Kelompok 1 Makalah Organisasi Nirlaba Syariah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Organisasi Nirlaba Syariah Dosen Pengampu: Rosyid Nur Anggara Putra,S.Pd., M.Si



Disusun Oleh: 1. Rohmi Anjani_20108040010 2. Yanuar Bela Wijayanti_20108040052 3. Ani Marratus Sholihah_20108040101 4. Dzawil Ulum_21108040072



PROGRAM STUDI AKUTANSI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA 2022



DAFTAR ISI



BAB I ................................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ........................................................................................................... 3 Latar Belakang............................................................................................................. 3 Tujuan Makalah ........................................................................................................... 4 Rumusan Masalah........................................................................................................ 5 BAB II ................................................................................................................................. 5 PEMBAHASAN .............................................................................................................. 6 Pengertian Organisasi Nirlaba Syariah ........................................................................ 6 Karakteristik Organisasi Nirlaba ................................................................................. 6 Jenis Organisasi Nirlaba .............................................................................................. 7 Regulasi Organisasi Nirlaba ........................................................................................ 9 BAB III .............................................................................................................................. 17 PENUTUP ..................................................................................................................... 17 Kesimpulan ................................................................................................................ 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 16



BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Organisasi nirlaba memiliki karakteristik yang berbeda dari organisasi bisnis. Perbedaan yang mendasar terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lainnya yang tidak mengharapkan imbalan apa pun secara langsung dari organisasi. Pihak-pihak tersebut bersedia untuk menyediakan sumber daya yang mereka miliki karena mereka memiliki tujuan dan tujuan bersama Pembentukan organisasi. Bahkan jika para pihak tidak mengantisipasi Kompensasi Langsung yang Diamanatkan oleh Manajer Nirlaba yang bertanggung jawab atas kinerja mereka. Pengguna laporan keuangan (stakeholder) perlu menerima informasi tentang pencapaian tujuan organisasi Selain itu, mereka juga perlu mengetahui sejauh mana mereka menggunakan sumber daya yang mereka sediakan. Standar pelaporan untuk organisasi Nirlaba Indonesia diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). 45 tentang Pelaporan Keuangan oleh Organisasi Nirlaba. pernyataan Hal ini dimaksudkan untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba. pernyataan Hal ini dimaksudkan untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba. bagaimana Standar pelaporan diharapkan dapat meningkatkan pelaporan keuangan oleh organisasi nirlaba Mudah dipahami relevan dan dapat dibandingkan (Janssen, 1992; Hosada, 2004). Salah satu objek PSAK No. 45 adalah yayasan. di masa lalu sikap Yayasan didasarkan pada kebiasaan seseorang dan kadang-kadang digunakan untuk tujuan menyimpang seperti memperkaya diri sendiri (Andayani, 2010). Dasar hukum yayasan ditetapkan dalam bentuk undang-undang yayasan nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan. Undang-undang (UU) nomor 16 tahun 2001 Mengembalikan fungsi dengan menjamin kepastian dan ketertiban hukum Landasan untuk mencapai tujuan sosial, agama, atau sosial tertentu Umat manusia.



Undang-Undang (UU) ini disempurnakan lagi dengan Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2004. Undang-Undang (UU) nomor 28 Transparansi Yayasan juga menjadi isu utama di tahun 2004 Memperhatikan dan mencegah yayasan memperkaya diri Pendiri, Pengurus dan Pengawas Hindari Kepentingan Komersial Pajak Merugikan Masyarakat dan Negara (Susanto, 2002 dalam Andayani, 2010). Menurut Irmadevita (2007), Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2004 mengatur laporan tahunan yang disiapkan oleh pengurus. Pasal 48 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 juga menyatakan: Yayasan bertanggung jawab membuat dan menyimpan data keuangan yayasan, sumbangan. Di sisi lain, Pasal 49(1) menetapkan bahwa manajemen senior harus: Membuat laporan tahunan. Pasal 52(5) menyebutkan bahwa Laporan Keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Default PSAK-nya yang mengatur pelaporan keuangan untuk organisasi nirlaba. Nomor 45, tiga pasal menunjukkan adanya tuntutan transparansi. Tentang Pentingnya Pengelolaan Yayasan dan Pelaksanaan PSAK Laporan keuangan Yayasan. Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertimbangan dalam keuangan nirlaba. manajemen meliputi: 1. Bagaimana mengelola dana untuk melaksanakan dan mencapai program Tujuan yang ditetapkan sesuai aturan 2. Apa yang dapat dilakukan nirlaba ini menyisihkan sebagian dana yang diterima untuk membayar berbagai hal kebutuhan operasional seperti membayar gaji, pajak, tagihan, dan sebagainya.



Tujuan Makalah 1. Memberikan pengetahuan tentang pengertian organisasi nirlaba. 2. Pembaca agar mengetahui apa itu karakteristik organisasi nirlaba Dan jenis-jenis organisasi nirlaba. 3. Mengetahui tentang apa itu UU Zakat, UU Wakaf dan UU Pesantren.



Rumusan Masalah 1. Jelaskan pengertian organisasi nirlaba? 2. Jelaskan karakteristik organisasi nirlaba? 3. Jelaskan jenis organisasi nirlaba? 4. Jelaskan tentang UU Wakaf, UU Zakat dan UU Pesantren?



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Organisasi Nirlaba Syariah Organisasi Nirlaba merupakan lembaga yang tidak berorientasi terhadap laba dalam melayani masyarakat seperti lembaga keagamaan, yayasan ataupun lembaga pendidikan. Meskipun tidak berorientasi pada laba, akan tetapi lembaga tetap berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan karena mereka memiliki anggaran, kewajiban membayar tenaga kerja, membayar sewa, membayar listrik dan urusan keuangan lainnya (Andarsari, 2012). Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.45 organisasi nirlaba adalah suatu lembaga yang tidak ada kepemilikannya dan kebutuhan modalnya bersumber dari sumbangan, donatur dan para sukarelawan yang tidak mengharapkan imbalan dari lembaga tersebut (Ii & Nirlaba, 2014). PSAK No.45 tahun 2011 tentang organisasi nirlaba yang harus dan berhak untuk membuat laporan keuangan serta melaporkan kepada para pemakai laporan keuangaan.



B. Karakteristik Organisasi Nirlaba Didalam PSAK No. 45 (Revisi 2011) (IAI,2011: 45.2-45.3) terdapat penjelasan mengenai karakteristik entitas nirlaba yaitu sebagai berikut: 1. Sumber daya entitas. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. 2. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba. Kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pemilik entitas tersebut. 3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis.



4.



Dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau pembubaran entitas. Sedangkan menurut Salusu (2010:47) ciri-ciri organisasi nirlaba



atau nonprofit yaitu: “Organisasi nonprofit mempunyai misi melayani publik dan konsumenya lebih terbatas sedangkan organisasi profit mempunyai motif untuk mencari untung, yaitu hanya melayani konsumen yang dapat memberikan keuntungan. Apabila dari suatu kelompok konsumen tidak akan diperoleh keuntungan maka organisasi bisnis umumnya tidak bersedia melayani.”



C. Jenis Organisasi Nirlaba Menurut Kotler (2009), organisasi nirlaba dapat dikalsifikasikan sebagai berikut: a) Badan pemerintahan yang dibentuk dengan Undang-Undang dan diberi wewenang untuk memberi pelayanan dan memungut pajak. b) Organisasi nonprofit swasta atau sektor independen yang biasanya beroperasi sebagai organisasi bebas pajak, tetapi diorganisir diluar wewenang pemerintah dan perundangan. Organisasi ini mungkin bergerak



dibidang



pendidikan,



pelayanan



kemanusiaan,



perdagangan atau perhimpunan profesi. c) Organisasi swasta kuasi-pemerintah yang dibentuk dengan wewenang legislatif dan biasanya diserahi monopoli yang terbatas untuk memberikan pelayanan atau menyediakan barang kebutuhan tertentu kepada kelompok-kelompok masyarakat.



Sedangkan jenis-jenis organisasi nirlaba di Indonesia ada tiga, yaitu: 1. Yayasan Yayasan merupakan contoh organisasi nirlaba yang banyak kita



temui di Indonesia. Organisasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa yayasan adalah suatu organisasi yang dibentuk bersumber pada pembagian kekayaan. Organisasi ini memiliki fokus pada tujuan sosial, agama, atau aspek kemanusiaan lain yang bisa membantu masyarakat. Ciri khas dari yayasan sebagai salah satu organisasi nirlaba adalah kepemilikannya yang bersifat eksklusif.



Jadi, yayasan hanya



mempunyai pendiri dan Warga Negara Asing bisa membentuk sebuah yayasan atau kepunyaan pribadi. Ini terlihat dari struktur organisasinya yang terdiri dari dewan pengawas, penasihat, dan pengurus. Dewan pengawas memiliki hak penuh untuk memberikan kebijakan terhadap para penasihat dan pengurus. 2. Lembaga Gabungan (Asosiasi) Lembaga gabungan atau asosiasi merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk karena tujuan yang sama dari para anggotanya. Asosiasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu asosiasi biasa yang tidak memiliki payung hukum dan asosiasi gabungan yang memiliki hukum. Jadi, apabila suatu lembaga gabungan ingin memiliki jaminan hukum, maka lembaga tersebut harus menyiapkan registrasi yang kemudian diserahkan kepada ketua pengadilan negeri. Jika disetujui dan mendapatkan



pengesahan,



maka



lembaga



tersebut



akan



mendapatkan jaminan hukum dari Dephumkam. 3. Institut Institut merupakan organisasi yang berfokus pada bidang sosial, humaniora, budaya, dan pendidikan. Contohnya bisa berupa institusi adalah sekolah lembaga kursus belajar, lembaga pelatihan kerja dan lain sebagainya.



D. Regulasi Organisasi Nirlaba 1. UU Zakat



Pengelolaan zakat merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribuian dan pendayagunaan zakat. Dimana zakat merupakan harta yang dikeluarkan oleh seseorang ataupun badan usaha diluar zakat untuk diberikan pada yang berhak menerima sesuai syariat islam. Menurut pasal 2 dalam UU No. 23 tahun 2011 pengelolaan zakat berdasarkan: a) Syariat islam b) Amanah c) Kemanfaatan d) Keadilan e) Kepastian hukum f) Terintegrasi dan akuntabilitas Menurut pasal 3 dalam UU No. 23 tahun 2011 tujuan pengelolaan zakat sebagai berikut : 1) Mengembangkan



efektivitas



dan



efesiensi



Pelayanan



dalam



pengelolaan zakat. 2) Mengembangkan manfaat zakat untuk melaksanakan kesejahteraan masyarakat dan pengendalian kemiskinan. Zakat mencakup dua hal yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal meliputi emas, perak, logam mulia, uang, surat berharga, perniagaan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pendapatan dan jasa yang dimiliki oleh muzaki perorangan ataupun badan usaha. Syarat dan ketentuan cara perhitungan zakat sesuai dengan syariat islam. Dalam pasal 5 guna melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS yang merupakan lembaga yang berwenang melaksanakan tugas pengelolaan zakat secara nasional yang berkedudukan di ibu kota dan bersifat mandiri dan tanggung jawab pada presiden melalui mentri (UU 23 Tahun 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, 2011).



2. UU Wakaf Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : a) Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. b) Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. c) Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. d) Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. e)



Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.



f) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf. g) Badan



Wakaf



Indonesia



adalah



lembaga



independen



untuk



mengembangkan perwakafan di Indonesia. h) Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. i) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama. Pasal 2 Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah. Pasal 3 Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Pasal 4 Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Pasal 5



Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Pasal 6 Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut : a) Wakif; b) Nazhir; c) Harta Benda Wakaf; d) Ikrar Wakaf; e) peruntukan harta benda wakaf; f) jangka waktu wakaf. Pasal 7 Wakaf meliputi : a) perseorangan; b) organisasi; c) badan hukum. Pasal 8 1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan a) dewasa; b) berakal sehat; c) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan d) pemilik sah harta benda wakaf. 2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. 3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan



hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan. Pasal 9 Nazhir meliputi : a) perseorangan; b) organisasi; atau c) badan hukum. Pasal 10 (1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan : a) warga negara Indonesia; b) beragama Islam; c) dewasa; d) amanah; e) mampu secara jasmani dan rohani; dan f) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan : a) pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b) organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. (3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan : a) pengurus



badan



hukum



yang



bersangkutan



memenuhi



persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b) badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan c) badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.



3. UU Pesantren



Asas, tujuan, dan ruang lingkup pesantren diatur dalam pasal 2,3, dan 4 1) Berdasarkan pasal 2 penyelenggaraan Pesantren berasaskan: a) Ketuhanan Yang Maha Esa; b) kebangsaan; c) kemandirian; d) keberdayaan e) kemaslahatan; f) multikultural; g) profesionalitas; h) akuntabilitas; i) keberlanjutan; dan j) kepastian hukum 2) Berdasarkan pasal 3 pesantren diselenggarakan dengan tujuan: a) membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya danf atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat; b) membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderat dan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama; dan c) meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalam memenuhi kebutuhan pendidikan warga negara dan kesejahteraan sosial masyarakat. 3) Berdasarkan pasal 4 ruang lingkup fungsi pesantren meliputi: a) pendidikan b) dakwah; dan c) pemberdayaan masyarakat Ketentuan pendirian pesantren diatur dalam pasal 5 & 6 berikut: Pasal 5



(1) Pesantren terdiri atas: a. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian Kitab Kuning; b. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; atau c. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum. (2) Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi unsur paling sedikit: a. Kiai; b. Santri yang bermukim di Pesantren; c. pondok atau asrama; d. masjid atau musala; dan e. kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin. Pasal 6 (1) Pesantren didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan atau masyarakat. (2) Pendirian Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib: a. berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil'alamin dan berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika; b. memenuhi unsur Pesantren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (21; c. memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili Pesantren; dan d. mendaftarkan keberadaan Pesantren kepada Menteri. (3) Dalam hal pendirian Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi, Menteri memberikan izin terdaftar. Terkait dengan sistem pendanaan pesantren diatur dalam pasal 48 dan 49 yang



bunyinya: Pasal 48 (1) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren berasal dari masyarakat. (2) Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraan Pesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Sumber pendanaan Pesantren yang berasal dari hibah luar negeri diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden. Pasal 49 (1) Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi pendidikan. (2) Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.



BAB III PENUTUP Kesimpulan Organisasi Nirlaba merupakan lembaga yang tidak berorientasi terhadap laba dalam melayani masyarakat seperti lembaga keagamaan, yayasan ataupun lembaga pendidikan. Meskipun tidak berorientasi pada laba, akan tetapi lembaga tetap berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keuangan karena mereka memiliki anggaran, kewajiban membayar tenaga kerja, membayar sewa, membayar listrik dan urusan keuangan lainnya. Dalam makalah ini terdapat karakteristik karakteristik entitas nirlaba yaitu sebagai berikut:



1. Sumber daya entitas. 2. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba. 3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. 4.



Dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau pembubaran entitas. Organisasi nirlaba dapat dikalsifikasikan sebagai berikut Badan



pemerintahan, Organisasi nonprofit swasta atau sektor independent, Organisasi swasta kuasi. Sedangkan jenis-jenis organisasi nirlaba di Indonesia ada tiga, yaitu Yayasan, Lembaga Gabungan (Asosiasi) dan Institut.



DAFTAR PUSTAKA



45, P. N. (2011). Organisasi Nirlaba. Andarsari, P. R. (2012). Laporan keuangan organisasi nirlaba (lembaga masjid). Kotler. (2009). Klasifikasi organisasi nirlaba. Salusu. (2010). Ciri-ciri organisasi nirlaba atau nonprofit. UU Nomor 18 Tahun 2019. UU Nomor 23 Tahun 2011. UU Nomor 41 Tahun 2004.