahaan tempat ASABRI menempatkan investasinya melemah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), nilai saham belasan perusahaan milik ASABRI merosot. Pada pembukaan 2019 nilai saham yang dimiliki ASABRI tercatat sebesar Rp10,2 triliun dan ditutup pada tahun yang sama sebesar Rp2,1 triliun. Artinya, dalam setahun nilainya anjlok Rp7,46 triliun atau 73,1 persen. Achsanul Qosasi tak ragu mengatakan kasus ASABRI ini memang mirip Jiwasraya. Keduanya sama-sama pernah menaruh investasi pada saham yang harganya telah jatuh sehingga menyebabkan perusahaan merugi. Jika dirinci, perusahaan yang nilainya merosot adalah PT Bank Yudha Bhakti Tbk; PT Hanson Internasional Tbk; PT Inti Agri Resources Tbk; PT Indofarma Tbk; PT Pelat Timah Nusantara Tbk; PT Prima Cakrawala Abadi Tbk; PT Alfa Energi Investama Tbk. Kemudian, PT Pool Advista Indonesia Tbk; PT Pool Advista Finance Tbk; PT Properti Tbk; PT Hartadinata Abadi Tbk; PT SMR Utama Tbk; PT Kimia Farma Tbk; PT Sidomulyo Selaras Tbk dan PT Island Concepts Indonesia Tbk. Berikut ringkasan kinerja keuangan Asabri selama 2016-2017: 2016 Aset: Rp36,51 triliun Liabilitas: Rp36,34 triliun Pendapatan: Rp5,07 triliun



Pendapatan premi: Rp1,38 triliun Beban: Rp2,92 triliun Beban klaim: Rp1,15 triliun Laba/(rugi): Rp116,46 miliar Rasio solvabilitas: 54,73 persen 2017 Aset: Rp44,8 triliun Liabilitas: Rp43,6 triliun Pendapatan: Rp4,52 triliun Pendapatan premi: Rp1,39 triliun Beban: Rp2,34 triliun Beban klaim: Rp1,35 triliun Laba/(rugi): Rp943,81 miliar Rasio solvabilitas: 62,35 persen (wel/sfr) ASABRI juga pernah diperingatkan BPK RI pada 2016 agar membenahi portofolio saham tujuan investasi mereka supaya terhindar dari risiko kerugian. Sama seperti Jiwasraya, ASABRI juga tak menjalankan sepenuhnya rekomendasi BPK tersebut hingga saat ini. Untungnya, ASABRI disebut lebih mujur daripada Jiwasraya. Sebab, perusahaan asuransi untuk ASN TNI-Polri itu masih memiliki likuiditas dari iuran wajib tertanggung yang besarannya sampai Rp1 triliun per tahun. “Iya mirip-miriplah kasusnya (dengan Jiwasraya). BPK RI sudah pernah mengaudit ASABRI bersamaan dengan Jiwasraya di 2016 dan hasilnya sudah diserahkan ke DPR dan BUMN,” ucap Achsanul dalam pesan singkat kepada reporter Tirto, Senin (13/1/2020). Jauh sebelum BPK RI mencium potensi masalah dalam ASABRI, perusahaan ini nyatanya sempat tersandung kasus korupsi yang mencuat pada 2006. Kala itu, Direktur Utama ASABRI, Mayjen (Purn) Subardja Midjaja bersama pengusaha Henry Leo disebut menyelewengkan dana asuransi dan perumahan prajurit untuk bisnis batu bara sampai proyek property. Kerugian negara waktu itu ditaksir mencapai Rp410 miliar. Sebuah perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan tentu diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).



Melalui pengawasan itu, OJK selalu memantau lewat laporan periodik maupun pengawasan langsung untuk mengecek keuangan dan penempatan dana perusahaan alias investasi. Namun, untuk kasus Asabri ini, OJK mengaku tak tahu-menahu bahkan enggan berkomentar. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso hanya bisa berkata lembaganya tak pernah mengawasi ASABRI. Wimboh berkata PP No. 102 Tahun 2015 tak mengizinkan lembaganya menjadi pengawas eksternal ASABRI. Sebaliknya, Pasal 52 PP No. 102 Tahun 2015 hanya mengizinkan inspektorat di lembaga yang menjadi nasabah ASABRI seperti Kementerian Pertahanan, Polri, dan TNI. Lembaga lain juga ada, tapi sebatas Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan BPK RI. “Ini ada PP (Nomor 102 Tahun 2015) yang melakukan pengawasan eksternalnya bukan kami. Ada instansi lain. OJK tidak termasuk dalam pengawas eksternal ASABRI,” ucap Wimboh saat ditemui di Makhamah Agung, Senin (13/1/2020). Pengajar Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Hotbonar Sinaga mengatakan salah investasi ASABRI terkait dengan kebijakan pemerintah memberi keistimewaan pada perusahaan itu. Hotbonar berkata pemerintah memang memiliki hak sebagai pemberi kerja untuk menentukan pengawasannya, tetapi salah investasi yang berujung kerugian ini membuktikan hal itu keliru. Ia mengatakan ada peran inspektorat di sejumlah lembaga memiliki keterbatasan karena mereka hanya mampu menyelidiki perkara pengelolaan organisasi secara umum. Sebaliknya, ASABRI bagaimana pun statusnya menurut PP bergerak di sektor jasa keuangan yang membutuhkan keahlian pengawasan OJK. Akan tetapi, Hotbonar enggan berprasangka buruk bila absennya pengawasan OJK dibuat sengaja untuk menutupi masalah yang mungkin terjadi di perusahaan ini, bahkan sudah terjerat kasus pada 2006 dan masuk pemeriksaan BPK 2014-2015. Hotbonar mengatakan hilangnya pengawasan OJK ini adalah bukti keteledoran pemerintah yang berujung pada salah investasi perusahaan itu. “Ini keteledoran pemerintah. Memang sah-sah saja seperti itu, tapi perusahaan di jasa keuangan sebaiknya dimasukkan dalam pengawasan OJK. Taspen dan Jasa Raharja juga seharusnya masuk. Tapi itu ya terserah pemerintah,” ucap Hotbonar saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (14/1/2020). Sementara itu, manajemen ASABRI dalam keterangan tertulis, Senin (13/1/2020), mengklaim bahwa perusahaan saat ini masih bisa membayar klaim dengan normal.



Mereka juga mengklaim telah melakukan mitigasi atas kegagalan investasi itu dan memastikan dampak penurunan nilai saham investasi mereka hanya sementara. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tengah mendalami kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Hal ini dilakukan setelah BPK menemukan potensi kerugian perusahaan sebesar Rp16,7 triliun. Perhitungan kerugian tersebut berasal dari kesalahan penempatan investasi ASABRI pada dua instrumen investasi yakni saham dan reksadana. Di mana kerugian investasi reksadana sekitar Rp6,7 triliun, sedangkan saham Rp9,7 triliun. Diperkirakan potensi kerugian berpeluang bertambah berdasarkan perkembangan audit. Atas potensi kerugian tersebut, BPK tengah melakukan audit investigasi yang akan dilakukan selama dua bulan. Anggota II BPK Pius Lustrilanang menjelaskan, tujuan audit ini untuk menghitung berapa jumlah kerugian negara akibat kesalahan pengelolaan dana di ASABRI. “Selain itu, bertujuan untuk menemukan kecurangan yang nanti akan digunakan (hasil audit BPK) dan kemudian ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum,” kata Pius kepada Kontan.co.id, Jumat (17/1/2020). Sayangnya ia tidak mengonfirmasi kabar bahwa BPK telah memeriksa Direktur Utama Asabri Sonny Widjaja beberapa waktu lalu. Pihaknya hanya menegaskan, BPK akan mencari data dan informasi kepada semua pihak serta instansi yang terkait dengan ASABRI. Sebelumnya, BPK telah mengaudit ASABRI pada 2016. Dari audit tersebut, ditemukan ASABRI tidak melakukan pengelolaan investasi secara efektif dan efisien pada penempatan



instrumen



saham



dan



reksa dana



sehingga



meminta



perusahaan



memperhatikan atau mengganti ke instrumen investasi yang lebih baik dan likuid. Polri mengatakan, masih menunggu hasil audit BPK untuk menentukan lembaga mana yang akan melakukan penyelidikan kasus ASABRI. Meski demikian, pihaknya siap jika sewaktu-waktu ditunjuk untuk mengungkap kasus ini. “Kami (Kepolisian) siap. Tapi tetap harus menunggu hasil BPK, apakah akan diberikan kepada ke Kepolisian, Kejaksaan atau KPK,” ungkap Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono. Meski ada potensi kerugian, tapi Direktur Utama ASABRI Sonny Widjaja membantah adanya praktik korupsi di ASABRI dan menegaskan sampai dengan saat ini, dana prajurit TNI maupun anggota Polri masih dikelola baik dan tidak hilang.



“Saya tegas dan menjamin bahwa uang peserta ASABRI dikelola secara aman, tidak hilang dan tidak dikorupsi,” kata Sonny, Kamis (16/1/2020). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengemukakan, terdapat indikasi kecurangan dalam pengelolaan PT ASABRI (Persero). Ketua BPK Agus Firman Sampurna mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan proses investigasi dalam pengelolaan keuangan dan investasi asuransi sosial pembayaran pensiun khusus TNI dan Polri tersebut. “Kami ingin sampaikan, kami sudah dapatkan 60 persen data-data yang terkait dengan hal-hal yang kami identifikasi sebagai fraud di Jiwasraya dan sebagian di ASABRI,” ujar Agus ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin (3/2/2020). Namun demikian, dirinya belum bisa mengungkapkan lebih rinci mengenai indikasi fraud tersebut. Sebab, di dalam kode etik anggota BPK selama proses investigasi berlangsung, anggota BPK tidak bisa memberikan keterangan detail kepada publik. Di dalam proses investigasi tersebut, beberapa kementerian atau lembaga terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), juga turut diperiksa. Nantinya, hasil dari proses pemeriksaan tersebut akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung. Setelah itu akan ditentukan apakah akan dilakukan tindakan hukum dalam proses penyelesaian kasus fraud yang terjadi di ASABRI. Pihaknya pun mengaku belum bisa melakukan penghitungan kerugian negara terkait kasus ASABRI. Sebab, BPK baru bisa melakukan penghitungan kerugian setelah proses pemeriksaan di Kejaksaan Agung rampung dan diminta untuk melakukan penghitungan oleh aparat penegak hukum. “Proses penegakan hukum ASABRI wewenang penegak hukum, kami mengukur kerugian negara kalau sudah dikatakan penegak hukum ada kasus hukum. Penghitungan Kerugian Negara (PKN) tidak bisa dilakukan sebelum ada kasus hukumnya.Tanpa itu, kita tidak dapat melakukan PKN,” ujar dia. E. Dampak Kasus PT ASABRI (Persero)



Dari kasus dugaan korupsi di PT ASABRI (Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dapat disimpulkan dampak dari kasus ini adalah sebagai berikut: 1. Merugikan negara dan nasabah karena dananya dipakai untuk kepentingan perusahaan. 2. Jika masalah ASABRI tidak kunjung diselesaikan bisa berdampak sistemik ke sejumlah perusahaan asuransi lainnya. Dampaknya yang pertama terkena ke industri asuransi, lalu jasa keuangan secara menyeluruh, dan nantinya ekonomi nasional akan ikut terdampak. 3. Persoalan kesulitan keuangan yang kini tengah dialami perusahaan asuransi milik negara yakni PT ASABRI (Persero) disebut berbagai pihak dapat menurunkan kepercayaan masyarakat luas terhadap industri perasuransian apalagi kepada pemerintah. Masyarakat semakin was-was saat akan ikut asuransi.