Kebijakan PPI 2017 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR NOMOR : 203/SK/PDA/E-RS/VII/2017 TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN PENGENDALIAN INFEKSI ‘AISYIYAH KUDUS



PENCEGAHAN DAN DI RUMAH SAKIT



A. KEBIJAKAN UMUM 1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the poor). 2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu layanan,



keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan



kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus. 3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat. 4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit pelayanan tertentu 5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-Check-Action (PDCA). 6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit dan melibatkan berbagai individu. 7. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.



1



8. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu. 9. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan, mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun visi-misi rumah sakit. 10. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD). 11. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam) sasaran Keselamatan Pasien. 12. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai. 13. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit. 14. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan ketentuan yang berlaku. 15. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan rumah sakit yang berlaku. 16. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada masyarakat. 17. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.



2



18. Koordinasi



dan



evaluasi



pelayanan



disetiap



unit



pelayanan



wajib



dilaksanakan melalui rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan. 19. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada manajemen rumah sakit. 20. Rumah sakit menjalankan program keselamatan pasien melalui 7 (tujuh) standar keselamatan pasien, dan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. 21. RS ‘Aisyiyah Kudus merupakan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melaksanakan PONEK. RS ‘Aisyiyah Kudus selalu berusaha untuk melengkapi SDI dan fasilitas PONEK. Terkait PONEK RS ‘Aisyiyah Kudus memiliki pelayanan meliputi : penanganan awal/ emergency ibu dan bayi dan pelayanan rujukan ke rumah sakit lain yang mampu memberikan pelayanan lebih lanjut. 22. RS ‘Aisyiyah Kudus bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan



pasien



dengan



HIV/AIDS,



sehingga



pelayanan



yang



diselenggarakan RS ‘Aisyiyah Kudus meliputi ; palayanan Voluntary Conceling and Testing (VCT), pelayanan rujukan HIV ke rumah sakit lain yang ditunjuk melayanai HIV/AIDS, dan penerapan Universal Precaution. 23. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa (TB) sesuia dengan pedoman stategi DOTS 24. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di rumah sakit, maka pasien harus dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien / keluarga 25. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani. 26. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien yang dilayani. 27. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.



3



B. KEBIJAKAN KHUSUS : 1.



ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularaninfeksi



di



Rumah



Sakit,



maka



RS



‘Aisyiyah



Kudus



melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI). Sub Komite PPI RS ‘Aisyiyah Kudus



bertanggung jawab langsung kepada Ketua Komite



PMKP. c) Sub Komite PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011. d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan. e) Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka Rumah Sakit Aisyiyah Kudus memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas perawatan, IPSRS, Farmasi, Gizi, Administrasi, UGD, Laboratorium,. f) Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention



and



Control



Link



Nurse)



sebagai



pelaksana



harian/penghubungdi unit masing-masing. 2.



KEWASPADAAN STANDAR Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi,



tatalaksana



linen,



penatalaksanaan



limbah



dan



benda



tajam,pengendalian lingkungan, praktik menyuntik yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan pasien, penatalaksanaan



linen,



program



kesehatan



karyawan,



penempatan



4



pasien.Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI RS.’Aisyiyah Kudus. 3.



KEBERSIHAN TANGAN a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di Seluruh lingkungan RS ‘Aisyiyah Kudus. b. Indikasi kebersihan tangan secara umum : 



Segera : setelah tiba di tempat kerja







Sebelum :  Kontak langsung dengan pasien  Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif  Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan  Mempersiapkan makanan  Memberi makan pasien  Meninggalkan rumah sakit







Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang







Setelah :  Kontak dengan pasien  Melepas sarung tangan  Melepas alat pelindung diri  Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.  Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk / bersin).  Menyentuh lingkungan di sekitar pasien



c. 4 Jenis kebersihan tangan . 



Kebersihan tangan surgical



5







Kebersihan tangan Aseptik







Kebersihan tangan alkohol handrub







Kebersihan tangan Sosial



d. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):  Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien  Momen 2 : sebelum tindakan asepsis  Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien  Momen 4 : setelah kontak dengan pasien  Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien e. 6 langkah kebersihan tangan. f. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & nonklinis) di RS ‘Aisyiyah Kudus, yaitu : 



Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)







Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2% (aseptik)







Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)







Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine 4 % (surgical).



g. Kebersihan tangan efektif : 



Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien







Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semuaperhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskanselama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan







Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan cat kuku







Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air







Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali pakai



6







Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat kotor







Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan







Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai







Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya. Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang



 



h. Sediakan di setiap ruangan / bagian :  Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :  Wastafel dengan air yang mengalir.  Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan3) : poli rawat jalan, HCU, kamar bayi, hemodialisa, UGD (area non tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang medik (radiologi, laboratorium klinik, rehabilitasi medik)  Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK  Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.  Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, HCU, kamar bedah), setiap pintu masuk kamar pasien, meja trolly tindakan. 



Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :  Wastafel dengan air yang mengalir.  Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.  Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3) : sanitasi, kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.  Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas / pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar 7



jenazah, area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya. i. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara : 



Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :  Petugas klinis setiap 2 minggu sekali (ruang keperawatan, UGD, HCU, OK, rawat jalan, kamar bayi, VK, Gizi) .







Dengan memperhatikan 4, 5, 6 kebersihan tangan. Sebelum kontak dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).  Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, dapur, IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum.  Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun nonklinisdengan sasaran 30 % dari jumlah masingmasing profesi (Dokter, Perawat, Fisioterapi dan Gizi).



j.



Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.



k.



Setiap petugas di RS ‘Aisyiyah Kudus wajib mengikuti pelatihan kebersihan



tanganyang



diadakan



oleh



rumah



sakit



secara



berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan. l.



Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter, perawat, fisioterapi, gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada setiap minggu ke 2.



m. Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan. 4.



KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat



8



waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket perlindungan petugas ; tata laksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri. a) Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial (imuno supressed). b) Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap. c) Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif , namun saat ini kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone disease, dengan sistem HEPA fillter dan pertukaran udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksidan



khususnya



terpisah



dari



pasien



dengan



kondisi



imunocompromise. d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya. e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin



dan



bila



terpaksa



harus



memperhatikan



prinsip



kewaspadaan isolasi. f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan. g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien yang tidak menular. h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk. i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.



9



5.



PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB) Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB). a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥2 minggu atau batuk darah ) b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker bedah c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan. d) Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien



lain



(ruang



isolasi),



jika



tidak



memungkinkan



bisa



menggunakan sistem kohortingdengan lama perawatan maksimal 2 minggu. e) Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularanpercik renik sehingga tidak menularkan orang lain. f) Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan ventilasitekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut. g) Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus



10



dengan pengaturan sistemventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth). h) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs. i) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi melalui kontak. j) Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaankesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya Manusia dan K3 RS. k) Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar. l) Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuatbagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan. 6.



ALAT PELINDUNG DIRI (APD) Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan danevaluasinya oleh Komite PPI RS bersama K3 RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS. a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik sehingga tepat, efektif dan efisien. b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi. c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan. d) APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS. e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah rangkap 2. f) Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagaibahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.



11



7.



SURVEILANS INFEKSI RS (IRS) Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksitarget sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemisdi rumah sakit. Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko, Pneumonia terkait ventilator (VAP) a) Melakukan surveilens PPIRS b) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Sub Komite PPIRS di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB). c) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun. d) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Sub Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan berturutturut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan



tertentu



diwaspadai



sebagai



KLB.



Pencegahan



dan



pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS. e) Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur Medik dan Keperawatan setiap bulan. f) Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI, ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah sakit (HAIs).



12



8.



PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan danindikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT. b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :  Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;  Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik  Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;  Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;  Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya. c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang ditimbulkan



9.



STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,



pengemasan,



labeling,



indikatorisasi,



sterilisasi,



penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluai proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) yang saat ini berada di IKO 1. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal. 2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitasrendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahandan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik



13



di RS sesuai rekomendasi Sub Komite PPI RS ‘Aisyiyah Kudus melalui instalasi farmasi. 3. Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggung jawab menyusun panduandan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Sub Komite PPI RS. 4. Unit CSSD memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit menggunakan form. 10. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use yang dire-use). Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS. a) AMSP dapat



diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil



sterilisasi masihefektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi pasien. b) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya c) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD d) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan fungsi dari alat / bahan. e) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS. f) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use. g) Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.



11. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu, penyehatanruang dan bangunan, pemantauan higiene



14



sanitasi



makanan,



pemantauan



penyehatan



linen,



disinfeksi



permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan Sub Komite PPI RS, sehingga aman bagi lingkungan. a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :  Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.  Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuklimbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah non medis / domestika.  Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam  Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)  Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat yangterlindungi binatang atau serangga. b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahantusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. c) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “ d) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM. e) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga. f) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm. g) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya



15



dilaksanakan berdasarkan telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi. 12. PENGELOLAAN LINEN a) Jenis linen di RS ‘Aisyiyah Kudus dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius. b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius dengan kantong linen kuning. c) Pencegahan



kontaminasi



lingkungan



maupun



pada



petugas



dilakukan dengan desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik



kebersihan tangan, penggunaan alat



pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja. 13. PENGELOLAAN MAKANAN Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan. a) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayananinstalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan b) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhupenyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan. c) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari prosespenyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Sub Komite K3 RS.



16



d) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala selama 6 (enam) bulan sekali. 14. PENDIDIKAN



DAN



PELATIHAN



PENCEGAHAN



DAN



PENGENDALIAN INFEKSI RS Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Sub Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS , khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi. a) Seluruh SDI baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPIRS b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi PPIRS. c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDI bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasarperencanaan program selanjutnya. d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius. 15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN. a) Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah. 16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI DI RS a) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.



17



b) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harusmengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-prinsippencegahan dan pengendalian infeksi . c) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk Assesment (ICRA). d) Sub Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS) melakukan pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagianpemeliharaan dan K3 RS. 17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi: 



Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.







Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak denganmembrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.







Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak denganpermukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.



b) Disinfeksi lingkungan rumah sakit  Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly didisenfeksi dengan detergen netral. 



Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengandesinfektan tingkat menengah.



c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis 



Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin



18







Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).







Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun PH netral



d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh: menggunakan disinfektan Chlorine 0.5% Cairan desinfektan yang digunakan di RS ‘Aisyiyah Kudus NO 1 2



ISI Isopropyl, ethil



MERK Alkohol 70 %,



PENGGUNAAN Antiseptik kulit



alkohol Chlorhexidine 2%



Softa-man Acetron



Antiseptik kebersihan tangan ruang perawatan, antiseptik kulit pre



3



Chlorhexidine 4%



Cutisoft



operasi Antiseptik kulit kebersihan



4



Povidone Iodine



5



7.5% Chlorin



Bethadine Solotion



tangan daerah kritis Antiseptik kulit dan luka



Bycline



operasi Disinfektan tumpahan darah dan cairan tubuh lainnya.  penggunaan di kamar bersalin  untuk wabah (mis ;C difficile)  Multi Drug Resisten Organisem (Mis MRSA)



6



Gluteraldehyde



Steranios 2%,



High level desinfektan



7



3.4% Propanol,



Stabimed Primasept



Antiseptik kulit kamar



8



biphenylol 2.0 g Ethanol



Lysol



bedah Low level Disinfeksi 19



9



Chlorhexidin



Desmanol handrub



Antiseptik kulit



Terralin protect



High level desinfektan



digluconate solution Benzalkonium



10



chloride,



alat semi kritikal



phenoxyethanol



18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegahkontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yangdapat menjaga syarat aseptik. c)



Multi dose vial digunakan  Hanya digunakan untuk satu orang pasien  Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yangsteril  Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vialtersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.  Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kalivial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.



d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama samauntuk beberapa pasien. e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien. f)



Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan jarum baru.



19. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN, KELUARGA DAN PENGUNJUNG.



20



a) Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit. b) Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS. c) Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS ‘Aisyiyah Kudus dikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawatinap. d) Masing –masing dari tenaga kesehatan (Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll) maupun non kesehatan (Pekarya, petugas kebersihan, dll) pasien ,keluarga dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan danpengendalian infeksi. e) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS ‘Aisyiyah Kudus harus mentaatiperaturan yang ada di RS ‘Aisyiyah Kudus sesuai dengan peraturan tata tertib pasien. f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitaslainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di fasilitas kesehatan g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi, Pekarya, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien. h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawabpasien, keluarga dan pengunjung. i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan danpengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung. 20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)



21



a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah



Sakit



‘Aisyiyah



Kudus



perlu



mempunyai



sistem



pengendalian dan penanganan KLB. b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumahsakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untukmencegah supaya KLB tidak terulang lagi. c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan bahan komunikasi dengan bagian yang terkait. d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkanpertimbangan Sub Komite PPIRS ‘Aisyiyah Kudus pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu olehseluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut. f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Sub Komite PPIRS bersamaIPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:  Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans InfeksiRumah Sakit  Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans InfeksiRumah Sakit.



22



 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.  Berkoordinasi



dengan



Bagian



Laboratorium



untuk



melakukan: o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri. o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi untukdibiakkan dan antibiogram. o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaanlaboratorium pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas BahanMenular”  Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaanProsedur Tetap secara benar. g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Sub Komite PPIRS menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS. h) Untuk menanggulangi KLB SubKomite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi, Kamar Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan. i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.



23



j) Agar KLB IRS tidak meluas, Sub Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:  Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang benar dan tepat.  Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai indikasi.  Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar  Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan



staf



yang



akan



memberikanpenanganan



(dipisahkan dengan staf lainnya)  Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar olehinfeksi.  Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.  Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi. k) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telahdiambil terhadap data atau informasi KLB. l) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi. m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat. n) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak ditemukan kasus baru. 21. PEMERIKSAAN



KULTUR



DAN



SWAB



MIKROBIOLOGI



DI



LINGKUNGAN RUMAH SAKIT a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi) b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.



24



c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit. d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi ili ,ilo. e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus ILI dan ILO. 22. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED a. Penanganan



pasien



immunocopromised



hanya



melakukan



kestabilisasi keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain. b. RS



‘Aisyiyah



Kudus



tidak



melakukan



perawatan



pasien



imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka dirujuk kefasilitas kesehatan yang lainnya. 23. PENCEGAHAN



DAN



PENGENDALIAN



INFEKSI



(PPI)



DI



PEMULASARAN JENAZAH a) Pemindahan jenazah dari ruang perawatan:  Proses pemindahan harus sesuai dengan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.  Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Keluarga pasien yang inginmelihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan juga harus menerapkan Kewaspadaan Standar.  Penanganan semua jenazah petugas harus menggunakan APD yang sesuai. b) Perawatan jenazah di kamar jenazah:  Petugas kamar jenazah harus melakukan Kewaspadaan Standar ; melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai dengan risiko pajanan sekret / cairan tubuh pasien.



25



 Pengawetan



jenazah



dengan



menggunakan



cairan



formaldehide dilakukan sesuai prosedur dan prinsip-prinsip Kewaspadaan Standar.  Pengawetan jenazah tidak boleh dilakukan pada pasien yang meninggal akibat penyakit menular.  Pemulasaraan jenazah secara higienis (membersihkan badan, merapikan rambut, mendandani, memotong kuku dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Standar.  Setelah selesai perawatan jenazah tempat dan ruangan wajib dilakukan dekontaminasi. c)



Pemeriksaan post-mortem:  Pemeriksaan post-mortem dilakukan dengan menerapkan KewaspadaanStandar .  Jumlah petugas harus dibatasi seminimal mungkin.  Prosedur dilakukan dalam ruangan yang berventilasi memadai.  Tersedia APD yang sesuai dengan risiko pajanan.



d) Pembersihan dan disinfeksi kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. e) Penatalaksanaan limbah dan linen kamar jenazah sesuai dengan ketentuan panduan Pengelolaan Kamar Jenazah. f)



Pemulasaraan jenazah berpenyakit menular harus dilakukan sesegera mungkin, tidak melebihi batas waktu 4 jam.



24. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI / RENOVASI RS a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara, tingkat kebisingan . b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada petugas ,pengunjung dan pasien.



26



c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi. d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi sebelum ruangan digunakan. 25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI a) Ruangan / Lingkungan  Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral  Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu  AC dibersihkan setiap satu bulan sekali  Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali  Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit  Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 – 24 °C & 45 -60%, sedangkan  untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %  Kulkas obat di check temperaturnya b) Peralatan  Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap hari dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih  Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari c) Persyaratan bekerja di kamar bayi 



Petugas  Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi susubayi, dari toilet, dll  Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis & Varicella.



27



 Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.  Perawat yang merawat bayi sehat tidakboleh merawat bayi sakit.  Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi saatmemberi susu bayi.  Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan. 



Ibu yang menyusui di kamar bayi  Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.  Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi  Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada botolharus ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.







Bayi  Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.  Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.  Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.  Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup dengan kassa.  Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saatdiberi susu.  Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat yang sudah disediakan.



26. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN a) Pencegahan standar



28



 Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua proseduryang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.  Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.  Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuangkedalam sharp container yang telah tersedia.  Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarnakuning.  Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harusmenutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan sarungtangan saat menangani persalinan.  Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi Hepatitis B.  Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang kedalam kantong plastik kuning. b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin  Petugas kamar bersalin  Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.  Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi)sebelum menolong persalinan.  Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.  Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.  Pasien  Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan  Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.  Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)  Bayi



29



 Perawat/bidan



yang



menerima



bayi



baru



lahir



harus



menggunakan APD lengkap.  Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.  Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi alkohol70%/povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.  Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat. c) Lingkungan  Ruang Bersalin  Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.  Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada tindakan/persalinan.  Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan menggunakandesinfektan chlorine.  Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan deterjen netral setiap selesai digunakan.  Alat dan linen  Instrumen yang telah dipakai di cuci dengan air mengalir hanya untuk menghilangkan noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke CSSD.  Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan lihat tanggal kadaluarsa.  Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuaidengan keperluaan saat itu.  Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena darah.  Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.  Linen



yang



telah



terkontaminasi



dengan



darah



harus



dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning.



30



d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah– Hepatitis B, C dan HIV. Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayidengan kelainan darah karena ibunyapositif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harusdilakukan:  Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.  Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin maupun ibu yang tidak perlu.  Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu dibersihkan.  Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.  Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semua darah menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna kuning atau dibersihkan



sehingga



semua



yang



mengandung



protein



terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.  Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.



27. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien, petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan. b) PPI di Kamar Bedah meliputi :  Kebersihan Tangan Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan



31



menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau handrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar bedah oleh setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di RS ‘Aisyiyah Kudus  Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar bedah berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur.  Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, denganenam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.  Alat Pelindung Diri (APD)  Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan  Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan  Pakai



sarung



terkontaminasi



tangan



bila



darah,



cairan



ada



kemungkinan



tubuh,



sekret,



akan



ekskret,



bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.  Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.  Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti denganmasker baru pada saat akan operasi berikutnya.  Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril  Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi  Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuhpasien.  Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan digantisetiap kali selesai operasi.  Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolongbolong.



32



c) Penanganan peralatan perawatan pasien 



Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat dipergunakan dan dilakukan oleh petugas terlatih.







Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.



d) Pembersihan lingkungan 



Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman RS







Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit







Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box safety,sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.







Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai SPO.



e) Pasien  Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.  Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.  Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum operasidengan menggunakan clipper bukan razor.  Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selamapasien dan sesudah pasien operasi.  Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar operasi.Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah ke kamar operasi 



Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi / ruanganastesi, tidak boleh diruangan pemulihan. 33



f) Petugas 



Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah







Memberikan motivasi kepada petugas.







Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.







Tidak berkuku panjang dan memakai kutek







Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar bedah.



28. PENCEGAHAN



DAN



PENGENDALIAN



INFEKSI



(PPI)



DI



INTENSIVE CARE UNIT (HCU) a) Petunjuk Umum : 



Hand Hygiene (Kebersihan Tangan) Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling pentingsebagai ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah merawat pasien atau menangani peralatan medis yangdigunakan oleh pasien. Tangan juga harus di cuci jika terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien, sebelum melakukan tindakan invasive, sebelum dan setelah melepas sarung tangan, sebelum memulai kerja dan setelah tugas kerja selesai,setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.







Sarung tangan Untuk melindungi staff HCU, sarung tangan harus digunakan jika akan kontakdengan cairan tubuh lainnya dan sarung tangan harus dilepas setelah selesaimelakukan perasat untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, kemudian segera lakukan kebersihan tangan.







Konsultasi  Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus dapat dijadikan sebagai narasumber dalam melakukan surveilans dan pengkajian pengendalian infeksi di HCU. Disamping itu tim PPI juga harus menetapkan dan melakukan monitoring terhadap prosedur



34



sterilisasi dan desinfeksi terhadap peralatanyang digunakan di HCU , juga terhadap penanganan bila terjadi luka tertusukjarum. b) Prosedur Invasive 



Jika



prosedur



invasive



digunakan



sebagai



pilihan



untuk



menyelamatkan jiwa pasien dan sangat bermanfaat dalam penanganan



pasien,



maka



prosedurpengendalian



infeksi



sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan. 



Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik aseptik harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian balutan perlu memakai sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana prosedur yang dilakukan tidak cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti penggantian kateter urine, iv kateter yang mungkin dapat terkontaminasimaka sebaiknya diganti setelah kondisi pasien stabil.







Kanulasi pembuluh darah Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganismeke dalam jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh karena itu staff yang akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebihdahulu melakukan kebersihan tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit sebelum pemasangan kanulasi.







Kanulasi vena sentral Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknikaseptik termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulityang akan ditusuk dengan antiseptik dan memasang doek steril pada areayang telah disiapkan. Cari bagian yang mempunyai risiko yang rendah seperti subclavicula, internal jugularis.







Penggantian kanulasi Kanulasi intravena harus diganti secara reguler (72 jam).



35



Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril. Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5 – 7 hari. c) Peralatan Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan padasemua perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai peralatansendiri-sendiri dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang sekali pakai.  Item sekali pakai Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengansaluran pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari manufakturnya telah diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang atau didaur ulang.  Item yang dapat dipakai ulang Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksiyang benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan dilakukan melibatkan bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harus dalam keadaan steril.  Circuit Ventilator Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-7 hari atau dapat diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yang benar, sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien satu bacterial filter. d) Suplai  Area penyimpanan Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.Lokasi atau ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.  Item steril



36



Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering. Jika bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasan tersebut dinyatakan tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh digunakan. Pengecekan item steril pada stok steril harus dilakukan secara reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan kemasannya sebelum digunakan (dibuka). e) Pengelolaan Linen  Linen



kotor



adalah



merupakan



sumber



kontaminasi



mikroorganisme yang signifikan linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian linen tidak boleh dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).  Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka tidak boleh disimpan di area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus dikembalikan ke laundry untuk di cuci ulang.  Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen kotor dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah tersedia. Trolly linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak boleh digunakan untuk membawa linen bersih. f) Obat-obatan 



Obat-obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan, obat-obat parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit danjarum steril. Cairan intravena dan cairan irigasi steril harus diberi labeltanggal, waktu dibuka dan dibuang setelah 24 jam (jika setelah dibuka dantidak digunakan lagi).







Antibiotika Pemberian



antibiotika



pada



pasien



HCU



yang



tidak



memperhatikan pola sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika dirumah sakit akan



37



lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan keputusan yang dapat diterima secara hukum dibandingkan mereka yang tidak mempunyai kebijakan tentang pemberiaan antibiotika yang benar. 



Pemberian multi dose Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untukmulti dose dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan diterapkan di RS ‘Aisyiyah Kudus, oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan oleh satu pasien saja dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi vial ke dalam beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam bukavial pada spuit dan disimpan dalam lemari pendingin obat untuk selama 24jam.



g) Faktor Pasien dan Petugas  Isolasi Setiap pasien yang dHCUrigai atau dinyatakan mempunyai penyakit menular,maka harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar isolasi).  Hygiene Pasien yang dirawat di HCU secara rutin harus dilakukan personal hygienedengan baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan mencegahterjadinya infeksi silang dan memberikan kesegaran dan mengurangi stres bagi pasien.  Petugas Semua staff yang bertugas di HCU harus memakai seragam yang bersih. Staf HCU tidak diperbolehkan memakai perhiasan termasuk cincin kawin saat mereka tugas, hal ini karena potensial menyebarkan kuman atau mengakibatkan kolonisasi kuman. Staf yang diketahui mengidap penyakit menular baik melalui pembuluh darahmaupun melalui udara harus berobat dan melaporkan ke supervisor.



38



h) Pengendalian lalu lintas di HCU  Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan keperluannya,



hal



ini



untuk



memberikan



keamanan



dan



kenyamanan bagi pasien. Jika pasien dirawat di kamar isolasi HCU, maka pengunjung harus diberi penjelasan untuk menerapkan kewaspadaan standar termasuk pengunaan APD, dan anak-anak di bawah umur tidak boleh masuk ke dalam HCU, khusus untuk bayi pengunjung yang diperbolehkan hanya orang tua.  Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah mengunjungi pasien HCU.  Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi pasien diHCU. i) Pengendalian Lingkungan  Penanganan sampah Semua



pembuangan



sampah



harus



mengikuti



tatacara



penanganan dan pembuangan sampah harus sesuai dengan kategori sampah (klinis dannon klinis) Jarum bekas dan benda tajam lainnya harus dibuang ke dalam tempat yang telah disediakan (sharp container). Bekas balutan yang terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh harusdibuang ke dalam kantong sampah warna kuning.  Suhu dan kelembapan udara Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari.  House Keeping  Pembersihan harian : lantai harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau sewaktu-waktu. Pembongkaran : dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien



39



29. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :  Kontaklangsungdengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi  Kontak tidak langsungdari alat-alat yang terkontaminasi  Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yangterluka maupun utuh atau mukosa  Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara. b) Semua



pasien



yang



datang



harus



dianggap



carrier



dari



mikroorganisme patogen.  Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap  Perlindungan diri :  Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu merawat pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.  Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.  Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien dengan chlorhexidine 2 %.  Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.  Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :  Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan, sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.



40



 Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi.  Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah. c) Sterilisasi instrumen :  Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik, darah dan saliva  Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi  Proses sterilisasi dilakukan di CSSD  Instrumen



harus



tetap



steril



hingga



saat



dipakai,



pembungkus instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang. d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujungalat three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepaladengan plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien. e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutuppermukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampahinfeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan kedalam tempat sampah benda tajam. f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlahoral mikroorganisme rongga mulut.



41



Kudus, 30 Syawal 1438 H 24 Juli 2017 M Direktur,



dr. H. Hilal Ariadi, M.Kes. NPP. 7274022



42