Kelelahan Dan Over Trainning [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Latihan merupakan gerakan dan kegiatan fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot besar, seperti latihan kalistenik, jogging, berenang, dan berlari (Kent dalam Soni, 2008:72). Latihan olahraga merupakan salah satu modulator fungsi biologis yang bersifat ganda, yakni dapat menimbulkan pengaruh positif (meningkatkan dan memperbaiki), maupun pengaruh negatif (menurunkan dan merusak) (Harjanto dan Santoso dalam Bawono, 2008:102). Menurut Sugiarto, Latihan olahraga yang dilakukan secara baik, teratur, progesif, dan tepat dosis akan menyebabkan peningkatan sistem adaptasi tubuh (Bawono, 2008:103). Latihan merupakan salah satu tekanan ekstrim yang diterima oleh tubuh. Adaptasi fisiologis merupakan bentuk reaksi yang terjadi dalam tubuh untuk mempertahankan homeostatis tubuh saat menghadapi tekanan latihan olahraga. Ada empat bentuk adaptasi yang nampak dalam mempertahankan proses homeostatis tubuh, meliputi adaptasi neuromuscular, adaptasi metabolisme, adaptasi kardiorespiratori, dan adaptasi otot skelet. Selain empat bentuk adaptasi tersebut, kelelahan otot merupakan salah bentuk mempertahankan homeostatis tubuh (Roger, 2009: 24). Kelelahan dapat di definisikan sebagai kondisi menurunnya kapasitas kerja yang di sebabkan oleh melakukan pekerjaan (yang dikerjakan) itu. Perlu di tekankan bahwa kelelahan yang di sandangnya adalah yang benarbenar karena melakukan pekerjaan itu. Masalahnya karena ada hal-hal lain juga yang dapat menurunkan kapasitas kerja, misalnya: pengaruh obat, pengaruh sakit, atau karena kurangnya minat. Dalam tiga hal yang tersebut di atas terdapat rasa lelah walaupuan tak ada pekerjaan apapun yang di lakukan sebelumnya. Apa bila kelelahan ini terus dipaksakan maka kelelahan tersebut akan menjadi over trainning yang menyebabkan ketidak sanggupan tubuh untuk melakukan aktifitas.



1 | Kelelahan dan Overtraining



Karena kelelahan dan overtraining ini sangat penting untuk diketahui oleh para pelaku olahraga, maka dalam makala ini penulis mencoba untuk membahas tentang kelelahan dan overtrainning. B. Rumusan Masalah Ada pun permasalahan yang ada dalam makalah ini adalah: 1. apakah kelelahan itu? 2. apakah overtrainning itu? 3. Bagaimana cara mengatasi dan mengobati kelelahan dan overtrainning?



2 | Kelelahan dan Overtraining



PEMBAHASAN A. Bentuk kelelahan Menurut Giriwibowo (2012:51) kelelahan dapat di definisikan sebagai kondisi menurunnya kapasitas kerja yang di sebabkan oleh melakukan pekerjaan (yang dikerjakan) itu. Menurut Giriwibowo (2012:51) kelelahan di bagi menjadi dua tipe, yaitu kelelahan mental dan kelelahan fisik. Kelelahan mental adalah kelelahan yang merupakan akibat dari kerja mental. Kelelahan ini sering disebabkan oleh ke jemuan sebab kurangnya minat, dan hal ini lebih merupakan masalah bagi para ahli psikologi, psikiater, sosiolog termasuk pula para ahli ilmu faal. Kelelahan fisik di sebabkan oleh karena kerja fisik atau kerja otot, dan menjadi maalah yang sangat menarik minat para ahli ilmu faal. Perlu di pahami bahwa kelelahan fisik adalah kelelahan dari Ergosistema-I (ES-I), dan dari Es-I yang berfungsi secara aktif adalah sistem nervorum dan sistem muskular, gabungan dari keduanya lebih di kenal sebagai sistema neuro muscular, sehingga kelelahan hakikatnya dapat terjadi pada salah satu dari padanya atau gabungan dari keduanya. Haruslah di pahami bahwa istilah kelelahan sesungguhnya tidaklah jelas dan tidak pasti. Perubahan-perubahannya yang objektif barulah dapat di ukur dengan pasti bila kelelahan itu telah berkembang sampai derajat yang tinggi. Dill dalam Giriwijoyo (2012:52) membagi kelelahan menjadi kelelahan oleh kerja sedang (moderate work), kelelahan oleh kerja berat (hard work), dan kelelahan oleh kerja maksimal (maksimal work), ia yakin bahwa kelelahan tipe pertama tidak di minati oleh paraahli ilmu faal, karena hal itu termasuk dalam tipe yang



3 | Kelelahan dan Overtraining



dideskripsikan sebagai kejemuhan (boredom). Disini penggunaan daya (energi) selama 8 jam kerja sehari relatif kecil, sedemikian rupa sehinga melakukan aktifitas lain, misalnya berkebun, aktifitas bermain yang berat atau berdansa. Dill dalam Giriwijoyo (2012:52) mengatakan bahwa dengan kondisi ideal di luar maupun di dalam sekolah atau pabrik, pekerjaan akan di kerjakan dengan senang hati serta dengan irama yang uniform, tanpa adanya rasa lelah atau bosan. Perbedaan antara kerja sedang dan kerja berat didasarkan pada besar olahdaya yang terjadi pada melakukan kerja, dan tentu saja hal itu berrkaitan dengan kemampuan individu yang bersangkutan dalam hal mamasok O2 bagi tubuhnya. Kerja sedang didefinisikan sebagai jumlah kegiatan fisik yang menggunakan daya ≤ 3x olahdaya (metabolisme) basal. Olahdaya basal adalah olahdaya terendah seseorang yang terjadi ketika orang itu dalam keadaan istirahat berbaring tetapi tetapi tetap sadar (tidak tidur). Kerja berat menggunakan daya antara 3-8x olahdaya basal. Dikatakan bahwa 8x olahdaya basal adalah kegiatan maksimal yang dapat dilakukan selama 8 jam secara terus-menerus. Lebih dari batas ini sistema sirkulasi dan respirasi tidak dapat secara efectif memasok O2 yang diperlukan. Pembagian Dill tersbut diatas lebih mengarah kepada fisiologi kerja (work physiology) bukan atas landasan pemikiran pisiologi olahraga (sports physiology). Pada kerja sedan dan kerja berat, keduannya masih dengan intensitas yang penggunaan O2nya di bawah VO2mak, sehingga secara fisiologi beban kerjanya masih pada zona “normal load” atau “syubmaximal load”. Artinya beban kerja masih dapat dilakukan dalam kondisi mantap (stady state). Pada beban kerja yang



4 | Kelelahan dan Overtraining



masih dapat dilakukan denga kondisi mantap, perubahan yang terjadi didalam darah hanyalah sedikit asam laktat dan cadangan alkali tidak berubah denyut jantung, volume respirasi dan sistem sirkulasi berubah secara linear sesuai dengan meningkatnya olahdaya (metabolisme). Dalam kerja maksimal, tipe ke 3 dari Dill, intenitas kerja memasuki zona “over load” yang menjadikannya tidak mungkin kerja dilakukan dalam kondisi mantap, dan kerja akan terpaksa harus berhenti ketika kapasitas anaerobic telah mencapai maksimal, sebab ketika itu kadar asam laktat di dalam tubuh telah mencapai maksimal.



B. Penyebab Kelelahan Penyebab pertama kelelahan fisik maupun mental haruslah berupa kegiatan yang menggunakan daya (energy), karena tidak akan terjadi kelelaha bila sama sekali tidak ada penggunaan daya. Pada hakikatnya kelelahan dapat terjadi



5 | Kelelahan dan Overtraining



oleh berbagai penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan homeostasis. Penyebab-penyebab itu adalah; 1. sumber daya habis atau tidak dapat di peroleh 2. tertimbunya sampah olahdaya di alam tubuh 3. tanggungnya keseimangan elektrolit/asam-basa di dalam cairan tubuh di alam tubuh 4. terganggunya keseimbangan pemasukan dan pengeluaran air didalam tubuh. (Giriwijoyo, 2012:54) Orang yang berkerja berat dengan durasi panjang, kelelahanya dapat ditunda bila selama berkerja ia diberi air minum dengan banyak gula. Sebaliknya orang dengan kondisi kekurangan makan/kelaparan, tidak akan mampu berkerja berat dengan durasi panjang. Ahli ilmu faal, jeman ranke, mengemukakan bahwa zat-zat yang dibentuk ketika terjadinya kontraksi otot yaitu asam laktat, CO2, dan asam fosfat akan menghambat (kekuatan) kontraksi otot. Kehadiran dan jumlah zat-zat ini berkaitan dengan kurangnya jumlah pasokan O2 kepada otot-otot yang berkontraksi. Kekurangan O2 pada orang-orang yang berkerja memang akan memper cepet terjadinya kelelahan pada orang-orang itu. Kelelahan juga dapat terjadi oleh karena terganggunya lingkunggan hidup sel. Hal ini dapat terjadi oleh karena terganggunya keseimbangan air dalam tubuh atau karena terganggunya keseimbanga jumlah air dalam tubuh atau terganggunya penataan keseimbanggan garam-garam/eletrilit. Orang yang tersesat dipadang pasir tapa memperoleh air, metupakan contoh dari orang yang kelelahan dan menjadi tidak berdaya oleh kekurangan air, sementara air terus-menerus keluar secara penguapan melalui permukaan kulitnya. Air yang keluar melalui kelenjar kerigat pada kulit mengandung garam NaCL, sehingga juga akan menyebabkan tubuh menjadi 6 | Kelelahan dan Overtraining



kekurangan garam. Kelelahan yang terjadi karena kehilangan air dan garam ini dapat bersifat ringgan sampai kepada ketidakberdayaan. Masalahnya kemudian adalah bahwa hanya dengan minum air saja tidak (akan) dapat meringankan penderitaan ini, bahkan sebaliknya dapat memberatkan keadaan. Air minum yang cocok adalah yang mengandung garam NaCL 0.04-0.14%, air ini dapat mencegah kelelahan dan ketidak berdayaan; karena air itu bukan hanya mengganti air yang hilang tetapi juga garam yang hilang. Konsep paling mendasar terjadinya kelelahan pada kerja/olahraga menurut Giriwijoyo (2012:236), Kerja/Olahraga adalah hasil dari olahdaya anaerobik yang meninggi yang segera diikuti meningkatnya olah daya aerobik. Meningkatnya olah daya anaerobik diperlukan untuk menghasilkan daya (Energi) yang diperlukan untuk kerja/olahraga tersebut, tetapi bersamaan dengan itu dihasilkan pula zat sampah (asam laktat) yang menyebabkan terjadinya kelelahan. Meningkatnya olah daya aerobik adalah untuk menpertahankan kelangsungan kerja/olahraga anaerobik yang sedang terjadi, oleh karena salah satu cara menghilangkan zat sampah ialah dengan proses oksidasi (Proses aerobik).



7 | Kelelahan dan Overtraining



C. Kemunkinan Tempat-Tempat Kelelahan Untuk dapat memudahkan memahami dimana kemungkinan tempat terjadinya kelelahan, marilah kita tinjau sistema neuro-muskular. Dari anatomi sistema neuro-muskular dapat di identipikasi ada 6 tempat yang mungkin menjadi tempat terjadinya kelelahan, yaitu: 1. Srabut Otot dan Keping ujung Saraf Motorik (Motor Nerve endplate) Pada sediaan saraf – otot kodok, bila sarafnya merangsang (dengan rangsang listrik)-1x atau 2x/detik secara terus-menerus, setelah jangka waktu tertentu, otot akan memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dan bahkan kemudian otot tidak dapat berkontraksi. Tetapi bila kemudian otot itu dirangsang secara langsung pada permukaannya dengan rangsanga seperti di kenakan pada saraf, maka otot akan berkontraksi kembali dengan kekuatan yang sama seperti ketika pertama kali dirangsang melalui sarafnya. Pristiwa ini menunjukan bahwa otot bukan merupaakan tempat terjadinya kelelahan. Kesimpulan lebih lanjut ialah bahwa kemungkinan tempat terjadinya kelelahan adalah disraf motoriknya atau di keeping ujung saraf motorik. 2. Serabut Saraf Motorik Pada suatu tempat diserabut saraf motorik dari sediaan otot-saraf serabut diatas dilakukan blokade dengan sepotong es, atau pada tempat itu diberi rangsang arus galvanis secara terus-menerus. Ujung saraf motoris kemudian dirangsang dengan rangsang listrik secara terus-menerus sealama beberapa jam; tidak terjadi kontraksi otot karena impuls saraf tidak dapat melewati tempat blockade. Bila sekarang, dengan saraf masih terus dirangsang, blockade lalu di tiadakan, maka ternyata otot dapat



8 | Kelelahan dan Overtraining



berkontraksi. Oleh karena itu tempat kelelahan adalah pada keeping ujung saraf motorik. 3. Synaps Bila punggung anjing dirangsang/digelitk dengan ujung lidi, maka akan terjadi refleks menggaruk pada tempat yang dirangsang. Bila dirangsang ini di teruskan, maka kemudian tidak lagi terrjadi repleks mengaruk. Tetapi bila di rangsang dengan lidi ini dipindahkan kesuatu titik dekat disebelahnya, maka akan terjadi lagi repleks mengaruk. Peristiwa yang sama dapat terjadi bila rangsangan dilakukan pada serabut saraf sensurisnya.



Mengaruk adalah peristiwa motorik yang terjadi oleh



rangsangan saraf motorik. Jadi rangsangan sensorik dipunggung anjing berpindah melalui synaps kesaraf motorik. Diatas telah dikemukakan bahwa saaf bukanlah tempat kelelahan, sehingga dari peristiwa ini yang paling mungkin menjadi tempat kelelahan adalah synaps. 4. Badan Sel Saraf Terdapat banyak bukti bahwa pada kelelahan yang ekstrim, struktur didalam badan sel saraf mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pada kelelahan sedang pola perubahan demikian juga terjadi. Tidak diragukan lagi bahwa fungsi sel-sel cortex cerebri berubah oleh pengaru kelelahan. Hal ini dapt dilihat pada pengaruh kelelahan terhadap refleks bersyaraf. Seekor anjing yang tellah memiliki sejumlah refleks bersarat disuruh menerik kereta sampai leleah; terlihat bahwa kelelahan mempengeruhi fungsi refleks-refleks bersyaratnya. Kemmampuan gerak repleks bersyarat yang baru dikuasainya akan hilang 100% sedankan kempuan gerak refleksrefleks beryarat yang sudah lama



9 | Kelelahan dan Overtraining



dikuasai hilang sebayak 50%. Karena refleks bersyarat melibatkan fungi sel-sel cerebral, maka wajar lah adanya pendapat bahwa kelelahan yang timbul di bagian tubuh yang manapun, akan mernyebabkan kelelahan pada sel-sel saraf. Eksperimen yang demikian menjelaskan mengapa terjadinya perubahan minat dalam kerja seharian, dan mengapa tentara yang kelelahan dapat kembali berbaris dengan tergap ketika musik mulai di[erdengarkan. 5. Reseptor sensoris Adanya rasa lelah setempat setelah dikenal dengan baik oleh semua orang. Perasaan itu timbul dari reseptor sensoris didalam otot, yang akan memberikan kesan subjektif kondisi kerja sistema neuromuskular yang sedang aktif. Oleh adanya fluktuasi nilai ambang kepekaan terhadap kelelahan, maka nilai perasaan ini menjadi sangat tidak dapat dipercaya. Bila nialai ambangnya meningkat, maka orang dapat terus bekerja tanpa menyadari adanya kelelahan setempat. Sebaliknya bila nialai ambang menurun, orang akan merasa sangat lelah tanpa adanya penurunan kapasitas kerja yang signifikan dari sistema neuro-muskularnya. Meskipun tidak aka nada sensasi kelelahan otot bila tidak ada reseptor sensoris didalam otot, dan meskipun kerja otot kemudian menjadi di hentikan oleh karena rasa lelah itu, tepe=api tempat kelelahan bukanlah pada reseptor sensoris. Ibaratnya, tempat alarm kebakaran berbunyi, bukanlah tenpat terjadinya kebaran itu. D. Overtraining



10 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



Menurut Kabi (2011) overtraining adalah suatu keadaan dimana porsi latihan terlalu berlebihan. Overtraining adalah bentuk kronis dari kelelahan patalogis dalam olahraga. Pada tahun 1950 Krestovnikov memasukkannya sebagai bentuk neurosis khusus yaitu neurosis olahraga (spots neurosis). Kadangkadang disebut sebagai staleness (Giriwijoyo, 2012:60). Menurut Sumosardjuno (1996:6), overtrainning terjadi secara bertahap, selama beberapa minggu bahkan selama beberapa bulan, atau malah hanya semalam saja karen suatu latihan yang amat keras. Faktor-faktor



presipitasi



lain



meliputi



kurangnya



kemauan,



ketindakmampuan fisik atau intelektualnya, adanya konflik psikis, atau adanya permaslahan sksual (sexsual truble). Bentuk kepribadian juga memegaang peran penting dalam pembentukan Overtraining. Semua faktor-faktor ini dapat ditemukan dalam kasus-kasus Overtraianing yang berkerja sama yang satu dan yang lain untuk enentukan bentuk dan lamanya gejalaklinisnya. 1. Ciri-ciri (Simptomatologi) Ciri-ciri utamanya adalah kelelahan yang tinggi, respon terhadap latihan yang tidak ekonomis dan tidak seimbang, pemulhan yang lambat sekalipun terhadap latian yang rigan, labilitas system vegetatatif dan sistim endokrin, adanya masalah dalam proses olahdaya, dan proses hormonalnya, adanya gejala neurose psikis: hiperaktivitas, depresi atau euporia,ansietas,dan menurunnya output olahraga. 2. Gejala-Gejala Subjektif



11 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



a.



Asthenia fisik dan psikis: kelelahan yang berkepanjangan sekalipun stelah istirahat atau hanya berja ringgan, hilangnya konsentrasi, BB



b.



(berat badan) menurun Gangguan psikis: depresi disertai keputusasaan atau kegelisahan, mudah marah atau hiperaktif, kadang ada reaksi kekerasan, hilang memori atau perhatian, sementara atlet yang bersangkutan sibuk



c. d. e.



dengan masalahnya sendiri. Problema tidur: adanya insomnia atau kegelisahan tidur. Nyeri kepala dengan intensitas dan lokasi yang sanggat bervariasi Gejala pengiring: paraesthasia (kesemutan) disertai mati rasa (ba’al) pada extremitas, nyeri precordial atau kontriksi, nafas tidak lega, tachycardia, tachypnea, gangguan keseimbangan, pendengaran atau penglihatan, gangguan seksual. 3. Tanda-Tanda Objektif Tanda-tanda objektif jelas berkaitan dengan gejala-gejala dan meliputi



hyperreplexia,kedutan pada kelopak mata dan jari-jari, olahdaya (metabolisme) basal meningkat dengan akselerasi pada katabolisme (penurunan BB yang tidak jelas penyebebnya), gangguan keseimbangan elektrolit, konsumsi O2 pada intensitas kerja (effort) yang sama meningkat, perubahan pernapasan pada standart exercise menjadi lebih tinggi, sedangkan pemulihannya lebih lambat disertai adanya tachycardia pada istirahat, pemulihan denyut nadi dan tekenan darah lambat, ada arrhythmia, ada gangguan vasomotor, gangguan fungsi ginjal dan hati, gangguan pencernaan. Overtraining adalah polysymptomamatik dengan gejala yang macammacam, sehingga diagnosisnya yang tepat memerlukan pengertiaan mengenai metodologi latihan, serta dengan melakukan ananensis yang teliti, overtraining



12 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



adalah penyakit olahraga dan preperansi gejala-gejala onjektifnya (biasanya muncul lebh lambat dari gejala-gejala subjektifnya) mengscu kepeda organ-organ atau sitema tertentu, hanyalah merupakan perwujudan dari penyakitnya dan tidak mengindikasikan patologi lokalnya. Dari penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan, ditemukan bahwa pelari yang mengalami overtraining maka pengeluaran beberpa macam hormon (Termaksud hormon pertumbuhannya) yang penting buat tubuh berkurang dari keadaan yang normal. 4. Cara menghindari Overtraining Cara menghindri overtrainning, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah secara teratur mengadakan tes pada latihan-latihan. Misalnya bagi seorang pelari setiap beberapa minggu sekali dilakukan tes dengan lari 5 km. Setelah lari 3 dan 5 km, dicatat denyut nadinya dan bandingkan dengan latihan-latihan sebelumnya. Bila denyut nadinya 10% diatasnya atau lebih, perhatikanlah! (Sumosardjuno, 1996:7)



13 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



5. Pengobatan/Penyembuhan Pencegahan



tergantung



pada



pemeriksaan



kesehatan



secara



periodik,perkembangan fisik dan nutrisi,di sertai epaluasi fungsional prinsip kesehatan olahraga dan metode latihan yang rasional. a. Hentikan latihan dan kompetisi,upayakan beristirahat pada ketinggiaan 600-800 m b. Pemulihan hendaknya di rangsang dengan mengunakan zat-zat ergogenik (glukosa,vitamin, garam-garam, obat obat, anabolic, ekstrakhati dan suprarenal) dan diet khusus (kalori tinggi, garamgaram basa dan banyak minum) untuk memulihkan keseimbangan air dan elektrolit (Ca,Na,K,Mg,P,Fe,air) c. Berikan vitamin-vitamin B1,B2,B6,B12,B15,C,E dan asam-asam amino essential (aspartat, glycocolle, lecithine, lysine) serta glukosa, di sertai pemberian penenang / tranquilizer dan hypnotic (valium, dibrium, meprobamate, pentobarbital) bila perlu d. Paksakan melakukan istirahat aktif e. Dukung dengan psikoterapi (sugesti, yoga, outogenic training) dan physio-hydro-therapy. Sangatlah perlu menghentikan latihan dan kompetisi cabang olahraganya, paling tidak selama 3 (tiga) bulan. Reintegrasi kepada cabang olahraganya hanya boleh di lakukan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan yang cermat. Atlet harus di anggap sebagai kasus khusus selama satu tahun, serta diberi perhatian khusus mengenai kondisi sikologisnya, pemulihannya setelah latihan, rehabilitasi setelah sakit atau cedera,dan hindari stress yang menyebabkan overtraining. Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis / intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan ( recovery ) yang tidak adekuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, psikologis maupun patologis (Neil F.gordon dalam cooper , 1994) sebagai berikut: 1. Insomia (susah tidur) dan sakit kepala



2. Sulit memusatkan (berkonsentrasi)



14 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



perhatian



3. Gairah dan motipasi menurun 4. Lesu, letih dan lemah sehingga menjadi rentan cedera 5. Rasa lelah > 24 jam 6. Anorexia (mual) 7. Gangguan pungsi pencernaan – diare 8. Berat badan menurun 9. Haus dan banyak minum di malam hari 10. Tekanan darah menurun dan terjadi orthostatis 11. Nadi istirahat meningkat >10 denyut dan nadi terhadap standar latihan sangat meningkat



12. Tungkai terasa berat 13. Dosis latihan tak habis 14. Nyeri otot dan sendi 15. Rentan terhadap alergi dan infeksi 16. Penyembuhan luka: lambat 17. Lymphadenitis (radang kelenjar geta bening) 18. Amenorhoea/oligomenorhoea/tak teratur 19. Hemolisis meningkat sehingga dapat terjadi anemia 20. Libido menurun



15 | K e l e l a h a n d a n O v e r t r a i n i n g



21.



Latihan untuk olahraga prestasi harus seoptimal mungkin.



Oleh karena itu dosis dan intensitas latihan harus sedikit mingkin dengan kondisi yang menyebabkan overtraining,dan bila terdapat gejala overtraining maka di lakukan penurunan beban latihan (unloding). Dengan memahami ilmu faal olahraga maka overtraining berat dapat di hindari. 22. 23.



24. PENUTUP A. Kesimpulan 25.



Kelelahan di bagi menjadi dua tipe, yaitu kelelahan mental dan



kelelahan fisik. Penyebab kelelahan adalah sumber energi habis atau tidak dapat di peroleh, tertimbunya sampah olahdaya (asam laktat) di dalam tubuh, targanggunya



keseimangan



elektrolit/asam-basa



di



dalam



cairan



tubuh,



terganggunya keseimbangan pemasukan dan pengeluaran air didalam tubuh. 26.



Dari anatomi sistema neuro-muskular dapat di identifikasi ada 6



tempat yang mungkin menjadi tempat terjadinya kelelahan, yaitu serabut otot dan keping ujung saraf motorik (motor nerve endplate, serabut saraf motorik, synaps, badan sel saraf, dan reseptor sensoris). 27.



Overtraining adalah suatu keadaan dimana porsi latihan terlalu



berlebihan sehingga menyebabkan tubuh tidak mampu lagi menahan kelelahan fisik. Ciri-ciri utamanya adalah kelelahan yang tinggi, respon terhadap latihan yang tidak ekonomis dan tidak seimbang, pemulhan yang lambat sekalipun terhadap latian yang rigan, labilitas system vegetatatif dan sistim endokrin, adanya masalah dalam proses olahdaya, dan proses hormonalnya, adanya gejala neurose psikis: hiperaktivitas, depresi atau euporia,ansietas,dan menurunnya output olahraga. Cara menghindri overtrainning, pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah secara teratur mengadakan tes pada latihan-latihan. Selain cara menghindari overtraini, jika sedah terkena overtraining kita dapat melakukan pengobatan seperti: Hentikan latihan dan kompetisi, upayakan beristirahat pada ketinggiaan 600-800 m, Pemulihan hendaknya di rangsang dengan mengunakan



zat-zat ergogenik (glukosa,vitamin, garam-garam, obat obat, anabolic, ekstrakhati dan suprarenal) dan diet khusus (kalori tinggi, garam-garam basa dan banyak minum)



untuk



memulihkan



keseimbangan



air



dan



elektrolit



(Ca,Na,K,Mg,P,Fe,air), Berikan vitamin-vitamin B1,B2,B6,B12,B15,C,E dan asam-asam amino essential (aspartat, glycocolle, lecithine, lysine) serta glukosa, di sertai pemberian penenang/tranquilizer dan hypnotic (valium, dibrium, meprobamate, pentobarbital) bila perlu, Paksakan melakukan istirahat aktif, Dukung dengan psikoterapi (sugesti, yoga, outogenic training) dan physio-hydrotherapy. Sangatlah perlu menghentikan latihan dan kompetisi cabang olahraganya, paling tidak selama 3 (tiga) bulan. 28.



Diagnosis overtraining adalah hal yang sangat serius, walau pun



pada saat ini sangat jarang terjadi pada olahraga. Masalah itu sudah sangat dipahami oleh para dokter olahraga, dan hendaknya tidak dikacaukan dengan ”sindroma harapan berlebihan” atau “ke lelahan olahraga”. Dalam hal ini sangat perlu mengembangkan metoda kesehatan. B. Saran. 29.



Dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik itu dari



segi penulisan maupun sumber atau referensi, oleh karena itu, penulis menyarankan kepada para pembaca untuk melengkapi pengetahuannya tentang kelelahan dan overtraining ini dengan mencari jurnal di initernet dan membaca buku-buku yang menyangkut judul ini. 30.



31. DAFTAR PUSTAKA 32. 33.



Bawono, M.N. 2008. Adaptasi Latihan Aerobic Terhadap Stress Oksidatif Dan Antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan. 5(2): 102-110.



34.



Cooper, K.H. 1994. Antioxidant Revolution. Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London-Vancouver.



35.



Giriwijoyo, Santosa dan Dikdik Z.S. 2012. Ilmu Kesehatan Olahraga. Remaja Rosdakarya Offset. Bandung.



36.



Kabi. 2011. Overtraining Syndrome. http://badande.blogspot.co.id/2011/12/ overtraining-syndrome.html?m=1. Diakses pada 19 Oktober 2015. Pukul 17:50 WITA.



37.



Roger. 2009. Prinsip Umum Berolahraga. http://twdroger.blogspot.com/2009/10/ prinsip-umum-or.html. diakses pada tanggal 19 Oktober 2015. Jam 12.03 WITA



38.



Soni. 2008. Pengaruh Pemberian Latihan Fisik Terhadap Peningkatan Kadar Hb Dan Vo2max. Jurnal Ilmu Keolahragaan.5(2): 71-85.



39.



Sumosardjuno, Sadoso. 1996. Sehat Dan Bugar Petunjuk Praktis Berolahraga Yang Benar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



40. 41.



42. 43. 44.



TUGAS KELOMPOK



PENGANTAR ILMU KEPELATIHAN “KELELAHAN DAN OVERTRAINING” 45. 46. 47.



48. 49. 50. 51. 52. 53.



DI SUSUN OLEH: 54.



55. 56.



SYUKRIN : G2G1 14 045



MUTTAQIN HIDAYAT : G2G1 14 059 57. 58. 59.



60.



KOSENTRASI OLAHRAGA



JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL 61. 62.



PROGRAM PSACA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO 63.



KENDARI 64. 2015