KEKERINGAN Put [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEKERINGAN MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebencanaan dan Penanggulangan Bencana Yang dibina oleh Bapak Drs. I Wayan Sumberartha, M. Si dan Bapak Agung Mulyo Setiawan, S. Pd., M. Si



Oleh Kelompok 8 : Ayunin Nadhifah



170351616541



Putri Dwi Rahmasari M.



170351616564



Restu Galih Fandhayu



170351616584



UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA OKTOBER 2019 i



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Kekeringan di Indonesia. Tidak lupa terimakasih kami sampaikan kepada bapak Drs. I Wayan Sumberatha., M. Si dan bapak Agung Mulyo Setiawan., S.Pd, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Kesehatan dan Penanggulangan Bencana yang membimbing dalam penyusunan makalah ini sehingga menjadi makalah yang berpedoman pada PPKI. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber keilmuan bagi pembaca dalam bidang kebencanaan Kekeringan di Indonesia. Kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat menerima segala masukan berupa kritik maupun saran yang bersifat membangun agar dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga diharapkan dapat menjadi lebih baik. Malang, 20 Oktober 2019



Penulis



ii



DAFTAR ISI COVER.................................................................................................................... i



KATA PENGANTAR..............................................................................................ii DAFTAR ISI...........................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang..........................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah.....................................................................................1



1.3



Tujuan........................................................................................................2



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Pengertian Kekeringan..............................................................................3



2.2



Indeks Kekeringan.....................................................................................4



2.3



Jenis-jenis Kekeringan.............................................................................11



2.4



Tanda-tanda atau Gejala Kekeringan.......................................................15



2.5



Penyebab Kekeringan..............................................................................16



2.6



Pengelolaan Kekeringan..........................................................................23



2.7



Dampak Kekeringan................................................................................27



2.8



Mitigasi Kekeringan................................................................................28



2.9



Peristiwa Kekeringan di Indonesia..........................................................33



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan..............................................................................................43



3.2



Saran........................................................................................................44



DAFTAR RUJUKAN............................................................................................45



iii



DAFTAR GAMBAR Gambar 2.7.1 Sungai yang Hampir Kering............................................................23 Gambar 2.7.2 Sawah Mengalami Kekeringan di Desa Pelem Kec. Gabus............24 Gambar 2.7.3 Sawah yang Hanya Menyisakan Kubangan Air .............................25 Gambar 2.7.4 Kebakaran Hutan Karena Kekeringan………................................ 25 Gambar 2.8.1 Pembuatan Embung……….............................................................27 Gambar 2.8.2 Perbaikan Saluran Irigasi………....................................................28 Gambar 2.8.3 Pengerukan Waduk ....................................................................... 29 Gambar 3.1 Peristiwa Krisis Air Bersih di Gorontalo...........................................33 Gambar 3.2 Kebakaran di Madiun........................................................................36 Gambar 3.3 Kebakaran di Gunung Semeru Akibat Kemarau...............................37 Gambar 3.4 Waduk Alami Kekeringan.................................................................37 Gambar 3.5 Kebakaran di Sukabumi.....................................................................38 Gambar 3.6 Kekeringan mengancam Jakarta........................................................ 39 Gambar 3.7 Pemanasan Global Pemicu Kekeringan.............................................40



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, kekeringan adalah hal yang kerap terjadi di Indonesia. Saat ini hujan telah lama tidak turun dikarenakan kemarau panjang yang sedang melanda Indonesia. Kekeringan ialah suatu kondisi saat kekurangan curah hujan dalam periode yang panjang (McKee, 1993). Dalam perspektif kebencanaan, kekeringan diartikan sebagai kekurangan curah hujan dalam periode wakti tertentu yang menyebabkan



kekurangan



air



untuk



berbagai



kebutuhan.



Kekeringan



dikategorikan ke dalam 4 jenis kekeringan yaitu kekeringan meteorologist, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian, kekeringan pertanian dan kekeringan social ekonomi (Wilhite, 1985). Untuk mengatasi permasalahan kekeringan pada sub DAS Ngasinan Hilir diperlukan analisis untuk mengetahui tingkat kekeringan. Penentuan tingkat kekeringan ini bertujuan guna mengevaluasi kecenderungan klimatologis menuju keadaan kering pada suatu wilayah, untuk memperkirakan kebutuhan air sebagai irigasi pada suatu daerah luasan tertentu, mengevaluasi kekeringan di suatu tempat secara local, dan melaporkan secara berkala di setiap perkembangan kekeringan secara regional (Hounam, 1975). Sehingga kemudian dapat dijadikan sebagai peringatan dini saat akan adanya kekeringan yang lebih jauh dan masyarakat dapat melakukan tindaakan preventif lebih awal. Dan menentukan tingkat kekeringan ini dapat melalui metode SPI (Standardized Precipitation Index) yang kemudian dikembangkan oleh McKee (1993). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan pengertian kekeringan? 2. Apa yang dimaksud indeks kekeringan? 3. Apa saja jenis-jenis dari bencana kekeringan? 4. Apa gejala untuk mengetahui adanya kekeringan?



1



5. Apa saja penyebab dari terjadinya bencana kekeringan? 6. Bagaimana pengelolaan bencana kekeringan? 7. Apa saja dampak yang terjadi setelah adanya kekeringan? 8. Bagaimana upaya pencegahan terhadap bencana kekeringan? 9. Bagaimana mitigasi sebelum, saat dan sesudah terjadinya kekeringan? 10. Apa saja contoh peristiwa bencana kekeringan. 1.3 Tujuan Dari rumusan masalah yang telah disebutkan, maka dapat ditentukan tujuan sebagai berikut : 1. Memahami pengertian dari bencana kekeringan. 2. Memahami indeks kekringan. 3. Mengetahui dan memahami jenis – jenis dari bencana kekeringan. 4. Mengetahui tanda – tanda atau gejala akan terjadinya kekeringan. 5. Mengetahui penyebab terjadinya bencana kekeringan. 6. Mengetahui pengelolaan bencana kekeringan. 7. Mengetahui dampak yang terjadi setelah terjadinya kekeringan. 8. Mengetahui upaya pencegahan bencana kekeringan. 9. Mengetahui dan memahami proses mitigasi sebelum, saat dan sesudah terjadinya kekeringan. 10. Mengetahui contoh peristiwa kekeringan yang pernah terjadi.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kekeringan Wilayah Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam, salah satunya bencana alam adalah gempa bumi serta potensi tsunami. Hal ini disebabkan karena wilayah Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif di dunia yaitu lempeng indo-australia di bagian selatan, lempeng eurasia di bagian utara serta lempeng pasifik di bagian timur. Ketiga lempeng itu bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng eurasia yang akhirnya menyebabkan mengarah ke bawah bagi lempeng Eurasia serta menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan yang mana akan menunjukkan adanya jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif pada wilayah sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang mana terletak sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng tersebut. Potensi bencana alam di indonesia selama kurun waktu 10 tahun terakhir terus terjadi menurut badan hidrologi. Terjadinya dengan frekuensi yang cukup tinggi seperti bencana banjir, longsor, kekeringan, puting beliung dan gelombang pasang. Kekeringan bukanlah hal mudah untuk diartikan secara tepat, umumnya kekeringan adalah suatu keadaan saat terjadi kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Definisi lain dari kekeringan ini adalah suatu fenomena yang umum atau normal, yang terjadi berulang bersesuaian dengan iklim atau musimnya. Menjelaskan atau mendefinisikan kekeringan tidak mudah karena kekeringan yang terjadi bergantung pada perbedaan wilayah atau letak geografis, kebutuhan dan sudut pandang disiplin ilmu. Dengan garis besar, kekeringan diakibatkan oleh berkurangnya intensitas curah hujan selama kurun waktu tertentu dan menyebabkan kekurangan air untuk beberapa kegiatan, kelompok, dibeberapa wilayah (Baong, 2014).



3



Kekeringan ialah ketersediaan air yang berada di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Di Indonesia, kekeringan adalah suatu masalah yang cukup serius juga sering terjadi pada saat musim kemarau tiba. Tidak sedikit tempat di Indonesia yang mengalami masalah kekurangan air atau yang disebut juga defisit air. Dari sudut pandang kebencanaan, kekeringan diartikan sebagai kurangnya curah hujan dalam kurun waktu tertentu (umumnya pada satu musim atau lebih) (UN-ISDR, 2009). Secara meteorologi, definisi dari kekeringan yaitu suatu jangka waktu terjadinya cuaca kering yang tidak normal, yang juga berlangsung cukup lama untuk menghasilkan keseimbangan daur hidrologi pada sebuah daerah (Huschke,R.E, ed.,1995). Kekeringan merupakan salah satu peristiwa yang mudah terjadi pada daerah-daerah dengan jenis tanah yang tidak mampu menyimpan cadangan air tanah dan cenderung gersang, sehingga sering terjadi kekurangan sumber daya air tanah yang menyebabkanlahan-lahan menjadi kering. Kekeringan yang terjadi akan berpengaruh pada kurangnya air pada lahan pertanian yang mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas pada hasil pertanian. Tingkat produktivitas tanaman-tamanan masyarakat yang terkena bencana kekeringan akan menjadikan penurunan hasil panen dari masyarakat. Selain itu, akan mengakibatkan keruskan pada tanaman-tanaman yang ditananam seperti halnya pada tanaman padi yang mana apabila hasil panennya buruk maka akan berpengaruh pada jumlah panen, harga jual dari padi hasil panen tersebut serta kualitas yang dihasilkan. Produktivitas pada tanaman padi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu cuaca, kondisi lahan, jenis tanaman, serta sistem rotasi tanam sesuai musim uyang diterapkan. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor alam yang mana faktor alam ini adalah besarnya curah hujan yang menjadi masukan utama cadangan air khususnya pada sawah tadah hujan. Bila ketersediaan air yang dibutuhkan untuk transpirasi dan evaporasi atau penguapan langsung melebihi jumlah yang tersedia di tanah, maka kondisi tersebut dapat didefinisikan terjadi kekeringan.



4



Menurut Sheila B. Red (1995) mendefinisikan kekeringan sebagai pengurangan ketersediaan air atau kadar kelembapan yang bersifat sementara dan secara signifikan dibawah batas normal atau volume yang diharapkan dalam kurun waktu khusus. Kekeringan pada dasarnya merupakan keadaan kurangnya pasokan air pada suatu daerah untuk berbagai kegiatan, kelompok-kelompok dan sektor lingkungan dalam masa berkepanjangan, atau nbahkan dapat mencapai beberapa bulan hingga tahunan (Wilhite dan Svoboda, 2000 dalam UNDP, 2011) 2.2 Indeks Kekeringan Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama yang dapat digunakan untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi bencana kekeringan. Indeks kekeringan tidak berlaku secara universal karena kekeringan memiliki karakter multi-disiplin dimana tidak ada definisi yang tepat yang dapat diterima oleh semua pihak di penjuru dunia (Niemeyer, 2008). Suatu indeks kekeringan merupakan sebuah angka yang telah mengombinasi atau menggabungkan antara data mengenai curah hujan, salju, debit aliram sungai serta beberapa indikator ketersediaan air pada suatu gambaran yang komprehensif. Dalam pengambilan keputusan, nilai indeks kekeringan dalam bentuk angka tunggal dinilai memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan data yang masih mentah. Pada indeks kekeringan juga didefinisikan mengenai beberapa parameter kekeringan yaitu intensitas, durasi, keparahan, dan sebaran spasialnya. Skala waktu yang seringkali digunakan adalah dalam hitungan tahun dan bulan, misalnya saja ketika menyatakan kondisi kekeringan yang terkait dengan pertanian dan penyediaan air digunakan interval waktu bulan (Panu dan Sharma, 2002). Terdapat lima kriteria yang harus dimiliki oleh suatu indeks kekeringan yakni sebagai berikut: a. Bencana kekeringan dapat dianalisa dengan skala waktu. b. Bencana kekeringan dapat dianalisa secara nyata dalam jangka waktu yang dekat. c. Bersifat kuantitatif serta mampu dianalisa secara spasial, temporal, dan kontinu atau berlanjut. d. Bersifat aplikatif terhadap kasus yang berkembang. e. Terdapat rekaman secara historis.



5



Dalam mengukur indeks kekeringan terdapat pula persyaratan agar mendapatkan hasil yang maksimal. Persyaratan indeks kekeringan yang ideal untuk sistem pemantauan kekeringan menurut Rossi et al. (2007) adalah sebagai berikut: a. Menyatakan komponen air dalam bentuk komponen meteorologi dan komponen hidrologi. b. Menggunakan data hidro-meteorologi yang mudah diperoleh secara tepat waktu. c. Mampu menjelaskan kondisi kekeringan meskipun bencana kekeringan masih baru saja terjadi. d. Menjelaskan dampak kekeringan,baik dampak positif maupun dampak negatif. e. Dapat menilai tingkat bencana kekeringan yang terjadi untuk memandu tindakan yang seharusnya dilakukan. Definisi dari indeks kekeringan meteorologi adalah indeks yang telah memiliki metode yang disepakati oleh seluruh dunia yaitu Standardized Precipitation Index (SPI). SPI ini juga telah banyak digunakan dalam berbagai pembelajaran mengenai bencana kekeringan di Indonesia. Hal itulah yang membedakan antara indeks kekeringan meteorologi dan indeks kekeringan hidrologi, karena pada indeks kekeringan hidrologi belum terdapat kesepakatan yang bisa digunakan sebagai acuan. Sehingga di Indonesia pun belum menerapkan indeks kekeringan hidrologi. Indeks kekeringan hidrologi merupakan fungsi dari indikator kekeringan itu sendiri yaitu perolehan data yang telah didapat saat di lapangan. Terdapat beberapa macam indeks kekeringan antara lain adalah (1) Standardized Preciption Index (SPI), yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memonitor dan mendeteksi kekeringan, (2) Palmer Drought Severity Index (PDSI), yang dilakukan dengan cara analisis neraca air untuk meneliti kekeringan (3) Crop Moisture Index (SMI), Surface Water Supply Index (SWSI), dan Reclamation Drought Index (RDI). Indeks-indeks tersebut digunakan tergantung dari gambaran umum yang melatar belakangi daerah tersebut, misalnya seperti penggunaan daerah dan cara menjaganya, proses, input, dan hasil luaran yang dihasilkan oleh indeks kegiatan ini. 2.3 Jenis-jenis Kekeringan 6



Berdasarkan penyebab dan dampak yang diakibatkan, kekeringan ini dikelompokkan menjadi dua yaitu kekeringan yang terjadi secara alamiah dan kekeringan yang diakibatkan oleh ulah manusia. 1. Kekeringan alamiah, dimana kekeringan ini disebabkan oleh faktor alam. Kekeringan ini dibedakan menjadi empat jenis kekeringan, yaitu: a. Kekeringan Meteorologis (Meteorological Drought) Kekeringan yang berkaitan dengan tingkat curah hujan yang di bawah batas normal dalam satu musim di suatu daerah atau kawasan. Pengukuran kekeringan meteorologis adalah indikasi atau tanda pertama terjadinya kekeringan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB, 2014) Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut; 1. Kering, saat curah hujan antara 70% -85% dari kondisi normal (curah hujan dibawah normal) 2. Sangat kering, saat curah hujan antara 50% - 70% darikondisi normal (curah hujan jauh dibawah normal) 3. Amat sangat kering, saat curah hujan < 50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh dibawah normal) b. Kekeringan Hidrologis Kekeringan yang berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini dapat diukur berdasarkan tingkat elevasi muka air sungai, waduk, danau dan juga elevasi muka air tanah. Terdapat tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunya elevasi air sungai, waduk, danau dan juga elevasi muka air tanah. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut: 1. Kering, apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah periode 5 tahunan. 2. Sangat Kering, apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh dibawah periode 25 tahunan. 3. Amat Sangat Kering, apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh dibawah periode 50 tahunan. c. Kekeringan Agronomis Kekeringan agronomis ini juga disebut sebagai kekeringan pertanian. Kekeringan ini berhubungan dengan menurunnya lengas tanah (kandungan 7



air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada jangka waktu tertentu pada wilayah atau daerah yang luas. Lengas tanah (soil moisture) adalah parameter yang menentukan potensi atau kemungkinan produksi tanaman. Ketersediaan lengas tanah juga berkaitan dengan tingkat kesuburan tanah. Secara hidrologi kekeringan ditandai dengan berkurang-nya air pada sungai, waduk dan danau (Nalbantis et al., 2008). Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan meteorologis. d. Kekeringan Sosial Ekonomi Kekeringan yang berkaitan dengan terjadinya kondisi dimana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal karena adanya kekeringan meteorologi, kekeringan hidrologi dan kekeringan agronomi (kekeringan pertanian). 2. Kekeringan Antropogenik adalah kekeringan yang terjadi akibat ulah manusia. Kekeringan ini dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : a. Kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat ketidak-taatan pengguna terhadap pola tanam/pola penggunaan air. b. Kerusakan kawasan tangkapan air atau serapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia. 2.4 Tanda-tanda atau Gejala Kekeringan Kekeringan ini seringkali ditandai dengan curah hujan yang berada di bawah rata-rata dalam bagian iklim normal, serta akan dapat berkembang sebagai iklim ekstrim atau berubah menjadi sebuah fenomena iklim yang berbahaya serta dapat memiliki dampak yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Kekeringan ini seringkali ditandai dengan curah hujan yang berada di bawah rata-rata dalam bagian iklim normal, serta akan dapat berkembang sebagai iklim ekstrim atau berubah menjadi sebuah fenomena iklim yang berbahaya serta dapat memiliki dampak yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Beberapa gejala kekeringan yang dapat kita ketahui pada awamnya, ialah seperti berikut: a. Kekeringan berkaitan dengan tingkat curah hujan yang menurun dibawah



8



normal dalam satu musim. Kekeringan meteorlogis dapat diukur dengan indikasi pertama adanya bencana kekeringan b. Selanjutnya, kekeringan dapat terjadi dari kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, danau, air tanah dan waduk. c. Kekeringan pada lahan pertanian biasanya ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman pada periode waktu tertentu dan wilayah yang luas akan menyebabkan tanah menjadi kering dan mongering. 2.5 Penyebab Kekeringan Kekeringan telah digolongkan ke dalam kategori bencana yang ada di dunia pada umumnya dan tentu juga yang terjadi di Indonesia. Sesuatu hal dikatakan bencana apabila terdapat penyebab terjadinya kejadian tersebut, begitu pula pada kekeringan. Terjadinya bencana kekeringan disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut: a. Lamanya Musim Kemarau Musim kemarau yang terlalu lama menjadi salah satu penyebab paling umum di Indonesia, pasalnya saat ini musim di Indonesia sudah tidak lagi sesuai dengan jadwal prediksi yang telah ditentukan. Pada dasarnya musim kemarau terjadi pada bulan April hingga bulan September, namun jadwal tersebut sudah berbeda dengan realita. Ketika musim kemarau tiba maka dapat terindikasi bahwa tidak ada hujan yang turun seperti biasanya, akibatnya masyarakat akan kehilangan sumber air dan sulit untuk mencari air bersih. Padahal penggunaan airnya pun tidak berubah, justru bisa jadi semakin bertambah karena tidak terbiasa dengan cuaca yang cenderung panas. Permasalahannya ketika musim kemarau tiba, masyarakat tidak berusaha menghemat air yang digunakan. Seharusnya masyarakat memiliki antisipasi jikalau musim kemarau terjadi berkepanjangan dengan cara menghemat penggunaan air agar tidak terjadi kekeringan dan tidak perlu mencari air di tempat yang lebih jauh dan harus mengantri bahkan membeli b.



air. Penggunaan Air Yang Berlebihan



9



Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak besar pada ketersediaan air bersih dimana sistem distribusi air pun tidak lagi secara merata dan dapat memicu terjadinya bencana. Penggunaan air dalam kehidupan sehari hari misalnya untuk memasak, mencuci, mandi dan kegiatan lainnya seringkali tidak sesuai porsinya. Apalagi di daerah yang masih kaya dengan air seperti pedesaan, penghematan terhadap penggunaan air jarang ditemukan. Berkembangnya teknologi di era global belum mampu diimbangi dengan pemanfaatan yang sepadan, pasalnya masih terdapat permasalahan yang menyalahgunakan teknologi. Seperti menggunakan teknologi pompa air untuk memompa air dari dalam tanah secara langsung dengan skala yang besar. Padahal tidak semua air dapat meresap ke dalam tanah, sebagian air yang telah digunakan akan menguap karena terkena sinar matahari dan dibawa angin ke wilayah lain. Kemudian uap air akan berubah menjadi hujan yang belum tentu sampai ke pemukiman masyarakat, bisa jadi hanya sampai di pegunungan saja. Hal ini lah yang memicu terjadinya bencana kekeringan. c.



Mimimnya Peresapan Air Sedikitnya peresapan air dikarenakan oleh sedikitnya pohon yang tertanam karena peresapan air dapat dibentuk ketika terdapat pohon. Air hujan yang turun ke permukaan bumi akan diserap oleh akar tanaman ataupun akar pohon yang kemudian akan disimpannya sebagai air tanah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah yang memiliki banyak pohon akan lebih mudah menemukan keberadaan airnya daripada daerah yang sedikit dengan penghijauan. Seperti halnya di perkotaan yang sering terjadi kekeringan, karena di perkotaan sangat minim pohon sehingga cadangan air yang



d.



disimpan juga sedikit. Kekurangan Sumber Air Sudah menjadi hal yang wajar ketika ketika kekeringan disebabkan oleh kurangnya sumber air. Sumber air yang dimaksud adalah sumur, sungai, dan danau. Jika suatu daerah jauh dengan sumber air maka akan kesusahan ketika terjadi musim kemarau yang panjang. Misalnya saja hanya mengandalkan sumur sebagai sumber air, dikhawatirkan ketika terjadi musim kemarau panjang sumur tersebut juga ikut mengering. Sedangkan kita sama-sama tau bahwa sungai dan danau sulit dijumpai di daerah perkotaan. Maka dari sinilah



10



perlu



dipahami



bahwa



keberadaan



sumber



air



sangatlah



penting



kedudukannya. e.



Jauhnya Jarak Dengan Sumber Air Selain kurangnya sumber air seperti yang dijelaskan di atas, penyebab lain yang dapat memicu terjadinya kekeringan adalah jarak pemukiman dengan sumber air yang terlalu jauh. Misalnya saja jarak sumber air yang terdekat dari pemukiman adalah kurang lebih lima kilo dan memiliki akses jalan yang sulit untuk ditempuh sehingga membutuhkan waktu yang lama, maka masyarakat harus menempuh jarak jauh dan melewati jalan yang sulit untuk mendapatkan air tersebut. Belum lagi ketika harus mengantri dan sumber airnya tidak lancar serta berwarna keruh yang mengandung zat-zat



f.



yang berbahaya sehingga akan membahayakan bagi kesehatan. Sedikitnya Tampungan Air Buatan Mendirikan tampungan air sangatlah penting mengingat banyaknya terjadi bencana kekeringan. Penampungan air yang dimaksud seperti waduk, hingga nanti waduk tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kehidupan petani dalam hal irigasi sawah, namun juga berfungsi untuk menyimpan cadangan air. Dalam hal ini, waduk dialih fungsikan sebagai tempat tabungan air yang dapat digunakan oleh masyarakat ketika kesulitan air. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan adalah curah hujan



sebagai sumber air tersedia, karakteristik tanah sebagai tempat penyimpanan cadangan air. Variasi curah hujan yang tinggi dalam distribusi menyebabkan ketidakteraturan



kandungan



air



dalam



tanah.



Faktor



lain



yang dapat



mempengaruhi bencana kekeringan adalah tanah, ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi oleh hubungan hisapan dan kelangasan, kedalaman tanah, dan pelapisan tanah. Menurut Hounam et al., (1975), hisapan dan kelengasan berhubungan erat dengan struktur pada pori-pori mikro tanah. Jumlahnya merupakan jumlah maksimum air dalam memegang tanah pada zone tak jenuh melawan gaya gravitasi. Penyebab terjadinya bencana kekeringan juga dapat disebabkan karena daerah yang dahulunya merupakan daerah vegetasi menjadi wilayah permukiman (Adiningsih, 2014). Maka dapat dikatakan bahwa penyebab kekeringan adalah sebagai berikut: a. Vegetasi



11



Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuhan dan tanaman yang menempati suatu ekosistem dan hidup bersama-sama. Dalam hal kekeringan, vegetasi memiliki peran sebagai salah satu penyebabnya. Jenis vegetasi yang dapat mempengaruhi kekeringan adalah ketela pohon dan bambu. Ketela pohon memiliki kemampuan dapat menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak daripada tanaman lain, sehingga dampaknya adalah kandungan air dalam tanah yang terserap akan banyak, ketela pohon juga banyak ditanam di daerah pegunungan karst yang rawan akan kekeringan. Sedangkan bambu memiliki struktur tanaman yang rumit sehingga dapat menutupi permukaan tanah dan meminta jatah tempat tumbuhan lain untuk tumbuh. Akibatnya tumbuhan lain yang seharusnya berfungsi menyimpan air terbatas jumlahnya bahkan tidak memiliki tempat. b. Lapisan Tanah Tipis Akibat dari lapisan tanah yang tipis adalah penguapan air yang terlalu cepat, artinya jika lapisan tanah tipis maka ketika air hujan turun tidak akan bertahan lama dalam tanah. Hal ini karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh panas matahari. Lapisan tanah kering terdapat pada daerah pegunungan kars, biasanya daerah tersebut terjadi kekeringan. c. Air Tanah Dalam Tanah hanya mampu menyimpan air dengan intensitas terbatas, selain itu tanah juga tidak mampu menyimpan aor dalam jangka waktu yang lama. Padahal ketika air hujan turun akan meresap ke dalam lapisan bawah tanah. Sehingga menyebabkan aliran-aliran air terjadi di bawah tanah yang dalam, akibatnya tanaman tidak mampu menyerap air pada musim kemarau karena akarnya tidak mampu menjangkau. Air tanah yang dalam juga dapat menyebabkan sumber-sumber air mengalami



kekeringan



di



musim



kemarau,



terlebih



saat



kemarau



berkepanjangan. Karena ketika air sudah berada di bagian yang bawah air tersebut tidak mampu naik, sehingga disitulah kekeringan terjadi. d. Tekstur Tanah Kasar Tekstur tanah yang kasar tidak mampu menyimpan air dalam jangka waktu yang lama, hal ini dikarenakan tanah tidak mampu menahan laju air akibatnya air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam lapisan tanah. Selain itu, tekstur tanah yang kasar cenderung mengalami penguapan yang



12



relatif lebih cepat karena rongga pada tanah lebih lebar sehingga mempermudah terjadinya penguapan. e. Iklim Perubahan kondisi iklim menyebabkan musim kemarau akan berlangsung lebih lama daripada pada saat musim hujan. Sehingga pada musim kemarau lebih memungkinkan terjadinya kekeringan dan kebutuhan air kurang terpenuhi. f. Topografi Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah pada dataran rendah akan memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu, air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah. Dengan kata lain, di dataran tinggi memiliki potensi yang lebih besar mengenai terjadinya bencana kekeringan daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air dalam jangka waktu yang lebih lama.



2.6 Pengelolaan Bencana Kekeringan di Indonesia Pengelolaan kekeringan dimaksudkan untuk



meminimalisir



resiko



terjadinya bencana kekeringan, karena mengingat dampak dari bencana alam sangatlah berbahaya dan merugikan banyak pihak. Sehingga dengan adanya pengelolaan keekringan ini tujuannya adalah agar dampak yang ditimbulkan tidak separah seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya. Menurut identifikasi dari Wilhite et al (2006), dijelaskan bahwa terdapat empat komponen penting yaitu sebagai berikut: a. Tersedianya informasi yang tepat waktu dan tepat sasaran dari pihak pengelola, artinya informasi yang disampaikan oleh pengelola dapat dijadikan acuan serta informasi tersebut masih baru sehingga penanganan dapat dilakukan maksimal. b. Kebijakan dan pengaturan kelembagaan yang mendukung pengkajian, komunikasi serta penerapan informasi c. Tersedianya kumpulan upaya pengelolaan resiko yang ditujukan kepada pengambil kebijakan



13



d. Tindakan yang diambil oleh pihak pengelola diharapkan konsisten dan efektif serta mendukung strategi kekeringan nasional. Salah satu komponen mengenai strategi kekeringan nasional yaitu sistem pemantauan kekeringan secara komperehensif yang dapat memberi peringatan pada awal dan akhir bencana kekeringan, menentukan tingkat keparahan, serta menyebar luaskan informasi ke seluruh elemen. Selain strategi secara nasional, terdapat pengelolaan kekeringan secara tradisional yang dipaparkan oleh Bazza (2002), dimana terdiri atas beberapa tahapan yaitu: a. Memantau ketersediaan air pada sumber mata air seperti pada sungai, waduk dan tempat penampungan air hujan b. Membuat estimasi jadwal terjadinya kekeringan, hal ini dapat dilakukan dengan mencocokkan antara jadwal mengenai musim hujan dan musim kemarau di Indonesia c. Menyiapkan program bantuan dan pendanaan. Pendanaan yang dimaksud dapat diambil dari bantuan, pinjaman, dan anggaran yang tidak terencana dengan baik. Jadi ketika bencana kekeringan melanda, maka pihak pengelola dapat langsung menjalankan program program yang telah dirancang d. Melaksanakan program bantuan yang biasnya dilaksanakan oleh lembaga khusus atau satuan tugas e. Memastikan kehidupan kembali normal dan tidak ada trauma pada korban setelah kekeringan terjadi sehingga dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan maskimal. Meskipun telah diterapkan pengelolaan terhadap bencana kekeringan yang ditandai dengan terjadinya pergeseran pengelolaan kekeringan yaitu dari reaktif menjadi program preventif dan mitigasi dampak terjadinya kekeringan, akan tetepi masih terdapat kelemahan yang hingga saat ini masih meresahkan yakni perhatian lebih dari aspek hukum. Karena pihak yang mempunyai kekuasaan dalam hukum dan kelembagaan mendorong ke arah upaya yang berorientasi pada pencegahan bencana dengan membuat serta memberlakukan peraturan, selain itu lembaga yang memefasilitasi masyarakat dalam mitigasi bencana kekeringan. Terdapat teknologi yang dapat digunakan untk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi, seperti teknik irigasi bergilir teratur (rotational irigation) telah tersedia serta beberapa sistem irigasi yang juga mempraktikkan terlebih saat 14



terjadinya kekeringan. Teknik giliran atau rotasi merupakan teknik yang membagi-bagi suatu areal irigasi selama masa kekurangan air (Supaidi, 2009). Terdapat beberapa jenis giliran air irigasi yang dilakukan apabila faktor k (rasio antara kebutuhan air dengan jumlah air yang tersedia kurang dari satu). Jenis-jenis giliran air yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Giliran bebas merupakan sistem giliran pembersihan air irigasi sesuai kebuthan secara terus-menerus tanpa adanya giliran b. Giliran tingkat petak tersier merupakan sistem pembersihan air irigasi yang mengacu pada blok petak tersier secara sistematis atau berurutan dalam satu daerah irigasi c. Giliran secara



penuh merupakan



sistem



pemberian



air



berdasarkan



pengelompokkan petak dan mendapatkan air secara terus-menerus.



2.6.1



Pengelolaan Kekeringan di Amerika Serikat Setelah terjadi bencana kekeringan di California pada tahun 1991,



banyak peneliti yang datang ke tempat untuk melakukan penelitian ataupun survey, hal ini lah yang dilakukan oleh California Urban Water Agencies (1991) yang pada akhirnya mengidentifikasi terdapat 9 upaya penghematan air yang telah dilakukan oleh 11 Badan Pengelola Air, yaitu (1) penjatahan air melalui meter air, (2) penghematan untuk penggunaan air tertentu, misalnya penyiraman tanaman dan pencucian kendaraan, (3) penghematan air secara sukarela, dalam hal ini masyarakat didukung dengan adanya pedoman pelaksanaan, (4) tarif air yang sangat mahal, (5) pembagian peralatan yang dapat memicu penghematan air, (6) insetif ekonomi secara langsung, dengan membayar penggunaan air, (7) penyebarluasan informasi, (8) mengawasi penyimpangan penghematan air, dan (10) denda pada meter air yang membatasi penggunaan air. Paradigma baru pengelolaan kekeringan yang dilakukan di Amerika Serikat dinyatakan oleh Geological Society of America (2007) dalam 10 buah strategi, yaitu: a. Perencanaan mitigasi kekeringan di tingkat lokal, negara bagian, federal, dan regional (daerah aliran sungai)



15



b. Memasukkan dampak perubahan iklim global pada perencanaan mitigasi resiko kekeringan c. Menciptakan “budaya air nasional” yang mendorong pengelolaan sumber daya air berkelanjutan untuk menunjang kebutuhan masyarakat jangka panjang d. Mengajak para pemilik kepentingan di wilayah sungai dalam mengembangkan dan melaksanakan rencana mitigasi kekeringan e. Membantu perkembangan ilmu pengetahuan lokal, yang antara lain berupa variabilitas iklim lokal, dengan komunitas pemilik kepentingan sebagai bagian dari pendidikan masyarakat f. Memelihara dan mengembangkan pengumpulan data hidrologi dan meteorologi untuk mendukung analisisdan pengambilan keputusan, dalam National Integrated Drought Information System g. Mendorong penggunaan pendekatan berbasis resiko untuk menilai skenario iklim dan pengelolaan sumber daya air dalam mendukung pengambilan keputusan h. Mendukung penelitian yang meningkatkan pemahaman ilmiah terhadap kekeringan i. Memberi nilai air untuk ekonomi, lingkungan, rekreasi, dan kesehatan masyarakat dalam penyusunan pengelolaan sumber daya air dan rencana mitigasi kekeringan j. Harmonisasi peran dan tanggungjawab serta koordinasi antar instansi. 2.6.2



Pengelolaan Kekeringan di Eropa Uni Eropa telah menyusun rencana pengelolaan kekeringan dalam EC



Network, Water Scarcity and Droughts Expert (2008) dengan upaya strategis, taktis, darurat, kelembagaan, tindak lanjut, dan restorasi yang dijelaskan dalam paparan berikut: a. Dalam bidang perencanaan hidrologi tersapat upaya strategis atau biasa disebut dengan upaya pencegahan yang dikembangkan dalam status normal, upaya ini dilakukan untuk memperkuat sistem strukturnya, meingkatkan kapasitas respon, dan memenuhi kebuthan air serta lingkungan terhadap kekeringan. b. Upaya taktis atau biasa disebut dengan upaya operasional diterapkan pada saat bencana kekeringan melanda. Upaya taktis



ini merupakan



16



pengendalian dan informasi pada saat siap waspada dan upaya konservasi sumber daya. c. Jika bencana kekeringan masih saja berlanjut, maka status sumber daya alamnya semakin buruk sehingga dilakukan upaya operasional darurat yang pada dasarnya merupakan pembatasan pengguaan air. Upaya konservasi air secara berlebihan perlu dilaksanakan ketika terjadi kekeringan yang juga semakin panjang. Namun pelaksanaannya juga harus secara urut sesuai parameter seperti prioritas antar pengguna air, kebutuhan lingkungan, dan status kekeringan. d. Upaya kelembagaan dilakukan dengan cara mendirikan lembaga yang kompeten dan organisasi yang mumpuni, karena upaya ini berfungsi untuk mengembangkan dan menindak lanjuti rencana pengelolaan kekeringan, menciptakan protokol koordinasi antar administrasi, serta masyarakat terkait langsung dengan masalah pasokan air. e. Upaya tindak lajut merupakan pemantauan dan evaluasi terhadap penerapan dan dampak di lapangan. f. Upaya restorasi atau upaya yang paling akhir jga termasuk penyelesaian dari upaya kekeringan.



2.6.3



Pengelolaan Kekeringan di Australia Menurut Wilhite (1997), pengelolaan kekeringan di Australia lebih



terfokus



pada



kekeringan



sektor



pertanian.



Pemerintah



Australia



mengeluarkan kebijakan yang menyatakan bahwa kekeringan bukanlah bencana alam tetapi bagian dari iklim yang bervariasi. Kekeringan merupakan salah satu resiko yang harus ditanggung oleh para petani dalam mengelola ladangnya. Pemerintah Australia telah mengembangkan sistem monitoring dan perangkat peramalan, penelitian untuk menghindari resiko petani, dan meningkatkan sistem pendukung keputusan untuk mendukung kebijasakan nasional. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia meliputi beberapa hal, yaitu: a. Mendorong produsen utama dan segmen lainnya untuk mengadopsi pendekatan yang dapat dipercaya dalam mengelola variabilitas iklim



17



b. Memfasilitasi pemeliharaan dan melindungi sektor pertanian selama kekeringan terjadi c. Memfasilitasi pemulihan awal sektor pertanian dan industri pedesaan menuju tingkat produksi berkelanjutan.



2.7 Dampak Kekeringan Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slow onset disaster), berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Dampak kekeringan terhadap masyarakat sudah banyak dirasakann oleh masyarakat. Adapun beberapa dampak yang langsung mengnenai masyarakat diantranya yaitu ; sumber-sumber air seperti sungai, embung, sumur sudah mulai berkurang volumenya. Pada bulan Agustus selain sumber air sumur yang mengering, sungai-sungai juga mengering karena curah hujan yang sangat rendah serta iklim yang masih pancraoba. Kekeringan yang terjadi akan baru terasa saat air sumur mengering, sungai mengering, serta sungai dan embung ataupun waduk sebagai penyimpan air mengalam kekeringan sehingga tidak bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari serta juga kebutuhan untuk mengairi daerah pertanian. Hal ini akan mengakibatkan masyarakan mengalami kekurangan air untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Lahan pertanian menjadi kering juga tidak dapat



ditanami dan petani menjadi merugi dan tidak mempunyai



penghasilan dari panen hasil pertaniannya. Kerugian yang kita peroleh dari bencana kekeringan ini diantaranya berdampak pada usaha peternakan yang mana karena penduduk tidak punya bahan makanan untuk ternaknya sehingga harus membeli makanan ternak dari daerah lain. Kekeringan juga merugikan usaha perikanan, dan bidang usaha lain yang membutuhkan ketersediaan air yang cukup. Kekeringan sangat berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi penduduk. Pada masyarakat agraris dimana usaha tani selalu berkaitan dengan iklim, kekeringan akan mempengaruhi mata pencaharian penduduk (Mekuria, 2012). Adaptasi merupakan faktor kunci untuk keamanan pangan pada masa yang akan datang dalam menghadapi perubahan iklim (Lobell at.all, 2008). Adaptasi di 18



bidang pertanian akan berhasil jikalau didukung bersama-sama antara petani, pemerintah, ilmuwan dan organisasi-organisasi pengembang.



Gambar 2.7.1 Sungai yang hampir kering (Sumber: CNN Indonesia) Pada gambar 2.7.1 telihat seorang laki-laki membawa dua jurigen besar yang sedang mengambil sisa-sisa air sungai yang hampir mengering. Kekeringan menyebabkan sulitnya menemukan air yang layak dan dalam jumlah yang banyak. Sungai juga mengering karena curah hujan yang sangat rendah. Kekeringan baru terasa saat air sumur mengering, sungai mengering, serta sungai dan embung mengering sehingga tidak bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari- hari dan juga kebutuhan untuk mengairi daerah pertanian. Akibatnya, masyarakan kekurangan air untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Lahan pertanian menjadi kering sehingga tidak bisa ditanami dan petani menjadi merugi dan tidak mempunyai penghasilan dari panen hasil pertaniannya. Kekeringan juga merugikan usaha peternakan karena penduduk tidak punya bahan makanan untuk ternaknya sehingga harus membeli makanan ternak dari daerah lain. Kekeringan juga merugikan usaha perikanan, dan bidang usaha lain yang membutuhkan ketersediaan air yang cukup.



19



Gambar 2.7.2 Sawah mengalami kekeringan di Desa Pelem Kecamatan Gabus (Sumber: Adi, 2011) Pada gambar 2.7.2 terlihat tanah yang sangat kering hingga retak karena kurangnya kandungan air dalan tanah. Hal tersebut tidak akan terjadi saat tanah berada pada kondisi cukup air. Secara ekologi, kekeringan telah berakibat pada kuantitas air di sumbersumber air semakin berkurang seperti mata air, sungai, situ, embung-embung, wadukhingga berkurangnya ketersediaan air bawah tanah. Kekeringannya juga bisamengancam terjadinya kebakaran hutan, seperti yang dialami oleh hutanhutan di Gunung Papandayan dan Ciremai Kuningan. Kekeringan juga menunjukan fenomena ketidak-seimbangan siklus hidrologi. Mengeringnya sumber-sumber air, membawadampak pada lahan-lahan pertanian dan perikanan. Menurut HKTI, kekeringan diJawa Barat akan mengancam sekitar 650.000 ha lahan pertanian sawah. Selain itu, ketersediaan air bersih untuk rumah tangga pun semakin berkurang. Secara ekonomi, kekurangan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian sawah dan ladang akan berpengaruh besar pada menurunnya produksi hasil tani terjadinya puso dan gagal panen sehingga berpengaruh pada berkurangnya pendapatan para petani dan buruh tani. Akibatnya hal ini dapat merugikan perekonomian khusunya kalangan petani. Bagi lahan-lahan pertanian di Jawa Barat, dampak kekeringan ini sudah dialami masyarakat dan kaum tani perdesaan.



20



Gambar 2.7.3 Sawah yang hanya menyisakan kubangan air (Sumber: CNN Indonesia) Pada gambar 2.7.3 terlihat seorang petani yang sedang berdiri diatas sawahnya yang kering. Sawah atau ladang tersebut kekurangan jumlah air sehingga tanah retak dan tidak bisa ditanami. Hanya tersisa sedikit kubangan air yang ada pada ladang tersebut. Ancaman kekeringan juga akan berpangaruh pada kesehatan (medis). Sengatan panas karena kenaikan suhu udara, dehidrasi karena kekuarangan asupanoksigen dari air dan udara bersih merupakan ancaman yang serius. Bahkan, kelaparandan kekurangan gizi pada wilayah-wilayah tertentu bisa terjadi karena karakter alam tanah yang semula memang kering.



Gambar 2.7.4 Kebakaran hutan yang disebabkan kekeringan berkepanjangan (Sumber: CNN Indonesia) Pada gambar tersebut terlihat beberapa pemadam kebakaran yang sedang memadamkan api pada hutan yang terbakar. Hutan tersebut terbakar karena 21



kekeringan yang terjadi. Kebakaran hutan juga dapat menimbulkan polusi udara karena kebakaran tersebut menghasilkan banyak asap yang dapat mengganggu aktifitas juga kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. 2.8 Upaya Pencegahan Bencana Kekeringan Bencana alam di suatu wilayah selalu memiliki dampak yang terjadi secara langsung terhadap masyarakat di wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat untuk mengurangi dan menghindari resiko bencana penting dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat. Masyarakat merupakan sebagai pihak yang memiliki pengalaman langsung dalam kejadian bencana sehingga pemahaman yang dimiliki menjadi modal bagi pengurangan resiko bencana. Masyarakat harus melakukan suatu kegiatan pembiasaan dengan kondisi alam saat ini (cuaca). Adapun adaptasi yang dilakukan ini merupakan hasil akhir sikap masyarakat yang muncul berdasarkan persepsi dan pengetahuan mereka (Su Rito Hardoyo dkk., 2011). Pada setiap bencana selalu memiliki cara pencegahan tersendiri. Pada bencana kekeringan sendiri juga memiliki cara untuk mecegah agar tidak terjadi bencana tersebut. Mitigasi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu bencana. Adapun



mitigasi yang dilakukan untuk



menghadapi kekeringan dalam rangka pememenuhan air untuk pertanian antara lain dapat dilakukan dengan cara: a. Pembuatan embung Pembangunan embung atau waduk merupakan salah satu solusi jangka panjang menghadapi kekeringan. Waduk atau enbung berfungsi untuk menampung air yang berasal dari sungai maupun air hujan. Waduk ini sangat efektif untuk menampung air dalam jumlah yang banyak, serta dapat dimanfaatkan sebagai saluran irigasi oleh masyarakat. Tetapi, terkadang upaya tersebut masih tidak bisa mengurangi dampak kekeringan. Pada musim kemarau embung mengering, sehingga tidak dapat dimanfaatkan warga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pertanian.



22



Gambar 2.8.1 Pembuatan embung (Sumber: Adi, 2011) Pada gambar 2.8.1 terlihat alat berat yang sedang mengeruk tanah untuk membuat cekungan yang akan dijadikan embung atau tempat penampungan air. Dengan adanya embung atau penampungan air tersebut dapat digunakan sebagai cadangan air saat musim kemarau. b. Perbaikan saluran dan sarana irigasi Upaya mitigasi kekeringan juga dilakukan warga masyarakat dengan melakukan perbaikan saluran irigasi dan sarana irigasi. Saluran irigasi berfungsi untuk mengalirkan air pada perkebunan dan persawahan masyarakat. Sarana irigasi ini sangat dibutuhkan para petani untuk mengalirkan air ke sawah ereka supaya tanaman yang mereta namam dapat hidup. Perlu kita ketahui bawasannya apabila saluran irigasi yang rusak dapat menyebabkan air terbuang percuma. Karena saluran irigasinya membuat air menjadi tidak terahalang, sehingga air akan tetap mengalir. Memperbaiki saluran irigasi dapat mempertahankan jumlah air dari hulu ke hilir, sehingga air dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengairi sawah penduduk.



23



Gambar 2.8.2 Perbaikan saluran irigasi (Sumber: Adi, 2011)



c. Menyelamatkan waduk dari pendangkalan Upaya yang dilakukan masyarakat untuk menghadapi kekeringan lahan pertanian juga dilakukan dengan cara memelihara waduk agar tidak terjadi pendangkalan. Pendangkalan yang ada dapat berupa adanya tumbuhna air. Selain itu bisa kerena adanya aliran lahar yang membawa material yang di cari msayarakat, seperti pasir. Terdapat beberapa cara mengatasi pendangkalan waduk, adalah dengan melakukan penghijauan, serta mengurangi konversi lahan di area hulu. Dengan sedikitnya sedimentasi pada waduk, pendangkalan waduk tidak terjadi dan cadangan air dalam waduk menjadi lebih banyak



24



Gambar 2.8.3 Pengerukan Waduk (Sumber: Adi, 2011) Pada gambar 2.8.3 terlihat alat berat yang sedang mengeruk dasar waduk. Pengerukan dilakukan agar kedalaman waduk tetap terjaga. Sehingga waduk dapat menampung volume air yang lebih banyak Strategi upaya pengurangan resiko bencana, diantaranya sebagai berikut : 1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim daridaerah ke pusat pengolahan data. 2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air denga nmemperhatikan historical right dan azas keadilan. 3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah. 4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan atau perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan. 5. Pengembangan atau perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan. 6. Memberikan sistem reward dan punishment bagi masyarakat yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumber daya air dan hutan atau lahan. 7. Gerakan masyarakat melalui penyuluhan. Bencana kekeringan yang melanda pada pedesaan dengan kondisi masyarakat yang kurang mengerti tentang pengetahuan dalam mengelola sumber daya air. Maka dari itu dilakukanlah penyuluhan guna untuk mentransfer ilmu bagaimana cara mengoptimalkan lahan kering. 8. Membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi. Dalam membangun jaringan irigasi sangatlah penting karena jaringan irigasi sendiri itu sebagai 25



waduk yang bisa menampung air sungai saat huhjan turun. Dan irigasi tersebut harus digunakan dan dirawat dengan baik. 9. Pembangunan sumur. Masyarakat harus membangun sumur guna untuk menangani bencana kekeringan terjadi. Tetapi pada umumnya masyarakat di daerah pedesaan yang kering tidak memiliki sumur atau tidak membangun sumur. Karena masyarakat di pedesaan tidak berani dan tidak asal membangun sebab deteksi air tanah belum canggih. 2.9 Mitigasi Bencana Kekeringan Kekeringan dianggap sebagai salah satu bencana alam yang dampaknya sangat dapat dirasakan, khususnya pada petani. Pada tahuan 1997 pernah terjadi fenomenan EL-Nino yang sangat kuat, bencana ini mengakibatkan kekeringan diseluruh wilayah Indonesia. Kekeringan disebabkan oleh kurangnya curah hujan dan kurangnya daya serap (Yakin, 2012). Pada umumnya, penanggulangan bencana kekeringan ini terbagi menjadi tiga bagian tahapan, yaitu penanganan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Ketiga penanganan ini perlu diuraikan untuk lebih memahami implementasi di lapangan. Konsep ini identik dengan mekanisme perencanaan pembangunan secara umum. Serta agar upata tersebut lebih menekankan pada penanganan jangka menengah dan jangka panjang. a. Metode Penanggulangan Jangka Pendek Dalam kondisi yang dirasakan masyarakat ialah : 1. Timbulnya kekurangan air bersih untuk keperluan rumah tangga 2. Timbulnya kesulitan ekonomi bagi keluarga miskin yang ladangnya mengalami puso akibat kekeringan 3. Timbulnya wabah penyakit akibat kekeringan, seperti : campak, pneumonia, cacar ataupun diare 4. Menurunnya kualitas gizi balita di wilayah kekeringan Alternatif penanggulangan kekeringan. Guna mengatasi kondisi tersebut, maka alternative penanggulannya adalah sebagi berikut : 1. Memenuhi segera kebutuhan air bersih bagi masyarakat untuk keperluan rumah tangga dengan droping air bersih



26



2. Membantu menanggulangi penyakit menular akibat kekeringan 3. Member bantuan pangan/sembako untuk masyarakat miskin 4. Membantu peningkatan gizi balita di wilayah kekeringan Adapun beberapa alternative upaya untuk mitigasi kekeringan dalam bidang peranian ialah adanya informasi khusus tentang indeks kekeringan, sehingga memudahkan petani untuk menentukan pola tanam, pemilihan varietas yang cocok. Serta indeks kekeringan ini juga dapat dibuat berdasarkan karakteristik iklim seperti pola iklim penghujan bulanan, suhu udara, penguapan dan sifat fisis tanah itu sendiri. b. Metode Penanggulangan Jangka Menengah Pada konteks jangka menengah, masalah yang timbul akibat bencana kekeringan diantaranya ialah : 1. Kuantitas sumber air kurang untuk menyuplai air bersih bagi masyarakat di musim kemarau 2. Saranan dan prasarana penyedia air bersih, sehinga layanan air bersih kurang optimal bagi masyarakat Altenatif Penanggulangan. Guna mengatasi kondisi tersebut, maka alternative yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya ialah : 1. Meningkatkan ketersediaan sumber air, yaitu dengan cara pembangunan sumur gali, sumur pantek, sumur air tanah dalam, penampungan air hujan (PAH), terminal air di wilayah desa rawan kekeringan, embung. 2. Melaksanakan kegiatan penelitian dalam rangka mencari potennsi sumber – sumber air 3. Meningkatkan kualitas sarana dan prasaranan air bersih c. Metode Penanggulangan Jangka Panjang Beberapa kondisi yang muncul saat terjadinya kekeringan jangka panjang ialah: 1. Wilayah kawasan hutan yang rusak akibat penjarahan hutan 2. Menurunnya debit sumber mata air 3. Kawasan lahan kritis makin meluas 4. Kualitas lingkungan hidup sekitar sumber mata air dan waduk yang rusak Adapun alternative yang bisa dilakukan ialah :



27



1. Reboisasi wilayah sekitar sumber mata air 2. Rehabilitasi kawasan sabuk hijau sekitar waduk 3. Pembangunan demplot sumur resapan di wilayah rawan kekeringan 4. Pembangunan / pengembangan system IPA mini 5. Pengelolaan hutan bersama masyarkat (PHBM) (Pratiwi, 2011). 2.10 CONTOH PERISTIWA Berita tentang terkait bencana kekeringan terbaru kali ini banyak peristiwa kekeringan yang melanda beberapa titik di Indonesia, diantaranya :



Gambar 3.1 Peristiwa Krisis Air Bersih di Gorontalo (Sumber: Liputan6.com) Krisis air bersih sudah merupakan dampak yang pasti akan disebabkan oleh bencana kekeringan. Faktor utama minimnya air bersih ini dikarenakan oleh minimnya peresapan air yang banyak diperankan oleh akar pohon. Akar tanaman atau akan pohon akan menyerap air yang turun dari air hujan mengalir ke permukaan tanah dan disimpan sebagai air tanah, sehingga bisa digunakan ketika musim kemarau tiba. Pada faktanya, kini banyak daerah yang memiliki sedikit pohon, sehingga daerah tersebut tidak memiliki tabungan air yang banyak atau terbatas. Hal ini pun tifak akan bisa mencukupi



28



kebutuhan masyarakat ketika sudah memasuki musim kemarau. Penggunaan air yang berlebihan juga bisa dicanangkan sebagai salah satu faktor krisisnya air bersih. Kesadaran masyarakat untuk hemat terhadap penggunaan air sudah jarang dihiraukan lagi. Penyebabnya pula cadangan air tanah akan semakin terkuras dan menipis, sehingga ketika musim kemarau tiba, banyak yang merasakan keluhan kekurangan air bersih ini. Air tanah ini adalah air yang terkandung dalam lapisan tanag atau celah – celah bebatuan yang berada di bawah permukaan tanah, yang tergabung dalam lapisan tanah atau yang biasa dikenal dengan sebutan akuifer. Lapisan tanah ini akan bersifat permeable. Permeable adalah kemampuan tanah untuk meloloskan air seperti lapisan pasir dan kerikil. Sedangkan pada tanah yang tidak memiliki kemampuan tersebut akan disebut dengan lapisan lempeng impermeable. Berdasaarkan jenisnya, air tanah ini kemudia dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Air tanah dangkal Air tanah dangkal ialah air tanah yang freatik, yaitu air tanah yang terjadi akibat air hujan yang neresap ke dalam tanah dan berkumpul di atas lapisan impermeable yang terdekat dari permukaan tanah sehingga bisa menjadi penyebab erosi tanah. Semakin tinggi permukaan tanah, maka akan semakin dalam letak air tananhnya. Hal ini disebabkan bahwa dalaman disuatu tempat berbeda – beda. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh jenis dan struktur tanah yang berbeda antara satu dan lainnnya. 2) Air tanah dalam Air tanah dalam biasa disebut dengan air tanah artesis, yaitu air tana yang berada di bawah lapisan air tanah dangkal dan diantara dua lapisan impermeable. Air tanah dala ini merupakan lapisan bawah yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber air minum di kawasan perkotaan. Dari penjelasan peran air tanah sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa



29



peran serta penanaman pohon juga sangat penting bangi kelestarian hidup. Adapun fungsi dari penghijauan ialah sebagai berikut :  Mencegah terjadinya banjir Dilihat dari fungsi pohon sendiri, khususnya akar ialah untuk menyerap air hujan dan menyimpan cadangan air di dalam tanah. Sehingga air yang teresap akan terkunci di dalam tanah sehingga mengecilkan resiko terjadinya banjir.  Kualitas air tanah Dilansir dari fungsi pohon yang juga menjaga kualitas air tanah dengan akarnya. Sering diketahui bahwa adanya mata air yang dikonsumsi berada disekitar pepohonan yang terjaga kejernihannya dan kesegarannya.  Mengurangi polusi udara Pohon pada daunnya berkemampuan untuk melakukan fotosintesis, dan fotosintesis ini menggunakan karbon monoksida sebagai bahan utamanya berserta sinar matahari. Sedangkan polusi yang kita ketahui memiliki kandungan karbon monoksida yang kuat dan melimpah. Dapat diartikan jika banyak pohon tertanaman dan melakukan peristiwa fotosintesis, maka akan banyak udara karbon monoksida yang diolah dalam proses fotosintesis menjadi karbon dioksida.  Pengontrol Iklim Indonesia memiliki iklim tropis, dimana iklim panas yang mendapatkan sinar matahari akan lebih panas daripada iklim penghujan. Udara kotor yang dihasilkan saat ini mengandung berbagai macam gas yang berbahaya dan pada akhrinya dapat menyebabkan iklim tidak seperti seharusnya. Kemudian disini pohon yang berperan unutk menjadi penyeimbang atau penetralisir sehingga perubahan iklim yang terjadi tidak terlalu ekstrim.



30



Gambar 3.2 Kebakaran di Madiun (Sumber: Liputan6.com) Banyak kasus kebakaran hutan yang disebabkan oleh kekeringan ini terjadi akibat hutan yang tidak mampu menyimpan cadangan air saat musim penghujan yang menjadi penyebab tanah longsor juga. Ini juga disebabkam oleh tersebarnya emisi gas karbondioksida ke udara, menjadi asap yang timbul akibat kebakaran hutan berskala besar menguap ke lapisan atmosfer sehingga berpotensi menyebabkan pemansan global. Sehingga sangat 31ating angin kencang, maka akan memicu terjadinya peristiwa percikan api dan menyala. Kemudian api yang menyala ini akan semakinn di perluas dengan aning kencang sehingga titik api pun juga akan semakin melebar.



31



Gambar 3.3 Kebakaran di Gunung Semeru Akibat Kemarau (Sumber: DetikNews.com)



32



Gambar 3.4 Waduk Kekeringan (Sumber: ANTARA)



Gambar 3.5 Kekeringan di Sukabumi (Sumber: Nurul, 2009) “REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Laporan kekeringan dan kebakaran akibat dampak kemarau mulai meningkat di Juni 2019. Ini karena pada sebelumnya tidak ada laporan kejadian kekeringan dan kasus kebakaran yang meningkat” Dari berita tersebut diketahui bahwa kemarau panjang juga sebagai faktor utama yang menghasilkan dampak bencana kekeringan dan juga berdampak pada bencana tahap lanjut yang dihasilkan, yaitu kebakaran lahan gambut di beberapa tempat.



33



Gambar 3.6 Kekeringan Mengintai Jakarta dan Banten (Sumber: Kontan.com) Berdasarkan Kontan.co.id, menjelaskan informasi peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa daerah Jakarta dan sekitarnya kini dalam status waspada dini kekeringan. Dari hasil analisis BMKG terbaru bulan Agustus 2019, menyampaikan jika seluruh Zona Musim di DKI Jakarta dan Banten memasuki musim kemarau. Sebagian besar wilayah di DKI Jakarta dan Banten mengalami deret hari kering selama lebih dari 20 hari hingga diatas 60 hari. Dari perkiraan cuaca, daerah tersebut akan mengalami curah hujan sangat rendah bahkan kurang dari 20 milimeter(mm)/dasarian, dengan peluang sampai 90%.



34



Gambar 3.7 Pemanasan Global Memicu Kekeringan (Sumber: CNN Indonesia) Hasil riset yang disampaikan oleh CNN Indonesia menjelaskan, pada tahun 2100 suhu bumi diperkiran akan naik mencapai rata-rata 7 derajat Celsius. Hal ini ditunjukkan dua pusat penelitian di Prancis. Dengan peningkatan 1 derajat celsius, dunia akan menghadapi gelombong panas yang semakin mematikan dari kekeringan, banjir dan siklon tropis yang merusak dan juga permukaan naik yang naik.



35



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kekeringan merupakan peristiwa yang mudah terjadi pada daerah-daerah dengan jenis tanah yang tidak mampu menyimpan cadangan air tanah dan cenderung gersang, sehingga sering terjadi kekurangan sumber daya air tanah yang menyebabkanlahan-lahan menjadi kering. 2. Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama yang dapat digunakan untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi bencana kekeringan. Indeks kekeringan memiliki lima kriteria yaitu dapat dianalisa dengan skala waktu, secara nyata, bersifat kuantitatif, bersifat aplikatif, dan terdapat rekaman secara historis. 3. Kekeringan dibagi menjadi dua yait kekeringan alamiah dan kekeringan antropogenik.



Kekeringan



alamiah



meliputi



kekeringan



meteorologis,



hidrologis, dan agronomis. 4. Terjadinya bencana kekeringan dapat ditandai dengan menurunnya tingkat curah hujan, menurunnya lengas tanah, kurangnya sumber mata air dan pasokan air berkurang. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana kekeringan adalah lamanya musim kemarau, penggunaan air yang berlebihan, mimimnya peresapan air, kekurangan sumber air, jauhnya jarak dengan sumber, dan sedikitnya tampungan air buatan. 6. Beberapa tahapan pengelolaan pencegahan bencana kekeringan ini sudah dikemukakan, diantaranya : -



Memantau ketersediaan air pada sumber mata air seperti pada



-



sungai, waduk dan tempat penampungan air hujan Membuat estimasi jadwal terjadinya kekeringan, hal ini dapat dilakukan dengan mencocokkan antara jadwal mengenai musim hujan dan musim kemarau di Indonesia



-



Menyiapkan program bantuan dan pendanaan



-



Memaksimalkan bantuan pendanaan dengan sasaran yang tepat 36



-



Memastikan keadaan menjadi normal dan tidak ada trauma oleh korban



7. Adapun dampak yang disebabkan oleh kekeringan pasti ketidaknyamanan masyarakat baik dari sector iklim dan fasilitas sumber daya alam, khususnya air. Serta dampak yang lebih luasnya sangat dirasakan oleh pihak petani yang akan mengalami resiko gagal panen. 8. Upaya Penanggulangan yang dapat dilakukan saat dan setelah kekeringan ialah seperti membangun kembali sumber air, contohnya membangun embung, menghindari waduk dari pendangkalan, membangun system irigasi. 9. Mitigasi bencana kekeringan harus diperhatikan dan diterapkan dengan baik agar mengurangi akibat lebih butuk dari bencana kekeringan, yaitu dengan memperhatikan mitigasi jangka pendek dan jangka panjang. Lebih spesifikasinya dengan menghemat penggunaan air bersih, menjaga system irigasi yang baik. 10.



Banyak contoh peristiwa bencana kekeringan yang sudah terjadi. Diantaranya ialah beberapa terjadi peristiwa krisis air bersih di beberapa tempat karena sumur kering, sumber air mati, waduk mendangkal, dan kemarau panjang. Hingga pada akibat buruknya ialah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kebakaran lahan gambut akibat kemarau panjang.



37



3.2 SARAN Dampak bencana selalu ada yang positif dan ada yang negatif, mengenai dampak negatif pasti akan merugikan banyak pihak bahkan sampai menelan korban jiwa. Oleh karena itu, sosialisasi mengenai bencana seharusnya lebih digencarkan lagi terutama di daerah yang rawan akan terjadinya bencana. Berdasarkan



paparan



mengenai



bencana



kekeringan,



alangkah



baiknya



masyarakat selalu dihimbau untuk penghematan penggunaan air. Dalam penulisan makalah sebaiknya selalu memperhatikan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI) setiap poinnya, agar karya yang dihasilkan dapat maksimal.



38



DAFTAR PUSTAKA A.W. Coburn, R.J.S. Spence, A. Pomonis.1994.Cambridge Architectural Research Limited, The Oast House, Malting Lane, Cambridge, United Kingdom Adi, Henny Pratiwi. 2011. Kondisi Dan Konsep Penanggulangan Bencana Kekeringan Di Jawa Tengah. Artikel disajikan dalam Seminar Nasional Mitigasi dan Ketahanan Bencana, UNISSULA, Semarang, 26 Juli 2011. Adidarma, Wani Kristanti. 2007. Studi Kekeringan P.Sabu, Kabupaten Kupang, NTT. Puslitbang Sumber Daya Air. Adiningsih, E. S. 2014. Tinjauan Metode Deteksi Parameter Kekeringan Berbasis Data Penginderaan Jauh. Jakarta: Pusat Teknologi Dan Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia, edisi II. Penerbit : Direktorat Mitigasi Lakhar BAKORNAS PB. Jakarta. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika . 2014 . Buku Informasi Peta Bazza, Mohamed. 2002. Water Resources Planning and Management for Drought Mitigation. FAO.California Urban Water Agencies. 1991. Survey of 1991 Drought Management Measure. California. EC Network, Water Scarcity and Drought Expert. 2008. Drought Management Plan Report Including Agricultural, Drought Indicators and Climate Aspect, Technical Report. Geological Society of America. 2007. Managing Drought: A Roadmap for Change in the United States. In a Conference Report from Managing Drought and Water Scarcity in Vulnerable Environments, The Geological Society of America. Heny, Pratiwi.2011. Kondisi dan Konsep Penanggulangan Bencana Kekeringan Di Jawa Hounam, C. E., Burgos, J.J., Kalik, M. S., Palmer, W.C. & Rodda, J. 1975 Drought and Agriculture. Technical Note no.138. World Meteorological Organization. Niemeyer, S. 2008. "New drought indices". Water Management {80) Hounam, C.E., Burgos, J.J., Kalik, M.S., Palmer, W.C., dan Rodda, J. 1975. Drought and Agriculture. Technical note no.138. World Meteorological Organization. Huschke, R. E., 1995: Glossary of Meteorology. Amer. Meteor. Soc., 638 pp. 39



Kekeringan Dengan Metode SPI (Standardized Precipitation Index) Propinsi Banten dan DKI Jakarta . Jakarta : Stasion Klimatologi Pondok Betung McKee, T.B., Doesken N.J., Kleist J. 1993. The Relationship of Drought Frequency and Duration to Time Scales. Colorado State University Nalbantis, I., Tsakiris, G., 2008. Assessment of Hydrological Drought Revisited. Water Resour. Manage.; DOI 10.1007/s11269-008-9305-1 Nurrahman, Fery Irfan dan Adjie Pamungkas. 2013. Identifikasi Sebaran Daerah Rawan Bahaya Kekeringan di Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknik Pomits, 2 (2). Panu, U. S., dan T. C. Sharma. 2002. "Challenges in drought research : some perspectives and future directions." Hydrological Sciences Journal 47 (August). Red, Shelia B. 1992. Pengantar Tentang Bahaya. Edisi Ke 3, UNDP dan DMTP. Su Rito Hardoyo, Muh Aris Marfai, Novi Maulida Ni’mah , dkk. 2011 . Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Pasang Air Laut Di Kota Pekalongan. Magister Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir dan Daerah. Supadi. 2009. Model Pengelolaan Irigasi Memperhatikan Kearifan Lokal. Semarang: Universitas Diponegoro. UN-ISDR, 2009. Drought Risk Reduction Framework and Practices. United Nations International Strategy for Disaster Reduction UU RI No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia.2007.Jakarta Wilhite, D. A. Dan C. L. Knutson. 2006. Drougt Management Planning: Conditions for Success. Option Mediteraneane, Series A-80 (80). Wilhite, D.A & M.H. Glantz. (1985). Understanding the drought phenomenon: the role of definitions. Water International, 10,111-120. Wilhite, D.A., Svoboda, M.D., Hayes, M.J., 2007. Understanding the complex impacts of drought: A key to enhancing drought mitigation and preparedness. Water Resour. Manage.; 21: 763–774. Wilhite. 1997. Improving Drought Management in the West The Role of Mitigation and Preparedness Stratefy. Www.liputan6.com/regional/read/4064392/puluhan-ribu-warga-terdampak-krisis-airbersih-gorontalo-darurat-kekeringan Yakin, F. Q. 2012. 127.788 Hektare Sawah Indoneisa Kekeringan.



40



41