Kel 11 Ipi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Kel.11



LINGKUNGAN DAN ATMOSFER PENDIDIKAN ISLAM



Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh nilai mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, pun agar mahasiswa terampil menggunakan perangkat keras berupa laptop, proyektor LCD, mahasiswa berlatih mandiri dan terampil berbicara di depan umum. Dosen Pembimbing: Kartika Wanojaleni, S.Pd.I M.Ag Disusun oleh : 1. Nunung Haryani 2. Zulfani Hoiriyah Saskiya



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) SUFYAN TSAURI MAJENANG – CILACAP Jln. K.H. Sufyan Tsauri Majenang Cilacap, Jawa Tengah (53257) tlp. (0280) 623562 Tahun Ajaran 2020/2021



DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.................................................................................................................2 BAB I.............................................................................................................................4 PENDAHULUAN.........................................................................................................4 1.1. Latar Belakang................................................................................................4 1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................4 1.3. Tujuan Pembuatan Makalah............................................................................4 BAB II...........................................................................................................................5 PEMBAHASAN............................................................................................................5 2.1. Pengertian dan Tujuan Lingkungan Pendidikan.............................................5 2.2. Macam-Macam Lingkungan dan Atmosfer Akademik...................................7 2.3. Pandangan Islam Tentang Lingkungan.........................................................10 2.4. Macam-Macam Lingkungan Pendidikan......................................................11 BAB III........................................................................................................................16 PENUTUPAN.............................................................................................................16 3.1. Kesimpulan....................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................17



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan pendidikan Islam merupakan karakter pendidikan yang semstinya diberlakukan secara nasional di negara kita. Islam adalah manhaj Rabbani yang sempurna, tidak membunuh fitrah manusia, dan diturunkan untuk membentuk pribadi yang sempurna dalam diri manusia artinya, pendidikan Islam dapat membentuk pribadi yang mampu mewujudkan keadilan ilahiah dalam komunitas manusia serta mampu mendayagunakan, sebab bagaimanapun bila berbicara tentang lembaga pendidikan sebagai wadah berlangsungnya pendidikan maka akan menyangkut masalah lingkungan dimana pendidikan tersebut dilaksanakan. Berbicara lingkungan pendidikan Islam berarti kita akan berbicara keluarga, sekolah, dan masyarakat.



1.2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pengertian dan tujuan lingkungan dan atmosfer akademik? 2. Sebutkan macam-macam lingkungan dan atmosfer akademik ? 3. Bagaimana pandangan islam tentang lingkungan dan atmosfer akademik? 4. Sebutkan macam-macam lingkungan pendidikan? 1.3. Tujuan Pembuatan Makalah 1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pengertian dan tujuan lingkungan dan atmosfer akademik 2. Untuk mengetahui macam-macam lingkungan dan atmosfer akademik 3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam tentang lingkungan dan atmosfer akademik 4. Untuk Mengetahui macam-macam lingkungan pendidikan 3



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Pengertian dan Tujuan Lingkungan Pendidikan Secara harfiah lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengitari kehidupan, baik berupa fisik scperti alam jagat raya dengan segala isinya, maupun berupa nonfisik, seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang, serta teknologi. Kedua lingkungan tersebut badir secara kebetulan, yakni tanpa diminta dan direncanakan oleh manusia. Seseorang yang lahir di Indonesia dengan lingkungan alaminnya, atau yang lahir di Amerika Serikat dengan lingkungan alamnya pula, bukanlah atas permintaannya sendiri. Demikian pula orang-orang yang menjadi orang tuanya, saudaranya, tetangganya, dan lainnya terjadi secara kebetulan dilihat dari sudut pandang manusia, dan merupakan takdir Tuhan dilihat dari sudut pandang Tuhan.1 Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab siapa yang melaksanakan dalam pendidikan itu. Hal ini berkenaan dengan tiga pusat lingkungan pendidikan, lingkungan pendidikan di keluarga, lingkungan pendidikan di sekolah, dan lingkungan pendidikan di masyarakat.2



Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012) hlm. 291 1



Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan. I (Yogyakarta, STAIN Po Press, 2007) hlm. 145 2



4



Dalam arti yang luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang.3 Lingkungan fisik dan nonfisik tersebut demikian inelekat dalam kehidupan manusia dan mengelilinginya. Itulah yang selanjutnya menjadi ciri khas lingkungan dan membentuk semacam suasana yang khas (atmosfer) bagi kehidupan. Karena lingkungan tersebut demikian kuat dan besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia, khususnya menurut aliran behaviorisme dan empirisme, maka lingkungan tersebut harus memiliki nilai-nilai pendidikan, yaitu lingkungan yang rnemberi pe- ngaruh positif bagi pembentukan pola pikiran, sikap,’ dan perbuatan manusia, yang pada gilirannya dapat membentuk kepribadian dan



karakter manusia. Lingkungan yang



demikian itulah yang selanjutnya disebut lingkungan pendidikan, vakni lingkungan yang mendidik.4 Lingkungan yang mengandung nilai pendidikan itu dapat dicontohkan dengan lingkungan lingkungan pesantren. Secara fisik, di pesantren terdapat masjid, asrama atau pondokan, rumah kiai, santri, dan kitab kuning. Kelima ciri fisik tersebut hanya ada di pesantren, khususnya pesantren tradisional. Di tempat lain secara terpisahpisah bisa dijumpai adanya masjid (di kampung-kampung atau di kota-kota yang berpenduduk mayoritas muslim), adanya kitab kuning (di pasar-pasar) dan seterusnya. Namun masing-masing unsur atau komponen tersebut terpisah-pisah dan tidak mernbentuk sebagai satu kesatuan lingkungan fisik sebagaimana yang terdapat di pesantren. Selanjutnya secara nonfisik, di pesantren terdapat nilai-nilai yang dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari. Nilai-nilai tersebut sebagian besar didominasi oleh nilai-nilai fiqh dan tasawuf. Nilai-nilai fiqh terlihat dari sikap dan pandangan para santri terhadap sesuatu yang dihubungkan dengan 3



Zakiah Daradjat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hlm. 63



Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012) hlm. 291 4



5



status hukumnya, serta dalam kebiasaan- nya menjalankan ibadah shalat berjama’ah. Adapun nilai-nilai tasawuf terlihat dari sikap dan perilaku para santri yang cenderung sederhana (zuhud), tawadlu’ (rendah hati), sabar, tawakal, ikhlas, dan qana’ah. Nilainilai tasawuf ini mereka dapati dari informasi yang terdapat dalam berbagai kitab kuning yang mereka pelajari, seperti Kilab Ta’lim Muta’allim Thuruq al-Ta’allum, karangan Burhanuddin al-Jarnuji; Kitab Nashaih al-Ibad, karangan al-Nawawiy, Kitab Ihya' Ulum al- Din, karangan Imam al-Ghazali, dan sebagainya. Baik lingkungan fisik maupun nonfisik sebagaimana tersebut di atas selanjutnya menjadi ciri khas lingkungan pesantren, yang selanjutnya menjadi suasana yang khas bagi kegiatan pendidikan. Inilah yang selanjutnya dapat disebut sebagai atmosfer akademik



2.2. Macam-Macam Lingkungan dan Atmosfer Akademik Konsep lingkungan dalam hubungannya dengan pendidikan dan manusia sebagai makhluk yang merdeka, memiliki daya yangkuat, serta berbagai potensi jasmani, rohani dan spiritual yang dimilikinya, telah menimbulkan berbagai aliran yang antara satu dan lainnya menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Berbagai aliran tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.5 Pertama, aliran empirisme atau behaviorisme dari john locke. Menurut aliran ini, manusia atau peserta didik diangga sebagai gelas kosongyang dapat diisi apa saja oleh pemiliknya. Peserta dinilai sebagai yang pasif seperti robot yang patuh dan tunduk sepenuhnya kepada pemiliknya. Murid ibarat kertas putih yang kosong yang dapat ditulis apa saja oleh pemiliknya. Menurut aliran yang eksternalin, bahwa watak dan karakter peserta didik ditentukan oleh faktor dari luar yang ditransmisikan oleh pendidi. Dengan pandangan empirisme ini, maka yang menentukan dan aktif dalam



5



Ibid. hlm. 293. 6



pendidikan ialah guru. Pandangan empirisme dan behaviorisme ini selanjutnya menjadi sebuah aliran yang memiliki paradigma belajar sebagai berikut: 1. Memandang ilmu pengetahuan sebagai hal yang objektif, pasti, tetap,dan tidak berubah. 2. Memandang belajar sebagai upaya memperoleh pengetahuan, dan mengajar dinilai sebagai upaya menyampaikan ilmu pengetahuan. 3. Mengharapkan agar seluru peserta didik memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang sama. 4. Tujuan pembelajaran ditentukan pada penambahan ilmu pengetahuan. 5. Penyajian isi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terpisah dan terakumulasi pada fakta yang mengikuti uraian dari bagian keseluruhan. 6. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, dan aktivitas belajar lebih banyak Kedua, aliran nativisme dari Scopenhaur. Menurut aliran ini, bahwa yang menentukan seseorang menjadi apa saja, bukan lingkungan sebagaimana yang dianut behaviorisme dan empirisme sebagaimana disebutkan di atas, melainkan watak, pembawaan dan potensi yang dimiliki seoarang peserta didik dari sejak lahir. Aliran nativisme ini bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dari diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak lahir. Hasil pendidikan ditentukan oleh pembawaan. Menurut Schopenhaur (filsuf Jerman 1788-1860) bahwa setiap bayi yang lahir sudah membawa pembawaannya sendiri, baik pembawaan yang positif maupun yang negatif, oleh karena itu hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Pembawaan yang



7



jahat akan menjadi jahat, dan pembawaan yang buruk akan menjadi buruk. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaaan anak didik tidak akan berguna untuk berkembanagan anak sendiri. Ketiga, aliran konvergensi. Aliran ini dirintis oleh William Stern (1871-1939), seoarang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat, bahawa seorang anak dilahirkan didunia sudah disertai pembawaan baik dan pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peran yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal, kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, ialah juga hasil konvergensi. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pandang tentang faktor-faktor mana yang paling dominan dalam menentukan tumbuh kembang manusia itu. Variasi-variasi itu tercermin antara lain dalam perbedaan pandang tentang strategi yang tepat untuk memahami perilaku manusia,



seperti



strategi



disposisional/konstitusional,



strategi



fenomenologi,



humanistik, behavioral,psikodinamik, psiko-anatilik, dan sebagainya. Berbagai teori ini selanjutnya memunculkan berbagai teori belajar atau teori model pembelajaran.



8



2.3. Pandangan Islam Tentang Lingkungan Aliran empirisme behaviorisme, nativisme humanisme, dan konvergansi dengan berbagai variasinya sebagaimana tersebut diatas. Namun demikian, jika dilakukan analisis secara agak mendalam dan seksama, tampaknya ajaran islam tidak menganut salah satu aliran tersebut, karena ketiga aliran tersebut semata-mata mengandalakan pengaruh atau faktor yang berasal dari usaha manusia sendiri. Pada empirisme yang berpengaruh faktor dari luar yang dibuat manusia. Pada nativisme yang berpengaruh faktor dari dalam yang berasal juga dari manusia. Dan pada konvergensi yang berpengaruh dari dalam dan dari luar yang juga sama-sama diciptakan manusia. Dengan demikian, seluruh aliran tersebut masih memusat pada usaha manusia, dan belum melibatkan peran Tuhan. Hal ini bertentangan dengan ideologi pendidikan islam yang bercorak humanisme teo-cenris ,yang pada intinya memadukan antara usaha manusia dan pertolongan hidayah dari Tuhan.6 Dalam pandangan islam, proses pembentukan pribadi manusia tidak hanya diusahakan oleh manusia dengan berbagai teori tersebut, melainkan juga ditentukan oleh hidaya dari Allah SWT. Proses pndidikan dalam islam digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW seperti proses bertani. Bahwa untuk menghasilkan produk pertanian yang baik diperlukan bibit yang unggul dan baik (nativisme) dan tanah yang subur, pupuk yang cukup, cuaca yang tepat, air yang cukup, pemeliharaan yang telaten, dan cara menanam yang benar (empirisme). Namun semua ini, belum menjamin bahwa pertanian tersebut akan berhasil dengan baik, usaha-usaha tersebut tidak bisa sepenuhnya menjamin, bahwa pertanian akan berhasil dengan baik. Masih ada yang menentukan hasil pertanian tersebut, yaitu Allah SWT. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman: “Maka terangkanlah kepada-ku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya? (QS. Al-Waqiah:63-64)”. 6



Ibid. hlm. 297-289. 9



Dengan demikian, proses pendidikan dalam islam dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor pembawaan dari diri manusia, faktor lingkungan, dan faktor hidayah dari Allah SWT. Itulah sebabnya, jika seseorang berhasil mendidik manusia, maka diharapkan ia tidak sombong, karena keberhasilan tersebut atas izin Tuhan. Sebaliknya, jika seseoarang belum berhasil mendidik manusia, maka diharapkan tidak putus asa, karena ketidak berhasilan tersebut juga atas kehendak Tuhan.



2.4. Macam-Macam Lingkungan Pendidikan Pada perkembangan selanjutnya institusi pendidikan ini disederhanakan menjadi tiga macam, yaitu keluarga sebagai lembaga pendidikan informal, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan nonformal. Ketiga bentuk lembaga pendidikan tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan dan pembinaan kepribadian peserta didik.7 1. Lingkungan pendidikan di keluarga Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali dan nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan, dan pemerdekaan. Keluarga (kawula dan warga) dalam pandangan antropologi adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh kerja sama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat, dan sebagainya. Inti keluarga adalah ayah, ibu, dan anak.8 Pendidikan keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan pelekat fondasi dari watak dan pendidikan setelahnya. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai peserta didik. 9 Keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan 7



Ibid. hlm. 292



Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010, cet. ke-3, hlm. 226. 8



10



pendidikan luar sekolah. keluarga memiliki peranan penting dalam mendidik setiap anak. Karena itu lingkungan keluarga harus menyiapakn lingkungan yang Islami bagi anggotanya. Keberhasilan mencetak generasi sangat ditentukan oleh sejauh mana peran keluarga dalam menyiapakan faktor-faktor yang dapat mendorong terhadap keberhasilan pendidikan Islam di dalam keluarga dan meyingkirkan faktor-faktor yang dapat menggagalkan pendidikan Islam di dalam keluarga. Baik atau buruknya tauhid, ibadah dan akhlak orang tua sangat menentukan warna kepribadian anak. Karena orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. Jika orang tua tidak mengupayakan dan tidak punya cita-cita membangun pendidikan Islam di rumahnya, maka sulit untuk membangun generasi yang baik. Oleh karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif lagi Islami sehingga anak didiknya akan tumbuh dan berkembang menjadimanusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam. Agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum membangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Seperti memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab. yang di dalam al-Qur’an disebut baligh. Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, pendidikan dan sebagainya. Jelaslah kiranya bagi kita selaku orang tua yang menjadi pemimpin, guru bagi anak-anaknya hendaklah mendidik anak-anaknya tentang: a. Tauhid dan menjauhi perbuatan syirik; b. Akhlak terhadap orang tua; c. Kekuasaan Allah; d. Ibadah sholat; e. Akhlak terhadap lingkungan sosial. Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 264. 9



11



Itulah landasan pendidikan di rumah tangga muslim, hendaknya memperhatikan pendidikan aqidah/keimanan kepada Allah. Kerusakan lingkungan masyarakat sesungguhnya dimulai dari kerusakan lingkungan rumah jika kita memperhatikan lingkungan masyarakat kita hari ini dengan seksama dan cermat, maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa lingkungan rumah tangga muslim belum terarah sebagaimana kisah Luqman kepada anaknya.



2. Lingkungan Sekolah Yang Islami Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan. Secara historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian pengunjungpengunjung masjid. Di Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah pesantren, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi seperti IAIN dan STAIN. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan Islam. Lingkungan sekolah yang Islami seperti yang kita saksikan dewasa



12



ini, terutama sekolah yang yang dibawah Departemen Agama (DEPAG) sebagaimana tersebut di atas kalau ukur dengan Islam masih jauh.



3. Lingkungan Masyarakat yang Islami Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian terpenting dan memegang peranan dalam proses pendidikan. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu dengan latar belakang yang beragam akan mempengaruhi pendidikan, dan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat yang Islami sangat diperlukan, dan memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda untuk membentuk atau menciptakan lingkungan yang Islami. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada di dalamnya baiak berupa pemikiran maupun tingkah lakunya, maka individu ini menjadi batu bata yang baik bagi bagunan masyarakat apabila tarbiyah kemasyarakatan berpola kepada tarbiyah Islamiyah, sebaliknya ia akan menjadi batu bata yangburuk dalam bangunan yang buruk jika tarbiyah masyarakat tidak dilandasi ruh Islam.10 Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang Islami lagi nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang Islami agar mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan 10



Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy, Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyim, Pustaka Al-Kautsar,



Jakarta, 2001, 221.



13



lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang Islami dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang Islami



agar



dukungan



dari



masyarakat



setempat



dapat



memungkinkan



terselenggaranya pendidikan Islam tersebut. Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), kursuskursus ke-Islaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap muslim sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang Islamidan nyaman demi keberlangsungan proses pembentukan lingkungan pendidikan yang Islami terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Itu tertuang dalam UU RI No.20 ,Tahun 2003, pasal 55 ayat 1 “Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat.” 11 Berdasarkan undangundang sistem pendidikan nasional tersebut di atas pemerintah memberikan jaminan dan hak kepada warganya untuk membangun lingkungan pendidikan sesuai dengan keyakinannya.



Peraturan Premerintah RI No. 47 & 48 th. 2008, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2008, 110. 11



14



BAB III PENUTUPAN



3.1. Kesimpulan Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan pendidikan adalah tanggung jawab siapa yang melaksanakan dalam pendidikan itu. Hal ini berkenaan dengan tiga pusat lingkungan pendidikan, lingkungan pendidikan di keluarga, lingkungan pendidikan di sekolah, dan lingkungan pendidikan di masyarakat. Konsep lingkungan dalam hubungannya dengan pendidikan dan manusia sebagai makhluk yang merdeka, memiliki daya yangkuat, serta berbagai potensi jasmani, rohani dan spiritual. Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang Islami lagi nyaman dan mendukung. Keberhasilan mencetak generasi sangat ditentukan oleh sejauh mana peran keluarga dalam menyiapakan faktor-faktor yang dapat mendorong terhadap keberhasilan pendidikan Islam di dalam keluarga Dalam pandangan islam, proses pembentukan pribadi manusia tidak hanya diusahakan oleh manusia dengan berbagai teori tersebut, melainkan juga ditentukan oleh hidaya dari Allah SWT.



15



DAFTAR PUSTAKA Abudin, Nata. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media. Dr. Hasan bin Ali Al-Hijazy. 2001. Manhaj Tarbiyah Ibnu Qoyim. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Miftahul Ulum. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan. I Yogyakarta, STAIN Po Press. Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan. 2016. Studi Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Ar-Ruzz Media Zakiah Daradjat. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Peraturan Pemerintah RI No. 47 & 48 th. 2008, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2008, 110.



16