Kasus Epilepsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PRAKTIKUM RUMAH SAKIT “EPILEPSI”



Dosen Pengampu : Dr. Gunawan Pamudji Widodo, M.Si., Apt Disusun oleh : Diana Mulyana



1820364013



Dinny Fitriani



1820364014



PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI 2018



BAB I PENDAHLUAN Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al.,2012). Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan social ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di Negara berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk pertahun (Benerjee dan Sander, 2008). Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penderita epilepsi (Beghi dan Sander, 2008). Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 pertahun. Dari berbagai studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi epilepsy pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011). Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik klinis yang sering dijumpai. Definisi epilepsi menurut kelompok studi epilepsi PERDOSSI 2011 adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang akibat lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara paroksimal (serangan yang sering dalam waktu singkat), dan disebabkan oleh berbagai etiologi, bukan disebabkan oleh penyakit otak akut. Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kumpulan gejala. Gejala yang paling umum adalah adanya kejang, karena itu epilepsi juga sering dikenal sebagai penyakit kejang.



BAB II ISI A. DEFINISI Epilepsi adalah gangguan sistem saraf pusat (neurologis) di mana aktivitas otak menjadi abnormal, menyebabkan kejang atau periode perilaku yang tidak biasa, sensasi, dan terkadang kehilangan kesadaran. Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri. Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum. B. ETIOLOGI Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu:



C. PATOFISIOLOGI 



Kejang hasil dari eksitasi berlebihan atau dari gangguan neuron yang tidak teratur. Awalnya, sejumlah kecil neuron menyala secara tidak normal. Konduktansi membran normal dan arus sinaptik penghambat kemudian terurai, dan rangsangan menyebar secara lokal (kejang fokal) atau lebih luas (kejang umum).







Mekanisme yang dapat berkontribusi terhadap hyperexcitability sinkron meliputi (1) perubahan saluran ion dalam membran neuronal, (2) modifikasi biokimia reseptor, (3) modulasi sistem pesan kedua dan ekspresi gen, (4) perubahan konsentrasi ion ekstraseluler, ( 5) perubahan dalam serapan neurotransmitter dan metabolisme dalam sel glial, (6) modifikasi dalam rasio dan fungsi sirkuit penghambatan, dan (7) ketidakseimbangan lokal antara neurotransmiter utama (misalnya, glutamat, γaminobutyric



acid



[GABA])



dan



neuromodulator



(misalnya,



asetilkolin,



norepinefrin, dan serotonin) 



Kejang



berkepanjangan



dan



eksposur



lanjutan



terhadap



glutamat



dapat



menyebabkan cedera saraf, defisit fungsional, dan rewiring sirkuit saraf. D. KLASIFIKASI



E. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi kejang dapat bermacam-macam dari ringan seperti rasa tidak enak diperut sampai kepada yang berat (kesadaran menghilang disertai kejang tonik klonik), semuanya tergantung kepada sel-sel neuron dalam otak yang terangsang dan sampai



berapa luas rangsang ini menjalar. Kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai dengan otak yang terkena diantaranya: a. Kejang parsial (hanya mengenai sebagian otak) -



Kejang parsial sederhana dimanifestasikan dengan hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau mulut dapat tersentak tak terkontrol, bicara tidak dipahami, pusing, mengalami sinar, bunyi, bau, rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.



-



Kejang parsial komplek yaitu individu tidak dapat bergerak secara automatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah, kegirangan, atau peka rangsang



b. Kejang umum (tidak spesifik dan mengenai seluruh otak secara simulant) -



Kejang



konvulsif



(kejang



tonik-klonik,



grand



mal)



melibatkan



kedua



hemisperium otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot, sering lidah tertekan dan klien mengalami inkontinensia urin dan feses setelah 1 dan 2 menit gerakan konvulsif mulai hilang pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi nafas bising, pada keadaan postikal pasien sulit bangun dan tidur selam berjam-jam banyak pasien mengeluh sakit kepala dan sakit otot. -



Kejang petit mal, dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grandmal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak, kepala mengangguk, penderita dapat melepaskan apa yang dipegangnya dapat mengulangi kata-kata.



-



Kejang psikomotor (epilepsi lobus temporalis) relatif jarang pada masa kanakkanak menyebabkan gangguan perilaku yang mendadak, anak dapat menunjukan ketakutan yang mendadak, gerakan ulang abnormal, seperti gerakan rahang, kedipan atau geletaran mata, bengong, mengatup atau menggapaikan tangan, keadaan mirip mimpi.



F. DIAGNOSIS 



Minta pasien dan keluarga untuk mencirikan kejang karena frekuensi, durasi, faktor pencetus, waktu terjadinya, keberadaan aura, aktivitas iktal, dan status postiktal.







Pemeriksaan



fisik



dan



neurologis



dan



pemeriksaan



laboratorium



dapat



mengidentifikasi etiologi. G. GEJALA Karena epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal di otak, kejang dapat memengaruhi proses apa pun yang dikoordinasikan oleh otak Anda. Tanda dan gejala kejang mungkin termasuk: 



Kebingungan sementara







Mantra yang menatap







Gerakan menyentak yang tak terkendali dari lengan dan kaki







Kehilangan kesadaran







Gejala psikis seperti ketakutan, kecemasan atau deja vu



Gejala bervariasi tergantung pada jenis kejang. Dalam kebanyakan kasus, seseorang dengan epilepsi akan cenderung memiliki tipe kejang yang sama setiap waktu, sehingga gejalanya akan sama dari episode ke episode. H. PENYEBAB Epilepsi tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi pada sekitar setengah orang dengan kondisi ini. Di setengah lainnya, kondisi ini dapat dilacak ke berbagai faktor, termasuk: 



Pengaruh genetik. Beberapa jenis epilepsi, yang dikategorikan berdasarkan jenis kejang yang Anda alami atau bagian otak yang terpengaruh, dijalankan dalam keluarga. Dalam kasus ini, kemungkinan ada pengaruh genetik.







Trauma kepala. Trauma kepala akibat kecelakaan mobil atau cedera traumatik lainnya dapat menyebabkan epilepsi.







Kondisi otak. Kondisi otak yang menyebabkan kerusakan pada otak, seperti tumor otak atau stroke, dapat menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang dewasa yang lebih tua dari usia 35.







Penyakit menular. Penyakit menular, seperti meningitis, AIDS dan ensefalitis virus, dapat menyebabkan epilepsi.







Cedera prenatal. Sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi pada ibu, nutrisi yang buruk atau



kekurangan oksigen. Kerusakan otak ini dapat menyebabkan epilepsi atau cerebral palsy. 



Gangguan perkembangan. Epilepsi kadang-kadang dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme dan neurofibromatosis.



I. FAKTOR RESIKO DAN KOMPLIKASI Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko epilepsi: 



Usia. Onset epilepsi paling sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua, tetapi kondisi ini dapat terjadi pada semua usia.







Sejarah keluarga. Jika Anda memiliki riwayat keluarga epilepsi, Anda mungkin mengalami peningkatan risiko mengembangkan gangguan kejang.







Cedera kepala. Cedera kepala bertanggung jawab untuk beberapa kasus epilepsi. Anda dapat mengurangi risiko dengan mengenakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil dan mengenakan helm saat bersepeda, bermain ski, mengendarai sepeda motor atau terlibat dalam aktivitas lain dengan risiko cedera kepala yang tinggi.







Stroke dan penyakit vaskular lainnya. Stroke dan penyakit pembuluh darah (pembuluh darah) lainnya dapat menyebabkan kerusakan otak yang dapat memicu epilepsi. Anda dapat mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi risiko penyakit ini, termasuk membatasi asupan alkohol dan menghindari rokok, makan makanan yang sehat, dan berolahraga secara teratur.







Demensia. Demensia dapat meningkatkan risiko epilepsi pada orang dewasa yang lebih tua.







Infeksi otak. Infeksi seperti meningitis, yang menyebabkan peradangan di otak atau sumsum tulang belakang, dapat meningkatkan risiko Anda.







Kejang di masa kecil. Demam tinggi di masa kanak-kanak kadang-kadang bisa dikaitkan dengan kejang. Anak-anak yang mengalami kejang karena demam tinggi umumnya tidak akan mengalami epilepsi. Risiko epilepsi meningkat jika seorang anak mengalami kejang panjang, kondisi sistem saraf lain atau riwayat keluarga epilepsi.



Komplikasi Memiliki kejang pada waktu-waktu tertentu dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya. 



Jatuh. Jika pernah jatuh saat kejang, yang melukai kepala atau mematahkan tulang







Tenggelam. Jika menderita epilepsi, kemungkinan 15 hingga 19 kali lebih mungkin untuk tenggelam saat berenang atau mandi daripada penduduk lainnya karena kemungkinan memiliki kejang saat berada di air.







Kecelakaan mobil. Kejang yang menyebabkan hilangnya kesadaran atau kontrol bisa berbahaya jika mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan lain. Banyak negara memiliki batasan lisensi pengemudi yang terkait dengan kemampuan pengemudi untuk mengendalikan kejang dan memaksakan jumlah minimum waktu bahwa pengemudi bebas kejang, mulai dari bulan ke tahun, sebelum diizinkan untuk mengemudi.







Komplikasi kehamilan. Kejang selama kehamilan menimbulkan bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat anti-epilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Jika menderita epilepsi dan mempertimbangkan untuk hamil, bicarakan dengan dokter ketika merencanakan kehamilan. Sebagian besar wanita dengan epilepsi dapat menjadi hamil dan memiliki bayi yang sehat. Harus dipantau secara hati-hati selama kehamilan, dan obat-obatan mungkin perlu disesuaikan. Sangat penting bahwa bekerja dengan dokter untuk merencanakan kehamilan.







Masalah kesehatan emosional. Orang dengan epilepsi lebih mungkin memiliki masalah psikologis, terutama depresi, kecemasan dan pikiran dan perilaku untuk bunuh diri. Masalah mungkin disebabkan oleh kesulitan menangani kondisi itu sendiri serta efek samping obat. Komplikasi epilepsi yang mengancam kehidupan lainnya jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi, seperti: -



Status epileptikus. Kondisi ini terjadi jika dalam keadaan aktivitas kejang terus menerus yang berlangsung lebih dari lima menit atau jika sering mengalami kejang berulang tanpa memperoleh kembali kesadaran penuh di antara mereka. Orang dengan status epilepticus memiliki peningkatan risiko kerusakan otak permanen dan kematian.



-



Kematian mendadak yang tidak terduga pada epilepsi (SUDEP). Orang dengan epilepsi juga memiliki risiko kematian mendadak yang tidak terduga. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan hal itu mungkin terjadi karena kondisi jantung atau pernafasan.



Orang-orang dengan kejang tonik-klonik yang sering atau orang-orang yang kejangnya tidak dikendalikan oleh obat-obatan mungkin berisiko lebih tinggi dari SUDEP. Secara keseluruhan, sekitar 1 persen orang dengan epilepsi meninggal karena SUDEP. J. TUJUAN PENGOBATAN Tujuan Perawatan adalah untuk mengendalikan atau mengurangi frekuensi dan keparahan kejang, meminimalkan efek samping, dan memastikan kepatuhan, memungkinkan pasien untuk hidup seperti biasa sedapat mungkin. Penindasan seizure harus seimbang dengan tolerabilitas efek samping, dan pasien harus dilibatkan dalam menentukan keseimbangan. Efek samping dan komorbiditas (misalnya kecemasan, depresi) serta masalah sosial (misalnya mengemudi, keamanan pekerjaan, hubungan, stigma sosial) memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup.



K. TERAPI FARMAKOLOGI



L. Terapi Non Farmakologi



1. Melakukan Diet ketogenik yang merpakan diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah karbohidrat maupun protein sehingga memicu keadaan ketosis. Diet ini mengandung 2-4 gram lemak untuk setiap kombinasi 1 gram karbohidrat dan protein. Diet ketogenik biasanya digunakan sebagai terapi dari epilepsi. Melalui diet ketogenik, lemak menjadi sumber energi dan keton terakumulasi di dalam otak sehingga menjadi tinggi kadarnya (ketosis). Keadaan ketosis ini dipercaya dapat menghasilkan efek antikonvulsi, yang dapat mengurangi simptom epilepsi dengan mengurangi frekuensi dan derajat kejang. 2. Pembedahan dan vagal nerve stimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal. 3. Istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi. 4. Belajar mengendalikan stress dengan menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi. 5. Menghindari factor pencentus terjadinya epilepsi.



BAB III



KASUS Seorang pasien perempuan sejak remaja sudah mengalami seizure, didiagnosis jenis epilepsy tonik klonik. Saat awal ia mendapatkan terapi dengan Karbamazepin namun respon tidak optimal sehingga diganti dengan asam valproat 500 mg/hari dalam dosis terbagi, hingga dewasa pasien masih menggunakan asam valproat dosis 750 mg/hari dalam dosis terbagi. Selama terapi berjalan dengan dosis perawatan (maintenance dose) sudah tidak terjadi serangan lagi. Saat ini pasien sudah menikah dan hamil dengan usia kehamilan 4 minggu. Riwayat : Penderita mengalami serangan untuk pertama kali saat masuk masa menstruasi pertama, setelah beberapa kali serangan, orang tuanya baru mengetahui keadaan anaknya dan sejak saat itu ia mendapat obat. Pasien mendapat karbamazepin dosis awal 250 mg 2x sehari, dinaikkan bertahap hingga saat ini ia mendapat dosis 500 mg 2x sehari. Pada 3 bulan pertama setelah maintenance terapi sudah stabil tetapi pada 6 bulan berikutnya malah terjadi serangan epilepsy, diduga terjadi reaksi autoinduksi sehingga oleh dokter diganti dengan asam valproat dosis 15 mg/kg bb per hari. Peningkatan dosis dilakukan selama 1 minggu dengan penambahan 10 mg/kg bb per hari. Keadaan pasien selama terapi optimum sudah stabil, tanpa serangan. Hingga saat ini dalam maintenance terapi. Pemeriksaan fisik : BB 45 kg, TD 120/80 mmHg, suhu : 36,50C, Hb : 12 Tugas : 1. Bagaimana proses penggantian OAE dari karbamazepin ke valproat? 2. Adakah interaksi obat dari kedua OAE tsb saat penggantian berjalan? 3. Bagaimana cara mengatasinya? 4. Dengan kondisi kehamilannya sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan pada pasien? Apa yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidance terapi epilepsi yang aman untuk kondisi pasien! 5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat mengingat terapi OAE membawa resiko efek-efek samping, termasuk resiko saat pasien menyusui bayinya kelak?



PENYELESAIAN KASUS



FORM DATA BASE PASIEN UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT IDENTITAS PASIEN Nama



:-



No Rek Medik : -



Tempt/tgl lahir



:-



Dokter yg merawat : -



Alamat



:-



Ras



:-



Pekerjaan



:-



Riwayat masuk RS Riwayat Penyakit Epilepsi tonik klonik Riwayat Pengobatan Karbamazepin dosis awal 250 mg 2x sehari, dinaikkan bertahap hingga saat ini ia mendapat dosis 500 mg 2x sehari Riwayat Keluarga/Sosial : Alergi Obat : Riwayat Sosial Kegiatan Pola makan/diet



- Vegetarian Merokok Meminum Alkohol Meminum Obat herbal



tidak tidak tidak tidak



Riwayat Alergi : -



Diagnosis : Epilepsi tonik klonik dengan kehamilan 4 minggu



Keluhan / Tanda Umum



Tanggal -



Obyektif



-



No. Nama 1



Subyektif



Keterangan



TD: 120/80 mmHg



Normal



Suhu: 36.5oC



Normal



Hb : 12 g/dL



Normal



BB : 45 kg



Normal



OBAT YANG DIGUNAKAN SAAT INI Indikasi Dosis Rute Interaksi ESO



Obat Asam



Sebagai



750



Valproat



terapi



Outcome Terapi



- Kadar asam Malformasi



Tidak terjadi



mg



valproat



kejang/



tunggal



per



meningkat bila mual,



atau



hari



diberikan



muntah,



terapi



dalam



bersama



anemia



PO



Kongenital,



tambahan dosis



salisilat



pada



terbag



isoniazid



semua



i



- Kadar asam



jenis



valproat



epilepsi



menurun



kekambuhan



dan



bila



diberikan bersama antasida, chlorpromazine ,



cisplatin,



doxorubicin, dan naproxen



ASSESMENT No Problem 1. Epilepsi



Subyektif -



Obyektif -



Terapi Asam



Analisa Terapi sudah



DRP -



tonik klonik



valproat 750



tepat untuk



dengan



mg/hari



mengontrol



kehamilan 4



kejang pada



minggu



pasien tetapi perlu penambahan asam folat dan vitamin K karna pasien dalam keadaan hamil.



PLAN CARE 1. Pasien mengalami epilepsi tonik klonik dan sudah mendapat terapi dengan asam valproat. Saat ini kondisi pasien hamil 4 minggu sehingga untuk terapi epilepsi masih bisa melanjutkan dengan menggunakan asam valproat tetapi harus menggunakan dosis < 750mg/hari karna dosis 600 mg/hari – > 1000 mg/ hari dapat meningkatkan malformasi kongenital mayor pada janin. 2. Pasien epilepsi dengan kehamilan harus diberikan tambahan terapi asam folat karna kekurangan asam folat pada pasien epilepsi dengan kehamilan akan menyebabkan pengembangan cacat tabung saraf pada bayi sehingga kami merekomendasikan untuk memberikan asam folat 0,4 mg – 5 mg/hari. 3. Kami merekomendasikan untuk memberikan vitamin K 10 mg/hari secara oral pada sebulan sebelum melahirkan untuk mencegah gangguan hemoragik (pendarahan) neonatal. 4. Bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan obat-obatan epilepsi dapat menyebabkan kekurangan faktor pembekuan darah sehingga kami merekomendasikan untuk memberikan vitamin K 1 mg secara intramuscular segera pada bayi saat lahir. 5. Terapi kejang saat melahirkan dianjurkan sebaiknya digunakan diazepam 10 mg i.v atau fenitoin 15-20 mg/kg bolus i.v diikuti dosis 8mg/kg/hari diberikan 2 kali/hari secara intravena atau oral.



Tugas



1. Bagaimana proses penggantian OAE dari karbamazepin ke valproat? Jawab ; Proses penggantian OAE karbamazepin ke asam valproat yaitu pasien diberikan OAE valproat jadi pasien menggunakan terapi kombinasi antara karbamazepin dan valproat kemudian di pantau bila valproat telah mencapai kadar terapi maka OAE karbamazepin diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan pada saat penurunan dosis OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila respon yang didapat buruk maka kedua OAE harus diganti dengan OAE yang lain. 2. Adakah interaksi obat dari kedua OAE tsb saat penggantian berjalan? Jawab : Ada interaksi antara kedua obat yaitu asam valproat dapat menurunkan metabolisme karbamazepin sehingga efek carbamazepin meningkat atau asam valproat dapat meningkatan dan menurunkan kadar karbamazepin. 3. Bagaimana cara mengatasinya? Jawab : Memonitoring penggunaan asam valproat 4. Dengan kondisi kehamilannya sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan pada pasien? Apa yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidline terapi epilepsi yang aman untuk kondisi pasien! Jawab : Penggunaan OAE pada wanita hamil harus dipertimbangkan besarnya manfaat dan resiko. Obat yang kami rekomendasikan adalah asam valproat karena sebelumnya pasien menggunakan obat ini sebelum hamil dan sudah bisa mengatasi kejang dan asam valproat juga merupakan terapi yang sering digunakan pada pasien epilepsi yang sedang hamil dan sampai saat ini penggunaan asam valproat pada kehamilan belum terdapat bukti yang konklusif menyebabkan malformasi janin sehingga masih tetap diberikan dengan dosis paling rendah < 750 mg/hari dan penambahan asam folat untuk mencegah terjadinya cacat tabung saraf pada janin. 5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat mengingat terapi OAE membawa resiko efek-efek samping, termasuk resiko saat pasien menyusui bayinya kelak? Jawab :



-



Memberikan penyuluhan kepada setiap perempuan yang menggunakan OAE dalam masa reproduksi tentang berbagai risiko dan keuntungan akibat pengguanaan OAE terhadap kehamilan dan janin



-



Ibu diberikan informasi bahwa bagi yang mengalami bebas bangkitan minimal 9 bulan sebelum kehamilan, kemungkinan besar (84-92%) akan tetap bebas bangkitan selama kehamilannya. Demikian juga kemungkinan terjadinya persalinan premature atau kontraksi prematur terutama pada perempuan yang merokok



-



Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan. Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan ketaatan minum obat).



-



Untuk OAE asam valproate dapat tetap diberikan ketika pasien menyusui bayinya kelak karena penetrasi kadar asam valproate ke ASI sangat kecil (1-10%).



Monitoring : 



Monitoring Frekuensi kejang pasien







Monitoring efek samping dan interaksi obat







Monitoring kadar alfa keto protein serum pada minggu ke 14-16 kehamilan







Monitoring dan pemeriksaan ultrasonografi pada minggu ke 16-20 kehamilan







Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan. Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu dengan ketaatan minum obat)







Apabila terdapat abnormalitas pada hasil monitoring, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melanjutkan kehamilan atau tidak.



KIE : 



Memberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat mencetuskan terjadinya kejang agar pasien dapat menghindarinya, seperti kurang tidur, lupa makan obat, kelelahan dan stress.







Menjelaskan kepada pasien pentingnya menjaga kepatuhan dalam meminum obat.







Instruksikan pasien untuk segera melaporkan terkait efek samping dari obat.







Mengedukasi pasien, anggota keluarga, dan pengasuh tentang pertolongan pertama pada kejang yaitu



-



Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang. Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di pasien. Jangan pindahkan pasien kecuali berada dalam bahaya.



-



Longgarkan pakaian pasien agar memudahkan pernafasan



-



Jangan masukkan apapun ke dalam mulut atau benda keras di antara gigi. Hal ini berbahaya karena benda tersebut dapat melukai pasien. Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala ke salah satu sisi.



-



Mengedukasi keluarga pasien jika kejang berlangsung hingga lebih dari 2-3 menit untuk segera meminta pertolongan medis



DAFTAR PUSTAKA [MMN] Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makasar : MMN Publishing Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies: USA Indrawati L. 2012. Penggunaan Obat Antiepilepsi Pada Kehamilan. CDK-193_vol39_no5 [346-348] Kusumastuti K, Suryani G, Endang K, 2014. Pedoman Tatalaksana Epilepsi PERDOSSI edisi kelima. Surabaya : Airlangga University Press Textbook Of Therapeutics HERFINDALE CHM.