Kasus Audit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)



Nama



Nama Kelompok 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Kelompok



:



Laksmi Pratiwi Luna Annisa M.Handy Marlia Dewi Michael Yonathan Nadira Widya Widjaja Nuraini Nurbayina Aisiah



3



:



(4EB15) (24211060) (24211154) (24211198) (24211313) (24211465) (25211073) (25211335) (25211340)



3



(4EB15)



FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2014 LATAR BELAKANG KASUS PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 sebagai berikut: 1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.



2.



Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005. 3. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. 4. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003. Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik. Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.



Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan. PEMBAHASAN KASUS 1. Kasus di atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi. 2.



Analisis 5 Question Approach: • Profitable



1.



Pihak yang diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari “laba semu” tersebut. 2. Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan & Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. • Legal 1.



PT KAI melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung: 1. Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa pun; 2. Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan 3. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.”



PT KAI dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” (2) KAP S. Manan & Rekan melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) • Fair Perbuatan pemerintah.



manajemen



PT.KAI



merugikan



publik/masyarakat



dan



1) Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah. 2) Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil. • Right 1) Hak-hak Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/tidak akurat. 2) Pemerintah; dirugikan karena pajak yang diterima pemerintah menjadi lebih kecil. • Suistainable Development 1) Rekayasa yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen (motivasi bonus). 3. Prinsip Etika Yang Dilanggar: Selain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,



objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain : 1) Tanggung



jawab



profesi ;



Dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. 2) Kepentingan



Publik ;



Dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut. 3) Integritas ; Dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan. 4) Objektifitas ; Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI. 5) Kompetensi



dan



kehati-hatian



professional ;



Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan. 6) Perilaku



profesional ;



Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya. 7) Standar



teknis



;



Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. 4. Sikap Yang Diambil : 1) Manajemen PT KAI a) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.



b) Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.



2) KAP S. Manan & Rekan & Rekan a) Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi b)



Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat



c) Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang. 5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang 1) Membangun kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya tentang otorisasi. 2)



Mendahulukan kepentingan publik daripada kepentingan publik.



3) Merekrut manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi kelangsungan usaha perusahaan. 4)



Memperbaiki sistem pengendalian internal perusahaan.



5) Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang. 6) Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa



hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian. 7) Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan. 8) Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan asset. 9) Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal 10) Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran profesionalisme dikedepankan 11) Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.



ANALISIS: Dari



kasus



studi



diatas



tentang



pelanggaran



Etika



dalam



berbisnis itu merupakan suatu pelanggaran etika profesi perbankan pada PT KAI



pada



tahun



tersebut



yang



terjadi



karena



kesalahan



manipulasi



dan



terdapat penyimpangan pada laporan keuangan PT KAI tersebut. pada kasus



ini juga terjadi penipuan yang menyesatkan banyak pihak seperti investor tersebut. seharusnya PT KAI harus bertindak profesional dan jujur sesuai pada asas-asas etika profesi akuntansi.



Daftar Pustaka : Agoes, Sukrisno dan I Cendik Ardana. Etika Bisnis dan Profesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat. 2009 Leonard J. Brooks. Business & Professional Ethics for Accountans. South Western Collage Publishing. 2004 IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia. 1998 www.google.com Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006 http://yudasil.blogspot.com/2013/01/kasus-3-manipulasi-laporan-keuanganpt.html



LAMPIRAN



Soal 1. Setya Nugroho (kelompok 6) Pihak mana yang merugikan laporan keuangan PT KAI, tersebut?



2. Zacky Hazazi (kelompok 5) Data apa saja yang dimanipulasikan oleh PT KAI?



3. Ibu Erna



Setelah melakukan salah saji dalam laporan keuangan yang sudah di audit. Apa yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki laporan keuangan yang sudah di audit?



Jawaban 1.



Publik (investor); dirugikan karena memperoleh informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah. Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil. 2. Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan. 3.



Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahankesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.



EKAYASA LAPORAN KEUANGAN PT BANK LIPPO TBK 2002-2003 Kasus Bank Lippo dan Degradasi Kepercayaan Publik DI tengah upaya pemulihan kepercayaan terhadap dunia perbankan dan perekonomian nasional, kita dikejutkan oleh skandal keuangan yang dilakukan Bank Lippo Tbk. Salah satu bank peserta rekapitalisai itu memberikan laporan berbeda ke publik dan manajemen BEJ.Dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik pada 28 November 2002 disebutkan total aktiva perseroan Rp 24 triliun dan laba bersih Rp 98 miliar.Namun dalam laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002 total aktiva perusahaan berubah menjadi Rp 22,8 triliun rupiah (turun Rp 1,2 triliun) dan perusahaan merugi bersih Rp1,3 triliun. Perbedaan laporan keuangan itu segera memunculkan kontroversi dan polemik. Manajemen beralasan perbedaan itu terjadi karena ada penurunan aset yang diambil alih atau foreclosed asset dari Rp 2,393 triliun menjadi Rp 1,420 triliun.Akibatnya pada keseluruhan neraca terjadi penurunan tingkat kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) dari 24,77 menjadi 4,23%. Namun beberapa pihak menduga perbedaan laporan keuangan terjadi karena ada manipulasi yang dilakukan manajemen. Dugaan itu beralasan karena agunan yang dijadikan aset berasal dari kelompok Lippo. Yakni, PT Bukit Sentul Tbk, PT Lippo Karawaci Tbk, PT Lippo Cikarang Tbk, PT Lippo Securities Tbk, PT Hotel Prapatan Tbk, dan PT Panin Insurance Tbk.BankLippo diduga juga melanggar di pasar modal berupa perdagangan memanfaatkan informasi dari orang dalam (insider trading).Praktisi pasar modal Lin Che Wei mengatakan, selama 40 hari perdagangan bursa mulai 4 November 2002 sampai 10 Januari 2003 terjadi anomali dalam transaksi saham Bank Lippo (LPBN). Itu



diduga dilakukan perusahaan sekuritas yang berafiliasi dengan Lippo Group serta beberapa perusahaan sekuritas lain yang mempunyai kedekatan dengan kelompok tersebut. Keanehan terjadi karena satu menit menjelang penutupan pasar (pukul 15.59) sejumlah perusahaan sekuritas melakukan transaksi saham Bank Lippo dengan volume hanya satu atau dua lot dengan harga selalu lebih rendah daripada rata-rata harga pada hari itu. Akibatnya, hampir setiap hari harga saham bank itu turun. Analisis kasus : Pengertian etika Menurut saya, kasus yang dilakukan oleh PT Bank LippoTbk salah karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit. Jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk, khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Tidak hanya membuat laporan berganda namun PT Bank Lippo telah diduga menyalahgunakan jual beli saham di pasar modal. Dengan banyaknya kasus tersebut menyebabkan kepercayaan investor dan kreditur terhadap PT bank lippo Tbk mulai menurun. Laporan keuangan PT Bank Lippo yang telah dimanipulasi dan menyalahgunakan jual beli saham di pasar modal menimbulkan terjadinya turunnya saham sehingga pada awal tahun 2003 PT Bank Lippo tersebut memperoleh hak untuk melakukan rencana right issue (penerbitan saham baru untuk menambah modal) guna menghindari pailit. Wakil presiden komisaris Bank Lippo Roy E Tirtadji mengatakan, rencana penjualan agunan yang diambil alih (AYDA) di Bank Lippo sudah disetujui oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagaimana halnya rencana melakukan pengumpulan saham (reverse stock split). Ada dua prinsip yang harus dilakukan dalam GCG yaitu prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas. Dari prinsip tranparansi tersebut seharusnya PT Bank Lippo memiliki kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan secara tepat dan dilakukan



secara profesional dengan cara menunjuk auditor yang lebih independen, qualified, dan competent. Perbuatan manajemen PT Bank Lippo Tbk yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit merupakan sebuah bentuk ketidakhati-hatian yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Dan untuk melakukan transaksi jual beli saham di pasar modal seharusnya PT Bank Lippo mengikuti ketetapan dan peraturan yang berlaku yang berada di bursa efek pasar modal. Seharusnya membuat laporan keuangan yang baik mengacu pada pedoman yang tepercaya seperti peraturan PSAK. PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (Revisi 1998) 19-09-2008 10:24 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 berisi tentang penyajian laporan keuangan, pedoman untuk struktur dan syarat minimum dalam penyajian laporan keuangan. Tujuan pernyataan dalam PSAK No. 1 adalah menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut “Laporan Keuangan” agar dapat dibandingkan, baik dengan laporan keuangan perusahaan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan perusahaan lain. Pengakuan, pengukuran,serta pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi terkait. Komponen laporan keuangan yaitu, neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam laporan keuangan harus dicantumkan nama perusahan, cakupan laporan keuangan, tanggal atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, mata uang pelaporan, satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan. Penyajian laporan keuangan mensyaratkan pertimbangan dan estimasi pada setiap transaksi. Penjelasan mengenai penggunaan kebijakan akuntansi dan dasar estimasi yang digunakan dalam laporan keuangan disyaratkan dalam pembuatan laporan keuangan.Pernyataan ini berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 1999. Penerapan lebih dini dianjurkan.



Berdasarkan pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 PT Bank Lippo Tbk harus mengikuti peraturan yang berlaku di pedoman SAK tersebut.yaitu dengan memaparkan laporan keuangan yang lebih detail dan lebih baik lagi agar terhindarnya dari proses kecurangan dan proses ketidakhati-hatian. Dalam hal ini kasus PT Bank Lippo Tbk melakukan tindakan kecurangan, proses ketidak hati-hatian, dan melanggar peraturan yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan itu sendiri, investor, maupun kreditur. Secara garis besar tindakan yang telah dilakukan adalah memanipulasi laporan keuangan ( membuat laporan keuangan berganda), menyalahgunakan jual beli saham di pasar modal, dan laporan keuangan yang dilaporkan telah audit sedangkan faktanya belum diaudit. Seharusnya PT Bank Lippo Tbk melakukan tindakan yang dilakukan berdasarkan prinsip dan pedoman yang berlaku sehingga meninggalkan dampak yang positif. Tindakan tersebut adalah membuat laporan keuangan yang detail dan lebih baik lagi, tidak dilakukannya laporan berganda, dan memaparkan laporan keuangan tersebut berdasarkan SAK. Dan melakukan transakasi jual beli saham berdasarkan aturan di BEI. Dilihat dari norma hukum bahwa kasus tersebut melanggar UndangUndang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal. Bab X pelaporan dan keterbukaan informasi “Memberikan paparan kewajiban bagi pelaku di bursa saham untuk melapor Badan Pengawas Pasar Modal, termasuk jenis laporan yang harus disampaikan. Bab XI Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam “Penjelasan mengenai aktivitas dan kegiatan apa saja yang dilarang di kegiatan pasar modal, termasuk penipuan, dan pelarangan penggunaan orang dalam sesuai ketentuan berlaku” seperti tertulis di pasal 90, pasal 91, pasal 93, pasal 94 sampai pasal 99. Dipandang dari norma agama PT Bank Lippo Tbk merupakan lembaga keuangan yang melayani masyarakat dalam hal simpanan dana maupun pinjaman dana. Seharusnya PT Bank Lippo tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji tersebut, seperti melakukan manipulasi laporan



keuangan dan menyalahgunakan jual beli saham. Ketidakjujuran inilah yang meyebabkan PT Bank Lippo tersebut sulit untuk dipercaya. Dipandang dari sisi norma moral, PT Bank Lippo melakukan tindakan yang tidak bermoral sehingga menyebabkan tercemarnya kelayakan Bank yang berada di Indonesia. Seharusnya PT Bank Lippo Tbk melakukan tindakan agar dapat memajukan perdagangan saham dan penanaman modal di Indonesia sehingga perekonomian di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Berdasarkan dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa PT Bank Lippo Tbk memiliki nilai kesopanan yang relatif rendah. Melakukan tindakan yang mengurangi kepercayaan dalam masyarakat, dan merugikan orang lain contohnya saja investor (didalam maupun diluar negeri). Sikap kepempimpinan dalam memimpin perusahaan tersebut perlu ditinjau lebih dalam lagi, agar tidak adanya lagi pengulangan dalam kasus tersebut. Fungsi etika Atas Perbedaan Laporan keuangan ini, pada tanggal 15 januari 2003,Bank Lippo dipanggil BEJ dan Bapepam untuk menjelaskan soal laporan ganda, Menurut Presiden Direktur Bank Lippo I Gusti Made Mantra, seperti dituturkan Direktur Utama BEJ Erry Firmansyah, laporan keuangan kuartal III tahun 2002 yang dipublikasikan pada 28 November 2002 lalu belum memasukkan hasil penilai terhadap transaksi yang diketahui kemudian. Laporan keuangan itu dilansir guna memenuhi ketentuan Bank Indonesia, agar laporan keuangan diumumkan paling lambat 60 hari setelah masa buku ditutup. Presiden Direktur Bank Lippo, I Gusti Made Mantera, menjelaskan bahwa perbedaan isi laporan disebabkan adanya peristiwa setelah tanggal neraca (subsequent event), yakni berupa penurunan nilai aset yang diambil alih (AYDA) dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 1,42 triliun. Menurut seorang pejabat Bank Lippo yang tak mau disebut namanya, penurunan drastis nilai aset yang kebanyakan berbentuk properti ini terjadi karena saat itu–Juni 2002– BPPN mengguyur pasar melalui penjualan aset secara besar-besaran dengan harga obral. “Akibatnya, ketika aset itu dinilai otomatis nilainya turun,” kata pejabat itu. Sehingga Penjelasan yang telah dituturkan tersebut membuat Presiden Direktur Bank Lippo



mengelak bahwa manajemennya tidak melakukan kesalahan apapun, dan berpendapat bahwa perilaku yang dilakukannya wajar-wajar saja karena alasan utamanya untuk mempertahankan perusahaan itu. Etika dan Etiket PT Bank Lippo merupakan salah satu lembaga keuangan yang melayani masyarakat dan harus menjaga etika maupun etiketnya untuk memberikan kepuasan dalam hal melayani keinginan masyarakat. Tapi tidak hanya membuat kepuasaan, seharusnya PT Bank Lippo juga melakukan tindakan untuk mengambil kepercayaan masyarakat demi kelangsungan hidup internal maupun eksternal perusahaan. Contohnya menarik nasabah dengan perilaku yang sopan, baik, dan tutur kata yang lembut, dan membuat laporan keuangan yang wajar tanpa pengecualian agar dilihat bahwa PT Bank Lippo juga dapt dipercaya lagi. PT Bank Lippo juga harus mempertahankan etiketnya yang mengacu pada mematuhi peraturan maupun undang-undang yang berlaku seperti Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, Peraturan Bapepam-LK No. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha yang Dilakukan Perusahaan Terbuka, Peraturan Bapepam-LK No.VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan dan juga memperhatikan pihak terkait lainnya yaitu pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika: Motif dilakukannya pemanipulasian laporan keuangan oleh PT Bank Lippo sangat beraneka ragam pendapat yang dituturkan di depan publik. Baik opini yang didapat dari pemerintah melalui lembaga yang berkepentingan hingga para pengamat yang cenderung mengemukakan pendapat secara ekstrim. Misalnya salah satu pendapat itu adalah untuk menekan harga saham Bank Lippo sehingga pemilik lama dapat membeli kembali dengan harga murah. Untuk menganalisis adanya indikasi yang terkait terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen, mungkin titik tolak dimulai dari nilai laba yang sebesar 98Milyar pada bulan September kemudian terjadi Subsequen Event (transakasi yang terjadi setelah tanggal neraca) sebelum tanggal 31 Desember yang mengakibatkan laba yang sebesar 98Milyar tiba-tiba



berubah drastis menjadi kerugian hingga mencapai 1,2Triliun. Artinya terjadi penurunan laba hingga 1200% di periode tersebut. Kerugian tersebut disebabkan karena adanya penilaian kembali agunan yang diambil alih yang tadinya nilai 2,39Triliun menjadi 1,42 Triliun. Sanksi Pelanggaran Etika Sesuai Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dilakuka oleh Manajemen PT Bank Lippo yakni diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). Sanksi hukum atas pelanggaran Prinsip GCG di Pasar Modal yang dilakukan oleh PT Bank Lippo Tbk adalah berupa sanksi administratif saja yaitu kewajiban dari Direksi PT Bank Lippo Tbk. untuk menyetor uang ke kas negara sejumlah Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) dan terhadap Akuntan Publik untuk menyetor uang ke kas negara sebesar Rp. 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah). Terhadap penerapan sanksi pidana belum dilaksanakan pada kasus PT Bank Lippo Tbk. ini. Jenis etika Membahas tentang etika yang mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Berdasar dari kasus tersebut yang dilakukan PT bank lippo merupakan tindakan yang tidak didasari dari etika pada prinsip moral yang ada, sikap yang tidak berpendirian terhadap kode etik yang berlaku. Terjadinya kasus tersebut dapat menyadarkan masyarakat untuk mengutamakan perilaku etis, yang saat ini masih terabaikan bahkan oleh orang-orang yang berpendidikan sekalipun. Berdasarkan kasus tersebut juga dilihat dari sisi etika kekeluargaannya. Kasus pemanipulasian laporan keuangan inilah dianggap jelek karena dapat mencemarkan nama baik lembaga keuangan di Indonesia. Lembaga keuangan Indonesia seharusnya dapat melayani dengan baik masyarakat dan memberikan informasi yang benar untuk para investornya.



Pengumuman dari Bapepam mengenai skandal PT. Lippo Tbk membawa konsekuensi kepada profesi akuntan untuk dapat mengkoreksi atas profesi yang melekat pada diri seorang akuntan. Laporan keuangan yang dilaporkan bagi perusahaan yang Go Publik harus diaudit oleh auditor. Kebutuhan akan informasi oleh berbagai pihak atas kelangsungan usaha suatu entitas yang dicerminkan dalam laporan keuangan sangat diperlukan, hal ini membawa harapan yang sangat tinggi oleh masyarakat kepada seorang akuntan publik. Harapan yang tinggi ini menjadikan seorang Akuntan dapat memenuhi kebutuhan tersebut, untuk dapat memenuhi hal tersebut seorang akuntan harus menjaga prinsip independensi, integritas dan objektivitas. Tidak hanya seorang akuntan publik yang harus menerapkan prinsip tersebut namun seorang akuntan dimanapun berkerja harus menerapkan prinsip tersebut. Prinsip-prinsip tersebut akan menjadikan seorang akuntan bekerja sesuai etika profesi yang telah diterapkan. Dalam sudut pandang lingkungan masyarakat pun PT Bank Lippo merupakan lembaga keuangan yang masih dipertimbangkan apakah layak untuk dipercaya ataupun tidak dikarenakan terlibatnya kasus ini. Tidak hanya masyarakat sekitar bahkan untuk investor (dalam maupun luar negeri) masih meragukan apakah layak untuk menanam saham di PT Bank Lippo ini setelah terjadinya kasus. Maka dari itu perlu adanya pembenahan yang dilakukan didalam maupun diluar perusahaan, dan perlu mengambil tindakan untuk pihak yang terkait dalam melanggar peraturan yang telah ditetapkan. TEORI ETIKA Theology PT Bank Lippo melakukan tindakan manipulasi laporan keuangan. PT Bank Lippo membuat tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit tetapi ketiga laporan keuangan tersebut berbeda. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja dan setelah diperiksa oleh pihak kantor akuntan publik dua diantara laporan keuangan tersebut belum diaudit. Tentunya hal ini menjadikan informasi yang membingungkan



bagi masyarakat dan juga akan mempengaruhi keputusan para investor ataupun para pemegang saham. Dilihat dari kasusnya bahwa akan memberikan dampak yang negatif bagi pihak internal maupun eksternal. Contohnya saja yaitu menyebabkan penurunan laba yang drastis dan tingkat kepercayaan investor maupun kreditur pun mulai menurun. Adanya unsur egoisme didalam kasus tersebut dikarenakan perilaku yang dilakukannya hanya demi keuntungan pihak-pihak terkait tanpa pandang kerugian yang didapat.



Beberapa Sistem Filsafat Berdasarkan pada kasus PT Bank Lippo, dapat dilihat bahwa kasus tersebut menganut sistem filsafat moral hedonisme dan eudemonisme. Dapat dikatakan sistem filsafat hedonisme dikarenakan PT Bank Lippo Tbk membuat laporan keuangan berganda demi tujuan keuntungan pihak-pihak yang terkait itu sendiri. Mengenai manipulasi yang dilakukan oleh manajemen PT Bank Lippo tersebut dapat dikatakan bahwa pihak yang terkait menganggap hal ini wajar saja dilakukan dan tidak menyadari kesalahan fatal yang diperbuatnya. Tindakan yang telah diperbuatnya tidak memberi kesadaran bahwa yang dilakukannya tidak adanya etika dan etiket baik sehingga dapat mencemarkan nama baik badan usaha dari sudut pandang orang dalam negeri maupun luar negeri. Perilaku pihak yang terkait juga membuat masyarakat, para investor, dan kreditur kebigungan dalam hal apakah sekarang ini lembaga keuangan bisa dipercaya atau tidak. Dan jawaban itu perlu dipertanggungkan demi perdagangan saham di Indonesia menjadi lebih baik lagi. PT Bank Lippo juga menganut sistem filsafat eudemonisme dikarenakan lembaga keuangan tersebut berusaha untuk melakukan hal yang baik demi kelanjutan badan usaha tersebut dengan cara menyokong dana. Contohnya saja wakil presiden direktur PT Bank Lippo yang meminta persetujuan agar diberlakukannya right issue guna menghindari pailit. Sehingga ada kemungkinan bahwa salah satu lembaga keuangan ini bisa dibilang mendorong perkembangan perekonomian di Indonesia. Tidak hanya menganut sistem filsafat hedonisme dan filsafat eudemonisme saja tetapi kasus tersebut juga termasuk sistem filsafat



utilitarianisme. Penyebabnya adalah kasus tersebut merugikan pihak ketiga yaitu para investor dan kreditur yang mendapatkan informasi tentang laporan keuangan yang sudah dimanipulasi tanpa adanya ketidaktahuan. Dengan dbuat laporan berganda tersebut menyebabkan kebimbangan para investor untuk mengemukakan pendapat dan memberi keputusannya. LAPORAN KEUANGAN GANDA BANK LIPPO TAHUN 2002



Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika.



Tanggapan : 1.



Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan diatas adalah tindakan yang melanggar INTEGRITAS ; dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya.



2.



Pelanggaran terhadap pelayanan kepentingan publik dalam hal ini memberikan laporan ganda yang berbeda beda untuk publik, BEJ, dan laporan akuntan publik. Sehingga menyesatkan para pengguna Laporan Keuangan



3.



Pelanggaran terhadap Perilaku Profesional karena berani memberikan pendapat ”Wajar Tanpa Pengecualian ” tanpa melakukan standar teknis secara profesional



4.



Tidak melakukan obyektifitas dalam menjalankan tugas profesioanl-nya.Karena lebih berpihak kepada klien daripada berpihak kepada para pengguna eksternal laporan keuangan (Laporan palsu ke BEJ , dan masyarakat )



Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma Makalah Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi Dosen : Evan Indrajaya



Oleh :



SEPTYA RIDHOYATNI 26210477 4EB21 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap profesi pasti memiliki sebuah etika atau hal-hal yang harus di patuhi. Dengan adanya etika setiap tindakan atau perbuatan yang akan dilakukan harus dipikirkan terlebih dahulu agar dalam bertindak tidak semena-mena. Di dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika profesi mengambil peranan penting dalam kebenaran dan kejujuran atas kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan kode etik dalam suatu profesi, sehingga cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang menggeluti profesi itu. Tetapi karena jaman yang semakin maju hal ini memberikan dampak yang negatif pula. Banyak kasus-kasus penyimpangan kode etik profesi yang kian banyak terjadi. Padahal telah dijabarkan secara jelas mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah disepakati. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Contoh Kasus Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma



Kronologis PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT.Kimia Farma. Dalam rangka restrukturisasi PT.Kimia Farma Tbk, Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT.Kimia Farma untuk masa lima bulan yang berakhir 31 Mei 2002, tidak menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang dan jasa dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan dalam harian Kontan yang menyatakan bahwa kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik pemerintah di PT.Kimia Farma setelah melihat adanya indikasi penggelembungan



keuntungan dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut : Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp.32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan juga terdapat pada Unit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.23,9 miliar. Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.10,7 milyar. Kesalahan-kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara : Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT.KimiaFarma. Master price per 3 Februari 2002 merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya (mark up) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001. Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku. Pencatatan ganda dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan. Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh PT.Kimia Farma terbukti melanggar peraturan Bapepam no. VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut: “Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.” Pihak-Pihak yang terlibat : • manajemen lama PT Kimia Farma Tbk • akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM) • Ludovicus Sensi W rekan KAP Hans Tuanakota Mustofa (HTM) selaku



auditor PT.KimiaFarma. • Direksi lama PT.Kimia Farma periode 1998 – juni 2002 Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 61 PP no.45 tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan bidang pasar modal maka PT.Kimia Farma Tbk, dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.500 juta. Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka: 1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. 2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Terjadinya penyalah sajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut. BAB III PENUTUP 3.1 Solusi Solusi Terkait Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma. Berdasarkan kronologis yang telah kami baca, seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan



adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak. Berkaitan dengan sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, sehingga jika akuntan publik tersebut tidak menerapkan sikap skeptisme profesional dengan seharusnya hingga berakibat memungkinkannya tidak terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang material yang pada akhirnya merugikan para investor. Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan bidangnya untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya karena Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja. Dampak Terhadap Profesi Akuntan Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktikpraktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik. 3.2 Kesimpulan Pada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu auditornya dalam



melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap independensi, obyektifitas, kejujuran, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnya.



Analisis Kecurangan dalam Laporan Keuangan PT. KAI Pentingnya penerapan Etika Profesi merupakan pedoman yang penting dalam berperilaku yang baik dalam suatu profesi. Belakangan ini banyak sekali pelanggaran dan kecurangan yang timbul akibat penerapan etika profesi yang tidak maksimal. Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya kejujuran dan kebijaksanaan dalam berperilaku. Disini saya akan ulas mengenai Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI. Hal ini menjadi menarik karena memanipulasi laporan keuangan termasuk pelanggaran etika profesi dibidang akuntan dan bidang akuntansi menjadi pondasi ekonomi yang baik dalam negeri Indonesia ini. Dalam makalah ini penulis akan menjabarkan profil serta kronologi dari kasus Manipulasi Lapoan Keuangan PT KAI. Profil PT KA PT. KAI (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa angkutan Kereta api yang meliputi aogkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No.13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah dìberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan Kereta api di Indonesia. Kronologi Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 : 1. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. 2. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak



ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005. 3. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005. 4. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan. 5. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003. Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006). Kesimpulan Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan. Saran Menurut saya Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Jadi saran saya, seharusnya sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Karena profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus dan tindakan tegas.