Kedudukan Wanita Dalam Islam MKL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Kedudukan Wanita dalam Islam Islam adalah rahmat bagi seluruh alam dan meski kita mengetahui bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, namun Islam tidak pernah menyatakan bahwa derajat wanita dibawah laki-laki. Allah berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 35 yang artinya : “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.  Pandangan Islam Terhadap Wanita Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, AthThabari, dan At-Tirmidzi bahwa Ummu Imarah Al-Anshariyah, pernah menemui Rasulullah dan berkata, “ Kulihat semua diperuntukkan bagi laki-laki, kulihat tak sekalipun perempuan disebut”. Lalu turunlah ayat ini. Ibnu Abbas berkata, “Beberapa perempuan menemui Rasulullah seraya berkata; ‘Wahai rasulullah kenapa laki-laki yang beriman selalu disebut, sedangkan perempuan yang beriman tidak disebut?’, dan kemudian ayat ini diturunkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bersamaan dengan turunnya ayat tersebut Allah menyatakan bahwa dalam pandangan Islam, kedudukan wanita sama saja dengan kedudukan lakilaki dalam hal ibadah dan iman yang dimilikinya. Baik laki-laki maupun perempuan memeiliki kesempatan yang sama untuk mencapai derajat keimanan dan keislaman yang tertinggi. Mereka berhak mendapatkan pahala dan ganjaran serta ampunan Allah jika mereka berbuat dosa. Dan yang paling penting, kedudukan wanita juga sama dalam hal kesempatan mendapatkan pahala, surga, dan kenikmatan di akhirat apabila mereka beriman, taat dan rajin melakukan amal saleh. Sejak islam datang ke dunia, citra dan kedudukan wanita dalam masyarakat mulai mengalami kemajuan. Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia agar senantiasa bersikap baik pada wanita, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini “Dan perlakukanlah mereka secara patut, kemudia bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan”. (An-Nisa’ : 19). Sebelum Islam datang, baik masyarakat di dalam maupun di luar jazirah arab tidak menghargai kedudukan dan harga diri wanita. Negara Yunani yang dikenal dengan peradaban yang tinggi tidak menghargai dalam masyarakatnya. Mereka menganggap perempuan sebagai penyebab segala



macam penyakit dan musibah bagi kehidupan umat manusia. Mereka juga dianggap sebagai makhluk rendah yang diperlakukan seperti budak. Sama halnya dengan bangsa Yunani, bangsa Romawi dan Persia juga berlaku tidak adil para wanita, mereka berlaku kasar dan menghukum berat wanita apabila mereka melakukan kesalahan kecil. Mereka hanya menganggap wanita sebagai pelampiasan seksual semata. Bahkan bangsa romawi memiliki slogan, “Belenggu wanita itu jangan dilepas, dan api jangan dipadamkan”. Sementara itu Perempuan Persia tidak boleh kawin dengan laki-laki selain dengan Zarathustra, sementara laki-laki bebas kawin dengan siapa saja yang mereka kehendaki.



B. Kedudukan Wanita di dalam Kehidupan Pada Umumnya & di dalam Islam 1. Kedudukan Wanita sebelum Islam Jika kita melihat ke belakang, bagaimana eksistensi wanita sebelum datangnya Islam ke permukaan bumi, maka kita akan menemukan, bahwa, kaum wanita pada waktu itu sangat tidak dihargai sekali. Mereka sama halnya seperti barang dijual, diwariskan, dan disuruh bekerja dengan kasar. Layaknya seperti binatang, yang diusir dari rumah ketika datang bulan, seakan akan mereka hanya mengotori rumah. Beberapa pendapat Filosof terdahulu menghina kaum wanita dan merendahkan kedudukannya. Aristoteles berpendapat bahwa, ‘wanita tidak berhak mengenyam pendidikan, bahkan tidak layak menerimanya, kecuali menyangkut cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga saja.’ Malah kata Aristoteles, ‘kalau wanita diberikan hak yang lebih banyak lagi, maka hal itu menjadi pertanda akan musnah dan hancurnya suatu negara.’ Rousseau berpendapat bahwa, ‘wanita bukanlah makhluk yang berdiri sendiri. Tetapi, wanita adalah bagian pelengkap bagi tabiat laki-laki. Wanita diciptakan untuk membahagiakan dan melayani laki-laki, tak lebih dari itu. Kalau bukan untuk itu, tidak ada artinya keberadaan wanita.’ Schopenhauer memandang wanita lebih rendah daripada pria dalam soal akal, akhlak, dan pemikiran. Wanita itu otaknya melempem, akhlaknya kotor, dan tabiatnya jelek atau keterlaluan. Hanya bisa menipu, mengelabui, munafik, dan mubazir. Orang-orang yang mubazir adalah temannya setan. Peron, seorang inggris, pernah mengatakan bahwa, wanita wajib memperhatikan rumah. Sementara kita wajib berbuat baik kepada mereka dalam soal makanan dan pakaian. Tetapi, mereka tidak boleh membaurkan diri dengan masyarakat. Kalau mereka belajar sesuatu, maka hendaklah yang ia pelajari agama, tetapi dengan catatan mereka tidak boleh mengenal syair dan politik, serta tidak boleh membaca selain buku-buku tentang ibadah dan makanan saja.



Demikian pandangan filosof tentang wanita. Adapun kedudukan wanita menurut sejarah yang ada di dunia sebelum Islam datang yaitu: 1. Bangsa Yunani Bangsa Yunani terkenal memiliki peradaban dan kebudayaan yang maju pada masanya. Sayangnya, sejumlah fakta mengungkap bahwa perempuan pada sistem kemasyarakatan bangsa Yunani tidak memiliki tempat yang layak. Bahkan kaum lelaki saat itu mempercayai bahwa perempuan merupakan sumber penyakit dan bencana. Sehingga mereka memposisikan perempuan sebagai makhluk yang rendah. Ini bisa dilihat ketika para lelaki menerima tamu, para perempuan saat itu hanya dijadikan pelayan dan budak semata. Bahkan, perempuan tidak boleh disejajarkan dalam satu meja makan dengan kaum pria. Beberapa perubahan yang terjadi seiring perjalanan waktu, tak banyak memberikan keuntungan bagi perempuan. Nafsu syahwat dijadikan dasar diberikannya kebebasan bagi kaum perempuan atau dengan kata lain kebebasan yang diberikan hanya sebatas kebebasan seksual semata. Maka tak heran bila pada zaman itu banyak perempuan yang menjadi pelacur. Perempuan pezina saat itu justru dianggap memiliki kedudukan yang tinggi. Para pemimpin Yunani berlomba-lomba untuk mendapatkan dan mendekati mereka. Perempuan saat itu, dipandang hanya sebagai komoditas yang bisa dikuasai oleh siapapun. Lelaki boleh memiliki dan menguasai perempuan tanpa melalui ikatan pernikahan yang suci. Kerendahan sikap masyarakat Yunani hingga merekayasa cerita yang bernuansa seksual. Salah satu kisah yang berkembang adalah cerita tentang Dewa Asmara Cupid yang merupakan hasil hubungan gelap Dewi Aphrodite dengan salah seorang manusia. Padahal, sang dewi merupakan istri dari salah satu dewa. Dari cerita seperti inilah, masyarakat Yunani tidak lagi peduli dan mengindahkan norma pernikahan. 2. Hindhu dan China Begitu pula Hindu dan China, mereka memperlakukan wanita dengan sadis dan memperihatinkan. Seorang istri harus rela di bakarhidup hidup, sebagai bukti kesetiaan terhadap sang suami. Ternyata, ini masih di praktekan oleh sebagian rakyat India sampai saat ini. 3. Bangsa Arab Jahiliyah Kedudukan wanita di jaman jahiliah Kehidupan wanita di jaman jahilian yaitu di arab dan di dunia secara umum, adalah di dalam kehinaan dan kerendahan. Khususnya di bumi arab , para wanita dibenci kelahiran dan kehadirannya di dunia. Sehingga kelahiran bagi mereka,



adalah awal dari kematian mereka. Para bayi wanita yang dilahirkan di masa itu segera di kubur hidup-hidup di bawah tanah. Kalaupun para wanita dibiarkan untuk terus hidup, mereka akan hidup dalam kehinaan dan tanpa kemuliaan. Ini firman Allah. “Ketika bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh” (QS At Takwir : 8-9). Wanita yang sempat hidup dewasa mereka dilecehkan dan tidak memperoleh bagian dalam harta warisan. Mereka dijadikan sebagai alat pemuas nafsu para lelaki belaka. Yang ketika telah puas direguk, segera dibuang tak ada harga dan nilai. Di masa itu pula, para lelaki berhak menikahi banyak wanita tanpa batas, tidak mempedulikan akan keadilan dalam pernikahan. 4. Bangsa Romawi Kaum lelaki pada masa itu, memiliki hak mutlak terhadap keluarganya. Ia bebas melakukan apa saja terhadap istrinya, bahkan diperbolehkan membunuh istri mereka dalam keadaan tertentu. Meski peradaban Romawi mengalami perkembangan, namun tetap saja perempuan berada dalam posisi yang hina; sebagai pemuas nafsu lelaki saja. Meski perempuan mendapatkan kebebasan, bentuknya hanya sebatas bebas menikah dengan lelaki mana saja. Tak pelak bila perceraian pada masa itu jumlahnya sangat besar, ditemukan dalam banyak kasus penyebabnya sangat sepele. Sebuah fakta terungkap oleh Kardinal Gerum bahwa ada seorang perempuan yang tanpa merasa berdosa dan malu telah menikah untuk ke-23 kalinya. Di saat yang sama, ia menjadi istri ke-21 dari suaminya yang terakhir. Bentuk yang saat itu menjadi trend adalah pementasan teater dengan menampilkan perempuan telanjang sebagai obyek cerita. Selain itu, masyarakat itu juga memiliki tradisi mandi bersama, antara para lelaki dan perempuan di muka umum. Tentu saja, kedua kebiasaan itu mendudukkan posisi perempuan tidak pada tempat yang terhormat. 5. Peradaban Persia Persia merupakan koloni yang menetapkan hukum dan sistem sosial bagi wilayah jajahannya. Sayangnya, hukum yang mereka terapkan, tak memberikan keadilan bagi perempuan. Bila ada perempuan yang melakukan kesalahan –meskipun kecil- akan dihukum dengan berat. Bahkan bila ia mengulangi kesalahannya, tak segan hukuman mati akan dijatuhkan. Di negeri itu, seorang perempuan dilarang menikah dengan lelaki yang bukan penganut ajaran Zoroaster (agama kuno di Persia) sedangkan lelaki bebas bertindak sesuai dengan kehendaknya. Kehidupan perempuan menjadi terbelenggu. Tidak itu saja. Bila dalam



keadaan haidh, maka mereka akan diisolasi ke tempat yang jauh di luar kota dan tak satu pun yang boleh bergaul dengan mereka, selain pelayan yang meletakkan makanan atau minuman untuknya. 6. Peradaban India Meski dikenal dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaannya, peradaban India menempatkan kaum perempuan pada derajat kehinaan. Pada umumnya, masyarakat India mempercayai bahwa perempuan merupakan sumber dosa, kerusakan akhlak dan pangkal kehancuran jiwa. Sehingga mereka tak memiliki hak-hak kebendaan dan warisan. Bahkan hak hidup mereka juga dicabut ketika suami mereka meninggal. Setiap perempuan harus dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya. 7. Umat Kristen Tak berbeda dengan peradaban lainnya. Pada zaman ini, syariat Nasrani telah diselewengkan sehingga mendudukkan perempuan dalam kerendahan dan tak sesuai dengan fitrahnya. Penyimpangan ini juga diafirmasi dengan pandangan bahwa perempuan merupakan sumber dosa dan kemaksiatan yang menyebabkan lelaki terjerumus dalam kedurhakaan. Menurut salah seorang pemimpin Kristen, Paus Tertulianus mengatakan, “Wanita adalah pintu masuknya setan ke dalam jiwa manusia. Dialah (Hawa) yang telah mendorong seorang (Adam) mendekati pohon larangan, perusak aturan Allah dan membuat buruk citra lelaki.” Para pendeta juga berpendapat bahwa hubungan seksual merupakan perbuatan kotor yang harus dihindari meski dengan cara yang halal melalui pernikahan. Dalam pandangan itu, hidup membujang merupakan puncak ketinggian akhlak seseorang sehingga banyak pendeta yang memilih jalan ini agar akhlak mereka tetap terpelihara. Ironinya, sejumlah fakta justru terkuak di kalangan gereja dengan mencuatnya kasus perzinahan, sodomi dan aborsi yang dilakukan para pendeta dan biarawati. 8. Umat Yahudi Pada bangsa Yahudi, perempuan selayaknya komoditas yang bisa diperjual-belikan di pasar. Sehingga, posisi kaum perempuan saat itu hanya sebatas pemuas nafsu kaum lelaki saja. Tak heran bila saat itu, merebak praktik pelacuran di tengah masyarakat. Lebih sesat lagi, masyarakat Yahudi kerap membalut praktik pelacuran dengan topeng ibadah. Mereka melakukan perzinahan di rumah ibadah dengan dalih untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan dalih seperti itu, para pendeta Yahudi melakukan perzinahan untuk menghapus dosa mereka. Ini juga dilegalkan melalui kitab suci mereka yang telah diubah, bahwa Allah mengharamkan atas



orang Yahudi berbuat zina dengan perempuan yang masih kerabatnya, namun diperbolehkan dengan perempuan di luar kerabatnya. 2. Kedudukan Islam setelah Datangnya Islam Dalam islam perempuan lebih dihormati dan dimulyakan kedudukannya pun sama dengan laki-laki dihadapan Allah yang membedakannya hanyalah amalan baik dan amalan buruknya, kekuatan iman dan ketakwaanya yang begitu di nilai oleh Allah. Sebab pepatah mengatakan ”surga itu ada di telapak kaki ibu” itu memperjelas bahwa wanita itu begitu berharga menurut Islam. Dalam Islam perempuan memiliki hak-hak juga kewajiban yang tidak jauh berbeda dengan laki-laki seperti hak hidup, hak mencari ilmu, hak waris dan sebagainya, juga memiliki kewajiban yang sama kepada Allah, kepada diri sendiri dan kewajiban-kewajiban lainnya. Hal-hal yang menyangkut kedudukan perempuan menurut Islam yaitu: 1. Ihwal penciptaan perempuan Perempuan sesuai denga pandangan Al-Quran terhadapasal kejadiannya. Allah berfirman: ‫ّللاَِ ي َ دَ يَ ِ ب َ ي ْ نََ ت ُق َ د ِ ُم وا َلَ آ َم ن ُ وا ا ل َّ ذِ ي نََ أ َي ُّ هَ ا ي َ ا‬ َّ ‫ّللاََ َو ا ت َّ ق ُ وا ۖ َو َر س ُ و ل ِ ه‬ َّ ۖ َ‫إ ِ َّن‬ ََ‫ّللا‬ َّ َ‫ع َ لِ يمَ س َ ِم يع‬ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1) ‫اسَ أ َي ُّ هَ ا ي َ ا‬ ِ ‫ج هَ ا ِم ن ْ هَ ا َو َخ ل َ قََ َو‬ ُ َّ ‫اح د َ ةَ ن َ ف ْ سَ ِم ْنَ َخ ل َ ق َ ك ُ مَْ ا ل َّ ِذ ي َر ب َّ ك ُ مَُ ا ت َّق ُ وا ال ن‬ َ ‫َز ْو‬ َّ ُ ً ‫ّللاََ َو ا ت َّق ُ وا ۖ َو ن ِ س َ ا ءًَ ك َ ث ِ ي ًر ا ِر َج‬ ََّ‫الَ ِم ن ْ ه ُ َم ا َو ب َ ث‬ َّ ‫ب ِ هَِ ت َ س َ ا ءَ ل و نََ ا ل ِذ ي‬ ْ ‫ّللاََ إ ِ َّنَ ۖ َو‬ ََ‫اْل َ ْر َح ام‬ َّ ََ‫َر ق ِ ي ب ًا ع َ ل َ ي ْ ك ُ مَْ ك َا ن‬ Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisaa: 1) Sabda Rosullulah saw, Saling pesan mesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan (berkarakter) seperti tulang rusuk yang bengkok… (HR. Tirmidzi) Perlu diketahui, sekalipun wanita memiliki kedudukan yang sama dengan lelaki dalam hukum syariat, namun ada beberapa kekhususan hukum yang diberikan kepada wanita. Di antaranya: 1. Wanita tidak diwajibkan mencari nafkah untuk keluarganya. 2. Dalam warisan, wanita memperoleh setengah dari bagian lelaki, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



“Allah memberi wasiat kepada kalian tentang pembagian warisan bagi anak-anak kalian, yaitu anak laki-laki mendapat bagian yang sama dengan bagian yang diperoleh dua anak perempuan.” (An-Nisa`: 11) Pembagian seperti ini ditetapkan karena seorang lelaki memiliki kebutuhan untuk memberi nafkah, memikul beban, mencari rizki dan menanggung kesulitan, sehingga pantas sekali ia menerima bagian warisan dua kali lipat dari yang diperoleh wanita. Demikian dinyatakan Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu ketika menafsirkan ayat di atas. 3. Wanita tidak boleh memimpin laki-laki, bahkan ia harus berada di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa`: 34) Ketika seorang wanita diangkat sebagai pemimpin oleh suatu kaum, maka mereka tidak akan beruntung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita.” (HR. Al-Bukhari) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti ini tatkala sampai berita kepada beliau bahwa penduduk Persia menobatkan Buran, putri Kisra, sebagai ratu mereka. Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu berkata: “Di dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan tidak bolehnya seorang wanita memimpin sesuatu pun dari hukum-hukum yang bersifat umum di kalangan muslimin….” (Subulus Salam, 4/190) Demikianlah. Semua kekhususan yang ditentukan oleh Islam terhadap wanita bertujuan untuk menjaga agama, akal, nasab/keturunan, jiwa dan harta, di mana -menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullahu- bila kelima perkara ini terjaga niscaya akan terwujud kebaikan dunia dan akhirat.



C. Peranan Wanita dalam Keluarga Kedudukan wanita dalam islam dapat dilihat dari peran wanita dalam islam, masyarakat dan lingkungan sosial sebagaimana yang dijabarkan dalam penjelasan berikut ini : 1. Kedudukan Wanita Sebagai Seorang anak.



Anak adalah karunia Allah SWT pada setiap orang tua oleh karena itu mereka tidak diperbolehkan untuk menyia-nyiakan anak baik laki-laki maupun perempuan. Orangtua harus menerima anak dengan ikhlas dan tidak boleh menyia-nyiakannya sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT “Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. Asy-Syura : 49-50). Dalam ayat diatas, Allah menyebut anak perempuan terlebih dahulu sebelum laki-laki untuk menghibur anak perempuan karena umumnya para orang tua merasa berat hati dengan kelahirannya. Kehadiran anak perempuan dalam keluarga harus diterima sebagaimana kehadiran anak laki-laki, tidak seperti perilaku masyarakat jahiliyah yang gemar mengubur anak perempuannya yang baru dilahirkan. Sebagai mana digambarkan oleh Allah dalam firmanNya : “Jika salah seorang diantara mereka diberi kabar tentang kelahiran anak perempuannya maka mukanya menjadi hitam dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak disebabkan berita buruk yang sampai kepadanya. Apakah ia akan memelihara anak perempuannya dengan menanggung kehinaan ataukah ia akan menguburnya hidup-hidup di dalam tanah? Alangkah jelek apa yang mereka tetapkan.” (QS. An-Nahl : 58-59). 2. Kedudukan Wanita Dewasa Dalam Menentukan Pilihan Tidak hanya laki-laki, perempuanpun mempunyai hak untuk memilih pasangan hidup yang bisa membawa kebahagiaan padanya melalui pernikahan. Seorang perempuan membutuhkan laki-laki begitu juga sebaliknya sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah : “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah dia menciptakan untuk kalian pasangan-pasangan hidup dari jenis kalian sendiri, agar kalian meresa tenteram kepadanya; dan Dia menjadikan diantara kalian rasa kasih dan saying. Sesungguhnya dalam yang demikian itu terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir”. Jika seorang perempuan sudah cukup usia untuk menikah maka sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk memikirkan dan memilihkan jodoh anaknya (baca mencari jodoh dalam islam), seorang laki-laki yang shalih dan bertaqwa melalui proses taaruf dan khitbah (baca tunangan dalam islam). Karena hanya laki-laki yang shalih dan bertaqwa kepada Allah SWT tersebut jika mencintai seorang perempuan maka dia akan memuliakannya, sedangkan jika tidak menyukainya ia tidak akan mnghina perempuan tersebut.



Dari Aisyah, ia berkata ; “Saya bertanya kepada Nabi tentang seorang gadis yang dinikahkan oleh walinya, apakah harus dimintai izinnya atau tidak? Beliau menjawab, ‘Ya harus dimintai izinnya’. Aisyah berkata, saya lantas berkata kepada beliau, ‘sesungguhnya seorang gadis itu pemalu’. Beliau menjawab, karena itulah izinnya adalah ketika ia diam”. Ibnu Abbas menceritakan bahwa Nabi bersabda : “Seorang janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya. Seorang gadis itu dimintai izinnya, Tanda persetujuannya adalah dengan diam”. 3. Kedudukan Wanita Sebagai seorang Istri Allah memerintahkan kepada para suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik seperti dijelaskan dalam surah An-Nisa’ ayat 19 : “Dan bergaullah dengan mereka (para istri) dengan cara yang baik”. Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan bahwa pergaulan yang disebutkan dalam ayat diatas mencakup ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu sebaiknya para suami hendaknya senantiasa menjaga ucapan dan perbuatannya kepada istri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (baca ciri-ciri suami durhaka). Suami juga harus bisa melindungi istri dan keluarganya dan mencukupi nafkah baik secara materi maupun nonmateri (baca membangun rumah tangga dalam islam). Demikian pula jika mereka berpisah dan seirang suami menjatuhkan talak pada istrinya, ia harus melakukannya secara baik-baik (baca hukum talak dalam pernikahan dan perbedaan talak satu, dua dan tiga) Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah”. Dalam riwayat yang lain “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya”. (HR. Ahmad). 4. Kedudukan Wanita Sebagai Seorang Ibu Islam memuliakan perempuan baik di saat ia anak-anak, remaja, dan saat ia menjadi seorang ibu. Islam mewajibkan umatnya terutama seorang anak untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tuanya, ayah dan ibu sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surah Al-Isra’ ayat 23-24 “Rabmu telah menetapkan agar janganlah kalian beribadah kecuali hanya kepada-Nya dan hendaklah kalian berbuat baik terhadap kedua orang tua. Apabila salah seorang di antara keduanya atau kedu-duanya menginjak usia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan jangan membentak keduanya namun ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih saying, ucapkanlah doa; ‘Wahai Rabku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku sewaktu kecil’”. Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan bahwa kedudukan ibu lebih mulia dariapada ayahnya. Dalam sebuah hadits, seorang sahabat bertanya tentang orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan baik,



“Wahai Rasulullah siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya? Rasulullah menjawab ; ‘Ibumu’, kemudian siapa? ‘Ibumu’, jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, kemudian siapa? ‘Ibumu’, kemudian siapa, tanya orang itu lagi, ‘kemudian ayahmu’, jawab beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim). Seorang ibu memiliki kedudukan mulia karena ia adalah orang yang mengandung, membesarkan dan mendidik anaknya sejak dalam kandungan. (baca pendidikan anak dalam islam dan cara mendidik anak yang baik menurut islam) 5. Kedudukan Wanita Sebagai seorang Individu Sebagai seorang individu seorang perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki meskipun bagian dan kadarnya tidak sama seperti halnya dalam memperoleh hak waris. Sebelum islam datang, seorang wanita tidak pernah mendapatkan warisan. Allah berfirman : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya; dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak, dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa’ : 7). Seorang perempuan atau wanita juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menuntut ilmu. Mereka dapat menimba ilmu sedalamdalamnya sebagaimana kaum lelaki. Hal ini dikarenakan seorang wanita akan menjadi ibu bagi anak-anaknya dan mereka memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya kelak. Ilmu sangatlah penting sebagaimana firman Allah SWT “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar : 9). Rasulullah juga bersabda bahwa kewajiban dan hukum menuntut ilmu bukanlah milik kaum pria saja melainkan para wanita juga berkewajiban untuk menuntut ilmu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini : “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari). Demikian juga dalam perkara mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar, seorang wanita juga memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan kaum pria atau laki-laki. Dijelaskan dalam firman Allah “Kamu adalah umat yang terbaik yang diutus kepada manusia, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah hal yang mungkar” (QS. Ali Imron : 10). Ayat tersebut bersifat umum sehingga baik wanita maupun laki-laki berkewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga jelaslah bahwa dalam islam kedudukan wanita setara dengan kaum pria.



D. Hak-hak Wanita dalam Keluarga Hak perempuan sebagaimana yang ada dalam Islam yaitu: 1. Hak memperoleh warisan Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi



orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa: 32) 2. Hak menuntut ilmu dan berada di luar rumah Menuntut ilmu diwajibkan bagi setiap muslim (muslimah). (HR. Thabrani) 3. Hak mengadu ke pengadilan Keterangannya terdapat dalam: QS. Al-Mujadalah: 1 Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. 4. Hak masuk surga sama dengan laki-laki Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (QS. An-Nisa: 124) Dan (QS. Ali-Imran: 195)



E. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan materi tentang kedudukan perempuan di dalam kehidupan pada umumnya dan kedudukan perempuan di dalam Islam dapat kita pahami bahwa begitu mulyanya perempuan menurut ajaran Islam, perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama-sama dimiliki oleh kaum laki-laki, tidak ada pembeda yang sangat signifikan kecuali keimanan dan ketakwaannya kepada Allah. Dan kita dapat mengetahui dan memahami kedudukan-kedudukan perempuan yaitu sebagai berikut: 1. Di zaman jauh sebelum Islam dikenal dimasyarakat perempuan begitu tidak di hargai keberadaannya, begitu hina, sebagai bahan pemuas laki-laki, sebagai sumber mala petaka dan sangkaan-sangkaan keji lainya yang membuat perempuan jauh di bawah kemanusiawian. 2. Hanya Islamlah yang memposisikan perempuan dalam jalur keadilan karena nilainilai Islam begitu memperhatikan hak dan kewajibannya. 3. Solusi yang paling tepat bagi perempuan agar kedudukannya dihormati, dihargai, mendapat keadilan, mendapat hak dan kewajiban yang sama dan lain yaitu dengan cara kembali ke aturan-aturan, nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam yang hakiki dan mutlak kebenarannya yaitu berasal Allah.