Makalah PAI (Kedudukan Shalat Dalam Islam) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM”



Disusun oleh : 1. 2. 3. 4.



Wildan Nurdiana (0219203020) Fadhil Moch. Senja Firmansyah (0219203023) Muhamad Rivaldi (0219203024) Silvia Poppy (0219203015)



UNIVERSITAS WIDYATAMA FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN PROGRAM STUDI MANAJEMEN REGULER B1 TAHUN 2020



A. Pengertian Shalat Secara bahasa sholat bermakna do‟a, sedangkan secara istilah, sholat merupakan suatu ibadah wajib yang terdiri dari ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan rukun dan persyaratan tertentu. Menurut hakekatnya, sholat ialah menghadapkan jiwa kepada Allah SWT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah & bisa membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran & kekuasaan Allah SWT. Menurut Ash Shiddieqy, sholat ialah menggambarkan rukhus shalat atau jiwa shalat; yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga, dengan segala kekhusyu‟an dihadapan Allah dan ikhlas yang disertai dengan hati yang selalu berzikir, berdo‟a & memujiNya. Dalam mengerjakan sholat harus selalu berusaha menjaga kekhusu‟annya. Secara bahasa, khusyu’ berasal dari kata khasya‟a yakhsya‟u khusyu‟an, yang berarti memusatkan penglihatan pada bumi & memejamkan mata/meringankan suara ketika shalat. Khusyu‟ itu artinya lebih dekat dengan khudhu‟ yakni tunduk & takhasysyu‟ yakni membuat diri menjadi khusyu‟. Khusyu‟ ini bisa melalui suara, gerakan badan atau pengelihatan. ketiganya itu menjadi tanda kekhusyu‟an bagi seseorang dalam melaksanakan shalat. Secara istilah syara‟, khusyu‟ ialah keadaan jiwa yang tenang & tawadhu‟, kemudian khusyu‟ dihati sangat berpengaruh dan akan tampak pada anggota tubuh lainnya. Menurut A. Syafi‟i khusyu‟ berarti menyengaja, ikhlas, tunduk lahir batin; dengan menyempurnakan keindahan bentuk ataupun sikap lahirnya (badan), serta memenuhinya dengan kehadiran hati, kesadaran dan pemahaman segala ucapan maupun sikap lahiriyah tersebut.



B. Tujuan Shalat Tujuan utama shalat adalah agar manusia selalu mengingat Allah, dengan mengingat Allah maka akan selalu berbuat ma‟ruf dan takut atas perbuataan yang munkar dan shalat juga akan memperoleh ketenangan jiwa. Shalat di didahulukan oleh thaharah berarti membersihkan badan yang menjadi syarat shalat, seperti wudhu atau tayamum. Jika berhadas kecil maka wudhu dan jika berhadas besar untuk mandi. Bertayamum dilakukan k a r e n a t i d a k m e m p e r o l e h a i r k e t i k a h e n d a k s h a l a t , i n i m e r u p a k a n rukhsah yang memberikan isyarat bahwa shalat itu wajib dan terjadi masyaqahmaka ada keringanan-keringanan yang menyebabkan selalu dilaksanakan dan tidak ditinggalkan. Bersih pakaiandan tempat shalat, menghadap qiblat, pada waktu yang telah ditentukan dan menutupaurat. H u k u m s h a l a t a d a l a h w a j i b „ a i n d a n mendapat ancaman jika di tingggalkan. Rukun shalat adalah perbuatan yang harus di lakukan, jika tidak dilakukan maka shalat tersebut tidak sah. Seperti rukuk dan sujud. Sebab shalat seperti waktu-waktu shalat yang telah ditentukan. Macam-macam shalat, Shalat fardhu „ain seperti shalat lima waktu(dzuhur, ashar, maghrib, isya‟ dan shubuh), shalat fardhu kifayah seperti shalat jenazah dan shal at sunnah m uakkad ah shal at wi t i r, shal at h ari ra ya, d an shal at s unnah gh ai ru muakkadah seperti dhuha, tahjjud, shalat-shalat rawatib .



C. Pentingnya Shalat Mengapa shalat itu menjadi sangat penting bagi kita sebagai seorang muslim dan muslimah ? Berikut beberapa penjelasannya : 1. Shalat adalah rukun kedua dari rangkaian lima rukun-rukun Islam, dan shalat adalah rukun yang paling ditekankan setelah dua kalimat syahadat. 2. Shalat adalah washilah (media) antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam telah bersabda : … “Sesungguhnya apabila seorang hamba mengerjakan shalat, maka ia sedang bermunajat kepada Rabb-nya…” 3. Shalat adalah latihan atas beragam bentuk peribadahan dalam serangkaian ritual shalat (yang tersusun) dari setiap pasangan yang indah. Takbir yang dengannya ibadah shalat dibuka, berdiri yang di dalamnya kalamullah (Al-Qur‟an) dibacakan oleh para pelaku shalat, ruku‟ yang di dalamnya Rabb diagungkan, berdiri dari ruku‟(i‟tidal) yang dipenuhi dengan pujian kepada Allah, sujud yang padanya Allah Ta‟ala disucikan dengan ke-Mahatinggian-Nya, hadirnya sepenuh hati padanya do‟a, lalu duduk untuk memohon dan memuliakan, serta diakhiri dengan salam.



4. Shalat adalah permohonan atas perkara-perkara yang penting dan pencegahan dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Allah Ta‟ala berfirman:



“Dan mohonlah kalian dengan kesabaran dan shalat.” (QS. Al-Baqarah: 45). Juga firman-Nya:



“Raihlah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kitab dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat melarang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.” (QS. Al-Ankabuut: 45). 5. Shalat adalah cahaya di dalam hati-hati kaum Mukminin dan yang melapangkan (dada-dada) mereka. Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda, . “Shalat adalah cahaya.”4 Juga sabda beliau: . “Barangsiapa yang menjaga shalat, dijadikan baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan di hari kiamat.” 6. Shalat adalah kebahagiaan jiwa kaum Mukminin dan keindahan pandanganpandangan mereka. Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda, “Dijadikanlah indah dalam pandanganku ketika shalat.”



7. Shalat adalah penyebab dihapuskannya kesalahan dan penolak beragam keburukan. Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam bersabda, “Bagaimana menurut kalian apabila ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi lima kali sehari padanya. Masihkan tertinggal kotoran walapun sedikit?” Para Sahabat menjawab, “Tidaklah ada kotoran yang tertinggla sedikit pun.” Beliau melanjutkan, “Demikianlah perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengannya.”7 Juga sabda beliau Shallallahu‟alaihi Wasallam, “Shalat yang lima waktu dan shalat Jumat hingga hari Jumat berikutnya sebagai penebus atas apa yang ada di antaranya, selama tidak melakukan dosa-dosa besar.” Shalat berjamaah lebih utama 70 derajat dari pada shalat sendirian. (Riwayat Ibnu „Umar dari Nabi Shallallahu‟alaihi Wasallam).



Ibnu Mas‟ud radhiyallahu „anhu mengatakan, “Barangsiapa ingin dimudahkan untuk bertemu dengan Allah di kemudian hari dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga seluruh shalat-shalat yang lima waktu dimana saja ada seruan adzan. Sesungguhnya Allah Ta‟ala mensyari‟atkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah agama. Dan sesungguhnya kesemuanya itu termasuk sunnah-sunnah agama. Maka sekiranya kalian mengerjakan shalat-shalat tersebut di rumah-rumah kalian sebagaimana shalatnya orang yang lalai di rumahnya, maka sungguh kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian. Dan apabila kalian meninggalkan Sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian akan sesat. Tidaklah seorang laki-laki besuci(berwudhu‟) dan membaguskan wudhu‟nya, kemudian ia berangkat ke masjid dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah akan menuliskan (menetapkan) baginya satu kebaikan pada ayunan langkahnya, dan mengangkat satu derajatnya, serta menghapuskan satu kesalahan(dosa)nya. Sungguh kami telah melihat bahwa tiada seorang pun yang meninggalkannya melainkan dia seorang munafiq yang telah jelas kemunafiqkannya. Dan sungguh ada seseorang yang menunaikankannya dengan dipapah pada kedua kakinya hingga ia berdiri pada barisannya.”



D. Kedudukan Shalat Dalam Islam Shalat itu memiliki kedudukan yang mulia. Dalil-dalil yang diutarakan kali ini sudah menunjukkan kedudukan dan muliannya ibadah shalat. 1.



Shalat adalah tiang Islam. Islam seseorang tidaklah tegak kecuali dengan shalat. Dalam hadits Mu‟adz disebutkan, ‫عَْب ٍِ ِٔ ا ْى ِج َٖب ُد‬ ْ ‫اإل‬ َّ ‫عالَ ًُ َٗ َػ َُ٘ ُدُٓ اى‬ ُ ‫َس ْأ‬ َ ُ‫صالَحُ َٗ ِر ْس َٗح‬ ِ ‫ط األَ ٍْ ِش‬



“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah jihad” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Yang namanya tiang suatu bangunan jika ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama halnya pula dengan bangunan Islam.



2.



Shalat adalah amalan yang pertama kali akan dihisab. Amalan seseorang bisa dinilai baik buruknya dinilai dari shalatnya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,



ُِ ِ‫غ َش فَئ‬ ُ ‫ع‬ َ ‫بة َٗ َخ‬ َ ‫غذَدْ فَقَ ْذ َخ‬ َ َ‫صيَ َحذْ فَقَ ْذ أَ ْفيَ َح َٗأَ ّْ َج َح َٗإُِْ ف‬ َ ُِْ‫ص َالرُُٔ فَئ‬ َ ِٔ ِ‫َب ٍَ ِخ ٍِِْ َػ ََي‬ِٞ‫َ ْ٘ ًَ اىق‬ٝ ‫ت ثِ ِٔ اى َؼ ْج ُذ‬ َ ‫ُ َحب‬ٝ ‫” إَُِّ أَ َّٗ َه ٍَب‬ َ َّ‫ ا‬: َٚ‫ ٌء قَب َه اى َّش ُّة رَجَب َسكَ َٗرَ َؼبى‬َٜ ٌَّ ُ‫ض ِخ ث‬ َ ْٝ ‫ص ٍَِِ اىفَ ِش‬ َ َ‫ُ ْن ََ ُو ثِ َٖب ٍَب ا ّْزَق‬َٞ‫ع ؟ ف‬ َ ْٝ ‫ص ٍِِْ فَ ِش‬ َ َ‫ا ّْزَق‬ ْ ‫ضزِ ِٔ ش‬ ٍ ُّ٘ َ‫ ٍِِْ رَط‬ٛ‫ظ ُش ْٗا َٕ ْو ىِ َؼ ْج ِذ‬ . ” ‫غ َت َرىِ َل‬ َ ‫ ” ثُ ٌَّ اى َّض َمبحُ ٍِ ْث ُو َرىِلَ ثُ ٌَّ رُؤْ َخ ُز األَ ْػ ََب ُه َح‬: ‫َ ٍخ‬ٝ‫ ِس َٗا‬ِٜ‫ َٗف‬. ” ‫ َرىِ َل‬َٚ‫عبئِ ُش َػ ََيِ ِٔ َػي‬ َ ُُْ٘ ‫َ ُن‬ٝ “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta‟ala mengatakan, ‟Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?‟ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini disepakati oleh Adz Dzahabi) 3.



Perkara terakhir yang hilang dari manusia adalah shalat.



Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, ُ‫صالَح‬ َ َ‫ضذْ ػ ُْش َٗحٌ ر‬ ْ ‫ ا ِإل‬ٙ‫ضَِّ ُػ َش‬ َّ ‫آخ ُشَُِّٕ اى‬ ُ َّْ‫شجَّ َث اى‬ َ َ‫عالَ ًِ ػ ُْش َٗحً ػ ُْش َٗحً فَ ُنيَّ ََب ا ّْزَق‬ َ َ‫ُ ْْق‬َٞ‫ى‬ ِ َٗ ٌُ ‫ َٖب َٗأَ َّٗىُ َُِّٖ َّ ْقضبً ا ْى ُح ْن‬ِٞ‫ رَي‬ِٚ‫بط ثِبىَّز‬ “Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad 5: 251. Syaikh Syu‟aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid) Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam. Di sini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.



Dari Zaid bin Tsabit, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, ُ‫صالَح‬ َّ ‫ِْ ِٖ ٌْ اى‬ْٝ ‫ ٍِِْ ِد‬َٚ‫َ ْجق‬ٝ ‫آخ ُش ٍَب‬ ِ َٗ ُ‫ط األَ ٍَبَّخ‬ ِ ‫َ ْشفَ ُغ ٍَِِ اىَّْب‬ٝ ‫أَ َّٗ ُه ٍَب‬ “Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir tersisa adalah shalat.” (HR. Al Hakim At Tirmidzi dan disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami‟, 2: 353). 4. Shalat adalah akhir wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummu Salamah radhiyallahu „anha mengatakan bahwa di antara wasiat terakhir Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, ٌْ ‫ ََبُّ ُن‬ْٝ َ‫صالَحَ َٗ ٍَب ٍَيَ َنذْ أ‬ َّ ‫صالَحَ اى‬ َّ ‫اى‬ “Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian” (HR. Ahmad 6: 290. Syaikh Syu‟aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya). 5. Allah memuji orang yang mengerjakan shalat. Allah Ta‟ala berfirman, ً ‫ع‬ ِٔ ِّ‫ص َال ِح َٗاى َّض َمب ِح َٗ َمبَُ ِػ ْْ َذ َسث‬ َ ‫صب ِد‬ ْ ِ‫ة إ‬ َّ ‫َأْ ٍُ ُش أَ ْٕئَُ ثِبى‬ٝ َُ‫) َٗ َمب‬54( ‫ًّب‬ِٞ‫ً٘ل َّج‬ ُ ‫ق ا ْى َ٘ ْػ ِذ َٗ َمبَُ َس‬ َ َُ‫ َو إَُِّّٔ َمب‬ٞ‫ع ََب ِػ‬ ِ ‫ ا ْى ِنزَب‬ِٜ‫َٗ ْار ُم ْش ف‬ )55( ‫ًّب‬ٞ‫ض‬ ِ ‫ٍَ ْش‬ “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. ” (QS. Maryam: 54-55).



6. Allah mencela orang yang melalaikan dan malas-malasan dalam menunaikan shalat. Allah Ta‟ala berfirman, ‫ًّب‬ٞ‫َ ْيقَ َُْ٘ َغ‬ٝ َ‫غ ْ٘ف‬ َّ ‫ص َالحَ َٗارَّجَ ُؼ٘ا اى‬ َّ ‫ضبػُ٘ا اى‬ َ َ‫د ف‬ َ َ‫فَ َخيَفَ ٍِِْ ثَ ْؼ ِذ ِٕ ٌْ َخ ْيفٌ أ‬ ِ ‫ش َٖ َ٘ا‬ “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59). Dalam ayat lain disebutkan, َّ َُُٗ‫َ ْز ُمش‬ٝ ‫بط َٗ ًَل‬ َّ َُُ٘‫ُ َخب ِدػ‬ٝ َِِٞ‫إَُِّ ا ْى ََُْبفِق‬ ً ِ‫َّللاَ إِ ًَّل قَي‬ ‫ال‬ٞ َّ ‫ اى‬َٚ‫َّللاَ َٕٗ َُ٘ َخب ِد ُػ ُٖ ٌْ َٗإِ َرا قَب ٍُ٘ا إِى‬ َ َّْ‫ُ َشاءَُُٗ اى‬ٝ َٚ‫غبى‬ َ ‫ص َال ِح قَب ٍُ٘ا ُم‬ “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa‟: 142). 7. Rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat adalah shalat. Dari „Abdullah bin „Umar radhiyallahu „anhuma, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, َّ َّ‫ش َٖب َد ِح أَُْ ًلَ إِىََٔ إًِل‬ َّ ‫زَب ِء‬ِٝ‫صالَ ِح َٗإ‬ ًِ ْ٘ ‫ص‬ َ ‫ظ‬ ْ ‫ ا ِإل‬َٚ ُِْ‫ث‬ َّ ‫ع٘ىُُٔ َٗإِقَ ِبً اى‬ ُ ‫َّللاُ َٗأََُّ ٍُ َح ََّذًا َػ ْج ُذُٓ َٗ َس‬ َ َٗ ‫ذ‬ ِ ْٞ ‫اىض َمب ِح َٗ َح ِّج ا ْى َج‬ ٍ َْ ‫ َخ‬َٚ‫عالَ ًُ َػي‬ َُ‫ضب‬ َ ٍَ ‫َس‬ “Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, -pen), (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16) 8. Shalat diwajibkan tanpa perantara Jibril ‘alaihis salam. Tetapi Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam sendiri yang langsung mendapatkan perintah shalat ketika beliau melakukan Isra‟ dan Mi‟raj.



9. Awalnya shalat diwajibkan sebanyak 50 shalat. Ini menunjukkan bahwa Allah amat menyukai ibadah shalat tersebut. Kemudian Allah memperingan bagi hamba-Nya hingga menjadi 5 waktu dalam sehari semalam. Akan tetapi, tetap saja shalat tersebut dihitung dalam timbangan sebanyak 50 shalat, walaupun dalam amalan hanyalah 5 waktu. Ini sudah menunjukkan mulianya kedudukan shalat. 10. Allah membuka amalan seorang muslim dengan shalat dan mengakhirinya pula dengan shalat. Ini juga yang menunjukkan ditekankannya amalan shalat. Allah Ta‟ala berfirman, َُُ٘‫بػي‬ َ ِٜ‫َِ ُٕ ٌْ ف‬ٝ‫) اىَّ ِز‬1( ٍَُُِْ٘ ْ‫قَ ْذ أَ ْفيَ َح ا ْى َُؤ‬ ِ َ‫َِ ُٕ ٌْ ىِي َّض َمب ِح ف‬ٝ‫) َٗاىَّ ِز‬3( َُُ٘‫َِ ُٕ ٌْ َػ ِِ اىيَّ ْغ ِ٘ ٍُ ْؼ ِشض‬ٝ‫) َٗاىَّ ِز‬2( َُُ٘‫شؼ‬ ِ ‫ص َالرِ ِٖ ٌْ َخب‬ ‫ َٗ َسا َء َرىِ َل‬ٚ‫) فَ ََ ِِ ا ْثزَ َغ‬6( ٍَِِٞ ُ٘‫ ُش ٍَي‬ْٞ ‫ ََبُّ ُٖ ٌْ فَئَِّّ ُٖ ٌْ َغ‬ْٝ َ‫اج ِٖ ٌْ أَ ْٗ ٍَب ٍَيَ َنذْ أ‬ ِ َٗ ‫ أَ ْص‬َٚ‫) إِ ًَّل َػي‬5( َُُ٘‫َِ ُٕ ٌْ ىِفُ ُشٗ ِج ِٖ ٌْ َحبفِظ‬ٝ‫) َٗاىَّ ِز‬4( )9( َُُ٘‫ُ َحبفِظ‬ٝ ٌْ ِٖ ِ‫صيَ َ٘ار‬ َ َٚ‫َِ ُٕ ٌْ َػي‬ٝ‫) َٗاىَّ ِز‬8( َُُ٘‫َِ ُٕ ٌْ ِألَ ٍَبَّبرِ ِٖ ٌْ َٗ َػ ْٖ ِذ ِٕ ٌْ َساػ‬ٝ‫) َٗاىَّ ِز‬7( َُُٗ‫فَأُٗىَئِ َل ُٕ ٌُ ا ْى َؼبد‬ “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu‟ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. Al Mu‟minun: 1-9). 11. Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya untuk memerintahkan keluarga mereka supaya menunaikan shalat. Allah Ta‟ala berfirman, َٙ٘ ‫غأَىُ َل ِس ْصقًب َّ ْحُِ َّ ْش ُصقُلَ َٗا ْى َؼبقِجَخُ ىِيزَّ ْق‬ ْ َّ ‫ َٖب ًَل‬ْٞ َ‫اصطَجِ ْش َػي‬ ْ َٗ ‫ص َال ِح‬ َّ ‫َٗ ْأ ٍُ ْش أَ ْٕيَلَ ثِبى‬ “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).



12. Semenjak anak-anak sudah diperintahkan shalat dan boleh dipukul jika tidak shalat pada waktu berumur 10 tahun. Perintah shalat ini tidak ditemukan pada amalan lainnya, sekaligus hal ini menunjukkan mulianya ibadah shalat. Dari Amr bin Syu‟aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu „anhu, beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, ‫ضب ِج ِغ‬ ْ ‫ َٖب َٗ ُٕ ٌْ أَ ْثَْب ُء َػ‬ْٞ َ‫اض ِشثُ٘ ُٕ ٌْ َػي‬ ْ َٗ َِِْٞ‫ع‬ َّ ‫ٍُ ُشٗا أَ ًْٗلَ َد ُم ٌْ ثِبى‬ َ ََ ‫ ا ْى‬ِٚ‫َْ ُٖ ٌْ ف‬ْٞ َ‫َِ َٗفَ ِّشقُ٘ا ث‬ِْٞ‫ع‬ َ ‫صالَ ِح َٗ ُٕ ٌْ أَ ْثَْب ُء‬ ِ ‫ش ِش‬ ِ ‫ع ْج ِغ‬ “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih). 13. Siapa yang tertidur atau lupa dari shalat, maka hendaklah ia mengqodhonya. Ini sudah menunjukkan kemuliaan shalat lima waktu karena mesti diganti. Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, َ‫ ًلَ َمفَّب َسحَ ىَ َٖب إًِلَّ َرىِل‬، ‫ص ِّو إِ َرا َر َم َشَٕب‬ َ ُٞ‫صالَحً فَ ْي‬ َ َٚ ‫غ‬ ِ َّ ٍَِْ “Barangsiapa yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban baginya selain itu.” (HR. Bukhari no. 597 dan Muslim no. 684). Dalam riwayat Muslim disebutkan, ‫َ َٖب إِ َرا َر َم َشَٕب‬ِّٞ‫صي‬ َ ُٝ َُْ‫بسرُ َٖب أ‬ َ َّ‫صالَحً أَ ْٗ َّب ًَ َػ ْْ َٖب فَ َنف‬ َ َٚ ‫غ‬ ِ َّ ٍَِْ “Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.” (HR. Muslim no. 684). Dimisalkan dengan orang yang tertidur adalah orang yang pingsan selamat tiga hari atau kurang dari itu, maka ia mesti mengqodho shalatnya. Namun jika sudah lebih dari tiga hari, maka tidak ada qodho karena sudah semisal dengan orang gila.



E. Kedudukan Shalat Bagi Kehidupan Muslim Shalat wajib ada lima: Zhuhur, „Ashar, Maghrib, „Isya‟, dan Shubuh. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Pada malam Isra‟ (ketika Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam dinaikkan ke langit) diwajibkan kepada Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam shalat lima puluh waktu. Lalu dikurangi hingga menjadi lima waktu. Kemudian beliau diseru, „Hai Muhammad, sesungguhnya keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah. Dan sesungguhnya bagimu (pahala) lima ini seperti (pahala) lima puluh‟.” Dari Thalhah bin „Ubaidillah Radhiyallahu anhu, ia menceritakan bahwa pernah seorang Arab Badui berambut acak-acakan mendatangi Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku shalat apa yang diwajibkan Allah atasku.” Beliau menjawab: . “Shalat lima waktu, kecuali jika engkau ingin menambah sesuatu (dari shalat sunnah).”



Kedudukan Shalat Dalam Islam dari „Abdullah bin „Umar Radhiyallahu anhu, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:



. “Islam dibangun atas lima (perkara): kesaksian bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji ke baitullah, dan puasa Ramadhan.” I. Hukum Orang Yang Meninggalkan Shalat Seluruh ummat Islam sepakat bahwa orang yang mengingkari wajibnya shalat, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Tetapi mereka berselisih tentang orang yang meninggalkan shalat dengan tetap meyakini kewajiban hukumnya. Sebab perselisihan mereka adalah adanya sejumlah hadits Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam yang menamakan orang yang meninggalkan shalat sebagai orang kafir, tanpa membedakan antara orang yang mengingkari dan yang bermalas-malasan mengerjakannya.



Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: . “Sesungguhnya (batas) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” Dari Buraidah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: . „Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.‟” Namun yang rajih dari pendapat-pendapat para ulama‟, bahwa yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur kecil yang tidak mengeluarkan dari agama. Ini adalah hasil kompromi antara hadits-hadits tersebut dengan beberapa hadits lain, di antaranya: Kita menyimpulkan bahwa hukum meninggalkan shalat masih di bawah derajat kekufuran dan kesyirikan. Karena Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam menyerahkan perkara orang yang tidak mengerjakannya kepada kehendak Allah.



Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman:



“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa‟: 48] Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, „Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari seorang hamba yang muslim pada hari Kiamat adalah shalat wajib. Jika dia mengerjakannya dengan sempurna (maka ia selamat). Jika tidak, maka dikatakan: Lihatlah, apakah dia memiliki shalat sunnah? Jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Kemudian seluruh amalan wajibnya dihisab seperti halnya shalat tadi.‟”



Dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Islam akan lenyap sebagaimana lenyapnya warna pada baju yang luntur. Hingga tidak lagi diketahui apa itu puasa, shalat, qurban, dan shadaqah. Kitabullah akan diangkat dalam satu malam, hingga tidak tersisalah satu ayat pun di bumi. Tinggallah segolongan manusia yang terdiri dari orang tua dan renta. Mereka berkata, „Kami dapati bapak-bapak kami mengucapkan kalimat: Laa ilaaha illallaah dan kami pun mengucapkannya.‟” Shilah berkata kepadanya, “Bukankah kalimat laa ilaaha illallaah tidak bermanfaat untuk mereka, jika mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, qurban, dan shadaqah?” Lalu Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi pertanyaannya tiga kali. Setiap kali itu pula Hudzaifah berpaling darinya. Pada kali yang ketiga, Hudzaifah menoleh dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itulah yang akan menyelamatkan mereka dari Neraka. Dia mengulanginya tiga kali.” II.



Kepada Siapa Shalat Diwajibkan?



Shalat itu diwajibkan kepada setiap muslim yang telah baligh dan berakal Dari „Ali Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam, beliau bersabda: :



.



“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga orang: dari orang yang tidur hingga terbangun, dari anak-anak hingga baligh, dan dari orang gila hingga kembali sadar.” [9] Wajib atas orang tua untuk menyuruh anaknya mengerjakan shalat meskipun shalat tadi belum diwajibkan atasnya, agar ia terbiasa untuk mengerjakan shalat. Dari „Amr bin Syu‟aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: . “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Serta pisahkanlah ranjang mereka.”



F. Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Meninggalkan shalat adalah perkara yang teramat bahaya. Di dalam berbagai dalil disebutkan berbagai ancaman yang sudah sepatutnya membuat seseorang khawatir jika sampai lalai memperhatikan rukun Islam yang mulia ini. Tulisan kali ini akan mengutarakan bahaya meninggalkan shalat menurut dalil-dalil Al Qur‟an secara khusus. Dalil Pertama Firman Allah Ta‟ala, )57( َِ‫أَفََْجْ َع ُو ْاى َُ ْسيِ َِيَِ َم ْبى َُجْ ِش ٍِي‬ “Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) ?” (Q.S. Al Qalam [68] : 35) hingga ayat, ‫ْصب ُسُٕ ٌْ حَشْ َٕقُُٖ ٌْ ِرىَّتٌ َٗقَ ْذ َمبُّ٘ا يُ ْذعَْ٘ َُ إِىَى اى ُّسجُ٘ ِد‬ َ ‫) خَ ب ِش َعتً أَب‬64( َُُ٘‫ق َٗيُ ْذعَْ٘ َُ إِىَى اى ُّسجُ٘ ِد فَ ََل يَ ْسخَ ِطيع‬ ٍ ‫يَْ٘ ًَ يُ ْنشَفُ ع َِْ َسب‬ )65( ََُُ٘ ِ‫َُٕٗ ٌْ َسبى‬ “Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam [68] : 43) Dari ayat di atas, Allah Ta‟ala mengabarkan bahwa Dia tidak menjadikan orang muslim seperti orang mujrim (orang yang berbuat dosa). Tidaklah pantas menyamakan orang muslim dan orang mujrim dilihat dari hikmah Allah dan hukum-Nya. Kemudian Allah menyebutkan keadaan orang-orang mujrim yang merupakan lawan dari orang muslim. Allah Ta‟ala berfirman (yang artinya),”Pada hari betis disingkapkan”. Yaitu mereka (orang-orang mujrim) diajak untuk bersujud kepada Rabb mereka, namun antara mereka dan Allah terdapat penghalang. Mereka tidak mampu bersujud sebagaimana orang-orang muslim sebagai hukuman karena mereka tidak mau bersujud kepada-Nya bersama orang-orang yang shalat di dunia.



Maka hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang meninggalkan shalat akan bersama dengan orang kafir dan munafik. Seandainya mereka adalah muslim, tentu mereka akan diizinkan untuk sujud sebagaimana kaum muslimin diizinkan untuk sujud. Dalil Kedua Firman Allah Ta‟ala, ْ َ‫س ِب ََب َم َسب‬ ‫) ٍَب َسيَ َن ُن ٌْ فِي‬64( َِ‫) ع َِِ ْاى َُجْ ِش ٍِي‬64( َُُ٘‫ث يَخَ َسب َءى‬ ٍ ‫) فِي َجَّْب‬5;( ِ‫ي‬ َ ‫) إِ ََّّل أَصْ َح‬5:( ٌ‫ج َس ِٕيَْت‬ ٍ ‫ُموُّ َّ ْف‬ ِ َِ َ‫بة ْاىي‬ ْ ُّ ‫ل‬ ُ َّ ٌْ َ‫) َٗى‬65( َِ‫صيِّي‬ ُ َّ ٌْ َ‫) قَبىُ٘ا ى‬64( ‫َسقَ َش‬ ًِ َْ٘‫) َٗ ُمَّْب ُّ َن ِّزةُ بِي‬67( َِ‫ضي‬ َ َُ ‫ل ٍَِِ ْاى‬ ِ ِ‫) َٗ ُمَّْب َّ ُخ٘ضُ ٍَ َع ْاى َخبئ‬66( َِ‫ط ِع ٌُ ْاى َِ ْس ِني‬ )69( ُِ‫) َحخَّى أَحَبَّب ْاىيَقِي‬68( ِ‫ِّي‬ ِ ‫اىذ‬ “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47) Setiap orang yang memiliki sifat di atas atau seluruhnya berhak masuk dalam neraka saqor dan mereka termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Pendalilan hal ini cukup jelas. Jika memang terkumpul seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya lebih keras. Dan jika hanya memiliki satu sifat saja tetap juga mendapatkan hukuman. Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa tidaklah disiksa dalam saqor kecuali orang yang memiliki seluruh sifat di atas. Akan tetapi yang tepat adalah setiap sifat di atas patut termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Dan Allah Ta‟ala telah menjadikan orangorang mujrim sebagai lawan dari orang beriman. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan shalat termasuk orang mujrim yang berhak masuk ke neraka saqor. Allah Ta‟ala berfirman, )6:( ‫بس َعيَى ُٗجُ٘ ِٕ ِٖ ٌْ ُرٗقُ٘ا ٍَسَّ َسقَ َش‬ َ ‫إِ َُّ ْاى َُجْ ِش ٍِيَِ فِي‬ ٍ ‫ض ََل ٍه َٗ ُسع‬ ِ َّْ‫) يَْ٘ ًَ يُس َْحبَُُ٘ فِي اى‬69( ‫ُش‬ “Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (bedosa) berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka): “Rasakanlah sentuhan api neraka!”.” (QS. Al Qomar [54] : 47-48)



)4;( َُ٘‫إِ َُّ اى َّ ِزيَِ أَجْ َش ٍُ٘ا َمبُّ٘ا ٍَِِ اىَّ ِزيَِ آَ ٍَُْ٘ا يَضْ َح ُن‬ “Sesungguhnya orang-orang yang mujrim (berdosa), adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Muthaffifin [83] : 29). Dalam ayat ini, Allah menjadikan orang mujrim sebagai lawan orang mukmin. Dalil Ketiga Firman Allah Ta‟ala, ََُُ٘ ‫ُ٘ه ىَ َعيَّ ُن ٌْ حُشْ َح‬ َ ‫َٗأَقِي َُ٘ا اىص َََّلةَ َٗآَحُ٘ا اى َّز َمبةَ َٗأَ ِطيعُ٘ا اى َّشس‬ “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta‟atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An Nur [24] : 56) Pada ayat di atas, Allah Ta‟ala mengaitkan adanya rahmat bagi mereka dengan mengerjakan perkara-perkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang meninggalkan shalat tidak dikatakan kafir dan tidak kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan rahmat tanpa mengerjakan shalat. Namun, dalam ayat ini Allah menjadikan mereka bisa mendapatkan rahmat jika mereka mengerjakan shalat. Dalil Keempat Allah Ta‟ala berfirman, )7( َُُٕ٘‫ص ََلحِ ِٖ ٌْ َسب‬ َ َِْ ‫) اىَّ ِزيَِ ُٕ ٌْ ع‬6( َِ‫صيِّي‬ َ َُ ‫فَ َ٘ ْي ٌو ىِ ْي‬ “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa‟un [107] : 4-5) Sa‟ad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda‟, dan selainnya mengatakan, ”Orang tersebut adalah orang yang meninggalkannya sampai keluar waktunya.”



Ancaman „wa‟il‟ dalam Al Qur‟an terkadang ditujukan pada orang kafir seperti pada ayat, )9( َُُٗ‫) اىَّ ِزيَِ ََّل ي ُْؤحَُُ٘ اى َّز َمبةَ َُٕٗ ٌْ بِ ْبْلَ ِخ َش ِة ُٕ ٌْ َمبفِش‬8( َِ‫َٗ َٗ ْي ٌو ىِ ْي َُ ْش ِش ِمي‬ “Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orangorang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Fushshilat [41] : 6-7) َّ ‫ث‬ ‫) َٗإِ َرا َعيِ ٌَ ٍِ ِْ آَيَبحَِْب‬:( ٌ‫ة أَىِ ٍي‬ ٍ ‫صشُّ ٍُ ْسخَ ْنبِشً ا َمأ َ ُْ ىَ ٌْ يَ ْس ََ ْعَٖب فَبَ ِّششْ ُٓ بِ َع َزا‬ ٍ ‫َٗ ْي ٌو ىِ ُن ِّو أَفَّب‬ ِ ُ‫َّللاِ حُ ْخيَى َعيَ ْي ِٔ ثُ ٌَّ ي‬ ِ ‫) يَ ْس ََ ُع آَيَب‬9( ٌ‫ك أَثِ ٍي‬ ٌ ِٖ ٍُ ٌ‫ل ىَُٖ ٌْ َع َزاة‬ );( ِ‫ي‬ َ ِ‫َش ْيئًب احَّ َخ َزَٕب ُٕ ُز ًٗا أُٗىَئ‬ “Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 7-9) )4( ‫ة َش ِذي ٍذ‬ ٍ ‫َٗ َٗ ْي ٌو ىِ ْي َنبفِ ِشيَِ ٍِ ِْ َع َزا‬ “Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14] : 2) Terkadang pula ditujukan pada orang fasik (tidak kafir), seperti pada ayat, )4( َِ‫َٗ ْي ٌو ىِ ْي َُطَفِّفِي‬ “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.” (QS. Al Muthaffifin : 1) )4( ‫َٗ ْي ٌو ىِ ُنوِّ ُٕ ََ َز ٍة ىُ ََ َز ٍة‬ “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah [104] : 1) Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat (dengan sengaja)? Apakah ancaman „wa‟il‟ tersebut adalah kekafiran ataukah kefasikan? Jawabannya : bahwa lebih tepat jika ancaman „wail‟ tersebut adalah untuk orang kafir. Kenapa demikian?



Hal ini dapat dilihat dari dua sisi : 1) Terdapat riwayat yang shohih, Sa‟ad bin Abi Waqqash mengatakan tentang tafsiran ayat ini (surat Al Ma‟uun ayat 4-5), ”Seandainya kalian meninggalkan shalat maka tentu saja kalian kafir. Akan tetapi yang dimaksudkan ayat ini adalah menyia-nyiakan waktu shalat.” 2) Juga ditunjukkan oleh dalil-dalil yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat, sebagaimana yang akan disebutkan. Dalil Kelima Firman Allah „Azza wa Jalla, ٌ ‫فَخَ يَفَ ٍِ ِْ بَ ْع ِذ ِٕ ٌْ َخ ْي‬ ‫صبىِحًب‬ َ ‫َبة َٗآَ ٍََِ َٗ َع َِ َو‬ َ ‫) إِ ََّّل ٍَ ِْ ح‬7;( ‫ث فَ َسْ٘ فَ يَ ْيقَْ٘ َُ َغيًّب‬ َ َ‫ف أ‬ ِ ‫ضبعُ٘ا اىص َََّلةَ َٗاحَّبَعُ٘ا اى َّشَٖ َ٘ا‬ “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59) Ibnu Mas‟ud radhiyallahu „anhuma mengatakan bahwa „ghoyya‟ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu bagian neraka yang paling dasarsebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir. Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,”kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh”. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu‟min, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman.



Dalil Keenam Firman Allah Ta‟ala, ِِ ‫فَئ ِ ُْ حَببُ٘ا َٗأَقَب ٍُ٘ا اىص َََّلةَ َٗآَحَ ُ٘ا اى َّز َمبةَ فَئ ِ ْخ َ٘اُّ ُن ٌْ فِي اىذِّي‬ “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11) Dalam ayat ini, Allah Ta‟ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. Jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Mereka bukanlah mu‟min sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman, ٌ‫إَِّّ ََب ْاى َُ ْؤ ٍَُُِْ٘ إِ ْخ َ٘ة‬ “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al Hujurat [49] : 10)



G. Balasan Bagi Orang yang Mengerjakan Shalat



1. Dijanjikan Surga oleh Allah Diriwayatkan



oleh



Abu



Daud



bahwa,



Rasulullah shallallahu



„alaihi



wa



sallam bersabda, “Allah ta‟ala berfirman, “Sesungguhnya Aku mewajibkan umatmu shalat lima waktu, dan Aku berjanji bahwa barangsiapa yang menjaga waktu-waktunya pasti Aku akan memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka dia tidak mendapatkan apa yang aku janjikan.” Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa surganya seorang mukmin ada pada ibadah sholatnya. Apabila sholatnya terjaga maka terjamin pula surganya, namun apabila sebaliknya, tidak terjaga sholatnya, maka tidak terjamin pula surganya.



2. Dosa-dosanya akan Berguguran Orang yang shalat tepat waktu berarti telah memprioritaskan Allah subhanahu wa ta‟ala dan mengikhlaskan dirinya menghadap Allah di waktu terbaik. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Sesungguhnya jika seorang hamba menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun dari pepohonan.” 3. Memperoleh Pahala Kebaikan yang Amat Besar Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda, “…Seandainya orang-orang mengetahui pahala adzan dan barisan shaf pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu, niscaya mereka akan berlombalomba melaksanakannya.” Hadits



tersebut



mengibaratkan,



apabila



manusia



mengetahui



pahala



dari



barisan shaf pertama ketika sholat berjamaah maka niscaya semua orang akan berlombalomba untuk mendapatkannya, meskipun itu dengan mangadakan undian sekalipun, karena keutamaannya dan banyaknya pahala di shaf pertama. 4. Memperoleh Sembilan Macam Kemuliaan Utsman bin „Affan radhiyallahu „anhu berkata, “Barang siapa selalu mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktu utamanya, maka Allah akan memuliakannya dengan sembilan macam kemuliaan, yaitu : (1) Dicintai Allah subhanahu wa ta‟ala (2) Badannya selalu sehat (3) Keberadaannya selalu dijaga malaikat (4) Rumahnya diberkahi (5) Wajahnya menampakkan jati diri orang shalih (6) Hatinya dilunakkan oleh Allah subhanahu wa ta‟ala (7) Dia akan menyeberang shirath atau jembatan di atas neraka seperti kilat (8) Dia akan diselamatkan Allah subhanahu wa ta‟ala dari api neraka (9) Allah subhanahu wa ta‟ala akan menempatkannya di surga kelak bertetangga dengan orang-orang yang tidak ada rasa takut bagi mereka dan tidak pula bersedih hati.”



5. Patut Menjadi Rujukan Ilmu Abul Aliyah mengatakan, “Aku akan bepergian selama beberapa hari untuk menemui seseorang. Yang pertama kali akan kulihat darinya adalah sholatnya. Jika ia mendirikan shalatnya dengan sempurna dan tepat waktu, maka aku akan bersamanya dan mengambil ilmu darinya. Jika kutemukan ia tidak mempedulikan sholatnya, maka aku akan meninggalkannya dan mengatakan kepada diriku bahwa hal lain di luar sholat, pastilah dia lebih tidak peduli lagi.”



H. Sebab-sebab Seorang Muslim Meninggalkan Shalat Dalam beribadah, setiap manusia pati akan menghadapi rintangan yang menghadangnya , hal ini bertujuan agar manusia mau dan mampu memecahkan kendala itu . Imam Al- Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin menjelaskan tentang empat penghalang yang selalu menjadi kendala bagi manusia dalam menjalankan ibadah . 1. Urusan Dunia Ini menjadi kendala utama yang seringkali seseorang lupa bahkan malas dalam menjalankan kewajibannya , misalkan shalat . Banyak orang meninggalkan shalat subuh dengan dalih bangun kesiangan. Saat shalat dzuhur ia berargumen sedang kerepotan dalam bekerja. Saat ashar tiba, ia sibuk persiapan pulang. Ketika waku maghrib tiba, ia dalam perjalanan. Dan pada akhirnya pada shalat isya ditinggalkan gara-gara ketiduran. Ini realita yang terjadi, manusia sibuk dengan pekerjaan sehingga meninggalkan kewajibannya. 2. Urusan Dengan Manusia Seseorang kadang menghalalkan segala cara untuk demi mencukupi kebutuhan keluarga baik istri maupun anak, bahkan rela meninggalkan urusan ibadah demi mengejar keinginan mereka . 3. Setan Ia merupakan makhluk yang berusaha dengan berbagai cara agar manusia tersesat jalannya, terutama agar jauh dengan Tuhannya, lebih-lebih dalam urusan ibadah. Ia sangat senang bila manusia menjadi penghuni neraka bersamadirinya . 4. Hawa Nafsu Hawa nafsu pada diri manusia selalu mengarahkan kepada hal-hal kejahatan atau keburukan. Bila manusia selalu mengikuti hawa nafsunya, niscaya ia akan menjadi orang yang merugi di dunia dan di akhirat .



I. Langkah – Langkah agar Termotifasi untuk Melakukan Shalat



Shalat 5 waktu merupakan salah satu kewajiban umat Islam. Sebagai seorang umat Islam, Anda tentu sudah tahu hal tersebut. Sayangnya, banyak sekali godaan dan halangan sehingga Anda malas menunaikan shalat 5 waktu. Dampaknya, Anda suka meninggalkan shalat lima waktu. Anda tentu ingin keluar dari masalah tersebut. Anda ingin rajin melaksanakan shalat lima waktu. Selain itu, Anda juga ingin shalat 5 waktu merupakan bagian dari aktivitas sehari-hari Anda. Berita buruknya, keinginan tersebut sekadar keinginan belaka. Kita masih saja meninggalkan shalat 5 waktu. Lantas apa saja tips nya guna membantu kita mewujudkannya, berikut beberapa tips sederhana yang layak dicoba : 1. Ketahui mengapa Anda wajib melaksanakan shalat 5 waktu Yang pertama adalah ketahuilah mengapa Anda wajib melaksanakan shalat 5 waktu. Jika Anda lupa, menurut sejumlah referensi yang saya baca, shalat 5 waktu wajib dilaksanakan. Alasannya antara lain karena sahalat 5 waktu merupakan ibadah yang pertama kali dihisab pada Yaumul Hisab (Hari Perhitungan), tiang agama Islam, kunci surga, menghapus dosa, dan dosa besar jika ditinggalkan. 2. Pahami manfaat shalat Pahami juga manfaat yang akan Anda dapatkan dengan menjalankan shalat lima waktu. Manfaat ini bisa ditinjau dari sisi psikologis dan sisi kesehatan. Dari sisi psikologis, orang yang rajin shalat 5 waktu antara lain memiliki hati yang tenteram, selalu ingat kepada Allah SWT, terhindar dari pikiran keji dan munkar, sabar, dan bersyukur. Dari sisi kesehatan, orang yang rajin shalat lima waktu antara lain mempunyai wajah yang bercahaya, bersemangat, dan tubuh yang sehat. Sebaliknya, orang yang tidak mengerjakan shalat lima waktu akan memiliki pikiran yang runyam, stres, dengki terhadap sesama, cemas, emosional, dan sejenisnya. Kondisi psikologis seperti itu bisa merusak daya tahan tubuhnya. 3. Ingatlah bahwa dunia itu sementara Anda mungkin malas shalat 5 waktu karena sibuk mengejar duniawi untuk biaya hidup sehari-hari. Meskipun demikian, ingatlah bahwa dunia itu sementara. Semua yang ada di dunia akan mati. Kita akan kembali ke kampung asal kita, yaitu akhirat. Yang akan kita bawa adalah amalan selama kita masih hidup, bukan materi dunia seperti mobil, rumah, dan perhiasan. Dengan mengingat bahwa dunia itu sementara, Anda akan menyadari bahwa Anda harus mempersiapkan diri untuk kehidupan yang langgeng. Dengan demikian, Anda akan tergerak untuk menunaikan shalat 5 waktu dan shalat-shalat lainnya yang pengerjaannya tidak selama urusan dunia. Sebagai contoh, Anda hanya butuh waktu sekitar 5 menit untuk menunaikan shalat Dzuhur. Bandingkan dengan menulis artikel atau memasarkan produk yang lamanya bisa berjam-jam.



4. Lakukan secara bertahap agar menjadi kebiasaan Tips pertama sampai ketiga mestinya bisa membuat Anda rajin melaksanakan shalat lima waktu. Namun, bila ketiga tips tersebut belum berdampak, tidak masalah. Rajin tidaknya seseorang melakukan shalat dipengaruhi keimanan dan kebiasaan. Terkait kebiasaan, Anda bisa melakukan shalat 5 waktu secara bertahap. Sebagai contoh, hari ini Anda melaksanakan shalat Maghrib dan Isya. Hari berikutnya, Anda melaksanakan shalat Maghrib, Isya, dan Dzuhur. Hari-hari berikutnya tambah lagi jumlah shalat yang dilakukan sehingga Anda bisa melakukan shalat lima waktu setiap hari. Mengapa dilakukan secara bertahap? Karena itu lebih baik daripada Anda tidak menunaikan shalat 5 waktu sama sekali dalam seharinya. Selain itu, pembentukan kebiasaan butuh waktu yang lamanya bergantung pada invidu masing-masing. 5. Jangan menunda shalat Upayakan Anda jangan menunda-nunda shalat. Saat mendengar suara Adzan, berhentilah melakukan sesuatu dan bersiaplah untuk melaksanakan shalat. Jika ditunda-tunda, Anda mungkin lupa karena kesibukan yang tidak ada habisnya. Selain itu, tidak ada jaminan Anda masih hidup saat menunda-nunda shalat tersebut. Akan lebih baik kalau Anda memiliki upaya mengantisipasi penundaan shalat. Sebagai contoh, Anda akan bepergian ke luar rumah. Jika sebentar lagi waktu shalat, tunda kepergian Anda. Shalatlah terlebih dahulu, setelah itu baru bepergian. Contoh lain, jika Anda memiliki pertemuan dengan teman atau rekan bisnis, aturlah pertemuan tersebut sehingga tidak bertabrakan dengan waktu shalat. Utarakan alasan pengaturan pertemuan tersebut kepada teman dan rekan bisnis Anda. Saya optimistis mereka akan memahami alasan Anda. 6. Berniat dengan tulus Saat akan melaksanakan shalat 5 waktu, berniatlah dengan tulus karena Allah SWT. Jangan berniat karena ingin mendapatkan perhatian lawan jenis, ingin disayang mertua, ingin disayang atasan, ingin terlihat sebagai orang yang takwa, dan sebagainya. 7. Lakukan shalat berjamaah Tips lain adalah melakukan shalat 5 waktu secara berjamaah. Mengapa harus berjamaah? Seperti dikatakan Rasulullah SAW, shalat berjamaah lebih unggul dua puluh tujuh derajat dibandingkan dengan shalat sendirian. Jika rumah Anda berada di dekat mesjid, pergilah ke mesjid untuk menunaikan shalat lima waktu secara berjamaah. Jika tidak memungkinkan ke mesjid, ajaklah anak, isteri, suami, atau saudara Anda untuk shalat lima waktu berjamaah di rumah Anda. 8. Bertemanlah dengan orang-orang yang rajin shalat Keberadaan teman bisa juga membantu Anda untuk rajin shalat. Oleh karena itu, bertemanlah dengan mereka yang rajin shalat 5 waktu. Dengan teman-teman seperti itu, Anda akan diingatkan dan diajak untuk melaksanakan shalat lima waktu jika waktunya telah tiba. 9. Baca buku-buku tentang Islam Tips terakhir adalah membaca buku-buku tentang Islam di waktu senggang Anda. Sebagai contoh, Anda melakukannya saat hendak tidur malam. Hal ini lebih baik daripada Anda melihat status teman Anda di media sosial atau menghayal.



Selain itu, dengan membaca buku-buku tentang Islam, pemahaman dan wawasan Anda tentang akhirat akan bertambah sehingga Anda lebih mencintai Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW.



PENUTUP Shalat 5 waktu tidak mudah dikerjakan karena setan selalu menghalangi umat Islam untuk melaksanakan shalat tersebut. Maka cobalah terapkan apa yang sudah dijelaskan diatas dan implementasikan pada kegiatan sehari-hari kita agar menjadi terbiasa .